BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sirsak (Annona muricata L.) 1. Sistematika Tumbuhan - FORMULASI SEDIAAN LULUR KRIM ANTIOKSIDAN EKSTRAK ETANO L DAUN SIRSAK ( Annona muricata L.) DAN UJI SIFAT FISIKNYA - repository perpustakaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sirsak (Annona muricata L.) 1. Sistematika Tumbuhan Tanaman sirsak dalam sistematika tumbuhan (taksonomi)

  diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom : Plantae Divisi : Spermatophyta Sub Divisi : Angiospermae Class : Dicotyledonae Ordo : Polycarpiceae Family : Annonaceae Genus : Annona Spesies : Annona muricata L. (Radi, 1997)

Gambar 2.1 Daun Sirsak (Annona muricata L.) 2. Deskripsi Tanaman

  Annona muricata L. atau yang dikenal dengan graviola, sirsak atau

  korosol, termasuk ke dalam famili Annonaceae. Tanaman sirsak banyak tumbuh di daerah tropis. Semua bagian dari pohon sirsak dapat digunakan sebagai obat, mulai dari ranting, daun, akar, buah, dan biji (Pieme et al., 2014). Tanaman sirsak memiliki bentuk daun elips memanjang atau bulat menyempit dengan bagian ujung yang meruncing. Daun sirsak memiliki panjang 6-20 cm dan lebar 2-6 cm. Selain itu juga permukaan daunnya halus dan mengkilat, dengan warna hijau yang lebih tua di bagian permukaan atas dibandingkan dengan permukaan bawah. Bunga dari tanaman ini berbentuk kerucut segitiga dilengkapi dengan 3 helaian bunga yang sedikit tebal dan tersusun berlapis. Buahnya berbentuk seperti jantung oval yang memliki ukuran panjang sekitar 10-30 cm, lebar hingga 15 cm dan beratnya dapat mencapai 4,5-6,8 kg (Adewole dan Caxton- Martins, 2006).

3. Kandungan Kimia

  Senyawa antioksidan berperan penting dalam pertahanan seluler terhadap reactive oxigen species (ROS). Kandungan antioksidan dan penangkal radikal bebas dari daun sirsak banyak terdapat pada daun sirsak segar dibandingkan daun sirsak kering. Annonaceous acetogenins, lakton dan isoquinolin, alkaloid, tannin, dan kumarin adalah beberapa senyawa bioaktif yang ada pada daun sirsak (Muthu dan Durairaj, 2015)

B. Radikal Bebas

  Para ahli biokimia menyebutkan bahwa radikal bebas merupakan salah satu bentuk senyawa oksigen raktif, yang secara umum diketahui sebagai senyawa yang memiliki elektron yang tidak berpasangan (Winarsi,2007).

  Menurut Winarsi, (2007) mekanisme reaksi radikal bebas paling tepat dibayangkan sebagai suatu deret reaksi-reaksi bertahap, tiap tahap termasuk salah satu kategori yaitu:

  1. Tahap inisiasi Merupakan tahap yang menyebabkan terbentuknya radikal bebas.

  Misalnya:

  Fe + H O Fe + OH + .OH

  2

2 Cl-Cl Cl. + Cl.

  2. Propagasi Yaitu perpanjangan rantai radikal, radikal yang terbentuk pada tahap ini mengawali sederetan reaksi yang menyebabkan terbentuknya radikal bebas baru. Reaksi-reaksi ini disebut tahap propagasi. Jumlah berulangnya tahap propagasi disebut rantai panjang.(chain lenght)

  R

  2 -H + R 1 . R

2 . + R

1 -H

  R

  3 -H + R 2 . R

3 . + R

2 -H

  3. Tahap terminasi yaitu tahap beraksinya senyawa radikal lain atau dengan penangkap radikal, sehingga potensi propagasinya rendah. Tahap terminasi digambarkan sebagai berikut:

  R . + R . R -R

  1

  1

  1

  

1

R 2 . + R 1 . R 2 -R

  

1

R 2 . + R 2 . R 2 -R

  

