PENGARUH DOSIS DOLOMIT DAN KALIUM TEHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN BAWANG MERAH (Allium ascolonikum L.) PADA TANAH GAMBUT DARMAYANTI

  

PENGARUH DOSIS DOLOMIT DAN KALIUM TEHADAP

PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN BAWANG

MERAH (Allium ascolonikum L.)

PADA TANAH GAMBUT

  

DARMAYANTI

  

07C10407028

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS TEUKU UMAR

  

MEULABOH - ACEH BARAT

  

PENGARUH DOSIS DOLOMIT DAN KALIUM TEHADAP

PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN BAWANG

MERAH (Allium ascolonikum L.)

PADA TANAH GAMBUT

  

SKRIPSI

DARMAYANTI

  

07C10407028

Skripsi sebagai Salah Satu Syarat untuk

Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian pada

  

Fakultas Pertanian Universitas Teuku Umar

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS TEUKU UMAR

  

MEULABOH - ACEH BARAT

  

LEMBARAN PENGESAHAN

Judul : Pengaruh Dosis Dolomit dan Kalium tehadap

Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Bawang

  Merah (Allium ascolonikum L.) pada Tanah Gambut Nama Mahasiswa : Darmayanti N I M : 07C10407028 Program Studi : Agroteknologi

  Menyetujui : Komisi Pembimbing,

  Pembimbing Utama, Pembimbing Anggota,

  Aboe B. Saidi, S.Hut, M.Si Ir. Aswin Nasution

  NIDN. 0130097204 NIDN. 0124086503 Mengetahui,

  Ketua Prodi Agroteknologi, Dekan Fakultas Pertanian, Diswandi Nurba, S.TP, M.Si Jasmi, SP, M.Sc.

  NIDN. 018048202 NIDN. 0127088002

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

  Bawang merah (Allium ascolonikum L.) berasal dari Asia, sebagian literatur menyebutkan bahwa tanaman ini dari Asia Tengah, terutama Palestina dan India, tetapi sebagian lagi memperkirakan asalnya dari Asia Tenggara dan Mediterranean. Nara sumber lain menduga asal-usul bawang merah dari Iran dan pegunungan sebelah Utara Pakistan, namun ada juga yang menyebutkan asal tanaman ini dari Asia Barat dan Mediterranean, yang kemudian berkembang ke Mesir dan Turki (Anonymous, 2009). Tanaman bawang merah merupakan salah satu komoditas sayuran unggulan yang sejak lama sudah di usahakan oleh petani secara intensif. Komoditas ini juga merupakan sumber pendapatan yang cukup tinggi terhadap perkembangan ekonomi wilayah (Anonymous, 2001)

  Bawang merah juga salah satu komoditas unggulan dibeberapa daerah di Indonesia, yang digunakan sebagai bumbu masakan dan memiliki kandungan beberapa zat yang bermanfaat bagi kesehatan, dan khasiatnya sebagai zat anti kangker dan pengganti anti biotik, penurunan tekanan darah, kolestrol serta penurunan kadar gula darah. Menurut penelitian, bawang merah mengandung kalsium, fosfor, zat besi, karbohidrat, vitamin seperti A dan C (Irawan, 2010).

  Kegunaan utama bawang merah adalah sebagai bumbu masak meskipun bukan merupakan kebutuhan pokok, bawang merah cenderung selalu dibutuhkan sebagai pelengkap bumbu masak sehari-hari. Adapun manfaat bawang merah bagi kesehatan adalah sebagai obat tradisional antara lain sebagai kompres penurun panas, diabetes, penurun kadar gula dan kolesterol darah, mencegah penebalan dan pengerasan pembuluh darah dan maag (Maskar, 2005).

  Dalam upaya meningkatkan produksi bawang merah dan pendapatan petani tahun 2011 sebesar 893,124 ribu ton, dengan luas panen sebesar 93,667 ribu hektar, dan rata-rata produktivitas sebesar 9,54 ton per hektar. Dibandingkan tahun 2010, produksi menurun sebesar 155,810 ribu ton (14,85 persen). Penurunan disebabkan menurunnya produktivitas sebesar 0,03 ton per hektar (0,31 persen) dan penurunan luas panen seluas 15,967 ribu hektar (14,56 persen) (Anonymous, 2012).

  Tingginya angka impor bawang merah menggambarkan bahwa kebutuhan lebih tinggi dari produktifitas yang ada di tanah air. Salah satu penyebab rendahnya produktifitas bawang merah adalah belum maksimalnya tindak budidaya yang dilakukan petani, serta luas panen yang kurang memadai. Selain tindak budidaya dan luas panen bawang merah yang belum memadai, penurunan produktifitas bawang merah juga diakibatkan rendahnya kualitas lahan yang tersedia.

  Salah satu solusi yang dapat dilakukan untuk memenuhi kebutuhan bawang merah adalah dengan memperbaiki sistem budidaya dan memperluas lahan sehingga dapat meningkatkan luas panen. Terbatasnya lahan-lahan produktif yang tersedia mengakibatkan penggunaan lahan-lahan marginal sebagai lahan produksi bawang merah. Salah satu lahan marginal yang dapat digunakan adalah lahan gambut.

  Lahan gambut merupakan salah satu ekosistem yang mempunyai potensi cukup besar untuk dikembangkan sebagai lahan pertanian karena arealnya cukup pulau Sumatera, Kalimantan, dan Irian Jaya. Di Aceh luas lahan gambut mencakup areal seluas 274.051 ha, diantaranya 105.417 ha (38,40 %) tersebar di pesisir pantai kabupaten Aceh Barat sedangkan sisanya tersebar di Kabupaten Aceh Selatan seluas 168.634 ha (61.60 %) (Wahyunto et al., 2005).

