PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK BUAH MAHKOTA DEWA (Phaleria macrocarpa) TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI HEPAR TIKUS PUTIH YANG DIINDUKSI ISONIAZID

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK BUAH MAHKOTA DEWA
(Phaleria macrocarpa) TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI
HEPAR TIKUS PUTIH YANG DIINDUKSI ISONIAZID

(Skripsi)

Oleh

H. SAHDIAH. S

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2013

ABSTRACT
THE INFLUENCE OF GIVING EXTRACT OF MAHKOTA DEWA
FRUITS (Phaleria macrocarpa) AGAINST ISONIAZID-INDUCED HEPAR
HISTOPATHOLOGY APPEARANCE IN MALE RAT

By

H. SAHDIAH. S

Mahkota dewa has been analyzed contains of high concentrate flavonoid as
natural antioxidant which can be functioned as hepatoprotector. The aim of this
research was to determine the influence of giving extract of mahkota dewa fruits
(Phaleria

macrocarpa)

against

isoniazid-induced

hepar

histopathology

appearance in male rat.
In this study, 25 male rat were divided randomly into 5 groups and given
treatment for 14 days. K1 (normal control which was only given aquadest), K2

(negative control which was only given isoniazid 30mg/150grBW), K3 (given
extract of mahkota dewa fruits 10mg/150grBW and isoniazid 30mg/150grBW),
K4 (given extract of mahkota dewa fruits 20mg/150grBW and isoniazid
30mg/150grBW), and K5 (given extract of mahkota dewa fruits 40mg/150grBW
and isoniazid 30mg/150grBW).
Results showed that the total average of hepatocytes swelling in K1 was 5% ±
8,66; K2 was 98% ± 4,472; K3 was 73% ± 8,367; K4 was 49% ± 14,478; dan K5

was 18% ± 17,176 (decreasing in comparison with K2 and as almost equal to K1).
The conclusion of this research is that extract of mahkota dewa fruits
10mg/150grBW, 20mg/150grBW, and 40mg/150grBW doses can decrease total
of hepatocytes swelling on isoniazid-induced hepar in male rat.
Key words : hepar histopathology appearance, hepatocytes, isoniazid, phaleria
macrocarpa

ABSTRAK
PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK BUAH MAHKOTA DEWA
(Phaleria macrocarpa) TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI
HEPAR TIKUS PUTIH YANG DIINDUKSI ISONIAZID


Oleh
H. SAHDIAH. S

Mahkota dewa telah diteliti memiliki kandungan flavonoid yang tinggi
sebagai antioksidan alami yang dapat bersifat hepatoprotektor. Tujuan penelitian
ini untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak buah mahkota dewa (Phaleria
macrocarpa) terhadap gambaran histopatologi hepar tikus putih yang diinduksi
isoniazid.
Pada penelitian ini, 25 tikus jantan dibagi dalam 5 kelompok secara acak
dan diberi perlakuan selama 14 hari. K1 (kontrol normal yang hanya diberi
aquadest), K2 (kontrol negatif yang hanya diberi isoniazid 30mg/150grBB), K3
(diberi

ekstrak

buah

mahkota

dewa


10mg/150grBB

dan

isoniazid

30mg/150grBB), K4 (diberi ekstrak mahkota dewa 20mg/150grBB dan isoniazid
30mg/150grBB), dan K5 (diberi ekstrak mahkota dewa 40mg/150grBB dan
isoniazid 30mg/150grBB).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata jumlah pembengkakan
hepatosit pada K1: 5% ± 8,66; K2: 98% ± 4,472; K3: 73% ± 8,367; K4: 49% ±

14,478; dan K5: 18% ± 17,176 (mengalami penurunan signifikan jika
dibandingkan dengan K2 dan hampir sama dengan K1). Kesimpulan dari
penelitian ini adalah bahwa ekstrak buah mahkota dewa dosis 10mg/150grBB,
20mg/150grBB,

dan


40mg/150grBB

dapat

menurunkankan

jumlah

pembengkakan hepatosit pada hepar tikus jantan yang diinduksi oleh isoniazid.

Kata kunci : gambaran histopatologi hepar, hepatosit, isoniazid, phaleria
macrocarpa

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK BUAH MAHKOTA DEWA
(Phaleria macrocarpa) TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI
HEPAR TIKUS PUTIH YANG DIINDUKSI ISONIAZID

Oleh

H. SAHDIAH. S


Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
SARJANA KEDOKTERAN
Pada
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2013

Judul Skripsi

: PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK
BUAH MAHKOTA DEWA (Phaleria
macrocarpa) TERHADAP GAMBARAN
HISTOPATOLOGI HEPAR TIKUS
PUTIH YANG DIINDUKSI ISONIAZID


Nama Mahasiswa

: H. Sahdiah. S

Nomor Pokok Mahasiswa

: 0918011005

Program Studi

: Pendidikan Dokter Umum

Fakultas

: Kedokteran

MENYETUJUI

1. Komisi Pembimbing


dr. Susianti, M.Sc.
NIP 197808052005012003

dr. Evi Kurniawaty, M.Sc.
NIP 197601202003122001

2. Dekan Fakultas Kedokteran

Dr. Sutyarso, M.Biomed.
NIP 195704241987031001

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua

: dr. Susianti, M.Sc.

Sekretaris


: dr. Evi Kurniawaty, M.Sc.

Penguji
Bukan Pembimbing : dr. Muhartono, M.Kes., Sp.PA

2. Dekan Fakultas Kedokteran

Dr. Sutyarso, M.Biomed.
NIP 195704241987031001

Tanggal Lulus Ujian Skripsi: 23 Januari 2013

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Desa Negara Tulang Bawang, Kecamatan Bungamayang,
Kabupaten Lampung Utara, Provinsi Lampung pada tanggal 10 Januari 1993,
sebagai anak pertama dari empat bersaudara, dari Bapak M. Ridwan. S dan Ibu
Marijem.


Pendidikan Sekolah Dasar (SD) diselesaikan di SDN 3 Negara Tulang Bawang
pada tahun 2003, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) diselesaikan di SLTP
PG Bungamayang pada tahun 2006, dan Sekolah Menengah Atas (SMA)
diselesaikan di SMAN 2 Kotabumi pada tahun 2009. Ketika pendidikan SMA,
penulis pernah menjadi juara II olimpiade fisika tingkat Kabupaten Lampung
Utara pada tahun 2008.

Tahun 2009, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran
Universitas Lampung melalui jalur Penelusuran Kemampuan Akademik dan
Bakat (PKAB). Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah aktif sebagai anggota
pada organisasi Forum Studi Islam (FSI) FK Unila.

“You are what you think..
You are what you say.. You are what you do..”

Persembahan sederhana untuk yang tercinta

Ayah dan Mama
Ayah yang selalu menjaga, melindungi, dan
bekerja keras tanpa pernah mengeluh

sedikitpun untuk kami anaknya serta Mama
yang senantiasa berdoa dengan ketulusan hati.

SANWACANA

Puji syukur Penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat
dan hidayah-Nya skripsi ini dapat diselesaikan. Shalawat serta salam semoga
selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad S.A.W.

