BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 ASEAN Open Sky 2015 - Analisis Metode Z–Score Altman Terhadap Potensi Kebangkrutan Pada Perusahaan Penerbangan Di Negara-Negara Asia Tenggara
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Landasan Teori
2.1.1 ASEAN Open Sky 2015
ASEAN Open Sky ini merupakan bagian dari tujuan
dibentuknya
ASEAN
Economic
Community
dalam
upaya
meningkatkan perekonomian di kawasan dengan meningkatkan daya
saing di kancah internasional agar ekonomi bisa tumbuh merata, juga
meningkatkan taraf hidup masyarakat, dan yang paling utama adalah
mengurangi kemiskinan.
ASEAN Open Sky Policy adalah kebijakan untuk membuka
wilayah udara antar sesama anggota negara ASEAN. Itu berarti tidak
lain merupakan bentuk liberalisasi aturan dan pengaturan dalam
industri penerbangan sipil internasional, khususnya pada penerbangan
komersial,
dan
meminimalkan
intervensi
pemerintah
dalam
aktivitasnya sehingga terbukanya pasar bebas industri penerbangan
yang telah menjadi komitmen kepala negara masing-masing negara
anggota dalam Bali Concord II yang dideklarasikan pada KTT
(Konferensi Tingkat Tinggi) ASEAN Tahun 2003.
Dengan diterapkannya kebijakan ini bagi Indonesia sendiri akan
menghasilkan beberapa dampak, yaitu meningkatnya kesempatan dan
tantangan yang baru bagi perusahaan penerbangan. Peluang muncul
8
Universitas Sumatera Utara
sehubungan dengan meningkatnya permintaan akan jasa penerbangan,
kita akan mendapatkan keuntungan dari segi ekonomi, yaitu
meningkatkan pemasukan PBD hingga 7 triliun Rupiah dan juga
meningkatkan jumlah tenaga kerja sebanyak 32.000 lapangan kerja
baru untuk peningkatan perekonomian Indonesia tahun 2025.
Sedangkan yang menjadi tantangannya adalah semakin tingginya
tingkat persaingan di antara perusahaan penerbangan yang telah ada.
Saat ini setidaknya tercatat sebangak 20 maskapai penerbangan utama
di Indonesia, baik yang melayani domestik maupun internasional.
Selain itu akan beroperasionalnya maskapai penerbangan dari Negara
lain yang menjadi anggota ASEAN, khususnya tetangga kita yang
sudah jauh lebih siap dalam menyambut ASEAN Open Sky 2015
mendatang, yaitu Singapura dan Malaysia.
Soal kompetisi tersebut, menurut konsep Porter mengenai The
Determinants of National Advantage,
menyatakan bahwa untuk
memenangkan persaingan, suatu Negara perlu memiliki keunggulan
kompetitif dengan tujuan utamanya adalah mengalahkan competitor.
Namun menurut Hermawan Kartajaya, dalam Marketeers Dinner
Seminar “What’s Wrong With Michael Porter” pada 11 November
2013 lalu teori kompetisi ini sangat kontekstual dan menjadi masukan
berharga bagi perusahaan-perusahaan di era 1990-an.
Hal ini dikarenakan pada masa itu pemerintah atau Negara
masih sangat menguasai lini kehidupan masyarakat, termasuk bisnis,
9
Universitas Sumatera Utara
sehingga tidak memungkinkan kompetisi. Monopoli industri yang
terjadi di suatu Negara tidak akan memajukan ekonomi di negara
tersebut, dan persainganlah yang akan memaksa perusahaan untuk
melakukan inovasi. Saat ini dengan memunculkan berbagai kebijakan
ASEAN Open Sky 2015, investasi dari Negara semakin diminimalisir,
persaingan menjadi semakin ketat, dan perusahaan tidak cukup fokus
untuk memenangkan kompetisi dengan mengalahkan Kompetitor,
namun juga harus melakukan analisa perubahan lingkungan bisnis
mereka untuk menghasilkan suatu invormasi yang kreatif, sehingga
mereka dapat fokus dalam memperkuat Positioning Differentiation,
dan Brand mereka di pasaran sehingga dapat menjadi perusahaan
yang berbeda dari yang lain.
Melakukan analisa perubahan lingkungan bisnis
dapat
dilakukan dengan fokus pada lima faktor pendorong perubahan seperti
teknologi, polotik-legal, social-budaya, ekonomi, dan pasar saat ini.
Setelah itu perhatikan apa yang telah competitor perisapkan dalam
menyambut ASEAN Open Sky, siapa pelanggan yang menjadi target
market dari perusahaan, serta apa yang perusahaan dapat lakukan
untuk
merespon
perubahan
yang
terjadi.
(http://www.markplusinstitute.com/who_we_are/detail_article/19Diak
ses tanggal 29 Agustus 2015 ).
10
Universitas Sumatera Utara
2.1.2
Laporan Keuangan
Laporan keuangan adalah suatu penyajian data keuangan
termasuk catatan yang menyertainya, bila ada, yang dimaksudkan untuk
mengkomunikasikan sumber daya ekonomi (aktiva) dan atau kewajiban
suatu entitas pada saat tertentu atau perubahan atas aktiva dan atau
kewajiban selama suatu periode tertentu sesuai dengan prinsip
akuntansi yang berlaku umum atau basis akuntansi komprehensif selain
prinsip akuntansi yang berlaku umum (Mulyadi 2002:61).
