ALETRNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DALAM SENGKETA TRANSAKSI ELEKTRONIK (E-COMMERCE)
124
ALETRNATIF PENYELESAIAN SENGKETA
DALAM SENGKETA TRANSAKSI ELEKTRONIK(E-COMMERCE)
Rochani Urip Salami dan Rahadi Wasi Bint oro
Fakult as Hukum Unsoed
Abst ract
In e-commer ce t r ansact ions i n cyber space i t i s possi bl e occur a di sput e as wel l as di sput e occur
wi t hi n a l egal r el at i onshi p whi ch i s done convent ional l y. The mor e numer ous and wi del y di st r i but ed
act i vi t ies of t r ade, t hen t he f r equency of occur r ence of di sput e be hi gh and i t means t her e'l l be a
di sput e t hat must be solved. Di sput e r esol ut i on i t sel f basi cal l y qual i f yi ng t o di sput e r esol ut ion by
peacef ul and di sput e r esol ut ion i n adver sar i al . Resol vi ng di sput es peacef ul l y i s bet t er known wi t h
concensus. Whi l e t he di sput e r esol ut i on i n adver si al, bet t er known as r esol ut i on of di sput es by a
t hi r d par t y who i s not i nvol ved i n t he di sput e. The f or m of peacef ul di sput e r esol ut ion i s
negot i at ion, medi at ion and conci l i at ion, whi l e r esol ut i on f or m adver si al i s t hr ough t he cour t s or t he
ar bi t r al i nst it ut ions. Di sput e r esol ut ion i n accor dance wi t h t he phi l osophy of t he incept i on of e-
commer ce i s t hr ough negot i at ion, medi at ion, conci l i at i on and ar bit r at ion.Keywor ds: e-commer ce, di sput e, di sput e r esol ut i on, al t er nat i ve di sput e r esol ut i on
Abst rak
Dalam melakukan t ransaksi e-commer ce di dunia maya dimungkinkan t erj adi sengket a sepert i halnya sengket a yang t erj adi dalam suat u hubungan hukum yang dilakukan secara konvensional. Semakin banyak dan luas kegiat an perdagangan, maka f rekuensi t erj adinya sengket a semakin t inggi, hal ini berart i akan banyak sengket a yang harus diselesaikan. Penyelesaian sengket a sendiri pada dasarnya dapat dikualif ikasikan menj adi penyelesaian sengket a secara damai dan penyelesaian sengket a secara adversarial. Penyelesaian sengket a secara damai lebih dikenal dengan penyelesaian secara musya- warah muf akat . Sement ara penyelesaian sengket a secara adversial lebih dikenal dengan penyelesaian sengket a oleh pihak ket iga yang t idak t erlibat dalam sengket a. Bent uk dari penyelesaian sengket a secara damai adalah negosiasi, mediasi dan konsiliasi, sedangkan bent uk penyelesaian secara adversial adalah melalui pengadilan at au lembaga arbit rase. Penyelesaian sengket a yang sesuai dengan f ilosof i lahirnya e-commer ce adalah melalui negosiasi, mediasi, konsiliasi maupun arbit rase. Kat a Kunci: e-commer ce, sengket a, penyelesaian sengket a, alt ernat if penyelesaian sengket a
Pendahuluan
Salah sat u aspek akt if it as ekonomi yang Keberadaan masyarakat inf ormasi dit an- menggunakan t eknologi inf ormasi adalah dalam dai dengan pemanf aat an int ernet yang cende- hal bert ransaksi dengan menggunakan media in- rung semakin meluas dalam berbagai akt ivit as t ernet yang dikenal dengan e-commer ce. E-com- kehidupan manusia. Hal ini t elah menempat kan inf ormasi sebagai komodit i ekonomi yang sangat
nol ogi Inf ormasi dan Komunikasi (TLK) Ket erkait annya Bul et i n Pos dan Tel ekomuni ka- dengan Hukum Posit if ” ,
pent ing dan mengunt ungkan. Teknologi inf orma-
si , Vol . 8 No. 2 Juni 2010, Jakar t a: Pusat Penel it ian dan
si mempunyai pengaruh besar dalam kehidupan
Pengembangan Pos dan t el ekomunikasi, hl m. 92; Ai Ro-
1 sit a, “ Perubahan Paradigma Teknol ogi Inf or masi A-bad masyarakat .
21” , Compet i t i ve, Vol . 3 No. 2, Desember 2007, Ban- 1 dung: Pol it eknik Pos Indonesi a, hl m. 18; Bambang Wi-
Syamsiah Amal i, “ Pemanf aat an Int ernet pada Pel aj ar di darno, “ Ef ekt ivit as Per encanaan dan Pengembangan Sis-
Kot a Goront al o” , Jur nal Penel i t i an Komuni kasi dan Opi - t em Inf or masi ” , Jur nal Akunt ansi Dan Si st em Tekno-l ogi ni Publ i k, Menado: Bal ai Pengkaj ian dan Pengembangan Inf or masi Vol . 6 No. 1, April 2008, Sol o: Uni sri , hl m. 2; Inf ormasi Wil ayah VIII, hl m. 17; Yet t i, “ Tel aah Mengenai Al oysius R Ent ah, “ Perangkat Hukum At as Kekayaan Peranan Hukum Nasional Dal am Mengant i si pasi Kej ahat - Int el ekt ual Dal am Perspekt i f Et ika Prof esional Tek-
an Cyber Cri me” , Jur nal Hukum Respubl i ka, Vol . 2 No. 4 nol ogi Inf or masi ” , Teknol ogi dan Manaj emen Inf or mat i -
Tahun 2003, Pekanbaru: Fakul t as Hukum Univer sit as ka, Vol 6, edisi khusus, Sept ember 2008, mal ang: Uni-Al et rnat i f Penyel esaian Sengket a Dal am Sengket a Transaksi El ekt ronik (E-Commer ce) 125 mer ce merupakan suat u t ransaksi perdagangan
ant ara penj ual dan pembeli dengan mengguna- kan media int ernet . Perkembangan e-commer ce t idak t erlepas dari laj u pert umbuhan int ernet , karena e-commer ce berj alan melalui j aringan int ernet . Pert umbuhan penggunaan int ernet t e- lah membuat int ernet menj adi salah sat u media yang ef ekt if bagi perusahaan maupun perorang- an unt uk memperkenalkan dan menj ual barang at au j asa kepada konsumen dari seluruh dunia.
