Islam di Asia Dan Tenggara.pdf

ISLAM DI ASIA TENGGARA
Agus Kusman
agus.tonjong2016@gamil.com
Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Pendahuluan
Asia Tenggara merupakan kawasan yang cukup luas dan cukup
berpengaruh di kancah dunia. Asia Tenggara dipilah dalam dua kelompok
yakni Asia Tenggara Daratan yaitu Kamboja, Laos, Myanmar, Thailand,
Vietnam, dan Asia Tenggara Maritim yakni Brunei Darussalam, Filipina,
Indonesia, Malaysia, Singapura, Timor Leste.1
Kawasan Asia Tenggara merupakan salah satu kawasan yang yang
mempunyai sikap sosial dan kepercayaan yang beragam. Secara sosial budaya
penduduk di kawasan ini lebih mayoritas beragama Islam, akan tetapi
kenyataan realitas sosial, budaya dan keyakinan yang berkembang di
dalamnya menunjukkan keragaman dan heterogen.2
Islam di negara-negara Asia Tenggara, sangat diperhitungkan karena
jumlah kuantitasnya, hampir seluruh negara yang ada di Asia Tenggara,
penduduknya baik mayoritas ataupun minoritas memeluk agama Islam.
Misalnya, Islam menjadi agama resmi negara federasi Malaysia, Kerajaan
Brunei Darussalam, negara Indonesia (Sekitar 90% menganut agama Islam),


1Secara geografis, Asia tenggara terletak pada area yang sangat strategis untuk

masuknya peradaban baru, hal ini dikarenakan letak Asia Tenggara di tengah perjalanan
Timur Barat, dihubungkan dengan Selat Malaka dan Laut Cina Selatan, adanya beberapa
pelabuhan seperti Sriwijaya, Perlak, Pasai, Malaka, Batam, Cirebon, Makasar, Brunei, dan
Pattani, ada hubungan dengan Lautan Hindi dan Laut China Selatan, angin muson Barat Daya
dan Timur Laut, sehingga mempertemukan para pedagang. Lihat Ira. M. Lapidus, Sejarah
sosial Ummat Islam. Bagian kesatu dan dua, (Yogyakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2000),
cet. II, hlm. 35, lihat juga Anthony Reid, Southeast Asia In The Early Modern Era Trade,
Power and Belief, Cornell University Press, 1993, hlm 15, dan Nicholas Tarling, South Asia:
A Modern History, Oxford University Press, 2005, hlm 43
2 Ajid Thohir, Studi Kawasan Dunia Islam Perspektif Etno-Linguistik Dan GeoPolitik (Jakarta: PT Rajawali Press, 2009), Hlm 333-334

1

Burma (hanya ada sebagian kecil wilayah Republik Filipina, Kerajaan
Muangthai, Kampuchea, dan Republik Singapura).
Warga Muslim di Asia Tenggara diperkirakaan jumlah mereka adalah
300 juta jiwa. Atas dasar tersebut pantas jika dikatakan bahwa negara-negara
di Asia Tenggara dapat dikatakan sangat luas jika dianalogikan itu dari Islam

terbentang dari kawasan Afrika Barat Daya sampai Asia Selatan, yang jumlah
Muslimnya terbesar. Negara-negara yang berada di kawasan Asia Tenggara
sebagai besar jumlah penduduknya memeluk agama lslamnya. Salah satunya
wilayah-wilayah yang masuk kawasan India jauh sampai Lautan Cina dan
mencakup lndonesia, Malaysia dan Filipina. Namun kita tidak boleh terlalu
berbangga hati dengan data statistik yang di atas, justru data itu dapat menjadi
acuan bagi kita untuk menggali lebih dalam lagi tentang sejarah masuknya
agama Islam di Asia Tenggara dan bagaimana agama Islam bisa menjadi
agama yang mempunyai penganut terbanyak dan menjadi kekuatan sosial
yang begitu kuat, padahal Islam bukan agama yang pertama kali masuk atau
agama yang dianut pertama kali oleh masyarakat yang ada di Asia Tenggara.
Makalah ini akan membahas lebih mendalam lagi tentang kedatangan
Islam di Asia Tenggara, penyebaran Islam dan karakteristik Islam di Asia
Tenggara itu sendiri. Tema ini penting dibahas pada makalah ini, dikarenakan
bisa menjadikan pijakan pertama kita untuk meneliti dan menulis kembali
perkembangan Islam di negara-negara yang ada di Asia Tenggara, terutama
perkembangan Islam di negara tercinta kita Indonesia.
Teori Kedatangan Islam di Asia Tenggara
Sejauh menyangkut kedatangan Islam di Nusantara, terjadi perdebatan
panjang dan perbedaan dikalangan para ahli. Perdebatan ini menurut

Azyumardi Azra berkisar pada tiga masalah pokok, yakni asal-muasal Islam
yang berkembang di wilayah Asia Tenggara, pembawa dan pendakwah Islam
dan kapan sebenarnya Islam mulai datang ke Nusantara.3
Ada sejumlah teori yang membicarakan mengenai asal-muasal Islam
yang berkembang di Nusantara. Pertama, teori yang menyatakan bahwa Islam