Laporan keuangan perusahaan merupakan salah satu sumber
informasi yang penting disamping informasi lain seperti informasi
industri,
kondisi
perekonomian,
pangsa
perusahaan,
kualitas
menejemen dan lainya. Jadi setiap perusahaan go public diwajibkan
untuk mempublikasikan laporan keuangan yang disusun sesuai dengan
standar akuntansi keuangan dan telah diaudit oleh Kantor Akuntan
Publik (KAP) terdaftar.
Laporan keuangan yang terdiri dari posisi keuangan atau neraca
dan laporan laba rugi harus disajikan secara wajar. Neraca dibuat
dengan maksud untuk menggambarkan posisi keuangan suatu
perusahaan atau pada suatu saat tertentu sedangkan laporan laba rugi
menggambarkan hasil-hasil usaha yang dicapai dalam suatu periode
waktu tertentu.
Standar Akuntansi Keuangan (SAK) menyebutkan empat
karakteristik kualitatif pokok dalam laporan keuangan (IAI 2004):
11
Universitas Sumatera Utara
1. Dapat dipahami
Kualitas penting informasi dalam laporan keuangan adalah
kemudahannya untuk segera dipahami oleh pemakai. Guna mencapai
maksud ini, diasumsikan pemakai memiliki pengetahuan yang
memadai tentang aktivitas ekonomi dan bisnis, akuntansi, serta
kemauan untuk mempelajari informasi dengan ketekunan yang
wajar.
2. Relevan
Informasi disebut relevan ketika dapat mempengaruhi keputusan
ekonomi pemakai. Agar relevan, informasi harus dapat digunakan
untuk mengevaluasi masa lalu, masa sekarang, dan masa mendatang
(predictive value), menegaskan atau memperbaiki harapan yang
dibuat sebelumnya (feedback value), juga harus tersedia tepat waktu
bagi pengambil keputusan sebelum mereka kehilangan kesempatan
atau untuk mempengaruhi keputusan yang diambil (timeliness).
3. Keandalan
Informasi
disebut
andal
jika
bebas
dari
pengertian
yang
menyesatkan, kesalahan material, dan dapat diandalkan pemakainya
sebagai penyajian yang tulus dan jujur (faithful representation) dari
yang seharusnya disajikan atau yang dapat disajikan secara wajar.
4. Dapat dibandingkan
Identifikasi kecenderungan (trend) posisi dan kinerja keuangan
laporan keuangan perusahaan antar periode hendaknya dapat
diperbandingkan oleh pemakai. Dengan demikian pemakai dapat
12
Universitas Sumatera Utara
memperoleh informasi tentang kebijakan akuntansi yang digunakan
dalam penyusunan laporan keuangan dan perubahan kebijakan serta
pengaruh perubahan tersebut. Ketaatan pada standar akuntansi
keuangan, termasuk pengungkapan kebijakan akuntansi yang
digunakan oleh perusahaan, membantu pencapaian karakteristik ini.
Dari paparan di atas dapat disimpulkan bahwa laporan
keuangan yang berkualitas adalah laporan dengan kandungan
informasi
dapat
dipahami,
relevan,
dapat
diandalkan,
dan
mempunyai daya banding. Karakteristik relevan di sini berarti
laporan tersebut mampu mendeskripsikan kondisi
keuangan
perusahaan secara tepat waktu.
Tujuan umum laporan keuangan dalam PSAK 2009 adalah
memberikan informasi tentang posisi keuangan, kinerja dan arus kas
perusahaan yang bermanfaat bagi sebagian besar kalangan pengguna
laporan dalam rangka membuat keputusan-keputusan ekonomi serta
menunjukkan pertanggungjawaban manajemen atas penggunaan
sumber-sumber daya yang dipercayakannya.
2.1.3
Financial Distress
a. Defenisi Financial Distress
Menurut Almilia dan Herdiningtyas (2005) financial distrees
merupakan keadaan dimana perusahaan gagal atau tidak mampu lagi
memenuhi kewajiban-kewajiban kepada debitur karena perusahaan
mengalami kekurangan dan ketidak cukupan dana dimana total
13
Universitas Sumatera Utara
kewajiban lebih besar daripada total aset, serta tidak dapat mencapai
tujuan ekonomi perusahaan, yaitu profit.
Untuk melakukan pengujian apakah suatu perusahaan
mengalami financial distress dapat ditentukan dengan berbagai cara,
seperti:
1. Menurut Altman (1968) mendefinisikan financial distress
dengan mempergunakan angka-angka
di dalam
laporan
keuangan dan merepresentasikannya dalam suatu angka, yaitu
Z-Score yang dapat menjadi acuan untuk menentukan apakah
suatu perusahaan berpotensi untuk bangkrut atau tidak.
2. Menurut Asquith, Gertner, dan Scharfstein (1994) melakukan
pengukuran financial distress menggunakan interest coverage
ratio untuk mendefinisikan financial distress.
3. Menurut Lou (1987) dan Hill et al. (1996), dilihat dengan
adanya pemberhentian tenaga kerja atau menghilangkan
pembayaran deviden.
