BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Dimas Anggara Ndaru Nirre BAB II

  1. Definisi Istilah ergonomi berasal dari bahasa Latin yaitu Ergon (kerja) dan

  Nomos (hukum alam) dan dapat didefinisikan sebagai studi tentang aspek-

  aspek manusia dalam lingkungan kerjanya yang ditinjau secara anatomi, fisiologi, psikologi, engineering, dan desain/perancangan. Ergonomi berhubungan pula dengan optimasi, efisiensi, kesehatan, keselamatan dan kenyamanan manusia di tempat kerja, di rumah ataupun di tempat rekreas (Irhash, 2010)

  Pada dasarnya ergonomi dapat menciptakan lingkungan kerja yang dapat: a. Mengurangi angka cedera dan kesakitan dalam pekerjaannya

  b. Menurunkan biaya kecelakaan kerja

  c. Menurunkan kunjungan berobat

  d. Mengurangi ketidakhadiran pekerja

  e. Meningkatkan produktivitas, kualitas dan keselamatan kerja

  f. Meningkatkan tingkat kenyamanan pekerja dalam bekerja

  2. Faktor Resiko Faktor-faktor Risiko ergonomi adalah unsur-unsur tempat kerja yang berhubungan dengan ketidaknyamanan dialami pekerja saat bekerja, dan jika

  

9 diabaikan, lama-lama bisa menambah kerusakan pada tubuh pekerja diakibatkan kecelakaan. (University of Caucasian Lost Among Asians-Labor

  Occupational Safety and Health / UCLA-LOSH)

  Faktor resiko yang terpenting dari pengabaian faktor ergonomi dalam tempat kerja adalah MSDs (musculoskeletal disorders). MSDs ini memungkinkan timbul dalam waktu yang cukup lama (adanya kumulatif resiko).

  Menurut UCLA-LOSH, ada beberapa faktor risiko yang berhubungan dengan ergonomi, diringkas dalam pada tabel di bawah ini; a. Pengaturan Kerja Yang Buruk (Poor Work Organization)

  Pengaturan kerja yang buruk (Poor Work Organization) adalah suatu setting atau pengaturan kerja yang dilakukan secara kurang baik sehingga menimbulkan kerugian atau masalah kesehatan. Sebagai contoh misalkan beban kerja yang sudah terjadwal porsinya tetapi seseorang lembur atau memaksakan diri, waktu kerja yang begitu padat sehingga jeda istirahat kurang.

  Penelitian yang dilakukan oleh Sakinah dkk (2012) mengenai kesehatan dan keselamatan kerja di kabupaten Sidrap bahwa para pekerja batu yang bekerja melampaui proporsi jam kerja yang diberikan yakni > 8 jam, hal ini menimbulkan keluhan LBP lebih tinggi dibandingkan proporsi kerja normal. Seseorang yang merasa bosan dan mengalami kejenuhan sehingga menimbulkan stress akibat pekerjaan yang dilakukan memicu timbulnya nyeri punggung bawah. Suatu perusaahan di Makasar terdapat 43% pekerja yang memiliki masalah dengan nyeri punggung bawah akibat stress kerja, penelitian ini dilakukan menggunakan uji case control oleh Basuki pada tahun 2009. Hasil penelitian ini juga sejalan dan sesuai dengan penelitian oleh Renee Shibukawa, bahwa karyawan yang stres kerja mempunyai risiko untuk terjadi low back pain sebesar 4.93 lebih besar dibandingkan dengan karyawan yang tidak mengalami stres kerja (Renee L, et al, 2004).

  b. Pengulangan Berkelanjutan (Continual Repetition) Pengulangan berkelanjutan (Continual Repetition) adalah suatu kegiatan yang dilakukan secara berulang-ulang. Aktivitas berulang-ulang yang dilakukan akan menjadikan otot menerima tekanan akibat beban kerja secara terus-menerus tanpa memperoleh relaksasi.