  Penggunaan lahan gambut sebagai lahan pertanian, banyak mengalami kendala terutama berkaitan dengan sifat fisik dan kimia yang kurang mendukung untuk pertumbuhan tanaman. Kemasaman tinggi dan kejenuhan basa yang rendah merupakan faktor utama penyebab terhambatnya pertumbuhan dan produksi tanaman. Kondisi pH tanah yang rendah yaitu 3,1-3,4 secara tidak langsung mengakibatkan beberapa unsur hara menjadi kahat (Noor, 2000).

  produktivitas lahan gambut disebabkan oleh tanah

  Rendahnya gambut tergolong tanah yang marginal dengan tingkat kesuburan yang rendah. Selain memiliki keterbatasan berupa ketersediaan unsur hara yang rendah terutama hara N, P,

  K, Cu, Zn, dan B serta reaksi tanah sangat masam

  dan kejenuhan basa yang rendah (Tadano et al ., 1992). Tanah gambut sebagai media tumbuh tanaman memerlukan berbagai input untuk menciptakan kondisi optimal bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman yang dibudidayakan. Variasi input yang akan dilakukan adalah pengapuran. Pengapuran pada tanah gambut bertujuan untuk memperbaiki sifat kimia tanah sehingga produktivitas lahan meningkat (Sabiham, 1997).

  Pengapuran merupakan proses pemberian kapur untuk meningkatkan pH tanah yang bereaksi masam menjadi mendekati netral yaitu sekitar 6,5- 7 (Anonymous, 2010). Adapun kapur yang dapat digunakan untuk memperbaiki sifat kimia tanah adalah dengan penggunaan kapur dolomit dengan kandungan

  Dosis dolomit untuk tanaman bawang merah yang di tanam pada lahan gambut yang memiliki pH rendah dapat dimanipulasi dengan pemberian dolomit dengan dosis 1,5 ton/ha sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman bawang merah (Sutapraja, 1996)

  Selain pemberian kapur dolomit pemupukan merupakan bagian yang penting untuk meningkatkan hasil produksi bawang merah karena pemupukan memenuhi unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman. Adapun pupuk yang digunakan dalam penelitian ini adalah pupuk kalium. Pupuk kalium dapat membantu meningkatkan kesuburan tanah yang miskin unsur hara tanah.

  Faktor dosis kalium dapat membantu tingkat keseburan tanah yang miskin unsur hara tanah. Dengan tersediannya unsur hara, tanaman dapat memenuhi siklus hidupnya. Fungsi hara tanaman tidak dapat digantikan oleh unsur lain dan apabila tidak terdapat suatu hara tanaman, maka kegiatan metabolisme akan terganggu atau berhanti sama sekali. Disamping itu umumnya tanaman yang kekurangan atau ketiadaan suatu unsur hara akan menampakkan gejala pada suatu organ tertentu yang spesifik (Suwandi, 2009).

  Dari Permasalahan yang telah diurai di atas maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui dosis dolomit dan Kalium yang tepat sehingga diperoleh pertumbuhan dan hasil tanaman bawang merah yang optimum pada lahan gambut.

1.2. Tujuan Penelitian

  Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dosis Dolomit dan Kalium terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman bawang merah, serta nyata

1.3. Hipotesis

  1. Dosis Dolomit berpengaruh terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman bawang merah

  2. Dosis Kalium berpengaruh terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman bawang merah

  3. Terdapat interaksi antara dosis Dolomit dan Kalium terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman bawang merah

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Botani Tanaman Bawang Merah

  a. Sistematika

  Menurut Tjitrosoepomo (2005) tanaman bawang merah dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom : Plantae Divisio : Spermatophyta Subdivisio : Angiospermae Class : Monocotyledoneae Ordo : Liliaceae Family : Liliales Genus : Allium Spesies : Allium ascalonicum L

  b. Marfologi Bawang Merah

  1. Akar

  Akar bawang merah berakar serabut dengan sistem perakaran dangkal dan bercabang terpencar, pada kedalaman antara 15 – 30 cm di dalam tanah.

  Perakarannya berupa akar serabut yang tidak panjang dan tidak terlalu dalam tertanam dalam tanah (Rukmana, 1994).

  2. Batang

  Tanaman bawang merah memiliki batang sejati atau disebut dickus yang berbentuk seperti cakram, tipis dan pendek sebagai tempat melekat perakaran dan akar tunas. Di bagian atas dickus terbentuk batang semu yang tersusun dari yang dapat membentuk tanaman baru atau anakan, terutama pada spesies bawang merah (Rukmana, 1994).

  3. Daun

  Daun bawang merah berbentuk seperti pipa, yakni bulat kecil memanjang antara 50 – 70 cm, berlubang, bagian ujungnya meruncing, berwarna hijau muda sampai hijau tua, dan letak daun melekat pada tangkai yang ukurannya relatif pendek (Rukmana, 1994).

  4. Bunga

  Tangkai daun keluar dari ujung tanaman yang panjang antara 30 90 cm, dan di ujungnya terdapat 50 – 200 cm kuntum bunga yang tersusun melingkar (bulat) seolah – olah berbentuk payung (Umbrella). Tiap kuntum bunga terdiri atas 5- 6 helai daun bunga yang berwarna putih, 6 benang sari berwarna hijau atau kekuning – kuningan, 1 putik dan bakal buah berbentuk hampil segitiga. (Wibowo, 2009).

  5. Buah

  Buah berbentuk bulat dengan ujungnya tumpul membungkus biji berjumlah 2 – 3 butir. Buah bawang merah tersusun dalam tangkai, dan terpisah satu – persatu berbentuk bulat (Wibowo, 2009).

  6. Umbi Lapis

  Umbi lapis bawang merah sangat bervariasi. Bentuknya ada yang bulat, bundar sampai pipih, sedangkan ukuran umbi meliputi besar sedang dan kecil.

  Warna kulit umbi ada yang putih, kuning, merah sampai merah tua (Rukmana, 1993).

2.2. Syarat Tumbuh Tanaman Bawang Merah

  a. Iklim

  Angin merupakan faktor iklim yang juga berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman bawang merah karena sistem perakaran tanaman bawang merah yang sangat dangkal dan angin kencang yang mehembus terus – menurus secara langsung dapat menyebabkan kerusakan tanaman, yaitu tanaman sering roboh.