4. Menurut Hofer (1980) dan Whitaker (1999) mendefinisikan
financial distress jika tahun perusahaan mengalami laba operasi
bersih negatif.
b. Indikator Terjadinya Financial Distress
Indikator yang harus diperhatikan manajemen perusahaan yang
berhubungan dengan efektivitas dan efisiensi operasinya, seperti
yang dikemukakan oleh Harnanto (1984) yaitu :
14
Universitas Sumatera Utara
1. Penurunan volume penjualan karena adanya perubahan selera
atau permintaan konsumen
2. Kenaikan biaya produksi
3. Tingkat persaingan yang semakin ketat
4. Kegagalan melakukan ekspansi
5. Ketidakefektifan dalam melaksanakan fungsi pengumpulan
piutang
6. Kurang adanya dukungan atau fasilitas perbankan (kredit)
7. Tingginya tingkat ketergantungan terhadap piutang.
Adapula indikator yang harus diperhatikan pihak eksternal, antara
lain :
1. Penurunan deviden yang dibagikan kepada para pemegang
saham
2. Terjadinya penurunan laba yang terus-menerus, bahkan sampai
terjadinya kerugian
3. Ditutup atau dijualnya satu atau lebih unit usaha
4. Terjadinya pemecatan pegawai
5. Pengunduran diri eksekutif puncak
6. Harga saham yang terus menerus turun di pasar modal
2.1.4
Kebangkrutan
Kebangkrutan merupakan kondisi dimana perusahaan tidak
mampu lagi untuk melunasi kewajibannya (Prihadi,2008:177).
Kebangkrutan biasa juga diartikan sebagai kegagalan perusahaan
dalam menjalankan operasi perusahaan untuk menghasilkan laba.
15
Universitas Sumatera Utara
Kebangkrutan sebagai kegagalan dapat didefinisikan dalam beberapa
arti, yaitu :
1.
Kegagalan ekonomi (ecomonic failure), dimana perusahaan
kehilangan uang atau pendapatan perusahaan tidak menutup
biayanya sendiri.
2.
Kegagalan keuangan (financial failure), bisa diartikan sebagai
insolvensi yang membedakan antara dasar arus kas ada dua
bentuk:
a.
Insolvensi teknis (technical insolvency), yaitu perusahaan
dapat dianggap gagal jika tidak dapat memenuhi kewajiban
pada saat jatuh tempo.
b.
Insolvensi
dalam
pengertian
kebangkrutan,
yakni
didefiniskan dalam ukuran sebagai kekayaan bersih negatif
dalam neraca konvensional atau nilai sekarang dari arus kas
yang diharapkan lebih kecil dari kewajiban.
2.1.4.1 Faktor-Faktor Penyebab Kebangkrutan
Menurut S.Munawir (2002:289) secara garis besar
penyebab kebangkrutan biasa dibagi menjadi dua yaitu
faktor internal perusahaan maupun eksternal baik yang
bersifat khusus yang berkaitan langsung dengan perusahaan
maupun yang bersifat umum.
Gabriella
menyebabkan
(2011),
faktor
kebangkrutan
internal
perusahaan
yang
bisa
meliputi:
16
Universitas Sumatera Utara
Manajemen yang tidak efisien akan mengakibatkan
kerugian terus-menerus yang pada akhirnya menyebabkan
perusahaan
tidak
mampu
membayar
kewajibannya.
Ketidakefisienan ini diakibatkan oleh pemborosan dalam
biaya, kurangnya keterampilan, dan keahlian manajemen.
Moral hazard berupa kecurangan yang dilakukan
oleh
manajemen
perusahaan
bisa
mengakibatkan
kebangkrutan. Kecurangan ini bisa berbentuk manajemen
yang korup ataupun memberikan informasi yang salah pada
pemegang saham atau investor.
Menurut Darsono dan Ashari (2005:103-104) dalam
Gabriella
(2011),
mengakibatkan
keinginan
faktor-faktor
kebangkrutan
pelanggan
yang
eksternal
yang
yaitu
perubahan
tidak
diantisipasi
bisa
dalam
oleh
perusahaan yang mengakibatkan pelanggan lari sehingga
terjadi penurunan dalam pendapatan. Kesulitan bahan baku
karena supplier tidak dapat memasok lagi kebutuhan bahan
baku yang digunakan untuk produksi. Terlalu banyak
piutang yang diberikan kepada debitur dalam jangka waktu
pengembalian yang lama akan mengakibatkan banyak
aktiva
yang
menganggur
yang
tidak
memberikan
penghasilan sehingga mengakibatkan kerugian yang besar
bagi perusahaan. Hubungan yang tidak harmonis dengan
17
Universitas Sumatera Utara
kreditur juga bisa berakibat fatal terhadap kelangsungan
hidup perusahaan.
2.1.5 Model Prediksi Keuangan
Dalam prediksi keuangan kita mengenal beberapa model
antara lain ( Harahap, 2009 : 343-350):
a. Linear Programming
Linear programming digunakan untuk merencanakan prediksi
kombinasi input biaya yang paling optimal untuk menghasilkan
suatu atau beberapa produk output.
b. Delphi forcasting
Delphi sistem ini hampir sama dengan metode expert system. Di
sini metode expert system disempurnakan dengan menggunakan
metode diskusi antara para ahli, debat, dan akhirnya sampai
pada kesimpulan terbaik yang merupakan konsensus para ahli.
c. Time Series Forcasting (tren)
Di sini prestasi yang laku digambarkan secara berseri kemudian
dari gambar ini dicari garis tren yang terbaik kemudian dari
kecenderungan garis dilihat angka masa depan sebagai angka
ramalan.
d. Break Even Analysis
Model ini mencoba mencari dan menganalisis perilaku
hubungan antara besarnya biaya, besarnya volume dalam unit
rupiah dan laba.
18
Universitas Sumatera Utara
e.
Just in time
Model yang digunakan untuk meningkatkan produktivitas dan
menekan pemborosan dan ketidakefesienan lainnya.
f. Economic order Quantity
Model ini dapat memberikan angka berapa order pembelian
sehingga kita mendapatkan biaya yang optimal.
Selain itu ada beberapa model prediksi lain yang dikenal
adalah sebagai berikut:
a.
