Apa itu Fraud Mengapa Penting Untuk Dike

Apa itu Fraud? Mengapa Penting Untuk Diketahui?
Sebagai orang accounting, harus tahu apa itu fraud dan jenis-jenis fraud. Mengapa?


Supaya Bisa Melakukan Antisipasi Dini/Mencegah Fraud – Dengan mengetahui
apa itu fraud beserta jenis-jenisnya, anda menjadi bisa mengenali dan waspada
terhadap tindakan fraud tertentu, sekaligus bisa memberikan respon yang tepat (misal
dengan memberikan teguran atau melaporkannya kepada pihak manajemen).



Supaya Tidak Terlibat Tindakan Fraud – Namanya saja accounting, ya harus
accountable, bisa dipertanggungjawabkan. ‘Jualan’ kita di akuntansi adalah
kepercayaan. Supaya bisa dipercaya makan segala tindakan kita harus bisa
dipertanggungjawabkan. Akan menjadi tidak lucu, jika seorang staf accounting tanpa
sengaja terlibat tindakan fraud, hanya gara-gara dia tidak tahu apa itu fraud, meskipun
di belahan dunia lain, study menunjukan hal yang ironis (fraud banyak terjadi di
bagian accounting).

So, apa itu fraud?
Untuk “standard hunter”—yang menginginkan segala hal (kata-per-kata) berdasarkan

standar, mohon maaf, tidak ada definisi fraud resmi dan standar. Jika diminta mendefinisikan,
maka saya akan mengatakan:
“Fraud adalah tindakan curang, yang dilakukan sedemikian rupa, sehingga
menguntungkan diri-sendiri/kelompok ATAU merugikan pihak lain (perorangan,
perusahaan atau institusi).”
CGMA menyebutkan:
“Fraud essentially involves using deception to make a personal gain dishonestly for
oneself and/or create a loss for another.”
Bagaimana caranya mengidentifikasi; apakah suau tindakan tergolong fraud atau tidak?
Dari definisi di atas, bisa kita lihat fraud mengandung beberapa unsur, yaitu:


Tindakan yang disengaja



Kecurangan




Keuntung pribadi/kelompok atau kerugian di pihak lain

Misal, untuk teman-teman mahasiswa: Apakah menyontek saat UAS tergolong tindakan
fraud?
Untuk menguji, kita lihat apakah unsur-unsur di atas terpenuhi:


Apakah menyontek adalah tindakan yang disengaja? IYA



Apakah menyontek tergolong curang? IYA



Apakah menyontek menguntungkan diri-sendiri/kelompok? IYA

Semua unsur terpenuhi, berarti menyontek saat UAS adalah tindakan fraud. Iya dong, jelas
fraud. Tanpa melihat ukuran dan kerugian yang ditimbulkan, asalkan ketiga unsur itu
terpenuhi, maka suatu tindakan sudah bisa dikategorikan sebagai fraud.

Di dalam perusahaan tindakan fraud bisa macam-macam bentuknya. Berikutnya kita lihat
jenis-jenis fraud…

Jenis-jenis Fraud
Seperti sudah saya sampaikan di awal, tulisan ini berfokus pada tindakan fraud di dalam
perusahaan saja (internal fraud).
Oleh Association of Certified Fraud Examiners (ACFE), internal fraud (tindakan
penyelwengan di dalam perusahaan ata institusi) dikelompokan menjadi 3 (tiga) jenis, yaitu:
1. Fraud Terhadap Aset (Asset Misappropriation) – Singkatnya, penyalahgunaan aset
perusahaan (institusi), entah itu dicuri atau digunakan untuk keperluan pribadi—tanpa ijin
dari perusahaan. Seperti kita ketahui, aset perusahaan bisa berbentuk kas (uang tunai) dan
non-kas. Sehingga, asset misappropriation dikelompokan menjadi 2 macam:


Cash Misappropriation – Penyelewengan terhadap aset yang berupa kas (Misalnya:
penggelapan kas, nilep cek dari pelanggan, menahan cek pembayaran untuk vendor)



Non-cash Misappropriation – Penyelewengan terhadap aset yang berupa non-kas

(Misalnya: menggunakan fasilitas perusahaan untuk kepentingan pribadi).

