PENDAPATAN REGIONAL makalah ini dibuat

PENDAPATAN REGIONAL
(makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah ekonomi regional)
Dosen : Bpk. Kurniawan
Disusun oleh:
Asra Putri Mustika

FAKULTAS SYARI’AH EKONOMI ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI RADEN INTAN
BANDAR LAMPUNG
2014/2015

1

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tujuan dari kebijakan ekonomi adalah menciptakan kemakmuran. Salah satu
ukuran kemakmuran terpenting adalah pendapatan. Kemakmuran tercipta karena
ada kegiatan yang menghasilkan pendapatan. Ada juga pendapatan dari harta,
tetapi harta adalah akumulasi dari kegiatan sebelumnya.
Pendapatan regional adalah tingkat (besarnya) pendapatan masyarakat pada

wilayah analisis . tingkat pendapatan dapat diukur dari total pendapatan wilayah
maupun pendapatan rata-rata wilayah tersebut. Menganalisis suatu region atau
membicarakan pembangunan regional tidak mungkin terlepas dari membahas
tingkat pendapatan masyarakat diwilayah tersebut. Ada beberapa parameter yang
bisa digunakan untuk mengukur adanya pembangunan wilayah. Salah satu
parameter terpenting adalah meningkatnya pendapatan masyarakat. Parameter lain,
seperti meningkatkan lapangan kerja dan pemerataan pendapatan juga sangat
terkait dengan peningkatan pendapatan masyarakat diwilayah tersebut, yaitu yang
dimaksud adalah pendapatan rata-rata msyarakat, untuk itu perlu mengetahui alat
ukur dan metode yang dipakai untuk menetapkan besarnya tingkat pendapatan
masyarakat.nilai tambah inilah yang mengukur tingkat kemakmuran masyarakat
setempat dengan asumsi seluruh pendapatan itu dinikmati masyarakat setempat.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep dan definisi nilai tambah/ pendapatan regional?
2. Seperti apa metode perhitungan pendapatan regional?

2

BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep dan Pengertian Nilai Tambah
Dalam membicarakan pendapatan dan pertumbuhan regional, sangat perlu
diketahui tentang konsep/ arti nilai tambah. Kesalahan yang biasa terjadi adalah
apabila orang menganggap bahwa pendapatan regional adalah identik dengan nilai
produksi yang dihasilkan diwilayah tersebut. Sebenarnya nilai produksi tidak sama
dengan nilai tambah karena dalam nilai produksi terdapat biaya antara
(intermediante cost), yaitu biaya pembelian / biaya perolehan dari sektor lain yang
telah dihitung sebagai produksi atau berasal dari impor (dihitung sebagai nilai
produksi di Negara pengekspor). 1
Menghitung nilai produksi sebagai pendapatan regional bisa mengakibatkan
perhitungan ganda (double-counting). Misalnya seorang tukang kue menghasilkan
100 buah kue per hari yang di jualnya dengan harga @300,00 sehingga nilai
penjualannya/

nilai

produksinya

adalah


Rp.

30.000,00.

Padahal

untuk

menghasilkan kue tersebut dia terpaksa membeli berbagai jenis input seperti
tepung beras, gula, kelapa, vanili, minyak goreng, dan bahan bakar. Bahan-bahan
yang digunakan tersebut telah dihitung di sector lain. Misalnya, beras deihitung
disektor pertanian dan disektor industri penggilingan beras menjadi tepung, gula
telah dihitung di sektor pertanian dan minyak goreng di sektor industri. Jika bahan
baku yang digunakan diimpor dari Negara lain, berarti nilai bahan baku itu telah
dihitung sebagai pendapatan diwilayah lain. Bahan-bahan yang berasal dari sektor
lain disebut “ biaya antara” . bibit termasuk biaya antara karena nilai produksinya
telah dihitung pada periode sebelumnya. Dengan demikian, dalam nilai produksi,
telah terdapat nilai produksi dari sektor/ kegiatan lain dan ini menimbulkan
perhitungan ganda (double-counting) apabila tidak dikurangkan.
1


Robinson Tarigan, ekonomi regional ; teori dan aplikasi,edisi revisi,
Jakarta : Bumi Aksara,2014, hal.13-14

