Kegiatan Anak Usia 10 15 Tahun di Jawa T

Seminar Nasional PascaSarjana XIII – ITS, Surabaya 15 Agustus 2013
ISBN No.

Kegiatan Anak Usia 10-15 Tahun di Jawa Timur Menggunakan
Regresi Logistik Multinomial: Suatu Peranan Urutan Kelahiran

Rudi Salam
Badan Pusat Statistik, Sekolah Tinggi Ilmu Statistik, Jakarta, Indonesia
[email protected]

Abstrak
Bukti dari negara dengan pendapatan yang rendah menyebutkan bahwa bekerja dan sekolah tidak
dapat dibagi secara sama dan merata di antara anak pada suatu rumah tangga. Posisi kelahiran anak
pada rumah tangga juga menjadi pertimbangan dalam menentukan apakah dan seberapa besar
kemungkinan anak akan bekerja dan bersekolah. Dengan menggunakan data Survei Sosial Ekonomi
Nasional (Susenas) 2011 Provinsi Jawa Timur, tulisan ini meneliti bagaimana urutan kelahiran
seorang anak memengaruhi keputusan orang tua untuk menempatkan anak-anak di salah satu dari
empat kegiatan - 'hanya sekolah', 'bekerja dan sekolah', 'tidak bekerja dan tidak sekolah' dan 'hanya
bekerja'. Hasil dari regresi logistik multinomial menunjukkan bahwa menjadi anak pada urutan
kelahiran pertama akan meningkatkan kemungkinan ‘hanya bekerja’ sebagai kegiatan utama, atau
setidaknya kombinasi ‘bekerja dan sekolah’, daripada ‘hanya sekolah’. Hasil pengolahan juga

mengkonfirmasi bahwa anak yang lahir setelah anak pertama lebih cenderung berada di sekolah
daripada anak pertama.
Kata kunci: Kegiatan anak, Urutan kelahiran, Regresi logistik multinomial

1. Pendahuluan
Indonesia merupakan salah satu Negara yang
meratifikasi Konvensi Perserikatan BangsaBangsa (PBB) tentang hak-hak anak, melalui
Keputusan Presiden (Keppres) No. 36/1990
tanggal 25 Agustus 1990. Dengan adanya
konvensi tersebut, berarti secara hukum Negara
berkewajiban menjamin dan melindungi hak
anak-anak, baik sosial, politik, budaya, dan
ekonomi (Usman dan Nachrowi, 2004).
Pada kenyataannya, negara masih belum mampu
memenuhi kewajibannya untuk melindungi hakhak anak. Salah satu permasalahan yang masih
terjadi adalah keberadaan anak usia sekolah yang
bekerja. Dengan bekerja, bukan hanya melanggar
hak-hak anak, tetapi juga membawa dampak
buruk bagi anak-anak, baik secara fisik maupun
psikis. Bahkan dampak yang lebih jauh lagi,

dengan bekerja dikhawatirkan akan mengganggu
masa depan anak-anak untuk mendapatkan
kehidupan yang lebih baik, terlebih anak-anak
merupakan generasi penerus bangsa (Usman dan
Nachrowi, 2004).
Tjandraningsih (1995), mengatakan ketika anakanak tidak mempunyai kesempatan untuk
bersekolah, maka pilihan hidupnya hanya dua,
yaitu: masuk angkatan kerja atau tidak. Akan
tetapi perlu diingat bahwa anak-anak justru putus

sekolah karena bekerja. Bahkan, di lingkungan
yang kondusif untuk bekerja, konsekuensi yang
muncul adalah gejala putus sekolah yang sering
diawali dengan menggabungkan sekolah sambil
bekerja.
Seorang anak menjadi bekerja atau sekolah
seringkali karena keputusan dari kepala rumah
tangganya. Keputusan apakah seorang anak
bekerja atau sekolah didasarkan atas beberapa
pertimbangan tertentu, seperti urutan kelahiran

