PEMBAHASAN SECARA: mempelajari filsafat hukum
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Filsafat adalah studi tentang seluruh fenomena kehidupan dan pemikiran manusia secara kritis
dan dijabarkan dalam konsep mendasar. Filsafat tidak didalami dengan melakukan eksperimeneksperimen dan percobaan-percobaan, tetapi dengan mengutarakan masalah secara persis,
mencari solusi untuk itu, memberikan argumentasi dan alasan yang tepat untuk solusi tertentu.
Akhir dari proses-proses itu dimasukkan ke dalam sebuah proses dialektika. Untuk studi falsafi,
mutlak diperlukan logika berpikir dan logika bahasa. Logika merupakan sebuah ilmu yang samasama dipelajari dalam matematika dan filsafat. Hal itu membuat filasafat menjadi sebuah ilmu
yang pada sisi-sisi tertentu berciri eksak di samping nuansa khas filsafat, yaitu spekulasi,
keraguan, rasa penasaran dan ketertarikan. Filsafat juga bisa berarti perjalanan menuju sesuatu
yang paling dalam, sesuatu yang biasanya tidak tersentuh oleh disiplin ilmu lain dengan sikap
skeptis yang mempertanyakan segala hal.
Semenjak Immanuel Kant yang menyatakan bahwa filsafat merupakan disiplin ilmu yang
mampu menunjukkan batas-batas dan ruang lingkup pengetahuan manusia secara tepat; maka
semenjak itu pula refleksi filsafat mengenai pengetahuan manusia menjadi menarik perhatian.
Dan lahirlah pada abad 18 cabang filsafat yang disebut sebagai filsafat pengetahuan (theory of
knowledge atau epistemology). Melalui cabang filsafat ini diterangkan sumber serta tatacara
untuk menggunakan sarana dan metode yang sesuai guna mencapai pengetahuan ilmiah.
Diselidiki pula evidensi dan syarat-syarat yang harus dipenuhi bagi apa yang disebut kebenaran
ilmiah, serta batas batas validitasnya.
Mula-mula filsafat berarti sifat seseorang berusaha menjadi bijak, selanjutnya filsafat mulai
menyempit yaitu lebih menekankan pada latihan berpikir untuk memenuhi kesenangan intelektual
(intelectual curiosity), juga filsafat pada masa ini ialah menjawab pertanyaan yang tinggi yaitu
pertanyaan yang tidak dapat dijawab oleh sains. Secara terminologi filsafat banyak diartikan oleh
para ahli secara berbeda, perbedaan konotasi filsafat disebabkan oleh pengaruh lingkungan dan
pandangan hidup yang berbeda serta akibat perkembangan filsafat itu sendiri seperti; James
melihat konotasi filsafat sebagai kumpulan pertanyaan yang tidak pernah terjawab oleh sains
secara memuaskan. Russel melihat filsafat pada sifatnya ialah usaha menjawab, objeknya ultimate
question. Phytagoras menunjukkan filsafat sebagai perenungan tentang ketuhanan. Poedjawijatna
(1974: 11) menyatakan filsafat diartikan ingin mencapai pandai, cinta, pada kebijakan, dan
sebagai jenis pengetahuan yang berusaha mencari sebab yang sedalam-dalamnya bagi segala
1
sesuatu berdasarkan pikiran belaka. Hasbullah Bakry (1971: 11) mengatakan filsafat menyelidiki
segala sesuatu dengan mendalam mengenai ketuhanan, alam semesta, dan manusia sehingga dapat
menghasilkan pengetahuan tentang bagaimana hakikatnya sejauh yang dapat dicapai akal manusia
dan bagiamana sikap manusia itu harus setelah mencapai pengetahuan itu, dan masih banyak
pendapat dari tokoh-tokoh lainnya.
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian filsafat ?