E-commer ce merupakan suat u model bisnis mo-
dern yang meniadakan t ransaksi sebagaimana dalam bisnis yang konvensional yang mewaj ib- kan kehadiran para pihak dan kert as-kert as se- bagai dokumen yang harus dilengkapi. Model bisnis ini lebih bersif at non-f ace dan non-si gn.
Terdapat suat u hubungan ant ara penj ual dengan pembeli dalam suat u e-commer ce. Hu- bungan hukum yang menimbulkan hak dan ke- waj iban pada dasarnya t elah diat ur dalam pera- t uran hukum disebut hubungan hukum. Dalam hukum perdat a diat ur t ent ang hak dan kewaj ib- an orang-orang yang mengadakan hubungan hu- kum yang meliput i perat uran yang bersif at t er- t ulis berupa perat uran perundang-undangan dan yang bersif at t idak t ert ulis berupa hukum adat dan kebiasaan yang hidup di dalam masyarakat .
Pelaksanaan hukum mat eriil perdat a t er- ut ama dalam hal ada pelanggaran dalam mela- kukan suat u hubungan hukum, maka diperlukan rangkaian perat uran hukum lain di samping hu- kum yang mengat ur hubungan hukum t ersebut (hukum perdat a mat eriil). Perat uran hukum ini- lah yang disebut hukum f ormil at au Hukum Aca- ra Perdat a, dimana penyelesaiannya dilakukan melalui lembaga peradilan. Namun dalam pelak- sanaanya lembaga peradilan j ust ru mendapat krit ikan, bahkan kecaman dari berbagai pihak oleh karena berbagai masalah kompleks yang membelit dunia peradilan di Indonesia, ant ara lain proses penyelesaian sengket a lambat , biaya beracara di pengadilan mahal, pengadilan di- anggap kurang responsif dalam penyelesaian perkara, sehingga put usan sering t idak mampu menyelesaikan masalah, sert a adanya penum- pukan perkara dit ingkat Mahkamah Agung yang t idak t erselesaikan.
Suat u penyakit kronis yang t elah lama ada di Mahkamah Agung Republik Indonesia adalah penumpukan belasan ribu perkara kasasi. Perso- alan penumpukan perkara di Mahkamah Agung lebih banyak disebabkan oleh mekanisme proses peradilan di Indonesia, khususnya yang berkait - an dengan wewenang Mahkamah Agung.
2 Demikian parahnya keadaan sist em pera-
dilan di Indonesia j ust ru t ampak pada lembaga t ert inggi yudikat if kit a, dengan derasnya krit ik- an t aj am t erhadap lembaga ini, belum lagi per- adilan dibawahnya yang t idak luput dari cercaan j uga adanya st igma “ Maf ia Peradilan” . Charles Himawan menyat akan Mahkamah Agung adalah penj aga gawang ut ama unt uk menj amin adanya
supr emacy of l aw dan meniadakan supr emacy of per sonal i nt er est sepert i pernah diamat i oleh
ahli f ilsaf at hukum HLA Hart . Pandangan MA sangat disegani baik dari Cour de Cassat ion Pe- rancis, Hoge Read Belanda, Ober st e Ger i cht shof Aust ria, Supr eme Cour t Amerika Serikat , mau- pun Pr i vy Conci l Inggris. Pengusaha dari Negara- negara ini, t ermasuk para bankir-bankirnya su- dah biasa hidup dalam payung pandangan-pan- dangan hukum ( l egal opini on Mahkamah Agung), karena hal ini merupakan krist alisasi kebudaya- an hukum negara bersangkut an. Dalam rangkai- an bisnis int ernasionalnya, t idak saj a memper- hat ikan dengan seksama pandangan hukum Mah- kamah Agung mereka sendiri, t et api j uga pan- dangan-pandangan hukum dari Mahkamah Agung negara-negara dimana mereka berusaha.
3 Kapan perkara dapat t erselesaikan secara
normat if dalam persidangan perdat a, t idak ada at uran hukum yang j elas, sehingga yang berit i- kad buruk akan semakin lama menikmat i sesua- t u hak kebendaan yang bukan miliknya, seba- liknya yang berit ikad baik akan semakin mende- rit a kerugian oleh karena suat u sist em yang t i- dak berj alan sebagaimana mest inya. Yahya Ha- rahap seorang hakim yang selama 39 t ahun ber- karier dari t ingkat Pengadilan Negeri sampai ha- kim Mahkamah Agung Republik Indonesia meng- gambarkan bagaimana lambat nya perkara mulai 2 Achmad Al i , 2002, Ket er pur ukan Hukum di Indonesi a-Pe-
nyebab dan Sol usi nya, Ghal i a Indonesi a, Jakart a, hl m. 4 3 Charl es Himawan, 2003, Hukum Sebagai Pangl i ma, Ja-
126 Jurnal Dinamika Hukum Vol . 13 No. 1 Januari 2013
4 Asas sist em peradilan yang sederhana, ce-
6 Hampir seluruh akt ivit as perkonomian
Just i t i a, Vol . 26 No. 2, Apr il 2008, Bandung: FH Unpar , hl m. 162. 8 Yul ia, “ Per ancangan Ar sit ekt ur E-Bi sni s unt uk Layanan Persew aan Vi deo Compact Di sk Berbasi s Teknol ogi Shor t Massage Servi ce” , Jur nal Inf or mat i ka, Vol . 7 No. 1, Mei 2006, Rant aupr apat : AMIK Labuhan Bat u, hl m. 30; Mus- l ichah, “ Teknol ogi Inf ormasi Dal am Peni ngkat an Keung- gul an Bersai ng Pada PJP II” , ABM, Vol . 1 No. 1, Jul i 1997, Mal ang: STIE Mal angkucecwara, hl m. 14; Budi A- gus Ri swandi, “ Cyber squat t ers, Domain Name dan Hu- kum Merek Indonesia” , Jur nal Hukum Respubl i ca, Vol . 4 No. 1 Tahun 2004, Pekanbaru: FH Universi t as Lancang Kuning hl m. 111; Meyl i ana, “ Mencipt akan Fl eksibil it as dan Kemudahan Pengguna dengan Websit e Cont ent Ma-
8 Kehadiran int ernet 6 Rini Handayani, “ Anal i si s Fakt or-f akt or yang Mempenga- ruhi Mi nat Pemanf aat an Sist em Inf ormasi dan Pengguna- an Si st em Inf or masi (St udi Empiri s Pada Perusahaan Ma- nuf ukt ur di Bur sa Ef ek), Jur nal Akunt ansi dan Keuangan Vol . 9 No. 2 November 2007, Jakar t a: FE Uni versit as Bu- di Luhur, hl m. 83 7 Mir si dik, “ Penet apan Kebij akan Penyel esai an Sengket a dal am Rangka Opt imal i sasi Invest asi ” , Jur nal Hukum Pr o
da era inf omasi saat ini, maka sebuah perusa- haan harus melakukan t ransf ormasi f ondasi in- t ernalnya secara st rukt ural dengan mengem- bangkan st rat egi e-bi sni s.