  Tanaman bawang merah yang ditanam pada daerah yang tidak cukup mendapat sinar matahari, sering berkabut atau tempat yang terlindungi oleh perpohonan, maka pembentukan umbinya tidak sempurna sehingga mengakibatkan ukuran umbinya kecil – kecil. Tanaman bawang merah membutuhkan suhu antara 20 - 26

   C dengan kelembaban 50 – 70% dan lama

  penyinaran 11 jam, tetapi biasanya tanaman bawang merah menyukai temperatur yang lebih rendah dan perkembangan tanaman bawang merah menghendaki curah hujan yang berkisar antara 300 -2500 mm pertahun (Anonymous, 2008).

  b. Tanah

  Tanaman bawang merah memerlukan tanah berstruktur remah, tekstur sedang sampai liat, dreinase dan aerasi baik serta mengandung bahan organik.

  Tanah yang cocok untuk tanaman bawang merah tanah alluvial atau latopsol yang subur, gembur dan juga dibutuhkan tanah yang begitu lembab dan tidak menggenang air dan reaksi tanah tidak masam dengan pH tanah 5,5 – 6,5. Di Indonesia 70% penanaman dilakukan pada dataran rendah dibawah 450 mdpl (Ashari, 1995).

  2.3. Tanah Gambut

  Tanah gambut adalah tanah yang umumnya terdapat di daerah pasang surut yang berasal diri bahan organik yang menyendap organik kemudian menjadi busuk, terdiri dari bahan organik sebagian besar belum terkomposisi atau sedikit terkomposisi yang terakumulasi pada keadaan kelembaban yang berlebihan.

  Lahan gambut mempunyai potensial yang cukup besar tetapi tingkat keseburan tanah yang rendah, miskin unsur hara, dan sangat masam sehingga memerlukan penambahan pupuk dan pemberian emelioran untuk memperbaiki kondisi lahan menjadi baik lagi pertumbuhan tanaman (Najiyati, 2005)

  Tanah gambut merupakan salah satu tanah yang banyak kita jumpai dan belum diusahakan dengan baik di aceh barat mencukup areal seluas 105.000 ha.

  Luas lahan gambut dikabupaten aceh barat berdasarkan ketebala,diurutkan dari yang terluas yaitu gambut sedang (1,0-2 m) seluas 47.852 ha. Gambut dalam (antara 2,0-4,0 m) seluas 31.107 ha gambut dangkal (<0,5 m) seluas 16.403 ha dan gambut dangkal (antara 0,5-1 m) seluas 4. 591 ha ( Wahyunto et al., 2005).

  2.4. Kapur Dolomit

  Pengapuran adalah pemberian kapur kedalam tanah bukan karena tanah kekurangan unsur Ca tetapi karena tanah masam. Oleh karena itu pH tanah perlu dinaikkan agar unsur-unsur hara seperti P mudah diserap tanaman dan keracunan Al dapat dihindarkan (Hardjowigeno, 1992). Kapur dolomit berfungsi untuk menetralkan pH tanah, dan mengurangi beberapa jenis jamur atau bakteri pada tanah, sehingga akan meningkatkan kesuburan tanah (Kartona, 2010). Kapur dolomit memiliki kadar atau persentase kalsium (CaO) 30 % dan magnesium menetralkan tanah yang masam, meningkatkan unsur – unsur Ca dan Mg, mengurangi keracunan Fe, Mn, dan Al, serta memperbaiki kehidupan Mikro organisme (MO) dan memperbaiki pembentukan bintil – bintil akar.

  Pertumbuhan tanaman sangat dipengaruhi oleh pH tanah baik secara langsung maupun tidak langsung. Pada pH rendah Ca, Mg, dan P kurang tersedia sedangkan unsur mikro tersedia, tetapi unsur Al yang sangat tinggi.

  Tanah yang ber- pH rendah (pH<6) diklasifikasikan sebagai tanah masam. Tanah masam didunia hampir seluruhnya terpusat diwilayah tropika basah (Hakim et al.,1986). Pada tanah dengan pH 4 kebutuhan kapur dolomit 10,24 ton/ha, untuk menetralkan tanah dan memperbaiki sifat kimia tanah.

2.5. Pupuk Kalium

  Kalium adalah unsur hara ketiga terpenting setelah nitrogen dan

  • fosfor. Kalium diserap tanaman dalam bentuk ion K , sehingga merupakan satu-satunya ion monovalen yang esensial bagi tanaman (Sumaryo, 1986). Menurut Soegiman (1992), secara garis besar pengaruh kalium yaitu memberi efek keseimbangan unsur lain. Terdapatnya kalium dalam tanah akan memberikan pengaruh nyata bagi tanaman antara lain memberi ketahanan terhadap kerebahan, perakaran yang kuat dan menambah ketahanan terhadap serangan penyebab penyakit.

  Ketersediaan kalium diartikan sebagai kalium yang dapat ditukarkan dan dapat diserap tanaman. Ketersedian kalium dalam tanah sangat tergantung pada adanya penambahan dari luar, tingkat fiksasi oleh tanah, kehilangan melalui pencucian dan aerasi (Mulyani, 1994). Tanah dengan kejenuhan basa tinggi dapat terjadi pada tanah dengan kejenuhan basa rendah. Secara umum diperkirakan bahwa jumlah kalium yang tersedia 1-2 % serta yang sukar tersedia 90-98 % (Marsono dan Sigit, 2005).

  Mulyani (1994) menyatakan bahwa, kekurangan kalium dalam tanah menyebabkan efisiensi pemupukan N dan K akan rendah. Selain itu kalium juga merupakan unsur penengah antara N dan P, dimana kalium dapat mengimbangi akibat buruk dari kelebihan N dan kekurangan P. meskipun unsur kalium sangat

  • dibutuhkan oleh tanaman, tetapi tingginya kation K dapat menurunkan kadar
  • Mg dalam daun, sehingga fotosintesis terganggu (Efendi, 1976). Selanjutnya Suprapto (2002) menyatakan bahwa, kekurangan kalium didalam tanaman mengakibatkan terhambatnya proses fotosintesis. Gejala yang tampak pada defisit kalium ialah daun menjadi kuning, ada noda – noda jaringan mati di tengah – tengah lembaran atau sepanjang tepi daun, pertumbuhan terhambat, batang kurang kuat sehingga mudah patah.

