TUGAS AKHIR RINGKASAN AKHLAK TASAWUF.pdf

AKHLAK TASAWUF
RINGKASAN MATERI AKHLAK TASAWUF

Disusun oleh:
YULI PARADITA
Nim: 0705163035

FISIKA-1
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA
T.A 2017

Para sufi selalu saja taat beribadah
Menurut ‘Abd al-Qadiriyah al-Jailan seorang sufi bisa dikatakan bahwa dia adalah sufi karna
adanya 2 alasan. Pertama, terjadinya proses penjernihsn terhadap hati mereka berkat cahaya
makrifat. Kedua, dinisbahkan kepada para sahabat yang meninggalkan

A. DEFINISI, HIERARKI DAN TUJUAN TASAWUF
Istilah tasawuf terdiri dari 4 kata yaitu, al-shuf yang artinya kain wol. Karena para sufi
mengenakan pakaian yang terbuat dari kain wol. Kain wol disini bermakna kesederhanaan
seorang sufi. Yang kedua istilah sufi berasal dari kata al-shaf,yaitu barisan terdepan, yang

bermakna bahwa seorang sufi selalu ad pada berisan pertama dalam memdekatkan diri
kepada Allah dan selalu berada barisan pertama dalam beribadah. Yang ketiga, istillah
tasawuf berasal dari kata al-shuffah yang berarti erambi masjid, dikatakan serambi masjid
karena para sufi pada zaman nabi Muhammad Saw. Selalu tinggal di serambi masjid agar
lebih khusyuk dalam beribadah. Dan yang terakhir berasal dari kata al-shafa’ yang artinya
kesucian. Maksud dari kesucian ini adalah hati seorang sufi selalu suci, dan bebas dari nodanoda dosa karena seorang segala sesuatu karena cinta kepada Allah dan Rasul-Nya.
Tujuan akhlak tasawuf tidak lepas dari tujuan umat manusia diciptakan. Al-Qur’an
menegaskan bahwa manusia diciptakan dengan tujuan seperti syahadah,ibadah khalifa, dan
hasanah. Tujuan tasawuf ialah untuk mendekatkan diri kepada allah dengan cara
menuyuciakan diri dengan melakukan ibadah, mujahadah dan riyadha.

B. EPISTOMOLOGI TASAWUF

a.

Peran hati dalam tasawuf

Hati (qalb) merupakan alat untuk memahami kenyataan dan nilai-nilai serta memutuskan
suatu tindakan (Q.S.al-A’raf/7:179), sehingga hati identik dengan akal. Ada delapan potensi
hati yaitu, hati bisa berpaling, merasa kecewa dan kesal, secar sengaja ntuk memutuskan

sesuatu, berprasangka, menolak sesuatu, mengingkari, dapat diuji, dapat ditundukan dapat
diperluas dan dipersemit. Mayoritas sufi menilai bahwa akal manuia tidak mampu mencapai
hakikat Allah Swt dan Al-Qur’an menjelaskan kelemahan hati bisa ditutupi oleh hati yang
damai. Menurut al-Ghazali, hati mampu meraih ilmu tentang menyaksikan wujud-wujud
spritual. Hati mampu meraih ilmu yang diaraih tanpa usaha yang disebut sebagai ilham yang
mucul pada seseorang yang memiliki hati yang benar-benar suci. Menurutnya, ketika
manusia mengenal hatinya, maka ia mengenal dirinya, sehingga niscaya ia mengenal Allah
Swt.

Untuk mendapatkan hati yang suci diperlukan beberapa cara, antara lain dengan
menggunakan metode tazkiyah al-nafs. Metode tazkiyah al-nafs atau disebut juga metode
irfani ialah metode untuk menyucikan hati ataupun jiwa seseorang dalam rangka
mendekatkan diri kepada Allah Swt .dengan cara uzlah, khalwah, riyadhah, mujahadah,
ibadah dan juga berdzikir.