7 Agar suat u perusahaan dapat bersaing pa-
di dunia menggunakan media int ernet . Salah sa- t u aspek akt if it as ekonomi t ersebut adalah da- lam hal bert ransaksi dengan menggunakan me- dia int ernet yang dikenal dengan e-commer ce. Dalam rangka mengant isipasi perkembangan t eknologi dan pemanf aat annya, khususnya t ran- saksi perniagaan, pada t ahun 2008 dibent uk UU No. 11 Tahun 2008 t ent ang Inf ormasi dan Tran- saksi E-lekt ronik. Pemerint ah perlu mendukung pengembangan t eknologi inf ormasi melalui in- f rast rukt ur hukum dan pengat urannya, sehingga pemanf aat an t eknologi inf ormasi dilakukan se- cara aman unt uk mencegah penyalahgunaannya dengan memperhat ikan nilai-nilai agama dan sosial budaya masyarakat Indonesia. Namun de- mikian pemerint ah j uga harus memperhat ikan penyelesaian sengket a yang diharapkan dalam dunia bisnis, sehingga perat uran yang ada harus dapat mengadopsi ket ent uan mengenai penye- lesaian sengket a alt ernat if , baik berupa arbit ra- se, negosiasi, mediasi maupun konsiliasi.
Pemanf aat an sist em inf ormasi dalam sek- t or bisnis, akan membant u dan meningkat kan kinerj a.
dari t ingkat pert ama sampai dengan kasasi di In- donesia yang membut uhkan wakt u sekit ar 5-12 t ahun.
Pembahasan Konsep E-Commerce
Bisnis Asur ansi di Indonesia” , Ri sal ah Hukum, Edi si No. 1, Juni 2005, Samarinda: FH Univer sit as Mul aw arman,
yang kemudian mendorong t erbent uknya penga- t uran penyelesaian sengket a bisnis yang lebih cepat dan kemudian pada t ahun 1999 disahkan Undang-undang No. 30 Tahun 1999 t ent ang Arbi- t rase dan Alt ernat if Penyelesaian Sengket a pada t anggal 12 Agust us 1999 yang membuka lebar kesempat an unt uk menyelesaiakan perkara-per- kara bisnis di luar pengadilan. Berdasarkan hal t ersebut di at as, maka penulis t ert arik unt uk membahas mengenai bagaimanakah penerapan alt ernat if penyelesaian sengket a dalam penye- lesaian sengket a t ransaksi elekt ronik? 4 M. Yahya Harahap, 2004, Hukum Acar a Per dat a, Jakar- t a: Sinar Graf ika, hl m. 233. 5 Lihat j uga Purw ant o, “ Ef ent ivit as Penerapan Al t er nat ive Disput e Resol ut ion (ADR) pada Penyel esaian Sengket a
sulit an-kesulit ran dalam t ransaksi bisnis yang konvensional, maka model penyelesaian sengke- t a melalui lembaga peradilan t ent u saj a t idak d- iharapkan unt uk dilakukan, karena hanya akan membuang wakt u dan biaya saj a.
e-commer ce dimaksudkan unt uk meniadakan ke-
Penyelesaian sengket a yang lambat dan rumit merugikan para pencari keadilan dalam segala aspek, t erlebih apabila hal ini menyang- kut dunia bisnis, maka akan mengakibat kan eko- nomi biaya t inggi, sert a dapat menguras pot ensi sert a sumber daya perusahaan. Pada gilirannya, hal ini berpengaruh pada j alinan hubungan yang t idak harmonis pada sesama kolega bisnis. Sement ara dalam dunia bisnis sangat diperlukan penyelesaian sengket a cepat , biaya murah, sert a i nf or mal pr ocedur e. Mengingat munculnya
pat dan biaya ringan hanyalah suat u j argon saj a dalam peradilan perdat a. Hal ini disebabkan, dalam prakt iknya pelaksanaan asas sederhana, cepat dan biaya ringan t idak dapat dilaksana- kan, sekalipun sudah t erdapat surat edaran dari Mahkamah Agung SEMA No. 6 Tahun 1992 yang menekankan bahwa proses persidangan di t ing- kat I dan II selesai dalam wakt u 6 (enam) bulan.
5 Hal inilah
Al et rnat i f Penyel esaian Sengket a Dal am Sengket a Transaksi El ekt ronik (E-Commer ce) 127
saikan melalui proses lit igasi maupun non lit i- gasi. Namun demikian, sebagaimana t elah dise- but kan sebelumnya, bahwa e-commer ce dilahir- kan dengan maksud unt uk meniadakan hambat - an dalam model t ransaksi bisnis yang konvensio- nal berupa pert emuan langsung, sehingga diba-
Mediasi menj adi salah sat u bent uk penye- lesaian yang dipilih oleh para pihak yang ber- sengket a dalam sengket a e-commer ce. Melalui mediasi pihak ket iga yang net ral akan duduk bersama-sama dengan para pihak yang berseng-
Penyelesaian sengket a sendiri pada dasar- nya dapat dikualif ikasikan menj adi penyelesaian sengket a secara damai dan penyelesaian seng- ket a secara adversarial. Penyelesaian sengket a secara damai lebih dikenal dengan penyelesaian secara musyawarah muf akat . Sement ara penye- lesaian sengket a secara adversial lebih dikenal dengan penyelesaian sengket a oleh pihak ket iga yang t idak t erlibat dalam sengket a. Dalam pe- nyelesaian sengket a secara damai t idak ada pihak yang mengambil keput usan bagi penyele- saian sengket a. Ket erlibat an pihak ket iga dalam penyelesaian sengket a secara damai adalah da- lam rangka mengusahakan agar para pihak yang bersengket a dapat sepakat unt uk menyelesaian sengket a mereka. Bent uk dari penyelesaian sengket a secara damai adalah negosiasi, media- si dan konsiliasi. Negosiasi adalah penyelesaian sengket a secara damai dimana para pihak ber- hadapan langsung t anpa ada keikut -sert aan dari pihak ket iga. Sement ara mediasi dan konsiliasi adalah penyelesaian sengket a secara damai dimana ada t urut campur pihak ket iga. Perbe- daan ant ara konsiliasi dan mediasi t erlet ak pada akt if t idaknya pihak ket iga dalam mengusaha- kan para pihak unt uk menyelesaikan sengket a. Penyelesaian sengket a secara damai, apabila di- lihat dari sif at nya, maka penyelesaian ini me- rupakan hal yang ideal mengingat keadilan mun- cul dari para pihak.
