PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL BUAH MAHKOTA DEWA (Phaleria macrocarpa) TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI PAYUDARA TIKUS PUTIH BETINA (Rattus norvegicus) GALUR Sprague dawley YANG DIINDUKSI 7,12-

(1)

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL BUAH MAHKOTA DEWA (Phaleria macrocarpa) TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI PAYUDARA TIKUS PUTIH BETINA (Rattus

norvegicus) GALUR Sprague dawley YANG DIINDUKSI 7,12-DIMETILBENZ(α)ANTRASENA (DMBA)

Oleh

MONICA SHENDY

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA KEDOKTERAN

Pada

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2014


(2)

ABSTRACT

EFFECT OF ETHANOL EXTRACT OF MAHKOTA DEWA FRUIT (Phaleria macrocarpa) IN HISTOPATHOLOGY OF BREAST TISSUE OF

FEMALE WHITE RATS (Rattus norvegicus) Sprague dawley STRAIN INDUCED 7,12-DIMETHYLBENZ(α)ANTRACENE (DMBA)

By

MONICA SHENDY

Chemical carcinogen 7,12-dimethylbenz(α)anthracene (DMBA) is a member of polycyclic aromatic hydrocarbons (PAH) that possess cytotoxic, carcinogenic, mutagenic, and immunosuppressive. DMBA acts as a potent carcinogen materials by producing a wide variety of reactive metabolites that lead to oxidative stress. This research had done to determine the effect of fruit extracts mahkota dewa to histopathology of breast tissue induced by DMBA. This research is experimental study with post-test-only control group design of the 25 rats divided into five groups. DMBA 30 mg/kgBW single dose administered intraperitoneally to groups 2, 3, 4, and 5 then waited for 2 months, then groups 3, 4, and 5 mahkota dewa extract peroral dose of 24 mg, 48 mg, and 96 mg for 14 days. Breast tissue samples were taken for histopathological examination, the results showed an increase of the number of acini around intralobular ducts. Group 3, 4, and 5


(3)

showed the different average number of acini, however it can not be determined which dose of the mahkota dewa extract gives the best result.


(4)

ABSTRAK

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL BUAH MAHKOTA DEWA (Phaleria macrocarpa) TERHADAP GAMBARAN

HISTOPATOLOGI PAYUDARA TIKUS PUTIH BETINA (Rattus norvegicus) GALUR Sprague dawley YANG DIINDUKSI

7,12-DIMETILBENZ(α)ANTRASENA (DMBA)

Oleh

MONICA SHENDY

Karsingen kimia 7,12-dimetilbenz(α)antrasena (DMBA) adalah anggota polycyclic aromatic hydrocarbon (PAH) yang memiliki sifat sitotoksik, karsinogenik, mutagenik, dan imunosupresif. DMBA berperan sebagai bahan karsinogen kuat dengan cara menghasilkan berbagai macam metabolit reaktif yang mengarah pada stres oksidatif. Penelitian untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak buah mahkota dewa terhadap histopatologi payudara tikus yang diinduksi DMBA. Penelitian ini adalah penelitian eksperimental murni dengan pola post test-only control group design terhadap lima kelompok tikus. DMBA 30 mg/kgBB dosis tunggal intraperitoneal diberikan kepada kelompok 2, 3, 4, dan 5 dan ditunggu 2 bulan, kemudian kelompok 3, 4, dan 5 diberi ekstrak mahkota dewa dengan per oral dosis 24 mg, 48 mg, dan 96 mg selama 14 hari. Sampel jaringan payudara diambil untuk pemeriksaan histopatologi, hasilnya menunjukan


(5)

DMBA menyebabkan peningkatan jumlah asini di sekitar duktus intralobular. Kelompok 3, 4, dan 5 menunjukkan adanya perubahan rata-rata jumlah asinus, namun tidak dapat ditentukan berapa dosis ekstrak mahkota dewa yang memberikan gambaran terbaik.


(6)

(7)

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

I. PENDAHULUAN ... 1

1. Latar Belakang ... 1

2. Perumusan Masalah ... 3

3. Tujuan Penelitian ... 4

4. Manfaat Penelitian ... 4

5. Hipotesis ... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 7

1. Tinjauan Pustaka ... 7

1.1 Payudara (Mammae) ... 7

1.1.1 Anatomi ... 7

1.1.2 Histologi ... 8

1.1.3 Fisiologi ... 10

1.1.4 Kanker Payudara ... 11

1.2 Mahkota Dewa ... 14

1.2.1 Morfologi ... 16

1.2.2 Kandungan Mahkota Dewa ... 16

1.4 DMBA ... 22

2. Kerangka Teori... 26


(9)

III. METODE PENELITIAN ... 31

1. Desain Penelitian ... 31

2. Tempat dan Waktu ... 31

3. Populasi dan Sampel ... 32

4. Kriteria inklusi dan eksklusi ... 33

5. Alat dan bahan ... 34

5.1 Bahan penelitian ... 34

5.2 Alat penelitian ... 34

6. Prosedur Penelitian ... 35

6.1 Pemberian ekstrak etanol 70% mahkota dewa ... 35

6.2 Perhitungan dosis ekstrak etanol 70% mahkota dewa ... 35

6.3 Pemberian DMBA ... 37

6.4 Prosedur penelitian...37

7. Identifikasi Variabel dan Definisi Operasional ... 44

7.1 Identifikasi variabel ... 44

7.2 Definisi operasional variabel... 44

8. Analisis Data ... 45

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 46

1. Hasil Penelitian ... 46

2. Pembahasan ... 51

V. SIMPULAN DAN SARAN ... 60

1. Simpulan ... 60

2. Saran ... 60

DAFTAR PUSTAKA ... 62


(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Perubahan epitel payudara normal hingga menjadi kanker ... 12

2. Kerangka teori ... 29

3. Kerangka konsep ... 30

4. Diagram Alur Penelitian ... 43

5. Histopatologi jaringan payudara tikus ... 47


(11)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman 1. Klasifikasi mahkota dewa (Phaleria macrocarpa)...15

2. Definisi operasional variabel... 44

3. Analisis Shapiro-Wilk gambaran mikroskopis histopatologi payudara... 48


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Tabel jumlah asinus pada tiap kelompok tikus

2. Tabel dan gambar uji statistik

3. Surat keterangan lolos kaji etik

4. Foto gambaran histopatologi payudara tikus


(13)

1 I. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Kanker termasuk salah satu penyebab utama kematian di seluruh dunia, dan fakta menunjukkan bahwa jumlah kasus kanker terus meningkat (Depkes, 2013). Di Amerika Serikat, kanker payudara merupakan kanker yang paling sering terjadi pada wanita tanpa memperhitungkan ras ataupun etnik, paling sering menyebabkan kematian pada wanita Hispanik dan merupakan penyebab tersering kedua kematian pada wanita kulit putih, hitam, Asia, dan Indian Amerika. Pada tahun 2010, 206.966 wanita dan 2.039 pria di Amerika Serikat didiagnosa dengan kanker payudara, sementara 40.996 wanita dan 439 pria meninggal dunia akibat kanker payudara (U.S. Cancer Statistics Working Group, 2013).

Di regional Asia Tenggara, kanker membunuh lebih dari 1,1 juta orang setiap tahun. World Health Organization (WHO) memperkirakan pada tahun 2030, kanker akan menjadi penyebab kematian tertinggi di Indonesia. Berdasarkan Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) pada tahun 2010, di Indonesia kanker menjadi penyebab kematian nomor 3 dengan


(14)

2 kejadian 7,7% dari seluruh penyebab kematian karena penyakit tidak menular, setelah stroke dan penyakit jantung (Depkes, 2013).

Penatalaksanaan kanker payudara dilakukan dengan serangkaian pengobatan meliputi pembedahan, kemoterapi, radiasi, hormonal dan terapi imunologik. Pengobatan ini ditujukan untuk memusnahkan kanker atau membatasi perkembangan penyakit serta menghilangkan gejalanya (Budiman dkk., 2013). Upaya pengobatan ini selain menghambat perkembangbiakan sel kanker juga memberikan dampak ikutan terhadap sel normal dan menimbulkan efek samping yang menyebabkan kondisi pasien menjadi tidak nyaman (Lisdawati, 2009).

Disamping pengobatan konvensional, dikenal pula pengobatan yang menggunakan tumbuhan atau bagiannya yang secara umum disebut sebagai obat herbal (Radji dkk., 2010). Pengobatan kanker dilakukan menggunakan tanaman obat yang di dalamnya terkandung senyawa flavonoid yang memiliki kemampuan dalam menangkap radikal bebas yang dapat menyebabkan kanker (Sundaryono, 2011).

Di Indonesia, tanaman mahkota dewa telah digunakan secara luas oleh masyarakat sebagai terapi obat tradisonal dan mempunyai banyak manfaat (Lisdawati, 2009). Beberapa penelitian telah dilakukan terkait kemampuan tanaman mahkota dewa sebagai tanaman obat. Namun demikian, belum terdapat penelitian yang dilakukan untuk melihat efek pemberian ekstrak


(15)

3 mahkota dewa secara in vivo terhadap payudara tikus betina yang diinduksi dengan DMBA. Maka dari itu, penulis akan melakukan penelitian untuk membuktikan apakah ekstrak etanol 70% buah mahkota dewa ini memiliki efek dalam menghambat perkembangan sel kanker payudara pada tikus putih betina galur Sprague dawley yang diinduksi dengan 7,12-dimetilbenz(α)antrasena (DMBA).

2. Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada penelitian ini adalah:

2.1Bagaimanakah gambaran histopatologi payudara tikus putih betina (Rattus novergicus) galur Sprague dawley yang diinduksi DMBA dengan dosis 30 mg/kgBB selama dua bulan?

2.2Apakah ada pengaruh perbedaan dosis pemberian ekstrak etanol 70% buah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa) terhadap gambaran histopatologi payudara tikus putih betina (Rattus norvegicus) galur Sprague dawley yang diinduksi DMBA?


(16)

4 3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah: 3.1Tujuan Umum

Mengetahui pengaruh pemberian DMBA dengan dosis 30 mg/kgBB selama dua bulan terhadap gambaran histopatologi payudara tikus putih betina (Rattus novergicus) galur Sprague dawley yang diinduksi DMBA.

3.2Tujuan khusus

Mengetahui pengaruh perbedaan dosis pemberian ekstrak mahkota dewa (Phaleria macrocarpa) terhadap gambaran histopatologi payudara tikus putih betina (Rattus novergicus) galur Sprague dawley yang diinduksi DMBA.

4. Manfaat penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah 4.1 Bagi Peneliti

Penelitian ini sebagai wujud pengaplikasian disiplin ilmu, terutama di bidang patologi anatomi, yang telah dipelajari sehingga dapat mengembangkan wawasan keilmuan peneliti.


(17)

5 4.2 Bagi Ilmu Pengetahuan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah mengenai efek ekstrak buah mahkota dewa terhadap kanker payudara.