anak, jenis kelamin, dan jumlah anak. Sejumlah
argumen juga menunjukkan bahwa saudara
kandung tidak mungkin menerima hak yang
sama terhadap sumber daya yang ditujukan oleh
orang tua terhadap pendidikan anak-anak mereka
(Booth dan Kee, 2005). Bukti dari negara dengan
pendapatan yang rendah menyebutkan bahwa
bekerja dan sekolah tidak dapat dibagi secara
sama dan merata di antara anak pada suatu
rumah tangga (Grootaert dan Patrinos, 1999
dalam Khanam and Rahman, 2007). Urutan
kelahiran anak dalam rumah tangga juga menjadi
pertimbangan orang tua dalam menentukan
apakah dan berapa banyak anak yang akan
bekerja dan bersekolah. Orang tua memandang
bahwa anak pertama berbeda dengan anak yang
lahir
setelahnya,
sehingga
pengambilan

keputusan mereka tentang pegaturan pekerjaan
atau sekolah untuk anak-anaknya mungkin
menjadi fungsi dari urutan kelahiran (Khanam

Seminar Nasional PascaSarjana XIII – ITS, Surabaya 15 Agustus 2013
ISBN No.

and Rahman, 2007). Penelitian ini berusaha
menjawab pengaruh urutan kelahiran terhadap
keputusan orang tua untuk menempatkan anakanak mereka menjadi bekerja dan sekolah. Selain
itu, dilihat juga variable-variabel apa saja yang
mempunyai pengaruh terhadap kegiatan anak
usia 10-15 tahun di Provinsi Jawa Timur tahun
2011.

2. Tinjauan Pustaka
2.1 Konsep Kegiatan
Bekerja adalah kegiatan melakukan pekerjaan
dengan maksud memperoleh atau membantu
memperoleh penghasilan atau keuntungan paling

sedikit selama satu jam dalam seminggu terakhir.
Bekerja selama satu jam tersebut harus dilakukan
berturut-turut dan tidak terputus. Penghasilan
atau keuntungan mencakup upah/gaji termasuk
semua tunjangan dan bonus bagi pekerja/
karyawan/pegawai dan hasil usaha berupa sewa
atau keuntungan, baik berupa uang atau barang
termasuk bagi pengusaha (BPS, 2011).
Sekolah adalah kegiatan bersekolah di sekolah
formal maupun sekolah non formal (Paket
A/B/C). Tidak termasuk mereka yang sedang
libur (BPS, 2011).
2.2 Regresi Logistik Multinomial
Regresi logistik multinomial merupakan
perluasan dari regresi logistik biner yaitu jika
kategori dari variabel respon lebih dari dua dan
satu kategori diantaranya dipilih sebagai kategori
acuan (referensi). Jika  j  x   P  Y  j | x  di

mana x   x1 x2 ... x p 


T

dan



j

 j x  1 ,

model logit memasangkan tiap kategori respon
dengan suatu kategori referensi, biasanya yang
terakhir atau yang paling umum. Model
 j x
T
log
  j   j x , j  1, 2,..., J -1
 J x
secara simultan menggambarkan pengaruh x

terhadap J  1 logit (Agresti, 2002).
Bila terdapat J kategori respon maka model yang
didapatkan sebanyak J – 1. Jika dimisalkan
terdapat 3 kategori respon, maka model regresi
logistik multinomial yang terbentuk adalah
(Hosmer and Lemeshow, 2000)

Dalam regresi logistik multinomial, estimasi
nilai parameternya dihitung menggunakan
metode
MLE
(Maximum
Likelihood
Estimation). Model logistik multinomial yang
telah diperoleh perlu diuji kesesuaiannya.
Pengujian yang dilakukan adalah sebagai
berikut.
Uji univariabel (parsial) :
Hipotesa pengujian ini adalah :
H 0 :  k  0 lawan H1 :  k  0 , k=1,2,…,p