Skripsi dengan judul “Pengaruh Pemberian Ekstrak Buah Mahkota Dewa
(Phaleria macrocarpa) terhadap Gambaran Histopatologi Hepar Tikus Putih
yang Diinduksi Isoniazid” adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar
sarjana Kedokteran di Universitas Lampung.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. Sutyarso, M.Biomed., selaku Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Lampung;
2. Ibu dr. Susianti, M.Sc., selaku Pembimbing Utama atas kesediaannya
untuk memberikan bimbingan, saran, dan kritik dalam proses penyelesaian
skripsi ini. Beliau adalah orang yang paling berjasa terwujudnya penelitian
pada skripsi ini;
3. Ibu dr. Evi Kurniawaty, M.Sc., selaku Pembimbing Kedua atas
kesediaannya untuk memberikan bimbingan, saran, dan kritik dalam
proses penyelesaian skripsi ini.
i

4. Bapak dr. Muhartono, M.Kes., Sp.PA selaku Penguji Utama pada ujian
skripsi atas masukan, ilmu, dan saran-saran yang telah diberikan. Beliau
juga adalah orang yang paling berjasa terwujudnya penelitian pada skripsi
ini;
5. dr. Exsa Hadibrata, dr. Iswandi Darwis, dr. Dewi Nur Fiana, dan dr. Fidha
Rahmayani yang telah memberikan banyak masukan, saran, ilmu, dan
bantuan dalam penelitian ini. Selain itu, dr. Fidha Rahmayani juga selaku
Pembimbing Akademik yang selalu memberikan bantuan, dukungan dan
motivasi dalam pembelajaran di Universitas.
6. Ayah dan Mama yang selalu menyebut nama saya dalam doanya,
membimbing, mendukung, dan memberikan yang terbaik. Adik-adik saya
(Rima, Dilla, dan Ahmad), yang selalu memberi doa, bantuan, semangat,
dan terutama senyum keceriaan yang dapat menghilangkan kepenatan
ketika tiba di rumah. Atok, Andong, Pakcik, Makcik, dan seluruh keluarga
tersayang yang selalu mendukung dan mendoakan tanpa henti. Keinginan
membahagiakan mereka adalah motivasi terkuat untuk tetap bertahan dan
semangat hingga penelitian ini selesai;
7. Seluruh Staf Dosen FK Unila atas ilmu yang telah diberikan kepada
penulis untuk menambah wawasan yang menjadi landasan untuk mencapai
cita-cita;
8. Seluruh Staf TU, Administrasi, dan Akademik FK Unila, serta pegawai
yang turut membantu dalam proses penelitian dan penyusunan skripsi ini;
9. Bapak Sahroni yang sudah banyak membantu dalam proses pembuatan
preparat histopatologi;

ii

10. Sahabat-sahabat saya, Fajar Al Habibi yang membantu menggunakan
program SPSS, Tetra Arya Saputra, Sandi Falenra, Galih Wicaksono, dan
Putri Rahmawati atas bantuannya dan selalu ada dalam setiap kegiatan
penelitian dan seminar, dengan senyuman, keceriaan dan semangat.
Semoga persahabatan ini tetap terjaga selamanya, amin;
11. Arif Yudho Prabowo, Kharisma Wibawa, M Pasca Yogatama,
Rinaviadrin, dan Widhi Astuti sebagai teman penelitian yang sudah
menemani dan membuat beban penelitian lebih ringan, lebih mudah, dan
lebih menyenangkan;
12. Teman dekatku saat KKN, Siska Dwi Aryani yang menyempatkan waktu
untuk diskusi tentang skripsi, rencana-rencana hidup kedepan, selalu bisa
menyempatkan waktu ketika dibutuhkan dan juga telah datang saat
seminar proposal dan hasil;
13. Adik Devi, Adik Vivi, dan Adik Intan yang telah menyempatkan hadir
dalam seminar proposal maupun hasil;
14. Teman-teman angkatan 2009, Vindita, Angga, Nurul, Zahera, Laras,
Nabila, Aprimond, Husni, Hilman, Desfi, Riyan, Elis, Dicky, Eca, Tika,
Ica, Sheilla, Nolanda, Shinta, Charla, Tia, Harli, dan semuanya yang tidak
bisa disebutkan satu per satu.
15. Kakak-kakak dan adik-adik tingkat saya (angkatan 2002–2011) yang
sudah memberikan semangat kebersamaan dalam satu kedokteran.

iii

Akhir kata, Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan.
Akan tetapi, sedikit harapan semoga skripsi yang sederhana ini dapat berguna dan
bermanfaat bagi kita semua. Amiin.

Bandar Lampung, 23 Januari 2013

Penulis

H. Sahdiah. S

iv

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tuberkulosis adalah infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis
yang merupakan bakteri basil tahan asam. Dalam perkembangannya,
tuberkulosis telah menjadi masalah kesehatan masyarakat yang penting di
dunia ini. Laporan World Health Organization (WHO) tahun 2004 telah
menyatakan bahwa terdapat 8,8 juta kasus baru tuberkulosis pada tahun 2002
dan jumlah terbesar kasus tuberkulosis (TB) terjadi di Asia Tenggara. Kasus
TB di Indonesia juga sangat banyak terbukti Indonesia menduduki peringkat
ketiga di dunia setelah India dan Cina (WHO, 2004). Prevalensi TB di
Indonesia berdasarkan hasil survei Depkes tahun 2004 pada 30 propinsi adalah
104 per 100.000 penduduk (Depkes, 2005). Tuberkulosis juga menduduki
peringkat 3 daftar 10 penyebab kematian di Indonesia, yang menyebabkan
146.000 kematian setiap tahun (Hudoyo dkk., 2010).

Pemerintah melalui Program Nasional Pengendalian TB telah melakukan
berbagai upaya untuk menanggulangi TB, yakni dengan strategi DOTS
(Directly Observed Treatment Shortcourse) (Depkes, 2005). Penggunaan Obat
Anti Tuberkulosis (OAT) secara tepat merupakan salah satu hal penting dalam

2

strategi DOTS. Obat anti tuberkulosis lini pertama yang paling sering
digunakan adalah isoniazid (Setiabudy, 2008).

Isoniazid disebut juga isonicotinyl hydrazine atau INH adalah obat anti TBC
garis pertama yang digunakan sejak 1952 dalam pengobatan dan pencegahan
tuberkulosis (Weisiger, 2007). Obat ini berupa molekul sederhana yang kecil
dengan Berat Molekul (BM) 137 dan mudah larut dalam air (Brook dkk.,
2007). Aktivitas antimikroba secara invitro, INH menghambat keanyakan basil
tuberkel pada konsentrasi 0,2µg/ml atau kurang dan bersifat bakterisidal untuk
basil tuberkel yang tumbuh secara aktif (Zubaidi, 2003).

Mekanisme kerja isoniazid belum diketahui, tetapi ada pendapat bahwa efek
utamanya ialah menghambat biosintesis asam mikolat yang merupakan unsur
penting dinding sel Mycobacterium tuberculosa (Setiabudy, 2008). Isoniazid
adalah sebuah prodrug dan harus diaktifkan oleh enzim katalase bakteri yang
disebut katalase-peroksidase enzim katG menjadi bentuk isonicotinic acyl
anion atau radikal. Bentuk ini kemudian akan bereaksi dengan NADH radikal
atau anion menjadi bentuk komplek isonicotinic acyl-NADH. Komplek ini
akan terikat kuat pada ketonylreductase yang dikenal sebagai InhA dan
mencegah

terbentuknya

substrat

enoyl-AcpM

yang

akan

mencegah

terbentuknya asam mikolat (Brook dkk., 2007).

Efek samping yang ditimbulkan dari obat isoniazid dapat berupa reaksi alergi
dan toksisitas langsung. Reaksi alergi dapat berupa demam dan kulit

3

kemerahan. Toksisitas langsung yang paling sering terjadi pada sistem saraf
pusat dan perifer disebabkan adanya defisiensi piridoksin karena merupakan
hasil kompetisi INH dengan piridoksal fosfat terhadap enzim apotriptofanase
(Brook dkk., 2007). Selain itu, INH memiliki efek hepatotoksisitas yang
ditandai dengan uji fungsi hepar yang abnormal, peningkatan kadar bilirubin
dan nekrosis multilobular (Katzung, 2008).

Hepar merupakan organ terbesar pada tubuh, menyumbang sekitar 2 persen
berat tubuh total, atau sekitar 1,5kg pada rata-rata manusia dewasa (Guyton,
2007). Hepar memiliki tugas yang sangat besar dalam mempertahankan
homeostasis fungsi metabolik tubuh, mencakup metabolisme karbohidrat,
lemak, protein, dan vitamin; sintesis protein serum, mencakup faktor
pembekuan; pembentukan urea; pembentukan dan ekskresi empedu; inaktivasi
hormon steroid; dan detoksifikasi sejumlah zat endogen dan eksogen (Price dan
Wilson, 2005). Hepar rentan terhadap berbagai gangguan metabolik, toksik,
mikroba, dan sirkulasi (Robbin dan Kumar, 2007).

