perbedaan stabilitas emosi pada perempua

Perbedaan Stabilitas Emosi pada Perempuan Karir yang Sudah Menikah dan
Perempuan Karir yang Belum Menikah
IRMA RUSLIYANI
Program Studi Psikologi Universitas Brawijaya Malang
rusliyani_irma90@yahoo.com

ABSTRACT
This study was aimed to determine the difference of emotional stability between
married career-women and single career-women. This quantitative study was conducted
with quesioner method. The subjects who participated on this study were 50 married
career women anda 50 single career-women. The emotional stability scale from
Chaturvedi and Chander was used for data collection on this study. The result was
analysed by using independent-sample t-tes. The result showed that score t=1.776,
p=0.79,p>0.05, which showing no significant difference exists between married careerwomen and single career-women. The extended analysis was conducted about ration
among dimensions. It is found that there was significant ratio of tolerance between
married career-women and single women-career t=2.272, p=0.025, 0.05) terdistribusi secara normal. dari hasil uji Homogenitas Hasil uji homogenitas
terhadap skor stabilitas emosi pada dua kelompok subjek menggunakan Levene’s test
menunjukkan bahwa varians skor stabilitas emosi pada dua kelompok subjek bersifat
setara (F=0.575, p=0.450, p> 0.05). hasil dari penelitian tambahan berupa perbandingan
skor toleransi pada perempuan karir yang sudah menikah dan belum menikah, terdapat
perbedaan skor toleransi yang signifikan antara perempuan karir yang sudah menikah

dan perempuan yang belum menikah. (p=0.025, p0,05). tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara
perempuan karir yang sudah dan belum menikah memiliki tuntutan peran yang
berbeda-beda. Tuntutan pada perempuan karir yang sudah menikah adalah
tuntutan memiliki peran ganda, yaitu harus mampu membagi peran antara
keluarga dan pekerjaan. Menurut Lakoy (2009) perempuan yang bekerja dengan
status menikah, dihadapkan pada tuntutan multi peran (sebagai isteri, ibu dan
sebagai pekerja) dimana masing-masing peran memerlukan waktu dan tenaga
ekstra. Perempuan karir yang sudah menikah yang memiki peran ganda hasus
pintar dalam mengelola emosi. Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh
Kartini (1994) perempuan yang memiliki peran ganda atau perempuan dalam dua
karir, yaitu perempuan yang harus pintar dalam mengatur tugas pekerjaannya
dengan rumah tangganya.
Sedangkan tuntutan pada perempuan karir yang belum menikah yaitu tuntutan
untuk menikah. Perempuan karir yang belum menikah, memiliki tuntutan-tuntutan
yang harus di penuhi yaitu tuntutan untuk menikah dan membina keluarga.
Perempuan karir yang belum menikah pada usia 20 sampai dengan 34 memiliki
tuntutan-tuntutan yang harus dipenuhi, yaitu tuntutan untuk menikah. Hal ini
sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Lakoy (2009) perempuan bekerja
yang belum menikah pada usia rata-rata 25 sampai dengan 40 tahun selalu
dihadapkan pada tuntutan akan tugas perkembangan dan juga tuntutan masyarakat

yang sepatutnya dipenuhi oleh setiap perempuan usia dewasa yaitu tuntutan untuk
menikah. Oleh karena itu dapat disimpulkan berdasarkan dari hasil penelitian
stabilitas emosi pada perempuan karir yang sudah menikah dan perempuan karir
yang belum menikah memiliki stabilitas emosi yang sama karena hal ini sebabkan
mereka merupakan usia mereka berada pada usia dewasa. Hal ini sesuai dengan
teori Yanti (2010) ketika sudah berumur 30-an, seseorang akan cenderung stabil
dan tenang dalam emosi.
Menurut Lovihan dan Kaunang (2010) perempuan karir yang belum menikah
harus bisa mengontrol emosi dengan baik, yang dimaksud mengontrol emosi
yaitu menghadapi permasalahan di lingkungan mengenai statusnya. Hal ini sesuai
dengan teori yang dikemukakan oleh Halim dkk (2011) perempuan karir harus
dapat mengontrol emosi dangan baik ketika dihapai permasalahan di lingkungan
sosial mengenai statusnya. Dalam penelitian ini terdapat subjek berusia dewasa
awal 20 sampai 30 tahun dan dewasa madya. Setiap individu dalam mengontrol