  Kalium untuk bawah merah berfungsi meningkatkan kualitas umbi. Kalium berperan sebagai katalisator pada proses metabolisme, sehingga pemberian kalium akan menghasilkan umbi bawang yang sempurna. Adapun kekurangan kalium menyebabkan kualitasnya umbi redah, sedangkan kelebihan kalium menyebabkan penyerapan Ca dan Mg terganggu, pertumbuhan tanaman terhambat, sehingga tanaman mengalami defisiensi. Marzuki (2007) menyatakan bahwa, hasil yang optimal didapat pada dosis kalium yang tepat. Pemberian kalium yang cukup akan membuat umbi tumbuh baik dan sempurna. Kalium (K

2 O) dapat diberikan pada waktu tanam sebanyak 50 – 75 kg/ha atau setara

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

  3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

  Penelitian dilaksanakan dikebun percobaan Fakultas Pertanian Universitas Teuku Umar Meulaboh Aceh Barat mulai tanggal 5 April sampai 30 Juni 2013.

  3.2. Bahan dan Alat

  1. Bahan Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

  a. Benih Benih yang digunakan dalam penelitian ini adalah bawang merah varietas lokal yang di peroleh dari pasar sayur Meulaboh Kabupaten Aceh Barat.

  b. Pupuk Pupuk yang digunakan dalam penelitian ini dalah pupuk Kandang, Urea, SP- 36 dan KCl.

2. Alat

  Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cangkul, parang, meteran, pisau, hand spayer, gembor, timbangan, tali rafia dan alat tulis.

3.3. Rancangan Percobaan

  Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) pola faktorial 3x3. Faktor yang diteliti meliputi dosis Kapur dolomit dan dosis kalium.

  = Nilai pengamatan untuk faktor Dolomit taraf ke-j, faktor Kalium taraf ke-k dan ulangan ke-i  = Nilai tengah umum

  3 K

  2 K

  3

  2

  2

  2

  75 100 125

  7

  8

  9 D

  3 K

  1 D

  3 K

  2 D

  3

  2 K

  3

  3

  3

  75 100 125

  Model Matematis yang digunakan adalah: Y

  ijk

  =  + 

  i

  j

  k

  jk

  ijk

  Keterangan: Y

  ijk

  2 D

  1 D

  Faktor dosis kapur dolomit (D) yang terdiri dari 3 taraf yaitu : D

  1

  1

  = 1 ton/ha ( 176 gr/plot) D

  2 = 2 ton/ha (352 gr/plot)

  D

  3

  = 3 ton/ha (528 gr/plot) Faktor Dosis Kalium (K) terdiri dari3 taraf, yaitu : K

  1 = 75 kg/ha (13,2 gr/plot)

  K

  2

  = 100 kg/ha (17,6 gr/plot) K

  3 = 125 kg/ha (22.0 gr/plot)

  Dengan demikian terdapat 9 kombinasi perlakuan dengan 3 ulangan maka secara kesulurahan terdapat 27 satu unit perlakuan. Susunan Kombinasi perlakuan dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Susunan Kombinasi Perlakuan antara Dosis Kapur Dolomit dan Dosis Pupuk Kalium.

  No Kombinasi Perlakuan Dosis Kapur Dolomit (ton/ha) Dosis Kalium (kg/ha)

  2

  2 K

  3 D

  1 K

  1 D

  1 K

  2 D

  1 K

  3

  1

  1

  1

  75 100 125

  4

  5

  6 D

  • D
  • K
  • (DK)
D j = Pengaruh faktor Dolomit ke-j (j = 1, 2 dan 3) K = Pengaruh faktor Kalium ke-k (k = 1, 2 dan 3)

  k

  (DK) jk = Interaksi dosis Dolomit dan Kalium pada taraf ke-j, taraf Kalium ke-k  = Galat percobaan untuk ulangan ke-i, faktor Dolomit taraf ke-j,

  ijk faktor Kalium taraf ke-k.

  Apabila hasil uji F menunjukkan pengaruh yang nyata maka akan dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Jujur (BNJ) pada taraf 5% . Dengan rumus sebagai berikut: BNJ 0,05 = q 0,05 ( p;db g ) BNJ 0,05 = Beda Nyata Jujur pada taraf 5 % q ( p;db ) = Nilai baku q pada taraf 5 % (jumlah perlakuan p dan derajat

  0,05 g

  bebas galat) KT g = Kuadrat tengah galat r = Jumlah ulangan.

3.4. Pelaksanaan Penelitian 1. Persiapan Lahan.

  Persiapan lahan dilakukan dengan membersihkan lahan dari sisa-sisa tanaman dan rumput yang ada diatasnya dan kemudian diolah dengan mengunakan cangkul sedalam ± 20 cm. Setelah tanah diolah kemudian dilakukan pembuatan plot dengan ukuran 160 cm x 110 cm dengan jarak antara plot 30 cm dan jarak antara blok 50 cm

2. Pemilihan Benih

  Penanaman bawang merah umumnya mengunakan umbi, umbi yang digunakan harus berasal dari tanaman yang sehat, cukup tua dan bebas hama dan minimal selama 2 bulan. Jika umbi dipotong akan terlihat tunas yang berwarna hijau dengan panjang tunas separuh panjang umbi. Umbi untuk bibit dipilih yang berukuran kecil atau sedang, seragam, yang diambil tidak cacat, kulitnya tidak luka atau sobek.

  Setelah benih dipilih sesuai ketentuan, lalu benih dibersihkan kulit benih yang paling luar dan yang mengering dihilangkan serta akar umbi yang masih ada.

  Bagian ujung umbi dipotong dengan pisau bersih kira – kira 1/4 bagian dari panjang umbi, setelah dipotong sebagian ujungnya, tunggu beberapa saat sampai bekas potongan menjadi kering untuk menghindari dari pembusukan atau serangan penyakit pada bekas potongan.

  3. Pengapuran.

  Pengapuran dilakukan satu minggu sebelum tanam dengan menaburkan kapur dolomit keseluruh permukaan plot dengan dosis sesuai perlakuan.

