BAB II TINJAUAN PUSTAKA - EKSTRAK ETANOL BUAH MAHKOTA DEWA (Phaleria macrocarpa) SEBAGAI PENGAWET ALAMI SIRUP JAMBU BIJI - repository perpustakaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Mahkota dewa (Phaleria macrocarpa) 1. Sistematika Tumbuhan Tanaman mahkota dewa (Phaleria macrocarpa) mempunyai kedudukan

  dalam klasifikasi menurut Becker & Backuizen Van Den Brink, (1968) sebagai berikut : Divisi : Spermathophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae Bangsa : Thymelaeales Suku : Thymelaeaceae Marga : Phaleria Jenis : Phaleria macrocarpa (scheef) Boerl

  (Nama lokal : Mahkota dewa) 2.

   Deskripsi Tanaman

  Mahkota dewa adalah tanaman asli Indonesia. Habitat asalnya di tanah Papua. Tanaman mahkota dewa termasuk anggota famili Thymelaecae. Sosoknya berupa tanaman perdu. Tajuk tanaman bercabang-cabang. Ketinggiannya sekitar 1,5-2,5 meter. Namun, jika dibirkan, bisa mencapai lima meter. Mahkota dewa bisa sampai berumur puluhan tahun. Tingkat produktivitasnya mampu dipertahankan sampai usia 10 hingga 20 tahun (Harmanto, 2001).

  Tanaman mahkota dewa terdiri dari akar, batang, daun, bunga, dan buah. Akarnya berupa akar tunggang. Panjang akarnya bisa sampai 100 cm. Akar ini belum terbukti bisa digunakan untuk pengobatan. Batangnya terdiri dari kulit dan kayu, batangnya bergetah dan diameternya sampai 15 cm (Harmanto, 2001).

  Daun mahkota dewa merupakan daun tunggal bentuknya lonjong langsing memanjang berujung lancip dan warnanya hijau. Bunga mahkota dewa merupakan bunga majemuk yang tersusun dalam kelompok 2-4 bunga. Warnanya putih, bentuknya seperti terompet kecil. Buahnya berbentuk bulat, seperti bola. Ukurannya bervariasi. Buah mahkota dewa terdiri dari kulit, daging, cangkang, dan biji. sangat tidak dianjurkan untuk memakan buah mahkota dewa mentah-mentah karena mengandung racun (Harmanto, 2011).

  3. Kandungan Kimia

  Daun dan kalus mahkota dewa menurut hasil penelitian mengandung metabolit sekunder yang sama yaitu golongan alkaloid, flavonoid, saponin, tanin, steroid/triterpenoid (Gangga et al., 2007). Simanjutak (2008) menyatakan bahwa buah mahkota dewa memiliki kandungan kimia yang terdiri dari asam lemak, steroid, benzofenon glikosida, dan karbohidrat.

  4. Khasiat

  Mahkota dewa berkhasiat sebagai obat luka, diabetes, lever, flu, alergi, sesak nafas, desentri, penyakit kulit, diabetes, jantung, ginjal, kanker, darah tinggi, asam urat, penambahan stamina,dan pemicu kontraksi rahim (Rohyami, 2008).

5. Penelitian Sebelumnya

  Hendra et al. (2011) menyimpulkan dalam penelitianya bahwa mahkota dewa mengandung flavonoid yaitu kaempferol, myricetin, naringin, dan rutin yang dapat memberikan kontribusi sebagai agen antimikroba yang mungkin diterapkan dalam produk farmasi dan kosmetik. Mikroba yang mampu dihambat pertumbuhanya adalah Bacillus cereus, Bacillus subtilis, Micrococcus

  luteus, Staphylococcus aureus, Escherichia coli, Klebsiella pneumonia, Aspergillus niger, dan Mucor indicus. Rostinawati (2007) menyatakan bahwa