2

Tanpa disadari dalam tubuh kita terbentuk radikal bebas secara

  terus-menerus, baik melalui proses secara metabolisme sel normal, peradangan, kekurangan gizi, dan akibat respon terhadap pengaruh dari luar tubuh, seperti polusi lingkungan, ultraviolet (UV), asap rokok, dan lain-lain. Diyakini bahwa dengan meningkatnya usia seseorang, pembentukan radikal bebas juga semakin meningkat. Secara endogenus hal ini berkaitan dengan laju metabolisme seiring bertambahnya usia. Bertambahnya glikolisis juga akan menyebabkan peningkatan oksidasi glukosa dalam siklus asam sitrat sehingga radikal bebas akan terbentuk lebih banyak. Secara eksogenus kemungkinan tubuh terpapar dengan polutan juga semakin tinggi. Kedua faktor tersebut dapat meningkatkan jumlah radikal bebas dalam tubuh (Winarsih, 2007).

C. Antioksidan

  Antioksidan merupakan senyawa kimia yang dapat menyumbangkan satu atau lebih elektron kepada radikal bebas, sehingga reaksi radikal bebas dapat terhambat. Antioksidan juga merupakan senyawa yang dapat menghambat atau mencegah terjadinya reaksi oksidasi dengan mengikat radikal bebas dan molekul yang sangat reaktif sehingga dapat menghambat kerusakan sel (Winarsih, 2007).

  Berdasarkan mekanisme kerjanya, antioksidan dibedakan menjadi tiga kelompok (Winarsih, 2007), yaitu:

  1. Antioksidan primer Antioksidan primer disebut juga dengan antioksidan endogenus dan antioksidan enzimatis. Suatu senyawa dikatakan sebagai antioksidan primer apabila dapat memberikan atom hidrogen secara cepat kepada senyawa radikal, kemudian radikal yang terbentuk segera berubah menjadi senyawa yang lebih stabil, enzim-enzim tersebut akan menghambat pembentukan radikal bebas dengan cara memutus reaksi berantai (polimerisasi), kemudian mengubahnya menjadi produk yang lebih stabil.

  2. Antioksidan sekunder Antioksidan sekunder disebut juga antioksidan atau non- enzimatis. Antioksidan kelompok ini disebut juga pertahanan preventif.

  Dimana terbentuknya senyawa oksigen reaktif yang dihambat dengan cara dirusak pembentukannya. Mekanisme kerjanya yaitu memotong reaksi oksidasi berantai dari radikal bebas atau dengan menyapu radikal bebas tersebut (free radical scavenger).

  3. Antioksidan tersier Kelompok antioksidan tersier meliputi sistem enzim DNA-repair dan mentionin sulfoksida reduktase. Enzim-enzim ini berfungsi dalam perbaikan biomolekular yang rusak akibat reaktifitas radikal bebas.

D. Krim

  Krim adalah sediaan setengah padat berupa emulsi kental mengandung tidak kurang dari 60% air, dimaksudkan untuk pemakaian luar. Tipe krim ada 2 yaitu: krim tipe air dalam minyak (A/M) dan krim minyak dalam air (M/A). Untuk membuat krim digunakan zat pengemulsi, umumnya berupa surfaktan-surfaktan anionik, kationik, dan nonionik (Anief, 2008).

  Berdasarkan tipe emulsi, krim dibedakan menjadi 2 tipe (Widodo, 2013). yaitu:

  1. Tipe minyak dalam air (M/A) Bahan dasarnya mudah larut dalam air, mudah dicuci dan air merupakan fase luar, sifatnya mudah menyebar pada permukaan kulit. Tipe ini terbentuk bila emulgator yang digunakan larut dalam air atau suka air (hidrofil).

  2. Tipe air dalam minyak (A/M) Bahan dasarnya tidak larut dalam air, mengandung air sebagai fase dalamnya, sukar dicuci dengan air karena minyak merupakan fase luarnya.

  Tipe ini bila emulgator larut dalam minyak atau suka minyak (lipofil).

  E. Lulur Krim

  Lulur (Body scrub) adalah perawatan tubuh dengan menggunakan lulur. Produk lulur berupa krim yang mengandung butiran-butiran kasar di dalamnya (Traggono dan Latifah, 2007).