karena it u, model penyelesaian sengket a yang t erlalu banyak memakan wakt u, biaya dan t er- lalu banyak f ormalit as-f ormalit as pada hakikat - nya merupakan suat u model penyelesaian seng- ket a yang t idak diharapkan dalam e-commer ce. Sebaliknya e-commer ce j ust ru mengharapkan penyelesaian sengket a yang lebih cepat , murah dan t idak t erlalu banyak f ormalit as-f ormalit as.
non f ace dan non si gn. Oleh
dilakukan secara
e-commer ce dalam t ransaksi bisnis secara dapat
t asi oleh wakt u dan t empat , sert a diperlukan- nya kert as-kert as sebagai suat u dokumen. Model
School Si mprug” , Jur nal Pi r ant i War t a, Vol 11 No. 3, A- gust us 2008, hl m. 406. 9 Rahadi Wasi Bint oro, “ Tunt ut an Hak Dal am Persidangan Perkar a Perdat a” , Jur nal Di nami ka Hukum, Vol . 10 No.
Transaksi e-commer ce di dunia maya di- mungkinkan t erj adi sengket a sepert i halnya sengket a yang t erj adi dalam suat u hubungan hu- kum yang dilakukan secara konvensional. Sema- kin banyak dan luas kegiat an perdagangan, ma- ka f rekuensi t erj adinya sengket a semakin t inggi, hal ini berart i akan banyak sengket a yang harus diselesaikan. Sengket a ini dapat t erj adi karena adanya wanprest asi maupun perbuat an melawan hukum.
yang walaupun masih merupakan indust ri baru yang dalam f ase pert umbuhan, yang masih t erus berubah, sert a penuh ket idakpast ian, t elah memperkokoh keyakinan akan pent ingnya pe- ranan t eknologi dalam pencapaian t uj uan f inan- sial perusahaan melalui modif ikasi dan ef isiensi proses bisnis, yait u dengan memanf aat kan
Penyelesaian Sengket a secara Damai
gambar, pet a, rancangan, f ot o at au sej enisnya, huruf , t anda, angka, kode akses, simbol at au perf orasi; dan kel i ma, memiliki makna at au art i at au dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.
keempat , t idak t erbat as pada t ulisan, suara,
ngar melalui komput er at au sist em e-lekt ronik;
ga, dapat dilihat , dit ampilkan, dan/ at au dide-
hirkan suat u dokumen elekt ronik, yang memiliki beberapa unsur. Per t ama, merupakan inf ormasi elekt ronik; kedua, berbent uk analog, digit al, elekt romagnet ik, opt ikal, at au sej enisnya; ket i -
e- commer ce dapat memangkas biaya operasional. E-commer ce ini pada dasarnya akan mela-
memberikan Kenyamanan bagi konsumen dalam bert ransaksi karena konsumen t idak harus ber- t emu secara f isik, sedangkan bagi penj ual,
e- commer ce. Keunt ungan dari e-commer ce adalah
9 Sengket a-sengket a t ersebut dapat disele-
128 Jurnal Dinamika Hukum Vol . 13 No. 1 Januari 2013
Lembaga Arbit rase Di Indonesia
Keunt ungan arbit rase adalah penyelesaian sengket a bersif at f leksibel dan konsensual. Da-
Penyelesaian melelui arbit rase menghasil- kan put usan. Hukum di Indonesia yang mengat ur t ent ang arbit rase adalah UU No. 30 Tahun 1999 t ent ang Arbit rase dan Alt ernat if Penyelesaian Sengket a. Terdapat sej umlah kelebihan namun j uga kekurangan dari penggunaan arbit rase se- bagai lembaga penyelesaian sengket a.
ini dibent uk oleh lembaga non negara at au swast a unt uk menyelesaiakan sengket a secara cepat .
kedua, arbit rase yang pada dasarnya lembaga
t uk oleh negara unt uk menyelesaikan sengket a;
ma, pengadilan merupakan lembaga yang diben-
Sengket a yang t imbul dalam kehidupan manusia ini perlu unt uk diselesaikan. Masalah- nya, siapa yang dapat menyelesaikan sengket a t ersebut ? Cara yang paling mudah dan sederha- na adalah para pihak yang bersengket a menye- lesaikan sendiri sengket a t ersebut . Penyelesaian sengket a secara adversarial diselesaikan melalui suat u lembaga penyelesaian sengket a. Ada dua bent uk lembaga penyelesaian sengket a. Per t a-
Perlu dit egaskan disini, bahwa penyele- saian sengket a secara damai menyarat kan ada- nya kesukarelaan dari pihak-pihak yang berseng- ket a. Tanpa adanya kesukarelaan diant ara para pihak, t idak mungkin penyelesaian sengket a se- cara damai berj alan.
hak dalam upaya menemukan kesepakat an yang adil dan memuaskan bagi keduanya. Dalam pro- ses mediasi, seorang mediat or hanya berperan sebagai f asilit at or saj a. Mediat or t idak mempu- nyai kewenangan unt uk membuat suat u kepu- t usan yang mengikat para pihak. Seorang media- t or akan membant u para pihak yang berseng- ket a unt uk mengident if ikasi persoalan-persoalan yang menj adi pokok sengket a, memf asilit asi komunikasi di ant ara kedua belah pihak.