4.3 Bagi Masyarakat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai efek ekstrak buah mahkota dewa terhadap kanker payudara. Penelitian ini juga dapat mendukung upaya pemeliharaan tanaman mahkota dewa sebagai salah satu tanaman berkhasiat obat (apotek hidup).

4.4Bagi Fakultas Kedokteran Universitas Lampung (FK Unila)

Meningkatkan iklim penelitian dibidang agromedicine sehingga dapat menunjang pencapaian visi FK Unila 2015 sebagai Fakultas Kedokteran Sepuluh Terbaik di Indonesia pada tahun 2025 dengan kekhususan agromedicine.

4.5 Bagi Peneliti Lain

Dapat dijadikan bahan acuan untuk dilakukannya penelitian yang serupa yang berkaitan dengan efek buah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa).


(18)

6 5. Hipotesis

Hipotesis penelitian ini adalah:

5.1Ada pengaruh pemberian DMBA dengan dosis 30 mg/kgBB selama dua bulan terhadap gambaran histopatologi payudara tikus putih betina (Rattus novergicus) galur Sprague dawley yang diinduksi DMBA.

5.2Ada pengaruh perbedaan dosis pemberian ekstrak etanol 70% buah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa) terhadap gambaran histopatologi payudara tikus putih betina (Rattus norvegicus) galur Sprague dawley yang diinduksi DMBA.


(19)

7 II. TINJAUAN PUSTAKA

1. Tinjauan Pustaka

1.1Payudara (Mammae) 1.1.1 Anatomi

Payudara (mammae) terdapat dalam fasia superfisialis dinding toraks ventral yang terdiri dari payudara kanan dan payudara kiri dan berisi glandula mammaria.. Pada bagian mammae terdapat sebuah papilla, yang dikeliling oleh bagian kulit lebih gelap yang disebut areola. Payudara berisi 20 saluran glandula mammaria yang masing masing memiliki saluran dalam bentuk ductus laktiferus. Ductus lactiferus ini bermuara pada papilla mammae (Moore & Agur, 2002).

Pada glandula mammaria terdapat lobus yang dibentuk oleh lobulus-lobulus yang masing-masing terdiri dari 10−110 asinus. Lobulus- lobulus ini merupakan struktur dasar glandula mammaria. Payudara wanita berbentuk mendekati lingkaran yang pada arah kraniokaudal terbentang antara costae II sampai costae VI dan pada arah melintang terbentang


(20)

8 dari tepi lateral sternum sampai linea medioclavicularis (Moore & Agur, 2002).

Sebagian kecil glandula mammaria meluas ke arah kraniolateral sepanjang tepi kaudal musculus pectoralis major ke axilla untuk membentuk ekor aksilar. Dua per-tiga bagian mammae bertumpu pada facia (pectoralis) profunda yang menutupi musculus pectoralis major, sisanya bertumpu pada facia yang menutupi musculus serratus anterior (Moore & Agur, 2002).

Antara glandula mammaria dan facia profunda terdapat jaringan ikat jarang dengan sedikit lemak, yang disebut ruang retromamer sehingga memungkinkan payudara bergerak sedikit terhadap dasarnya. Glandula mammaria melekat pada dermis kulit diatasnya melalui septa fibrosa yang disebut ligamentum suspensorium Cooper. Ligamentum ini terbentuk pada bagian kranial glandula mammaria dan membantu menunjang jaringan glandula mammaria (Moore & Agur, 2002).

1.1.2 Histologi

Setiap kelenjar payudara terdiri dari 15−20 lobus dari jenis tubuloalveolar kompleks, yang berfungsi menyekresi air susu


(21)

9 bagi neonatus. Setiap lobus, yang dipisahkan satu sama lain oleh jaringan ikat padat dan banyak jaringan lemak, sesungguhnya merupakan suatu kelenjar sendiri dengan ductus ekskretorius lactiferus-nya sendiri. Ductus ini bermuara pada papilla mammae. Struktur histologi kelenjar mammae bervariasi sesuai dengan jenis kelamin, usia dan status fisiologis ( Junqueira & Carneiro, 2007).

Sebelum pubertas, kelenjar payudara terdiri atas sinus laktiferus dan beberapa cabang sinus ini, yaitu duktus laktiferus. Struktur khas kelenjar dan lobus pada wanita dewasa berkembang pada ujung duktus terkecil. Sebuah lobus terdiri atas sejumlah duktus yang bermuara ke dalam satu duktus terminal dan terdapat dalam jaringan ikat longgar. Duktus laktiferus menjadi lebar dan membentuk sinus laktiferus di dekat papilla mammae. Sinus laktiferus dilapisi epitel berlapis gepeng pada muara luarnya yang kemudian berubah menjadi epitel berlapis silindris atau berlapis kuboid. Lapisan duktus laktiferus dan duktus terminal merupakan epitel selapis kuboid dan dibungkus sel mioepitel yang berhimpitan ( Junqueira & Carneiro, 2007).


(22)

10 1.1.3 Fisiologi

Payudara mulai berkembang saat usia pubertas. Perkembangan ini distimulasi oleh estrogen yang berasal dari siklus seksual wanita bulanan. Estrogen merangsang pertumbuhan kelenjar payudara ditambah dengan deposit lemak untuk memberi massa payudara. Selain itu, pertumbuhan yang jauh lebih besar terjadi selama keadaan kadar estrogen yang tinggi pada kehamilan dan hanya jaringan kelenjar saja yang berkembang sempurna untuk pembentukan air susu (Guyton & Hall, 2008).

Payudara pada wanita yang tidak hamil terutama terdiri dari jaringan lemak dan duktus rudimenter. Jaringan lemak menentukan ukuran payudara dan tidak ada kaitannya dengan kemampuan menghasilkan susu. Payudara yang mampu menghasilkan susu terdiri dari jaringan duktus yang bercabang dari puting payudara dan berakhir di lobulus-lobulus. Setiap lobulus terdiri atas sekelompok alveolus berlapis epitel dan mirip kantung yang membentuk kelenjar penghasil susu. Susu yang dibentuk sel-sel epitel disekresikan ke lumen alveolus, lalu mengalir melalui duktus pengumpul susu ke permukaan puting payudara (Sherwood, 2001).


(23)

11 1.1.4 Kanker payudara

Kanker payudara adalah pertumbuhan payudara yang tidak terkontrol yang berasal dari jaringan payudara, yaitu paling banyak dari bagian dalam lapisan duktus ataupun lobulus sebagai akibat mutasi dari gen yang bertanggung jawab dalam mengatur pertumbuhan sel dan menjaga mereka tetap sehat (Jemal et al., 2011).

Perubahan fibrokistik digunakan untuk berbagai perubahan di payudara perempuan yang berkisar dari kelainan tidak berbahaya hingga pola yang berkaitan dengan peningkatan risiko karsinoma payudara. Perubahan fibrokistik dapat dibedakan dari karsinoma dengan pemeriksaan bahan aspirasi jarum-halus atau secara lebih pasti dengan biopsi dan evaluasi histologik (Kumar dkk., 2007).

Pola perubahan fibrokistik dibagi menjadi dua, yaitu lesi nonproliferatif dan lesi proliferatif. Lesi nonproliferatif merupakan perubahan yang tersering yang ditandai dengan peningkatan stroma fibrosa disertai dilatasi duktus dan pembentukan kista dengan berbagai ukuran. Lesi proliferatif berupa serangkaian hiperplasia sel epitel duktulus serta adenosis sklerotikans. Hiperplasia epitel mencakup serangkaian lesi proliferatif di dalam duktulus, duktus


(24)

12 terminalis, dan terkadang lobulus payudara. Pada adenosis sklerotikans, tampak mencolok adanya fibrosis intralobularis serta proliferasi duktulus kecil dan asinus. Payudara dengan perubahan fibrokistik berupa hiperplasia atipikal, duktulus atau lobulus memiliki peningkatan risiko yang bermakna (5 kali) untuk mengarah pada karsinoma (Kumar dkk., 2007).

Gambar 1. Perubahan epitel payudara normal hingga menjadi kanker.


(25)

13 Kurang lebih separuh dari perempuan dengan kanker payudara herediter memperlihatkan mutasi di gen Breast Cancer 1 (BRCA1) pada kromosom 17q21.3 dan sepertiga lainnya mengalami mutasi di Breast Cancer 2 (BRCA2) pada kromosom 13q12−13. Kedua gen ini diperkirakan berperan penting dalam perbaikan deoxyribonucleic acid (DNA) dengan bekerja sebagai gen penekan tumor, karena kanker muncul jika kedua alel inaktif atau cacat, pertama disebabkan oleh mutasi sel germinativum dan kedua oleh mutasi somatik berikutnya (Kumar dkk., 2007).

Selain kedua gen familial di atas, perubahan genetik juga diduga berperan dalam timbulnya kanker payudara sporadik. Seperti pada sebagian besar kanker lainnya, mutasi yang memengaruhi protoonkogen dan gen penekan tumor di epitel payudara ikut serta dalam proses transformasi onkogenik. Diantara berbagai mutasi tersebut, yang paling banyak dipelajari adalah ekspresi berlebihan protoonkogen ERBB2 (HER2/NEU), yang diketahui mengalami amplifikasi pada hampir 30% kanker payudara. Gen ini merupakan anggota dari reseptor faktor pertumbuhan epidermis sehingga ekspresi berlebihannya memberikan prognosis yang buruk. Selain itu, amplifikasi gen RAS dan MYC juga dilaporkan terjadi pada


(26)

14 sebagian kanker payudara. Mutasi gen penekan tumor RB1 dan TP53 juga ditemukan (Kumar dkk., 2007).

Terapi pada kasus kanker payudara yang baru didiagnosa terutama ditentukan oleh luasnya penyakit dan umumnya dilakukan operasi, baik operasi konservatif payudara dengan kombinasi terapi radiasi postoperatif atau mastektomi total. Kemoterapi sistemik primer pertama kali diperkenalkan untuk mengelola kanker payudara yang besar dan tidak dapat dioperasi atau tumor payudara stadium lanjut. Kemoterapi ini juga sekarang semakin banyak digunakan untuk tumor yang meskipun dapat dioperasi akan membutuhkan mastektomi, sehingga diharapkan dapat mengurangi ukuran tumor untuk dapat dilakukan operasi konservasi payudara (Avril et al., 2009).

1.2Mahkota dewa Tanaman mahkota dewa, P. macrocarpa (Scheff) Boerl., sinonim P.

papuana Warb. Var. Wichanii (Val.) Back., merupakan tanaman yang banyak tumbuh di daerah Papua, Indonesia (Lisdawati, 2009). Mahkota dewa tergolong tanaman perdu yang tumbuh dari dataran rendah hingga ketinggian 1200 meter di atas permukaan laut (Simanjuntak, 2008). Penampilan tanaman ini sangat menarik, terutama saat buahnya mulai tua dengan warna merah marun,


(27)

15 sehingga banyak dipelihara sebagai tanaman hias (Soeksmanto dkk., 2007).

