BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Masalah Kehalalan Pangan - IRMA PRASTIKA, BAB II

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Masalah Kehalalan Pangan Saat ini, pelaksanaan sistem jaminan halal menjadi isu

  global.Mengkonsumsi makanan halal adalah suatu keharusan bagi setiap Muslim. Dalamal Qur’an, disebutkan “Makanlah apa apa yang ada di bumi

  

yang halal dan thoyibuntukmu, dan janganlah kamu mengikuti langkah setan,

sesungguhnya ia adalahmusuh yang nyata bagimu” (Al-Baqarah: 168).Halal

  itu sendiri merupakan istilah arab yang artinya “diperbolehkan, legal, dan sesuai hukum islam dan syariah” dan jika dikaitkan dengan makanan dan minuman, maka halal dapat dimaknai sebagai makanan atau minuman yang diperbolehkan untuk dikonsumsi seorang Muslim.

  Makanan halal berarti makanan yang diijinkan dalam hukum Islam dan memenuhi persyaratan: tidak mengandung material apapun yang tidak diperbolehkan dalam hukum Islam; pada penyiapan, pemrosesan, pendistribusian dan penyimpanan tidak menggunakan fasilitas yang tidak bebas dari material non-halal sesuai hukum Islam; serta tidak bersentuhan dengan makanan lain yang non-halal (Codex Alimentarius, 1997).

  Seharusnya untuk melindungi umat Islam yang ada di Indonesia, setiap produsen makanan yang beredar di Negara ini wajib memiliki Sertifikat Halal. Jika hal ini diberlakukan di Indonesia sangat menguntungkan bagi konsumen Indonesia yang sebagian besar berpenduduk Islam.

B. Babi

  1. Klasifikasi Babi Babi adalah sejenis hewan ungulata yang berhidung leper dan merupakan hewan yang aslinya berasal dari Eurasia. Klasifikasi ilmiah babi dapat dilihat pada tabel 1. Familia Babi adalah Suidae, yang termasuk spesies Sus barbatus, Susbucculentus, Sus cebifrons, Sus celebensis, Sus

  domesticus, Sus heureni,Sus philippensis, Sus salvanius, Sus scrofa, Sus timoriensis, Susverrucosus . Babi juga dikenal dalam bahasa arab sebagai khinzir. Babi adalah omnivora, yang berarti mereka mengkonsumsi baik daging maupunt umbuh-tumbuhan.

  Tabel 1. Klasifikasi ilmiah babi (Wijaya, 2009) Kerajaan Animalia Filum Chordata

  Kelas Mamalia Ordo Artiodactyla Familia Suidae Genus Sus, Linnaeus 1758

Spesies Sus barbatus, Sus bucculentus, Sus cebifrons,

  Sus celebensis, Sus domesticus, Sus heureni, Sus philippensis, Sus salvanius, Sus scrofa, Sus timoriensis, Sus verrucosus

  2. Bahaya Mengkonsumsi Daging Babi Menurut penelitian yang telah dilakukan oleh Wijaya (2011), ilmu pengetahuan modern telah mengungkapkan banyak penyakit yang disebabkan karena memakan daging babi. Daging babi merupakan penyebab utama kanker anus dan kolon. Selain itu, daging babi juga dapat menyebabkan meningkatnya kolesterol dan memperlambat proses penguraian protein dalam tubuh yang menyebabkan kemungkinan terserang kanker usus, juga menyebabkan iritasi kulit, eksim, dan rematik, selain itu juga dapat menyebabkan pengerasan pada urat nadi, naiknya tekanan darah, serta angina pectoris (Wijaya, 2009).

C. Bakso

  Bakso adalah suatu jenis makanan yang dibuat dari bahan pokok daging dengan bumbu dan bahan kimia tertentu sehingga menghasilkan struktur yang kenyal, padat, berisi, dan bulat. Sedangkan kuah bakso adalah produk yang diperoleh dari daging atau daging unggas dengan cara memasak bahan sarinya atau hidrolisatnya dengan air, dengan atau tanpa penambahan bumbu atau bahan penyedap, lemak yang dapat dimakan, natrium klorida, rempah-rempah dan sari-sari alami atau destilatnya dan bahan makanan lain untuk meningkatkan rasa dengan tambahan bahan lain yang diizinkan dan sesuai dengan petunjuk penggunaan.