dari konsiliat or hanyalah sebagai f asilit at or un- t uk melakukan komunikasi di ant ara para pihak sehingga pada akhirnya solusi akan dihasilkan o- leh para pihak it u sendiri. Dalam proses konsi- liasi, pihak ket iga yang akan membant u, t elah membawa usulan penyelesaian, sehingga berpe- ran lebih akt if dalam mengarahkan para pihak unt uk sampai pada kesimpulan penyelesaian sengket a yang dapat disepakat i para pihak. Dalam melakukan proses konsiliasi, seorang kon- siliat or harus mampu menget ahui sit uasi dan kondisi kasus t ersebut , menget ahui apa yang menj adi keinginan para pihak yang bersengket a sert a menget ahui kebut uhan para pihak agar sengket a dapat diselesaikan secara cepat .
l esaian Sengket a Bi sni s di Luar Pengadil an” , Jur nal E- qual i t y, Vol . 13 No. 1, Februar i 2008, Medan: Fakul t as
Mekanisme Penyelesaian sengket a melalui konsiliasi (conci l i at ion) j uga merupakan suat u proses penyelesaian sengket a yang melibat kan pihak ket iga yang net ral dan t idak memihak. Se- pert i j uga pada t ugas seorang mediat or, t ugas 10 Lihat j uga M Husni, “ Ar bit r ase Sebagai Al t ernat if Penye-
berdekat an maupun melalui surat -menyurat (e- mai l ), j ika kedua pihak berj auhan.
(f ace t o f ace), apabila domisili keduanya saling
t erj adi berkait an dengan masalah harga, kuali- t as barang dan j angka wakt u pengiriman. Pro- duk yang menj adi obyek sengket a, apabila j um- lahnya (harga maupun kuant it as) relat if kecil, maka para pihak cenderung t idak memerlukan bant uan pihak ket iga unt uk penyelesaiannya. Hal ini waj ar, mengingat biaya yang harus di- keluarkan unt uk membayar j asa pihak ket iga akan lebih besar daripada obyek sengket a. Da- lam hal sengket a yang nilainya relat if kecil (dari segi harga maupun kuant it as), proses negosiasi dilakukan secara langsung ant ara penj ual dan pembeli, baik melalui pert emuan secara f isik
Bent uk Alt ernat if Penyelesaian Sengket a (APS) lainnya adalah negosiasi yang pada dasar- nya dilakukan pada saat proses persidangan. Hal ini dikarenakan, dalam proses persidangan ber- laku prinsip hakim bersif at pasif , dimana t er- kandung art i bahwa para pihak dapat meng- akhiri sengket a kapan pun dan hakim t idak bo- leh mengahalang-halanginya. Negosiasi sendiri suat u proses di mana para pihak berupaya unt uk menyelesaikan sengket a yang t imbul secara in- f ormal, dengan at au t anpa pihak lain mewakili- nya.
10 Sengket a e-commer ce yang cenderung
Al et rnat i f Penyel esaian Sengket a Dal am Sengket a Transaksi El ekt ronik (E-Commer ce) 129
Proses penyelesaian sengket apun dapat diraha- siakan dimana selain para pihak yang berseng- ket a dan para arbit er t idak boleh diikut i oleh pi- hak ket iga. Penyelesaian sengket a melalui arbi- t rase adalah penyelesaian yang j auh dari int er- vensi pemerint ah dan menghasilkan put usan a- khir yang t idak dapat dibanding meskipun dapat dilakukan upaya hukum berupa pembat alan at au pelaksanaan put usan arbit rase dit olak. Oleh ka- renanya kerap penyelesaian sengket a melalui arbit rase dianggap lebih cepat dibandingkan de- ngan penyelesaian sengket a melalui pengadilan yang berj enj ang.
Keunt ungan lain adalah put usan yang di- buat bersif at net ral dan dilakukan oleh orang yang t ahu permasalahan. Dalam arbit rase, para arbit er t idak harus mereka yang menyan-dang gelar sarj ana hukum. Para arbit er dapat berasal dari mereka yang ahli di suat u bidang t ert ent u, sepert i konst ruksi, perasuaransian, perbankan dan pasar modal.
Sement ara kekurangan dari digunakannya penyelesaian sengket a melalui arbit rase dian- t aranya adalah mahal. Hal ini disebabkan, para pihak yang bersengket a harus membiayai ber- bagai keperluan, mulai dari honor arbit er yang menyelesaikan sengket a hingga biaya sewa ru- angan, biaya kesekret ariat an dan biaya f ax dan t elepon. Selain it u, arbit rase yang bersif at per- manen t idak dapat dit emukan secara mudah. Arbit rase yang bersif at permanen hanya ada dikot a-kot a besar. Ini berbeda dengan pengadil- an dimana di set iap Kabupat en dan Kot a di In- donesia akan t erdapat pengadilan yang berwe- nang unt uk menyelesaikan sengket a.
Proses maupun prosedur arbit rase t idak- lah mudah. Oleh karenanya hanya masyarakat pada st rat if ikasi sosial t ert ent u yang dapat me- manf aat kan. Arbit rase t idak umum dimanf aat - kan oleh pelaku usaha yang kurang t erdidik a- t aupun kelas bawah. Di Indonesia penyelesaian melalui arbit rase hanya bisa dilakukan pada sengket a yang bersif at dagang (commer ci al
di sput e). Hal ini dit egaskan dalam Pasal 5 ayat
(1) UU No. 30 Tahun 1999 yang menent ukan bahwa sengket a yang dapat diselesaikan melalui arbit rase hanya sengket a dibidang perdagangan. sa pihak ket iga pada dasarnya harus memper- hat ikan prinsip kesukarelaan, imparsialit as, ke- percayaan dan rasionalit as.
Sebelum dibahas t ent ang klausula arbit ra- se, maka ada baiknya diperhat ikan ket ent uan UU No. 30 Tahun 1999 yang relevan unt uk dij a- dikan ruj ukan. Per t ama adalah Pasal 1 ayat (3) UU No. 30 Tahun 1999, yang menent ukan:
Perj anj ian arbit rase adalah suat u kese- pakat an berupa klausula abit rase yang t ercant um dalam perj anj ian t ert ulis yang dibuat para pihak sebelum t imbul sengket a, at au suat u perj anj ian arbit ra- se t ersendiri yang dibuat para pihak se- t elah t imbul sengket a.
Kedua, Pasal 9 ayat (1) UU No. 30 Tahun 1999
menent ukan bahwa: Dalam hal para pihak memilih penyele- saian sengket a melelui arbit rase set elah sengket a t erj adi, perset uj uan mengenai hal t ersebut harus dibuat dalam suat u perj anj ian t ert ulis yang dit anda-t angani oleh para pihak.