  4. Pemupukan.

  Pemupukan dilakukan 2 hari sebelum tanam dengan cara menabur pupuk keseluruh bedengan yang sudah siap. Pupuk yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah pupuk Kandang dengan dosis 10 ton/ha (1,76 kg/plot). Urea dengan dosis 120 kg/ ha (12,12 gr/plot). Dan SP-36 dengan dosis 150 kg/ ha (26,4 gr/plot). Sedangkan pupuk KCl sebagai perlakuan akan diberikan dengan dosis 75 kg/ha (13,2 gr/ha), 100kg/ha (17.6 g/ha) dan 125 kg/ ha (22,0 g/ha).

  5. Penanaman.

  Penanaman dilakukan dengan menanam satu umbi perlubang tanam kedalaman tanah dibuat sesuai ukuran jarak tanam 20 x 15 cm perlubang tanam.

  Umbi benih yang telah dipotong sebagian ujungnya dan bekas potonganya sudah mengering diletakkan dalam lubang dengan ujung di atas dan ditutup kembali dengan tanah yang gembur.

6. Pemeliharaan

  Pemeliharaan tanaman bawang merah meliputi penyiraman, penyulaman, penyiangan gulma, serta pengendalian hama dan penyakit.

   Penyiraman Penyiraman dilakukan setiap hari pada pagi dan sore hari atau sesuai dengan keadaan cuaca apabila sering terjadinya hujan maka penyiraman lebih sering dilakukan dengan mengunakan gembor.

   Penyulaman.

  Penyulaman dilakukan pada umur 1 minggu setelah tanam (MST) dengan bibit yang sama, apabila terdapat tanaman ada yang mati.

   Penyiangan Penyiangan dilakukan untuk membersihkan rumput – rumput liar dan gulma lainnya yang tumbuh di atas atau dalam bedengan dengan cara mencabut mengunakan tangan.

3.5. Pengamatan

  Adapun Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

  1. Tinggi Tanaman (cm) Tinggi tanaman diukur dari pangkal rumpun yang telah ditandai sampai pucuk daun tertinggi. Pengukuran dilakukan pada umur 15, 30 dan 45 hari setelah tanam (HST).

  2. Jumlah Daun Per Rumpun.

  Perhitungan jumlah daun perumpun dilakukan dengan menghitung seluruh daun perumpun pada umur 15, 30 dan 45 HST.

  3. Jumlah Umbi Per Rumpun Perhitungan jumlah umbi perumpun dilakukan dengan menghitung seluruh umbi yang dilakukan saat panen.

  4. Berat Umbi Per Rumpun (g) Penimbangan berat umbi dilakukan dengan menimbang umbi dari setiap rumpun yang dilakukan saat panen.

  5. Produksi Per Hektar (ton) Produksi umbi bawang per hektar dilakukan dengan mengkonversi berat umbi perumpun dengan jumlah populasi per hektar dalam satuan ton.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Pengaruh Dosis Dolomit

  Hasil uji F pada analisis ragam (lampiran bernomor genap 2 sampai 16) menunjukkan bahwa dosis dolomit berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman umur 15 HST dan jumlah daun umur 30 HST dan berpengaruh tidak nyata terhadap tinggi tanaman umur 30 dan 45 HST, jumlah daun umur 15 dan 45 HST, jumlah umbi dan berat umbi.

1. Tinggi Tanaman (cm)

  Hasil uji F pada analisis ragam (lampiran 2, 4 dan 6) menunjukkan bahwa dosis dolomit berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman umur 15 HST dan berpangaruh tidak nyata terhadap tinggi tanaman umur 30 dan 45 HST. Rata –rata tinggi tanaman bawang merah pada berbagai dosis dolomit setelah diuji dengan BNJ 0.05 dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 3. Rata – rata Tinggi Tanaman Bawang Merah pada berbagai Dosis Dolomit umur 15, 30 dan 45 HST.

  Dosis Dolomit Tinggi Tanaman (cm) Simbol ton/ha

  15 HST

  30 HST

  45 HST D

  1

  1 9.37 a

  17.38

  24.81 D

  2

  2 11.51 b

  19.58

  25.50 D 3 11.34 a

  18.31

  26.19

3 BNj

  0.05

  1.97 - -

  

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama berbeda

tidak nyata pada taraf peluang 5% (BNJ ). 0,05

  Tabel 2 menunjukkan bahwa tanaman bawang merah tertinggi umur 15 HST dijumpai pada dosis dolomite 2 ton/ha (D

  2 ) yang berbeda nyata dengan dosis

  dolomite 1 ton/ha (D ) dan 3 ton/ha (D ). Sedangkan pada umur 30 HST dijumpai

  1

  3 ton/ha (D

  3 ) menkipun secara statistik menunjukkan perbedaan yang tidak nyata dengan perlakuan lainnya.

  Hubungan antara tinggi tanaman pada berbagai dosis dolomit umur 15, 30 dan 45 HST dapat dilihat pada Gambar 1.

  30.00

  26.19

  25.5

  24.81

  25.00 )

  19.58 (cm

  18.31

  20.00

  17.38 an

  15.00

  11.51

  15 HST

  11.34 anam

9.37 T

  30 HST

  10.00 inggi

  45 HST T

  5.00

  0.00

  1

  2

  3 Dosis Dolomit (ton/ha)

Gambar 1. Tinggi Tanaman Bawang Merah pada berbagai Dosis Dolomit umur 15, 30

dan 45 HST

  Gambar 1 menunjukkan bahwa tanaman bawang tertinggi umur 15 HST dijumpai pada dosis dolomit 2 ton/ha (D ) dan pada umur 30 HST dijumpai pada

  

2

  dosis dolomit 2 ton/ha (D

  2 ) sedangkan umur 45 HST dijumpai pada dosis dolomit

  3 ton/ha (D ). Hal ini diduga bahwa pengapuran yang tepat akan memberi hasil

  3

  yang baik karena dolomit mengadung unsur Ca yang dapat meningkatkan pH tanah. Menurut Hardjowigeno (1992) pemberian kapur dapat meningkatkan ketersediaan unsur fosfor (P) dan molibdenum (Mo). Pengapuran dapat meningkatkan pH tanah, sehingga pemberian dolomit pada tanah masam akan merangsang pembentukan struktur remah, mempengaruhi pelapukan bahan organik, dan pembentukan humus.