  Pekerjaan yang sama dilakukan setiap harinya, sebagai contoh sebagai perawat ruang bedah sudah pasti akan melakukan kegiatan operasi yang sama dengan kasus yang sama tapi berbeda penderitanya di setiap harinya. Melakukan tindakan seperti resusitasi jantung paru adalah kegiatan berulang yang dilakukan oleh perawat.

  c. Gaya Berlebih (Excessive Force) Gaya berlebih (Excessive Force) adalah usaha mengekspor tenaga dalam tubuh untuk menjangkau atau menggerakan suatu benda.

  Pergerakan tubuh dengan penuh tenaga, usaha fisik yang berlebih- menarik, memukul, dan mendorong. Peregangan otot yang berlebihan terjadi pada saat pekerja melakukan aktivitasnya dengan mengerahkan tenaga yang besar seperti aktivitas mengangkat, mendorong, menarik menahan beban yang berat. Peregangan otot ini terjadi karena pengerahan tenaga yang diperlukan melampaui kegiatan optimum otot. Apabila aktivitas tersebut sering dilakukan maka akan mempunyai risiko besar terjadinya cedera otot skeletal.

  Tindakan pre dan post operasi salah satunya adalah mobilisasi pasien antar brankar dan meja operasi, bagi yang immobilisasi total maka perawat wajib memindahkan pasien tersebut serta mendorong brankar tersebut kembali. Usaha dengan mengeluarkan tenaga lebih tidak hanya demikian, contoh lainnya adalah ketika harus menghadapi operasi tumor besar dan harus mengangkatnya yang berkilogram serta operasi amputasi dengan memotong tulang yang merupakan material keras merupakan usaha keras yang dihadapi perawat.

  Pemindahan pasien atau penggerakan suatu objek memiliki resiko 93% untuk terserang LBP pada perawat rumah sakit di Sibu Malaysia (Wong, 2010).

  d. Postur Janggal (Awkward Posture) Postur Janggal (Awkward Posture) adalah keadaan tubuh yang tidak sesuai dengan mekanisme posisi sehat dan dapat beresiko menimbulkan musculoskeletal disorders. Memperpanjang pencapaian dengan tangan, twisting, berlutut, jongkok. Postur janggal lawan dari posisi netral.

  Semakin jauh posisi bagian tubuh dari pusat gravitasi tubuh, maka semakin tinggi pula risiko kejadian keluhan otot skeletal. Perawat ruang bedah sering mengindahkan posisi ergonomis dalam bekerja, sebagai contoh berdiri tidak tegak, berdiri bertumpu pada satu kaki, menunduk hingga membungkuk.

  Wong dkk (2010) meneliti mengenai prefalansi dan faktor resiko LBP di rumah sakit Sibu Malaysia menunjukan hasil bahwa postur tubuh yang tidak baik akan menimbulkan resiko lebih besar (62,0%) dibanding yang baik (38,0%).

  e. Posisi Tidak Bergerak (Stationary Positions) Posisi Tidak Bergerak (Stationary Positions) adalah posisi statis dengan tubuh sedikit sampai tidak melakukan pergerakan. Perawat ruang bedah dimana sedang melakukan tindakan pembedahan akan berdiri cukup lama hal ini dapat kontraksi otot dan cepat lelah.

  Secara garis besar, faktor-faktor ergonomi yang menyebabkan resiko MSDs dapat dipaparkan sebagai berikut:

  2.1 Repetitive Motion

  Repetitive Motion atau melakukan gerakan yang sama berulang-

  ulang. Resiko yang timbul bergantung dari berapa kali aktivitas tersebut dilakukan, kecepatan dalam pergerakan/perpindahan, dan banyaknya otot yang terlibat dalam kerja tersebut. Gerakan yang berulang-ulang ini akan menimbulkan ketegangan pada syaraf dan otot yang berakumulatif.