Hepatotoksisitas merupakan komplikasi potensial yang hampir selalu ada
dalam pengobatan. Hal itu dikarenakan fungsi hepar sebagai pusat disposisi
metabolik dari semua obat dan zat asing dalam tubuh. Dalam hepatosit, obat
obat diubah menjadi lebih hidrofilik, sehingga dapat larut air dan dapat
diekskresikan ke dalam urin atau empedu. Jejas hepar yang ditimbulkan karena
obat anti tuberkulosis merupakan reaksi hepatoseluler yang mempunyai efek
langsung, yaitu dengan produksi kompleks enzim-obat. Kompleks ini

4

kemudian akan menyebabkan disfungsi sel, disfungsi membran dan sitotoksik
sel T. Zat toksik dapat berupa obat-obatan. Salah satu obat yang dapat
menyebabkan kerusakan hepar adalah isoniazid yang biasa digunakan pada
pengobatan pasien tuberkulosis (Bayupurnama, 2006).

Parameter yang sangat berguna digunakan untuk mengetahui derajat kerusakan
hepar adalah aktivitas transaminase, gambaran makroskopis, dan gambaran
mikroskopis hepar. Menurut Crawford (2005), gambaran mikroskopis hepar
yang rusak karena pengaruh obat menunjukkan adanya proses inflamasi dan
degenerasi jaringan hepar. Proses tersebut pada akhirnya dapat menyebabkan
perubahan hepar secara makroskopis dan mikroskopis.

Hingga saat ini belum ada obat yang secara spesifik mengatasi kerusakan hepar
yang disebabkan oleh obat, oleh karena itu perlu dilakukan penelitian untuk
mendapatkan obat herbal yang dapat digunakan sebagai hepatoprotektor. Salah
satu obat herbal yang memiliki efek hepatoprotektif atau efek menghambat
kerusakan hepar adalah mahkota dewa (Kurnijasanti dan I’tishom, 2008).

Mahkota dewa (Phaleria macrocarpa) merupakan salah satu tanaman
tradisional yang berasal dari Papua, namun saat ini banyak terdapat di Solo dan
Yogyakarta karena, sejak dahulu kerabat keraton Solo dan Yogyakarta
memeliharanya sebagai tanaman yang dianggap sebagai pusaka dewa karena
kemampuannya menyembuhkan berbagai penyakit. Saat ini, pengobatan
dengan memanfaatkan mahkota dewa semakin dirasakan khasiatnya oleh

5

masyarakat umum dengan petunjuk beberapa ahli pengobatan herbal (Winarto,
2003). Bukti-bukti empiris tentang khasiatnya sudah banyak terjadi di kalangan
masyarakat, namun pembuktian secara ilmiahnya masih sangat terbatas.

Tri Dewanti W, Siti Narsitoh Wulan dan Indira Nur C pada tahun 2004
melakukan penelitian tentang aktivitas antioksidan dan antibakteri produk
kering, instan dan effervescent dari buah mahkota dewa (Phaleria
macrocarpa). Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa mahkota dewa
(Phaleria macrocarpa) memiliki aktifitas antioksidan yang tinggi terutama
dalam bentuk effervescent.

Menurut Harmanto (2001) buah mahkota dewa mengandung alkaloid, saponin,
flavonoid, dan polifenol dan ekstrak daunnya dapat memberikan efek
antihistamin. Berdasarkan penelitian tersebut, mahkota dewa juga memberikan
efek terhadap uterus, efek sitosik pada sel kanker rahim, efek hipoglikemik,
hepatoprotektor, antiinflamasi, histopatologik pada hepar, ginjal, lambung,
ovarium, uterus, pankreas, serta antibakteri.

Rochmah Kurnijasanti dan Reni I’shomi pada tahun 2004 melakukan
penelitian tentang efek buah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa) terhadap
hepar mencit yang diinduksi Carbon Tetrachloride (CCl4) dengan dosis
0,3ml/kgBB. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian ekstrak buah
mahkota dewa pada mencit yang telah diinduksi CCl4 dapat mencegah

6

terjadinya kerusakan hepar. Efek hepatoprotektif tersebut mungkin berasal
kandungan antioksidan yang terdapat pada buah mahkota dewa.

Menurut Arini dkk (2003), senyawa flavonoid dalam buah mahkota dewa
merupakan kandungan yang tertinggi, disamping senyawa alkaloid, saponin,
fenolik hidrokuinon, tanin, dan steroid. Senyawa flavonoid mempunyai khasiat
sebagai antioksidan dengan menghambat berbagai reaksi oksidasi serta mampu
bertindak sebagai pereduksi radikal hidroksil, superoksida, dan radikal peroksil
(Satria, 2005). Semakin tinggi kadar flavonoid, maka potensi antioksidannya
akan semakin tinggi (Soeksmanto dkk., 2007).

Selain itu, penelitian lain untuk membuktikan khasiat buah mahkota dewa juga
dilakukan oleh Wijayanti (2002) yang membuktikan bahwa air perasan buah
mahkota dewa memberikan efek hepatoprotektif dengan dosis efektif
1625,5mg/KgBB pada mencit yang diberikan sekali sehari selama 6 hari dan
pada hari ke-7 diberi larutan CCl4 dengan dosis 3,92ml/KgBB.

Uji anti hepatotoksik dari tanaman ini sering dilakukan. Penelitian lain telah
dilakukan misalnya oleh Sulistianto dkk (2004) mengenai pengaruh pemberian
ekstrak etanol buah mahkota dewa terhadap struktur histologis hepar tikus
putih yang diinduksi CCl4. Penelitian ini membuktikan bahwa dosis lazim di
masyarakat sebesar 15gr mampu bersifat protektif dan regenerasi pada sel
hepar.

7

Melihat adanya kemampuan protektif dari kandungan antioksidan buah
mahkota dewa pada hepar, peneliti tertarik untuk membuktikan adanya
“Pengaruh Pemberian Ekstrak Buah Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa)
terhadap Gambaran Histopatologi Hepar Tikus Putih yang Diinduksi
Isoniazid”. Penelitian ini berdasarkan penelitian sebelumnya yang dilakukan
oleh Sulistianto dkk (2004) mengenai pengaruh pemberian ekstrak etanol buah
mahkota dewa pada hepar tikus yang diinduksi CCl4. Perbedaannya, peneliti
akan menggunakan isoniazid sebagai zat hepatotoksik yang merusak hepar.
Pada penelitian ini akan digunakan ekstrak buah mahkota dewa dengan dosis
efektif manusia dewasa 12gr/KgBB (Rahmawati dkk., 2006), sedangkan dosis
isoniazid yang digunakan untuk menimbulkan efek hepatotoksisitas akut
berdasarkan penelitian Amelia (2008) adalah 30mg/KgBB dosis manusia
dewasa selama 14 hari.

B. Perumusan Masalah

Menurut Katzung (2008), isoniazid memiliki efek hepatotoksisitas yang
ditandai dengan uji fungsi hepar yang abnormal, peningkatan kadar bilirubin
dan nekrosis multilobular. Dari hasil penelitian Sulistianto dkk (2004)
membuktikan bahwa buah mahkota dewa mampu bersifat protektif dan
regenerasi pada sel hepar yang diinduksi oleh CCl4 yang termasuk golongan
xenobiotik.