  Pemberian dolomit disamping menambah unsur hara Ca dan Mg juga dapat meningkatkan ketersediaan unsur hara yang lain serta memperbaiki sifat fisik tanah, dengan semakin meningkatnya unsur hara dan sifat fisik tanah maka pertumbuhan tanaman menjadi lebih baik (Sumaryo dan Suryono, 2000).

2. Jumlah Daun (helai)

  Hasil uji F pada analisis ragam (lampiran 8, 10 dan 12) menunjukkan bahwa dosis dolomit berpengaruh nyata terhadap jumlah daun bawang merah umur 30 HST dan berpangaruh tidak nyata terhadap tinggi tanaman umur 15 dan

  45 HST. Rata –rata jumlah daun tanaman bawang merah pada berbagai dosis dolomit setelah diuji dengan BNJ

  0.05 dapat dilihat pada Tabel 3.

  Tabel 3. Rata – rata Jumlah Daun Bawang Merah pada berbagai Dosis Dolomit umur 15, 30 dan 45 HST.

  Dosis Dolomit Jumlah Daun (helai) Simbol ton/ha

  15 HST

  30 HST

  45 HST D

  1 5.89 11.24 a

  24.81

1 D

  2

  2 5.49 11.38 ab

  25.50 D

  3

  3 5.91 12.76 b

  26.19

  0.05

  1.40

  • - - BNJ

  

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama berbeda

tidak nyata pada taraf peluang 5% (BNJ 0,05 ).

  Tabel 3 menunjukkan bahwa jumlah daun bawang terbanyak umur 30 HST dijumpai pada dosis dolomit 3 ton/ha (D

  3 ) yang berbeda nyata dengan 1 ton/ha

  (D

  1 ) dan berbeda tidak nyata dengan 2 ton/ha (D 2 ). Sedangkan umur 15 dan 45

  HST dijumpai pada dosis dolomit 3 ton/ha (D ) meskipun secara statistik

  3 menunjukkan perbedaan yang tidak nyata dengan perlakuan lainnya.

  Hubungan antara jumlah daun dan dosis dolomit umur 15, 30 dan 45 HST dapat dilihat pada Gambar 2.

  30.00

  26.19

  25.5

  24.81

  25.00 ) ai

  20.00 (hel

  12.76 aun

  15.00

  15 HST

  11.24

11.38 D

  30 HST lah

  10.00

  5.91

  5.89

  5.49

  45 HST Jum

  5.00

  0.00

  1

  2

  3 Dosis Dolomit (ton/ha) Gambar 2. Jumlah

  Daun Bawang Merah pada berbagai Dosis Dolomit umur 15, 30 dan 45 HST Gambar 2 menunjukkan bahwa jumlah daun bawang merah terbayak umur

  15, 30 dan 45 HST dijumpai pada dosis dolomit 3 ton/ha (D

  3 ). Hal ini diduga

  bahwa dosis dolomit yang digunakan sesuia dengan kebutuhan tanaman. Menurut Novizan (2001) pemberian kapur pada tanaman umumnya diberikan dalam bentuk dolomit dan kaptan. Kandungan kalsium dalam dolomit adalah sekitar 30%, sedangkan kaptan sekitar 90% sehingga pertumbuah akan lebih baik untuk pertumbuhan dan perkembagan tanaman.

3. Jumlah Umbi Per Rumpun (buah)

  Hasil uji F pada analisis ragam (lampiran 14) menunjukkan bahwa dosis dolomit berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah umbi per rumpun bawang merah. Rata –rata jumlah umbi tanaman bawang merah pada berbagai dosis dolomit dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Rata – rata Jumlah Umbi Per Rumpun Bawang Merah pada berbagai Dosis Dolomit.

  Dosis Dolomit Jumlah Umbi Per Rumpun (buah)

  Simbol ton/ha D

  1

  6.14

1 D

  2

  2

  6.41 D

  3

  3

  6.64 Tabel 4 menunjukkan bahwa jumlah umbi per rumpun bawang merah terbanyak dijumpai pada dosis dolomit 3 ton/ha (D

  3 ) meskipun secara statistik

  menunjukkan perbedaan yang tidak nyata dengan perlakuan lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa dolomit yang diberikan telah tercuci oleh air akibat hujan.

  Menurut Subiksa et al., 1997 ; Mario, (2002) menyatakan kemasaman tanah yang tinggi dan kejenuhan basa yang rendah merupakan faktor penyebab terhambatnya pertumbuhan dan produksi tanaman dengan kondisi pH tanah yang rendah.

4. Berat Umbi Per Rumpun (g)

  Hasil uji F pada analisis ragam (lampiran 16) menunjukkan bahwa dosis dolomit berpengaruh tidak nyata terhadap berat umbi per rumpun bawang merah.

  Rata –rata berat umbi tanaman bawang merah pada berbagai dosis dolomit dapat dilihat pada Tabel 5.

  Tabel 5. Rata – rata Berat Umbi Per Rumpun Bawang Merah pada berbagai Dosis Dolomit.

  Dosis Dolomit Berat Umbi Per Rumpun (g)

  Simbol ton/ha D

  1

  1

  20.27 D

  2

  2

  26.89 D

  3

  21.71

  3 Tabel 5 menunjukkan bahwa berat umbi per rumpun bawang terberat

  dijumpai pada dosis dolomit 2 ton/ha (D

  2 ) mestipun secara statistik menunjukkan pemberian kapur dolomit yang tepat akan membantu pembentukan umbi karena mengandung kalsium, apabila kekurangan kalsium perumbuhan umbi akan terhambat. Sesuia dengan pendapat Purwono dan Purnamawati (2007) untuk tanaman bawang merah, hara kalsium yang cukup diperlukan untuk pembentukan buah. Pemberian kalsium bisa berupa kaptan atau dolomit sebanyak secukupnya.