3 Azyumardi, Azra. Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad
XVII dan XVIII. Jakarta: Kencana, 2007. Hlm24

2

datang langsung dari Gujarat dan Malabar4. Teori ini dikemukaan oleh
Pijnapel, Snouck Hurgonje dan Moquette. Teori ini mengatakan bahwa Islam
yang berkembang di Nusantara bukan berasal dari Persia atau Arabia,
melainkan dari orang-orang Arab yang telah bermigrasi dan menetap di
wilayah India dan kemudian membawanya ke Nusantara. Teori ini
mendasarkan pendapatnya melalui tori mazhab dan teori nisan. Menurut teori
ini, ditemukan adanya persamaan mazhab yang dianut oleh umat Islam
Nusantara dengan umat Islam Gujarat. Mazhab yang dianut oleh kedua
komunitas Muslim ini adalah mazhab Syafii. Pada saat bersamaan teori

mazhab dikuatkan dengan teori nisan, yakni ditemukannya model dan bentuk
nisan pada makam-makam baik di Pasai, Semenanjung Malaya dan di Gresik,
yang bentuk dan modelnya sama dengan yang ada di Gujarat. Karena buktibukti, mereka memastikan Islam berkembang di Nusantara pastilah berasal
dari sana.5 Kedua, teori yang mengatakan bahwa Islam datang dari Bengal,
(kini Banglades). Teori ini dikemukakan oleh Kern, Winstedt, Bousqute,
Vlenke, Gonda, Schrike dan Hall. Teori Bengal didasarkan pada teori nisan.
Menurut mereka, model dan bentuk nisan yang mirip bentuk dan gayanya di
Bruas, pusat kerajaan kuno Melayu di Perak, Semenanjung Malaya. Ia
berpendapat baahwa seluruh batu nisan di Bruas, Gresik, Pasai didatangkan
dari Gujarat, oleh karena itu, menurutnya pastilah, Islam juga berasal dari
sana.6 Namun teori ini menjadi lemah dengan diajukannya teori mazhab.
Mengikuti teori mazhab, ternyata perbedaan mazhab yang dianut oleh umat
Islam Bengal yang bermazhab Hanafi, sementara umat Islam Nusantara
menganut mazhab Syafi’i. Dengan demikian teori Bengal ini tidak kuat.7
4 Tjandrasasmita, Uka. Pertumbuhan Dan Perkembangan Kota-Kota Muslim Di
Indonesia Dari Abad XVII Sampai Abad XVIII Masehi. Jakarta: Penerbit Menara Kudus,
2000, hlm 67. Lihat juga Muarif Ambary, Hasan. Menemukan Peradaban Jejak Arkeologis
dan Historis Islam Indonesia. Jakarta: Logos, 1998, hlm 24

5 Azyumardi, Azra. Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad

XVII dan XVIII. Hlm24, lihat juga Muarif Ambary, Hasan. Menemukan Peradaban Jejak
Arkeologis dan Historis Islam Indonesia. Jakarta: Logos, 1998, hlm 45
6 Hasan Muasrif Ambary. Menemukan Peradaban Jejak Arkeologis dan Historis
Islam Indonesia.Jakarta: Logos, 1998, hlm 37
7 Azyumardi, Azra. Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad
XVII dan XVIII. Hlm24-25, lihat juga Uka Tjandrasasmita, Pertumbuhan Dan

3

Teori ketiga, Islam datang dari Persia, hal ini terbukti dari banyaknya
ditemukan tradisi dan budaya Persia dan Syi’ah yang masuk ke Nusantara,
seperti halnya dalam model upacara keagamaan seperti tabut di Minangkabau,
metode pembelajaran pembacaan Al-Qur’an seperti metode bagdadiyah,
istilah-istilah bazaar, Mulud Fatimah, dan sebagainya. Teori keempat, Islam
datang dari Arab, teori ini dikemukakan oleh John Crawford disokong Syed
Muhamad Naquib l-Attas dengan memperhatikan bukti-bukti yakni aktivititas
perdagangan meneruskan catatan China yang menyatakan orang Arab dan
Persia mempunyai pertempatan di Canton pada 300 M, pedagang Arab dapat
menguasai laut dari pelabuhan Iskandariah hingga China, orang Arab telah
berdagang di rantau ini terutama setelah kemunculan Islam pada abad 7 M,

serta ditemukannya perkampungan Islam Ta Shih di Sumatera Utara pada 650
M yang menurut catatan China serta pengislaman raja-raja Melayu oleh
Syeikh dari Arab seperti dalam Hikayat Raja-Raja Pasai keturunan Sufi yang
berhasil Mengislamkan Merah Silu ( Malik al-Salih ) dan Raja Pattani Phaya
Tu Nakpa diislamkan Syeikh Said.8
Mengenai siapakah yang menyebarkan Islam ke wilayah Nusantara,
Azyumardi Azra mempertimbangkan tiga teori; Pertama, teori da’i. Penyebar
Islam adalah para guru dan penyebar profesional (para da’i). Mereka secara
khusus memiliki misi untuk menyebarkan agama Islam. Kemungkinan ini
didasarkan pada riwayat-riwayat yang dikemukakan historiografi Islam
klasik, seperti misalnya Hikayat Raja-raja Pasai (ditulis sekitar 1350), Sejarah
Melayu (ditulis setelah 1350) dan Hikayat Mahawangsa (ditulis setelah 1630).
Kedua, teori pedagang. Islam disebarkan oleh para pedagang. Mengenai peran
pedagang dalam penyebaran Islam kebnayakan dikemukakan oleh sarjana
Barat. Menurut mereka, para pedagang Muslim menyebarkan Islam sambil
melakukan usaha perdagangan. Elaborasi lebih lanjut dari teori pedagang
Muslim tersebut melakukan perkawinan dengan wanita setempat diaman
mereka bermukim dan menetap. Dengan pembentukan keluarga Muslim,
Perkembangan Kota-Kota Muslim Di Indonesia Dari Abad XVII Sampai Abad XVIII Masehi .
Jakarta: Penerbit Menara Kudus, 2000. Hlm 15, lihat juga K.H.O Gadjahnata, Masuk Dan