  Kuah bakso mengandung lemak hewani yang berasal dari rebusan dari daging bakso. Sehingga perlu dilakukan analisis kandungan lemak hewani yang terdapat pada bakso melalui kuah bakso yang beredar di pusat kota Purwokerto. Seharusnya, bakso mengandung lemak hewani sapi atau ayam, namun terkadang ada oknum pedangang nakal yang menggunakan lemak dari daging babi untuk memperoleh laba yang lebih tinggi.

D. Lemak dan Minyak

  1. Pengertian Lemak dan Minyak Lemak dan minyak adalah golongan dari lipida (latin yaitu lipos yang artinya lemak). Lipida larut dalam pelarut nonpolar dan tidak larut dalam air. Sifat kelarutan lipida tersebut yang membedakan lipid dari golongan senyawa lainnya, yang pada umumnya tidak larut dalam pelarut nonpolar, seperti protein dan karbohidrat (Hart, 1990).

  Lemak merupakan bahan padat yang memiliki kandungan asam lemak jenuh yang tinggi dan tidak memiliki ikatan rangkap sehingga mempunyai titik lebur yang lebih tinggi, sedangkan minyak adalah suatu bahan cair yang memiliki kandungan asam lemak tidak jenuh tinggi dan memiliki satu atau lebih ikatan rangkap diantara atom-atom karbonnya sehingga mempunyai titik lebur yang lebih rendah (Winarno, 1992).

  Proses pembentukan lemak dalam tanaman terdiri dari 3 tahap, yaitu: 1) sintesa gliserol, 2) sintesa asam lemak dan 3) kondensasi gliserol dan asam lemak sehingga membentuk lemak.

  2. Sifat Fisika Kimia Lemak dan Minyak Minyak dan lemak meskipun serupa dalam struktur kimianya, akan tetapi menunjukkan keragaman yang besar dalam sifat-sifat fisiknya

  (Gaman dan Sherrington, 1994), yaitu:

  a. Kelarutan Minyak dan lemak tidak larut dalam air. Hal ini disebabkan oleh adanya asam lemak berantai karbon panjang dan tidak adanya gugus- gugus polar. b. Pengaruh Panas Jika lemak dipanaskan, akan terjadi perubahan-perubahan nyata pada tiga titik suhu, yaitu: 1) Titik cair

  Lemak menjadi mencair bila dipanaskan, karena lemak adalah campuran trigliserida yang tidak mempunyai titik cair yang jelas tetapi akan mencair pada suatu rentangan suhu. Umumnya lemak mencair pada suhu antara 30˚C dan 40˚C. 2) Titik Asap

  Jika lemak atau minyak dipanaskan hingga suhu tertentu, lemak akan mulai mengalami dekomposisi dan menghasilkan kabut berwarna biru atau menghasilkan asap dengan bau karakteristik yang menusuk. Kebanyakan lemak dan minyak mulai berasap pada suhu diatas 200˚C. Umumnya minyak nabati memiliki titik asap lebih tinggi daripada lemak hewani. 3) Titik Nyala

  Jika lemak dipanaskan hingga suhu yang cukup tinggi, lemak akan menyala.

  c. Plastisitas Lemak bersifat plastis terhadap suhu tertentu, lunak dan dapat dioleskan. Plastisitas lemak disebabkan karena lemak merupakan campuran trigliserida yang masing-masing mempunyai titik cair sendiri-sendiri. Ini berarti bahwa pada suhu tertentu, sebagian lemak akan mencair dan sebagian lagi dalam bentuk kristal padat.

  d. Ketengikan Ketengikan adalah istilah yang digunakan untuk menyatakan rusaknya lemak dan minyak. Terdapat dua reaksi yang berperan pada proses ketengikan, yaitu:

  1) Oksidasi Oksidasi terjadi karena hasil reaksi antara trigliserida tidak jenuh dan oksigen dari udara. Molekul oksigen bergabung pada ikatan ganda molekul trigliserida dan dapat terbentuk berbagai senyawa yang menimbulkan rasa tengik yang tidak sedap. Reaksi ini dipercepat oleh panas, cahaya dan logam-logam dalam konsentrasi kecil.