  Dampak resiko ini akan semakin meningkat apabila dilakukan dengan postur/posisi yang kaku dan penggunaan usaha yang terlalu besar.

  2.2 Awkward Postures Sikap tubuh sangat menentukan sekali pada tekanan yang diterima otot pada saat aktivitas dilakukan. Awkward postures meliputi

  (mencapai suatu benda), twisting (berputar), bending

  reaching

  (membungkuk), kneeling (berlutut), squatting (jongkok), working

  overhead (bekerja pada pencapaian benda diatas) dengan tangan maupun lengan, dan menahan benda dengan posisi yang tetap.

  2.3 Contact stresses Tekanan pada bagian tubuh yang diakibatkan karena sisi tepi atau ujung dari benda yang berkontak langsung. Hal ini dapat menghambat fungsi kerja syaraf maupun aliran darah. Sebagai contoh kontak yang berulang-ulang dengan sisi yang keras/tajam pada meja secara kontinu.

  2.4 Vibration Getaran ini terjadi ketika spesifik bagian dari tubuh atau seluruh tubuh kontak dengan benda yang bergetar seperti menggunakan power

  handtool dan pengoperasian forklift mengangkat beban.

  2.5 Forceful exertions (termasuk lifting, pushing, pulling)

  Force adalah jumlah usaha fisik yang digunakan untuk

  melakukan pekerjaan seperti mengangkat benda berat. Jumlah tenaga bergantung pada tipe pegangan yang digunakan, berat obyek, durasi aktivitas, postur tubuh dan jenis dari aktivitasnya.

  2.6 Duration Durasi menunjukkan jumlah waktu yang digunakan dalam melakukan suatu pekerjaan. Semakin lama durasinya dalam melakukan pekerjaan yang sama akan semakin tinggi resiko yang diterima dan semakin lama juga waktu yang diperlukan untuk pemulihan tenaganya.

  2.7 Static Posture

  1. Pada waktu diam, dimana pergerakan yang tak berguna terlihat, pengerutan supplai darah, darah tidak mengalir baik ke otot. Berbeda halnya, dengan kondisi yang dinamis, suplai darah segar terus tersedia untuk menghilangkan hasil buangan melalui kontraksi dan relaksasi otot.

  2. Pekerjaan kondisi diam yang lama mengharuskan otot untuk menyuplai oksigen dan nutrisi sendiri, dan hasil buangan tidak dihilangkan. Penumpukan Local hypoxia dan asam latic meningkatkan kekusutan otot, dengan dampak sakit dan letih (grandjean, 1980)

  3. Sifat yang khusus dari gangguan statik termasuk didalamnya menjaga usaha dalam level yang tinggi dalam 10 menit atau lebih, level menengah 1 menit atau lebih, atau usaha dengan level rendah 4 menit atau lebih (grandjean 1980)

  4. Contoh dari ganguan statik termasuk didalamnya: meningkatkan bahu untuk periode yang lama, menggenggam benda dengan lengan mendorong dan memutar benda berat, berdiri di tempat yang sama dalam waktu yang lama dan memiringkan kepala kedepan dalam waktu yang lama.

  5. Diperkirakan semua pekerjaan itu dapat di atur dalam beberapa jam per hari tanpa gejala keletihan dalam jika menggunakan gaya yang besar tidak boleh melebihi 8 % dari maksimum gaya otot (Graendjean, 1980).

  2.8 Physical Environment; Temperature & Lighting Pajanan pada udara dingin, aliran udara, peralatan sirkulasi udara dan alat-alat pendingin dapat mengurangi keterampilan tangan dan merusak daya sentuh. penggunaan otot yang berlebihan untuk memegang alat kerja dapat menurunkan resiko ergonomi. tekanan udara panas dari panas, lingkungan yang lembab dapat menurunkan seluruh tegangan fisik tubuh dan akibat di dalam panas kelelahan dan heat stroke. Begitu juga dengan pencahayaan yang inadekuat dapat merusak salah satu fungsi organ tubuh, seperti halnya pekerjaan menjahit yang didukung oleh pencahayaan yang lemah mengakibatkan suatu tekanan pada mata yang lama-lama membuat keruasakan yang bisa fatal.