13

emosi diantara kedua status tersebut juga pasti berbeda (dalam Kamasanthi,
2008).
Menurut Papalia et.al., (1995) sejak usia 20 tahun (dewasa awal) individu

memiliki kepribadian dan gaya hidup yang relatif stabil dan mulai mengambil
peran baru sebagai pekerja. Selain itu muncul pula keinginan untuk membina
hubungan intim yang mengarah pada pernikahan sehingga pada umumnya di usia
ini individu menikah dan menjadi orang tua. Tahap perkembangan dalam
penelitian ini terdapat dua tahap perkembanga yaitu pada masa dewasa awal(20
sampai dengan 40) dan dewasa madya (35 tahun keatas). Tugas perkembanga
pada dewasa awal menurut Havighurst (dalam Hurlock, 1999) memiliki calon
suami, belajar menjadi suami dan istri, mulai berumah tangga,belajar mengurus
anak, mulai bekerja dan bertanggung jawab. Menurut Santrock (2007) orang
dewasa muda termasuk dalam masa transisi, baik transisi secara fisik (physically
role trantition), transisi secara intelektual (cognitive transtition), serta transisi
peran sosial (social role transtition).
Menurut Havighurst (dalam Hurlock, 1999) tugas perkembangan dewasa
madya meliputi: tugas yang berkaitan dengan perkembangan fisik, tugas yang
berkaitan dengan perubahan minat, tugas yang berkaitan dengan penyesuaian
kejurusan dan tugas yang berkaiatan dengan kehidupan keluarga. Perempuan karir
dalam penelitian ini terdapat dua kategori yaitu perempuan karir yang sudah
menikah dan perempuan karir yang belum menikah. Perempuan karir yang sudah
menikah adalah perempuan yang menjalin sebuah pernikahan dan bekerja atau
perempuan yang memiliki dual karir. Menurut Kamasanthi (2008) perempuan

karir yang berstatus peran ganda, membutuhkan komitmen yang tinggi baik
sebagai pekerja maupun sebagai ibu rumah tangga. Apabila berada di rumah,
seorang pekerja akan dituntut komitmennya untuk memberikan perhatian pada
anggota keluarganya yang lain, seperti suami dan anak. Di tempat kerja, mereka
pun harus mempunyai komitmen dan tanggung jawab atas pekerjaan yang
dipercayakan.
Sedangkan perempuan karir yang belum menikah dapat
dikategorikan sebagai kategori perempuan yang tidak terikat dalam pernikahan.
Perempuan karir yang belum menikah lebih bebas dalam mengembangkan karir
untuk mencapai kaemajuan karir yang lebih besar di bandingkan perempuan karir
yang sudah menikah. Hal ini sesuai dengan penelitian Lovihan dan Kaunang
(2010) perempuan karir yang belum menikah atau belum pernah menjadi suami
atau istri lebih berpeluangb untuk mencapai kemajuan karir yang lebih besar.
Jabatan dalam penelitian ini yaitu jabatan responden dibagi menjadi 3
tingkatan manajer, karyawan dan duru/ dosen. Menurut penelitian Harahap (2010)
usia, jenis kelamin dan jabatan mempengaruhi kinerja seseorang, dimana kinerja
ini berpengaruh pada stabilitas emosi, dukungan keluarga, motivasi kerja
seseorang. Jabatan dalam penelitian ini adalah karyawan pada perempuan dewasa
awal usia 20 sampai dengan 30 tahun sebanyak 75%. Menurut penelitian
Kamasanthi (2008) karyawan Apabila karyawati telah memiliki sikap yang negatif

terhadap persoalan yang dihadapi, maka ia akan cenderung mempunyai
motivasiyang rendah untuk melakukan kewajiban dan rutinitasnya sebagai
karyawati dan juga ibu rumah tangga karena mereka akan mudah untuk tidak
konsentrasi, pasif, yang pada akhirnya mereka akan mudah menyerah pada