8

Berdasarkan uraian tersebut, dapat dirumuskan permasalahan yaitu apakah ada
pengaruh pemberian ekstrak buah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa)
terhadap gambaran histopatologi hepar tikus putih yang diinduksi isoniazid?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak buah
mahkota dewa (Phaleria macrocarpa) terhadap gambaran histopatologi hepar
tikus putih yang diinduksi isoniazid.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah
1. Bagi Peneliti
Penelitian ini sebagai wujud pengaplikasian disiplin ilmu yang telah
dipelajari sehingga dapat mengembangkan wawasan keilmuan peneliti.
2. Bagi Ilmu Pengetahuan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah
mengenai efek ekstrak buah mahkota dewa terhadap hepar.
3. Bagi Masyarakat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
efek ekstrak buah mahkota dewa terhadap hepar. Penelitian ini juga dapat
mendukung upaya pemeliharaan tanaman mahkota dewa sebagai salah
satu tanaman berkhasiat obat (apotek hidup).

9

4. Bagi Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
Meningkatkan iklim penelitian dibidang agromedicine sehingga dapat
menunjang pencapaian visi FK Unila 2015 sebagai Fakultas Kedokteran
Sepuluh Terbaik di Indonesia pada Tahun 2025 dengan Kekhususan
agromedicine.
5. Bagi Peneliti Lain
a. Dapat dijadikan bahan acuan untuk dilakukannya penelitian yang
serupa yang berkaitan dengan efek buah mahkota dewa (Phaleria
macrocarpa)
b. Mencari khasiat senyawa lainnya yang terdapat dalam buah mahkota
dewa (Phaleria macrocarpa) sehingga dapat dipakai untuk penelitian
selanjutnya.

E. Kerangka Penelitian

1. Kerangka Teori

Hepar merupakan pusat metabolisme dan memegang peranan sangat penting
dalam tubuh. Peranan tersebut meliputi mengambil, menyimpan dan
mendistribusi berbagai macam nutrien dan vitamin dalam tubuh. Hepar juga
mampu mengatur berbagai metabolisme dalam tubuh, baik karbohidrat, protein
dan lemak. Hepar mengatur tingkat glukosa dalam darah dan kadar very low
density protein (VLDL) dalam tubuh. Hepar juga memproduksi protein-protein
plasma seperti albumin, lipoprotein dan glikoprotein. Fungsi lain hepar adalah

10

sebagai kelenjar eksokrin, yaitu penghasil cairan empedu serta detoksifikasi
berbagai obat-obatan dan substansi toksik (Ross dkk., 2003). Begitu banyak
fungsi yang dijalankan oleh hepar menyebabkan organ ini sangat rentan
terhadap kerusakan. Pada kerusakan hepar akan ditemukan lima respons umum
yang dapat dilihat secara histopatologi, yaitu peradangan, degenerasi, kematian
sel, fibrosis, dan sirosis (Robbin dan Kumar, 2007).

Kerusakan pada hepar dapat terjadi akibat toksisitas langsung, xenobiotik yang
diubah menjadi toksin aktif oleh hepar, serta mekanisme imunologik oleh obat
atau metabolitnya yang berlaku sebagai hapten untuk mengubah protein sel
menjadi imunogen (Robbin dan Kumar, 2007). Salah satu obat yang dapat
menyebabkan kerusakan hepar adalah isoniazid.

Isoniazid merupakan golongan obat lini pertama yang biasa digunakan dalam
penatalaksanaan tuberkulosis di Indonesia. Mekanisme kerja isoniazid adalah
menghambat biosintesis asam mikolat (mycolic acid) yang merupakan unsur
penting dinding sel Mycobacterium tuberculosis. Isoniazid memiliki efek
samping antara lain demam, kelainan kulit, vaskulitis, reaksi hematologik,
kejang, dan neuritis perifer. Selain itu, isoniazid dapat menimbulkan kerusakan
hepar yang fatal akibat terjadinya nekrosis multilobular (Setiabudy, 2008).

Mekanisme toksisitas isoniazid pada hepar terutama disebabkan karena
metabolit toksik isoniazid yaitu Mono Asetil Hidrazin (MAH). Eliminasi
isoniazid yang kebanyakan berlangsung di hepar, yaitu dengan asetilasi oleh N-

11

asetil transferase-2 (NAT-2). Asetilasi dari asetil isoniazid akan menghasilkan
pembentukan dari MAH yang merupakan zat hepatotoksik poten pada hewan
percobaan. Metabolisme mikrosomal dari MAH menghasilkan reaktif alkilating
agen yang dapat berikatan secara kovalen dengan makromolekul jaringan
(contoh: protein hepar) dan menyebabkan nekrosis hepar. Pendapat lain
menyebutkan bahwa metabolit reaktif yaitu MAH kemungkinan menjadi agen
toksik pada jaringan melalui produksi radikal bebas (Saukkonen dkk., 2006).

Pada pasien tuberkulosis, isoniazid digunakan dalam jangka waktu yang lama
kurang lebih selama enam bulan. Penggunaan secara kronis akan meningkatkan
efek toksisitas yang terjadi pada hepar. Upaya yang bisa dilakukan untuk
mencegah kerusakan hepar adalah penggunaan obat hepatoprotektor. Salah
satu obat herbal yang telah terbukti memiliki efek hepatoprotektif adalah
mahkota dewa (Phaleria macrocarpa) (Kurnijasanti dan I’shomi, 2004). Efek
hepatoprotektif pada buah mahkota dewa kemungkinan berasal dari kandungan
senyawa kimia di dalam buah tersebut yaitu alkaloid, flavonoid, saponin, dan
polifenol. Senyawa kimia tersebut mempunyai efek antioksidan yang
menghambat pembentukan radikal bebas (Harmanto, 2001).

12

Ekstrak Buah
Mahkota Dewa
mengandung :
1.
2.
3.
4.
5.

INH

N-asetiltransferase

Alkaloid
Flavonoid
Saponin
Polifenol
Tanin

Asetil-isoniazid

sitokrom
P450
Mono-asetil-hidrazin
(MAH)
Efek Antioksidan
Radikal Bebas

Kerusakan Hepar :
1.
2.
3.
4.
5.
Keterangan :
: memacu
: menghambat

Gambar 1. Kerangka teori

Peradangan
Degenerasi
Nekrosis
Fibrosis
Sirosis.

13

2. Kerangka Konsep

Ekstrak
MahkotaDewa

Kelompok 1
Kontrol Normal

Kelompok 2
Isoniazid 30mg/150 gr

Mahkota Dewa

Gambaran
histopatologi
hepar

Gambaran
histopatologi
hepar

Kelompok 3

Gambaran
histopatologi
hepar

Kelompok 4

Gambaran
histopatologi
hepar

Kelompok 5

Gambaran
histopatologi
hepar

10mg/kgBB +
Isoniazid
30mg/150gr

Mahkota Dewa
20mg/kgBB +
Isoniazid
30mg/150gr

Mahkota Dewa
40mg/kgBB +
Isoniazid
30mg/150gr

Gambar 2. Kerangka konsep

Di
analisis

14

F. Hipotesis

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan sebelumnya, hipotesis
dalam penelitian ini adalah ada pengaruh pemberian ekstrak buah mahkota
dewa (Phaleria macrocarpa) terhadap gambaran histopatologi hepar tikus
putih yang diinduksi isoniazid.

15

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Hepar

1. Anatomi

Hepar merupakan organ kelenjar terbesar dalam tubuh manusia dengan berat
sekitar 1,5 kg atau 2% berat badan orang dewasa normal. Hepar merupakan
organ lunak yang lentur dan tercetak oleh struktur sekitarnya. Hepar terletak
pada bagian kanan atas cavum abdomen, menempati hampir seluruh
hipokondrium

kanan,

sebagian

besar

epigastrium,

dan

mencapai

hipokondrium kiri sampai sejauh linea mamaria. Bagian bawah hepar
berbentuk cekung dan merupakan atap dari ginjal kanan, lambung, pankreas,
dan usus (Christa, 2003).