4.2. Pengaru Dosis Kalium

  Hasil uji F pada analisis ragam (lampiran bernomor genap 2 sampai 16) menunjukkan bahwa dosis kalium berpengaruh nyata terhadap jumlah daun umur 30 dan 45 HST dan berat umbi per rumpun dan berpengaruh tidak nyata terhadap tinggi tanaman umur 15, 30 dan 45 HST, jumlah daun umur 15 dan 45 HST, jumlah umbi per rumpun.

1. Tinggi tanaman (cm)

  Hasil uji F pada analisis ragam (lampiran 2, 4 dan 6) menunjukkan bahwa dosis kalium berpangaruh tidak nyata terhadap tinggi tanaman umur 15, 30 dan 45 HST. Rata –rata tinggi tanaman bawang merah pada berbagai dosis kalium dapat dilihat pada Tabel 6.

  Tabel 6. Rata – rata Tinggi Tanaman Bawang Merah pada berbagai Dosis Kalium umur 15, 30 dan 45 HST.

  Dosis Kalium Tinggi Tanaman (cm) Simbol kg/ha

  15 HST

  30 HST

  45 HST K

  1

  75

  10.32

  17.36

  24.52 K

  2 100

  10.77

  18.59

  26.13 K 125

  11.12

  19.32

  25.84

  3 Tabel 6 menunjukkan bahwa tanaman bawang merah tertinggi umur 15

  dan 30 HST dijumpai pada dosis kalium 125 kg/ha (K

  3 ) dan umur 45 HST tidak nyata dengan perlakuan lainnya. Hal ini diduga bahwa unsur hara kalium yang diberikan tidak sesuai dengan kebutuhan tanaman. Menurut Sutejo (2002) tanaman yang kekurangan unsur K gejalanya adalah batang dan daun menjadi lemas atau rebah, daun berwarna hijau gelap kebiruan tidak hijau segar dan sehat, ujung daun menguning dan kering timbul bercak coklat pada pucuk daun.

2. Jumlah Dau (helai)

  Hasil uji F pada analisis ragam (lampiran 8, 10 dan 12) menunjukkan bahwa dosis kalium berpengaruh nyata terhadap jumlah daun umur 30 dan 45 HST dan berpangaruh tidak nyata terhadap tinggi tanaman umur 15 HST. Rata – rata tinggi tanaman bawang merah pada berbagai dosis kalium setelah diuji BNJ 0,05 dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Rata – rata Jumlah Daun Bawang Merah pada berbagai Dosis Kalium umur 15, 30 dan 45 HST.

  Dosis Kalium Jumlah Daun (helai) Simbol kg/ha

  15 HST

  30 HST

  45 HST K

  1

  75 5.53 11.58 ab 17.71 a K

  2 100

  5.71 12.76 b 17.69 a K 125 6.60 11.04 a 14.98 a

  3

  • BNJ 0,05

  1.40

  2.95 Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama berbeda tidak nyata pada taraf peluang 5% (BNJ ). 0,05 Tabel 7 menunjukkan bahwa jumlah daun bawang merah terbanyak umur

  30 HST dijumpai pada dosis kalium 100 kg/ha (K

  2 ) yang berbeda nyata dengan

  125 kg/ha (K ) dan berbeda tidak nyata dengan 75 kg/ha (K ). Pada umur 45 HST

  3

  1

  dijumpai pada dosis kalium 75 kg/ha (K

  1 ) yang berbeda tidak nyata dengan 100

  kg/ha (K

  2 ) dengan 125 kg/ha (K 3 ) sedangkan pada umur 15 HST dijumpai pada

  dosis kalium 125 kg/ha (K

  3 ) mestipun secara statistik berpengaruh tidak nyata Hubungan antara jumlah daun dan dosis kalium umur 15, 30 dan 45 HST dapat dilihat pada Gambar 3.

  20.00

  17.71

  17.69

  18.00

  14.98 )

  16.00 ai

  12.76

  14.00

  11.58 (hel

  11.04

  12.00 aun

  10.00

  15 HST D

  6.60

  8.00

  5.71

  5.53

  30 HST lah

  6.00

  45 HST Jum

  4.00

  2.00

  0.00 75 100 125 Dosis Kalium (kg/ha)

  

Gambar 3. Jumlah Daun Bawang Merah pada berbagai Dosis Kalium umur 15, 30 dan

  45 HST Gambar 3 menujukkan bahwa jumlah daun terbanyak umur 15 HST dijumpai pada dosis kalium 125 kg/ha (K 1 ) dan pada umur 30 HST dijmpai pada dosis kalium 100 kg/kg (K 2 ) sedangkan umur 45 HST 75 kg/ha (K 1 ). Hal ini disebabkan pada dosis

  tersebut unsur hara yang dibutuhkan tanaman bawang merah tersedia dalam jumlah optimum dan seimbang, serta tanaman dapat mengabsorbsi unsur-unsur hara yang terkandung dalam pupuk tersebut untuk melaksanakan proses metabolisme dengan baik. Hal ini sesuai dengan pendapat Lingga (1995) yang menyatakan respon tanaman terhadap pemupukan akan meningkat jika pemberian pupuk sesuai dengan dosis, waktu dan cara yang tepat. Ketersediaan unsur hara bagi tanaman merupakan salah satu faktor yang sangat mempengaruhi produksi tanaman.

  3. Jumlah Umbi Per Rumpun (buah)

  Hasil uji F pada analisis ragam (lampiran 14) menunjukkan bahwa dosis kalium berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah umbi per rumpun bawang merah.

  Rata –rata jumlah umbi tanaman bawang merah pada berbagai dosis kalium dapat dilihat pada Tabel 8.

  Tabel 8. Rata – rata Jumlah Umbi Per Rumpun Bawang Merah pada berbagai Dosis Kalium.