C. AL-MAQAMAT DAN AL-AHWAL

Al-Maqamat adalah tingkatan-tingktan spritual seorang sufi, dari tingkat yang paling dasar
yatu tobat sampai tingkat yang paling tnggi yaitu rida yang di peroleh secara mandiri dengan
cara ibadah, riyadhah dan juga mujahadah secara terus menerus sehingga ia sampai ke

maqam tertinggiyaitu rida. Tingkatan- tingkatan al maqamat yaitu : tobat, wara’, zuhud,
kefakiran, sabar, tawakal, cinta dan rida
Untuk mencapai maqam tertentu salik haruslah melakukan khalwah(menyepi) dan uzlah
mengasingkan diri) dalam melakasanakan perjalanan spritual menuju Allah Swt. Menyepi
merupakan lah sifat asli seorang sufi. Ia menyepi agar menjauhi kesenangan dunia dan lebih
fokus mengejar ilmu akhiratnya. Dan ia mengasingkan diri bertujuan untuk menjaga
keselamatan dari niat buruk orang lain.
Al-Ahwal ialah keadaan hati seorang salikk yang bukan merupakan hasil usahanya,
melainkan pemberian langsung dari Allah kepada hambanyadan itu hanya bersifat sementara
saja, seperti perasaan takut, cemas, harap, rindu, senang ataupun juga sedih.
➢ Tobat
Tobat adalah sadar dan menyesal akan dosa dan berniat akan memperbaiki perbuatan dan
berjanji tidak akan mengulangi nya lagi. Tobat merupakan maqam pertam yang harus di
jalani oleh seorang sufi untuk lebih dekat kepada Allah SWT. Menurut Ibn Qayyim alJauziyah, ada tiga syarat tobat : penyesalan, meninggalkan dosa yang dilakukan, dan
memperlihatkan penyesalan dan ketidakberdayaan.
Menurut al-Ghazali manusia tobat dibagi menjadi empat tingkat. Pertama, seseorang yang
melakukan maksiat dan bertobat, serta istiqomah sampai akhir hidupnya. Kedua, seseorang
yang bertobatyang meinggalkan dosa-dosa besar, tapi belum bisa meninggalkan dosa-dosa
yang dilakukan tanpa sengaja. Ketiga, sesorng yang bertobat terus menerus sampai akhirnya
nafsu syahwat mengalahkannya sehingga ia melakukan dosa. Keempat,

➢ Warak
Warak bermakna berhati-hati. Warak merupakan maqam kedua setelah tobat. Untuk dapat ke
maqam ini seorang salik harus lah lulus pada maqam tobat terlebih dahulu. Menurut Yunus

bin Ubaid mengatakan “warak adalah menghindarkan diri dari yang namanya syubhat dan
memelihara diri dari segala bentuk arah pandangan. Syubhat adalah segala sesuatu yang tidak
jelas asalnya, sehingga tidak jelas pula halal atau haram kah itu.
➢ Zuhud
Zuhud berasal dari bahasa Arab, Zahada, Yazhudu, Zhdan yang artinya menjauhkan diri,
tidak menjadi berkeinginan, dan tidak tertarik. Dalam bahasa indonesia, zuhud berarti
meninggalkan keduniawian, tapi menurut sufi meninggalkan keduniawian demi mengejar
akhirat bukan berarti tidak bekerja dan hanya beribadah. Seorang sufi tetap bekerja dan
berusaha tapi tidak lupa dengan sang penciptanya. Dan mereka pun mengejar dunia demi
kepentingan agamanya.
➢ Kefakiran
Istilah fakir berasal dari bahasa arab faqr yang artinya kemiskinan atau seseorang yang
berkekurangan. Seorang sufi memilih hidup sebagai seorang fakir yaitu seorang yang selalu
merasa kurang dalam ibadah nya. Dan seorang yang selalu membutuhkan Allah Swt. Selain
itu fakir dalam tasawuf ialah kesederhanaan seseorang karna tidak akan bermegah-megah
dalam berpenampilan. Menurut Nashr al-Din al-Thusi, fakir dalam kajian tasawuf adalah