  ekstrak biji Mahkota Dewa (konsentrasi 9,48%; 12,65%; 16,87%; 22,5%; dan 30 %) mempunyai aktivitas sebagai antibakteri, sedangkan aktivitas antijamur tidak ada (tidak menimbulkan efek). Penelitian tersebut menunjukan, ekstrak air dan ekstrak etanol biji Mahkota Dewa mempunyai aktivitas antibakteri berspektrum luas, dimana terdapatnya diameter daya hambat yang relatif sama terhadap bakteri Staphylococcus

  aureus (Bakteri Gram Positif) dan bakteri Pseudomonas aeruginosa

  (Bakteri Gram negatif). Kemudian menurut Susanti (2010), hasil identifikasi kandungan kimia ekstrak buah mahkota dewa menunjukan adanya saponin, flavonoid, alkaloid dan tanin dan ekstrak buah mahkota dewa diuji aktivitas antibakterinya terhadap Pseudomonas aeruginosa secara invitro dengan kadar 1,25%; 2,5%; 5%; 10%; 20% dan diameter zona hambat rata-rata dari masing- masing kadar adalah 0,13 cm; 0,63 cm; 1,03 cm; 1,30 cm; dan 1,47 cm.

B. Pengawet

  Bahan pengawet adalah senyawa yang mampu menghambat dan menghentikan proses fermentasi, pengasaman atau bentuk kerusakan lainnya. Atau dapat juga sebagai bahan yang dapat memberikan perlindungan bahan pangan dari pembusukan (Wardaniati dan Setyaningsih, 2009). Menurut Farmakope Indonesia edisi ke-4 (1995), pengawet antimikroba adalah zat yang ditambahkan pada sediaan obat untuk melindungi sediaan terhadap kontaminasi mikroba. Pengawet digunakan terutama pada wadah dosis ganda untuk menghambat pertumbuhan mikroba yang dapat masuk secara tidak sengaja selama atau setelah proses produksi. Pengujian efektivitas pengawet antimikroba yang ditambahkan pada sediaan dosis ganda yang dibuat dengan dasar atau bahan pembawa berair seperti produk-produk parenteral, telinga, hidung dan mata.

  Zat pengawet terdiri dari senyawa anorganik dan organik. Contoh zat pengawet anorganik yang masih sering digunakan adalah sulfit, nitrit dan nitrat. Zat pengawet organik lebih banyak digunakan dari pada yang anorganik karena bahan ini lebih mudah dibuat. Zat pengawet organik yang sering digunakan untuk pengawet adalah asam propionat, asam benzoat, asam sorbat (Wisnu, 2008).

  Penambahan bahan pengawet pada pangan secara umum adalah, (Wisnu,2008):

  1. Menghambat pertumbuhan mikroba pembusuk pada pangan baik yang bersifat patogen maupun yang tidak pathogen.

  2. Memperpanjang umur simpan pangan.

  3. Tidak menurunkan kualitas gizi, warna, cita rasa, dan bau bahan pangan yang diawetkan.

  4. Tidak menyembunyikan keadaan pangan yang berkualitas rendah.

  5. Tidak digunakan untuk menyembunyikan penggunaan bahan yang salah atau tidak memenuhi persyaratan.

  6. Tidak digunakan untuk menyembunyikan kerusakan bahan pangan.

C. Sirup

  Sirup adalah larutan oral yang mengandung sukrosa atau gula lain dalam kadar tinggi (Anonim, 1995). Pengertian lain sirup adalah larutan pekat dari gula yang ditambah obat atau zat pewangi dan merupakan larutan jernih berasa manis, kadar sukrosa dalam sirup antara 64-66 %, kecuali dinyatakan lain ( Moh. Anief, 1993 ). Menurut Ansel (1989), Sirup adalah sediaan pekat dalam air dari gula atau pengganti gula dengan atau tanpa penambahan bahan pewangi dan zat obat.