  Scrub berfungsi mengangkat sel kulit mati di permukaan kulit tubuh

  yang kasar dan kusam, selain itu juga berfungsi membantu mempercepat pergantian sel-sel kulit tubuh yang baru, bersih, dan sehat. Scrub/peeling atau lulur adalah perawatan yang dilakukan oleh terapis dengan cara menggerakan telapak tangan memutar sambil mengusap permukaan kulit yang sudah diberi produk lulur. Perawatan ini dapat dilanjutkan dengan perawatan body masker. Perawatan ini diakhiri dengan bath terapy, dan pengolesan lotion, body cream atau body butter untuk memaksimalkan hasil perawatan (Tranggono dan Latifah, 2007).

  F. Uraian Bahan

  1. Setil Alkohol Setil alkohol (C

  16 H

  34 O) adalah alkohol lemak yang berbentuk

  lemak putih agak keras seperti lilin yang mengandung gugusan kelompok hidroksil. Setil alkohol banyak digunakan sebagai pengental. Pembentuk konsistensi dan penstabil emulsi. Setil aklohol memiliki titik leleh 45-52 ºC. Bahan ini sangat mudah larut dalam etanol 95% dan eter. Kelarutannya akan meningkat bila suhunya dinaikkan. Setil alkohol tidak larut dalam air. Semakin besar konsentrasi setil alkohol digunakan dalam formulasi, emulsi yang terbentuk akan semakin padat (Rowe et al., 2009).

  2. Asam Stearat Asam stearat adalah campuran asam organik padat yang diperoleh dari lemak, sebagian besar terdiri dari asam oktadekanoat, C H O dan

  18

  36

  2

  asam heksadekanoat C

6 H

  32 O 2 . Berupa kristal padat, bubuk, zat padat

  mengkilat; putih atau kuning pucat; sedikit berbau. Asam stearat bersifat praktis tidak larut dalam air; larut dalam 3 bagian eter; dalam 2 bagian kloroform, larut dalam 20 bagian etanol (95%), larut dalam heksana dan propilen glikol; mudah larut dalam benzene dan karbon tetra klorida. Berfungsi sebagai agen pengemulsi (Rowe et al., 2009).

  3. Propil Paraben Propil paraben atau disebut juga 4-hydroxybenzoic acid propyl

  

Ester, nipasol M, propagin, berupa serbuk kristalin putih, tidak berbau atau

  sedikit berbau aromatis, dan tidak berasa tapi memberikan berasa kebal pada lidah. Propil paraben efektif sebagai pengawet pada rentang pH 4-8, Peningkatan pH dapat menyebabkan penurunan aktivitas mikrobanya. Propil paraben sangat larut dalam aseton, eter etanol 95% larut dalam 5,6 bagian etanol 50%, larut dalam 3,9 bagian propilen glikol dan sukar larut dalam air. Titik didihnya adalah 295 ºC. Propil paraben akan berubah warna apabila kontak dengan besi dan hidrolisis terjadi apabila ada basa lemah dan asam kuat (Rowe et al., 2009).

  Penggunaan propil paraben dalam sediaan krim berfungsi sebagai pengawet untuk mencegah kontaminasi dan pengrusakan oleh mikroba. Penggunaan pengawet sangat penting dalam sediaan semi padat karena sebagian besar komponen dalam sediaan merupakan substrat dari mikroorganisme. Penggunaan kombinasi paraben dapat meningkatkan aktivitas antimikrobanya (Lachman et al., 1994).

  4. Propilen Glikol Pemberian propilen glikol atau disebut juga 1,2-Propanediol;

  

methyl glycol, methyl ethylene glycol yang mengandung tidak kurang dari

  99,5% C

3 H

  8 O 2 . Pemerian: cairan kental, jernih, tidak berwarna; rasa khas;

  praktis tidak berbau; menyerap air pada udara lembab. Kelarutan: dapat bercampur dengan air, dengan aseton, dan dengan kloroform; larut dalam eter dan dalam beberapa minyak esensial; tetapi tidak dapat bercampur dengan minyak lemak. Baku pembanding propilen glikol BPFI; tidak boleh dikeringkan sebelum digunakan. Wadah dan penyimpanan: dalam wadah tertutup rapat (Depkes RI, 1995).