3

Dalam menghitung nilai tambah suatu sektor, biaya antara harus dikeluarkan
atau dikurangkan dari nilai jual produksi pada lokasi tempat produksi. Nilai
tambah inilah yang menggambarkan tingkat kemampuan menghasilkan
pendapatan diwilayah tersebut.
Nilai tambah bruto terdiri dari :
a. Upah dan gaji
b. Laba atau keuntungan
c. Sewa tanah
d. Bunga uang
e. Penyusutan
f. Pajak tidak langsung neto

B. Contoh Perhitungan Nilai Tambah


Berikut adalah contoh perhitungan nilai tambah yang sangat sederhana
Misalnya, seorang petani mengolah sebidang tanah seluas 1 hektar yang ditanam
jagung. Untuk memproduksi jagung, petani tersebut mengeluarkan biaya
sebagai berikut:
1. Membeli bibit 25 kg @Rp. 8.000,00

=Rp.

200.000,00

2. Menyewa traktor untuk lahan 1 ha

=Rp.

300.000,00
4

3. Tenaga kerja yang digaji 50 hk @Rp.8.000,00 =Rp.

400.000,00


4. Pupuk 250 kg @Rp. 2.000,00

=Rp.

500.000,00

5. Pestisida 10 liter @Rp. 50.000,00

=Rp.

500.000,00

6. Sewa mesin pipil

=Rp.

500.000,00

Total pengeluaran


Rp.2.400.000,00

Hasil produksi 5.000 kg @Rp. 1000,00

Rp.5.000.000,00

Keuntungan

Rp.2.600.000,00

Dari contoh diatas biaya antaranya adalah bibit, pupuk, dan pestisida sebesar
Rp.1.200.000,00 sehingga nilai tambah dari kegiatan tersebut adalah Rp.
5.000.000,00- Rp.1.200.000,00 = Rp. 3.800.000,00. Ini adalah bagian yang bisa
dinikmati masyarakat setempat seandainya seluruh faktor-faktor produksi itu
dimiliki oleh masyarakat setempat dengan catatan dari penghasilan tersebut
masih perlu dikurangkan biaya penyusutan dan pajak yang mungkin ditagih
pemerintah.2
C. Berbagai Konsep dan Definisi


Berbagai konsep dan definisi yang biasa dipakai dalam membicarakan
pendapatan regional/ nilai tambah yaitu sebagai berikut :
1.

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
a. PDRB atas harga berlaku

2

Ibid, hal.16

5

PDRB atas harga berlaku adalah jumlah ni;lai produksi atau
pendapatan atau pengeluaran yang dinilai sesuai dengan harga yang
berlaku pada tahun yang bersangkutan.
b. PDRB atas dasar konstan
PDRB atas harga konstan adalah jumlah nilai produksi atau
pendapatan atau pengeluaran yang dinilai atas dasar harga tetap (harga
pada tahun dasar) yang digunakan selama satu tahun.

c. Produk domestik regional bruto atas dasar harga pasar
PDRB atas dasar harga pasar adalah jumlah nilai tambah bruto (gross
value added) yang timbul dari seluruh sektor perekonomian diwilayah itu.
Yang dimaksud dengan nilai tambah bruto adalah nilai produksi (output)
dikurangi dengan biaya antara (intermediate cost). Nilai tambah bruto
mecakup komponen-komponen faktor pendapatan (upah,gaji, bunga,
sewa tanah, dan keuntungan ), penyusutan, dan pajak tidak langsung neto.
Jadi, dengan menghitung nilai tambah bruto dari masing-masing sektor
dan menjumlahkannya, akan menghasilkan produk domestik regional
bruto atas harga pasar.3

2.

Produk Domestik Regional Neto (PDRN) atas harga pasar
Produk domestik regioanal neto atas dasar harga pasar dikurangi

penyusutan. Penyusutan yang dimaksud adalah nilai susut (aus) atau
pengurangan nilai barang-barang modal ( mesin-mesin, peralatan, kendaraan dan
lainnya) karena barang modal tersebut terpakai dalam proses produksi atau
karena faktor waktu

3 Pengertian-definisi.blogspot.com/2011/10/istilah-istilah dalam produk
domestik regional bruto.html. diakses pada hari selasa 26 mei 2015
jam 18:45.

6

3.