Bond rating
Ini digunakan untuk menghitung peringkat obligasi yang
dipasarkan di pasar modal. Peringkat ini dikategorikan berturutturut, misalnya dalam bentuk AAA, AA, A, BBB, BB, B, dan
seterusnya. Model ini telah dikenal di Indonesia khususnya di
Pasar Modal.
b. Bankruptcy Model
Model
ini
memberikan
rumusan
untuk
menilai
kapan
perusahaan akan bangkrut. Dengan menggunakan rumus yang
diisi dengan rasio keuangan 28 maka akan diketahui angka
tertentu yang akan menjadi bahan untuk memprediksi kapan
kemungkinan suatu perusahaan akan bangkrut.
c. Net Cash Flow Prediction Model
Model ini didesain untuk mengetahui berapa besar arus kas
masuk bersih perusahaan tahun depan.
19
Universitas Sumatera Utara
d. Take Over Prediction Model
Model ini dimaksudkan untuk mengetahui kemungkinan
perusahaan ini akan diambil alih oleh perusahaan lainnya.
Contoh dari keempat model tersebut:
a.
Model untuk peramalan tingkat kualitas obligasi yang dijual
di pasar modal yang dibuat oleh Ahmed Belkaoi disebut
Belakaoi’s Bond Rating Model.
b.
Model untuk meramalkan kebangkrutan suatu perusahaan
yang dibuat Altman, model ini populer juga disebut ZScore.
c.
Bernstein
dan
Maksy
merumuskan
model
untuk
meramalkan Net Cash Flow From Operation tahun
mendatang disebut Bernstein and Maksy’s Net Cash Flow
Next Year Prediction model.
d.
Model untuk menilai perusahaan yang akan diambil alih.
Model ini dibuat oleh Ahmad Belkaoui’s Take over
Prediction Model.
2.1.5.1 Analisis Z-score
Z-Score adalah skor yang ditentukan dari hitungan
standar kali nisbah-nisbah keuangan yang menunjukkan
tingkat kemungkinan kebangkrutan perusahaan. Formula ZScore untuk memprediksi kebangkrutan dari Altman
merupakan sebuah multivariate formula yang digunakan
20
Universitas Sumatera Utara
untuk
mengukur
kesehatan
finansial
dari
sebuah
perusahaan. Altman menemukan lima jenis rasio keuangan
yang dapat dikombinasikan untuk melihat perbedaan antara
perusahaan yang bangkrut dan yang tidak bangkrut. Fungsi
diskriminan Z yang ditemukan oleh Altman adalah sebagai
berikut: (Weston dan Copeland, 2004:255) dalam Diana
Atim Iflaha, (2008).
Z = 0,012X1 + 0,014X2 + 0,033X3 + 0,006X4 + 0,999X5
Pada tahun 1983,1984 model prediksi kebangkrutan
dikembangkan lagi oleh Altman untuk beberapa negara,
dari penelitian tersebut ditemukan nilai Z, yang dicari
dengan persamaan diskriminan sebagai berikut : (Hanafi
dan Halim, 2003:275) dalam Diana Atim (2008).
Zi = 1,2X1 + 1,4 X2 + 3,3X3 + 0,6X4 + 1,0X5
Dalam
laporannya
Altman
mengelompokkan
perusahaan menjadi dua kategori, yaitu pailit dan tidak
palit. Dari hasil penelitian tersebut diperoleh nilai Z ratarata kelompok perusahaan yang pailit sebesar -0,2599 dan
rata-rata untuk perusahaan yang tidak pailit sebesar 4,8863.
Sebesar patokan untuk mengklasifikasikan perusahaan yang
dipilih batas nilai Z sebesar 2,675 sebagai nilai kritis yang
merupakan klasifikasi umum. Jadi nilai perusahaan dengan
nilai skor Z yang lebih besar dari 2,675 diklasifikasikan
21
Universitas Sumatera Utara
perusahaan yang tidak pailit 30 dan skor nilai Z yang
kurang dari 2,675 diklasifikasikan perusahaan yang pailit
(Weston dan Copeland, 2004:255) dalam Diana Atim Iflaha
(2008).
Masalah lain yang sering dihadapai oleh Altman
dalam melakukan penelitian di Indonesia adalah sedikitnya
perusahaan Indonesia yang go public. Jika perusahaan tidak
go-public, maka nilai pasar menggunakan nilai buku saham
biasa dan preferen sebagai salah satu komponen variabel
bebasnya,
dan
kemudian
mengembangkan
model
diskriminan kebangkrutan, dan memperoleh model sebagai
berikut ini.
Zi = 0,717 X1+0,847 X2 + 3,107 X3 + 0,42 X4+0,998 X5
Z-Score Altman untuk perusahaan yang telah go
public ditentukan dengan menggunakan rumus sebagai
berikut (S.Munawir, 2002: 309):
Z-Score = 1,2 X1 + 1,4 X2 + 3,3 X3 + 0,6 X4 + 1,0 X5
Dimana:
X1
= Working
Capital
to
Total
Assets
(Modal
Kerja/Total Aset)
X2
=
Retained
Earning
to
Total
Assets
(Laba
Ditahan/Total Aset)
22
Universitas Sumatera Utara
X3
= Earning Before Interest and Taxes (EBIT) to
Total Assets (Pendapatan Sebelum Dikurangi
Biaya Bunga/Total Aset)
X4
= Market Value of Equity to Book Value of Total
Liabilities (Harga Pasar Saham Dibursa/Nilai
Total Utang)
X5
= Sales to Total Assets (Penjualan/Total Aset)
Dengan kriteria penilaian sebagai berikut:
a. Z-Score > 2,99 dikategorikan sebagai perusahaan yang
sangat sehat sehingga tidak mengalami kesulitan
keuangan.
b. 1,81
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Landasan Teori
2.1.1 ASEAN Open Sky 2015
ASEAN Open Sky ini merupakan bagian dari tujuan
dibentuknya
ASEAN
Economic
Community
dalam
upaya
meningkatkan perekonomian di kawasan dengan meningkatkan daya
saing di kancah internasional agar ekonomi bisa tumbuh merata, juga
meningkatkan taraf hidup masyarakat, dan yang paling utama adalah
mengurangi kemiskinan.