  2) Hidrolisis Enzim lipase menghidrolisis lemak, memecah menjadi gliserol dan asam lemak. Lipase dapat terkandung secara alami pada lemak dan minyak. Enzim ini dapat pula dihasilkan oleh mikroorganisme yang terdapat pada makanan berlemak.

  Ketengikan hidrolitik dapat terjadi jika lemak atau minyak lemak dipanaskan dalam keadaan air, misalnya pada penggorengan bahan makanan yang lembab.

E. Isolasi Lemak dan Minyak

  Isolasi lemak dan minyak, dilakukan dengan cara memisahkan minyak dari sumbernya baik yang berupa tumbuhan maupun hewan sesuai dengan sifat sumber minyak tersebut. Isolasi lemak dan minyak dilakukan dengan cara:

  1. Ekstraksi dengan pelarut Lemak dan minyak tidak larut dalam air akan tetap larut dalam bahan pelarut organik. Pemilihan bahan pelarut yang paling sesuai untuk ekstraksi lipida adalah dengan menetukan derajat polaritasnya. Pada dasarnya suatu bahan akan mudah larut dalam pelarut yang sama polaritasnya.

  Penetapan minyak atau lemak dapat dilakukan dengan mengekstraksi bahan yang diduga mengandung minyak atau lemak. Proses ekstraksi dilakukan menggunakan pelarut eter atau pelarut minyak lainnya (Sudarmadji, 2003).

2. Rendering

  merupakan suatu cara ekstraksi minyak atau lemak dari

  Rendering

  bahan yang diduga mengandung minyak atau lemak dengan kadar air tinggi.

  3. Pengepresan Pengepresan merupakan suatu cara ekstraksi minyak atau lemak terutama untuk bahan yang berasal dari biji-bijian. Cara ini dilakukan untuk memisahkan minyak dari bahan yang berkadar minyak tinggi. Bahan yang mengandung lemak atau minyak mengalami perlakuan pendahuluan misalnya dipotong-potong atau dihaluskan, kemudian dipres dengan tekanan tinggi (Winarno, 1992).

  4. Pemasakan lemak hewan Metode utama yang digunakan untuk memisahkan lemak hewan dari bahan bakunya, yaitu dalam pemasakan kering, bahan dipanaskan, cairan dipisahkan dan diperas. Cairan hasil pemasakandan pemerasan dicampur setelah didiamkan disentifuge, disaring dan diperoleh minyak.

  Tujuan proses ekstraksi lemak dan minyak, yaitu: 1. Untuk memperoleh minyak atau lemak.

  2. Untuk memperoleh hasil minyak atau lemak sebanyak-banyaknya.

  3. Untuk menghasilkan sisa (residu) yang bernilai tinggi.

F. Minyak Babi

  Minyak babi adalah suatu lemak yang diambil dari jaringan lemak hewan babi. Minyak babi dapat diperoleh dengan cara ekstraksi menggunakan metode dry rendering, yaitu suatu cara ekstraksi minyak hewan dengan cara pemanasan tanpa air (Winarno, 1997). Babi mempunyai simpanan lemak yang menyerupai asupan makanan sehingga derajat ketidakjenuhan lemak babi ditentukan oleh jumlah dan komposisi asam lemak yang diperoleh dari minyak dalam makanan yang telah dikonsumsi (O’Brien, 2009). Sifat fisik lemak babi dapat dilihat pada tabel 2. Lemak babi dapat meleleh pada suhu yang relatif rendah, yaitu 36˚-42˚ C . Oleh karena itu, Kandungan trigliserol dalam minyak babi lebih sedikit daripada trigliserol dalam lemak sapi.