Produk Domestik Regional Neto (PDRN) atas dasar biaya faktor
PDRN atas biaya faktor adalah PDRN atas dasar biaya harga pasar

dikurangi

pajak tak langsung neto. pajak tidak langsung meliputi pajak

penjualan, bea ekspor, biaya cukai, dan pajak lain-lain, kecuali pajak pendapatan
dan pajak perseroan. Pajak tidak langsung dari unit-unit produksi dibebankan
kepada pembeli sehingga harga akan otomatis dinaikan oleh produsen itu sendiri.
Berlawanan dengan pajak tidak langsung yang berakibat menaikan harga barang,
subsidi yang diberikan pemerintah kepada unit-unit produksi terutama kepada

unit-unit produksi yang dianggap penting untuk memenuhi kebutuhan kepada
masyarakat luas, akan menurunkan harga pasar. Dengan demikian,pajak tidak
langsung dan subsidi mempunyai pengaruh yang berlawanan terhadap harga
barang dan jasa (output produksi).

4.

Pendapatan regional

Pendapatan regional neto adalah produk domestik regional neto atas dasar
biaya faktor dikurangi aliran dana yang mengalir keluar

ditambah aliran dana

yang mengalir masuk. Produk domestik regional neto atas dasar biaya faktor,
merupakan jumlah dari pendapatan berupa upah dan gaji, bunga, sewa tanah dan
keuntungan yang timbul, atau merupakan pendapatan yang berasal dari kegiatan
diwilayah tersebut. Akan tetapi pendapatan yang dihasilkan tersebut, tidak
seluruhnya menjadi pendapatan penduduk daerah lain, misalnya suatu
perusahaan yang modalnya dimiliki oleh orang luar, tetapi perusahaan tadi
beroperasi di daerah tersebut. Dengan sendirinya keuntungan perusahaan itu
sebagian akan menjadi milik orang luar, yaitu milik orang yang mempunyai
modal. Sebaliknya jika ada penduduk daerah menanamkan modal diluar daerah
makan sebagian keuntungan perusahaan akan mengalir kedaerah tersebut.
7

5.

Pendapatan perorangan dan pendapatan yang siap dibelanjakan

Pendapatan perorangan merupakan pendapatan yang diterima oleh rumah
tangga. Ternyata tidak seluruh pendapatan regional diterima oleh rumah tangga,
pajak pendapatan perusahaan diterima oleh pemerintah, keuntungan yang tidak
dibagikan ditahan diperusahaan-perusahaan dan dana jaminan sosial dibayar
kepada instansi yang berwenang. Akan tetapi sebaliknya , rumah tangga masih
mnerima tambahan berupantransfer payment. Baik dari pemerintah maupun
perusahaan dan bunga netto atas utang pemerintah maupun perusahaan dan
bunga neto atas utang pemerintah apabila pendapatan perorangan dikurangi
dengan pajak yang langsung dibebankan kepada rumah tangga dan hibah yang
diberikan oleh rumah tangga, hasilnya merupakan pendapatan yang siap
dibelanjakan (disposable income).

6.

Pendapatan regional atas dasar harga konstan

Harga konstan artinya harga produk didasarkan atas harga pada tahun tertentu.
Tahun yang dijadikan patokan harga disebut tahun dasar untuk penetuan harga
konstan. Jadi, kenaikan pendapatan hanya disebabkan oleh meningkatnya jumlah
fisik produksi karena harga dianggap tetap/konstan. Akan tetapi, pada sektor jasa
yang tidak memiliki unit produksi, nilai produksi dinyatakan dalam harga jual.

7. Pendapatan perkapita
Pendapatan perkapita adalah total pendapatan suatu daerah dibagi jumlah
penduduk didaerah tersebut untuk tahun yang sama. Angka yang digunakan
8

semestinya adalah total pendapatan regional dibagi jumlah penduduk. Akan
tetapi, angka ini sering kali tidak diperoleh sehingga diganti dengan total PDRB
atas dasar harga pasar dibagi dengan jumlah penduduk. Angka pendapatan
perkapita dapat dinyatakan dalam harga berlaku maupun dalam harga konstan 4
tergantung pada kebutuhan.