Statistik uji yang digunakan adalah statistik Wald
ˆk
Wk 
SE ( ˆk )
Daerah penolakan:
H 0 ditolak bila Wk lebih besar dari | z | atau
2

p-value kurang dari α di mana Z menunjukkan
nilai variabel random pada tabel distribusi
normal standar.
Uji Multivariabel (Serentak) :
Hipotesa pengujian ini adalah :
H 0 : 1   2  ...   p  0
H1 : Paling sedikit ada satu  k  0 ,
k=1,2,…,p
Statistik uji yang digunakan statistik uji G2 atau
Likelihood Ratio Test :
G 2  2 ln( 0 1 )  2( L0  L1 )
di mana

 0 = nilai yang dimaksimalkan dari fungsi
likelihood di bawah H 0
1 = nilai yang dimaksimalkan secara
keseluruhan ( H 0  H1 )
Daerah penolakan:
H 0 ditolak bila G lebih dari  (2 , p ) di mana p
menunjukkan nilai variabel random pada tabel
distribusi chi-square pada derajat bebas p.

3. Metode Penelitian
3.1 Sumber Data
Data yang digunakan pada penelitian ini adalah
data Survei Sosial Ekonomi Nasional
(SUSENAS) tahun 2011 Provinsi Jawa Timur
dan yang dijadikan observasi adalah anak usia
10-15 tahun pada rumah tangga. Pada kelompok
umur ini terdapat 8927 observasi anak.

p


g1  x i   10   1k xik
k 1

p

g 2  x i    20    2 k xik
k 1

3.2 Variabel Penelitian
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini
adalah variabel respon dan variabel prediktor.
Variabel respon berskala nominal yaitu 1 untuk
kegiatan anak yang bekerja, 2 untuk kegiatan
anak bekerja dan sekolah, 3 untuk kegiatan anak

Seminar Nasional PascaSarjana XIII – ITS, Surabaya 15 Agustus 2013
ISBN No.

yang tidak bekerja dan tidak sekolah, dan 4
adalah kegiatan anak yang hanya sekolah saja.

Sedangkan variabel prediktor yang yang
digunakan dalam penelitian ini adalah jenis
kelamin anak (1=Laki-laki, 2=Perempuan),
urutan kelahiran (1=Birth Order-BO 1, 2=Birth
Order-BO 2), jumlah anggota rumah tangga
(ART) (1=ART4), pendidikan
kepala rumah tangga (KRT) (1=SLTP ke bawah,
2=SLTA ke atas), lapangan usaha kepala rumah
tangga (1=pertanian, 2=non pertanian), status
kemiskinan (1=miskin, 2=tidak miskin), dan
status wilayah (1=perkotaan, 2=perdesaan).
Metode analisis yang digunakan pada penelitian
ini adalah analisis deskriptif dengan melakukan
tabulasi silang di antara variable-variabel yang
ada. Selanjutnya, Untuk memperkuat temuan
dari tabulasi silang, dilakukan analisis inferensia
dengan regresi logistik multinomial dengan
variabel respon adalah kegiatan anak.

Tabel 2 menunjukkan di sektor mana saja anak
usia 10-15 tahun bekerja. Jika sector pekerjaan
dibagi menjadi primer, sekunder, dan tersier,
maka, anak usia 10-15 tahun yang hanya bekerja
lebih banyak bekerja di sector sekunder
(mendekati 60%). Sementara mereka yang
bekerja dan sekolah lebih dari 60% bekerja di
sector primer dan tersier.
Tabel 2: Persentase Kegiatan Anak usia 10-15 tahun menurut
Lapangan Usaha

Lapangan
Usaha
Tidak
bekerja
Primer
Sekunder
Tersier

4.1 Deskriptif
Berdasarkan hasil pengolahan, persentase anak
usia 10-15 di Provinsi Jawa Timur dengan
kegiatan bekerja adalah sebesar 1,4%, yang
bekerja dan sekolah sebesar 2,1%, yang tidak
bekerja dan tidak sekolah sebesar 4,0% dan
sisanya yaitu yang sekolah adalah sebesar 92,6%.