2. Apa pengertian filsafat hokum?
3. Apa saja yang menjadi objek dalam ruang lingkup filsafat hukum?
4. Pengertian hokum alam ?
5. Bagaimana aliran hokum alam dalam filsafat hokum?
1.3 TUJUAN
Tujuan dari mempelajari filsafat hokum adalah untuk menjelaskan nilai-nilai dan
dasar hokum, sampai pada dasar filosofisnya, ditemukannya hakiat, esensi, subtansi,
rohnya hokum. Sehingga hokum mampu hidupmdalam masyarakat (kejujuran,
kemanusiaan, keadilan, eculty).
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 PENGERTIAN FILSAFAT
Filsafat berasal dari kata Yunani, yaitu Philosopha. Philo atau philein berarti cinta,
Sophia berarti kebjaksanaan. Gabungan kedua kata dimagsud berarti cinta kebijaksanaan.
Selain itu, dalam bahasa Arab dikenal dengan kata Hikmah yang berarti sama dengan arti
kebijaksanaan.
Filsafat adalah usaha untuk memahami atau mengerti semesta dalam hal makna
(hakikat) dan nilai-nilainya (esensi) yang tidak cukup dijangkau hanya dengan panca
indera manusia sekalipun. Bidang filsafat sangatlah luas dan mencakup secara
keseluruhan sejauh dapat dijangkau oleh pikiran. Filsafat berusaha untuk menjawab
pertanyaan-pertanyaan tentang asal mula dan sifat dasar alam semesta tempat manusia
hidup serta apa yang merupakan tujuan hidupnya. Filsafat menggunakan bahan-bahan
dasar deskriptif yang disajikan bidang-bidang studi khusus dan melampaui deskripsi
tersebut dengan menyelidiki atau menanyakan sifat dasarnya, nila-nilainya dan
kemungkinannya.Tujuannya adalah pemahaman dan kebijaksanaan.Karena itulah filsafat
merupakan pendekatan yang menyeluruh terhadap kehidupan dan dunia.Suatu bidang
yang berhubungan erat dengan bidang-bidang pokok pengalaman manusia.
2.2 PENGERTIAN FILSAFAT HUKUM
Filsafat Hukum adalah cabang filsafat yang membicarakan apa hakikat hukum, apa
tujuannya, mengapa hukum ada dan mengapa orang harus tunduk kepada hukum.
Disamping menjawab pertanyaan masalah-masalah umum abstrak tersebut, filsafat
hukum juga membahasa soal-soal kongkret mengenai hubungan antara hukum dan moral
(etika) dan masalah keabsahan berbagai macam lembaga hokum.
3
2.3 RUANG LINGKUP OBJEK KAJIAN FILSAFAT HUKUM
Objek pengkajian filsafat hukum
Bambang Sutiyoso, SH. M.Hum.
Ada pendapat yang mengatakan bahwa karena filsafat hukum merupakan bagian khusus dari
filsafat pada umumnya, maka berarti filsafat hukum hanya mempelajari hukum secara khusus.
Sehingga, hal-hal non hukum menjadi tidak relevan dalam pengkajian filsafat hukum. Penarikan
kesimpulan seperti ini sebetulnya tidak begitu tepat. Filsafat hukum sebagai suatu filsafat yang
khusus mempelajari hukum hanyalah suatu pembatasan akademik dan intelektual saja dalam
usaha studi dan bukan menunjukkan hakekat dari filsafat hukum itu sendiri.
Sebagai filsafat, filsafat hukum tunduk pada sifat-sifat, cara-cara dan tujuan-tujuan dari
filsafat pada umumnya. Di samping itu, hukum sebagai obyek dari filsafat hukum akan
mempengaruhi filsafat hukum. Dengan demikian secara timbal balik antara filsafat hukum dan
filsafat saling berhubungan.
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa filsafat hukum adalah cabang filsafat, yaitu filsafat
tingkah laku atau etika, yang mempelajari hakikat hukum. Dengan perkataan lain, filsafat hukum
adalah ilmu yang mempelajari hukum secara filosofis. Jadi objek filsafat hukum adalah hukum,
dan obyek tersebut dikaji secara mendalam sampai kepada inti atau dasarnya, yang disebut
hakikat.