Hepar mempunyai 2 lobus utama, yaitu lobus kanan dan kiri. Lobus kanan
dibagi menjadi segmen anterior dan posterior oleh fisura segmentalis dextra
yang tidak terlihat dari luar. Lobus kiri dibagi menjadi segmen medial dan
lateral oleh ligamen falsiformis yang terlihat dari luar. Lobus dextra, terletak
di regio hipokondrium kanan, lebih besar dibandingkan lobus sinistra. Lobus
sinistra terletak di regio epigastrik dan hipokondrium kiri (Snell, 2006).

16

Faktor yang mempengaruhi fiksasi hepar ditempatnya ialah perlekatan hepar
pada diafragma oleh ligamen coronarium dan ligamen triangular serta
jaringan ikat pada area nuda hepar bersama dengan perlekatan dengan vena
cava inferior oleh jaringan ikat dan vena hepatika dapat menahan bagian
posterior hepar. Ligamen falciforme berperan untuk membatasi gerakan hepar
ke lateral (Drake dkk., 2010).

Di bawah peritoneum terdapat jaringan ikat padat yang disebut sebagai
kapsula Gibson, yang meliputi permukaan seluruh organ, bagian paling tebal
dari kapsula ini terdapat porta hepatis membentuk rangka untuk cabang vena
porta, arteri hepatika, dan saluran empedu. Porta hepatis adalah fisura pada
hepar tempat masuknya vena porta dan arteri hepatika serta tempat keluarnya
duktus hepatika (Price dan Wilson, 2007).

Vena porta dan arteria hepatika propria masuk ke dalam hilus, daerah hillus
ini juga merupakan tempat keluar duktus hepatikus kanan dan kiri. Hepar
mendapatkan banyak sekali darah dari vena porta (+ 75%) dan melalui arteria
hepatika propria (+ 25%). Cabang kanan dari vena porta masuk ke lobus
dextra, sedangkan cabang kiri membentuk cabang ke lobus kaudatus,
kemudian memasuki lobus kiri hepar. Vena porta mendapat aliran darah balik
dari vena lienalis, vena mesenterika superior, vena gastrika, vena pilorika,
vena cystika dan venae parumbilikales. Vena mesenterika superior mendapat
aliran darah balik dari ileum terminale, caecum, colon ascenden dan colon
transversum (Drake dkk., 2010).

17

Gambar 3. Anatomi hepar pandangan anterior (Hansen dan Lambert, 2005)

Gambar 4. Anatomi hepar pandangan posterior (Hansen dan Lambert, 2005)

18

2. Fisiologi

Hepar merupakan pusat metabolisme tubuh yang mempunyai banyak
fungsi dan penting untuk mempertahankan tubuh. Kapasitas cadangannya
sangat besar, hanya dengan 10-20% jaringan hepar yang masih berfungsi
ternyata sudah cukup untuk mempertahankan hidup pemiliknya.
Kemampuan mengganti jaringan mati dengan yang baru (regenerasi) pada
hepar pun cukup besar. Itulah sebabnya pengangkatan sebagian hepar yang
rusak akibat penyakit akan cepat digantikan dengan jaringan yang baru
(Dalimartha, 2006).

Hepar terlibat dalam sintesis, penyimpanan dan metabolisme banyak
senyawa endogen dan klirens senyawa eksogen, termasuk obat dan toksin
yang lain dari tubuh (Aslam dkk., 2003). Fungsi hepar sangatlah vital bagi
kesehatan seseorang. Secara umum, menurut Kuntz (2006) hepar memiliki
fungsi utama yaitu:
1. Metabolisme bilirubin: hepar adalah tempat konjugasi bilirubin indirek
hasil degradasi hemoglobin oleh sistem retikuloendotelial menjadi
bilirubin direk untuk kemudian dimetabolisme lebih lanjut dan
diekskresi lewat usus atau ginjal.
2. Metabolisme porfirin: hepar mensintesis 15% dari heme (sisanya
disintesis di sumsum tulang), yang nantinya akan dipakai untuk
pembentukan hemoglobin

19

3. Metabolisme asam empedu: hepar membentuk asam empedu primer
sebagai hasil metabolisme kolesterol, yang selanjutnya akan diubah
menjadi asam empedu sekunder oleh bakteri usus. Di hepar asam-asam
empedu ini dikonjugasi menjadi garam-garam empedu, yang berguna
sebagai emulsifier dalam proses absorbsi lemak di mukosa usus.
4. Metabolisme asam amino dan protein: hepar sangat penting peranannya
dalam deaminasi asam amino, pembentukan urea untuk membuang
amonia dari cairan tubuh, pembentukan protein plasma, konversi
maupun sintesis berbagai asam amino.
5. Metabolisme karbohidrat: hepar merupakan tempat penyimpanan
glikogen, konversi galaktosa dan fruktosa menjadi glukosa, serta tempat
proses glukoneogenesis.
6. Metabolisme lemak and lipoprotein: hepar mengoksidasi asam lemak
untuk memberikan energi bagi berbagai fungsi tubuh, tempat sintesis
kolesterol, fosfolipid dan sebagian besar lipoprotein, serta sintesis
lemak dari protein dan karbohidrat
7. Metabolisme hormon: berbagai hormon yang disekresi oleh kelenjar
endokrin diubah atau diekskresikan oleh hepar (antara lain hormon
tiroksin, semua hormon steroid seperti estrogen, kortisol, aldosteron)
8. Penyimpanan vitamin: hepar merupakan tempat penyimpanan beberapa
macam vitamin, seperti vitamin A, B12 dan D
9. Penyimpanan zat besi dan mineral: saat zat besi berada dalam jumlah
berlebih dalam darah, hepar dapat menyimpannya dalam hepatosit
dengan mengikat besi tersebut dengan protein yang disebut apoferitin

20

membentuk feritin. Feritin akan melepas zat besi ke dalam sirkulasi
apabila konsentrasi zat besi dalam darah menurun. Hepar memegang
peran penting juga dalam ketersediaan berbagai mineral lain dalam
jumlah cukup di tubuh (tembaga, kromium, mangan, selenium, kobal,
dan lain-lain).
10. Fungsi biotransformasi dan detoksifikasi: hepar mendegradasi atau
mendetoksifikasi beberapa jenis bahan kimia maupun obat-obatan,
untuk selanjutnya mengekskresikan metabolitnya ke dalam empedu.
11. Degradasi alkohol
12. Keseimbangan asam-basa (Ghany, 2005)

3. Histologi

Jaringan ikat portal/interlobular yang merupakan lanjutan dari kapsula,
mengelilingi unit struktural utama hepar yang tersusun sebagai lobulus
hepar. Lobulus hepar membentuk bagian terbesar dari substansi hepar.
Lobulus hepar dipisahkan oleh jaringan pengikat dan pembuluh-pembuluh
darah.

Pembuluh

darah

terdapat

pada

pertemuan

sudut-sudut

poligonal/heksagonal yang berbentuk segitiga yang disebut sebagai area
portal atau trigonum Kiernan. Pada area ini terdapat saluran-saluran,
disebut daerah portal, yang terdiri dari cabang arteria hepatika, cabang
vena porta, dan duktus biliaris, serta ditambah pembuluh limfe, yang
berada diantara jaringan ikat interlobularis (Fawcett, 2002).

21

Pada potongan melintang, lobulus hepar terdiri dari lempengan/deretan
sel-sel parenkim hepar yang tersusun radier yang saling berhubungan dan
bercabang membentuk anyaman tiga dimensi dengan pusat pembuluh kecil
ditengahnya yaitu vena sentralis, dan dipisahkan oleh celah yang disebut
sinusoid hepar. Daerah portal tersusun sedemikian rupa sehingga seakanakan membatasi lobulus hepar. Daerah ini juga disebut sebagai lobulus
klasik hepar. Lobulus klasik yang berbentuk prisma heksagonal
merupakan unit struktural anatomis terkecil dari hepar (Fiore, 2003).