Akhir-akhir ini tanaman mahkota dewa banyak digunakan sebagai obat tradisional, baik secara tunggal maupun dicampur dengan obat-obatan tradisional lainnya (Soeksmanto dkk., 2007). Hal tersebut disebabkan karena tumbuhan mahkota dewa mengandung senyawa-senyawa alkaloid, saponin, flavonoid, resin, tanin, dan sebagainya yang berkhasiat untuk antihistamin, antioksidan, obat asam urat, liver, rematik, kencing manis, ginjal, tekanan darah tinggi sampai kanker (Simanjuntak, 2008). Sampai saat ini, banyak penyakit yang berhasil disembuhkan dengan mahkota dewa seperti sakit jantung, diabetes, asam urat, tekanan darah tinggi, penyakit ginjal dan penyakit hati (Prabowo & Muhartono, 2013).

Tabel 1. Klasifikasi mahkota dewa (Phaleria macrocarpa)

KLASIFIKASI KETERANGAN

Kingdom Plantae

Divisi Spermatophyta

Sub divisi Angiospermae

Kelas Dicotyledone

Ordo Thymelaesles

Famili Thymelaeaceae

Genus Phaleria

Species Phaleria macrocarpa


(28)

16 1.2.1 Morfologi

Buah mahkota dewa berbentuk bulat dengan ukuran bervariasi mulai dari sebesar bola pingpong sampai sebesar buah apel, dengan ketebalan kulit antara 0,1−0,5 mm (Soeksmanto dkk., 2007). Buahnya hijau ketika muda dan merah marun ketika tua. Ukuran buahnya bervariasi dari sebesar ukuran bola pingpong sampai sebesar apel dengan ketebalan kulit 0,1−0,5 mm (Soeksmanto, 2006).

Buah mahkota dewa ini biasanya digunakan untuk mengobati berbagai penyakit dari mulai flu, rematik, paru-paru, sirosis hati sampai kanker. Bijinya dianggap beracun, sehingga hanya digunakan sebagai obat luar untuk mengobati penyakit kulit (Soeksmanto dkk., 2007).

1.2.2 Kandungan Mahkota Dewa

Kandungan senyawa aktif yang terdapat pada tanaman mahkota dewa adalah alkaloid, flavonoid, tanin, saponin, terpenoid, dan steroid. Golongan senyawa dalam tanaman yang berkaitan dengan aktivitas antikanker dan antioksidan antara lain adalah golongan alkaloid, terpenoid, polifenol, flavonoid dan juga senyawa resin. Bagian mahkota dewa yang umumnya digunakan adalah daun, buah, dan batang. Sedangkan bagian akar belum terbukti dapat digunakan untuk


(29)

17 pengobatan. Daun mahkota dewa dilaporkan dapat menyembuhkan penyakit lemah syahwat, disentri, dan tumor. Mahkota dewa yang dilaporkan secara empiris dapat mengobati kanker, diabetes melitus, penghalus kulit, penambah stamina, liver, jantung, dan asam urat (Septiawati, 2008).

Di Indonesia tanaman ini telah digunakan secara luas oleh masyarakat sebagai terapi obat tradisonal dan mempunyai banyak manfaat. Berbagai penelitian yang telah dilakukan menunjukkan aktivitas biologi antikanker pada bagian buah tamanan lebih tinggi dibandingkan dengan bagian lain dari tanaman mahkota dewa (Lisdawati, 2009).

Daun mahkota dewa dilaporkan mengandung alkaloid, saponin, flavonoid dan polifenol. Ekstrak kloroform dari daun dan biji mengandung alkaloid dan terpenoid (Septiawati, 2008).

Batang mahkota dewa tidak dianjurkan karena membahayakan. Oleh sebab itu, bagian tanaman ini yang digunakan untuk obat biasanya hanya daun dan buahnya baik dalam keadaan segar ataupun setelah dikeringkan. Karena termasuk tanaman obat yang keras dan beracun, lebih baik


(30)

18 bagian yang digunakan tersebut adalah yang telah dikeringkan. Bila dimakan segar, getahnya panas dan melepuhkan kulit dalam mulut (Rohyami, 2008).

Kulit buah mahkota dewa mengandung senyawa alkaloid, saponin, dan flavonoid (Simanjuntak, 2008).

Hasil penelitian Soejsmanto dkk. (2007) menunjukkan bahwa daya antioksidan buah mahkota dewa lebih tinggi dari kulit batang, biji tua, daun, biji muda, ranting dan akar. Hal tersebut mungkin disebabkan karena komposisi buahnya mengandung senyawa flavonoid yang tinggi, disamping senyawa alkaloid, saponin, fenolik hidrokuinon, tanin, steroid, monoterpen dan sesquiterpen. Golongan senyawa dalam tanaman yang berkaitan dengan aktivitas antikanker dan antioksidan antara lain adalah golongan alkaloid, terpenoid, polifenol, flavonoid dan juga senyawa resin (Septiawati, 2008).

1.2.2.1 Kandungan flavonoid

Kandungan kimia dari buah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa) umumnya adalah flavonoid. Flavonoid dapat digunakan sebagai pelindung mukosa lambung, antioksidan, dan mengobati gangguan fungsi hati dan ginjal (Prabowo &


(31)

19 Muhartono, 2013). Mahkota dewa telah diteliti memiliki kandungan flavonoid yang tinggi sebagai antioksidan alami (Sahdiah & Susianti, 2013). Flavonoid adalah suatu antioksidan alam dan mempunyai aktivitas biologis, antara lain sebagai antioksidan yang dapat menghambat berbagai reaksi oksidasi, serta mampu bertindak sebagai pereduksi radikal hidroksil, superoksida dan radikal peroksil (Soeksmanto dkk, 2007).

Flavonoid merupakan senyawa fenol yang dimiliki oleh sebagian besar tumbuhan hijau dan biasanya terkonsentrasi pada biji, buah, kulit buah, kulit kayu, daun dan bunga (Marlina, 2008). Senyawa

fenol dapat menghambat oksidasi lipid dengan menyumbangkan atom hidrogen kepada radikal bebas, sehingga senyawa tersebut mampu mengubah sifat radikal menjadi nonradikal dan terjadi perubahan oksidasi radikal oleh antioksidan (Sahdiah & Susianti, 2013).

Flavonoid pada sejumlah tumbuhan obat dilaporkan memiliki sifat antibakteri, antiinflamasi, antialergi antimutagenik, antiviral, antineoplastik, dan antitrombotik. Salah satu komponen flavonoid dari


(32)

20 tumbuh-tumbuhan yang dapat berfungsi sebagai antioksidan adalah zat warna alami yang disebut anthocyanin, yang merupakan salah satu zat antioksidan yang mampu mencegah berbagai jenis kerusakan akibat stres oksidatif (Marlina, 2008).

1.2.2.2 Kandungan terpenoid

Terpenoid, suatu grup fitokimia yang terbesar, yang secara tradisional telah digunakan dengan tujuan pengobatan di India dan China, saat ini sedang dieksplorasi sebagai agen antikanker pada percobaan-percobaan klinik. Terpenoid (juga disebut “isoprenoid”) adalah hasil metabolisme sekunder yang berlangsung dalam sebagian besar organisme, khususnya pada tumbuhan. Lebih dari 40 000 terpenoid sendiri telah diketahui keberadaannya di alam dengan senyawa-senyawa baru yang terus ditemukan tiap tahunnya (Thoppil & Bishayee, 2011).

Terpenoid telah ditemukan berguna dalam mencegah dan mengobati beberapa penyakit, termasuk kanker, dan juga memiliki sifat sebagai antimikroba, antifungal, antiparasit, antiviral, anti-alergi,


(33)

21 antispasmodik, antihiperglikemik, antiinflamasi, dan imunomodulator (Rabi & Bishayee, 2009). Terpenoid dalam jumlah besar menunjukkan pencegahan terhadap sitotoksisitas berbagai macam sel tumor dan kanker sama baiknya dengan antikanker pada model hewan praklinis (Thoppil & Bishayee, 2011). Studi epidemiologi dan eksperimental menganjurkan bahwa monoterpen mungkin dapat membantu dalam mencegah dan mengobati beberapa kanker, termasuk kanker payudara, kulit, paru, perut, kolon, pankreas, dan prostate (Carvalho et al., 2006). Telah banyak studi efikasi praklinis menyediakan bukti luas bahwa baik secara natural maupun derivat sintetis tripenoid memiliki efek kemopreventif dan terapeutik terhadap kanker kolon, payudara, prostat, dan kulit (Thoppil & Bishayee, 2011).

1.2.2.3 Kandungan alkaloid

Beberapa alkaloid yang diisolasi dari tumbuhan alami menunjukkan efek antiproliferasi antimetastasis pada berbagai jenis kanker baik in vitro maupun in vivo. Alkaloid, seperti camptothecin


(34)

22 dan vinblastine, telah berkembang dengan sukses menjadi obat antikanker (Lu et al., 2012).

Disamping itu, beberapa alkaloid menunjukkan aktivitas biologi yang signifikan, seperti kerja efedrin dalam melegakan asma, kerja morfin sebagai analgesik, dan efek vinblastine sebagai antikanker. Kenyataannya, alkaloid berada di antara komponen-komponen paling penting dalam tumbuhan-tumbuhan alami, dan beberapa dari senyawa ini telah dikembangkan dengan sukses menjadi obat-obat kemoterapi, contohnya seperti camptothecin (CPT), suatu penghambat topoisomerase I (TopI) yang terkenal, dan vinblastine, yang mana berinteraksi dengan tubulin (Lu et al., 2012).

1.3DMBA

DMBA adalah anggota polycyclic aromatic hydrocarbon (PAH) kelompok kimia yang memiliki sifat sitotoksik, karsinogenik, mutagenik, dan imunosupresif. PAH adalah polutan organik yang dilepaskan ke lingkungan dalam jumlah besar terutama akibat aktivitas manusia. Aktivasi enzimatik PAH mengarah pada produksi spesies oksigen aktif seperti peroksida dan superoksida radikal anion, yang menginduksi stres oksidatif dalam bentuk peroksidasi lipid.


(35)

23 Paparan polusi lingkungan seperti (PAH) dikaitkan dengan pengembangan berbagai kanker pada manusia. DMBA berperan sebagai bahan karsinogen kuat dengan cara menghasilkan berbagai macam metabolit reaktif yang mengarah pada stres oksidatif (El-Gerbed, 2013).

DMBA pada aktivasi metabolitnya memproduksi karsinogen pokok, yaitu dihydrodiol epoxide, yang dapat memediasi transformasi neoplastik dengan menginduksi kerusakan DNA, dan membentuk reactive oxygen species (ROS) berlebihan, serta memediasi proses inflamasi kronis. Sejumlah besar dari karsinogen kimia, termasuk DMBA, menimbulkan karsinogenesis melalui kerusakan oksidatif jaringan dan sel yang dimediasi radikal bebas. Produksi ROS karena stres oksidatif pada sistem dapat menginduksi kerusakan rantai DNA dan juga dapat memodifikasi basa DNA sehingga terjadi mutagenesis dan karsinogenesis (Manoharan et al., 2013).