  5. Metil Paraben Metil paraben (C H O ) bahan ini berbentuk kristal atau bubuk

  3

  8

  3

  kristal tidak berwarna atau putih, berbau atau tidak hampir berbau, memberikan rasa terbakar di lidah, diikuti rasa mati lokal. konsentrasi metil paraben yang bisa digunakan pada sediaan topikal adalah 0,02-0.3%. metil paraben berfungsi sebagai pengawet, efektifitasnya sebagai pengawet meningkat dengan penambahan 2-5% propilen glikol atau mengkombinasinya dengan antimikroba lain. pemilihan dari ester-ester paraben karena toksisitasnya rendah, tidak berbau, tidak menyebabkan kotor dan tidak menyebabkan iritasi pada kulit (Rowe et al., 2009).

  6. Minyak Zaitun (Oleum olivae) Minyak zaitun adalah minyak lemak yang diperoleh dengan pemerasan dingin biji masak Olea europaea L. Pemerian cairan, kuning pucat atau kuning kehijauan, bau lemak, bau tengik, rasa khas, pada suhu rendah sebagian atau seluruhnya membeku. Kelarutan: sukar larut dalam etanol (95%) P, mudah larut dalam kloroform P, dalam eter P, dan dalam eter minyak tanah P. Khasiat dan kegunaan sebagai zat tambahan (Depkes RI, 1979).

  7. Lemak kakao (Lemak coklat) Lemak coklat adalah lemak coklat padat yang diperoleh dengan pemerasan panas biji Theobroma cacao L, yang telah dikupas dan dipanggang. Pemerian lemak padat, putih kekuningan, bau khas aromatik, rasa khas lemak, agak rapuh. Kelarutan: sukar larut dalam etanol (95%) P, mudah larut dalam kloroform P, dalam eter P dan dalam eter minyak tanah

  o o

  P. Suhu lebur 31 C sampai 34

  C. Khasiat dan kegunaannya sebagai zat tambahan (Depkes RI, 1979).

  8. Trietanolamin (TEA) Pemerian berupa cairan kental bening atau berwarna kuning pucat, jernih, tidak berbau atau hampir tidak berbau, bersifat higroskopis. Bahan ini mudah larut dalam air, metanol dan aseton. Titik lebur antara 20-21°C. Bahan ini berfungsi sebagai pengemulsi dan pengatur pH pada sediaan topical (Rowe et al., 2009).

  9. Aquades Aquades merupakan air murni yang dihasilkan dengan cara penyulingan, pertukaran ion, osmosis terbalik atau dengan cara yang sesuai. Air murni lebih bebas kotoran atau mikroba. Air murni dapat digunakan dalam sediaan-sediaan yang membutuhkan air, kecuali untuk sediaan parenteral (Depkes RI, 1995).

G. Ekstraksi

  Simplisia adalah bahan alam alamiah yang digunakan sebagai obat yang belum mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan lain, simplisia merupakan bahan yang dikeringkan. Simplisia dapat berupa simplisia nabati, simplisia hewani, dan simplisia mineral (Depkes RI, 1985).

  1. Simplisia nabati adalah simplisa yang berupa tanaman utuh, bagian tanaman atau eksudat tanaman. Yang dimaksud dengan eksudat tanaman adalah isi sel yang secara spontan keluar dari tanaman atau yang dengan cara tertentu dikeluarkan dari selnya, atau zat-zat nabati lainnya yang dengan cara tertentu dipisahkan dari tanamannya.

  2. Simplisa hewani adalah simplisia yang berupa hewan utuh, bagian tanaman atau zat-zat berguna yang dihailkan oleh hewan dan belum berupa zat kimia murni.

  3. Simplisa mineral adalah simplisia yang berupa bahan mineral yang belum diolah atau telah diolah dengan cara sederhana dan belum berupa zat kimia murni.

  Ekstraksi merupakan sediaan kental yang diperoleh dengan cara mengekstraksi senyawa aktif dari simplisa nabati atau hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian sebagian atau semua pelarut diuapkan dan masa atau serbuk yang tersisa diperlukan sedemikian rupa hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan (Depkes RI, 2002).

  Ekstraksi menggunakan pelarut dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu:

  1. Cara dingin

  a. Maserasi Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan pelarut, dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan.

  b. Perkolasi Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna (exhaustive extraction) yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan.