14

keadaan dan juga pada lingkungannya. Jika sudah demikian maka karyawati akan
memiliki komitmen yang rendah terhadap perusahaan.
Berikut ini adalah hasil diskusi berdasarkan analisis tambahan berupa
perbandingan dimensi yang diketahui bahwa terdapat perbedaan pada aspek
toleransi yang signifikan antara perempuan karir yang sudah menikah dan belum
menikah, dimana perempuan karir yang sudah menikah memiliki sikap toleransi
yang lebih tinggi dibandingkan perempuan karir yang belum menikah. Perempuan
karir yang sudah menikah memiliki peran ganda, yang mana mereka dituntut
untuk memiliki kematangan emosi yang lebih tinggi, karena kematangan emosi
yang baik akan menunjukkan sikap toleransi yang tinggi. Hal ini sejalan dengan
penelitian oleh Marlina (2013) bahwa perempuan yang sudah menikah harus
dapat mengontrol emosinya dengan baik, secara psikologis individu yang
memiliki kematangan emosi yang stabil membuat individu dapat berpikir secara

matang kemudian menimbulkan sikap toleransi yang tinggi. Perempuan karir
yang sudah menikah memiliki tuntutan yang harus dipenuhi, yaitu tuntutan untuk
mampu membagi waktu antara pekerjaan dan keluarga. Hal ini diperlukan untuk
menghindari terjadinya konflik. Menurut Rahmatika (2012) berpendapat bahwa,
pasangan yang sama-sama bekerja harus saling belajar untuk saling bertoleransi
dan memahami sehingga pasangan semakin menyayangi dan merasakan kepuasan
dalam hubungan, rasa puas ini adalah hal yang sangat penting dalam perkawinan
pada perempuan karir yang bekerja agar dalam perkawinannya tidak terjadi
konfik.
Hal ini sesuai dengan penelitian Septiana (2011) perempuan yang bekerja yang
sudah menikah memiliki sikap toleransi yang tinggi dibanding perempuan yang
bekerja belum menikah, karena perempuan yang bekerja dapat menjalankan tugas
sebagai ibu rumah tangga dan memiliki karir. Perempuan karir yang belum
menikah pada penelitian ini sikap toleransi lebih rendah dibandingkan perempuan
karir yang sudah menikah. Perempuan karir yanng belum menikah memiliki
tingkat toleransi yang lebih rendah dibandingkan dengan perempuan karir yang
sudah menikah karena perempuan karir yang belum menikah tidak memiliki
tuntutan seperti pada perempuan karir yang sudah menikah yang harus memiliki
tanggung jawab antara pekerjaan dan rumah tangga, selain mereka harus bisa
menghadapi permasalahan di tempat kerja dengan baik, mereka juga harus

menghadapi konflik peran sosial yang ada di masyarakat dimana seharusnya
perempuan memiliki kodrat sebagai seorang istri dan ibu. Sedangkan perempuan
karir yang belum menikah memiliki toleransi yang rendah berdasarkan dengan
lingkungan sosialnya, apabila lingkungan sosial menerima statusnya yaitu belum
menikah, maka akan menimbulkan sikap toleransi yang tinggi. Hal ini sesuai
dengan Putri (2010) menyatakan bahwa, perempuan karir yang belum menikah
menghadapi berbagai permasalahan dilingkungan sosial terutama ketika dicemooh
atau dipandang lain oleh masyarakat terkait tentang statusnya. Menurut
Santianawati (2007) menyatakan bahwa lingkungan dengan penerimaan sosial
yang baik akan dapat membantu individu untuk menyesuaikan dirinya dengan
lebih baik. Perempuan karir yang belum menikah dan berada pada lingkungan
penerimaan sosial baik dan tidak mempersoalkan statusnya yang belum menikah
akan membuat perempuan karir yang belum menikah lebih bisa menerima diri apa