D. Metode perhitungan pendapatan retgional
Metode perhitungan pendapatan regional pada tahap pertama dapat dibagi
dalam dua metode, yaitu metode langsung dan metode tidak langsung. Metode
langsung adalah perhitungan dengan menggunakan data daerah atau data asli
yang menggambarkan kondisi daerah dan digali dari sumber data yang ada di
daerah itu sendiri. Hal ini berbeda dengan metode tidak langsung yang
menggunakan data dari sumber nasional yang dialokasikan kemasing-masing
daerah.
1. Metode langsung dapat dilakukan dengan menggunakan 3 macam cara,
yaitu :
a. Pendekatan produksi
Pendekatan produksi adalah penghitungan nilai tambah barang dan
jasa yang diproduksi oleh suatu kegiatan/ sektor ekonomi dengan cara
mengurangkan biaya antara dari total nilai produksi bruto sector atau
subsektor

tersebut.

Pendekatan

ini

banyak

digunakan

untuk

memperkirakan nilai tambah dari sektor/ kegiatan yang produksinya
berbentuk fisik/ barang, seperti pertanian, pertambangan, dan industri
sebagainya. Nilai tambah merupakan selisih antara nilai produksi (output)
dan nilai biaya antara( intermediate cost), yaitu bahan baku/ penolong dari
luar yang dipakai dalam proses produksi . sektor jasa yang menerima
4

Op cit, hal.28-20

9

pembayaran atas jasa yang diberikannya (sesuai dengan harga pasar),
masih bisa dihitung dengan pendekatan produksi. Akan tetapi, akan leih
muda apabila dihitung dengan pendekatan pendapatan.

b. Pendekatan pendapatan
Dalam pendekatan pendapatan, nilai tambah dari setiap kegiatan
ekonomi diperkirakan dengan menjumlahkan semua balas jasa yang
diterima faktor produksi, yaitu upah dan gaji surplus usaha, penyusutan,
dan pajak tidak langsung neto. metode pendekatan pendapatan banyak
dipakai pada sektor jasa, tetapi tidak dibayar setara harga pasar, misalnya
sektor pemerintahan.
c. Pendekatan pengeluaran
Pendapatan dari segi pengeluaran adalah menjumlahkan nilai
penggunaan akhir dari barang dan jasa yang diproduksi didalam negeri. jika
dilihat dari segi penggunaan maka total penyediaan/ produksi barang dan
jasa itu digunakan untuk :
(a) Konsumsi rumah tangga
(b) Konsumsi lembaga swasta yang tidak mencari untung
(c) Konsumsi pemerintah
(d) Pembentukan modal tetap bruto (investasi)
(e) Perubahan stok, dan
1
0

(f) Ekspor neto
Ekspor neto adalah total ekspor dikurangi total impor. Total penyediaan
(total barang dan jasa yang tersedia) didalam negeri saja maka total konsumsi
harus dikurangi dengan nilai impor kemudian ditambah dengan nilai ekspor.
Sebenarnya pendekatan pengeluaran juga menghitung juga apa yang
diproduksi diwilayah tersebut tetapi hanya yang menjadi konsumsi atau
penggunaan akhir. Berbeda dengan pendekatan produksi, pendekatan
pengeluran tidak menimbulkan perhitungan ganda karena apa yang telah di
konsumsi seseorang atau lembaga sebagai konsumsi akhir tidak akan dapat
lagi dikonsumsi orang atau lembaga lain.
2. Metode tidak langsung
Metode tidak langsung adalah suatu cara mengalokasikan produk
domestic bruto dari wilayah yang lebih luas kemasing-masing bagian
wilayah, misalnya mengalokasikan PDB Indonesia kesetiap provinsi
dengan menggunakan alokator tertentu, alokator yang digunakan yaitu :
a. Nilai

produksi bruto atau neto setiap sector/ subsector, pada

wilayah yang dialokasikan
b. Jumlah produksi pisik
c. Tenaga kerja
d. Penduduk, dan
e. Alokator tridak langsung lainnya.
Dengan menggunakan salah satu atau kombinasi dari beberapa
alokator dapat diperhitungkan persentase bagian masing-masing provinsi
terhadap nilai tambah setiap sektor dan subsektor.