ASEAN Open Sky Policy adalah kebijakan untuk membuka
wilayah udara antar sesama anggota negara ASEAN. Itu berarti tidak
lain merupakan bentuk liberalisasi aturan dan pengaturan dalam
industri penerbangan sipil internasional, khususnya pada penerbangan
komersial,
dan
meminimalkan
intervensi
pemerintah
dalam
aktivitasnya sehingga terbukanya pasar bebas industri penerbangan
yang telah menjadi komitmen kepala negara masing-masing negara
anggota dalam Bali Concord II yang dideklarasikan pada KTT
(Konferensi Tingkat Tinggi) ASEAN Tahun 2003.
Dengan diterapkannya kebijakan ini bagi Indonesia sendiri akan
menghasilkan beberapa dampak, yaitu meningkatnya kesempatan dan
tantangan yang baru bagi perusahaan penerbangan. Peluang muncul
8
Universitas Sumatera Utara
sehubungan dengan meningkatnya permintaan akan jasa penerbangan,
kita akan mendapatkan keuntungan dari segi ekonomi, yaitu
meningkatkan pemasukan PBD hingga 7 triliun Rupiah dan juga
meningkatkan jumlah tenaga kerja sebanyak 32.000 lapangan kerja
baru untuk peningkatan perekonomian Indonesia tahun 2025.
Sedangkan yang menjadi tantangannya adalah semakin tingginya
tingkat persaingan di antara perusahaan penerbangan yang telah ada.
Saat ini setidaknya tercatat sebangak 20 maskapai penerbangan utama
di Indonesia, baik yang melayani domestik maupun internasional.
Selain itu akan beroperasionalnya maskapai penerbangan dari Negara
lain yang menjadi anggota ASEAN, khususnya tetangga kita yang
sudah jauh lebih siap dalam menyambut ASEAN Open Sky 2015
mendatang, yaitu Singapura dan Malaysia.
Soal kompetisi tersebut, menurut konsep Porter mengenai The
Determinants of National Advantage,
menyatakan bahwa untuk
memenangkan persaingan, suatu Negara perlu memiliki keunggulan
kompetitif dengan tujuan utamanya adalah mengalahkan competitor.
Namun menurut Hermawan Kartajaya, dalam Marketeers Dinner
Seminar “What’s Wrong With Michael Porter” pada 11 November
2013 lalu teori kompetisi ini sangat kontekstual dan menjadi masukan
berharga bagi perusahaan-perusahaan di era 1990-an.
Hal ini dikarenakan pada masa itu pemerintah atau Negara
masih sangat menguasai lini kehidupan masyarakat, termasuk bisnis,
9
Universitas Sumatera Utara
sehingga tidak memungkinkan kompetisi. Monopoli industri yang
terjadi di suatu Negara tidak akan memajukan ekonomi di negara
tersebut, dan persainganlah yang akan memaksa perusahaan untuk
melakukan inovasi. Saat ini dengan memunculkan berbagai kebijakan
ASEAN Open Sky 2015, investasi dari Negara semakin diminimalisir,
persaingan menjadi semakin ketat, dan perusahaan tidak cukup fokus
untuk memenangkan kompetisi dengan mengalahkan Kompetitor,
namun juga harus melakukan analisa perubahan lingkungan bisnis
mereka untuk menghasilkan suatu invormasi yang kreatif, sehingga
mereka dapat fokus dalam memperkuat Positioning Differentiation,
dan Brand mereka di pasaran sehingga dapat menjadi perusahaan
yang berbeda dari yang lain.
Melakukan analisa perubahan lingkungan bisnis
dapat
dilakukan dengan fokus pada lima faktor pendorong perubahan seperti
teknologi, polotik-legal, social-budaya, ekonomi, dan pasar saat ini.
Setelah itu perhatikan apa yang telah competitor perisapkan dalam
menyambut ASEAN Open Sky, siapa pelanggan yang menjadi target
market dari perusahaan, serta apa yang perusahaan dapat lakukan
untuk
merespon
perubahan
yang
terjadi.
(http://www.markplusinstitute.com/who_we_are/detail_article/19Diak
ses tanggal 29 Agustus 2015 ).
10
Universitas Sumatera Utara
2.1.2
Laporan Keuangan
Laporan keuangan adalah suatu penyajian data keuangan
termasuk catatan yang menyertainya, bila ada, yang dimaksudkan untuk
mengkomunikasikan sumber daya ekonomi (aktiva) dan atau kewajiban
suatu entitas pada saat tertentu atau perubahan atas aktiva dan atau
kewajiban selama suatu periode tertentu sesuai dengan prinsip
akuntansi yang berlaku umum atau basis akuntansi komprehensif selain
prinsip akuntansi yang berlaku umum (Mulyadi 2002:61).
Laporan keuangan perusahaan merupakan salah satu sumber
informasi yang penting disamping informasi lain seperti informasi
industri,
kondisi
perekonomian,
pangsa
perusahaan,
kualitas
menejemen dan lainya. Jadi setiap perusahaan go public diwajibkan
untuk mempublikasikan laporan keuangan yang disusun sesuai dengan
standar akuntansi keuangan dan telah diaudit oleh Kantor Akuntan
Publik (KAP) terdaftar.