Unit fungsional utama dari hepar dinamakan sebagai lobulus portal.
Lobulus portal dibatasi oleh 3 vena sentralis berbeda yang dikelompokkan
sekitar sumbu duktus biliaris interlobuler. Lobulus portal terdiri atas
bagian-bagian dari 3 lobulus klasik yang berdekatan yang melepaskan
sekret kedalam duktus biliaris interlobularis (sebagai pusatnya). Kerusakan
hepar biasanya berhubungan dengan perdarahannya dan suatu susunan unit
yang lebih kecil yaitu asinus hepar, merupakan konsep terbaru dari unit
fungsional hepar terkecil. Unit ini terdiri atas sejumlah parenkim hepar
yang terletak di antara 2 vena sentralis dan mempunyai cabang terminal
arteria hepatika, vena porta dan sistem duktuli biliaris sebagai sumbunya.
Jadi suatu asinus hepar memperoleh darah dari cabang akhir arteria
hepatika dan vena porta, serta mengeluarkan hasil sekresi eksokrin
kedalam duktuli biliaris. Hepatosit tersusun dalam rangkaian lempenglempeng yang secara radial bermula dari tepi lobulus klasik menuju ke
vena sentralis sebagai pusatnya (Daglia, 2000).

22

Suplai darah di hepar berasal dari vena porta dan arteria hepatika propria
dengan aliran darah sebagai berikut :
1. Vena porta bercabang-cabang sampai ke venula kecil yang ada di area
portal kemudian bercabang menjadi venula penyalur yang berjalan di
sekitar tepi lobulus, ujung kecilnya menembus dinding hepatosit
menuju sinusoid. Sinusoid berjalan radier dan berkumpul di tengah
lobulus membentuk vena sentralis/vena sentrolobularis, di basis lobulus
bersatu dalam vena sublobularis, bersatu membentuk vena hepatika
kemudian menuju vena cava inferior. Vena porta membawa darah dari
limpa dan usus yang membawa bahan-bahan yang telah diserap oleh
usus (aliran darah fungsional), kecuali lemak (kilomikron) yang dibawa
lewat pembuluh limfe (Nurdjaman dkk., 2001).
2. Arteria hepatika bercabang-cabang membentuk arteria interlobularis,
sebagian mendarahi struktur portal dan lainnya berakhir langsung di
sinusoid (aliran darah nutritif) (Nurdjaman dkk., 2001).

Gambar 5. Histologi hepar (Fiore, 2003)

23

4. Patologi hepar

Penyebab cedera hepar akut antara lain virus, alkohol, obat-obatan, dan
obstruksi saluran empedu (Underwood, 1999). Kerusakan hepar akibat
bahan kimia (obat) ditandai dengan lesi awal yaitu lesi biokimiawi, yang
memberikan rangkaian perubahan fungsi dan struktur (Robbin dan Kumar,
2007).

Kerusakan hepar karena zat toksik dipengaruhi oleh beberapa faktor,
seperti jenis zat kimia yang terlibat, dosis yang diberikan, dan lamanya
paparan zat tersebut (Darmansjah dkk., 2007). Kerusakan hepar dapat
terjadi segera atau setelah beberapa minggu sampai beberapa bulan.
Kerusakan dapat berbentuk nekrosis hepatosit, kolestasis, atau timbulnya
disfungsi hepar secara perlahan-lahan (Crawford, 2005). Obat-obatan yang
menyebabkan kerusakan hepar pada umumnya diklasifikasikan sebagai
hepatotoksik yang dapat diduga dan yang tak dapat diduga, tergantung dari
mekanisme dengan cara mana mereka menyebabkan kerusakan hepar
(Crawford, 2005).

Kerusakan hepar oleh obat yang dapat diduga, menyebabkan reaksi hepar
yang berulang-ulang. Kriterianya adalah

setiap individu mengalami

kerusakan hepar bila diberikan dalam dosis tertentu, beratnya kerusakan
hepar bergantung dosis, kerusakan biasanya dapat diadakan pada hewan
percobaan, lesi hepatik yang terjadi biasanya jelas, mempunyai interval

24

waktu yang singkat antara pencernaan obat dan reaksi melawan. Banyak
reaksi obat yang toksik terjadi karena konversi oleh hepar terhadap obat
menjadi metabolit berupa kimia reaktif yang konvalen yang mengikat
protein nukleofilik pada hepatosit hingga terjadi nekrosis (Crawford,
2005). Selain itu, pada reaksi oksidasi sitokrom P450 juga dihasilkan
metabolit dengan rantai bebas yang dapat terikat kovalen ke protein dan ke
asam lemak tak jenuh membran sel, sehingga menyebabkan peroksidasi
lipid dan kerusakan membran dan akhirnya terjadi kematian hepatosit
(Crawford, 2005).

Kerusakan hepar oleh obat yang

tidak dapat diduga disebut juga

idiosinkrasi. Meskipun jarang, kadang-kadang hal ini timbul karena reaksi
hipersensitivitas

yang

disertai

demam,

bercak

kulit,

eosinofilia.

Kemungkinan agen atau metabolitnya berlaku sebagai hapten untuk
membentuk antigen yang sensitif. Beberapa tandanya adalah insidens yang
sangat rendah (lebih kecil dari 1%) pada individu yang menggunakan obat,
kerusakan tidak tergantung dari dosis, berminggu-minggu sampai
berbulan-bulan berlalu antara pencernaan obat dan reaksi melawan. Lesi
ini tidak dapat dibuat pada binatang percobaan sehingga lesi ini sering
tidak dapat diketahui pada penelitian toksikologi dan percobaan klinik
awal (Crawford, 2005).

Perubahan struktur hepar akibat obat yang dapat tampak pada pemeriksaan
mikroskopis antara lain:

25

1. Radang
Radang bukan suatu penyakit namun reaksi pertahanan tubuh melawan
berbagai jejas. Dengan mikroskop tampak kumpulan sel – sel fagosit
berupa monosit dan polimorfonuklear (Sarjadi, 2003).

2. Fibrosis
Fibrosis terjadi apabila kerusakan sel tanpa disertai regenerasi sel yang
cukup. Kerusakan hepar secara makroskopis kemungkinan dapat berupa
atrofi atau hipertrofi, tergantung kerusakan mikroskopis (Sarjadi, 2003).

Penyebab fibrosis hepar, antara lain:
a) Infeksi virus dan parasit
b) Alkoholisme
c) Penyakit metabolisme
d) Autoimun dan drug induce atau toksisitas (Muchayat, 2004).

3. Degenerasi
Degenerasi dapat terjadi pada inti maupun sitoplasma. Degenerasi pada
sitoplasma misalnya:
a. Perlemakan, ditandai dengan adanya penimbunan lemak dalam
parenkim hepar, dapat berupa bercak, zonal atau merata. Pada
pengecatan inti terlihat terdesak ke tepi rongga sel terlihat kosong
diakibatkan butir lemak yang larut pada saat pemrosesan (Sarjadi,
2003).

26

b. Degenerasi hidropik, terjadi karena adanya gangguan membran sel
sehingga cairan masuk ke dalam sitoplasma, menimbulkan
vakuola-vakuola kecil sampai besar. Terjadi akumulasi cairan
karena sel yang sakit tidak dapat menyingkirkan cairan yang masuk
(Sarjadi, 2003).
c. Degenerasi hialin, termasuk degenerasi yang berat. Terjadi
akumulasi material protein diantara jaringan ikat (Sarjadi, 2003).
d. Degenerasi amiloid, yaitu penimbunan amiloid pada celah disse,
sering terjadi akibat amiloidosis primer ataupun sekunder (Sarjadi,
2003).

Degenerasi pada inti:
a. Vakuolisasi, inti tampak membesar dan bergelembung, serta
kromatinnya jarang, dan tidak eosinofilik (Sarjadi, 2003).
b. Inclusion bodies, terkadang terdapat pada inti sel hepar (Sarjadi,
2003).