  2. Cara panas

  a. Refluks Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titk didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendinginan balik.

  b. Soxhlet Soxhlet adalah ekstraksi dengan menggunakan pelarut yang selalu baru yang umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut reatif konstan dengan adanya pendinginan balik.

  c. Digesti Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadkan kontinu) pada temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruang yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40-50 ºC.

  d. Infus Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air (bejana infuse tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur 96-98 ºC selama waktu 15 sampai 20 menit.

H. DPPH (1,1-diphenyl-2-picrylhydrazil)

  Metode yang paling sering digunakan dan sederhana untuk menguji aktivitas antioksidan pada tanaman obat yaitu dengan menggunakan radikal

  1,1-diphenyl-2-picrylhydrazil sebagai senyawa pendeteksi. DPPH merupakan

  senyawa radikal bebas yang bersifat stabil sehingga dapat bereaksi dengan atom hidrogen yang berasal dari suatu antioksidan membentuk DPPH tereduksi (Molyneux, 2004).

Gambar 2.2 Struktur DPPH (Kurniawan et al., 2012).

  Prinsip dari metode DPPH ini, yaitu senyawa antioksidan akan mendonorkan atom hidrogen yang akan membuat larutan DPPH menjadi tidak berwarna sehingga dapat diukur menggunakan spektrofotometer akibat terbentuknya DPPH tereduksi. Pada DPPH ada elektron yang tidak berpasangan maka dapat memberikan serapan kuat pada 517 nm. Ketika elektronnya berpasangan karena adanya penangkap radikal bebas, maka absorbansinya menurun sesuai jumlah elektron yang diambil. Keberadaan senyawa antioksidan dapat mengubah warna larutan DPPH dari ungu menjadi kuning. Semakin tinggi kemampuan senyawa antioksidan dalam mengikat radikal DPPH, maka warna yang akan dihasilkan semakin kuning dan jernih. karena ditandai dengan adanya absorbansi yang semakin kecil dan terukur pada spektrofotometer (Molyneux, 2004).

  Secara spesifik senyawa yang memiliki daya antioksidan dapat dikelompokan menjadi: antioksidan dengan aktivitas sangat kuat bila mempunyai nilai IC

  50 < 50 ppm, antioksidan aktivitas kuat bila IC 50 50-100

  ppm, antioksidan dengan aktivitas sedang IC 100-150 ppm,dan antioksidan

  50

  dengan aktivitas lemah IC 50 >150 ppm (Blois, 2005).

I. Spektrofotometri UV-Vis

  Spektrofotometri adalah metode untuk analisis baik kuantitatif maupun kualitatif. Prinsip dari pembacaan spektrofotometri adalah jika suatu molekul sederhana dikenakan radiasi elektromagnetik adalah jika suatu molekul sederhana dikenakan radiasi elektromagnetik maka molekul tersebut akan menyerap radiasi elektromagnetik yang energinya sesuai. Suatu senyawa dapat dideteksi dengan spektrofotometri adalah jika mempunyai gugus kromofor. Pada senyawa kompleks akan mempunyai serapan pada panjang gelombang yang lebih panjang karena energi radiasi yang dibutuhkan oleh senyawa tersebut lebih kecil dan akan terbaca pada panjang gelombang yang lebih panjang. Maka senyawa kompleks terbaca pada panjang gelombang sinar tampak (Gandjar & Rohman, 2007). Secara matematis dapat ditulis sebagai berikut :

  A = a.b.c

  Dengan A = absorbansi b = tebal kuvet (cm) c = konsentrasi a = absorptivitas molar. Absorbansi molar (a) merupakan suatu konstanta yang tidak tergantung pada konsentrasi, tebal kuvet, dan intensitas radiasi yang mengena larutan sampel. Absorptivitas molar tergantung pada suhu, pelarut, struktur molekul, dan panjang gelombang radiasi. Dalam hukum Lambert-Beer berlaku syarat ( Gholib & Rohman, 2007) sebagai berikut: 1. Sinar yang digunakan dianggap sinar monokromatis.