Laki-laki
BO
BO
1
2
2,0
1,3

Perempuan
BO
BO
1
2
0,9
0,9

Total
BO
BO
1
2
1,5
1,1

3,1

1,6

1,8

1,1

2,5

1,4

3,3

4,3

4,3

4,1

3,8

4,2

91,5

92,9

92,9

93,9

92,1

93,3

Jika dilihat dari urutan kelahirannya, Tabel 1
menunjukkan bahwa terdapat sekitar 1,5% anak
usia 10-15 tahun dengan kegiatan yang hanya
bekerja dan 2,5% anak bekerja dan sekolah
merupakan birth order 1. Persentase ini lebih
tinggi dibandingkan dengan birth order 2. Hal ini
membuktikan bahwa memang anak pertama
cenderung
akan
mempunyai
pekerjaan
dibandingkan dengan anak yang lahir
sesudahnya. Tabel 1 juga menunjukkan bahwa
baik jenis kelamin laki-laki maupun perempuan,
birth order 1 mempunyai persentase yang lebih
besar dibandingkan dengan birth order 2.
Tabulasi silang antara kegiatan anak dengan birth
order secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 1.

Se
kolah

0

0,0

4,1

95,9

39,0
56,2
34,0

61,0
43,8
66,0

0,0
0,0
0,0

0,0
0,0
0,0

Tabel 3: Persentase Kegiatan Anak Usia 10-15 menurut
Pendidikan Kepala Rumah Tangga

Tabel 1: Persentase Kegiatan Anak Usia 10-15 menurut Jenis
Kelamin dan Urutan Lahir

Bekerja
Bekerja dan
Sekolah
Tidak
Bekerja
dan Tidak
Sekolah
Sekolah

Kegiatan anak
Bekerja
Tdk
dan
Bekerja
Sekolah
dan Tdk
Sekolah

Jika dilihat dari pendidikan KRT, sebagian besar
anak yang bekerja mempunyai KRT dengan
pendidikan maksimal SLTP (4,0%). Dari
proporsi 4% ini, yang bekerja dan sekolah
sebesar 2,3% dan sisanya yang 1,7% adalah yang
bekerja saja.

4. Pembahasan Hasil

Kegiatan
Anak

Be
kerja

Kegiatan Anak
Bekerja
Bekerja dan Sekolah
Tidak Bekerja
dan Tidak Sekolah
Sekolah

=SLTA
0,2
1,3

4,7

1,8

91,2

96,7

Tabel 4: Persentase Kegiatan Anak Usia 10-15 menurut
Jumlah Anggota Rumah Tangga
Kegiatan Anak
Bekerja
Bekerja dan Sekolah
Tidak Bekerja
dan Tidak Sekolah
Sekolah

4
1,5
1,9

3,4

5,0

93,2

91,6

Tabel 5: Persentase Kegiatan Anak Usia 10-15 menurut
Status Kemiskinan
Kegiatan Anak
Bekerja
Bekerja dan Sekolah
Tidak Bekerja
dan Tidak Sekolah
Sekolah

Miskin
2,8
2,5

Tidak Miskin
1,1
2,0

9,2

3,0

85,5

93,9

Tabel 6: Persentase Kegiatan Anak Usia 10-15 menurut
Klasifikasi Wilayah
Kegiatan Anak
Bekerja
Bekerja dan Sekolah
Tidak Bekerja
dan Tidak Sekolah
Sekolah

Perkotaan
0,9
1,1

Perdesaan
1,7
2,9

2,7

5,1

95,2

90,3

Seminar Nasional PascaSarjana XIII – ITS, Surabaya 15 Agustus 2013
ISBN No.