Pertanyaan tentang apa apa hakikat hukum itu sekaligus merupakan pertanyaan filsafat hukum
juga. Pertanyaan tersebut mungkin saja dapat dijawab oleh ilmu hukum, tetapi jawaban yang
diberikan ternyata serba tidak memuaskan. Menurut Apeldorn , hal tersebut tidak lain karena ilmu
hukum hanya memberikan jawaban yang sepihak. Ilmu hukum hanya melihat gejala-gejala
hukum sebagaimana dapat diamati oleh pancaindra manusia mengenai perbuatan-perbuatan
manusia dan kebiasaan-kebiasaan masyarakat. Sementara itu pertimbangan nilai di balik gejalagejala hukum, luput dari pengamatan ilmu hukum. Norma atau kaidah hukum, tidak termasuk
dunia kenyataan (sein), tetapi berada pada dunia nilai (sollen), sehingga norma hukum bukan
dunia penyelelidikan ilmu hukum.
Hakikat hukum dapat dijelaskan dengan cara memberikan suatu definisi tentang hukum. Sampai
saat ini menurut Apeldorn, sebagaimana dikutip dari Immanuel Kant, para ahli hukum masih
mencari tentang apa definisi hukum. Definisi (batasan) tentang hukum yang dikemukakan para
ahli hukum sangat beragam, tergantung dari sudut mana mereka melihatnya.
Ahli hukum Belanda J. van Kan , mendefinisikan hukum sebagai keseluruhan ketentuanketentuan kehidupan yang bersifat memaksa, yang melindungi kepentingan-kepentingan orang
dalam mayarakat. Pendapat tersebut mirip dengan definisi dari Rudolf von Ihering, yang
menyatakan bahwa hukum bahwa hukum adalah keseluruhan norma-norma yang memaksa yang
berlaku dalam suatu negara. Hans Kelsen menyatakan hukum terdiri dari norma-norma
4
bagaimana orang harus berperilaku. Pendapat ini di dukung oleh ahli hukum Indonesia, Wiryono
Prodjodikoro , yang menyatakan hukum adalah rangkaian peraturan mengenai tingkah lau orangorangsebgai anggota suatu masyarakat, sedangkan satu-satunya tujuan dari hukum ialah
menjamin keselamatan, kebahagiaan, dan tata tertib dalam masyarakat itu.
Selanjutnya Notohamidjoyo berpendapat bahwa hukum adalah keseluruhan peraturan yang
tertulis dan tidak tertulisyang biasanya bersifat memaksa untuk kelakuan manusia dalam
masyarakat negara serta antar negara, yang berorientasi pada dua asas, yaitu keadilan dan daya
guna, demi tata tertib dan kedamaian dalam masyarakat.
Definisi-definisi tersebut menunjukkan betapa luas sesungguhnya hukum itu. Keluasan
bidang hukum itu dilukiskan oleh Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto dengan
menyebutkan sembilan arti hukum. Menurut mereka, hukum dapat diartikan sebagai : (1) ilmu
pengetahuan, yakni pengetahuan yang tersusun secara sistematis atas dasar kekuatan pemikiran;
(2) disiplin, yakni suatu sistem ajaran tentang kenyataan atau gejala-gejala yang dihadapi ; (3)
norma, yakni pedoman atau patokan siakap tindak atau perikelakuan yang pantas atau diharapkan;
(4) tata hukum, yakni struktur dan proses perangkat norma-norma hukum yang berlaku pada suatu
waktu dan tempat tertentu serta berbentuk tertulis; (5) petugas, yakni pribadi-pribadi yang
merupakan kalangan yang berhubungan erat dengan penegakan hukum (law enforcement officer)
; (6) keputusan penguasa, yakni hasil proses diskresi ; (7) proses pemerintahan, yaitu proses
hubungan timbal balik antara unsur-unsur pokok dari sistem kenegaraan; (8) sikap tindak ajeg
atau perikelakuan yang teratur, yakni perikelakuan yang diulang-ulang dengan cara yang sama,
yang bertujuan untuk untuk mencapai kedamaian; (9) jalinan nilai-nilai, yaitu jalinan dari
konsepsi-konsepsi abstrak tentang apa yang dianggap baik dan buruk.