2. Fraud Terhadap Laporan Keuangan (Fraudulent Statements) – ACFE membagi jenis
fraud ini menjadi 2 macam, yaitu: (a) financial; dan (b) non-financial. Saya lebih suka
mengatakan: segala tindakan yang membuat Laporan Keuangan menjadi tidak seperti yang
seharusnya (tidak mewakili kenyataan), tergolong kelompok fraud terhadap laporan
keuangan. Misalnya:


Memalsukan bukti transaksi



Mengakui suatu transaksi lebih besar atau lebih kecil dari yang seharusnya,



Menerapkan metode akuntansi tertentu secara tidak konsisten untuk menaikan atau
menurunkan laba




Menerapkan metode pangakuan aset sedemikian rupa sehingga aset menjadi nampak
lebih besar dibandingkan yang seharusnya.



Menerapkan metode pangakuan liabilitas sedemikian rupa sehingga liabiliats menjadi
nampak lebih kecil dibandingkan yang seharusnya.

3. Korupsi (Corruption) – ACFE membagi jenis tindakan korupsi menjadi 2 kelompok,
yaitu:


Konflik kepentingan (conflict of interest) – Saya mengalami kesulitan mencari
kalimat yang paling tepat untuk mendeskripsikan. Contoh sederhananya begini:
Seseorang atau kelompok orang di dalam perusahaan (biasanya manajemen level)
memiliki ‘hubungan istimewa’ dengan pihak luar (entah itu orang atau badan usaha).
Dikatakan memiliki ‘hubungan istimewa’ karena memiliki kepentingan tertentu
(misal: punya saham, anggota keluarga, sahabat dekat, dll). Ketika perusahaan

bertransaksi dengan pihak luar ini, apabila seorang manajer/eksekutif mengambil
keputusan tertentu untuk melindungi kepentingannya itu, sehingga mengakibatkan
kerugian bagi perusahaan, maka ini termasuk tindakan fraud. Kita di Indonesia
menyebut ini dengan istilah: kolusi dan nepotisme.



Menyuap atau Menerima Suap, Imbal-Balik (briberies and excoriation) – Suap,
apapun jenisnya dan kepada siapapun, adalah tindakan fraud. Menyupa dan menerima
suap, merupakan tindakan fraud. Tindakan lain yang masuk dalam kelompok fraud ini
adalah: menerima komisi, membocorkan rahasia perusahaan (baik berupa data atau
dokumen) apapun bentuknya, kolusi dalam tender tertentu.

Dari jenis-jenis korupsi di atas saja sudah jelas terlihat, betapa banyaknya macam fraud itu.
Masing-masing jenis fraud bisa terjadi dalam berbagai variasi modus.
Di akhir tulisan nanti saya akan sajikan contoh variasi modus internal fraud yang
lumrah terjadi di perusahaan-perusahaan. Sebagai penutup, saya akan overview fraud
dan profesi fraud examiner di masa depan.
Sebelum ke contoh variasi modus fraud, ada pertanyaan yang menarik untuk dicermati:
siapa, atau lebih tepatnya di bagian mana (di dalam perusahaan) fraud terjadi?


Di Bagian Mana (Dalam Perusahaan) Fraud Terjadi?
Di awal tulisan saya mengatakan fraud terjadi di hampir seluruh perusahaan (dalam skala
apapun). Jika scope-nya dipersempit menjadi dalam satu perusahaan, di bagian mana fraud
terjadi?
Menurut saya, fraud terjadi di semua bagian, dalam kadar dan frekwensi yang berbeda-beda
tentunya. Sayangnya, saya belum pernah menemukan hasil penelitian ilmiah, untuk wilayah
Indonesia, sehubungan dengan topik ini.
Hasil survey trend oleh bagian Forensic and Valuation Services (FVS) oleh pihak AICPA, di
Amerika Serikat sana, menunjukan data sbb:

Contoh-contoh Modus Internal Fraud
Berikut ini adalah beberapa contoh modus internal fraud yang kerap terjadi di dalam
perusahaan atau instutusi, yang saya ambil dari tulisan “FRAUD RISK MANAGEMENT, A
guide to good practice,” oleh Gillian Lees (CIMA, Head of Corporate Governance).
Contoh Modus Fraud Pada Kas (Penyalahgunaan Aset):


Mencuri dari kas kecil (petty cash)




Mengambil uang dari kasir.



Skimming uang tunai sebelum pengakuan pendapatan atau piutang (mengecilkan
penjualan atau piutang) dilakukan.



Mencuri kas/cek masuk dengan mengalihkannya ke rekening pribadi



Membuat invoice tagihan palsu dengan tanda tangan palsu, seolah-olah itu tagihan
dari vendor, tentunya dengan slip penerimaan barang palsu juga.




Membuat email permintaan pembayaran palsu, seolah-olah datangnya dari vendor,
yang disusul dengan pengiriman invoice (hardcopy) palsu, dengan approval palsu
juga.



Memanfaatkan semptinya waktu di saat-saat menjelang tutup buku, karyawan nakal
membuat invoice tagihan palsu, seolah-olah itu invoice susulan (ketinggalan)—untuk
mempermudah proses approval pembayaran.



Pencurian cek perusahaan.



Pemalsuan cek perusahaan.




Mengubah nama dan atau nominal cek pembayaran



Menyetorkan cek ke rekening pihak ketiga tanpa persetujuan manajemen perusahan



Cek kiting (skema penipuan menggunakan dua rekening deposito untuk menarik uang
secara ilegal dari bank).



Menggunakan kartu kredit atau procurement card perusahaan secara tidak sah (bukan
untuk kepentingan perusahaan dan tanpa ijin yang berwenang dalam perusahaan).



Mengubah angka nominal di invoice tagihan ke pelanggan




Membuat memo kredit palsu untuk seolah-olah mengembalikan pembayaran ke
pelanggan.



Membayar lebihan kepada vendor untuk diam-diam dikompensasikan di penagihan
berikutnya (dan mengantongi pengembalian berikutnya).



Membuat vendor fiktif untuk membuat tagihan palsu.



Mensuplai barang ke dalam persuahaan, lalu diam-diam mengubah catatan tagihan
internal perusahaan.



Mencuri identitas dan password yang bukan wewenangnya, untuk melakukan
transaksi internet banking.

Contoh Modus Fraud Pada Barang Persediaan dan Aktiva Tetap:


Mencurian barang persediaan perusahaan



Membuat memo debit untuk akun persediaan, untuk kemudiaan bisa mengeluarkan
barang persediaan



Mengeluarkan barang dari gudang dalam jumlah yang lebih besar dari packing list
(srat jalan)



Menggelapkan piranti kerja protable (kamera, scanner, keyboard, maouse, monitor,
komputer, laptop, tablet, handphone, dll).



Mencuri informasi tentang pelanggan yang dirahasiakan oleh perusahaan untuk dijual
ke perusahaan pesaing atau pihak ketiga lainnya.



Menjual rancangan/desian/atau informasi sehubungan dengan itu, untuk kemudian
dijual kepada perusahaan pesaing atau pihak ketiga lainnya.



Menerima barang hadiah/gift/souvenir apapu bentuknya dari pemasok, di luar
kebijakan perusahaan, tanpa seijin pihak yang berwenang dalam perusahaan.



Mengunakan property perusahaan secara tidak sah, untuk kepentingan bukan
perusahaan, tanpa seijin pihak berwenang dalam perusahaan.



Inside trading (perusahaan dalam perusahaan), menjalankan bisnis pribadi di dalam
persuahaan—entah itu bertindak selaku vendor, pelanggan, atau broker, tanpa
persetujuan dari pihak yang berwenang di dalam perusahaan.