Berdasarkan kedua pasal t ersebut diat as maka ada dua j enis perj anj ian abit rase. Per t ama per- j anj ian arbit rase berupa klausula arbit rase da- lam suat u perj anj ian; dan kedua adalah perj an- j ian arbit rase yang dibuat secara t ersendiri dan t erpisah dari perj anj ian yang dibuat oleh para pihak sebelum t erj adinya sengket a. Dalam ke- dua j enis perj anj ian arbit rase t ersebut , maka disyarat kan unt uk sahnya suat u perj anj ian arbi- t rase harus dipenuhi syarat , yait u t elah disepa- kat i oleh para pihak yang membuat perj anj ian at au para pihak yang t erlibat dalam sengket a dan kesepakat an harus dilakukan secara t ert ulis oleh para pihak yang bersengket a.
Arbit rase t idak dapat memeriksa dan me- mut uskan sengket a t anpa didasari adanya per- j anj ian arbit rase yang dibuat secara t ert ulis. Hal ini mengingat elemen pent ing yang diat ur dalam Undang-undang Arbit ase adalah perj an- j ian arbit rase, baik sebelum maupun set elah t erj adinya sengket a, harus dibuat dalam bent uk t ert ulis.
Klausula arbit rase yang baik harus meme- nuhi paling t idak enam unsur. Keenam unsur t ersebut adalah t empat dilaksakannya arbit rase,
130 Jurnal Dinamika Hukum Vol . 13 No. 1 Januari 2013
hukum acara unt uk pelaksanaan arbit rase, t at a cara penunj ukan arbit er dan pihak yang berwe- nang unt uk menunj uk arbit rase (apabila perlu), j umlah dari arbit er, hukum yang berlaku dan bahasa yang digunakan dalam proses arbit rase.
Penyelesaian sengket a melalui arbit rase dapat dilakukan secara ad hoc dan secara inst i- t usional/ permanen. Arbit rase secara ad hoc, dibent uk unt uk menyelesaikan sengket a dan ke- t ika proses t elah selesai maka arbit rase t ersebut langsung dibubarkan. Sement ara penyelesaian melalui arbit rase yang dilakukan secara inst it u- sional, maka penyelesaian dilakukan oleh suat u badan at au lembaga arbit rase. Badan at au lem- baga arbit rase ini didirikan oleh pihak-pihak t er- t ent u. Dalam arbit rase semacam ini maka pera- t uran acara, daf t ar arbit er dan nama sert a kre- dibilit as unt uk menyelesaikan sengket a t elah di- miliki.
Lembaga-lembaga alt ernat if penyelesaian sengket a yang t elah dibent uk di Indonesia anara lain: Badan Arbit rase Nasional Indonesia (BANI), Badan Arbit rase Muamalat Indonesia (BAMUI), Pusat Penyelesaian Perselisihan Bisnis Indonesia (P3BI), Indra (Prakarsa Jakart a). Berikut ini akan dibahas beberapa lembaga APS secara singkat .
Per t ama, Badan Arbit rase Nasional Indo-
nesia (BANI). BANI didirikan pada t anggal 3 De- sember 1977. Menurut anggaran dasarnya, BANI berwenang menyelesaikan sengket a perdat a an- t ara pengusaha Indonesia at au asing. BANI j uga berwenang unt uk memberikan suat u pendapat yang mengikat at au “ bi nded advi se” . Meskipun BANI berada di bawah naungan KADIN, t et api masih t et ap mandiri dan net ral. BANI menanga- ni penyelesaian sengket a, baik melalui arbit rase sebagai kelembagaan maupun arbit rase secara
ad hoc. Dalam bent uk pert ama, para pihak yang
berpekara memilih BANI dan perat uran menge- nai prosedurnya. Sedangkan dalam bent uk yang kedua, para pihak dapat membent uk suat u t ri- bunal, menunj uk seorang arbit er, dan membuat prosedur sendiri at au memilih unt uk memakai prosedur BANI. Dari pendaf t aran sampai dengan penyelesaian akhir perkara, biasanya dibut uh- kan wakt u dari 3 bulan sampai dengan 6 bulan.
Kedua, Badan Arbit rase Muamalat Indone-
1993. Yurisdiksi BAMUI meliput i penyelesaian sengket a yang t imbul dari perdagangan, Indus- t ri, keuangan, j asa, dan lain-lain, di manapun para pihak menyerahkan secara t ert ulis penye- lesaian sengket anya ke BAMUI. Pendirian BAMUI berakar dari aj aran yang lazim dalam masyara- kat Islam, yait u aj aran i shl ah yang mendukung penyelesaian sengket a secara damai dengan mengenyampingkan perbedaan yang menimbul- kan masalah. Ishl ah t elah digunakan secara luas dan diant ara masyarakat Islam dalam penyele- saian sengket a bisnis. Dewasa ini, kont eks Ishl ah t elah menyat u dengan t ahkim, yang kat a kerj a- nya adalah hakkama, yang berart i menj adi se- orang penengah dalam suat u sengket a. Mekanis- me penyelesaian sengket a melalui BAMUI dapat dilakukan dengan arbit rase inst it usional at au ar- bit rase ad hoc, sama sepert i arbit rase pada u- mumnya. Put usan BAMUI adalah f inal dan meng- ikat dan t idak dipublikasikan kecuali at as kei- nginan para pihak yang t erlibat .