“seseorang tidak memiliki kecintaan terhadap kekayaan dan hiasan duniawi, dan jika ia
memilikinya maka ia tidak berkeinginan untuk menyimpan dan mengumpulkannya”
➢ Sabar
Kata sabar berasal dari bahasa Arab, shabara, yashbiru, shabran, maknanya adalah mengikat,
bersabar, menahan dari larangan hukum, dan menahan diri dari kesedihan. Dalam bahasa
indonesia sabar bermakna “tahan menghadapi cobaan ( tidak lekas marah, tidak lekas putus
asa, tidak lekas patah hati) tabah, tenang,tidak tergesa- gesa dan tidak keburu nafsu.
Al-Ghazali, Ibn Qudamah, dan Ibn Qayyim al-Jauziyah membagi sabar menjadi 3:
Yang pertama sabar dalam ketaatan kepada Allah, maksudnya ialah dalam beribadah,
beramal shaleh kita harus senantiasa bersabar, dalam shalat kita juga harus bersabar, dan
tidak buru-buru. Kedua, sabar dari godaan untuk melakukan maksiat, maksudnya ialah kita
bersabar dalam menghadapi hawa nafsu agar tidak mudah terjerumus kedalam kemaksiatan.
Ketiga, sabar dalam menerima musibah Allah, dalam menerima musibah kita jangan cepat
terpuruk, dan selalu tenggelam dalam kesedihan. Kita harus sabar dan kuat dalam
menghadapi musibah yang Allah berikan.
Tawakal
Tawakal dalam bahasa Indonesia adalah mempasrahkan diri kepada kehendak Allah, percaya
dengan sepenuh hati kepada Allah dengan cara berikhtiar. Tawakal bukan berarti hanya
pasrah tanpa melakukan apapun. Tawakal ialah menerima keputusan Allah tapi kita sudah
berusah semaksimal mungkin, namun hasil yang kita peroleh berbeda dengan apa yang kita


harapkan. Disitulah lah hamba Allah disuruh untuk bertawakal atau percaya akan Qada dan
Qadar dari Allah.

Cinta
Makna cinta dalam tasawuf dapat dilihat dari ucapan kaum sufi. Junaid al-Baghdadi,
misalnya berkata “cinta adalah masuknya sifat-sifat kekasih pada sifat-sifat yang
mencintainya.” Jadi ketika sesorang sufi mencintai Allah masuk lah sifat-sifat Allah yang 99
kedalam dirinya. Bukan hanya masuk tapi mereka juga menerpkan nya dalam kehidupan
sehari-hari.
Rida
Rida merupkan maqam tertinggi, rida adalah tenangnya hati dengan ketetapan takdir Allah
Ta’ala. Menurut al-Hujwiri, rida terbagi menjadi dua macam: rida Allah terhadap hambanya
dan rida hamba terhadap Allah Swt. Rida Allah Swt terhadap hambanya ialah dengan cara
memberikan pahala, nikmat, dan karamah-Nya, sedangkan rida hamba kepada Allah adalah
melaksanakan segala perintah-Nya dan tunduk atas segala hukum-Nya.

D. AL-MAQAM LAINNYA
Sebagian sufi menilai bahwa setelah mencapai maqam rida, seorang salik masih dapat
mencapai maqam seperti makrifat, dan menegaskan bahwaal-ridha bukanlah maqam

tertinggi. Al-Kalabazi mengatakan bahwa sebagian sufi membagi makrifat menjadi dua,
yakni al-ma’rifat haq yang berarti penegasan keesaan Allah ata sifat-sifat-Nya, dan ma’rifat
haqiqah yang bermakna makrifat yang tidak bisa dicapai dengan sarana apapun, sebab sifatNya tidak dapat ditembus dan Tuhanan-Nya tidak dapat dipahami.

E. MENGENAL AL-AHWAL
Al-Ahwal adalah keadaan hati seorang salik yang diberikan oleh Allah tanpa adanya usaha.
Seperti rasa waspada, takut, harap dan rindu.


Waspada (al-Muqarabah)

Kedaan hati seorang salik bahwa dirinya selalu merasa diawasi oleh Allah. Sehingga dia takut
untuk berbuat maksiat karan dia tau bahwa Allah selalu melihat semua apa yang dia lakukan.



Takut (al-Khauf)

Seorang sufi memiliki rasa takut kepada Allah. Takut akan murkanya Allah, takut akan
neraka Allah. Dan takut akan dosa-dosa yang ia buat baik secra sengaja maupun tidak

sengaja.