Berkembangnya Islam Di Sumatra Selatan. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia, 1986.
Hlm 5
8 Dedi Supriyadi, Sejarah Peradapan Islam. Bandung: Pustaka Setia,2008. Hlm.
187, lihat juga Jurnal Kajian Wilayah, Vol. 4, No. 2, 2013, Kajian Asia Tenggara: Antara
Narasi, Teori, dan Emansipasi, Achmad Firas Khudi dan Iqra Anugrah, Hal. 205-228

4

maka nukleus komunitas-komunitas Muslim pun terbentuk.9 Selanjutnya
dikatakan, sebagian pedagang ini melakukan perkawinan dengan keluarga
bangsawan lokal yang dalam perkembangannya memberikan kemungkinan
untuk mengakses pada kekuasaan politik yang dapat dipakai untuk
menyebarkan Islam. Ketiga, teori sufi. Seraya mempertimbangkan kecilnya
kemungkinan bahwa para pedagang memainkan peran terpenting dalam
penyebaran Islam. A.H Johns mengatakan bahwa para sufi pengembara yang
terutama melakukan peniaran islam di kawasan Nusantara ini. Menurutnya
banyak sumber-sumber lokal yang mangaitkan pengenalan islam ke wilayah
ini dengan guru-guru pengembara dengan karakteristik sufi yang kental. Para
sufi ini telah berhasil mengislamkan jumlah besar penduduk Nusantara
setidaknya sejak abad ke-13. Faktor utama keberhasilan para guru sufi

adalahkemasan yang atraktif, khususnya denga pada kemmapuannya dalam n
menekankan kesesuaian Islam dengan kepercayaan dan praktik keagamaan
lokal.
Persoalan tentang kapan masuknya Islam ke Nusantara, dalam hal ini
Azyumardi Azra mengatakan:
“ Mungkin benar bahwa Islam sudah diperkenalkan ke dan ada di
Nusantara pada abad-abad pertama Hijriah, sebagaimana
dikemukakan Arnold dan dipegani banyak sarjana IndonesiaMalaysia, tetapi hanyalah setelah abad ke 12 pengaruh Islam keliatan
lebih nyata, karena itu, proses Islamisasi nampaknya mengalami
akselerasi antara abad ke-12 dan ke-16”.10
Menurut Uka Tjandra Sasmita, prorses masukya Islam ke Nusantara
yang berkembang ada enam, yaitu; Pertama. Saluran perdagangan. Pada taraf
permulaan, proses masuknya Islam adalah melalui perdagangan. Kesibukan
lalu-lintas perdagangan pada abad ke-7 hingga ke-16 membuat pedagang-

9 Studia Insania, Oktober 2014 Vol. 2, No. 2 Proses Pembentukan Komunitas
Muslim Indonesia Mirhan AM, hlm. 79-88, lihat juga Media Syariah, Vol. Xv No. 1 Januari
– Juni 2013 Mediasi India Dalam Perpindahan Dan Penyebaran Kultur Dan Peradaban
Persia: Islamisasi Di Asia Tenggara, Mohammad Ali Rabbani Konselor Budaya Kedutaan
Besar Republik Islam Iran Di Indonesia Peneliti Kajian Kebudayaan Timur Asia


10 Azyumardi, Azra. Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad
XVII dan XVIII. Hlm 27

5

pedagang Muslim (Arab, Persia dan India) turut ambil bagian dalam
perdagangan dari negeri-negeri bagian Barat, Tenggara dan Timur Benua
Asia.11 Saluran Islamisasi melaui perdagangan ini sangat menguntungkan
karena para raja dan bangsawan turut serta dalam kegiatan perdagangan,
bahkan mereka menjadi pemilik kapal dan saham. Mereka berhasil mendirikan
masjid dan mendatangkan mullah-mullah dari luar sehingga jumlah mereka
menjadi banyak, dan karenanya anak-anak Muslim itu menjadi orang Jawa
dan kaya-kaya. Di beberapa tempat penguasa-penguasa Jawa yang menjabat
sebagai Bupati Majapahit yang ditempatkan di pesisir Utara Jawa banyak yang
masuk Islam, bukan karena hanya faktor politik dalam negeri yang sedang
goyah, tetapi karena faktor hubungan ekonomi dengan pedagang-pedagang
Muslim. Perkembangan selanjutnya mereka kemudian mengambil alih
perdagangan dan kekuasaan di tempat-tempat tinggalnya.12
Kedua. Saluran perkawinan. Dari sudut ekonomi, para pedagang

Muslim memiliki status sosial yang lebih baik daripada kebanyakan pribumi,
sehingga penduduk pribumi terutama puteri-puteri bangsawan, tertarik untuk
menjadi isteri saudagar-saudagar itu. Sebelum dikawin mereka diislamkan
terlebih dahulu. Setelah mereka mempunyai keturunan, lingkungan mereka
makin luas, akhirnya timbul kampung-kampung, daerah-daerah dan kerajaan
Muslim. Dalam perkembangan berikutnya, ada pula wanita Muslim yang
dikawini oleh keturunan bangsawan; tentu saja setelah mereka masuk Islam
terlebih dahulu. Jalur perkawinan ini jauh lebih menguntungkan apabila antara
saudagar Muslim dengan anak bangsawan atau anak raja dan anak adipati,
karena raja dan adipati atau bangsawan itu kemudian turut mempercepat
proses Islamisasi. Demikianlah yang terjadi antara Raden Rahmat atau sunan
Ampel dengan Nyai Manila, Sunan Gunung Jati dengan puteri Kawunganten,
Brawijaya dengan puteri Campa yang mempunyai keturunan Raden Patah
(Raja pertama Demak) dan lain-lain.