  

Tabel 2. Sifat fisik minyak babi (O’Brien, 2009)

Sifat Fisik Deskripsi Densitas 0,917 Titik leleh 36˚-42˚ C

Kelarutan Tidak larut dalam air, sedikit larut dalam alkohol, larut

dalam benzena, kloroform, eter, karbon disulfida, dan petroleum eter Bilangan saponifikasi 195-203

G. Minyak Sapi

  Daging sapi merupakan salah satu sumber protein hewani yang paling disukai oleh konsumen karena rasanya yang lezat. Secara umum, komposisi daging terdiri atas air, lemak, protein, mineral, dan karbohidrat. Kandungan gizi yang lengkap dan keanekaragaman produk olahannya menjadikan daging sapi sebagai produk olahannya menjadikan daging sebagai bahan pangan yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia.

  Lemak dalam jaringan hewan dominan terdapat dalam jaringan adiposa dan tulang sumsum. Sedangkan otot, jaringan syaraf dan kelenjar mengandung lemak dalam jumlah relatif kecil dan lebih banyak mengandung lipid kompleks dan sterol (Ketaren, 1986).

  Lemak pada sapi cenderung lebih banyak disimpan pada ginjal dan bagian rongga/ pelvis. Banyaknya lemak ini bervariasi antara spesies dan merupakan faktor penting dalam menentukan nilai karkas. Persentase lemak sapi akan bertambah selama terjadi pertumbuhan, perlemakan yang berlebihan akan menurunkan proporsi daging yang dihasilkan.

  Minyak yang diperoleh dari hasil ekstraksi lemak abdomen sapi dinamakan

tallow . Tallow adalah lemak yang dihasilkan oleh industri pengolahan daging

sebagai hasil samping. Tallow berwujud padat pada suhu kamar dan cair pada

  ˚ suhu 64

  C. Tallow dapat diperoleh dengan cara memanaskan lemak sapi, kerbau,

dan jenis hewan lainnya. Tallow diklasifikasikan oleh American Institute of Meat

Packers

  (AIMP) berdasarkan parameter warna, titer (temperatur solidifikasi dari

asam lemak), persen Free Fatty Aci d(FFA) dan Moisture Insolubleand

  Unsaponifiable (MIU). Kandungan FFA pada bahan baku mengindikasikan

tingkat hidrolisis atau pemutusan rantai trigliserida. Jumlah FFA dari tallow

berkisar antara 0,75-7,0%. Titer point pada tallow umumnya di atas 40°C.

  

Kandungan utama dari tallow yaitu asam oleat 40-45%, asam palmitat24-37%,

asam stearat 14-19%, asam miristat 2-8%, asam linoleat 3-4%, dan asam laurat

0,2% (Djatmiko, 1973).

H. Spektroskopi Inframerah Tranformasi Fourier (FTIR)

  Spektroskopi inframerah merupakan teknik analisis yang tidak merusak (non destructive), sensitif, serta tidak melibatkan penyiapan sampel yang rumit. Sejak dikembangkannya instrumentasi Fourier, spektroskopi FTIR telah berkembang sebagai alat analisis yang digunakan dalam berbagai macam analisis makanan, terutama untuk kajian turunan babi (Guillen dan Cabo, 1997). Analisis turunan lemak babi dapat dilakukan dengan menggunakan spektroskopi inframerah pada daerah tengah dengan panjang gelombang 4000- 400 cm

  • 1

  . Maka dari itu, spektroskopi FTIR dapat memberikan informasi mengenai jenis-jenis gugus fungsional secara lebih rinci pada turunan lemak babi dalam suatu makanan (Rohman et al, 2010).

  Spektroskopi FTIR terdiri dari 5 bagian utama, yaitu:

  a. Sumber sinar, yang terbuat dari filamen Nerst atau globar yang dipanaskan menggunakan listrik dengan menggunakan listrik hingga temperatur 1000-1800˚C.

  b. Beam Splitter, berupa material transparan dengan indeks relatif, sehingga menghasilkan 50% radiasi akan direfleksikan dan 50% radiasi akan diteruskan.

  c. Interferometer, merupakan bagian utama dari FTIR yang berfungsi untuk membentuk interferogram yang akan diteruskan menuju detektor.

  d. Daerah cuplikan, dimana berkas acuan dan cuplikan masuk ke dalam daerah cuplikan dan masing-masing menembus sel acuan dan cuplikan yang bersesuaian. e. Detektor, alat untuk mengukur energi pancaran yang lewat akibat panas yang dihasilkan. Detektor yang biasa digunakan adalah termokopel dan balometer.