Laporan keuangan yang terdiri dari posisi keuangan atau neraca
dan laporan laba rugi harus disajikan secara wajar. Neraca dibuat
dengan maksud untuk menggambarkan posisi keuangan suatu
perusahaan atau pada suatu saat tertentu sedangkan laporan laba rugi
menggambarkan hasil-hasil usaha yang dicapai dalam suatu periode
waktu tertentu.
Standar Akuntansi Keuangan (SAK) menyebutkan empat
karakteristik kualitatif pokok dalam laporan keuangan (IAI 2004):
11
Universitas Sumatera Utara
1. Dapat dipahami
Kualitas penting informasi dalam laporan keuangan adalah
kemudahannya untuk segera dipahami oleh pemakai. Guna mencapai
maksud ini, diasumsikan pemakai memiliki pengetahuan yang
memadai tentang aktivitas ekonomi dan bisnis, akuntansi, serta
kemauan untuk mempelajari informasi dengan ketekunan yang
wajar.
2. Relevan
Informasi disebut relevan ketika dapat mempengaruhi keputusan
ekonomi pemakai. Agar relevan, informasi harus dapat digunakan
untuk mengevaluasi masa lalu, masa sekarang, dan masa mendatang
(predictive value), menegaskan atau memperbaiki harapan yang
dibuat sebelumnya (feedback value), juga harus tersedia tepat waktu
bagi pengambil keputusan sebelum mereka kehilangan kesempatan
atau untuk mempengaruhi keputusan yang diambil (timeliness).
3. Keandalan
Informasi
disebut
andal
jika
bebas
dari
pengertian
yang
menyesatkan, kesalahan material, dan dapat diandalkan pemakainya
sebagai penyajian yang tulus dan jujur (faithful representation) dari
yang seharusnya disajikan atau yang dapat disajikan secara wajar.
4. Dapat dibandingkan
Identifikasi kecenderungan (trend) posisi dan kinerja keuangan
laporan keuangan perusahaan antar periode hendaknya dapat
diperbandingkan oleh pemakai. Dengan demikian pemakai dapat
12
Universitas Sumatera Utara
memperoleh informasi tentang kebijakan akuntansi yang digunakan
dalam penyusunan laporan keuangan dan perubahan kebijakan serta
pengaruh perubahan tersebut. Ketaatan pada standar akuntansi
keuangan, termasuk pengungkapan kebijakan akuntansi yang
digunakan oleh perusahaan, membantu pencapaian karakteristik ini.
Dari paparan di atas dapat disimpulkan bahwa laporan
keuangan yang berkualitas adalah laporan dengan kandungan
informasi
dapat
dipahami,
relevan,
dapat
diandalkan,
dan
mempunyai daya banding. Karakteristik relevan di sini berarti
laporan tersebut mampu mendeskripsikan kondisi
keuangan
perusahaan secara tepat waktu.
Tujuan umum laporan keuangan dalam PSAK 2009 adalah
memberikan informasi tentang posisi keuangan, kinerja dan arus kas
perusahaan yang bermanfaat bagi sebagian besar kalangan pengguna
laporan dalam rangka membuat keputusan-keputusan ekonomi serta
menunjukkan pertanggungjawaban manajemen atas penggunaan
sumber-sumber daya yang dipercayakannya.
2.1.3
Financial Distress
a. Defenisi Financial Distress
Menurut Almilia dan Herdiningtyas (2005) financial distrees
merupakan keadaan dimana perusahaan gagal atau tidak mampu lagi
memenuhi kewajiban-kewajiban kepada debitur karena perusahaan
mengalami kekurangan dan ketidak cukupan dana dimana total
13
Universitas Sumatera Utara
kewajiban lebih besar daripada total aset, serta tidak dapat mencapai
tujuan ekonomi perusahaan, yaitu profit.
Untuk melakukan pengujian apakah suatu perusahaan
mengalami financial distress dapat ditentukan dengan berbagai cara,
seperti:
1. Menurut Altman (1968) mendefinisikan financial distress
dengan mempergunakan angka-angka
di dalam
laporan
keuangan dan merepresentasikannya dalam suatu angka, yaitu
Z-Score yang dapat menjadi acuan untuk menentukan apakah
suatu perusahaan berpotensi untuk bangkrut atau tidak.
2. Menurut Asquith, Gertner, dan Scharfstein (1994) melakukan
pengukuran financial distress menggunakan interest coverage
ratio untuk mendefinisikan financial distress.
3. Menurut Lou (1987) dan Hill et al. (1996), dilihat dengan
adanya pemberhentian tenaga kerja atau menghilangkan
pembayaran deviden.
4. Menurut Hofer (1980) dan Whitaker (1999) mendefinisikan
financial distress jika tahun perusahaan mengalami laba operasi
bersih negatif.
b. Indikator Terjadinya Financial Distress
Indikator yang harus diperhatikan manajemen perusahaan yang
berhubungan dengan efektivitas dan efisiensi operasinya, seperti
yang dikemukakan oleh Harnanto (1984) yaitu :
14
Universitas Sumatera Utara
1. Penurunan volume penjualan karena adanya perubahan selera
atau permintaan konsumen
2. Kenaikan biaya produksi
3. Tingkat persaingan yang semakin ketat
4. Kegagalan melakukan ekspansi
5. Ketidakefektifan dalam melaksanakan fungsi pengumpulan
piutang
6. Kurang adanya dukungan atau fasilitas perbankan (kredit)
7. Tingginya tingkat ketergantungan terhadap piutang.
Adapula indikator yang harus diperhatikan pihak eksternal, antara
lain :
1. Penurunan deviden yang dibagikan kepada para pemegang
saham
2. Terjadinya penurunan laba yang terus-menerus, bahkan sampai
terjadinya kerugian
3. Ditutup atau dijualnya satu atau lebih unit usaha
4. Terjadinya pemecatan pegawai
5. Pengunduran diri eksekutif puncak
6. Harga saham yang terus menerus turun di pasar modal
2.1.4
Kebangkrutan
Kebangkrutan merupakan kondisi dimana perusahaan tidak
mampu lagi untuk melunasi kewajibannya (Prihadi,2008:177).