11 Djoko Marihandono , Nilai Strategis Malaka dalam Kontelasi Politik Asia
Tenggara Awal abad XX : Studi Kasus Tentang Strategi Maritim, Makalah ini disampaikan
pada acara seminar internasional, Univeristas Hasanudin dan University Kebangsaan
Malaysia , Makasar 24-27 Novermber 2016
12 Uka Tjandrasasmita, Pertumbuhan Dan Perkembangan Kota-Kota Muslim Di

Indonesia Dari Abad XVII Sampai Abad XVIII Masehi. Jakarta: Penerbit Menara Kudus,
2000., Hlm 15
6

Ketiga. Saluran Tasawuf. Pengajar-pengajar tasawuf atau para sufi
mengajarkan teosofi yang bercampur dengan ajaran yang sudah dikenal luas
oleh masyarakat Indonesia. Mereka mahir dalam soal magis dan mempunyai
kekuatan-kekuatan menyembuhkan. Diantara mereka juga ada yang
mengawini puteri-puteri bangsawan setempat. Dengan tasawuf, “bentuk”
Islam yang diajarkan kepada penduduk pribumi mempunyai persamaan
dengan alam pikiran mereka yang sebelumnya menganut agama Hindu,
sehingga agama baru itu mudah dimengerti dan diterima. Diantara ahli-ahli
tasawuf yang memberikan ajaran yang mengandung persamaan dengan alam
pikiran Indonesia pra-Islam itu adalah Hamzah Fansuri di Aceh, Syekh Lemah
Abang, dan Sunan Panggung di Jawa. Ajaran mistik seperti ini masih
dikembangkan di abad ke-19 M bahkan di abad ke-20 M ini.13
Keempat. Saluran pendidikan. Islamisasi juga dilakukan melalui
pendidikan, baik pesantren maupun pondok yang diselenggarakan oleh guruguru agama, kiyai-kiyai dan ulama. Di pesantren atau pondok itu, calon ulama,
guru agama dan kiyai mendapat pendidikan agama. Setelah keluar adari
pesantren, mereka pulang ke kampung masing-masing atau berdakwah
ketempat tertentu mengajarkan Islam. Misalnya, pesantren yang didirikan oleh
Raden Rahmat di Ampel Denta Surabaya, dan Sunan Giri di Giri. Keluaran
pesantren ini banyak yang diundang ke Maluku untuk mengajarkan Agama
Islam.
Kelima. Saluran kesenian. Saluran Islamisasi melalui kesenian yang
paling terkenal adalah pertunjukan wayang. Dikatakan, Sunan Kalijaga adalah
tokoh yang paling mahir dalam mementaskan wayang. Dia tidak pernah
meminta upah pertunjukan, tetapi ia meminta para penonton untuk
mengikutinya mengucapkan kalimat syahadat. Sebagian besar cerita wayang
masih dipetik dari cerita Mahabarata dan Ramayana, tetapi dalam serita itu di
sisipkan ajaran nama-nama pahlawan Islam. Kesenian-kesenian lainnya juga
dijadikan alat Islamisasi, seperti sastra (hikayat, babad dan sebagainya), seni
bangunan dan seni ukir. Keenam. Saluran politik. Di Maluku dan Sulawesi
selatan, kebanyakan rakyat masuk Islam setelah rajanya memeluk Islam
terlebih dahulu. Pengaruh politik raja sangat membantu tersebarnya Islam di
13 Muarif Ambary, Hasan. Menemukan Peradaban Jejak Arkeologis dan Historis
Islam Indonesia. Jakarta: Logos, 1998, hlm 76