Ket i ga, Pusat Penyelesaian Bisnis Indone-
sia (P3BI). Sama halnya dengan BANI at au BA- MUI, kelahiran P3BI (Februari 1996) merupakan reaksi posit if at as pert umbuhan ekonomi Indo- nesia yang cepat . Mekanisme dan prosedur da- lam penanganan sengket a, dan j uga biaya-biaya t idak berbeda dengan pola yang digunakan oleh BANI dan BAMUI. Dalam menangani sengket a, P3 BI mempunyai “ klausul APS P3BI” ant ara lain: apabila, sebagai akibat dari kont rak ini, t imbul suat u sengket a ant ara kedua belah pihak, maka upaya pert ama dalam menyelesaikan sengket a adalah melalui musyawarah; apabila musyawa- rah t idak berhasil, kedua belah pihak sepakat unt uk menyerahkan sengket a ke P3BI agar dise- lesaikan secara kompromis dengan pengert ian yang mengunt ungkan kedua belah pihak dengan bant uan negosiasi, mediasi at au konsiliasi, me- nurut pilihan para pihak; dan apabila dipakai suat u kompromi, maka hasil kompromi t ersebut akan mengikat keduabelah pihak. Apabila ant a- ra kedua belah pihak t idak diperolah suat u per- set uj uan, baik melalui kompromi, negosiasi, maupun mediasi at au konsiliasi, maka para pi- hak sepakat unt uk membawa perselisihan mere- ka ke arbit rase P3BI. Al et rnat i f Penyel esaian Sengket a Dal am Sengket a Transaksi El ekt ronik (E-Commer ce) 131 Keempat , Badan Penyelesaian Sengket a
Konsumen (BPSK). Penyelesaian sengket a selain melalui arbit rase, j uga dapat dilakukan melalui Badan Penyelesaian Sengket a Perlindungan Kon- sumen sebagaimana diat ur dalam UU No. 8 Ta- hun 1999 (selanj ut nya disebut UUPK). BPSK se- bagaimana dimaksud dalam UUPK, yang diben- t uk oleh pemerint ah, adalah badan yang bert u- gas menangani dan menyelesaikan sengket a an- t ara pelaku usaha dan konsumen, t et api bukan- lah merupakan bagian dan inst it usi kekuasaan kehakiman. Pemerint ah membent uk BPSK Ting- kat II unt uk menyelesaikan sengket a konsumen di luar pengadilan, akan t et api BPSK bukanlah lembaga pengadilan.
E-commer ce selalu berkait an dengan pro-
dusen dan konsumen. BPSK merupakan salah sa- t u model penyelesaian sengket a yang cende- rung digunakan dalam hal sengket a konsumen. Dalam menyelesaikan sengket a konsumen, di- bent uk Maj elis minimal 3 (t iga) dengan dibant u oleh seorang panit era dan put usan BPSK ber- sif at f inal dan mengikat . BPSK waj ib menj at uh- kan put usan selama-lamanya 21 (duapuluh sat u) hari sej ak gugat an dit erima dan keput usan BPSK waj ib dilaksanakan pelaku usaha dalam j angka wakt u 7 (t uj uh) hari set elah put usan dit erima- nya, at au apabila keberat an dapat mengaj u- kannya kepada pengadilan negeri dalam j angka wakt u 14 (empat belas hari), Pengadilan Negeri yang menerima keberat an pelaku usaha memu- t us perkara t ersebut dalam j angka wakt u 21 ha- ri sej ak dit erimanya keberat an t ersebut . Selan- j ut nya kasasi pada put usan pengadilan negeri ini diberi j angka wakt u 14 hari unt uk mengaj ukan kasasi kepada Mahkamah Agung. Keput usan Mahkamah Agung waj ib dikeluarkan dalam j ang- ka wakt u 30 (t iga puluh) hari sej ak permohon- an kasasi.
Lembaga penyelesaian di luar pengadilan yang dilaksanakan oleh BPSK ini memang dikhu- suskan bagi konsumen dan pelaku usaha yang pada umumnya meliput i j umlah nilai yang kecil, t et api dalam pelaksanaannya t idak ada bat asan nilai pengaj uan gugat an, sehingga dimungkinkan gugat an konsumen meliput i j umlah nilai yang kecil sampai nilai yang besar. BPSK, meskipun ngan peradilan semu, t et api keberadaannya bu- kanlah sekedar t ampil sebagai pengakuan hak konsumen unt uk mendapat kan perlindungan da- lam upaya penyelesaian sengket a konsumen se- cara pat ut , t et api keberadaannya yang lebih pent ing adalah melakukan pengawasan t erhadap pencant uman klausula baku (one-si ded st andar d
f or m cont r act ) oleh pelaku usaha unt uk mendo- rong kepat uhan pelaku usaha pada UUPK.
Put usan BPSK sebagai hasil dari penyele- saian sengket a konsumen secara konsiliasi, me- diasi at au arbit rase, bersif at f inal dan mengi- kat . Pengert ian f inal berart i bahwa penyelesai- an sengket a t elah selesai dan berakhir. Kat a mengikat mengandung art i memaksa dan seba- gai sesuat u yang harus dij alankan oleh pihak yang diwaj ibkan unt uk it u. Prinsip r es j udi cat a
pr o ver i t at e habet ur , menyat akan bahwa suat u
put usan yang t idak mungkin lagi unt uk dilaku- kan upaya hukum, dinyat akan sebagai put usan yang mempunyai kekuat an hukum yang past i. Berdasarkan prinsip t ersebut , put usan BPSK ha- rus dipandang sebagai put usan yang mempunyai kekuat an hukum yang past i (i n kr acht van ge-
wi j sde). Namun j ika pasal t ersebut dihubungkan
dengan ket ent uan Pasal 56 ayat (2) UUPK t er- nyat a para pihak dapat mengaj ukan keberat an kepada pengadilan negeri paling lambat 14 hari kerj a set elah pemberit ahuan put usan BPSK. Hal ini bert ent angan dengan pengert ian put usan BPSK yang bersif at f inal dan mengikat t ersebut , sehingga dengan demikian ket ent uan pasal-pa- sal t ersebut saling kont radikt if dan menj adi t i- dak ef isien.
Menyikapi adanya permasalahan hukum yang dit imbulkan oleh UUPK, t erbit nya suat u Perat uran Mahkamah Agung (PERMA) dengan t u- j uan unt uk menj embat ani kekosongan prose- dural sangat lah dibut uhkan. Mahkamah Agung (MA) dengan t uj uan unt uk menyamakan persepsi pada seluruh lembaga peradilan t elah menerbit - kan PERMA No. 1 Tahun 2006 mengenai Tat a Ca- ra Pengaj uan Upaya Hukum Keberat an Terhadap Put usan BPSK. Dalam ket ent uan ini, MA mene- t apkan bahwa keberat an merupakan upaya hu- kum yang hanya dapat diaj ukan t erhadap put us- an arbit rase yang dikeluarkan oleh BPSK saj a,
132 Jurnal Dinamika Hukum Vol . 13 No. 1 Januari 2013
mediasi dan konsiliasi. Put usan mediasi dan kon- siliasi dapat disepadankan dengan adanya suat u perdamaian (dadi ng) di luar pengadilan at au di dalam pengadilan, sehingga put usannya bersif at f inal dan mengikat .