Contoh Modus Fraud Dalam Proses Pembelian


Mengubah Purchase Request dan Purchase Order (PO) yang sah, tanpa seijin pihak
otoritas.



Menyalin atau memalsukan tandatangan approval Purchase Request dan Purchase
Order.



Memalsukan kelengkapan dokumen tagihan



Menyalin atau memalsukan tandatangan otorisasi pembayaran



Mengajukan faktur pembayaran palsu dari pemasok fiktif.



Mengubah termin pembayaran/kredit yang sah tanpa persetujuan dari pihak yang
berwenang di dalam perusahaan.



Mengubah daftar harga barang-barang yang dibeli oleh perusahaan



Menahan pembayaran ke vendor untuk alasan dan kepentingan pribadi.



Membocorkan informasi kepada vendor sehubungan dengan tender pembelian yang
diselenggarakan oleh perusahaan.



Memberikan perioritas pembayaran istimewa kepada vendor tertentu, di luar analisa
umur utang—tanpa seijin pihak yang berwenang di dalam perusahaan.

Contoh Modus Fraud Dalam Proses Penggajian:


Memasukan nama dan identitas karyawan fiktif yang sesungguhnya tidak ada



Memalsukan atau mengubah jam/hari kerja pegawai—yang dibayar berdasarkan jam
atau hari.



Memasukan catatan lembur fiktif



Memotong pembayaran gaji pegawai, seolah-olah hukuman dari perusahaan, untuk
kemudian selisihnya dikantongi sendiri.



Berkolusi dengan pegawai lain untuk menaikan nominal komisi penjualan



Menaikan upah/gaji, mengubah rate lembur tanpa instruksi dari pihak yang
berwenang.



Memanipulasi catatan jumlah cuti yang telah diambil



Mengajukan klaim pembayaran perawatan kesehatan fiktif



Memalsukan atau mengubah angka nominal klaim penggantian biaya berobat



Membuat klaim kompensasi pegawai kontrak/borongan untuk pekerjaan yang
sesungguhnya tidak ada.



Dengan sengaja menunda penghapusan nama pegawai yang berhenti, untuk kemudian
gajinya tetap dibayarkan untuk dikantongi sendiri (kerap terjadi di perusahaanperusahaan besar)



Membayarkan dana tunjangan (kesehatan, asuransi, pendidikan) untuk pegawai yang
sudah berhenti.

Contoh Modus Fraud Pada Laporan Keuangan:


Dengan sengaja melakukan pengakuan pendapatan terlalu besar/terlalu kecil



Dengan sengaja tidak melakukan penutupan buku di akhir periode (untuk melakukan
perubahan-perubahan tanpa perlu adjustment)



Dengan sengaja menaikan nilai penjualan menjelang penutupan buku, untuk
kemudian di ajust setelah periode berlalu.



Dengan sengaja memundurkan tanggal kontrak (PO) penjualan



Mencatat penjualan dan pengiriman barang fiktif



Memasukan nilai penjualan yang lebih besar dari kenyataannya



Tidak mencatat dan menghilangkan bukti transaksi penjualan agar laba nampak kecil
(untuk penghindaran pajak)



Dengan sengaja memasukaan jenis penjualan non-operasional ke kelompok
pendapatan opersional, atau sebaliknya.



Memanipulasi angka diskon atau rabat



Membuat estimasi barang kembali, melakukan perubahan harga dan jenis konsesi
lainnya



Dengan sengaja tidak mencatat barang retur



Mengakui pendapatan atas tagihan yang jelas-jelas ditolak oleh pelanggan



Mengakui pendapatan (revenue) atas contoh produk (sample/mock up/model) yang
terkirim, padahal aslinya tidak dibayar, agar pendapatan nampak besar pada Laporan
Laba/Rugi.



Mengakui pengiriman barang konsinyasi sebagai penjualan putus



Dengan sengaja menghilangkan bukti transaksi biaya/pendapatan untuk menghindari
pengakuan biaya/pendapatan.