7

daerah ini. Di samping itu, baik di Sumatera dan Jawa maupun di Indonesia
Bagian Timur, demi kepentingan politik, kerajaan-kerajaan Islam memerangi
kerajaan-kerajaan non Islam. Kemenangan kerajaan Islam secara politis
banyak menarik penduduk kerajaan bukan Islam itu masuk Islam.
Nusantara adalah sebutan (nama) bagi seluruh kepulauan Indonesia,
namun demikian, berbicara tentang awal kedatangan Islam di Asia Tenggara,
dimana Indonesia adalah negara yang tergolong awal dalam hal kedatanagn
Islam di Asia tenggara, maka terori ini menjadi relevan untuk konteks
kedatangan Islam di Asia Tenggara.14
Kedatangan Islam di Asia Tenggara
Sebelum memulai pembahasan, agaknya perlu dibedakan antara term
“kedatangan Islam”, “penetrasi” (penyebaran) Islam”, dan “Islamisasi”.
Kedatanagn Islam biasanya dibuktikan dengan melihat peninggalan sejarah
seperti prasasti, batu bertulis, batu nisan dan lain-lain, dari bukti inilah
kemudian diperkirankan awal kedatangan Islam di suatu tempat tertentu.
Kedatangan Islam di suatu tempat tidak selalu berarti bahwa masyarakat
setempat telah menganut Islam. Konversi Islam suatu masyarakat setempat
seringkali berselang kurang lebih setengah abad dengan kedatangan Islam itu
sendiri. Sedangkan Islamisasi merupakan suatu proses panjang yang
berlangsung selama berabad-abad bahkan sampai sekarang yang selain
mengandung arti upaya pemurnian Islam dari unsur-unsur kepercayaan nonIslam, serta berusaha agar Islam dilaksanakan dalam berbagai aspek
kehidupan, yang mencakup ritual keagamaan, ekonomi, sosial budaya, politik,
hukum dan pemerintahan. Dengan demikian, Islamisasi juga terkait dengan
pemurnian dan pembaharuan Islam.
Islam masuk ke Asia Tenggara melalui suatu proses damai yang
berlangsung selama berabad-abad. Peneyabaran Islam di kawasan ini terjadi
tanpa pergolakan politik atau melalui ekspansi pembebasan yang melibatkan
kekuatan militer, pergolakan politik atau pemaksaan struktur kekuasaan
norma-norma masyarakat dari luar negeri. Melainkan Islam masuk melalui
14 Helmiati, Sejarah Islam Asia Tenggara. Riau: LPM UIN Sultan Syarif Kasim.
2014. Hlm 7, lihat juga P Lim Pui Huen, James H Morrison dan Kwa Chong Guan, Sejarah
Lisan di Asia Tenggara Teori dan Metode, Jakarta, LP3ES, 2000, hlm 21

8

jalur perdagangan, perkawinan, dakwah dan pembauran masyarakat Muslim
Arab, Persia, India dengan masyarakat pribumi. Azyumardi azra
menambahkan bahwa penyebaran Islam di Asia tenggara berbeda dengan
ekspansi Islam di banyak wilayah Timur Tengah, Asia Selatan dan Afrika
yang oleh sumber-sumber Islam di Timur Tengah disebut Fath (atau Futuh),
yakni pembebasan, yang dalam prakteknya sering melibatkan kekuatan
militer. Meskipun futuh di kawasan-kawasan yang disebutkan terakhir ini
tidak selamanya berupa pemaksaan penduduk setempat untuk memeluk Islam.
Sebaliknya, penyebaran Islam di Asia Tenggara tidak pernah disebut futuh
yang disertai kehadiran kekuatan militer.15
Masuknya Islam ke berbagai wilayah Asia Tenggara tidak berada
dalam satu waktu yang bersamaan, melainkan berlangsung selama berabadabad, dan tidak merata di seluruh tempat. Kondisi wilayah-wilayah Asia
Tenggara pada saat itupun berada dalam situasi politik dan kondisi budaya
yang berbeda-beda. Misalnya, pada paruh kedua abad ke-13, para penguasa
Sumatera Utara (sekarang Aceh) sudah menganut Islam. Pada saat yang sama
hegemoni politik di Jawa Timur masih di tangan raja-raja beragama Syiwa dan
Budha seperti Kerajaan Kediri dan Kerajaan Singasari. Begitupula kerajaan
Islam Demak baru berdiri bersamaan dengan melemahnya kekuasaan
Majapahit, karena itu tidaklah mudah menjawab “kapan, dimana, mengapa,
dan dalam bentuk apa” Islam mulai menimbulkan dampak pada masyarakat
Asia Tenggara untuk pertama kalinya.
Banyak peneliti yang mengatakan bahwa Islam telah datang ke Asia
tenggara sejak abad pertama hijriah (7M) seperti diyakini oleh Arnold. Ia
mendasarkan pendapatnya ini pada sumber-sumber Cina yang menyebutkan
bahwa menjelang akhir perempat ketiga abad ke 7 seorang pedagang Arab
menjadi pemimpin sebuah pemukiman Arab Muslim di pesisir pantai
Sumatera16. Sebagian orang-orang Arab ini dilaporkan melakukan
perkawinan dengan wanita lokal, sehingga membentuk nukleus sebuah
komunitas Muslim yang terdiri dari orang-orang Arab pendatang dan

15 Azyumardi AZra, Renaisans Islam Asia Tenggara, Sejarah Wacana dan
Kekuasaan, Bandung: Rosdakarya, 1999, hlm 23
16 Leo Suryadinata, Laksamana Chengho dan Asia Tengggara, Jakarta: LP3ES,
2007. Hlm 24