15

adanya dan dapat berbaur dengan lebih baik dengan lingkungan sosialnya.
Keadaan lingkungan yang baik, damai, tentram, penuh penerimaan, penuh
pengertian dan lingkungan yang mampu membantu proses penyesuaian diri dan
bertanggung jawab serta otoritas. Dampak positif dari penerimaan lingkungan

yang baik bagi perempuan karir yang belum menikah adala munculnya pikiran
positif, rasa empati dan bersikap toleransi terhadap kelemahan-kelemahan yang
dimilikinya (dalam Santianawati, 2007).
Perempuan karir yang belum menikah pada masa dewasa awal jika merasa
terisolasi di lingkungan sosialnya maka sikap toleransi terhadap lingkungan sosial
rendah. Hal ini sependapat dengan teori Menurut Heralita (2009) Sementara itu,
dipihak lain jika perempuan dewasa yang belum menikah pada usia dewasa awal
yang belum menikah merasa terisolasi karena mereka cenderung takut untuk
terlibat dalam keintiman dengan pasangan, karena mereka tidak percaya diri
akbibatnya mereka akan menghindar dan menutup diri dari pergaulan. Hal ini
akan membuat sikap toleransi pada perempuan karir yang belum menikah rendah.
Menurut Yanti(2010) permpuan karir yang belum menikah merupakan masa
keterasingan sosial dimana mereka mengalami “Krisis Isolasi” mereka merasa
tersinggir dari kelompok sosial.
Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan dimensi dan
indikator milik Chturvedi dan Chader (2010). Skala stabilitas emosi memiliki 5
dimensi, yaitu 1. Pesimis vs Optimis, 2. Apatis vs Empati, 3. Dependence vs
Autonomy, 4. Anxiety vs Calm dan 5. Agresi vs Toleransi.
Daftar Pustaka
Chaturvedi, M., & Chander, R. (2010). Development Of Emotional Stability

Scale. Journal
Industrial Psychiatry of India, Vol 19 No 1, 37-40. Sumber:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov.
Diunduh Pada Tanggal 20 Febuari 2013.

Dariyo, A. (2005). Memahami Bimbingan, Konseling dan Terapi Perkawinan
untuk
Pemecahan Masalah Perkawinan. Jurnal Psikologi, Vol 03 No 2. 70-78
Hurlock, E. B. (1999). Psikologi perkembangan Suatu pendekatan Sepanjang Rentang
Kehidupan. Edisi kelima. Jakarta : Erlangga.
Papalia, D. E. (2009). Perkembangan Manusia (Hutman Development). Buku kedua.
Jakarta:Salemba Humanika.
Putri, O.S. (2010). Kesiapan Menikah Pada Wanita Dewasa Madya Yang Bekerja.
Fakultas
Psikologi Universitas Sumatra Utara. Skripsi: Tidak diterbitkan

16

Siwi, T. (2005). Pengaruh Komitmen Profesi, Partisipasi Anggaran, Dan Self-Efficacy
Terhadap Konflik Peran(Studi Empiris Pada Wanita Karir Di Yogjakarta). Skripsi :

Tidak Diterbitkan
Santrock, J.W. (2002). Life Span Development Perkembangan Masa Hidup Jilid II.
Edisi
kelima. Jakarta : Erlangga.
Kartini. (1994). Pemimpin & Kepemimpinan : apakah Pemimpin Abnormal itu?. Edisi
ke 2.
Jakarta : Raja Grafindo Persada.
Pardani, N . (2010). Analisis Tingkat Stress wanita Karir Dalam Peran Gandanya
Dengan
Regresi Logistik Ordinal (Studi Kasus Pada Tenaga Kerja Wanita di Rs. Mardi
Rahayu
Kudus). Skripsi Tidak Diterbitkan.
Yanti. (2010). Perkembangan Sosial-Emosional Pada Masa Dewasa. Artikel.
Feldman, R.S. (2012). Pengantar Psikologi. Buku II. Edisi kesepuluh. Penerbit Jakarta
:
Salemba Humanika
Faizah (2012). Nikah Siri dalam Perspektif Undang-undang Perkawinan. Journal ilmu
hukum, vol 02 No 02, 1-12.
Herlita. (2009). Teori Ericson- Keintiman vs Isolasi. Artikel
Harahap. (2010). Pengaruh Kinerja Karyawan yang Belum Menikah dan yang Sudah