  2.9 Other Condition Kekurangan kebebasan dalam bergerak adalah dipertimbangkan sebagai faktor resiko, ketika pekerjaan operator dengan sepenuhnya telah di perintah oleh orang lain. kandungan kerja dan pengetahuan dipertimbangkan faktor resiko yang lain, ketiha operator hanya melakukan satu tugas dan tidak memeliki kesempatan untuk belajar satu macam kemampuan ataun tugas. Faktor tambahan dimasukkan organisasi asfek sosial, tidak dikontrol gangguan, ruang kerja, beratnya bagian kerja, dan sift kerja.

  3. Rancangan Ergonomi Ergonomi bias dikatakan sebagai suatu ilmu terapan dalam mencapai keselamatan dan kesehatan kerja. Ilmu ini digunakan untuk membuat pekerja merasa nyaman dalam melakukan pekerjaannya. Karena ada posisi yang ergonomis ketika bekerja atau melakukan aktivitas tertentu, maka banyak alat kerja yang didesain seergonomis mungkin. Kursi, meja, keyboard dan monitor komputer adalah beberapa contoh barang/ alat yang biasa didesain seergonomis mungkin (Napitupulu, 2009)

  Agar suatu desain ergonomis dapat membantu Anda bekerja lebih efisien dan efektif, Anda tidak saja membutuhkan peralatan yang didesain secara layak, namun juga membutuhkan posisi tubuh yang baik dalam melakukan aktivitas tertentu. Kesalahan posisi tubuh memungkinkan seseorang menjadi mudah lelah, kurang konsentrasi dan bahkan pegal-pegal atau sakit pada bagian tertentu.Kepala, punggung, tangan, kaki dan bagian tubuh lainnya harus diposisikan dengan tepat agar tercapai posisi tubuh netral dimana tubuh hanya membutuhkan aktivitas otot minimal dan hemat energi.

  Dengan cara ini maka tingkat kelelahan akan bisa diminimalkan dan Anda akan bisa membaca senyaman dan selama mungkin (Meruralia, 2010)

  Menurut Merulalia (2010) ada beberapa posisi tubuh yang harus diterapkan (ergonomi) untuk mengurangi bahanya cedera musculoskeletal, yaitu :

  3.1 Duduk dan berdiri Pastikan punggung Anda lurus dan leher tegak. Jangan tekuk leher karena ini akan membuat kelelahan dan ketegangan pada leher dan jangan berdiri bertumpu pada satu kaki.

  3.2 Tangan dan pergelangan tangan Sikap/postur normal pada bagian tangan dan pergelangan tangan adalah berada dalam keadaan garis lurus dengan jari tengah, tidak miring ataupun mengalami fleksi/ekstensi. Ketika penggunaan keyboard tidak ada tekanan pada pergelangan tangan

  3.3 Leher dan bahu Sikap/posisi normal leher lurus dan tidak miring/memutar ke samping kiri atau kanan. Posisi miring pada leher tidak melebihi 20° sehingga tidak terjadi penekanan pada discus tulang cervical. Sikap/posisi normal pada bahu dalah tidak dalam keadaan mengangkat dan siku berada dekat dengan tubuh sehingga bahu kiri dan kanan dalam keadaan lurus dan proporsional.