9

penduduk lokal. Menurut Arnold, anggota-anggota komunitas Muslim ini juga
melakukan kegiatan-kegiatan penyebaran islam. Pendapat yang sama juga
ditegaskan oleh J.C Van Leur, bahwa koloni-koloni Arab Muslim sudah ada
di barat laut Sumatera, yaitu Barus, daerah penghasil kapur Barus terkenal
sejak tahun 674 M. pendapatnya ini didasarkan pada cerita perjalanan para
penegambara yang sampai ke wilayah Asia Tenggara.17
Catatan Cina juga menyebutkan bahwa di masa Dinasti Tang, tepatnya
abd ke-9 dan ke-10 M, orang-orang Ta-shih sudah ada di Kanton (Kan-fu) dan
Sumatera. Ta-shih adalah sebutan untuk orang-orang Arab dan Persia. Yang
ketika itu jelas sudah menjadi Muslim. Terjalinnya hubungan dagang yang
bersifat internasional antara negara-negara di Asia bagian Barat dan Timur
agaknya disebabkan oleh kegiatan kerajaan Islam di bawah Pemerintahan
Bani Umayah di bagian Barat dan kerajaan Cina zaman Dinasti Tang di Asia
bagian Timur serta kerajaan Sriwijaya di Asia Tenggara. Berbeda dengan
pandangan Arnold, menurut Taufik Abdullah, belum ada bukti bahwa pribumi
Nusantara di tempat-tempat yang disinggahi oleh para pedagangg Muslim itu
sudah menganut agama Islam, adanya koloni yang terdiri dari para pedagang
Arab itu karena mereka berdiam di sana untuk menunggu musim balik untuk
berlayar.18
Proses konversi Islam dikalangan pribumi Asia tenggara baru terjadi
pada masa berikutnya, seperti dikemukakan Azyumardi Azra :
Mungkin benar bahwa Islam sudah diperkenalkan ked an ada di
Nusantara pada abad-abad pertama Hijriah, sebagaimana
dikemukakan Arnold dan dipengagi banyak sarjana IndonesiaMalaysia, tetapi hanyalah setelah abad ke-12 pengaruh islam keliatan
lebih nyata. Karena itu proses Islamisasi nampaknya mengalami
akselerasi antara abad ke-12 dan ke-16.19

17 Helmiati, Sejarah Islam Asia Tenggara. Riau: LPM UIN Sultan Syarif Kasim.
2014. Hlm 7
18 Taufik Abdullah, Sejarah Umat Islam Indonesia. Jakarta: Majelis Ulama
Indonesia, hlm 34, lihat juga Leo Suryadinata, Laksamana Chengho dan Asia Tengggara,
Jakarta: LP3ES, 2007, hlm 25
19 Azyumardi, Azra. Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara
Abad XVII dan XVIII. Jakarta: Kencana, 2007. Hlm 31

10

Seperti tergambar secara implisit dalam uraian diatas, Islam di Asia
tenggara pada awalnya diperkenalkan melalui hubungan dagang dan
perkawinan. Para pedagang Muslim Arab diyakini menyebarkan Islam
sembari melakukan perdagangan di wilayah ini. para pedagang Muslim
tersebut juga melakukan perkawinan dengan penduduk lokal. Dengan
pembentukan keluarga Muslim ini, komunitas-komunitas Muslimpun
terbentuk, yang pada gilirannnya memainkan andil besar dalam penyebaran
Islam.
Selanjutnya dikatakan, sebagian pedagang ini melakukan perkawinan
dengan keluarga bangsawan lokal sehingga memungkinkan mereka atau
keturunan mereka pada akhirnya mencapai kekuasaan politik yang digunakan
untuk penyebaran Islam. Namun A.H Johns meyakini bahwa kecil
kemungkinan para pedagnag itu berhasil mengislamkan jumlah penduduk
yang besar dan signifikan. Karena itu ia berpendapat bahwa adalah para sufí
pengembara yang terutama melakukan penyiaran Islam di kawasan ini. para
sufí berhasil mengislamkan sejumlah besar penduduk Asia Tenggara
setidaknya sejak abad ke-13, sehingga pengaruh Islam keliatan lebih nyata.
Hal ini disebabkan oleh karena para sufí tersebut menyampaikan Islam dengan
cara yang menarik antara lain dengan menekankan kontiunitas antara budaya
dan praktik keagamaan lokal. Misalnya memperkenalkan Islam dengan
nuansa tasawuf seperti mengajarkan teosofi20 sinkretik yang kompleks.
Selain itu, mengapa Islam dapat diterima dengan mudah sebagai agama, antara
lain karena Islam mengajarkan toleransi dan persamaan derajat di antara
sesama, sementara ajaran Hindu menekankan perbedaan derajat manusia,
sehingga ajaran islam sangat menarik perhatian penduduk lokal.
Watak dan Karakteristik Islam Asia Tenggara
Beberapa hasil studi menegaskan bahwa Islam Asia Tenggara
memiliki watak dan karakteristik menjadi jantung Dunia Muslim. Hal ini
disebabkan adanya proses adaptasi dengan kondisi lokal sehingga membentuk
dinamika Islam Asia Tenggara yang khas, yang membedakannya dengan
Islam di Timur Tengah, Afrika dan wilayah lainnya. Karakteristik khas Islam

20 Teosofi berarti ajaran dan pengetahuan kebatinan (semacam falsafah atau
tasawuf) yang sebagian besar berdasarkan ajaran agama Budha dan Hindu.