  Gambar 1. Skema alat spektroskopi FTIR (Stchur, 2001)

  Mekanisme yang terjadi pada alat FTIR yaitu sinar datang dari sumber sinar yang kemudian diteruskan, lalu akan dipecah oleh pemecah sinar menjadi dua bagian sinar yang saling tegak lurus. Sinar ini kemudian dipantulkan oleh dua cermin yaitu cermin diam dan cermin bergerak. Kemudian sinar hasil pantulan dari kedua cermin tersebut akan dipantulkan kembali menuju pemecah sinar untuk saling berinteraksi. Dari pemecah sinar, sebagian sinar akan diarahkan menuju cuplikan dan sebagian menuju sumber. Gerakan cermin yang maju mundur akan menyebabkan sinar pada detektor berfluktuasi. Sinar akan saling menguatkan ketika kedua cermin memiliki jarak yang berbeda. Fluktuasi sinar yang sampai pada detektor ini akan menghasilkan sinyal pada detektor yang terdapat di interferometer (Tahid, 1994).

  Interferometer berfungsi untuk mengatur intensitas sumber sinar

  inframerah dengan mengubah dari posisi cermin pemantul yang memantulkan sinar dari sumber sinar ke sampel. Interferometer (Michelson Interferometer) menggunakan beam splitter untuk membelah sinar radiasi dari sumber inframerah menjadi dua bagian, yaitu bagian pertama dipantulkan pada cermin yang tetap dan bagian lainnya ditransmisikan ke cermin yang bergerak. Dengan adanya interferometer ini menjadikan spektrometer dapat mengukur semua frekuensi tunggal sebelum sinya mencapai detektor. Hasil scanning dari interferometer ini berupa interferogram. Kemudian interferogramini akan diubah menjadi spektrum antara intensitas dan frekuensi dengan bantuan komputer berdasarkan operasi matematika (Tahid, 1994).

I. Kemometrika

  Kemometrik adalah seni mengekstraksi informasi kimia dari data yang dihasilkan oleh suatu percobaan kimia. Kemometrika menyediakan teknik untuk mengurangi data berukuran besar yang diperoleh dari instrumen seperti spektrofotometer. Selanjutnya model ini dapat digunakan untuk menduga contoh yang tidak diketahui. Kalibrasi multivariat merupakan salah satu bentuk teknik analisis kemometrik yang dapat digunakan untuk menentukan campuran dari beberapa senyawa.

  PLS merupakan salah satu teknik kalibrasi multivariat yang sangat luas digunakan dalam analisis kuantitatif data spektroskopi dan elektrokimia (Abdollahi, et al., 2003). PLS digunakan untuk menduga serangkaian peubah dependen dari peubah independen (penduga) yang jumlahnya sangat banyak, memiliki struktur sistematik linear atau nonlinier, dengan atau tanpa data yang hilang, dan memiliki kolinearitas yang tinggi. Inti dari PLS adalah untuk menghitung nilai (score) dari matriks X dan Y dan untuk membuat model regresi antara nilai-nilai tersebut.

  PCA dikenal juga sebagai metode pereduksi atau penekan data terkait dengan tujuannya yang mengurangi jumlah variabel dalam suatu matriks untuk menghasilkan variabel baru dengan tetap mempertahankan informasi yang dimiliki oleh data. PCA memudahkan visualisasi pengelompokan data, evaluasi awalan kesamaan antar kelompok atau kelas dan menemukan faktor atau alasan dibalik pola yang teramati melalui korelas dengan sarana kimia atau fisika-kimia contoh (Chew et al. 2004). Spektrum multidimensi yang dihasilkan oleh FTIR mengandung informasi kuantitatif yang dapat menggambarkan ciri khas suatu spesies. Informasi ini tidak dapat diamati dengan melihat pola serapan spektrum saja, tetapi membutuhkan alat bantu berupa teknik ekstraksi pola spektrum berupa teknik PCA.