Tabel 4, Tabel 5, dan Tabel 6 masing-masing
memperlihatkan klasifikasi silang antara kegiatan
anak dengan jumlah ART, status kemiskinan,
klasifikasi wilayah. Dari Tabel 4 menunjukkan
bahwa tidak ada perbedaan yang berarti dari
anak yang bekerja jika disilangkan dengan
jumlah ARTnya karena proporsinya hampir sama
antara JART kurang dari sama dengan 4 dan
yang lebih dari 4. Tabel 5 memperlihatkan
proporsi anak yang berasal dari rumah tangga
miskin lebih banyak yang bekerja dan bekerja
sambil sekolah dibandingkan dengan anak dari
rumah tangga tidak miskin. Tabel 6
menunjukkan bahwa sebagian besar anak yang
bekerja adalah berasal dari wilayah perdesaan
yaitu sebesar 4,6% dibandingkan dengan
perkotaan yang hanya sebesar 2,0%.

4.2
Model
Variabel-variabel
yang
berpengaruh terhadap kegiatan anak usia 1015 tahun dengan Pendekatan Regresi Logistik
Multinomial
Berdasarkan uji goodness of fit, baik dengan
menggunakan metode Pearson maupun Deviance
hasilnya adalah sama-sama gagal tolak H0 (nilai
p-value lebih dari α=0,05) yang mengindikasikan
terdapat cukup bukti untuk menyatakan bahwa
model sudah sesuai (fit) dengan data.
Tabel 7: Hasil Uji Goodness of Fit
Metode
Pearson
Deviance

Chi-Square
321,400
232,697

p-value
0,302
1,000

sekolah adalah kategori referensi untuk variable
respon. Sedangkan untuk variable predictor,
kategori 1 adalah kategori referensi.
Tabel 8 adalah estimasi parameter dari
perubahan logit kategori bekerja relative
terhadap kategori sekolah. Dilihat dari nilai pvalue, variable yang tidak signifikan adalah
variable lapangan usaha KRT dan variable
jumlah ART (nilai p-value > 0,05). Hal ini
mengindikasikan bahwa tidak terdapat cukup
bukti untuk menyimpulkan bahwa perubahan
pada lapangan usaha KRT dari pertanian ke non
pertanian atau perubahan JART dari JART4 mempengaruhi pilihan bekerja
sebagai kegiatan dibandingkan dengan sekolah.
Sedangkan variable sisanya adalah signifikan,
termasuk variable birth order.
Nilai koefisien variable birth order mempunyai
tanda negative, hal ini mengindikasikan bahwa
anak dengan birth order 2 lebih menyukai
sekolah daripada bekerja dibandingkan dengan
anak dengan birth order 2.
Jika melihat nilai estimasi odds rasio dari
variable birth order yang sebesar 0,57
mengindikasikan bahwa kecenderungan anak
usia 10-15 tahun memilih kategori bekerja
dibandingkan kategori sekolah adalah 0,57 kali
ketika urutan lahir berubah dari birth order 1 ke
birth order 2.
Tabel 9: Estimasi Regresi Logistik Multinomial (Model 2/4)

Setelah model fit dengan data, selanjutnya dapat
dilakukan uji simultan dan uji parsial. Hasil dari
uji simultan menghasilkan statistik uji G sebesar
305,850 dan p-value sebesar 0,000. Dengan nilai
p-value yang kurang dari α=0,05 dapat dikatakan
bahwa terdapat cukup bukti untuk menyatakan
bahwa paling tidak ada satu koefisien yang tidak
sama dengan nol.
Tabel 8: Estimasi Regresi Logistik Multinomial (Model 1/4)
Variabel
Karakterisik Anak
- Jenis kelamin
- Birth order
Karakteristik Rumah
Tangga
- Pendidikan KRT
- Lapangan Usaha
KRT
- Jumlah ART
- Status Kemiskinan
Karakteristik
Wilayah
- Status wilayah

Koefisien

p-value

Odds
Rasio

-0,66
-0,56

0,001
0,008

0,52
0,57

-1,83
0,19

0,000
0,610

0,16
1,21

-0,27
-0,87

0,170
0,000

1,31
0,42

0,42

0,047

1,53

Tabel 8, Tabel 9, dan Tabel 10 merupakan
estimasi regresi logistic multinomial dari tiaptiap model di mana kategori 4 atau kategori