Dengan demikian, apabila kita ingin mendefinisikan hukum secara memuaskan, kita harus dapat
merumuskannya dalam suatu kalimat yang cukup panjang yang meliputi paling tidak sembilan
arti hukum di atas.
Mengingat objek filsafat hukum adalah hukum, maka masalah atau pertanyaan yang dibahas
oleh filsafat hukum itupun antara lain berkaitan dengan hukum itu sendiri, seperti hubungan
hukum dengan kekuasaan, hubungan hukum kodrat dengan hukum positif, apa sebab orang
menaati hukum, apa tujuan hukum, sampai pada masalah-masalah kontemporer seperti masalah
hak asasi manusia, keadilan dan etika profesi hukum.
Selanjutnya Apeldorn , menyebutkan tiga pertanyaan penting yang dibahas oleh filsafat hukum,
yaitu : (1) adakah pengertian hukum yang berlaku umum ; (2) apakah dasar kekuatan mengikat
dari hukum ; dan (3) adakah sesuatau hukum kodrat. Lili Rasyidi menyebutkan pertanyaan yang
menjadi masalah filsafat hukum, antara lain : (1) hubungan hukum dengan kekuasaan ; (2)
hubungan hukum dengan nilai-nilai sosial budaya ; (3) apa sebabnya negara berhak menghukum
seseorang ; (4) apa sebab orang menaati hukum ; (5) masalah pertanggungjawaban ; (6) masalah
5
hak milik ; (7) masalah kontrak ; (8) dan masalah peranan hukum sebagai sarana pembaharuan
masyarakat.
Apabila kita perbandingkan antara apa yang dikemukakan oleh Apeldorn dan Lili Rasyidi
tersebut, tampak bahwa masalah-masalah yang dianggap penting dalam pembahasan filsafat
hukum terus bertambah dan berkembang, seiring dengan perkembangan zaman. Demikian pula
karena semakin banyaknya para ahli hukum yang menekuni dunian filsafat hukum.
2.4 PENGERTIAN HUKUM ALAM
Hukum alam merupakan hukum yang bersifat abadi dan universal. Sejarah umat
manusia berusaha untuk menemukan keadilan yang mutlak atau yang seriung disebut
dengan absolute justice meskipun dalam perkembangannya sering mengaami kegagalan.
Manusia mencari pembenaran akan nilai keadilan. Menurut Friedman, aliran ini timbul
karena kegagalan manusia dalam mencari keadilan yang absolut, sehingga hukum alam dipandang
sebagai hukum yang berlaku secara universal dan abadi.
Aliran-aliran utama filsafat hukum yang akan dibicarakan yaitu:
(1) AliranHukum Alam;
(2) Positivisme hukum;
(3) Utilitaianisme;
(4) Mazhab Sejarah;
(5) Sociological Jurisprudence;
(6) Realisme Hukum;
(7) Freirechtslehre.
2.5 ALIRAN HUKUM ALAM
Menurut sumbernya, aliran hukum alam dapat dibagi dua macam yaitu:
1. Hukum Alam Irasional
Aliran hukum yang irasional berpendapat bahwa hukum yang berlaku universal dan
abadi itu bersumber dari Tuhan secara langsung. Sebaliknya, aliran hukum alam yang
rasional berpendapat bahwa sumber hukum yang universal dan abadi itu adalah rasio
manusia.
Thomas Aquinas membagi hukum ke dalam 4 golongan, yaitu:
a) Lex Aeterna, merupakan rasio Tuhan sendiri yang mengatur segala hal dan merupakan
sumber dari segala hukum. Rasio ini tidak dapat ditangkap oleh pancaindera manusia.
b) Lex Divina, bagia dari rasio Tuhan yang dapat ditangkap oleh manusia berdasarkan waktu
yang diterimanya.