Put usan arbit rase BPSK, meskipun diguna- kan t erminologi arbit rase, t et api UUPK sama se- kali t idak mengat ur mekanisme arbit rase sepert i yang dit ent ukan dalam UU No. 30 Tahun 1999 t ent ang Arbit rase dan Alt ernat if Penyelesaian Sengket a melainkan membuat suat u at uran t er- sendiri yang relat if berbeda dengan apa yang t elah dit ent ukan dalam UU No. 30 t ahun 1999 t ersebut , sehingga t imbul pert ent angan ant ara arbit rase dalam put usan BPSK, dengan put usan arbit rase dalam UU No. 30 t ahun 1999, yang membut uhkan penaf siran lebih lanj ut . Ket idak- j elasan perat uran dalam UUPK ini menimbulkan kebingungan dalam mengimplement asikannya.
Put usan BPSK, agar mempunyai kekuat an eksekusi, put usan t ersebut harus dimint akan pe- net apan f iat eksekusi pada pengadilan negeri di t empat t inggal konsumen yang dirugikan. Dalam prakt ek t imbul kesulit an unt uk memint a f iat ek- sekusi melalui pengadilan negeri karena berba- gai alasan yang dikemukakan oleh pengadilan negeri ant ara lain: put usan BPSK t idak memuat irah-irah "Demi Keadilan Berdasarf can Ket uhan- an Yang Maha Esa", sehingga t idak mungkin da- pat dieksekusi dan belum adanya perat uran/ pet unj uk t ent ang t at a cara mengaj ukan permo- honan eksekusi t erhadap put usan BPSK.
Masalah lain sehubungan dengan f iat ek- sekusi adalah pengat uran oleh Pasal 42 ayat (2) Keput usan Menperindag No. 350/ MPP/ Kep/ t 2/ 2000 yang menyat akan bahwa t erhadap put usan BPSK dapat dimint akan penet apan eksekusi oleh BPSK kepada pengadilan negeri di t empat kon- sumen yang dirugikan. Pengat uran semacam ini dalam hukum acara perdat a t idak lazim, karena permohonan eksekusi adalah demi kepent ingan pihak yang dimenangkan dalam put usan. Oleh karena it u, yang seharusnya mengaj ukan permo- honan penet apan eksekusi adalah pihak yang berkepent ingan sendiri bukan lembaga BPSK.
Permasalahan lainnya j uga t imbul j ika pe- laku usaha set elah menert ma pemberit ahuan a- rat an t erhadap put usan t ersebut dan mengaj u- kan permohonan keberat an kepada pengadilan negeri. Timbul suat u permasalahan dikarenakan keberat an bukanlah suat u upaya hukum yang di- kenal dalm hukum acara di Indonesia dan UUPK t idak memberikan suat u pet unj uk t eknis bagai- mana prosedur pengaj uan permohonan keberat - an ini diaj ukan, dan bagaimana pengadilan ne- geri memproses permohonan keberat annya ka- rena belum ada acara yang secara j elas meng- at ur penhal proses keberat an ini.
Sanksi administ rat if diat ur dalam Pasal 60 UUPK. Sanksi administ rat if ini merupakan suat u hak khusus yang diberikan oleh UUPK kepada BPSK at as t ugas dan/ at au kewenangan yang di- berikan unt uk menyelesaikan sengket a konsu- men diluar pengadilan. Menurut ket ent uan Pasal 60 ayat (2) j o Pasal 60 ayat (1) UUPK, sanksi ad- minist rat if yang dapat dij at uhkan oleh BPSK adalah berupa penet apan gant i rugi sampai se- t inggi-t ingginya Rp 200. 000. 000, 00 (dua rat us j ut a rupiah). Pelaku usaha yang melakukan pe- langgaran t erhadap/ dalam rangka: per t ama, t i- dak dilaksanakannya pemberian gant i rugi oleh pelaku usaha kepada konsumen, dalam bent uk pengembalian uang at au penggant ian barang dan/ at au j asa yang sej enis, maupun perawat an kesehat an at au pemberian sant unan at as keru- gian yang diderit a oleh konsumen; kedua, t er- j adinya kerugian sebagai akibat kegiat an pro- duksi iklan yang diiakukan oleh pelaku usaha periklanan; dan ket i ga, pelaku usaha yang t idak dapat menyediakan f asilit as j aminan purna j ual, baik dalam bent uk suku cadang maupun pemeli- haraannya, sert a pemberian j aminan at au ga- ransi yang t elah dit et apkan sebelumnya, baik berlaku t erhadap pelaku usaha yang memperda- gangkan barang dan/ at au j asa.
UUPK guna menegakkan kepast ian hukum, sesuai proporsinya, t elah memberikan hak dan kewenangan kepada BPSK unt uk menj at uhkan sanksi administ rat if bagi pelaku usaha yang t i- dak memberikan gant i rugi kepada konsumen a- t as t indakannya yang merugikan konsumen. Da- pat berj alan at au t idaknya sanksi-sanksi yang t elah dit ent ut kan sangat bergant ung pada siap t idaknya berbagai pihak yang t erkait t ermasuk Al et rnat i f Penyel esaian Sengket a Dal am Sengket a Transaksi El ekt ronik (E-Commer ce) 133
Perlu dit egaskan di sini bahwa UUPK be- lum dapat melindungi konsumen dalam t ransaksi
e-commer ce, karena UUPK mempunyai ket erba-
t asan pengert ian t ent ang pelaku usaha yang ha- nya menj angkau pelaku usaha yang wilayah usahanya berada di wilayah Indonesia.
sanaan Put usan Arbit rase Asing) at au yang lebih dikenal dengan Konvensi New York 1958. Kon- vensi ini menggariskan bahwa negara yang men- j adi pesert a harus mengakui dan melaksanakan put usan arbit rase yang dibuat di luar negeri se- panj ang negara dimana arbit rase dilangsungkan t elah j uga menj adi pesert a dari Konvensi.
11 Padahal
of Commer ce (ICC) yang berkedudukan di Paris, London Cour t of Int er nat ional Ar bi t r at i on
(LCIA), Amer i ca Ar bit r at ion Associ at i on (AAA) dan Si ngapor e Int er nat ional Cent er f or Ar bi t r a-
t i on (SIAC).