Kebijakan Kontrol Harga Pangan di Inggri

Kebijakan Kontrol Harga Pangan di Inggris dan Indonesia pada Perang Dunia Kedua
Izzudin Al Farras Adha
Abstract
Perang dunia kedua memberikan banyak sekali dampak di berbagai sektor kehidupan negaranegara dunia. Perang yang berlangsung sejak tahun 1939 hingga 1945 tersebut membuat
negara yang terlibat dan terdampak perang harus menyesuaikan berbagai kebijakannya untuk
dapat menstabilkan kondisi perekonomian dalam negerinya. Salah satu indikator
perekonomian yang harus dikendalikan oleh negara-negara tersebut adalah harga. Harga
menjadi kian penting dalam kondisi peperangan karena menentukan kondisi berbagai aspek
kehidupan masyarakat dalam kondisi yang serba tak tentu. Faktor-faktor
sosial,budaya,politik,pertahanan, dan keamanan menjadi riskan terganggu apabila harga tidak
terkontrol dengan baik oleh pemerintah. Terlebih lagi mengenai kebijakan kontrol harga di
sektor pangan, sektor yang sangat dekat dengan kehidupan sehari-hari masyarakat.
Paper ini akan menjelaskan tentang kebijakan kontrol harga sektor pangan di dua negara
dunia, yaitu Inggris sebagai negara yang terlibat secara langsung dalam perang dunia kedua,
dan Indonesia, dalam hal ini adalah Hindia Belanda pada masa penjajahan Belanda dan
Jepang, sebagai negara yang terdampak langsung atas perseturuan sengit dua blok besar di
perang dunia kedua. Tulisan akan disampaikan dengan analisis komparatif kedua negara
tersebut agar mampu menyajikan perbandingan secara komprehensif. Metode penulisan
paper ini adalah dengan telaah berbagai jurnal terkait dan dilakukan dengan pendekatan
kualitatif.


Keywords: Kontrol Harga, Pangan, Perang Dunia, Ekonomi, Inggris, Indonesia

Kebijakan Kontrol Harga Pangan di Inggris dan Indonesia pada Perang Dunia Kedua
Izzudin Al Farras Adha
Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Indonesia
Pendahuluan
Great Depression yang terjadi di negara-negara Amerika Utara, Eropa, dan negara-negara
industri lainnya sejak tahun 1929 sampai akhir 1930-an menyebabkan kebijakan ekonomi
negara-negara dunia menjadi perhatian lebih oleh pemerintah. John Maynard Keynes,
ekonom Amerika Serikat yang mencetuskan Teori Keynesian, menyatakan bahwa intervensi
pemerintah sangat dibutuhkan di dalam perekonomian hingga akhirnya mendorong negara
memiliki peran yang jauh lebih besar dibandingkan sebelumnya. Hal ini karena pasar tidak
bisa dibiarkan berjalan dengan mekanisme pasar. Peran besar negara tersebut berdampak
signifikan dalam pembentukan harga-harga komoditas yang ada di pasar. Bahkan, dengan
berbagai perkembangan pemikirannya, teori Keynesian ini masih relevan hingga hari ini.
Perang dunia kedua yang terjadi sejak tahun 1939 hingga 1945 menimbulkan banyak sekali
kejadian tak terduga atas konstelasi sosial-politik di dunia. Negara-negara yang terlibat aktif
di peperangan berlomba-lomba merebut kemenangan bersama dengan sekutunya melawan
blok lawannya. Inggris sebagai negara yang tergabung dalam Blok Sekutu tidak ketinggalan

berperang melawan Jerman, Jepang, dan Italia yang tergabung dalam Blok Poros. Untuk
dapat meraih kemenangan di dalam peperangan, banyak sekali faktor-faktor pendukungnya,
salah satunya adalah stabilitas ekonomi dalam negeri.
Stabilitas ekonomi dalam negeri menjadi kunci penting dalam meyakinkan rakyat untuk
dapat memenangkan peperangan. Stabilitas ekonomi tersebut dapat dilihat dari naik-turunnya
harga di pasar berbagai komoditas dalam negeri. Lebih spesifik lagi, harga pangan
merupakan harga yang harus dijaga stabilitasnya karena pangan merupakan kebutuhan dasar
yang harganya tidak boleh tak terjangkau oleh masyarakat. Kebijakan kontrol harga oleh
pemerintah Inggris memegang peranan strategis dalam mencapai stabilitas harga pangan
tersebut. Hal ini dapat terlihat dari keputusan pemerintah Inggris selama perang dunia kedua
yang menguasai semua tahapan produksi, membatasi berbagai produk yang tersedia pada