11

di Asia Tenggara itu, misalnya seperti yang dikemukakan Azyumardi Azra
adalah watak islam yang lebih damai, ramah, toleran.21
Watak Islam seperti itu diakui banyak pengamat atau “orientalis”
lainnya di masa lalu, diantaranya, Thomas W Arnold. Dalam buku klasiknya,
The Preaching of Islam, Arnold menyimpulkan bahwa penyebaran dan
perkembangan historis Islam di Asia Tenggara berlangsung secara damai.
Azyumardi Azra menambahkan bahwa penyebaran Islam di Asia Tenggara
berbeda dengan ekspansi Islam di banyak wilayah Timur Tengah, Asia
Selatan, dan Afrika yang oleh sumber-sumber sejarah Islam di Timur Tengah
disebut Fath (atau Futuh), yakni pembebasan yang dalam prakteknya sering
melibatkan kekuatan militer. Meskipun futuh di kawasan-kawasan yang
disebutkan terakhir ini tidak selamanya berupa pemaksaan penduduk setempat
untuk memeluk aagama Islam. Sebaliknya, penyebaran Islam di Asia
Tenggara tidak pernah disebut sebagai futuh yang disertai kehadiran kekuatan
militer. Penting dicatat, penyebebaran Islam di Asia Tenggara yang damai
seperti itu, pada gilirannya memunculkan konsekuensi yang dibahasakan
Azyumardi Azra sebagai “ Islam Asia tenggara yang lebih “lunak”, lebih
“jinak”, lebih toleran atau bahkan “akomodatif” terhadap kepercayaan,
praktek keagamaan, tradisi dan budaya lokal. Sikap akomodatif, yang oleh
pesantren di Jawa disebut dengan pendekatan tasamuh, tawazun, dan
tawasuth, telah memberikan “ruang dialog” bagi semua komunitas yang ada
saat itu untuk mencerca agama baru di Nusantara.
Berbeda dengan wajah Islam Timur tengah yang digambarkan sebagai
“penuh kekerasaan dan sangat agresif” Islam di Asia Tenggara menurut
Jamhari dipandang sebagai representasi “lain” yang positif. Menurutnya,
kemampuan Islam di Asia Tenggara untuk beradapatasi dengan budaya lokal
dan dapat menampilkan wajahnya yang ramah dan toleran menjadi penawar
bagi potret Islam yang keras dan agresif tersebut. Islam di Asia Tenggara
memberikan contoh yang baik bagaimana sebuah agama dapat berkembang
dalam masyarakat yang plural dan multi etnis. Di tengah-tengah perbedaan itu,
Islam di Asia Tenggara mengadopsi budaya lokal untuk memperkaya
khasanah pengalaman keislaman. Perbedaan dalam menterjemahkan
keislaman di Indonesia sesungguhnya adalah, meminjam istilah Marshal
Ghodson, “mosaic” yang memberikan keindahan gambar Islam dalam bentuk
budaya yang plural. Makanya tidak mengherankan jiak Asia Tenggara
21 Azyumardi Azra, Renaisans Islam Asia Tenggara, Hlm xv

12

mempunyai variasi karakter keislaman yang khas; ada melayu, Aceh, Jawa,
Bugis, banten, Sunda, Patani, Mindanau, Brunei dan sebagainya.22
Karakter khas Islam Asia Tenggara lainnya adalah wataknya yang
“moderat”. Dalam dunia diaman pandnagan dunia telah memaknai Islam tidak
cocok dengan modernisasi dan demokrasi, bahkan dikonotasikan dengan
radikalisme agama, Asia Tenggara justru memperhatikan sosok Islam yang
moderat. Hal itu tercermin dari gerakan pemikiran Muslim di kawasan ini
yang terbuka dan akomodatif terhadap modernitas. Seperti dikemukakan
Jamhari sebagai berikut :
Meski hubungan intelektual dengan Timur Tengah terus terjalin,
Islam Asia Tenggaramembuka hubungan intelektual dengan pusatpusat peradabaan Barat. Akalu sebelumnya perdebatan wacana
keagamaan didominasi oleh mereka yang belajar ke Timur Tengah,
sekarang perdebatan itu bearagam dengan masuknya alumnialumni Universitas dari Barat. Akibatnya adalah, umat islam di Asia
tenggara dapat dengan akrab berdiskusi dengan isu-isu global
seperti civil society atau masyarakat madani, Hak Asasi manusia
(HAM), demokrasi, isu-isu gender, dan lain-lainnya.23
Sejak pasca Perang Dunia II, Asia Tenggara mulai dianggap sebagai
salah satu kawasan yang terpenting di dunia. Selain karena posisi geografis
dan geopolitiknya yang stretegis. Kawasan ini juga memperlihatkan dinamika
budaya yang khas, perkembangan ekonomi yang cepat dan gejolak politiknya
yang sangat dinamis. Dinamika politik, ekonomi, budaya dan keagamaan yang
cukup tinggi mendorong kawasan ini menjadi sebuah kekuatan baru. Kaum
Muslimin seperti Indonesia dan Malaysia, kini mendominasi struktur
kepemimpinan nasional mereka dan menunjukan adanya kekuatan besar Islam
yang sedang bergerak di balik perkembangan-perkembangan yang kini sedang
terjadi. Mereka juga sedang menunjukan sumbangan dan perannya yang besar
dalam membangun masyarakat dan negara. Selain itu juga, budaya Melayu
terlihat sangat menonjol bukan saja di negara Malaysia, Brunei Darussalam,
dan Tahiland bagian selatan, tetapi juga di Indonesia.
Islam yang menjadi agama mayoritas di tiga wilayah utama yakni
Indonesia, Malaysia, dan Brunei Darussalam menjadi faktor penting dalam
22 Helmiati, Sejarah Islam Asia Tenggara. Riau: LPM UIN Sultan Syarif Kasim.
2014. Hlm 10
23 Helmiati, Sejarah Islam Asia Tenggara. Riau: LPM UIN Sultan Syarif Kasim.
2014. Hlm 7