ROS terbentuk dalam tubuh manusia sebagai produk sampingan yang tidak dapat dihindari dari metabolisme oksigen seluler (Balakrishnan et al., 2008). ROS merupakan metabolit O2 yang sangat reaktif, termasuk superoksida radikal, hidroxil, dan hidrogen peroksida (Weyemi et al., 2010). ROS yang berlebihan saat stres oksidatif termasuk salah satu pengubah DNA intraseluler yang terbanyak (Balakrishnan et al., 2008).


(36)

24 Target ROS terutama asam lemak tak jenuh ganda dalam membran sel dan menyebabkan peroksidasi lipid. Produk dari peroksidasi lipid dapat menyebabkan kerusakan DNA dan berakibat pada mutagenesis dan karsinogenesis (Karayannopoulou et al., 2012). ROS juga dapat menginduksi aberasi kromosomal melalui perusakan basa oksidatif dan pemotongan strand pada kontribusi DNA sehingga terjadi mutagenesis dan karsinogenesis. Kerusakan oksidatif DNA yang dimediasi oleh ROS mungkin terdiri dari pemutusan strand, abasic sites, alkali-labil sites, dan oxidized basa (Nagy et al., 2007).

Produksi ROS terjadi selama aktivasi metabolik DMBA. Metabolit DMBA inilah yang akan menyebabkan DNA adduct (kompleks yang dibentuk oleh bagian DNA tertentu berikatan secara kovalen dengan senyawa mutagen) dengan basa guanine dalam DNA sehingga menyebabkan kerusakan oksidatif pada struktur dan fungsi DNA, protein dan lipid. Metabolit DMBA yang reaktif ini dapat berinteraksi dengan pusat-pusat di DNA yang kaya elektron untuk menimbulkan mutasi. Interaksi antara DMBA dengan DNA semacam ini dalam suatu sel merupakan tahap awal terjadinya karsinogenesis kimiawi (Fitricia dkk., 2012).

Metabolisme DMBA oleh enzim-enzim sitokrom P-450 dan epoksidahidrolase yang akan menyebabkan terbentuknya proximate carcinogen (karsinogen awal) yang selanjutnya berubah ultimate


(37)

25 carcinogen (karsinogen akhir) yang dapat merusak DNA melalui pembentukan dihydrodiol epoxides yang kemudian membentuk DNA adduct (kompleks yang dibentuk oleh bagian DNA tertentu dengan senyawa mutagen kimia dengan ikatan kovalen) dan menyebabkan mutasi sel, akibatnya terbentuklah kanker. Sel epitel kelenjar payudara merupakan tempat DMBA mengalami aktivasi menghasilkan metabolit yang aktif yaitu DNA adduct (Fitricia dkk., 2012).

DMBA adalah salah satu agen prokarsinogenik yang paling umum digunakan untuk menginduksi kanker payudara pada tikus Sprague dawley. DMBA, sebagai karsinogen tidak langsung, membutuhkan aktivasi lanjut metabolisme untuk menghasilkan metabolit karsinogenik, yaitu dihydrodiol epoxides. Dihydrodiol epoxides dapat menyebabkan kerusakan kromosom dengan berikatan pada residu adenin dari DNA, yang berkontribusi pada karsinogenesis. Induksi karsinogenesis payudara oleh DMBA digunakan untuk menjelaskan pengaruh faktor host pada inisiasi dan promosi kanker payudara, dikarenakan bahwa bahwa model kanker payudara yang diinduksi oleh DMBA meniru kanker payudara manusia dalam beberapa aspek. Oleh karena itu, karsinogenesis payudara yang diinduksi oleh DMBA digunakan untuk mempelajari potensi kemopreventif agen alami dan sintetis (Devi et al., 2007)


(38)

26 Model hewan yang diinduksi dengan DMBA memiliki gambaran yang sangat mirip dengan kanker payudara pada manusia dalam hal metabolismenya yang aktif dengan sebuah kapasitas untuk merusak molekul DNA, suatu hal utama yang menginisiasi terjadinya karsinogenesis (Kaur et al., 2010).

2. Kerangka Teori

DMBA adalah anggota PAH yang merupakan polutan organik yang dilepaskan ke lingkungan dalam jumlah besar terutama akibat aktivitas manusia (El-Gerbed, 2013). DMBA pada aktivasi metabolitnya memproduksi karsinogen pokok, yaitu dihydrodiol epoxide, yang dapat memediasi transformasi neoplastik dengan menginduksi kerusakan DNA, dan membentuk ROS berlebihan, serta memediasi proses inflamasi kronis (Manoharan etal., 2013).

Sel epitel kelenjar mammae merupakan tempat DMBA mengalami aktivasi menghasilkan metabolit yang aktif yaitu DNA adduct kompleks yang dibentuk oleh bagian DNA tertentu dengan senyawa mutagen kimia dengan ikatan kovalen) dan menyebabkan mutasi sel, akibatnya terbentuklah kanker (Fitricia dkk., 2012).

Target ROS terutama asam lemak tak jenuh ganda dalam membran sel dan menyebabkan peroksidasi lipid. Produk dari peroksidasi lipid dapat


(39)

27 menyebabkan kerusakan DNA dan akibatnya adalah mutagenesis dan karsinogenesis (Karayannopoulou, 2012). ROS dapat menginduksi aberasi kromosomal melalui perusakan basa oksidatif dan pemotongan strand pada kontribusi DNA sehingga terjadi mutagenesis dan karsinogenesis (Nagy et al., 2007).

Kandungan senyawa aktif yang terdapat pada tanaman mahkota dewa adalah alkaloid, flavonoid, tanin, saponin, terpenoid, dan steroid. Golongan senyawa dalam tanaman yang berkaitan dengan aktivitas antikanker dan antioksidan antara lain adalah golongan alkaloid, terpenoid, polifenol, flavonoid dan juga senyawa resin (Septiawati, 2008).

Flavonoid adalah suatu antioksidan alam dan mempunyai aktivitas biologis, antara lain sebagai antioksidan yang dapat menghambat berbagai reaksi oksidasi, serta mampu bertindak sebagai pereduksi radikal hidroksil, superoksida, dan radikal peroksil (Soeksmanto dkk., 2007).

Beberapa alkaloid yang diisolasi dari tumbuhan alami menunjukkan efek antiproliferasi antimetastasis pada berbagai jenis kanker baik in vitro maupun in vivo (Lu et al., 2012).

Studi epidemiologi dan eksperimental menganjurkan bahwa monoterpen mungkin dapat membantu dalam mencegah dan mengobati beberapa kanker, termasuk kanker payudara, kulit, paru, perut, kolon, pankreas, dan


(40)

28 prostat (Carvalho et al., 2006). Telah banyak studi efikasi praklinis menyediakan bukti luas bahwa baik secara natural maupun derivat sintetis tripenoid memiliki efek kemopreventif dan terapeutik terhadap kanker kolon, payudara, prostat, dan kulit (Thoppil & Bishayee, 2011).


(41)

29 Keterangan: : menghambat

: memicu

Gambar 2. Kerangka Teori Timbulnya Kanker Payudara Ekstrak mahkota dewa

Alkaloid

Antiproliferasi

Terpenoid

Kemopreventif & terapeutik Flavonoid

Antioksidan Induksi DMBA

Dihydrodiol epoxide

Membentuk DNA adduct

Kerusakan DNA

Reactive Oxygen Species(ROS) ↑

Peroksidasi lipid

Kerusakan basa dan pemutusan strand DNA

Mutasi DNA

kanker payudara


(42)

30 3. Kerangka Konsep

Gambar 3. Kerangka Konsep Pemberian ekstrak etanol buah mahkota dewa terhadap efek protektif pada payudara tikus yang diinduksi DMBA

Ekstrak Mahkota Dewa

96 mg Ekstrak Mahkota Dewa 48 mg Ekstrak Mahkota Dewa 24 mg Ekstrak Mahkota Dewa payudara mengalami atipia ringan Epitel payudara mengalami hiperplasia Kelompok 5

DMBA 30 mg/kgBB intraperitoneal

Kelompok 4 DMBA 30

mg/kgBB intraperitoneal

Kelompok 3 DMBA 30

mg/kgBB intraperitoneal

Kelompok 2 DMBA 30

mg/kgBB intraperitoneal Kelompok 1 Kontrol normal Epitel payudara normalEpitel payudara mengalami atipia beratEpitel Karsinoma payudara Epitel payudara mengalami atipia berat


(43)

31 III. METODE PENELITIAN

1. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni dengan pola post test-only control group design. Menggunakan 20 ekor tikus putih yang telah diinduksi DMBA dan 5 ekor tikus putih normal galur Sprague dawley berumur 5 minggu yang dipilih secara random yang dibagi menjadi 5 kelompok.

2. Tempat dan Waktu

Penelitian dilakukan di Animal House Fakultas Kedokteran UNILA, sedangkan pembuatan preparat dan pengamatannya dilakukan di Laboratorium Patologi Anatomi dan Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Lampung. Penelitian dilakukan selama 6 bulan, yaitu mulai bulan Agustus−Januari 2014.


(44)

32 3. Populasi dan Sampel

Populasi penelitian ini adalah tikus putih (Rattus norvegicus) betina galur Sprague dawley berumur 15 minggu yang diperoleh dari laboratorium Balai Penelitian Veteriner (BALITVET) Bogor.

Tikus putih (Rattus norvegicus) galur Sprague Dawley merupakan tikus yang paling sering digunakan untuk percobaan. Tikus ini memiliki temperamen yang tenang sehingga mudah dalam penanganan. Tikus ini jarang hidup lebih dari 3 tahun (Putra, 2009).

Sampel penelitian yang digunakan sebanyak 20 ekor tikus yang telah diinduksi dengan DMBA dan 5 ekor tikus yang dipilih secara acak dan dibagi dalam 5 kelompok dengan pengulangan sebanyak 5 kali, sesuai dengan rumus Federer. Menurut Federer, rumus penentuan sampel untuk uji eksperimental adalah:

t(n-1)>15

Dimana t merupakan jumlah kelompok percobaan dan n merupakan jumlah pengulangan atau jumlah sampel tiap kelompok (Trisnawati, 2011). Penelitian ini menggunakan 5 kelompok perlakuan sehingga perhitungan sampel menjadi:

5(n-1)>15 5n-5>15


(45)

33 Jadi, sampel yang digunakan tiap kelompok percobaan sebanyak 5 ekor (n>4) dan jumlah kelompok yang digunakan adalah 5 kelompok sehingga penelitian ini menggunakan 25 ekor tikus putih dari populasi yang ada.

4. Kriteria Inklusi dan Ekslusi

4.1 Kriteria inklusi

 Aktif bergerak.

 Jenis kelamin betina.

 Memiliki berat badan 180 gram.