4. Nekrosis
Nekrosis adalah kematian sel atau jaringan pada organime hidup. Inti
sel yang mati dapat terlihat lebih kecil, kromatin dan serabut retikuler
menjadi berlipat-lipat. Inti menjadi lebih padat (piknotik) yang dapat
hancur bersegmen-segmen (karioreksis) dan kemudian sel menjadi
eosinofilik (kariolisis). Sel hepar yang mengalami nekrosis dapat

27

meliputi daerah yang luas atau daerah yang kecil. Berdasarkan lokasi
dan luas nekrosis dapat dibedakan menjadi berikut:
a. Nekrosis fokal, adalah kematian sebuah sel atau kelompok kecil sel
dalam satu lobus (Kasno, 2003).
b. Nekrosis zonal, adalah kerusakan sel hepar pada satu lobus.
Nekrosis zonal dapat dibedakan menjadi nekrosis sentral, midzonal
dan perifer (Kasno, 2003).
c. Nekrosis masif yaitu nekrosis yang terjadi pada daerah yang luas
(Kasno, 2003).

5. Hepatotoksin

Hepatotoksin adalah senyawa yang dapat menyebabkan gangguan pada
jaringan hepar. Kerusakan hepar akibat obat termasuk relatif jarang,
namun jika terjadi akan mengakibatkan morbiditas dan mortalitas yang
bermakna. Banyak obat yang diduga mengakibatkan masalah pada hepar,
dan spektrum hepatotoksisitas akibat obat sangatlah luas. Rentang
spektrum ini dapat dimulai dari perubahan reversibel yang asimtomatis
pada tes fungsi hepar sampai dengan nekrosis hepar akut (Robbins dan
Kumar, 2007).

Hepatotoksisitas, dibagi menjadi 2:
a. Hepatotoksisitas intrinsik (tipe A, dapat diprediksi)
Hepatotoksin intrinsik merupakan hepatotoksin yang dapat diprediksi,
tergantung dosis dan melibatkan mayoritas individu yang menggunakan

28

obat dalam jumlah tertentu. Rentang waktu antara mulainya dan
timbulnya kerusakan hepar sangat bervariasi (dari beberapa jam sampai
beberapa minggu) (Aslam dkk., 2003).
b. Hepatotoksisitas idiosinkratik (tipe B, tidak dapat diprediksi)
Hepatotoksin idiosinkratik merupakan hepatotoksin yang tidak dapat
diprediksi. Hepatotoksin ini terkait dengan hipersensitivitas atau
kelainan metabolisme. Respon dari hepatotoksin ini tidak dapat
diprediksi dan tidak tergantung pada dosis pemberian. Masa inkubasi
toksin ini bervariasi, tetapi biasanya berminggu-minggu atau berbulanbulan.

Contohnya

seperti

sulfonamid,

isoniazid,

halotan

dan

klorpromazin (Aslam dkk., 2003).

B. Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa)

Mahkota dewa merupakan salah satu tanaman tradisional yang berasal dari
Papua, namun saat ini banyak terdapat di Solo dan Yogyakarta. Sejak dahulu
kerabat keraton Solo dan Yogyakarta memeliharanya sebagai tanaman yang
dianggap sebagai pusaka dewa karena kemampuannya menyembuhkan
berbagai penyakit. Saat ini, pengobatan dengan memanfaatkan mahkota dewa
semakin dirasakan khasiatnya oleh masyarakat umum dengan petunjuk
beberapa ahli pengobatan herbal (Winarto, 2003).

29

1. Identifikasi

Mahkota dewa termasuk pohon perdu anggota famili Thymelaeceae. Tajuk
pohonnya bercabang-cabang. Ketinggiannya 1,5-2,5 meter. Pohon ini
terdiri dari akar, batang, daun, bunga dan buah. Mahkota dewa bisa
ditemukan ditanam di pekarangan sebagai tanaman hias atau di kebunkebun sebagai tanaman peneduh. Asal tanaman mahkota dewa masih
belum diketahui. Menilik nama botaninya Phaleria papuana, mahkota
dewa tumbuh subur di tanah yang gembur dan subur pada ketinggian 101200 mdpl (Lisdawati, 2003).

2. Morfologi

a. Batang
Batangnya terdiri dari kulit kayu. Kulit batangnya berwarna cokelat
kehijauan, sementara kayunya berwarna putih. Batangnya bulat,
permukaannya kasar, dan bergetah, percabangan simpodial. Diameter
batang tanaman dewasa mencapai 15 cm. Percabangan batang cukup
banyak. Batang ini secara empiris terbukti bisa mengobati penyakit
kanker tulang (Harmanto, 2003)
b. Bunga
Bunga keluar sepanjang tahun. Letaknya tersebar di batang atau ketiak
daun, bentuk tabung, berukuran kecil, berwarna putih dan harum
(Lisdawati, 2003).

30

c. Buah
Buah mahkota dewa merupakan ciri khas dari tanaman mahkota dewa.
Buah bentuknya bulat, diameter 3-5 cm, permukaan licin, dan beralur.
Ketika muda warnanya hijau dan merah setelah masak. Ukurannya
bervariasi, dari sebesar bola pingpong sampai sebesar buah apel
merah. Penampilannya tampak menawan dan merah menyala. Daging
buah berwarna putih, berserat dan berair. Biji bulat, keras, dan
berwarna cokelat (Lisdawati, 2003).
d. Akar
Berakar tunggang dan berwarna kuning kecokelatan. Perbanyakan
dengan cangkok dan bijinya. Panjang akarnya bisa mencapai 100 cm
(Harmanto, 2003).
e. Daun
Daun mahkota dewa merupakan daun tunggal. Bentuknya sekilas
lonjong langsing, memanjang dan berujung lancip. Letak daun
berhadapan, bertangkai pendek, bentuknya lanset atau jorong, ujung
dan pangkal runcing, tepi rata, pertulangan menyirip, permukaan licin,
warnya hijau tua, panjang 7-10 cm dan lebar 2-5 cm. Sekilas sosoknya
mirip daun jambu air, tetapi lebih langsing. Teksturnya lebih liat
daripada daun jambu air. Daun tua bewarna lebih gelap daripada daun
muda. Permukaannya licin dan tidak berbulu. Bagian atas bewarna
lebih tua daripada permukaan bagian bawah. Pertumbuhannya lebat
dan panjangnya bisa mencapai 7-10 cm dan lebarnya 3-5 cm. Daun
mahkota dewa termasuk bagian pohon yang paling sering dipakai

31

untuk pengobatan. penyakit antara lain lemah syahwat, disentri, alergi
dan tumor (Harmanto, 2003).

3. Kandungan Mahkota Dewa

Penggunaan buah mahkota dewa dalam pengobatan alternatif telah
terbukti berhasil mengobati berbagai macam penyakit berbahaya seperti
kanker, diabetes, asam urat, gangguan ginjal, hepar, penyakit kulit,
kolesterol dan sebagai obat untuk ketergantungan narkoba. Bahkan ekstrak
mahkota dewa juga dapat digunakan untuk mengatasi penyakit pada
hewan piaran. Seorang ahli farmakologi dari Fakultas Kedokteran UGM
Regina Sumastuti (2000) berhasil membuktikan bahwa mahkota dewa
mengandung zat antihistamin. Dengan begitu dari sudut pandang ilmiah,
mahkota dewa bisa menyembuhkan penyakit alergi yang disebabkan oleh
histamin seperti biduran, gatal-gatal, salesma dan sesak napas. Penelitian
Regina Sumastuti juga membuktikan mahkota dewa mampu berperan
seperti oksitosin atau sitosinon yang dapat memacu kerja otot rahim
sehingga persalinan bisa berlangsung lancar. Begitu juga hasil pengujian
yang dilakukan Vivi Lisdawati yang membuktikan buah mahkota dewa
memiliki efek antioksidan dan antikanker (Harmanto, 2003).

Hasil penelitian Lisdawati (2002) menunjukkan bahwa daging buah dan
cangkang biji mengandung beberapa senyawa antara lain alkaloid,
flavonoid, senyawa polifenol, dan tanin. Golongan senyawa dalam

32

tanaman yang berkaitan dengan aktivitas antikanker dan antioksidan antara
lain adalah golongan alkaloid, terpenoid, polifenol, flavonoid dan juga
senyawa resin.