1
1

E. Ketidakmerataan Pendapatan Regional
Secara regional atau antarwilayah , berlangsung pula ketidak merataan
distribusi pendapatan antar lapisan masyarakat. Bukan hanya itu bahkan
diwilayah-wilayah di Indonesia bahkan terdapat ketidak merataan tingkat
pendapatan itu sendiri. Jadi, dalam perspektif antar wilayah, ketidak
merataan terjadi baik dalam hal tingkat pendapatan masyarakat antar
wilayah yang satu dengan yang lain. Maupun dalam hal distribusi
pendapatan dikalangan penduduk masing-masing wilayah (region).5

TABEL 1.1 koefisien gini di Pulau Jawa dan Luar Jawa Daerah Pedesaan
dan Daerah Perkotaan, pada Tahun 1976- 1984 (dihitung berdasarkan data
pendapatan)
wilayah dan
daerah
pulau jawa
daerah
perdesaan
daerah
perkotaan
luar jawa
derah
perdesaan
daerah
perkotaan

5

1976

1978

0,505

0,521

0,479

0,483

0,445

0,487

0,461

0,425

0,456

0,437

0,402

0,360

1982
0,447
0,411
0,394
0,464
0,460
0,365

1984
0,435
0,380
0,418
0,389
0,356
0,391

Dumairy, Perekonomian Indonesia, Jakarta: Erlangga,1996, hal.59

1
2

Dalam perbandingan antara Pulau Jawa dan Luar Jawa, secara umum ditribusi
pendapatan dikalangan lapisan-lapisan masyarakat di luar Jawa lebih baik dari
pada di Jawa, namun demikian, distribusi itu sendiri semakin membaik dikedua
wilayah. Dalam perspektif perbandingan antar daerah dimasing-masing wilayah,
terdapat kecendrungan yang sama dikedua wilayah. Pada tahun1976, baik di Jawa
maupun diluar Jawa .
Distribusi pendapatan diderah perdesaaan lebih timpang dari pada diaerah
perkotaan.akan tetapi pada tahun 1984, distribusi pendapatan orang-orang desa di
kedua wilayah ini menjadi lebih merata dibandingkan distribusi pendapatan orangorang kotanya.
Dalam hal tingkat pendapatannya sendiri , terdapat perbedaan yang cukup
mencolok diantara wilayah-wilayah ditanah Air perbandingannya dapat dilakukan
melalui angka-angka Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) perkapita antar
propinsi. PDRB perkapita sangat tidak merata, merentang dari yang terendah
sebesar Rp. 431 ribu per tahun (Timor Timur) hingga yang tertinggi sebesar
Rp.6,33 juta per tahun(Kalimantan Timur). Angka ini adalah data tahun 1991
menurut perhitungan nominal berdasarkan harga yang berlaku, sebagaimana
diperlihatkan oleh table 1.2 polanya tidak berbeda jika dihitung secara riil
berdasarkan harga konstan tahun 1983 pola dat tahun 1991 ini juga tak berbeda
banyak dengan pola data tahun 1986 . 12 propinsi yang tercantum didalam table
ini bertanda bintang (*) maksudnya perhitungan PDRB mereka termasuk nilai
tambah dari minyak bumi dan hasil-hasilnya. Perhitungan PDRB propinsi-propinsi
selebihnya tidak demikian karena memang tidak menghasilkan minyak bumi.6

6

Ibid, hal 60

1
3

TABEL 1.2 PDRB per Kapita Menurut Harga Berlaku dan Harga Konstan, pada
tahun 1986 dan 1991(dalam ribuan rupia)

Propinsi

Tahun
1988

Tahun
1991

HB
Daerah Istimewa
Aceh*
Sumatra Utara*
Sumatra Barat
Riau*
Jambi*
Sumatra
Selatan*
Bengkulu
Lampung
DKI Jakarta
Jawa Barat*
Jawa Tengah*
Di Yogyakarta
Jawa Timur*
Kalimantan Barat
Kalimantan
Tengah
Kalimantan
Selatan*
Kalimantan
Timur*
Sulawesi Utara
Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan
Sulawesi
Tenggara
Bali
Nusa tenggara
Barat
Nusa Tenggara
Timur
Maluku*
Irian Jaya*
Timor Timur
INDONESIA

1.712
551
495
2.732
407
838
458
335
1.702
495
423
408
510
475
627
526
3.537
378
353
405
366
641
250
243
445
769
202
623