Kebangkrutan biasa juga diartikan sebagai kegagalan perusahaan
dalam menjalankan operasi perusahaan untuk menghasilkan laba.
15
Universitas Sumatera Utara
Kebangkrutan sebagai kegagalan dapat didefinisikan dalam beberapa
arti, yaitu :
1.
Kegagalan ekonomi (ecomonic failure), dimana perusahaan
kehilangan uang atau pendapatan perusahaan tidak menutup
biayanya sendiri.
2.
Kegagalan keuangan (financial failure), bisa diartikan sebagai
insolvensi yang membedakan antara dasar arus kas ada dua
bentuk:
a.
Insolvensi teknis (technical insolvency), yaitu perusahaan
dapat dianggap gagal jika tidak dapat memenuhi kewajiban
pada saat jatuh tempo.
b.
Insolvensi
dalam
pengertian
kebangkrutan,
yakni
didefiniskan dalam ukuran sebagai kekayaan bersih negatif
dalam neraca konvensional atau nilai sekarang dari arus kas
yang diharapkan lebih kecil dari kewajiban.
2.1.4.1 Faktor-Faktor Penyebab Kebangkrutan
Menurut S.Munawir (2002:289) secara garis besar
penyebab kebangkrutan biasa dibagi menjadi dua yaitu
faktor internal perusahaan maupun eksternal baik yang
bersifat khusus yang berkaitan langsung dengan perusahaan
maupun yang bersifat umum.
Gabriella
menyebabkan
(2011),
faktor
kebangkrutan
internal
perusahaan
yang
bisa
meliputi:
16
Universitas Sumatera Utara
Manajemen yang tidak efisien akan mengakibatkan
kerugian terus-menerus yang pada akhirnya menyebabkan
perusahaan
tidak
mampu
membayar
kewajibannya.
Ketidakefisienan ini diakibatkan oleh pemborosan dalam
biaya, kurangnya keterampilan, dan keahlian manajemen.
Moral hazard berupa kecurangan yang dilakukan
oleh
manajemen
perusahaan
bisa
mengakibatkan
kebangkrutan. Kecurangan ini bisa berbentuk manajemen
yang korup ataupun memberikan informasi yang salah pada
pemegang saham atau investor.
Menurut Darsono dan Ashari (2005:103-104) dalam
Gabriella
(2011),
mengakibatkan
keinginan
faktor-faktor
kebangkrutan
pelanggan
yang
eksternal
yang
yaitu
perubahan
tidak
diantisipasi
bisa
dalam
oleh
perusahaan yang mengakibatkan pelanggan lari sehingga
terjadi penurunan dalam pendapatan. Kesulitan bahan baku
karena supplier tidak dapat memasok lagi kebutuhan bahan
baku yang digunakan untuk produksi. Terlalu banyak
piutang yang diberikan kepada debitur dalam jangka waktu
pengembalian yang lama akan mengakibatkan banyak
aktiva
yang
menganggur
yang
tidak
memberikan
penghasilan sehingga mengakibatkan kerugian yang besar
bagi perusahaan. Hubungan yang tidak harmonis dengan
17
Universitas Sumatera Utara
kreditur juga bisa berakibat fatal terhadap kelangsungan
hidup perusahaan.
2.1.5 Model Prediksi Keuangan
Dalam prediksi keuangan kita mengenal beberapa model
antara lain ( Harahap, 2009 : 343-350):
a. Linear Programming
Linear programming digunakan untuk merencanakan prediksi
kombinasi input biaya yang paling optimal untuk menghasilkan
suatu atau beberapa produk output.
b. Delphi forcasting
Delphi sistem ini hampir sama dengan metode expert system. Di
sini metode expert system disempurnakan dengan menggunakan
metode diskusi antara para ahli, debat, dan akhirnya sampai
pada kesimpulan terbaik yang merupakan konsensus para ahli.
c. Time Series Forcasting (tren)
Di sini prestasi yang laku digambarkan secara berseri kemudian
dari gambar ini dicari garis tren yang terbaik kemudian dari
kecenderungan garis dilihat angka masa depan sebagai angka
ramalan.
d. Break Even Analysis
Model ini mencoba mencari dan menganalisis perilaku
hubungan antara besarnya biaya, besarnya volume dalam unit
rupiah dan laba.
18
Universitas Sumatera Utara
e.
Just in time
Model yang digunakan untuk meningkatkan produktivitas dan
menekan pemborosan dan ketidakefesienan lainnya.
f. Economic order Quantity
Model ini dapat memberikan angka berapa order pembelian
sehingga kita mendapatkan biaya yang optimal.
Selain itu ada beberapa model prediksi lain yang dikenal
adalah sebagai berikut:
a.