setiap tahapan tersebut, dan mengalokasikan relatif lebih banyak sumber daya untuk
mengelola dan menegakkan kontrol harga (Rockoff, 1987).
Indonesia, sebagai sebuah negara jajahan 2 negara besar saat Perang Dunia kedua, Belanda
dan Jepang, juga mengalami pengontrolan harga oleh negara penjajah demi mengamankan
kekuasaannya di Indonesia. Kontrol Harga, khususnya dalam sektor pangan, menjadi alat
pemerintahan kolonial dalam mengondisikan masyarakat Indonesia tetap sesuai dengan
keinginan penjajah.
Contoh kasusnya terjadi pada tahun 1940. Pada tahun tersebut terdapat ketentuan peraturan di

bawah peraturan industri yang diterapkan untuk pabrik penggilingan padi dengan kapasitas 2
1/2 H.P. atau lebih. Selain itu, pabrik yang terorganisir dan penjualan mereka terpusat,
dengan syarat bahwa mereka tetap untuk pembelian padi dan harga beras jual ditetapkan oleh
instruksi pemerintah. Untuk mengimbangi pembatasan ini kebebasan, Pemerintah
menyatakan kesiapannya untuk mengambil alih setiap surplus beras tidak dapat dijual dengan
harga resmi [Boeke (1946), pp. 112-115.].
Oleh karena itu, pengambilan kebijakan ekonomi dalam pengontrolan harga menjadi suatu
hal yang menarik untuk ditelaah lebih lanjut dalam perannya sebagai stabilisator
perekonomian suatu negara, terlebih lagi kebijakan kontrol pangan pada sektor pangan.

Kontrol Harga Pangan di Inggris
Tahun 1930-an menjadi tahun yang sangat memukul perekonomian Inggris karena adanya
kelesuan ekonomi yang melanda negara-negara Industri dunia. Proses recovery
perekonomian yang terus berlangsung di Inggris diiringi pula oleh kondisi sosial-politik yang
sangat dinamis diantara negara-negara Eropa ketika itu. Jerman, dengan pimpinan Adolf
Hitler, yang sedang bangkit pula perekonomiannya dengan gagahnya mencoba melakukan
ekspansi keluar otoritas wilayahnya, yaitu ke Danzig, Polandia. Kelancangan Jerman
melakukan hal tersebut ternyata menimbulkan reaksi dari berbagai negara Eropa lainnya
bahkan Jepang dan kemudian Amerika Serikat. Inggris termasuk negara yang ikut dalam
Perang Dunia kedua tersebut dan tergabung dalam Blok Sekutu bersama Perancis, Uni

Soviet, Amerika Serikat, dan negara-negara lainnya.

Menghadapi situasi yang tak menentu, masyarakat Inggris dilanda kekacauan karena
wilayahnya yang terus diserang oleh Blok Poros, dalam hal ini adalah Jerman. Kekacauan ini
menyebabkan pasar berjalan tidak kondusif dan menyebabkan marak terjadinya pasar gelap
berbagai komoditas. 1 Tak tertinggal pula komoditas pangan yang berada pada pasar gelap
tersebut. Dengan adanya pasar gelap, maka terjadi inefisiensi dalam perekonomian dimana
konsumen tidak mendapat harga yang lebih murah, sementara disisi yang lain produsen tidak
dapat memaksimalkan keuntungannya. Untuk mengatasi pasar gelap ini, pemerintah Inggris
melakukan suatu upaya agar harga pangan dapat terkontrol dengan baik oleh pemerintah
sehingga perekonomian dapat berjalan dengan efisien dan pada akhirnya tidak menimbulkan
kekacauan yang lebih parah di masyarakat.
Kebijakan kontrol harga ini, termasuk sektor pangan, termasuk berhasil mengendalikan harga
pangan di masyarakat Inggris. Kebijakan yang mana pemerintah Inggris menguasai semua
tahapan produksi, membatasi berbagai produk yang tersedia pada setiap tahapan tersebut, dan
mengalokasikan relatif lebih banyak sumber daya untuk mengelola dan menegakkan kontrol
harga (Rockoff, 1987).
Kontrol Harga Pangan di Indonesia
Selama tahun 1939 sampai 1945, Indonesia dijajah oleh dua negara yang berbeda, yaitu
Belanda dan Jepang. Tindakan kedua negara tersebut dalam menstabilisasi perekonomian,