HK-83

HB

HK-83

1930
440
381
2660
336

2228
1173
932
4445
755

1689
616
484
2597
429

772
339
260
1364
426
348
311
415
387

1410
779
597
3112
1026
906
754
1043
990

802
411
330
1757
535
453
391
549
513

498

1142

589

432

1040

556

3419
315
277
327

6333
685
630
750

3205
413
365
434

321
436

707
1251

434
620

204

461

258

193
367
588
151
523

404
941
1349
431
1254

227
495
707
303
679
1

4

Di antara 27 propinsi di tanah air, per tahun 1991 hanya ada 6 propinsi yang
PDRB per kapitanya lebih besar dari pada PDB per kapita Indonesia. Angka PDB
per kapita Indonesia di sini termasuk minyak bumi dan hasil-hasilnaya. Keenam
propinsi dimaksud adalah daerah Istimewa Aceh, Riau, Sumatra Selatan, Daerah
Khusus Ibukota Jakarta ,Kalimantan Timur, dan Irian Jaya. Berarti keenam
propinsi inilah yang pendapatan perkapita penduduknya lebih tinggi dari pada
pendapatan perkapita rata-rata Indonesia . tidak semua propinsi menghasilkan
minyak bumi memiliki PDRB perkapita lebih besar dari pada PDB per kapita. Di
lain pihak, diantara enam propinsi yang pendapatan perkapitanya lebih besar dari
pada pendapatan perkapita Indonesia, ada yang tidak menghasilkan minyak bumi
yaitu DKI Jakarta.
Lebih besarnya pendapatan perkapita penduduk Jakarta dari pada penduduk
Indonesia sebagai keseluruhan, meskipun propinsi ini tidak menghasilkan minyak
bumi sehingga dimaklum Jakarta merupakan Ibukota Negara. Wilayah ini bukan
saja pusat pemerintahan, tapi sekaligus juga menjadi pusat perekonomian.
Kegiatan ekonomi Indonesia bertumpu disini. Oleh karena tumpuan itu sudah
berlebihan sehingga menyebabkan wilayah-wilayah lain menjadi kurang
berkembang. Dari fakta ini cukup diketahui bahwa selama ini berlangsung ketidak
merataan aktivitas ekonomi atau kegiatan pembangunan antar wilayah ditanah air.
Fakta ini semakin terbukti apabila dilihat dari fakta-fakta lain.
Kembali ke table 1.2 kita perhatikan data tahun 1986 menurut harga berlaku,
PDRB perkapita Bali, propinsi yang juga tidak menghasilkan minyak bumi, lebih
besar dari pada PDB perkapita Indonesia. Artinya propinsi ini dalam perbandingan
antar waktu antara tahun 1983 dan tahun 1986, ternyata tidak menghasilkan
kenaikan produksi riil. Kenaikan PDRB propinsi ini lebih disebabkan kenaikan
harga-harga . dengan kata lain, laju inflasi propinsi ini pada tahun 1986 lebih cepat
dari pada laju inflasi Indonesia sebagai keseluruhan.
1
5

BAB III
KESIMPULAN

1
6

1. Pendapatan regional adalah tingkat (besarnya) pendapatan masyarakat pada
wilayah analisis
2. Nilai tambah bruto terdiri dari :
g. Upah dan gaji
h. Laba atau keuntungan
i. Sewa tanah
j. Bunga uang
k. Penyusutan
3. Berbagai konsep dan definisi yang biasa dipakai dalam membicarakan
pendapatan regional/ nilai tambah yaitu sebagai berikut :
a. Produk Domestik Regional bruto (PDB)
b. Produk Domestik Regional Neto (PDRN) atas harga pasar
c. Produk Domestik Regional Neto (PDRN) atas dasar biaya faktor
d. Pendapatan regional
e. Pendapatan perorangan dan pendapatan yang siap dibelanjakan
f. Pendapatan regional atas dasar harga konstan
g. Pendapatan perkapita
4. Metode perhitungan pendapatan retgional ada dua,diantaranya yaitu:
a. Metode langsung
1
7

b. Metode tidak langsung

DAFTAR PUSTAKA

Tarigan Robinson,2014. Ekonomi Regional ;teori dan aplikasi.
jakarta; Bumi Aksara
Pengertian-definisi.blogspot.com/2011/10/istilah-istilah dalam produk
domestik regional bruto.html.
Dumairy,1996. Perekonomian Indonesia, Jakarta: Erlangga

1
8