Dengan sengaja membuat bukti transaksi biaya/pendapatan untuk menaikan atau
menurunkan pendapatan.



Dengan sengaja tidak mengakui atau menunda kewajiban kontinjensi



Dengan sengaja menggunakan estimasi persentase pendapatan lebih besar atau lebih
kecil dari yang seharusnya, dari metode pengakuan pendapatan persentase
penyelesaian kontrak



Dengan sengaja mengakui piutang dari pihak yang memiliki hubungan istimewa



Membuat surat perjanjian tidak sah untuk dijadikan bukti transaksi



Mengakui pendapatan atas penyelesaian barang yang sesungguhnya tidak akan pernah
dikirimkan ke pelanggan.



Mencatat adanya pengiriman barang lebih awal (entah sebagian atau seluruhnya),
padahal sesungguhnya barang belum terkirim.



Mengakui perolehan aset tetap fiktif.



Mengakui nilai pembelian aset bersih lebih tinggi dari kesepakatan yang
sesungguhnya, dalam proses merger dan akuisisi.



Mengubah angka nilai wajar aset atas hasil revaluasi



Mengakapitalisasikan suatu biaya (kedalam aset) yang seharusnya tidak dikapitalisasi.



Mengakui sewa pembiayaan sebagai biaya sewa, untuk menghindari pengakuan
kewajiban sewa.



Mensekemakan metode penyusutan atau amortisasi sedemikian rupa sehingga
menjadi lebih besar atau lebih kecil, untuk maksud menaikan nilai aset atau menaikan
pendapatan.



Mengakui goodwill dan aset tak berwujud lainnya dalam nilai yang lebih besar dari
yang seharusnya.



Mengakui adanya investasi yang sesungguhnya fiktif



Memanipulasi nilai wajar investasi dari hasil revaluasi yang sah atau dengan sengaja
tidak melakukan revaluasi saat harga pasar instrument invetasi mengalami penurunan



Mengakui adanya rekening bank dan rekening koran yang sesungguhnya tidak ada



Menaikan nilai barang bersediaan dengan memasukan barang persediaan fiktif.



Menggunakan metode penilain barang persediaan yang tidak sesuai (tidak diijinkan
oleh standar).



Dengan sengaja menggunakan metode penilaian barang persediaan secara tidak
konsisten



Mengakui nilai tagihan lebih besar dari yang sesungguhnya.



Dengan sengaja mengakrualkan biaya yang sesungguhnya telah terjadi dan nilai
nominalnya sudah diketahui secara pasti (sudah ada tagihan)



Mengakui nilai utang yang lebih kecil dari yang seharusnya



Mensekemakan penentuan provisi, cadangan, termasuk penurunan nilai dan translasi
mata uang asing, sedemikian rupa untuk menaikan nilai aset atau menurunkan nilai
liabilitas



Perlakuan atas transaksi inter-company yang tidak sesuai.



Perlakuan penukaran atau penarikan aset yang tidak sesuai

Contoh Modus Korupsi, Kolusi dan Nepotisme:


Memberi perlakuan istimewa kepada pelanggan dan/atau vendor guna memperoleh
suap—yang biasa disebut dengan “balas jasa” (kickback).



Berkolusi dengan pihak pelanggan/dan atau vendor.



Menerima suap dari vendor, setelah memberi perlakuan istimewa (yang
menguntungkan vendor).



Menerima suap atas pemberian kontrak



Menyetujui pemberian order kepada supplier guna memperoleh suap



Membayar atau tidak membayar vendor, yang secara langsung-tidak langsung
memberi keuntungan komersial atau bentuk manfaat kompetitif lainnya bagi pada
vendor lain, dan memperoleh suap darinya.



Menyuap petugas/pejabat pemerintah guna memperoleh perlakuan istimewa atau
keuntungan tertentu (misal: auditor pajak, bea cukai, imigrasi, dll).