  Sebagian besar sirup-sirup mengandung komponen-komponen berikut disamping air murni dan semua zat-zat obat yang ada: (1) gula, biasanya sukrosa atau pengganti gula yang digunakan untuk memberi rasa manis dan kental, (2) pengawet antimikroba, (3) pembau, (4) pewarna (Ansel, 1989).

D. Kondisi Dipaksakan (Stress Condition)

  Tidak tersedianya metode yang cepat dan sensitif dalam menentukan ketidakstabilan, mengakibatkan formulator terpaksa menunggu lama pada kondisi penyimpanan yang berbeda-beda sebelum gejala kestabilan menjadi nyata. Untuk mempercepat kondisi kestabilan ini maka formulator melakukan kondisi dipaksakan. Untuk uji kestabilan siklus kondisi dipaksakan yang digunakan adalah dibekukan dan dicairkan. Perlakuan ini menunjang pertumbuhan partikel dan menunjang kemungkinan keadaan selama penyimpanan dalam waktu lama pada suhu kamar (Lachman et al.,1989). Pada berbagai laboratorium siklus suhu yang

  o o

  digunakan berbeda-beda, ada yang menggunakan suhu 5 C dan 35 C masing- masing 12 jam yang dilakukan selama 10 siklus, sedangkan laboratorium lainya

  o o

  menggunakan suhu -5 dan 40 C masing-masing 24 jam yang dilakukan selama

  o

  24 siklus. Siklus suhu dapat juga dilakukan pada suhu 4 C masing-masing 48 jam selama 6-8 siklus (Lachman et al., 1989).

E. Metode Analisis 1.

  Uji Angka Lempeng Total Metode analisis kuantitatif (Enumerasi) digunakan untuk menghitung jumlah mikroba yang ada pada suatu sampel. Ada beberapa cara yang dapat digunakan antara lain dengan cara tuang, cara tetes dan cara sebar. Uji Angka Lempeng Total (ALT) menggunakan media padat dengan hasil akhir berupa koloni yang dapat diamati secara visual dan dihitung, interpretasi hasil berupa angka dalam koloni(cfu) per ml/g atau koloni /100 ml (BPOM RI, 2008). Metode kuantitatif dilakukan dengan beberapa tahap yaitu: a.

  Homogenitas Sempel Sebagai tahap pendahuluan dalam pengujian yang berguna untuk membebaskan sel bakteri yang mungkin terlindung partikel sampel dan untuk memperoleh distribusi bakteri sebaik mungkin. Untuk sampel bentuk cair cukup dicampur dengan pengenceran dan dikocok sampai homogen.

  b.

  Tahap Pengenceran Menggunakan larutan pengencer yang berfungsi untuk menggiatkan kembali sel-sel bakteri yang mungkin kehilangan vitalitasnya karena kondisi di dalam sampel yang kurang menguntungkan. Pengenceran suspensi sampel dilakukan untuk mendapatkan koloni yang tumbuh secara terpisah dan dapat dihitung dengan mudah. Umumnya pengencer yang digunakan adalah pepton water 0,1 %, buffer fosfat atau larutan ringers (4 kali kuat), dan pepton 0,1 % plus NaCL 0,85 %.

  c. Tahap pencampuran dengan Media (padat/Cair) Media padat yang digunakan umumnya adalah Plate Count Agar

  (PCA) atau Nutrient Agar (NA) sedangkan untuk inokulasi suspensi homogenat sampel ke dalam media, tergantung dengan metode yang telah dipilih dan kesesuaian dengan sifat sampel dan mikroba yang mungkin ada dalam sempel.

  Pada keadaan tertentu, media perlu ditambah dengan bahan lain seperti glukosa untuk Enterococcus, atau serum untuk Mycoplasma dan egg

  yolk.

  d.