 Berusia 5 minggu. 4.2 Kriteria ekslusi

 Penampakan rambut kusam, rontok atau botak dan aktivitas kurang atau tidak aktif.

 Terdapat penurunan berat badan lebih dari 10% setelah masa adaptasi di laboratorium.


(46)

34 5. Alat dan Bahan

5.1 Bahan Penelitian

Bahan penelitian yang digunakan ada dua, yaitu DMBA dengan dosis 30 mg/kgBB dan ekstrak mahkota dewa (Phaleria macrocarpa) dengan dosis 24 mg, 48 mg, dan 96 mg.

Bahan yang digunakan untuk pembuatan preparat histopatologi dengan metode parafin meliputi: larutan formalin 10% untuk fiksasi, alkohol 70%, alkohol 96%, alkohol absolut, etanol, xylol, pewarna hematoksilin dan eosin, dan entelan.

5.2 Alat Penelitian

Alat penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

 Neraca analitik Metler Toledo dengan tingkat ketelitian 0,01 g, untuk menimbang berat tikus.

 Spuit oral 1 cc

Minor set untuk pembedahan tikus

 Kandang tikus

 Botol minuman tikus

 Mikroskop cahaya


(47)

35 6. Prosedur Penelitian

6.1 Pembuatan Ekstrak Etanol 70% Buah Mahkota Dewa

Proses pembuatan ekstrak buah mahkota dewa dalam penelitian ini menggunakan etanol sebagai pelarut. Menurut penelitian Arini dkk. (2003), ekstrak etanol 70% mahkota dewa memiliki kandungan flavonoid tertinggi, yaitu sebesar 5,734 µg/mg. Semakin tinggi kadar flavonoid ekstrak daging buah mahkota dewa, maka aktivitas antioksidannya semakin besar.

Menurut Sulistianto dkk. (2004), ekstraksi dimulai dari penimbangan daun mahkota dewa. Selanjutnya, seluruh bagian tumbuhan dikeringkan dalam almari pengering, dibuat serbuk dengan menggunakan blender atau mesin penyerbuk. Etanol dengan kadar 70% ditambahkan untuk melakukan ekstraksi dari serbuk ini selama kurang lebih 2 (dua) jam kemudian dilanjutkan maserasi selama 24 jam. Setelah masuk ke tahap filtrasi, akan diperoleh filtrat dan residu. Filtrat yang didapatkan akan diteruskan ke tahap evaporasi dengan Rotary evaporator pada suhu 400 C sehingga akhirnya diperoleh ekstrak kering.

6.2 Perhitungan Dosis Ekstrak Etanol 70% Buah Mahkota Dewa Dosis ekstrak buah mahkota dewa pada ekperimen ini adalah 24mg/kgBB yang didapat dari dosis mencit pada penelitian


(48)

36 sebelumnya yaitu 120 mg/kgBB yang telah dikonversi ke dosis tikus terlebih dahulu (Rahmawati dkk, 2006).

Dosis mencit dikonversi dengan menggunakan rumus:

Ket: HED : Human Equivalent Dose (mg/kg)

Km : Faktor konversi (mencit: 3; tikus: 6; manusia: 37) (Parvova et al., 2011)

Konversi dosis mencit ke tikus:

Dosis untuk 200 g tikus adalah 24 mg. Dalam penelitian ini kelompok kontrol negatif dan kontrol positif tidak diberikan ekstrak etanol 70% buah mahkota dewa. Dosis awal ekstrak etanol 70% buah mahkota dewa diambil dari dosis normal tikus, sedangkan dosis kedua diambil dari hasil pengalian 2x dosis pertama dan dosis ketiga diambil dari hasil pengalian 4x dari dosis awal. Jadi, dosis yang digunakan untuk tiap tikus pada kelompok III adalah sebanyak 24 mg/200 g, pada kelompok IV adalah 48 mg/200 g, dan pada kelompok V adalah 96 mg/200 g.

Dosis mencit 240 mg/kgBB Sustitusi

HED =240x3/37 240x3/37=tx6/37

Dosis tikus (t): t = 120 mg/kg

HED =tx6/37 t = 24 mg/200 g


(49)

37 Volume ekstrak etanol 70% buah mahkota dewa diberikan secara oral sebanyak 1 ml yang merupakan volume yang boleh diberikan berdasarkan pada volume normal lambung tikus yaitu 3–5 ml. Jika volume ekstrak melebihi volume lambung, dapat berakibat dilatasi lambung secara akut yang dapat menyebabkan robeknya saluran cerna (Ngatidjan, 2006).

6.3 Pemberian DMBA

Dosis DMBA yang digunakan dalam penelitian ini adalah dosis tunggal 30 mg/kgBB intraperitoneal yang diasumsikan terjadi karsinoma payudara dalam 2 bulan. Dosis ini merupakan dosis karsinogenik pada tikus yang dapat menyebabkan karsinoma payudara.

6.4 Prosedur Penelitian

6.4.1 Membagi 25 ekor tikus ke dalam 5 kelompok.

 Kelompok I

Kontrol normal, hanya yang diberi aquades dan pakan protein 14% untuk riset.

 Kelompok II

Kontrol patologis, diinduksi DMBA dengan dosis 30 mg/kgBB.


(50)

38

 Kelompok III

Telah diinduksi DMBA 30 mg/kgBB dan diberikan ekstrak mahkota dewa dosis 24 mg,

 Kelompok IV

Telah diinduksi DMBA 30 mg/kgBB dan diberikan ekstrak mahkota dewa dengan dosis 48 mg

 Kelompok V

Telah diinduksi DMBA dan diberikan ekstrak mahkota dewa dengan dosis 96 mg.

6.4.2 Mahkota dewa diberikan secara peroral selama 14 hari.

6.4.3 Tikus dinarkose dengan kloroform dan dilakukan pengambilan

jaringan payudara.

6.4.4 Sampel jaringan payudara difiksasi dengan formalin 10%.

6.4.5 Sampel dikirim ke Laboratorium Patologi Anatomi Fakultas

Kedokteran Universitas Lampung untuk pembuatan sediaan mikroskopis jaringan payudara.

6.4.6 Pembuatan

Teknik pembuatan preparat:

6.4.6.1 Fixation

a. Memfiksasi spesimen berupa potongan jaringan payudara yang telah dipilih segera dengan larutan pengawet formalin 10%.


(51)

39

6.4.6.2 Trimming

a. Mengecilkan organ ±3 mm.

b. Memasukkan potongan jaringan payudara tersebut ke dalam embedding cassette.

6.4.6.3 Dehidrasi

a. Menuntaskan air dengan meletakkan embedding cassette pada kertas tisu.

b. Berturut-turut melakukan perendaman jaringan payudara dalam alkohol bertingkat 70%, 96%, alkohol absolut I, II, III masing-masing selama 1 jam.

c. Clearing, untuk membersihkan sisa alkohol, dilakukan clearing dengan xilol I, II, III masing-masing selama 30 menit.

6.4.6.4 Impregnasi

Impregnasi dengan menggunakan paraffin I dan II masing-masing selama 1 jam di dalam inkubator dengan suhu 65,10C.

6.4.6.5 Embedding

a. Menuangkan paraffin cair dalam pan.

b. Memindahkan satu persatu dari embedding cassette ke dasar pan.


(52)

40 c. Melepaskan paraffin yang berisi potongan jaringan payudara dari pan dengan memasukkan ke dalam suhu 4−60

C beberapa saat.

d. Memotong paraffin sesuai dengan letak jaringan yang ada dengan menggunakan scalpel/pisau hangat.

e. Meletakkan pada balok kayu, ratakan pinggirnya dan buat ujungnya sedikit meruncing.

f. Memblok paraffin siap dipotong dengan mikrotom. 6.4.6.6 Cutting

a. Sebelum memotong, mendinginkan blok terlebih dahulu.

b. Melakukan pemotongan kasar, dilanjutkan dengan pemotongan halus dengan ketebalan 4−5 mikron. c. Memilih lembaran potongan yang paling baik,

mengapungkan pada air dan menghilangkan kerutannya dengan cara menekan salah satu sisi lembaran jaringan tersebut dengan ujung jarum dan sisi yan lain ditarik menggunakan kuas runcing. d. Memindahkan lembaran jaringan ke dalam water

bath selama beberapa detik sampai mengembang sempurna.

e. Dengan gerakan menyendok mengambil lembaran jaringan tersebut dengan slide bersih dan


(53)

41 menempatkan di tengah atau pada sepertiga atas atau bawah, mencegah jangan sampai ada gelembung udara di bawah jaringan.

f. Mengeringkan slide. Jika sudah kering, slide dipanaskan untuk merekatkan jaringan dan sisa paraffin mencair sebelum pewarnaan.

6.4.6.7 Staining (pewarnaan) dengan Harris Hematoxylin Eosin

Setelah jaringan melekat sempurna pada slide, memilih slide yang terbaik selanjutnya secara berurutan memasukkan ke dalam zat kimia di bawah ini dengan waktu sebagai berikut :

Untuk pewarnaan, zat kimia yang pertama digunakan xilol I, II, III masing-masing selama 5 menit. Kedua, zat kimia yang digunakan Alkohol absolut I, II, III masing-masing selama 5 menit. Zat kimia yang ketiga aquadest selama 1 menit. Keempat, potongan jaringan di masukkan dalam zat warna Harris Hematoxylin selama 20 menit.

Kemudian memasukkan potongan jaringan dalam Eosin selama 2 menit. Secara berurutan memasukkan potongan organ dalam alkohol 96% selama 2 menit, Alkohol 96%, alkohol absolut III dan IV


(54)

masing-42 masing selama 3 menit. Terakhir, memasukkan dalam xilol IV dan V masing-masing 5 menit.

6.4.6.8 Mounting

Setelah pewarnaan selesai menempatkan slide diatas kertas tisu pada tempat datar, menetesi dengan bahan mounting yaitu kanada balsam dan tutup dengan cover glass cegah jangan sampai terbentuk gelembung udara.

6.4.6.9 Membaca slide dengan mikroskop

Slide diperiksa di bawah mikroskop cahaya. Preparat histopatologi dikirim ke laboratorium Patologi Anatomi untuk dikonsultasikan dengan ahli patologi anatomi.


(55)

43 Timbang berat badan tikus

K1 K2 K3 K4 K5

Tikus diberi perlakuan

K1 K2 K3 K4 K5 AquadesDMBA 30 mg/kgBB DMBA 30 mg/kgBB DMBA 30 mg/kgBB DMBA 30 mg/kgBB

Timbang berat badan tikus

Adaptasi 7 hari

K1 K2 K3 K4 K5 Aquades Aquades Ekstrak BMD 24 mg Ekstrak BMD 48 mg Ekstrak BMD 96 mg

1x sehari 1x sehari 1x sehari

Tikus dinarkosis dengan kloroform Dilakukan pengambilan jaringan payudara tikus Sampel jaringan payudara difiksasi dengan formalin 10%

Sample jaringan payudara dikirim ke Laboratorium Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Lampung untuk pembuatan sediaan histopatologi

Pengamatan sediaan histopatologi dengan mikroskop Interpretasi hasil pengamatan

Gambar 4. Diagram Alur Penelitian. Setelah 2 bulan


(56)

44 7. Identifikasi Variabel dan Definisi Operasional Variabel

7.1 Identifikasi Variabel

7.1.1 Variabel independen pada penelitian ini adalah pemberian

ekstrak mahkota dewa (Phaleria macrocarpa);

7.1.2 Variabel dependen pada penelitian ini adalah gambaran

mikroskopis jaringan payudara.