Menerima suap dari perusahaan terakuisisi, sehubungan dengan akuisi bisnis, setelah
memberikan perlakuan istimewa yang menguntungkan bagi perusahaan terakuisisi.
(biasanya oleh senior management)



Menjual property perusahaan di bawah harga pasar, guna memperoleh suap dari
pembeli.



Membeli property untuk persusahaan guna memperoleh suap dari penjual atau
agennya.



Menjual konsultasi pribadi dengan pihak ketiga yang bergerak di bidang usaha yang
sama atau sejenis.



Merekrut staf yang memiliki ‘hubungan istimewa’ dengannya, sementara ada kandidat
yang memiliki kualifikasi yang lebih baik.



Memberikan advise/alih-pengetahuan/training kepada pihak (perusahaan) pesaing,
dalam rangka akan pindah kerja ke sana.



Mengikutsertakan diri dalam aktivitas anti-trust (menjelek-jelekan) perusahaan



Mengikutsertakan diri atau berkontribusi (langsung atau langsung) dalam aktivitas
politik secara ilegal.



Mengancam keselamatan pihak (perusahaan) lain guna memperoleh imbal-balik.



Menjanjikan keselamatan dan perlindungan bagi kesalahan yang dilakukan oleh orang
(pihak lain) guna memperoleh imbal-balik.



Mengancam akan membuka rahasia perusahaan atau pihak lain, guna memperoleh
imbal-balik.

Fraud dan Fraud Examiner Di Masa Yang Akan Datang
Tentu saja, yang di atas hanya sebagian dari contoh modus fraud yang terjadi di dalam
perusahaan. Kian hari, orang yang tidak bertanggungjawab kian kreatif dan cerdik. Ditambah
lagi dengan kehadiran prianti berteknologi tinggi, ke depannya fraud akan semakin marak
terjadi. Dengan semakin meningkatnya jumlah dan frekuensi transaksi berbasis internet,
internal fraud mungkin akan mulai bergeser ke eksternal fraud; pencurian (uang, data,
informasi bernilai tinggi) yang dilakukan oleh pihak luar perusahaan.
Melihat penomena fraud yang tak kunjung menurun, dengan jenis-modus fraud yang semakin
pintar dan canggih, rasanya sudah saatnya bagi perusahaan untuk menerapkan sistim
antisipasi fraud yang semakin dimutakhirkan (bukan sekedar sistim pengendalian intern yang
usang).
Note (untuk adik-adik mahasiswa): Profesi ‘fraud examiner‘ ini memiliki prospek yang
sangat menjanjikan. Untuk sektor pemerintah, tentu sudah ada inspektorat jenederal (depkeu)
dan bawasda (daerah), tetapi untuk sektor swasta sampai saat ini, fraud examiner di Indonesia
masih langka (bahkan mungkin belum ada). Di luar sana, sertifikasi dan profesi fraud
examiner sudah banyak tersedia. Saya belum tahu, apakah di Indonesia sudah ada. Jika sudah
ada, coba pertimbangkan untuk mengambil pendalaman profesi ini (selain auditor laporan
keuangan yang sudah umum). Lebih bagus lagi jika dikombinasikan dengan IT Forensic.
Tak kalah pentingnya, dari apa yang sudah saya lihat, seringkali perusahaan sudah
memiliki sistim pengendalian intern yang efektif untuk mendeteksi fraud,
SAYANGNYA BELUM memiliki ‘fraud respon system’ yang memadai. Akibatnya, fraud
terdeteksi, tertangkap, tetapi tidak tahu harus memberlakukannya seperti apa. Tentu,
fraud besar seperti yang dilakukan oleh Melinda D langsung diserahkan ke kepolisian
untuk diproses ke pengadilan, bagaimana dengan fraud yang skalanya lebih kecil?
Apakah pemecatan sudah/belum cukup? Sejauh ini belum ada standard operating
procedure (SOP) yang pasti. Untuk itu, kehadiran ‘fraud respond system’ kiranya
sudah semakin krusial bagi perusahaan-perusahaan di Indonesia. Menurut anda?