  Tahap Inkubasi dan Pengamatan Dalam melakukan inkubasi, suhu dan lama waktunya harus sesuai dan kondisinya dibuat sedemikian rupa menyesuaikan dengan sifat mikroba

  (kondisi aerob atau anaerob).

  e.

  Interpretasi Hasil Interpretasi hasil dilakukan dengan melihat jumlah koloni mikroba yang tumbuh.

2. Uji Kapang/Khamir Total

  Uji angka kapang digunakan untuk menetapkan angka kapang dalam makanan. Kapang merupakan mikroorganisme multiselular (bersel banyak) yang memiliki ukuran mikroskopis sampai makroskopis. Kapang bukan merupakan taksonomi yang resmi, sehingga anggota-anggota dari kapang tersebar dalam filum Glomeromycota, Ascomycota, dan Basidiomycota. Kapang memiliki bentuk benang-benang dan memilik struktur eukariotik, memiliki dinding sel yang kaku dan terdiri dari hifa (kumpulan benang-benang).

  Prinsip uji angka kapang pada makanan dan minuman sesuai dengan metode analisis mikrobiologi (MA PPOM 62/MIK/06) yaitu pertumbuhan kapang setelah cuplikan diinokulasikan di media yang sesuai dan diinkubasi

  o pada suhu 20-25 C (BPOM, 2006).

  3. Identifikasi Staphylococcus aureus Untuk identifikasi Staphylococcus aureus menggunakan media BP agar dan MSA dengan hasil pengamatan koloni berupa koloni warna hitam hitam mengkilat, dikelilingi daerah keruh (opaque) untuk media BP agar, dan untuk medium MSA hasilnya berupa koloni cembung, warna kuning dan warna media berubah menjadi jernih.

Dokumen yang terkait

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK BUAH MAHKOTA DEWA (Phaleria macrocarpa) TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI HEPAR TIKUS PUTIH YANG DIINDUKSI ISONIAZID

4 40 83

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI SENYAWA STEROID DARI BUAH MAHKOTA DEWA (Phaleria macrocarpa) (ISOLATION AND IDENTIFICATION OF STEROID FROM THE FRUIT OF MAHKOTA DEWA (Phaleria macrocarpa))

20 140 47

PENGARUH EKSTRAK BUAH MAHKOTA DEWA (Phaleria macrocarpa) TERHADAP PERKEMBANGAN LARVA Aedes aegypti INSTAR III

1 18 57

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL BUAH MAHKOTA DEWA (Phaleria macrocarpa) TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI PAYUDARA TIKUS PUTIH BETINA (Rattus norvegicus) GALUR Sprague dawley YANG DIINDUKSI 7,12-

4 21 67

EFEK ANTIDIABETIK EKSTRAK ETANOL DAUN MAHKOTA DEWA (Phaleria macrocarpa) PADA TIKUS DIABETES YANG DIINDUKSI STREPTOZOTOSIN

0 0 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL BIJI BUAH PINANG (Areca catechu L) TERHADAP Streptococcus mutans - repository perpustakaan

0 0 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - OPTIMASI KOMPOSISI SPAN 60 DAN TWEEN 80 SEBAGAI EMULGATOR TERHADAP STABILITAS FISIK FORMULASI KRIM EKSTRAK BUAH MAHKOTA DEWA (Phaleria macrocarpa L.) DENGAN METODE SIMPLEX LATTICE DESIGN - repository perpustakaan

0 0 7

EKSTRAK AIR DAUN SIRSAK (Annona muricata) SEBAGAI PENGAWET ALAMI SIRUP JAMBU BIJI

0 0 19

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - EKSTRAK AIR DAUN SIRSAK (Annona muricata) SEBAGAI PENGAWET ALAMI SIRUP JAMBU BIJI - repository perpustakaan

0 0 7

EKSTRAK ETANOL BUAH MAHKOTA DEWA (Phaleria macrocarpa) SEBAGAI PENGAWET ALAMI SIRUP JAMBU BIJI

0 0 18