  3.4 Punggung Sikap/postur normal dari tulang belakang untuk bagian toraks adalah kiposis dan untuk bagian lumbal adalah lordosis serta tidak miring ke kiri atau ke kanan. Postur tubuh membungkuk tidak boleh lebih dari 20°. B. Perawat Kamar Operasi Keperawatan perioperatif adalah pelayanan keperawatan baik pre operativ

  (sebelum pembedahan), intraoperativ (saat pembedahan) dan post operatif (setelah pembedahan) yang dilakukan perawat ruang operasi. Dalam setiap melakukan pembedahan idealnya tim bedah terdiri dari dokter pembedah (operator), dokter anesthesi, perawat kamar bedah; sirkuler, instument (scrub), RNFA (Register Nurse First Assistance) dan perawat anesthesi (Upik, 2011).

  Definisi dan tugas dari perawat bedah secara garis besar adalah sebagai berikut :

  1. Perawat Instrumen Perawat Instrumen yaitu seorang tenaga perawat professional yang diberi wewenang dan ditugaskan dalam mengelola paket alat pembedahan. selama tindakan pembedahan berlangsung (Upik, 2011). Secara Spesifik peran dan tanggung jawab sebagai perawat instrumen adalah sebagai berikut : a. Perawat instrumen harus selalu mengawasi teknik aseptik dan memberikan instrumen kepada ahli bedah sesuai kebutuhan dan menerimanya kembali

  b. Perawat instrumen harus secara terus menerus mengawasi prosedur untuk mengantisipasi segala kejadian c. Melakukan manajemen sirkulasi dan suplai alat instrumen operasi.

  Mengatur alat-alat yang akan dan telah digunakan. Pada kondisi ini perawat instrumen harus benar-benar mengetahui dan mengenal alat-alat yang akan dan telah digunakan beserta nama ilmiah dan mana biasanya, dan mengetahui penggunaan instrumen pada prosedur spesifik.

  d. Perawat instrumen harus bertanggung jawab untuk mengkomunikasikan kepada tim bedah mengenai setiap pelanggaran teknik aseptik atau kontaminasi yang terjadi selama pembedahan.

  e. Menghitung kasa, jarum, dan instrumen. Perhitungan dilakukan sebelum pembedahan dimulai dan sebelum ahli bedah menutup luka operasi.

  2. Perawat Sirkuler Perawat sirkuler adalah tenaga professional perawat yang diberi wewenang dan tanggung jawab membantu kelancaran tindakan pembedahan

  (Upik, 2011). Secara umum, peran dan tangggung jawab perawat sirkulasi adalah sebagai berikut : a. Menjemput pasien dari bagian penerimaan, mengidentifikasi pasien, dan memeriksa formulir persetujuan.

  b. Mempersiapkan tempat operasi sesuai prosedur dan jenis pembedahan yang akan dilaksanakan. Tim bedah harus diberitahu jika terdapat kelainan kulit yang mungkin dapat menjadi kontaindikasi pembedahan.

  c. Memeriksa kebersihan dan kerapian kamar operasi sebelum pembedahan.

  Perawat sirkulasi juga harus memperhatikan bahwa peralatan telah siap dan dapat digunakan. Semua peralatan harus dicoba sebelum prosedur pembedahan, apabila prosedur ini tidak dilaksanakan maka dapat mengakibatkan penundaan atau kesulitan dalam pembedahan. d. Membantu memindahkan pasien ke meja operasi, mengatur posisi pasien, mengatur lampu operasi, memasang semua elektroda, monitor, atau alat- alat lain yang mungkin diperlukan.

  e. Membantu tim bedah mengenakan busana (baju dan sarung tangan steril)

  f. Berperan sebagai tangan kanan perawat instrumen untuk mengambil, membawa, dan menyesuaikan segala sesuatu yang diperlukan oleh perawat instrumen. Selain itu juga untuk mengontrol keperluan spons, instrumen dan jarum.

  g. Mengeluarkan semua benda yang sudah dipakai dari ruang operasi pada akhir prosedur, memastikan bahwa semua tumpahan dibersihkan, dan mempersiapkan ruang operasi untuk prosedur berikutnya.