7.2 Definisi Operasional Variabel

Tabel 2. Definisi operasional variabel

Variabel Definisi Skala

Dosis ekstrak mahkota dewa Gambaran histopatologi jaringan payudara tikus

Dosis ekstrak mahkota dewa:

Kelompok I (kontrol negatif) = pemberian aquadest

Kelompok II (kontrol positif) = pemberian DMBA 30 mg/kgBB

Kelompok III (perlakuan coba) = pemberian DMBA 30 mg/kgBB + mahkota dewa dosis 24 mg Kelompok IV (perlakuan coba) = pemberian DMBA 30 mg/kgBB + mahkota dewa dosis 48 mg Kelompok V (perlakuan coba) = pemberian

DMBA 30 mg/kgBB + mahkota dewa dosis 96 mg Gambaran histopatologi: jumlah asinus perlobulus. Pada kanker payudara, terjadi hiperplasia sel-sel

epitel hingga memenuhi lumen dan keluar dari

asinus. Apabila belum terjadi hiperplasia epitel, peningkatan jumlah asinus perlobularlah yang dievaluasi sebagai tanda perubahan mikroskopik ke arah keganasan.

Kategorik


(57)

45 8. Analisis Data

Variabel yang digunakan pada penelitian ini adalah variabel kategorik dan variabel numerik, sehingga digunakan skala pengukuran numerik. Uji analisis statistik yang digunakan untuk menganalisis data dengan skala pengukuran numerik 2 kelompok tidak berpasangan adalah One Way Anova apabila data homogen dan memiliki distribusi yang normal. Apabila data tidak homogen atau tidak memiliki distribusi data yang normal, maka dilakukan uji Kruskal-Wallis yang dilanjutkan dengan uji post-hoc Mann-Whitney. Uji statistik Kruskal-Wallis dilakukan untuk melihat apakah tiap-tiap kelompok memiliki perbedaan nilai rata-rata yang bermakna. Perbedaan nilai rata-rata tiap kelompok ini dikatakan bermakna apabila nilai p<0,050. Uji Mann-Whitney dilakukan untuk melihat besar perbedaan nilai antar tiap-tiap kelompok untuk mengetahui kelompok manakah yang memiliki pengaruh paling besar terhadap kelompok kontrol.


(58)

60 V. SIMPULAN DAN SARAN

1. Simpulan

1.1Pemberian DMBA selama dua bulan dengan dosis 30 mg/kgBB menyebabkan terjadinya peningkatan jumlah asinus perlobulus pada jaringan payudara tikus putih betina.

1.2Pemberian ekstrak buah mahkota dewa dengan perbedaan dosis memberikan efek yang berbeda-beda pada gambaran histopatologi jaringan payudara tikus putih yang diinduksi dengan DMBA, namun pada uji statistik menunjukkan hasil yang tidak bermakna.

2. Saran

2.1Pada penelitian ini, peneliti memggunakan tikus yang telah dinduksi bahan karsinogen oleh pihak Balitvet. Oleh karena itu, peneliti lain disarankan untuk melakukan induksi sendiri bahan karsinogen dengan dosis yang telah ditentukan.


(59)

61 2.2Peneliti lain disarankan untuk menguji lebih lanjut toksisitas dan

efektivitas pada ekstrak buah mahkota dewa.

2.3Peneliti lain disarankan untuk meneliti lebih lanjut tentang potensi zat-zat aktif dalam mahkota dewa sebagai fitofarmaka.

2.4Peneliti lain disarankan untuk meneliti lebih lanjut efek buah mahkota dewa pada jaringan payudara dengan variabel lain, misalnya dengan melihat gambaran hiperplasia sel-sel epitel duktus atau lobulus payudara.

2.5Peneliti lain disarankan untuk meneliti lebih lanjut efek buah mahkota dewa pada organ selain payudara.


(60)

62 DAFTAR PUSTAKA

Arini S, Nurmawan D, Alfiani F, Hertiani T. 2003. Daya antioksidan dan kadar flavonoid hasil ekstraksi etanol-air daging buah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl.). Buletin Penalaran Mahasiswa UGM. 1(10): 2−6.

Avril N, Sassen S, Roylance R. 2009. Response to therapy in breast cancer. The Journal of Nuclear Medicine. 5(50): 55−63.

Balakrishnan S, Menon VP, Manoharan S, Rajalingam K. 2008. Antigenotoxic effect of ferulic acid in 7,12-dimethylbenz(a)-anthracene (DMBA) induced genotoxicity. African Journal of Traditional, Complimentary and Alternative Medicines. 1(5): 32−8.

Budiman A, Khambri D, Bachtiar H. 2013. Faktor yang mempengaruhi kepatuhan berobat pasien yang diterapi dengan Tamoxifen setelah operasi kanker payudara. Jurnal Kesehatan Andalas. 2(1): 20−4.

Carvalho CCCR, Fonseca MMR. 2006. Biotransformation of terpenes. Biotechnology Advances. 24(2): 134–42.

Cassali GD, Lavalle GE, Nardi ABD, Ferreira E, Bertagnolli AC, Lima AE, Alessi AC, Daleck CR, Salgado BS, Fernandes CG, Sobral RA, Amorim RL, Gamba CO, Damasceno KA, Auler PA, Magalhães GM, Silva JO, Raposo JR, Ferreira AMR, Oliveira LO, Malm C, Zuccari DAPC, Tanaka NM, Ribeiro LR, Campos LC, Souza CM, Leite JS, Soares LMC, Cavalcanti MF, Fonteles ZGC, Schuch ID, Paniago J, Oliveira TS, Terra EM, Castanheira TLL, Felix AOC, Carvalho GD, Guim TN, Guim TN, Garrido E, Fernandes SC, Maia FCL, Dagli MLZ, Rocha NS, Fukumasu H, Grandi F, Machado JP, Silva SMMS, Bezerril JE, Frehse MS, Almeida ECPA, Campos CB. 2011. Consensus for the diagnosis, prognosis and treatment of canine mammary tumors. Brazilian Journal of veterinary Pathology. 4(2): 153−80.


(61)

63 Chang J, Nicolau MM, Cox TR, Wetterskog D, Martens JMW, Barker HE, Erler JT. 2013. LOXL2 induces aberrant acinar morphogenesis via ErbB2 signaling. Breast Cancer Research. 15(67): 1−18.

Chirumbolo S. 2010. The role of quercetin, flavonols and flavones in modulating inflammatory cell function. Inflammation and Allergy-Drug Targets.

3(9): 1−23.

Dahlan MS. 2011. Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta: Salemba Medika. hlm. 12.

Depkes. 2013. Seminar sehari dalam rangka memperingati hari kanker sedunia 2013. Pusat Komunikasi Publik Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI.

Devi KR, Reddy D, Anuradha. 2012. Chemopreventive potential of Murraya Koenigi leaf extract in 7,12 Dimethyl Benzoyl Anthracine induced mammary carcinogenesis in Swiss Albino Mice. IJPI’S Journal of Biotechnology and Biotherapeutics. 8(2): 1−6.

El-Gerbed MSA. 2013. Silymarin, protects against 7,12-dimethyl-benz[a]anthracene induced hepatotoxicity in Albino rats. Research Journal of Pharmaceutical, Biological and Chemical Sciences. 3(4): 1534−8.

Fitricia I, Winarni D, Pidada LBR. 2012. Pengaruh pemberian tomat (Solanum lycopersicum l.) terhadap histologi kelenjar mammae mencit yang diinduksi 7,12-dimetilbenz(α)antrasena (DMBA). Jurnal Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. 2(15):52−6.

Gandeng A, Cangara H, Achmad D, Arsyadi G. 2012. Hubungan ekspresi gata-3 dengan derajat histopatologi karsinoma payudara invasif duktal. JST Kesehata. 4(2): 382−9.

Guyton C, Hall E. 2006. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC. hlm. 1092.


(62)

64 Handayani S, Sunarto, Kristianingrum S. 2005. Kromatografi lapis tipis untuk penentuan kadar hesperidin dalam kulit buah jeruk. Jurnal Penelitian Saintek. 1(10): 53−68.

Handayani R, Sulistyo J. 2007. Sintesis senyawa flavonod-α-glikosida secara reaksi transglikoslasi enzimatik dan aktifitasnya sebagai antioksidan. Biodiversitas. 1(9): 1−4.

Hsiao YH, Tsai HD, Chou MC, Man YG. 2011. The myoepithelial cell layer may serve as a potential trigger factor for different outcomes of stage-matched invasive lobular and ductal breast cancers. International Journal of BiologicalSciences.7(2):147−53.

Jemal A, Bray F, Center M, Ferlay J, Ward E, Forman D. 2011. Global cancer statistics. CA Cancer J Clin. 2(61): 69−90.

Joshi JU, Gadge AS, D’Mello P, Sinha R, Srivastava S, Govil G. 2011.

Anti-inflammatory, antioxidant and anticancer activity of quercetin and its analogues. International Journal of Research in Pharmaceutical and Biomedical Sciences. 2(4): 1756−66.

Junqueira L, Carneiro J. 2007. Histologi dasar. Jakarta: EGC. hlm. 447−8.

Karayannopoulou M, Fytianou A, Assaloumidis N, Psalla D, Savva I, Kaldrymidou E. 2012. Lipid peroxidation in neoplastic tissue of dogs with mammary cancer fed with different kinds of diet. Turkish Journal of Veterinary and Animal Sciences. 7(37): 449−53.

Kaur J, Sharma M, Sharma PD, Bansal MP. 2010. Antitumor activity of Lantadenes in DMBA/TPA induced skin tumors in mice: expression of transcription factors. American journal of Biomedikal Sciences. 2(1): 79−90.

Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. 2007. Buku Ajar Patologi Robbins. Jakarta:


(63)

65 Lisdawati V. 2009. Kajian terhadap prospek pengembangan bahan bioaktif buah mahkota dewa (P. macrocarpa) sebagai kandidat New Chemical Entity (NCE) untuk pengobatan kanker (sitostatika). Buletin Penelitian Kesehatan. 1(37): 23−32.

Lu JJ, Bao JL, Chen XP, Huang M, Wang YT. 2012. Alkaloids isolated from natural herbs as the anticancer agents. Hindawi Publishing Corporation. 10(12): 1−12.

Lu JJ, Dang YY, Huang M, Xu WS, Chen XP, Wang YT. 2012. Anti-cancer properties of terpenoids isolated from Rhizoma curcumae – A review. Journal of Ethnopharmacology. 143(2012): 406–11.