khususnya di sektor pangan relatif sama, yaitu kebijakan kontrol harga pangan. Kebijakan
kontrol harga pangan menjadi sangat strategis di bumi Indonesia karena mayoritas
wilayahnya pada saat itu merupakan penghasil pertanian yang sangat melimpah, khususnya di
Pulau Jawa.
Indonesia dianggap sebagai negara yang mampu menghasilkan produk pangan cukup banyak.
Para penjajah melihat ini sebagai sebuah kesempatan yang patut dikeruk keuntungannya
melalui pengambilan selisih harga yang tinggi. Namun karena berbagai faktor alam maupun
nonalam, pemerintah Belanda tidak mampu memaksimalkan hal tersebut. Akhirnya, ebuah
badan pemerintah yang dibentuk untuk mengatasi gangguan dalam fungsi-fungsi dari pasar
pangan, khususnya beras. Didirikan pada April 1939 sebagai Stichting Het Voedingsmiddelen

1

https://www2.warwick.ac.uk/fac/soc/economics/staff/mharrison/public/ww2overview1998.pdf diakses pada
15 Maret 2016

Fonds, atau VMF. Keuangan untuk impor diperoleh dari De Javasche Bank dengan jaminan
pemerintah; pembiayaan untuk pembelian beras dalam negeri diatur melalui bank swasta. 2
Aspek Maqashid Syariah
Pangan sebagai kebutuhan dasar manusia tentu memiliki peranan vital dalam kehidupan

manusia. Kebutuhan primer ini harus dipenuhi oleh setiap orang sehingga pangan yang sulit
diakses dapat menyebabkan hilangnya jiwa. Dari kebijakan kontrol harga pangan yang
dilakukan di kedua negara tersebut, dapat diambil sebuah benang merah dimana kebijakan
tersebut dapat melindungi jiwa dari berbagai gangguan. Jiwa dapat terselamatkan karena
harga yang terkontrol lebih mudah untuk dijangkau oleh konsumen, lebih stabil harganya
bagi pemerintah, dan lebih baik untuk produsen dalam perannya memerangi inefisiensi pasar
gelap. Jiwa menjadi salah satu tujuan syariah yang dapat terjaga dengan adanya kebijakan
ini. 3
Oleh karena itu, kebijakan ini harus terus dimainkan perannya oleh pemerintah selama hal
tersebut dapat membuat jiwa sebagai salah satu tujuan syariah tidak terganggu. Terlebih lagi
dalam kondisi tak menentu seperti Perang Dunia kedua. Pemerintah harus senantiasa berjagajaga dan selalu berinisiatif dalam rangka mengamankan harga pangan di masyarakat. Tentu
pemerintah tidak ingin masyarakatnya kesulitan dalam mengakses pangan karena harga yang
tidak terkontrol. Dengan kebijakan kontrol harga pangan yang baik, maka akan banyak jiwa
yang terselamatkan.
Kesimpulan
Kebijakan pengontrolan harga menjadi sangat penting untuk dilakukan oleh pemerintah di
negara manapun karena mekanisme pasar tidak selalu berjalan dengan baik, seperti hadirnya
pasar gelap. Intervensi pemerintah dibutuhkan dalam rangka mengendalikan dan stabilisasi
harga agar komoditas tetap dapat dengan mudah diakses oleh masyarakat, terlebih di situasi
dan kondisi tak menentu seperti Perang Dunia. Apalagi pangan sebagai salah satu kebutuhan

dasar setiap manusia sudah barang tentu dijaga tingkat harganya oleh pemerintah agar
perlindungan terhadap jiwa masyarakatnya dapat berjalan dengan baik.

2

http://pdf.usaid.gov/pdf_docs/Pnade883.pdf diakses pada 15 Maret 2016
http://www.muslimlibrary.com/dl/books/English_Maqasid_alShariah_as_Philosophy_of_Islamic_Law_A_Systems_Approach.pdf
diakses pada 15 Maret 2016
3

Referensi

https://www2.warwick.ac.uk/fac/soc/economics/staff/mharrison/public/ww2overview1998.pd
f diakses pada 15 Maret 2016
http://pdf.usaid.gov/pdf_docs/Pnade883.pdf diakses pada 15 Maret 2016
http://www.muslimlibrary.com/dl/books/English_Maqasid_alShariah_as_Philosophy_of_Islamic_Law_A_Syste
ms_Approach.pdf diakses pada 15 Maret 2016
Mills, Geofrey., and Rockoff, Hugh., 1987. Compliance with Price Controls in the United
States and the United Kingdom During World War II, The Journal of Economic History, Vol.
47, No. 1 pp. 197-213


Boeke, J. H. 1946. Evolution of the Netherlands Indies Economy. New York, NY:
Institute of Pacific Relations.