  3. Register Nurse First Assistance (RNFA)

  Register Nurse First Assistance (RNFA) atau perawat asisten pertama

  teregister adalah perawat ruang operasi yang terdaftar dalam perawat perioperatif yang memunyai fungsi dan peran diperluas yakni asisten pertama (praktik utama arah ahli bedah). Bekerja sama dengan ahli bedah, perawat dan tim lain untuk mencapai kegiatan operasi pasien yang optimal. Kegiatan yang dilakukan misalnya penanganan jaringan, memberikan pemajanan pada daerah operasi, penggunaan instrumen, jahitan bedah dan pemberian hemostatis (Association of periOperative Registered Nurses, 2013).

  Peran RNFA diakui dalam lingkup praktik keperawatan dengan tindakan praktek perawat di seluruh 50 negara. Peran sebagai RNFA ini sudah berlangsung dengan baik di negara-negara amerika utara dan eropa. Perawat teregistrasi adalah pekerjaan terbaik di Amerika Serikat pada tahun 2012, perawat melaksanakan hampir 90% dari semua layanan perawatan kesehatan, rata-rata perawat merawat sebanyak 8 pasien per hari. Ada 2,72 juta RN di Amerika Serikat. Jumlahnya lebih banyak dari tentara Amerika yang hanya 1,45 juta dan karyawan Walmart yang 1,4 juta (Association of periOperative

  Registered Nurses , 2013)

  4. Perawat Anestesi Perawat anestesi adalah perawat dengan pendidikan perawat khusus anestesi. Peran utama sebagai perawat anestesi pada tahap praoperatif adalah memastikan identitas pasien yang akan dibius dan melakukan medikasi praanestesi. Kemudian pada tahap intraoperatif bertanggung jawab terhadap manajemen pasien, instrumen dan obat bius membantu dokter anestesi dalm proses pembiusan sampai pasien sadar penuh setelah operasi.

  Pada pelaksanaannnya saat ini, perawat anestesi berperan pada hampir seluruh pembiusan umum. Perawat anestesi dapat melakukan tindakan prainduksi, pembiusan umum, dan sampai pasien sadar penuh diruang pemulihan (Upik, 2011). Peran dan tanggung jawab perawat anestesi secara spesifik antara lain :

  a. Melakukan pendekatan holistik dan menjelaskan perihal tindakan prainduksi.

  b. Manajemen sirkulasi dan suplai alat serta obat anestesi

  c. Memeriksa semua peralatan anestesi (mesin anestesi, monitor dan lainnya) sebelum memulai proses operasi. d. Mempersiapkan jalur intravena dan arteri, menyiapkan pasokan obat anestesi, spuit, dan jarum yang akan digunakan; dan secara umum bertugas sebagai tangan kanan ahli anestesi, terutama selama induksi dan ektubasi.

  e. Membantu perawat sirkulasi memindahkan pasien serta menempatkan tim bedah setelah pasien ditutup duk dan sesudah operasi berjalan.

  f. Berada di sisi pasien selama pembedahan, mengobservasi, dan mencatat status tanda-tanda vital, obat-obatan, oksigenasi, cairan, tranfusi darah, status sirkulasi, dan merespon tanda komplikasi dari operator bedah.

  g. Memberikan segala sesuatu yang dibutuhkan ahli anestesi untuk melakukan suatu prosedur (misalnya anestesi local, umum, atau regional) C. Nyeri

  1. Pengertian Nyeri adalah pengalaman pribadi, subjektif, yang di pengaruhi oleh budaya, persepsi seseorang, perhatian dan variabel-variabel psikologis lain, yang mengganggu perilaku berkelanjutan dan memotivasi setiap orang untuk menghentikan rasa tersebut (Judha, 2012).