Bond rating
Ini digunakan untuk menghitung peringkat obligasi yang
dipasarkan di pasar modal. Peringkat ini dikategorikan berturutturut, misalnya dalam bentuk AAA, AA, A, BBB, BB, B, dan
seterusnya. Model ini telah dikenal di Indonesia khususnya di
Pasar Modal.
b. Bankruptcy Model
Model
ini
memberikan
rumusan
untuk
menilai
kapan
perusahaan akan bangkrut. Dengan menggunakan rumus yang
diisi dengan rasio keuangan 28 maka akan diketahui angka
tertentu yang akan menjadi bahan untuk memprediksi kapan
kemungkinan suatu perusahaan akan bangkrut.
c. Net Cash Flow Prediction Model
Model ini didesain untuk mengetahui berapa besar arus kas
masuk bersih perusahaan tahun depan.
19
Universitas Sumatera Utara
d. Take Over Prediction Model
Model ini dimaksudkan untuk mengetahui kemungkinan
perusahaan ini akan diambil alih oleh perusahaan lainnya.
Contoh dari keempat model tersebut:
a.
Model untuk peramalan tingkat kualitas obligasi yang dijual
di pasar modal yang dibuat oleh Ahmed Belkaoi disebut
Belakaoi’s Bond Rating Model.
b.
Model untuk meramalkan kebangkrutan suatu perusahaan
yang dibuat Altman, model ini populer juga disebut ZScore.
c.
Bernstein
dan
Maksy
merumuskan
model
untuk
meramalkan Net Cash Flow From Operation tahun
mendatang disebut Bernstein and Maksy’s Net Cash Flow
Next Year Prediction model.
d.
Model untuk menilai perusahaan yang akan diambil alih.
Model ini dibuat oleh Ahmad Belkaoui’s Take over
Prediction Model.
2.1.5.1 Analisis Z-score
Z-Score adalah skor yang ditentukan dari hitungan
standar kali nisbah-nisbah keuangan yang menunjukkan
tingkat kemungkinan kebangkrutan perusahaan. Formula ZScore untuk memprediksi kebangkrutan dari Altman
merupakan sebuah multivariate formula yang digunakan
20
Universitas Sumatera Utara
untuk
mengukur
kesehatan
finansial
dari
sebuah
perusahaan. Altman menemukan lima jenis rasio keuangan
yang dapat dikombinasikan untuk melihat perbedaan antara
perusahaan yang bangkrut dan yang tidak bangkrut. Fungsi
diskriminan Z yang ditemukan oleh Altman adalah sebagai
berikut: (Weston dan Copeland, 2004:255) dalam Diana
Atim Iflaha, (2008).
Z = 0,012X1 + 0,014X2 + 0,033X3 + 0,006X4 + 0,999X5
Pada tahun 1983,1984 model prediksi kebangkrutan
dikembangkan lagi oleh Altman untuk beberapa negara,
dari penelitian tersebut ditemukan nilai Z, yang dicari
dengan persamaan diskriminan sebagai berikut : (Hanafi
dan Halim, 2003:275) dalam Diana Atim (2008).
Zi = 1,2X1 + 1,4 X2 + 3,3X3 + 0,6X4 + 1,0X5
Dalam
laporannya
Altman
mengelompokkan
perusahaan menjadi dua kategori, yaitu pailit dan tidak
palit. Dari hasil penelitian tersebut diperoleh nilai Z ratarata kelompok perusahaan yang pailit sebesar -0,2599 dan
rata-rata untuk perusahaan yang tidak pailit sebesar 4,8863.
Sebesar patokan untuk mengklasifikasikan perusahaan yang
dipilih batas nilai Z sebesar 2,675 sebagai nilai kritis yang
merupakan klasifikasi umum. Jadi nilai perusahaan dengan
nilai skor Z yang lebih besar dari 2,675 diklasifikasikan
21
Universitas Sumatera Utara
perusahaan yang tidak pailit 30 dan skor nilai Z yang
kurang dari 2,675 diklasifikasikan perusahaan yang pailit
(Weston dan Copeland, 2004:255) dalam Diana Atim Iflaha
(2008).
Masalah lain yang sering dihadapai oleh Altman
dalam melakukan penelitian di Indonesia adalah sedikitnya
perusahaan Indonesia yang go public. Jika perusahaan tidak
go-public, maka nilai pasar menggunakan nilai buku saham
biasa dan preferen sebagai salah satu komponen variabel
bebasnya,
dan
kemudian
mengembangkan
model
diskriminan kebangkrutan, dan memperoleh model sebagai
berikut ini.
Zi = 0,717 X1+0,847 X2 + 3,107 X3 + 0,42 X4+0,998 X5
Z-Score Altman untuk perusahaan yang telah go
public ditentukan dengan menggunakan rumus sebagai
berikut (S.Munawir, 2002: 309):
Z-Score = 1,2 X1 + 1,4 X2 + 3,3 X3 + 0,6 X4 + 1,0 X5
Dimana:
X1
= Working
Capital
to
Total
Assets
(Modal
Kerja/Total Aset)
X2
=
Retained
Earning
to
Total
Assets
(Laba
Ditahan/Total Aset)
22
Universitas Sumatera Utara
X3
= Earning Before Interest and Taxes (EBIT) to
Total Assets (Pendapatan Sebelum Dikurangi
Biaya Bunga/Total Aset)
X4
= Market Value of Equity to Book Value of Total
Liabilities (Harga Pasar Saham Dibursa/Nilai
Total Utang)
X5
= Sales to Total Assets (Penjualan/Total Aset)
Dengan kriteria penilaian sebagai berikut:
a. Z-Score > 2,99 dikategorikan sebagai perusahaan yang
sangat sehat sehingga tidak mengalami kesulitan
keuangan.
b. 1,81