13

proses sosial, budaya , politik dan pendidikan. Begitu besar pengaruhnya yang
dibawa Islam terhadap pengautnya, sehingga agama ini seringkali memasuki
rung publik yang tidak terbatas, sebagai way of, pada berbagai lini kehidupan.
Aspek sosial-ekonomi, budaya politik, berbangsa dan bernegara Islam
berpengaruh, begitu pula dalam perilaku keseharian. Sesuai dengan kondisi
dan watak masyarakat Melayu yang mendiami wilayah ini, Islam tampil dalam
wajah yang toleran, damai, dan moderat. Meski demikian, juga tidak
sepenuhnya sepi dari reaksi-reaksi yang berbau kekerasan khususnya ketika
berhadapan dengan negara dan penganut agama lain yang dianggap tidak
toleran.24
Sementara di beberapa wilayah seperti Singapura, Filipina, Thailand
Selatan, Myanmar, dan Kamboja, dimana Muslim berada pada posisi
minoritas, mereka berjuang dengan keberagaman bentuk dan tantangan yang
dihadapinya untuk mempertahankan identitas dan keyakinannya. Keadaan
tersebut menampakan variasi wajah dan dinamika Islam yang muncul sebagai
akibat dari respon atas kondisi sosial dan politik masing-masing negara di
kawasan ini.25

24 Helmiati, Sejarah Islam Asia tenggara, Hllm 53
25 Helmiati, Sejarah Islam Asia tenggara, Hllm 54

14

DAFTAR PUSTAKA
Azra, Azyumardi. Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan
Nusantara Abad XVII dan XVIII. Jakarta: Prenada Media Grup, 2004
Abdullah, Taufik dan Sharon Shiddique, Tradisi dan Kebangkitan
Islam di Asia Tenggara. 1989
Gadjahnata, Masuk Dan Berkembangnya Islam Di Sumatra Selatan.
Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia. 1986
Helmiati, Sejarah Islam Asia Tenggara. Riau: LPM UIN Sultan Syarif
Kasim, 2014
Lapidus, Ira M. Sejarah Sosial Ummat Islam Bagian Kesatu Dan
Kedua. Jakarta: Rajawali Pers, 1999
Marihandono, Djoko. Nilai Strategis Malaka dalam Kontelasi Politik
Asia Tenggara Awal abad XX : Studi Kasus Tentang Strategi Maritim,
Makalah ini disampaikan pada acara seminar internasional, Univeristas
Hasanudin dan University Kebangsaan Malaysia , Makasar 24-27 Novermber
2016
Mirhan, AM. Proses Pembentukan Komunitas Muslim Indonesia
Studia Insania, Oktober 2014 Vol. 2, No. 2
Muarif Ambary, Hasan. Menemukan Peradaban Jejak Arkeologis dan
Historis Islam Indonesia. Jakarta: Logos, 1998
Tjandrasasmita, Uka. Pertumbuhan Dan Perkembangan Kota-Kota
Muslim Di Indonesia Dari Abad XVII Sampai Abad XVIII Masehi. Jakarta:
Penerbit Menara Kudus, 2000
Thohir, Ajid. Studi Kawasan Dunia Islam Perspektif Etno-Linguistik
Dan Geo-Politik.2009. Jakarta: PT Rajawali Press, 2009
Suwirta, Andi. Masalah Kontroversial Sejarah Nasional Indonesia Ii
Proses Islamisasi Di Indonesia (Abad 13-18 M): Masalah Di Sekitar Kapan,
Siapa, Dan Dari Mana? Makalah Disajikan Dan Didiskusikan Dalam Seminar
Masalah-Masalah Kontroversial Dalam Sejarah Nasional Indonesia Di
Jurusan Pendidikan Sejarah Fpips Upi, Pada Hari Rabu Tanggal 27 Juni 2001
Jurnal Kajian Wilayah, Vol. 2, No. 1, 2011, Separatisme di Asia
Tenggara: Antara Penguasa dan Gerakan Nasionalis Kelompok Minoritas,
Khairu Roojiqien Sobandi,

15

Jurnal Kajian Wilayah, Vol. 4, No. 2, 2013, Kajian Asia Tenggara:
Antara Narasi, Teori, dan Emansipasi, Achmad Firas Khudi dan Iqra
Anugrah,
Media Syariah, Vol. Xv No. 1 Januari – Juni 2013 Mediasi India
Dalam Perpindahan Dan Penyebaran Kultur Dan Peradaban Persia:
Islamisasi Di Asia Tenggara, Mohammad Ali Rabbani Konselor Budaya
Kedutaan Besar Republik Islam Iran Di Indonesia Peneliti Kajian Kebudayaan
Timur Asia
P Lim Pui Huen, James H Morrison dan Kwa Chong Guan, Sejarah
Lisan di Asia Tenggara Teori dan Metode, Jakarta, LP3ES, 2000
Leo Suryadinata, Laksamana Chengho dan Asia Tengggara, Jakarta:
LP3ES, 2007
Syekh Faqih al-Fatani, Tarikh Fathani, versi salinan Syekh Daud bin
Abdullah al-Fathani, ditranliterasi dan disunting oleh Hj Wan Mohd Shaqir
Abdullah, Persatuan Pengkajian Khasanah Klasik Nusantara dan Khasanah
Fathaniyah Kuala Lumpur, 1998
Anthony Reid, Southeast Asia In The Early Modern Era Trade, Power
and Belief, Cornell University Press, 1993
Nicholas Tarling, South Asia: A Modern History, Oxford University
Press, 2005

16