Variabel
Karakterisik Anak
- Jenis kelamin
- Birth order
Karakteristik Rumah
Tangga
- Pendidikan KRT
- Lapangan Usaha
KRT
- Jumlah ART
- Status Kemiskinan
Karakteristik
Wilayah
- Status wilayah

Koefisien

p-value

Odds
Rasio

-0,46
-0,59

0,003
0,001

0,63
0,55

-0,33
-1,25

0,121
0,032

0,72
0,29

0,05
-0,28

0,765
0,126

1,05
0,75

1,07

0,000

2,91

Tabel 9 menunjukkan bahwa variable birth order
adalah signifikan (p-value0,05). Hal ini mengindikasikan bahwa

Seminar Nasional PascaSarjana XIII – ITS, Surabaya 15 Agustus 2013
ISBN No.

tidak terdapat cukup bukti untuk menyimpulkan
bahwa perubahan pada birth order dari birth
order 1 ke birth order 2 mempengaruhi pilihan
tidak bekerja dan tidak sekolah sebagai kegiatan
dibandingkan dengan sekolah.
Tabel 10: Estimasi Regresi Logistik Multinomial (Model 3/4)
Variabel
Karakterisik Anak
- Jenis kelamin
- Birth order
Karakteristik Rumah
Tangga
- Pendidikan KRT
- Lapangan Usaha
KRT
- Jumlah ART
- Status Kemiskinan
Karakteristik
Wilayah
- Status wilayah

Koefisien

p-value

Odds
Rasio

0,08
-0,05

0,447
0,664

1,09
0,95

-0,59
0,12

0,001
0,604

0,56
1,13

0,33
-0,91

0,007
0,000

1,39
0,40

0,46

0,000

1,58

5. Kesimpulan
Hasil penelitian ini menjawab pertanyaan bahwa
terdapat pengaruh urutan kelahiran terhadap
kegiatan anak usia 10-15 tahun di Jawa Timur di
mana anak pertama pada suatu rumah tangga
cenderung untuk bekerja dibandingkan dengan
saudara mereka yang dilahirkan sesudahnya.
Secara tidak langsung dapat dikatakan bahwa
anak pertama lebih sedikit mendapatkan
pendidikan dibandingkan dengan saudaranya
yang lahir sesudahnya. Supaya mendapatkan
hasil yang optimal dalam upaya mengurangi
jumlah pekerja anak, maka sebaiknya program
yang ada memperhatikan kebutuhan tiap-tiap
rumah tangga misalnya jumlah anak yang
bersekolah.
Jika tidak ada kendala apa pun untuk
menjalankan program pengurangan pekerja anak,
maka semua anak yang tidak sekolah pada setiap
rumah tangga dapat langsung dijadikan target
program secara bersamaan. Tetapi jika ada suatu
kendala (seperti keterbatasan dana) dan harus
memilih anak yang mana pada rumah tangga
yang didahulukan, maka agar diperoleh hasil
yang maksimal, sebaiknya anak dengan urutan
lahir pertama yang mendapatkan prioritas yang
utama.

6. Pustaka
Agresti, A. (2002), Categorical Data Analysis,
2nd edition, John Willey and Sons, Inc.,
Hoboken, New Jersey.
Booth A. L. dan Kee H. J., (2005). Birth Order
Matters: The Effect of Family Size and Birth
Order on Educational Attainment. IZA
Discussion Paper No. 1713.
BPS (2011), Pedoman Pencacahan Susenas
KOR. BPS-Jakarta.
Hosmer, D. W. dan Lemeshow, S. (2000).
Applied Logistic Regression. John Wiley
and Son, New York.
Khanam, R. and Rahman, M. M., (2007). Child
Work and Schooling in Bangladesh: The
Role of Birth Order. Journal of Biosocial
Science, vol. 39 no. 5, 641-657.
Tjandraningsih, I., (1995). Pemberdayaan
Pekerja Anak. Bandung: Yayasan Akatiga.
Usman, H. dan Nachrowi, N., (2004). Pekerja
Anak di Indonesia (Kondisi, Determinan dan
Eksploitasi). Jakarta: Grasindo.