Harap (al-Raja)

Ktergantungan hati pada sesuatu yang terjadi di masa depan. Misalnya sesorang yang berbuat
baik dan mengharapkan balasan dari orang yang telah menerima perbuatan baiknya, atau
seorang hamba yang mengharapkan surga dari Allah Swt.



Rindu (al-Syawq)

Menurut sufi orang yang cinta kepada Allah maka ia akan memiliki rasa rindu kepada-Nya.
Rasa rindu ingin slalu beribadah kepada Allah.

F. INTEGRASI TASAWUF DAN SAINS

a.


Integrasi dalam Sejarah Islam

Dalam sejarah Islam, ditemuka seprang astronomi, ahli bilogi, ahli matematika, dan ahli
arsitektur yang mumpuni dalam bidng ilmu-ilmu keislaman seperti tauhid, fiqih, tafsir, hadis,
dan tasawuf. Meskipun berprofesi sebagai saintis dalam bidang ilmu-ilmu kealaman,para
pemikir Muslim klasik menempu poa hidup sufistik, dan kajian-kajian mereka diarahkan
kepada percapaian tujuan-tujuan relegius dan spiritual.
Para filsuf dari mazab Peripateik merupakan pemikr Muslim yang berhasil menginegrasi
filsafat Yunani dengan ajaran Islam yang bersumberkan kepada Al-Qur’an dan
Hadis,lantaran tema-tem filsafat Yunanni diislamisasikan dan disesuaikan dengan pradigma
islam. Tidak sebatas integrasi semata mereka malah mampu menguasai berbagai disiplin ilmu
yang terdiri atas ilmu-ilmu raiona dan ilmu-ilmu kewahyuan, sehingga integrasi menjadi
sangat mudah dilakukan.
b. Integrasi dalam Ranah Ontologi
Para sufi awal memang lebih banyak memfokuskan kepada masalah kedekatan kepada Allah
SWT., tetapi belakangan ini mereka meluaskan objek kajian tasawuf sampai kepada
persoalan wujud, selaintasawuf juga mulai bersingggungan dengan filsafat, sehingga mereka
tidak hanya saja membahas dan menyibak hakikat wujud-Nya, tetapi juga wujud ala dan
manusia. Berbeda dari saintis Barat sekuler, para filsuf Muslim dan sufi berpendapat bahwa
ada hubungan erat antara alam dengan Allah SWT.


c.

Integrasi dalam Ranah Epistemologi

Dalam khazanah peradaban islam , banyak saintis muslim yang ahli dalam bidang-bidang
ilmu kealaman juga seorang sufi yang mumpuni dalam bidang tasawuf. Sebagian sufi
memanfaatkan metode ‘irfani unuk mendapatkan pemahaman mendalam mengenai dunia
metafisik dan dunia fisik. Dari prespektif islam, kesucian jiwa mmanusia menadi syarat
utama untuk memperoleh ilmu secara langsung dari sumber asalnya, yaitu Allah SWT.
d. Integrasai dalam Ranah Aksiologi
Aksiologi adalah studi umum tentang nilai dan penilaian, termasuk makna, karakteristi, dan
klasifikasi nilai, serta dasar dan karakter pertimbangan nilai. Aksiologi juga dimaknai sebagai
studi tentang manfaat akhir dari segala sesuatu.
Integrasi tasawuf dan sains, para filsuf dari mazhab peripatetik merupakan pemikir muslim
yang berhasil mengintegrasikan filsafat yunani dengan ajaran islam yang bersumberkan
kepada Al-qur’an dan hadis, lantaran tema-tema filsafat yunani diislamisasikan dan
disesuaikan dengan paradigma islam. Tidak sebatas integrasi belaka, mereka malah mampu
menguasai berbagai disiplin ilmu yang terdiri atas ilmu-ilmu rasional dan ilmu-ilmu
kewahyuan, sehingga integrasi menjadi sangat mudah dilakukan. Dari aspek etika akademik,

nilai-nilai luhur tasawuf dapat menjadi landasan etis seorang ilmuan dalam pengembangan
sains dan teknologi. Konsep al-maqamat dan al-ahwal dapat menjadi semacam etika profesi
seorang saintis sebagi ilmuwan muslim.