  2. Klasifikasi Menurut Smeltzer & Bare (2002), nyeri diklasifikasikan menjadi 2 berdasarkan jenisnya yaitu : a. Nyeri akut Biasanya awitannya tiba-tiba dan umumnya berkaitan dengan cedera spesifik. Jika kerusakan tidak lama terjadi dan tidak ada penyakit simpematik, nyeri akut biasanya menurun sejalan dengan penyembuhan, nyeri ini biasanya terjadi kurang dari enam bulan biasanya kurang dari 1 bulan.

  b. Nyeri kronis Adalah nyeri konstan atau intermiten yang menetap sepanjang suatu periode.

  Nyeri kronis sering didefinisikan sebagai nyeri yang berlangsung selama enam bulan atau lebih.

  3. Penilaian Respon Intensitas Nyeri Intensitas nyeri merupakan gambaran tenang seberapa parah nyeri dirasakan oleh individu, pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif dan individu serta kemungkinan nyeri dalam intensitas yang sama dirasakan sangat berbeda oleh dua orang yang berbeda. Pengukuran nyeri dengan pendekatan objektif yang paling mungkin adalah menggunakan respon fisiologik tubuh terhadap nyeri itu sendiri. Namun, pengukuran dengan teknik ini juga tidak dapat memberikan gambaran pasti tentang nyeri itu sendiri (Tamsuri, 2007).

  Penilaian intensitas nyeri dapat dilakukan dengan menggunakan skala sabagai berikut : a. Skala numerik

  b. Skala deskriptif c. Skala analog visual 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 No Mild Moderate Pain Severe Worst Pain Pain Pain Pain

  Gambar 1 Alat pengukur nyeri universal

  a. Skala Deskriptif Skala deskriptif merupakan alat pengukuran tingkat keparahan nyeri yang lebih objektif. Skala pendeskriptif verbal (Verbal Descriptor

  Scale , VDS) merupakan sebuah garis yang terdiri dari tiga sampai lima

  kata pendeskripsi yang tersusun dengan jarak yang sama di sepanjang garis. Pendeskripsi ini diranking dari “tidak terasa nyeri” sampai “nyeri yang tidak tertahankan”. Alat VDS ini memugkinkan klien memilih kategori untuk mendeskripsikan nyeri (Potter & Perry, 2006).

  b. Skala Numerik Skala penilaian numerik (Numerical Rating Scale, NRS) lebih digunakan sebagai pengganti alat pendeskripsi kata. Dalam hal ini, klien menilai nyeri dengan menggunakan skala 0-10. Skala paling efektif digunakan saat mengkaji intensitas nyeri sebelum dan setelah intervensi teraputik. Apabila digunakan skala untuk menilai nyeri, maka direkomendasikan patokan 10cm (Perry & Potter, 2006).

  c. Skala Analog Visual

  Skala analog visual (Visual Analog Scale, VAS) adalah suatu garis lurus atau horisontal sepanjang 10cm, yang mewakili intensitas nyeri yang terus-menerus dan pendeskripsi verabal pada setiap ujungnya. Pasien diminta untuk menunjukan titik pada garis yang menunjukan letak nyeri terjadi sepanjang garis tersebut. Ujung kiri biasanya menandakan “ tidak ada” atau “tidak nyeri” sedangkan ujung kanan menandakan “berat” atau “nyeri paling buruk”. Untuk menili hasil, sebuah penggaris diletakan sepanjang garis dan jarak yang dibuat pasien pada garis dari “tidak ada nyeri” diukur dan ditulis dalam centimeter (Smeltzer, 2002).

  D. Nyeri Punggung Bawah

  1. Pengertian Low back pain (LBP) atau nyeri punggung bawah termasuk salah satu dari gangguan muskuloseletal, gangguan psikologis dan akibat mobilisasi yang salah. LBP menyebabkan timbulnya rasa pegal, linu, ngilu atau tidak enak pada daerah lumbal berikut sakrum. LBP dikasifikasikan ke dalam 2 kelompok, yaitu kronik dan akut. LBP akut akan terjadi dalam waktu kurang dari 12 minggu. Sedangkan LBP kronik terjadi dalam waktu 3 bulan lebih.