Dari penelitian ilmiah yang sangat terbatas diketahui bahwa tanaman
mahkota dewa memiliki kandungan kimia yang kaya itu pun belum
semuanya terungkap. Dalam daun dan kulit buahnya terkandung alkaloid,
saponin dan flavonoid. Selain itu di dalam daunnya juga terkandung
polifenol (Harmanto, 2003).

Gambar 6. Buah mahkota dewa (Harmanto, 2003)

4. Flavonoid

Senyawa flavonoid adalah senyawa polifenol yang mempunyai 15 atom
karbon. Flavonoid merupakan senyawa fenol alam yang terdapat dalam
hampir semua tumbuhan dari bangsa algae hingga gimnospermae, 12
terdapat pada semua bagian tumbuhan termasuk daun, akar kayu, kulit,

33

tepung sari, nektar bunga, buah huni dan biji. Penyebaran jenis flavonoid
pada golongan tumbuhan yang terbesar terdapat pada Angiospermae
(Sudarsono dkk., 2002).

Karena mempunyai sejumlah gugus hidroksil yang tak tersulih, atau suatu
gula, flavonoid merupakan senyawa polar yang umumnya larut dalam
pelarut polar seperti etanol, metanol, butanol, aseton, dimetil-sulfoksida,
dimetilformamida, serta air. Sebaliknya untuk flavonoid yang kurang polar
seperti isoflavon, flavonon, dan flavon serta flavonol yang termetoksilasi,
cenderung lebih mudah larut dalam pelarut seperti eter dan kloroform.

Flavonoid dapat digunakan sebagai pelindung mukosa lambung,
antioksidan, dan mengobati gangguan fungsi hepar. Fungsi polifenol
sebagai penangkap dan pengikat radikal bebas dari rusaknya ion-ion
logam. Kelompok tersebut sangat mudah larut dalam air dan lemak, serta
dapat bereaksi dengan vitamin C dan E. Kelompok-kelompok senyawa
fenolik terdiri dari asam-asam fenolat dan flavonoid (Sudarsono dkk.,
2002).

Flavonoid adalah komponen fenolik yang terdapat dalam tumbuhan yang
bertindak sebagai penampung yang baik terhadap radikal hidroksil dan
superoksid, dengan melindungi lipid membran terhadap reaksi oksidasi
yang merusak (Robinson, 2005).

Flavonoid, polifenol, dan tanin

merupakan senyawa yang berfungsi sebagai antioksidan karena ketiga

34

senyawa tersebut adalah senyawa-senyawa fenol, yaitu senyawa dengan
gugus-OH yang terikat pada karbon cincin aromatik. Senyawa tersebut
berfungsi sebagai antioksidan yang efektif dan produk radikal bebas
senyawa-senyawa ini menstabilkan secara resonansi sehingga tidak reaktif
dibandingkan dengan kebanyakan radikal bebas lain (Fesenden, 2002).

Gambar 7. Struktur flavonoid (Fesenden, 2002)

Flavonoid memiliki proses metabolismenya tersendiri dalam tubuh.
Saluran gastrointestinal amat berperan penting dalam metabolisme dan
konjugasi polifenol ini sebelum akhirnya memasuki hepar. Ketika masuk
ke lambung, struktur dari oligomer flavonoid akan terpecah menjadi unit
monomerik yang lebih kecil. Kemudian sesampainya pada usus halus, unit
monomerik ini akan diabsorbsi dalam bentuk O-methlated glucuronoides,
O-metylated dan aglycone yang selanjutnya akan memasuki vena porta.
Dalam vena porta selanjutnya flavonoid akan dimetabolisme lagi dan

35

diubah menjadi bentuk O-methylated, sulphates, dan glucuronides. Omethylated akan masuk ke dalam sel dan berfungsi melawan kematian
apoptosis sel yang diinduksi oleh hidrogen peroksida. Kemampuan Omethylated dalam memproteksi sel berhubungan dengan kemampuannya
mendonorkan atom hidrogen. Fakta inilah yang menghubungkan fungsi
flavonoid dalam memproteksi kematian sel akibat induksi oksidan melalui
mekanisme independen antioksidan (Spencer, 2003). Berikut gambaran
metabolisme flavonoid dalam tubuh:

Gambar 8. Bagan metabolisme dan konjugasi flavonoid dalam tubuh
(Spencer, 2003)

36

C. Isoniazid (INH)

Isoniazid termasuk obat lini pertama pengobatan TB. Isoniazid saat ini
direkomendasikan untuk mencegah TB pada kelompok pasien human
immunodeficiency virus (HIV) dan anak-anak yang tinggal bersama penderita
TB paru. Bukti-bukti genetik menunjukkan bahwa mutasi gen-gen katG, inhA,
ahpC, oxyR dan kasA merupakan penyebab kekebalan terhadap isoniazid,
dengan persentase mutasi pada gen katG sebesar 60-70%, dan selebihnya pada
gen lain (Purnami dkk., 2009).

1. Mekanisme Kerja

Kerja obat ini adalah dengan menghambat enzim esensial yang penting
untuk sintesis asam mikolat dan dinding sel Mycobacterium tuberculosis.
INH dapat menghambat hampir semua basil tuberkel, dan bersifat
bakterisidal terutama untuk basil tuberkel yang tumbuh aktif. Obat ini
kurang efektif untuk infeksi mikobakteri

Dokumen yang terkait

Daya Antibakteri Ekstrak Buah Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa [Scheff.] Boerl) terhadap Pertumbuhan Streptococcus mutans (in vitro)

8 92 64

Daya atibakteri ekstrak etanol buah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa [Scheff.] Boerl.) terhadap Fusobacterium nucleatum sebagai bahan medikamen saluran akar secara in vitro.

3 69 76

Daya Antibakteri Ekstrak Buah Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa.Scheff (Boerl)) Terhadap Enterococcus faecalis Sebagai Bahan Medikamen Saluran Akar Secara In Vitro.

2 65 72

Pengaruh pemberian ekstrak etanol buah muda mahkota dewa (Phaleria macrocarpa) terhadap gambaran histopatologi nekrosis sel hepar tikus putih jantan (Rattus norvegicus strain wistar) yang diinduksi parasetamol

2 7 26

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK BUAH MUDA MAHKOTA DEWA (Phaleria macrocarpa) TERHADAP KADAR BILIRUBIN TOTAL TIKUS PUTIH JANTAN YANG DIINDUKSI PARASETAMOL

1 12 19

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK BUAH MAHKOTA DEWA (Phaleria macrocarpa) TERHADAP GAMBARAN MAKROSKOPIS HEPAR TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) GALUR Sprague dawley YANG DIINDUKSI RIFAMPISIN

1 11 58

PERBANDINGAN PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK BUAH MAHKOTA DEWA (Phaleria macrocarpa) DENGAN EKSTRAK DAUN CEPLUKAN (Physalis angulata L) TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI HEPAR PADA TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) JANTAN GALUR Sprague dawley YANG DIINDUKSI RIFAMP

0 11 87

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK BUAH MAHKOTA DEWA (Phaleria macrocarpa) TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI GINJAL TIKUS PUTIH JANTAN (Rattus norvegicus) GALUR SPRAGUE DAWLEY YANG DIINDUKSI RIFAMPISIN

6 25 78

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK BUAH MAHKOTA DEWA (Phaleria macrocarpa) TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGIS HEPAR TIKUS PUTIH (Rattus Norvegicus) GALUR Sprague dawley YANG DIINDUKSI 7,12-DYMETHYLBENZ(α)ANTHRACENE (DMBA)

4 28 56

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL BUAH MAHKOTA DEWA (Phaleria macrocarpa) TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI PAYUDARA TIKUS PUTIH BETINA (Rattus norvegicus) GALUR Sprague dawley YANG DIINDUKSI 7,12-

4 21 67