  2. Penyerapan terjadi dalam suatu volume yang mempunyai penampang luas yang sama.

  3. Senyawa yang menyerap dalam larutan tersebut tidak tergantung terhadap yang lain dalam larutan tersebut.

  4. Tidak terjadi peristiwa fluoresensi atau fosforisensi.

  5. Indeks bias tidak tergantung pada konsentrasi larutan.

  Panjang gelombang yang digunakan dalam analisis kuantitatif adalah panjang gelombang yang mempunyai absorbansi maksimal. Untuk pemilihan panjang gelombang maksimal, dilakukan dengan membuat kurva hubungan antara absorbansi dengan panjang gelombang dari suatu larutan baku pada konsentrasi tertentu (Gandjar & Rohman, 2007).

  J. Kerangka Konsep

  menghasilkan yang berkhasiat sebagai Diformulasi

  Menghasilkan

Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian

  Daun Sirsak memiliki aktivitas antioksidan dengan nilai IC

  50 18 µg/ml (Putri et al., 2012).

  Pembuatan ekstrak etanol 70% daun sirsak Ekstrak kental yang mengandung senyawa flavonoid

  Antioksidan Untuk melawan radikal bebas

  Lulur krim ekstrak etanol daun sirsak Uji sifat fisik

  Uji aktivitas penangkapan radikal bebas terhadap DPPH

  Lulur krim yang memiliki sifat fisik dan aktivitas penangkapan radikal bebas terhadap DPPH

  K. Hipotesis

  Hipotesis dalam penelitian ini adalah:

  1. Daun sirsak dapat diformulasikan menjadi sediaan lulur krim yang memenuhi persyaratan fisik.

  2. Formulasi sediaan lulur krim daun sirsak memiliki aktivitas penangkapan radikal bebas terhadap DPPH.

Dokumen yang terkait

SKRINING FITOKIMIA DAN UJI AKTIVITASANTIBAKTERI DARI EKSTRAK METANOL DAN FRAKSI KLOROFORMDAUN SIRSAK (Annona muricata L.) SKRIPSI

0 0 12

FORMULASI SEDIAAN KRIM TABIR SURYA EKSTRAK DAUN SIRSAK (Annona muricata L.) DAN UJI AKTIVITAS PERLINDUNGAN SINAR UV SECARA IN VITRO SKRIPSI

0 0 17

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - FORMULASI SEDIAAN KRIM TABIR SURYA EKSTRAK DAUN SIRSAK(Annona muricata L.) DAN UJI AKTIVITAS PERLINDUNGAN SINAR UV SECARA IN VITRO - repository perpustakaan

0 0 16

FORMULASI SEDIAAN KRIM TABIR SURYA EKSTRAK DAUN SIRSAK(Annona muricata L.) DAN UJI AKTIVITAS PERLINDUNGAN SINAR UV SECARA IN VITRO - repository perpustakaan

4 15 7

FORMULASI SEDIAAN LULUR KRIM ANTIOKSIDAN EKSTRAK BIJI KOPI HIJAU ARABIKA (Coffea arabica, L.) SERTA UJI SIFAT FISIKNYA - repository perpustakaan

1 3 19

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - FORMULASI SEDIAAN LULUR KRIM ANTIOKSIDAN EKSTRAK BIJI KOPI HIJAU ARABIKA (Coffea arabica, L.) SERTA UJI SIFAT FISIKNYA - repository perpustakaan

4 21 18

EFEK IMUNOSTIMULATOR EKSTRAK ETANOL DAUN SIRSAK (Annona muricata L.) TERHADAP AKTIVITAS FAGOSITOSIS MAKROFAG DAN UJI KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS

0 0 18

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - EFEK IMUNOSTIMULATOR EKSTRAK ETANOL DAUN SIRSAK (Annona muricata L.) TERHADAP AKTIVITAS FAGOSITOSIS MAKROFAG DAN UJI KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS - repository perpustakaan

0 0 7

FORMULASI, STABILITAS, DAN AKTIVITAS PENANGKAPAN RADIKAL BEBAS SEDIAAN MASKER GEL EKSTRAK ETANOL DAUN SIRSAK (Annona muricata L.)

0 0 18

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - FORMULASI, STABILITAS, DAN AKTIVITAS PENANGKAPAN RADIKAL BEBAS SEDIAAN MASKER GEL EKSTRAK ETANOL DAUN SIRSAK (Annona muricata L.) - repository perpustakaan

0 0 12