  Yang termasuk dalam faktor resiko LBP adalah umur, jenis kelamin, faktor indeks massa tubuh dan aktivitas (Indyan Zama, 2007).

  2. Klasifikasi

  Menurut Black & Jacob (2005), berdasarkan lama perjalanan penyakit nyeri punggung bawah diklasifikasikan menjadi 3 macam yaitu : a. Akut

  Nyeri punggung bawah akut sebagai timbulnya episode nyeri punggung bawah yang menetap dalam waktu kurang dari 6 minggu.

  b. Sub akut Nyeri punggung sub akut yaitu dalam waktu antara 6-12 minggu

  c. Kronis Nyeri punggung bawah kronis yaitu dalam waktu lebih dari 12 minggu

  3. Patofisiologi Pinggang merupakan pengemban tubuh dari toraks sampai perut.

  Bagian belakang tersebut terdiri dari lumbal dan tulang belakang pada umumnya. Tiap ruas tulang belakang berikut diskus intervertebralis sepanjang kolumna vertebralis merupakan satuan anatomik dan fisiologik. Bagian depan berupa korpus vertebralis dan diskus intervertebralis yang berfungsi sebagai pengemban yang kuat dan tahan terhadap tekanan-tekanan menurut porosnya. Berfungsi sebagai penahan tekanan adalah nucleus pulposus.

  Dalam keseluruhan tulang belakang terdapat kanalis vertebralis yang didalamnya terdapat medula spinalis yang membujur ke bawah sampai L 2.

  Melalui foramen intervertebralis setiap segmen medula spinalis menjulurkan radiks dorsalis dan ventralisnya ke periferi. Di tingkat servikal dan torakal, berkas serabut tepi itu menuju ke foramen tersebut secara horizontal. Namun di daerah lumbal dan sakrum berjalan secara curam ke bawah dahulu sebelum tiba di tingkat foramen intervertebralis yang bersangkutan. Hal tersebut dikarenakan medula spinalis membujur hanya sampai L2 saja.

  Otot-otot yang terdapat di sekeliling tulang belakang mempunyai origo dan insersio pada prosesus transversus atau prosesus spinosus. Stabilitas kolumna vertebrale dijamin oleh ligamenta secara pasif dan secara aktif oleh otot-otot tersebut. Ujung - ujung serabut penghantar impuls nyeri terdapat di ligamenta, otot-otot, periostium, lapisan luar anulus fibrosus dan sinovia artikulus posterior (Sidharta, Priguna, 2004). E. Kerangka Teori Penelitan

Gambar 2.1 Kerangka Teori Penelitian

  University of Caucasian Lost Among Asians-Labor Occupational Safety and Health (2004), Irwanashari (2010)

  Keterangan : : Variabel yang tidak diteliti

  Faktor Risiko

  Ergonomi Pekerjaan Pengorganisasian Kerja Yang Buruk Pengulangan Berkelanjutan Gaya Berlebih Postur Janggal

  Individu Fisiologis : Umur, Gender, Obesitas, Merokok Psikologis : Stres, neurologis, histeria, reaksi konversi Lingkungan : Pekerjaan, aktivitas fisik, olahraga

  Nyeri Tulang Punggung Bawah

  Tekanan Langsung Berlebih Pencahayaan Inadekuat

  : Variabel yang diteliti

  F. Kerangka Konsep Penelitian Pengaturan Kerja Yang Buruk

  Pengulangan Berkelanjutan

  Nyeri Punggung

  Gaya Berlebih Bawah

  Postur Janggal Posisi Tidak Bergerak

Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian

  G. Hipotesis Adalah jawaban sementara dalam suatu penelitian disebut dengan hipotesis

  (Notoatmodjo, 2010). Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada hubungan antara faktor risiko ergonomi dengan low back pain pada perawat ruang operasi RSUD Prof Dr Margono Soekarjo.