Menikah. Universitas Sumatra Utara. Skripsi : tidak diterbitkan
Halim W.F, Zainal A, Khairudin, Shahrazad W., Nasir & Fatimah. (2011). Emotional
Stability And Conscientiousness As Predictors Towards Job Performance. Jurnal
School
Of Psychology and Human Development,Faculty Of social Sciences And
Humanities, Vol
19 No. 0128-7702

17

Ivancevich, M.J., Konopaske R., & Matteson T.M. (2006). Perilaku dan Manajmen
Organisasi. Edisi ketujuh. Jakarta: Erlangga.
Santianawati, G.(2007). Penyesuaian diri Wanita Bekerja Yang Belum Menikah
Ditinjau
Dari Persepsi Terhadap Perrimaan sosial. Universitas Katolik Soegijapranata
Semarang.
Skripsi : Tidak diterbitkan
Septianingsih, L. 2011. Analisis perbandingan kemampuan entrepreneurship antara
pengusaha wanita dan pria pada usaha kecil dan menengah di Kecamatan Kota
Kudus.
Skripsi: Tidak diterbitkan
Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung:
AlfaBeta.
Marlina, N. (2013) Hubungan Antara Tingkat Pendidikan Orangtua Dan Kematangan
Emosi
Dengan Kecenderungan Menikah Dini. Jurnal Psikologi Universitas Ahmad
Dahlan, Vol
- No -. 01-16. Sumber : uad-journal.com. Diunduh pada Tanggal 08 April 2014.
Kaunang, W.O.R., & Lovihan K.A.M. (2010). Perbedaan Perilaku Asertif pada Wanita
Karier yang Sudah Menikah Dengan yang Belum Menikah Di Minahasa. Jurnal
Psikologi
Universitas Negri Manado dan Universitas Negri Gorontalo, Vol 7 No 4.
1693-9034.
Kamasanthi, T. (2008). Hubungan Locus of Contrl Dengan Komitmen Organisasi Pada
Karyawati yang Belum Berumah Tangga Di PT X Tanggerang. Jurnal psikologi.
Lakoy, S. F. (2009) Psychological Well-Being Perempuan Bekerja dengan Status
Menikah dan Belum Menikah. Jurnal Psikologi Vol 7, No2

Dokumen yang terkait

Analisis komparatif rasio finansial ditinjau dari aturan depkop dengan standar akuntansi Indonesia pada laporan keuanagn tahun 1999 pusat koperasi pegawai

15 355 84

Analisis korelasi antara lama penggunaan pil KB kombinasi dan tingkat keparahan gingivitas pada wanita pengguna PIL KB kombinasi di wilayah kerja Puskesmas Sumbersari Jember

11 241 64

ANALISIS PENGARUH PENERAPAN PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE TERHADAP KINERJA PEMERINTAH DAERAH (Studi Empiris pada Pemerintah Daerah Kabupaten Jember)

37 330 20

FREKWENSI PESAN PEMELIHARAAN KESEHATAN DALAM IKLAN LAYANAN MASYARAKAT Analisis Isi pada Empat Versi ILM Televisi Tanggap Flu Burung Milik Komnas FBPI

10 189 3

SENSUALITAS DALAM FILM HOROR DI INDONESIA(Analisis Isi pada Film Tali Pocong Perawan karya Arie Azis)

33 290 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

Representasi Nasionalisme Melalui Karya Fotografi (Analisis Semiotik pada Buku "Ketika Indonesia Dipertanyakan")

53 338 50

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

DAMPAK INVESTASI ASET TEKNOLOGI INFORMASI TERHADAP INOVASI DENGAN LINGKUNGAN INDUSTRI SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI (Studi Empiris pada perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2006-2012)

12 142 22