Manoharan S, Wani SA, Vasudevan K, Manimaran A, Prabhakar MM, Karthikeyan S, Rajasekaran D. 2013. Saffron reduction of 7,12-dimethylbenz[a]anthracene-induced hamster buccal pouch carcinogenesis. Asian Pacific Journal of Cancer Prevention. 2(14): 951−7.

Marlina PWN. 2008. Konsentrasi flavonoid dan lethal concentration 50 (LC50) ekstrak daun sirih merah (Piper crocatum). [Skripsi]. Bogor. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.

Medina D. 2010. Of mice and woman: a short history of mouse mammary cancer research with an emphasis on the paradigms inspired by the transplantation metod. Cold Spring Harbor Perspectives in Biology.10(2): 1−12.

Moore KL, Agur KMR. 2002. Anatomi Klinis Dasar. Jakarta: Hipokrates. hlm.

35−6.

McKian KP, Reynolds CA, Visscher DW, Nassar A, Radisky DC, Vierkant RA, Degnim AC, Boughey JC, Ghosh K, Anderson SS, Minot D, Caudill JL, Vachon CM, Frost MH, Pankratz VS, Hartmann LC. 2009. Novel breast tissue feature strongly associated with risk of breast cancer. Journal of Clinical Oncology. 35(27): 5893−8.

Murni SA, Prawito P, Widiono, S. 2012. Eksistensi pemanfaatan tanaman obat tradisional (TOT) Suku Serawai diera medikalisasi kehidupan. Naturalis-Jurnal Penelitian Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan. 3(1):


(64)

66 Nadhiroh AM. 2011. Faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku mahasiswa D-IV kebidanan tentang deteksi ini kanker payudara melalui pemeriksaan payudara sendiri (SADARI) di STIKES Insan Unggul Surabaya. Jurnal Insan Kesehatan. 2(0): 1−44.

Nagy E, Adchi S, Takamura-Enya T, Zeisig M, Moller L. 2007. DNA adduct formation and oxidative stress from the carcinogenic urban air pollutant 3-nitrobenzanthrone and its isomer 2-nitrobenzanthrone, in vitro and in vivo. Mutagenesis. 2(22): 135−45.

Ngatidjan. 2006. Metode laboratorium dalam toksikologi. Yogyakarta: Bagian Farmakologi dan Toksikologi FK UGM. hlm. 116.

Parmar H, Cunha GR. 2004. Epithelial-stromal interactions in the mouse and human mammary gland in vivo. Endocrine-Related Cancer. 11(4): 437−58.

Parvova I, Danchev N, Hristov E. 2011. Animal models of human disease and their significance for clinical studies of new drugs. Journal of Clinical Medicine. 1(4): 19−29.

Prabowo AY, Muhartono. Perbandingan pengaruh pemberian ekstrak buah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa) dengan ekstrak daun ceplukan (Physalis angulata l) terhadap gambaran histopatologi hepar pada tikus putih (Rattus norvegicus) jantan galur Sprague dawley yang diinduksi rifampisin. MAJORITY (Medical Journal of Lampung University). 1(2): 1−10.

Putra AP. 2009. Efektivitas pemberian kedelai pada tikus putih (Rattus Norvegicus) bunting dan menyusui terhadap pertumbuhan dan kinerja reproduksi anak tikus betina. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan IPB. hlm. 10−12.

Rabi T, Bishayee A. 2009. Terpenoids and breast cancer chemopreventive. Breast Cancer Research and Treatment. 115(2): 223−39.


(65)

67 Radji M, Aldrat H, Harahap Y, Irawan C. 2010. Penggunaan obat herbal pada

pasien kanker serviks. Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia. 1(8): 33−9.

Rahmat H. 2009. Identifikasi senyawa flavonoid pada sayuran indigenous Jawa Barat. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian IPB. hlm. 3−5.

Rahmawati E, Dewoto AR, Wuyung PE. 2006. Anticancer activity study of ethanol extract of mahkota dewa fruit pulp (Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl.) in C3H mouse mammary tumor induced by transplantation. Medical Journal Indonesia. 4(15): 217−22.

Rohyami, Y. 2008. Penentuan kandungan flavonoid dari ekstrak metanol daging buah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl.). Jurnal Logika. 5(1): 1−9.

Sahdiah HS, Susianti. 2013. Pengaruh pemberian ekstrak buah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa) terhadap gambaran histopatologi hepar tikus putih yang diinduksi isoniazid. MAJORITY (Medical Journal of Lampung University.2(2):1−9.

Sekti DA, Mubarok MF, Armandani I, Junedy S, Meiyanto E. 2010. Ekstrak etanolik daun awar–awar (Ficus septica Burm. f.) memacu apoptosis sel kanker payudara MCF-7 melalui penekanan ekspresi Bcl-2. Majalah Obat Tradisional. 15(3): 100–104.

Septiawati T. 2008. Daya hambat ekstrak etanol buah mahkota dewa terhadap

aktivitas α-glukosidase secara in vitro. [Skripsi]. Bogor: Fakultas

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor.

Sherwood, L. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta: EGC. hlm. 732.

Simanjuntak P. 2008. Identifikasi senyawa kimia dalam buah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa), Thymelaceae. Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia. 1(6): 49−54.

Soeksmanto A. 2006. Pengaruh ekstrak butanol buah tua mahkota dewa (Phaleria macrocarpa) terhadap jaringan ginjal mencit (Mus musculus). Biodiversitas. 3(7): 278−81.


(66)

68 Soeksmanto A, Hapsari Y, Simanjuntak P. 2007. Kandungan antioksidan pada beberapa bagian tanaman mahkota dewa, Phaleria macrocarpa (Scheff) Boerl. (Thymelaceae). Biodiversitas. 2(8): 92−5.

Souchelnytskyi S. 2005. Priteomics of TGF-β signaling and its impact on breast cancer. Expert Review of Proteomics. 6(2): 925−35.

Sulistianto DE, Harini M, Handajani NS. 2004. Pengaruh pemberian ekstrak buah mahkota dewa [Phaleria macrocarfa (Scheff) Boerl] terhadap struktur histopatologis hepar tikus (Rattus norvegicus L.) setelah perlakuan dengan karbon tetraklorida (CCl4) secara oral. [Skripsi]. Surakarta: Jurusan Biologi FMIPA Universitas Sebelas Maret.

Sumarawati T, Fatmawati D. Isolasi dan uji sitotoksik senyawa alkaloid mahkota dewa (Phaleria macocarpa) pada kultur sel kanker payudara (T47D). Prosiding Semnas Herbs for Cancer FK Unissula. hlm. 102−10.

Sundaryono A. 2011. Uji aktivitas senyawa flavonoid total dari Gynura segetum (lour) terhadap peningkatan eritrosit dan penurunan leukosit pada mencit (Mus musculus). Jurnal Exacta. 2(9): 8−16.

Syukri Y, Saepudin. 2008. Aktivitas antikarsinogenesis ekstrak etanol daging buah mahkota dewa pada mencit yang diinduksi 7,12-dimetilbenz(a)antrasena. Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia. 2(6): 63−7.

Thoppil RJ, Bishayee A. 2011. Terpenoids as potential chemopreventive and therapeutic agents in liver cancer. World Journal of Hepatology. 9(3): 228−49.

Trisnawati. 2011. Pengaruh ekstrak kuda laut (Hipocampus kuda bleeker) terhadap kuantitas dan kualitas spermatozoa pada mencit jantan (Mus musculus L). Syifa’ MEDIKA. 2(1): 96−116.

U.S. Cancer Statistics Working Group. 2013. United States Cancer Statistics: 1999–2010 Incidence and Mortality Web-based Report. Atlanta (GA): Department of Health and Human Services, Centers for Disease Control and Prevention, and National Cancer Institute.


(67)

69 Weyemi U, Caillou B, Talbot M, Ameziane-El-Hassani R, Lacroix L,

Lagent-Chevallier O, Ghuzlan AA, Roos D, Bidart JM, Virion A, Schlumberger M, Dupuy C. 2010. Intracellular expression of reactive oxygen species-generating NADPH oxidase NOX4 in normal and cancer thyroid tissues. Endocrine-Related Cancer. 17(10): 27−37.

Zhang D, Cheng Y, Zhang J, Wang X, Wang N, Yao X. 2008. Cytotoxic effects of flavonol glycosides and nonflavonoid constituents of epimedium koreanum on primary osteoblasts. Pharmaceutical Biology. 3(46): 185−90.


(1)

64 Handayani S, Sunarto, Kristianingrum S. 2005. Kromatografi lapis tipis untuk penentuan kadar hesperidin dalam kulit buah jeruk. Jurnal Penelitian Saintek. 1(10): 53−68.

Handayani R, Sulistyo J. 2007. Sintesis senyawa flavonod-α-glikosida secara reaksi transglikoslasi enzimatik dan aktifitasnya sebagai antioksidan. Biodiversitas. 1(9): 1−4.

Hsiao YH, Tsai HD, Chou MC, Man YG. 2011. The myoepithelial cell layer may serve as a potential trigger factor for different outcomes of stage-matched invasive lobular and ductal breast cancers. International Journal of BiologicalSciences.7(2):147−53.

Jemal A, Bray F, Center M, Ferlay J, Ward E, Forman D. 2011. Global cancer statistics. CA Cancer J Clin. 2(61): 69−90.

Joshi JU, Gadge AS, D’Mello P, Sinha R, Srivastava S, Govil G. 2011. Anti-inflammatory, antioxidant and anticancer activity of quercetin and its analogues. International Journal of Research in Pharmaceutical and Biomedical Sciences. 2(4): 1756−66.

Junqueira L, Carneiro J. 2007. Histologi dasar. Jakarta: EGC. hlm. 447−8.

Karayannopoulou M, Fytianou A, Assaloumidis N, Psalla D, Savva I, Kaldrymidou E. 2012. Lipid peroxidation in neoplastic tissue of dogs with mammary cancer fed with different kinds of diet. Turkish Journal of Veterinary and Animal Sciences. 7(37): 449−53.

Kaur J, Sharma M, Sharma PD, Bansal MP. 2010. Antitumor activity of Lantadenes in DMBA/TPA induced skin tumors in mice: expression of transcription factors. American journal of Biomedikal Sciences. 2(1): 79−90.

Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. 2007. Buku Ajar Patologi Robbins. Jakarta: EGC. hlm. 788−96.


(2)

65 Lisdawati V. 2009. Kajian terhadap prospek pengembangan bahan bioaktif buah mahkota dewa (P. macrocarpa) sebagai kandidat New Chemical Entity (NCE) untuk pengobatan kanker (sitostatika). Buletin Penelitian Kesehatan. 1(37): 23−32.

Lu JJ, Bao JL, Chen XP, Huang M, Wang YT. 2012. Alkaloids isolated from natural herbs as the anticancer agents. Hindawi Publishing Corporation. 10(12): 1−12.