  Dosis Kalium Jumlah Umbi Per Rumpun (buah)

  Simbol kg/ha K

  1

  75

  6.52 K 100

  6.67

  2 K 3 125

  6.00 Tabel 8 menunjukkan bahwa jumlah umbi per rumpun ternayak dijumpai pada dosis kalium 100 kg/ha (K ) meskipun secara statistik menunjukkan

  2

  perbedaan yang tidak nyata dengan perlakuan lainnya. Hal ini dikarenakan pupuk yang diterima oleh tanaman tidak tercukupi atau tidak sesuia dengan kebutuhan tanaman. Menurut Hasibuhan (2009) yang menyatakan bahwa dosis pupuk dalam pemupukan haruslah tepat, artinya dosis tidak terlalu sedikit atau terlalu banyak yang dapat menyebabkan pemborosan atau dapat merusak akar tanaman. Bila dosis pupuk terlalu rendah, tidak ada pengaruhnya terhadap pertumbuhan tanaman sedangkan bila dosis terlalu banyak dapat mengganggu kesetimbangan hara dan dapat meracuni akar.

  4. Berat Umbi Per Rumpun (g)

  Hasil uji F pada analisis ragam (lampiran 16) menunjukkan bahwa dosis kalium berpengaruh nyata terhadap berat umbi per rumpun bawang merah. Rata – rata berat umbi tanaman bawang merah pada berbagai dosis kalium setelah diuji Tabel 8. Rata – rata Berat Umbi Per Rumpun Bawang Merah pada berbagai Dosis Kalium.

  Dosis Kalium Berat Umbi Per Rumpun (g)

  Simbol kg/ha K 75 17.88 a

  1 K 2 100 27.32 a

  K

  3 125 23.67 b

  BNJ

  0.05

  8.35 Tabel 9 menunjukkan bahwa berat umbi per rumpun terberat dijumpai pada dosis kalium 100 kg/ha (K

  2 ) yang berbeda nyata denga 125 kg/ha (K 3 ) dan berbeda tidak nyata dengan 75 kg/ha (K ).

  

1

Hubungan antara berat umbi per rumpun dengan dosis kalium dapa dilihat pada gambar 4.

  27.32

  28.00 ) (g

  26.00 pun

  23.67

  24.00 um R er

  22.00 P bi m

  20.00 U

  17.88

  18.00 erat B

  16.00 75 100 125 Dosis Kalium (kg/ha)

  Gambar 4. Berat Umbi Per Rumpun pada berbagai Dosis Kalium

  Gambar 4 menunjukkan bahwa berat umbi per rumpun terberat dijumpai pada 100 kg/ha (K ). Hal ini diduga bahwa unsur hara yang diterima oleh tanaman

  2

  sesuai dengan kebutuhan tanaman bawang merah. Kalium merupakan hara makro yang dibutuhkan tanaman bawang merah dalam pertumbuhan umbi tertinggi

  Nursyamsi et al. (2008). Apabila tanaman kekurangan kalium maka proses fotosintesis dan respirasi akan terhambat.

4.3. Pengaruh Interaksi

  Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan menunjukkan bahwa terdapat interaksi yang tidak nyata antara dosis dolomit dan Kalium terhadap semua peubah pertumbuhan dan hasil bawang merah yang diamati.

V. KESIMPULAN DAN SARAN

  5.1. Kesimpulan

  1. Dosis dolomit berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman umur 15 HST dan jumlah daun umur 30 HST dan berpengaruh tidak nyata terhadap tinggi tanaman umur 30 dan 45 HST, jumlah daun umur 15 dan 45 HST, jumlah umbi dan berat umbi. Pertumbuhan dan hasil tanaman bawang merah terbaik dijumpai pada dosis dolomit 3 ton/ha.

  2. Dosis kalium berpengaruh nyata terhadap jumlah daun umur 30 dan 45 HST dan berat umbi per rumpun dan berpengaruh tidak nyata terhadap tinggi tanaman umur 15, 30 dan 45 HST, jumlah daun umur 15 dan 45 HST, jumlah umbi per rumpun. Pertumbuhan dan hasil tanaman bawang merah terbaik dijumpai pada dosis kalium 100 kg/ha.

  3. Terdapat interaksi yang tidak nyata terhadap semua peubah yang diamati terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman bawang merah.

  5.2. Saran

  Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang pengunaan dolomit dan kalium terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman bawang merah.

  

DAFTAR PUSTAKA

Anonymous. 2001. Kebutuhan Bawang Deptan. Jakarta.

  2008. Peran Kapur Dolomit. Departemen Pertanian, Jakarta . 2009. Sejarah Tanaman Bawang. Kementrian Pertanian Republik Indonesia. Jakarta.

  Efendi, S. 1976. Pupuk dan Pemupukan. Departermen Agronomi Fakultas Petanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor. 240 hlm. Hardjowigeno, S. 1992. Ilmu Tanah. PT. Mediatama Sarana Perkasa. Jakarta. 233 hal. Limbongan, J. M. 2005. Bawang sebagai Bumbu Masak Sehari-hari. Kegunaan lainnya adalah Sebagai Obat Tradisional. Jakarta. 5 hal. Marsono dan P. Sigit. 2005. Pupuk Akar. Penebar Swadaya, Jakarta. 96 hlm. Marzuki, R. 2007. Bertanam Sayuran. Penebar Swadaya, Jakarta. 42 hlm. Mulyani, M. Y. 1994. Pupuk dan Cara Pemupukan, Rieneka Cipta, Jakarta.

  97 hlm. Najiyati, 2005. Lahan Gambut dan Bahan Organik. Uni versitas Gajah Mada. Novizan, 2001. Petunjuk Pemupukan yang Efektif. Agromedia. Jakarta. 130 hal.

  Nursyamsi, D., K. Idris, S. Sabihan, D.A. Rachim, dan A. Sofyan. 2008. Pengaruh asam oksalat, Na+, NH4+, dan Fe+ terhadap ketersediaan K tanah, serapan N, P, dan K tanaman serta produksi jagung pada tanahtanah yang didominasi smektit. Jurnal Tanah dan Iklim Indonesia. Soil and Climate Journal. No. 28:69-81. Purwono, dan H.Purnamawati. 2007. Budidaya 8 Jenis Tanaman Pangan Unggul.