Lu JJ, Dang YY, Huang M, Xu WS, Chen XP, Wang YT. 2012. Anti-cancer properties of terpenoids isolated from Rhizoma curcumae – A review. Journal of Ethnopharmacology. 143(2012): 406–11.

Manoharan S, Wani SA, Vasudevan K, Manimaran A, Prabhakar MM, Karthikeyan S, Rajasekaran D. 2013. Saffron reduction of 7,12-dimethylbenz[a]anthracene-induced hamster buccal pouch carcinogenesis. Asian Pacific Journal of Cancer Prevention. 2(14): 951−7.

Marlina PWN. 2008. Konsentrasi flavonoid dan lethal concentration 50 (LC50) ekstrak daun sirih merah (Piper crocatum). [Skripsi]. Bogor. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.

Medina D. 2010. Of mice and woman: a short history of mouse mammary cancer research with an emphasis on the paradigms inspired by the transplantation metod. Cold Spring Harbor Perspectives in Biology.10(2): 1−12.

Moore KL, Agur KMR. 2002. Anatomi Klinis Dasar. Jakarta: Hipokrates. hlm. 35−6.

McKian KP, Reynolds CA, Visscher DW, Nassar A, Radisky DC, Vierkant RA, Degnim AC, Boughey JC, Ghosh K, Anderson SS, Minot D, Caudill JL, Vachon CM, Frost MH, Pankratz VS, Hartmann LC. 2009. Novel breast tissue feature strongly associated with risk of breast cancer. Journal of Clinical Oncology. 35(27): 5893−8.

Murni SA, Prawito P, Widiono, S. 2012. Eksistensi pemanfaatan tanaman obat tradisional (TOT) Suku Serawai diera medikalisasi kehidupan. Naturalis-Jurnal Penelitian Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan. 3(1): 225−34.


(3)

66 Nadhiroh AM. 2011. Faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku mahasiswa D-IV kebidanan tentang deteksi ini kanker payudara melalui pemeriksaan payudara sendiri (SADARI) di STIKES Insan Unggul Surabaya. Jurnal Insan Kesehatan. 2(0): 1−44.

Nagy E, Adchi S, Takamura-Enya T, Zeisig M, Moller L. 2007. DNA adduct formation and oxidative stress from the carcinogenic urban air pollutant 3-nitrobenzanthrone and its isomer 2-nitrobenzanthrone, in vitro and in vivo. Mutagenesis. 2(22): 135−45.

Ngatidjan. 2006. Metode laboratorium dalam toksikologi. Yogyakarta: Bagian Farmakologi dan Toksikologi FK UGM. hlm. 116.

Parmar H, Cunha GR. 2004. Epithelial-stromal interactions in the mouse and human mammary gland in vivo. Endocrine-Related Cancer. 11(4): 437−58.

Parvova I, Danchev N, Hristov E. 2011. Animal models of human disease and their significance for clinical studies of new drugs. Journal of Clinical Medicine. 1(4): 19−29.

Prabowo AY, Muhartono. Perbandingan pengaruh pemberian ekstrak buah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa) dengan ekstrak daun ceplukan (Physalis angulata l) terhadap gambaran histopatologi hepar pada tikus putih (Rattus norvegicus) jantan galur Sprague dawley yang diinduksi rifampisin. MAJORITY (Medical Journal of Lampung University). 1(2): 1−10.

Putra AP. 2009. Efektivitas pemberian kedelai pada tikus putih (Rattus Norvegicus) bunting dan menyusui terhadap pertumbuhan dan kinerja reproduksi anak tikus betina. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan IPB. hlm. 10−12.

Rabi T, Bishayee A. 2009. Terpenoids and breast cancer chemopreventive. Breast Cancer Research and Treatment. 115(2): 223−39.


(4)

67 Radji M, Aldrat H, Harahap Y, Irawan C. 2010. Penggunaan obat herbal pada

pasien kanker serviks. Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia. 1(8): 33−9.

Rahmat H. 2009. Identifikasi senyawa flavonoid pada sayuran indigenous Jawa Barat. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian IPB. hlm. 3−5.

Rahmawati E, Dewoto AR, Wuyung PE. 2006. Anticancer activity study of ethanol extract of mahkota dewa fruit pulp (Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl.) in C3H mouse mammary tumor induced by transplantation. Medical Journal Indonesia. 4(15): 217−22.

Rohyami, Y. 2008. Penentuan kandungan flavonoid dari ekstrak metanol daging buah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl.). Jurnal Logika. 5(1): 1−9.

Sahdiah HS, Susianti. 2013. Pengaruh pemberian ekstrak buah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa) terhadap gambaran histopatologi hepar tikus putih yang diinduksi isoniazid. MAJORITY (Medical Journal of Lampung University.2(2):1−9.

Sekti DA, Mubarok MF, Armandani I, Junedy S, Meiyanto E. 2010. Ekstrak etanolik daun awar–awar (Ficus septica Burm. f.) memacu apoptosis sel kanker payudara MCF-7 melalui penekanan ekspresi Bcl-2. Majalah Obat Tradisional. 15(3): 100–104.

Septiawati T. 2008. Daya hambat ekstrak etanol buah mahkota dewa terhadap aktivitas α-glukosidase secara in vitro. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor.

Sherwood, L. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta: EGC. hlm. 732.

Simanjuntak P. 2008. Identifikasi senyawa kimia dalam buah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa), Thymelaceae. Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia. 1(6): 49−54.

Soeksmanto A. 2006. Pengaruh ekstrak butanol buah tua mahkota dewa (Phaleria macrocarpa) terhadap jaringan ginjal mencit (Mus musculus). Biodiversitas. 3(7): 278−81.


(5)

68 Soeksmanto A, Hapsari Y, Simanjuntak P. 2007. Kandungan antioksidan pada beberapa bagian tanaman mahkota dewa, Phaleria macrocarpa (Scheff) Boerl. (Thymelaceae). Biodiversitas. 2(8): 92−5.

Souchelnytskyi S. 2005. Priteomics of TGF-β signaling and its impact on breast cancer. Expert Review of Proteomics. 6(2): 925−35.

Sulistianto DE, Harini M, Handajani NS. 2004. Pengaruh pemberian ekstrak buah mahkota dewa [Phaleria macrocarfa (Scheff) Boerl] terhadap struktur histopatologis hepar tikus (Rattus norvegicus L.) setelah perlakuan dengan karbon tetraklorida (CCl4) secara oral. [Skripsi]. Surakarta:

Jurusan Biologi FMIPA Universitas Sebelas Maret.

Sumarawati T, Fatmawati D. Isolasi dan uji sitotoksik senyawa alkaloid mahkota dewa (Phaleria macocarpa) pada kultur sel kanker payudara (T47D). Prosiding Semnas Herbs for Cancer FK Unissula. hlm. 102−10.

Sundaryono A. 2011. Uji aktivitas senyawa flavonoid total dari Gynura segetum (lour) terhadap peningkatan eritrosit dan penurunan leukosit pada mencit (Mus musculus). Jurnal Exacta. 2(9): 8−16.

Syukri Y, Saepudin. 2008. Aktivitas antikarsinogenesis ekstrak etanol daging buah mahkota dewa pada mencit yang diinduksi 7,12-dimetilbenz(a)antrasena. Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia. 2(6): 63−7.

Thoppil RJ, Bishayee A. 2011. Terpenoids as potential chemopreventive and therapeutic agents in liver cancer. World Journal of Hepatology. 9(3): 228−49.

Trisnawati. 2011. Pengaruh ekstrak kuda laut (Hipocampus kuda bleeker) terhadap kuantitas dan kualitas spermatozoa pada mencit jantan (Mus musculus L). Syifa’ MEDIKA. 2(1): 96−116.

U.S. Cancer Statistics Working Group. 2013. United States Cancer Statistics: 1999–2010 Incidence and Mortality Web-based Report. Atlanta (GA): Department of Health and Human Services, Centers for Disease Control and Prevention, and National Cancer Institute.


(6)

69 Weyemi U, Caillou B, Talbot M, Ameziane-El-Hassani R, Lacroix L,

Lagent-Chevallier O, Ghuzlan AA, Roos D, Bidart JM, Virion A, Schlumberger M, Dupuy C. 2010. Intracellular expression of reactive oxygen species-generating NADPH oxidase NOX4 in normal and cancer thyroid tissues. Endocrine-Related Cancer. 17(10): 27−37.

Zhang D, Cheng Y, Zhang J, Wang X, Wang N, Yao X. 2008. Cytotoxic effects of flavonol glycosides and nonflavonoid constituents of epimedium koreanum on primary osteoblasts. Pharmaceutical Biology. 3(46): 185−90.


Dokumen yang terkait

Daya Antibakteri Ekstrak Buah Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa [Scheff.] Boerl) terhadap Pertumbuhan Streptococcus mutans (in vitro)

8 92 64

Daya atibakteri ekstrak etanol buah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa [Scheff.] Boerl.) terhadap Fusobacterium nucleatum sebagai bahan medikamen saluran akar secara in vitro.

3 69 76

Pengaruh pemberian ekstrak etanol buah muda mahkota dewa (Phaleria macrocarpa) terhadap gambaran histopatologi nekrosis sel hepar tikus putih jantan (Rattus norvegicus strain wistar) yang diinduksi parasetamol

2 7 26

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK BUAH MAHKOTA DEWA (Phaleria macrocarpa) TERHADAP GAMBARAN MAKROSKOPIS HEPAR TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) GALUR Sprague dawley YANG DIINDUKSI RIFAMPISIN

1 11 58

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK BUAH MAHKOTA DEWA (Phaleria macrocarpa) TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI HEPAR TIKUS PUTIH YANG DIINDUKSI ISONIAZID

4 40 83

PERBANDINGAN PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK BUAH MAHKOTA DEWA (Phaleria macrocarpa) DENGAN EKSTRAK DAUN CEPLUKAN (Physalis angulata L) TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI HEPAR PADA TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) JANTAN GALUR Sprague dawley YANG DIINDUKSI RIFAMP

0 11 87

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK BUAH MAHKOTA DEWA (Phaleria macrocarpa) TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI GINJAL TIKUS PUTIH JANTAN (Rattus norvegicus) GALUR SPRAGUE DAWLEY YANG DIINDUKSI RIFAMPISIN

6 25 78

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL DAUN SIRSAK (Annona muricata Linn) TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI GINJAL TIKUS PUTIH (Rattus Norvegicus) GALUR Sprague dawley YANG DIINDUKSI DMBA

5 36 70

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK BUAH MAHKOTA DEWA (Phaleria macrocarpa) TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGIS HEPAR TIKUS PUTIH (Rattus Norvegicus) GALUR Sprague dawley YANG DIINDUKSI 7,12-DYMETHYLBENZ(α)ANTHRACENE (DMBA)

4 28 56

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK DAUN SIRSAK (Annona muricata Linn) TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI PAYUDARA PADA TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) BETINA GALUR Sprague dawley YANG DIINDUKSI DMBA

0 8 49