6
c)
Lex Naaturalis, inilah yang dikenal sebagai hukum alam dan merupakan penjelmaan dari
rasio manusia.
d)
Lex Posistivis, hukum yang berlaku merupakan pelaksanaan hukum alam oleh manusia
berhubung dengan syarat khusus yang diperlukan oleh keadaan dunia. Hukum ini diwujudkan
ke dalam kitab-kitab suci dan hukum positif buatan manusia.
Penulis lain, William Occam dari Inggris mengemukakn adanya hirarkis hukum, dengan
penjelasan sebagai berikut:
a. Hukum Universal, yaitu hukum yang mengatur tingkah laku manusia yang bersumber dari
rasio alam.
b. Apa yang disebut sebagai hukum yang mengikat masyarakat berasal dari alam.
c. Hukum yang juga bersumber dari prinsip-prinsip alam tetapi dapat diubah oleh penguasa.
Occam juga berpendapat bahwa hukum identik dengan kehendak mutlak Tuhan Sementara itu
Fransisco Suarez dari Spanyol berpendapat demikian, manusia yang bersusila dalam pergaulan
hidupnya diatur oleh suatu peraturan umum yang harus memuat unsusr-unsur kemauan dan akal.
Tuhan adalah pencipta hukum alam yang berlaku di semua tempat dan waktu. Berdasarkan
akalnya manusia dapat menerima hukum alam tersebut, sehingga manusia dapat membedakan
antara yang adil dan tidak adil, buruk atau jahat dan baik atau jujur. Hukum alam yang dapat
diterima oleh manusia adalah sebagian saja, sedang selebihnya adalah hasil dari akal (rasio)
manusia.
2. Hukum Alam Rasional
Sebaliknya, aliran ini mengatakan bahwa sumber dari hukum yang universal dan abadi
adalah rasio manusia. Pandangan ini muncul setelah zaman Renaissance (pada saat rasio manusia
dipandang terlepas dari tertib ketuhanan/lepas dari rasio Tuhan) yang berpendapat bahwa hukum
alam muncul dari pikiran (rasio) manusia tentang apa yang baik dan buruk penilaiannya
diserahkan kepada kesusilaan (moral) alam. Tokoh-tokohnya, antara lain: Hugo de Groot
(Grotius), Christian Thomasius, Immanuel Kant, dan Samuel Pufendorf.
Pendasar hukum alam yang rasional adalah Hugo de Groot (Grotius), ia menekankan adanya
peranan rasio manusia dalam garis depan, sehingga rasio manusia sama sekali terlepas dari
Tuhan. Oleh karena itu rasio manusialah sebagai satu-satunya sumber hukum.
Tokoh penting lainnya dalam aliran ini ialah Immanuel Kant. Filsafat dari Kant dikenal
sebagai filsafat kritis, lawan dari filsafat dogmatis. Ajaran Kant dimuat dalam tiga buah karya
besar, yaitu: Kritik Akal Budi Manusia (kritik der reinen Vernunft yang terkait dengan persepsi),
Kritik Akal Budi Praktis (kritik der praktischen Vernunft yang terkait dengan moralitas), Kritik
Daya Adirasa (kritik der Urteilskraft yang terkait dengan estetika dan harmoni). Ajaran Kant
7
tersebut ada korelasinya dengan tiga macam aspek jiwa manusia, yaitu cipta, rasa, dan karsa
(thinking, volition, and feeling).
Metode kritis tidak skeptis, tidak dogmatis (trancendental). Hakekat manusia (homo noumenon)
tidak terletak pada akalnya, beserta corak berfikir yang bersifat teoritis keilmuan alamiah
(natuurweten schappelijke denkwijze), tetapi pada kebebasan jiwa susila manusia yang mampu
secara mandiri menciptakan hukum kesusilaan bagi dirinya sendiri dan juga orang lain. Yang
penting bukan manusia ideal berilmu atau ilmuwan, tetapi justru pada manusia ideala
berkepribadian humanistis.
Salah satu karya Kant yang berjudul Metaphysische Anfangsgruende der Rechtslehre (Dasar
Permulaan Metafisika Ajaran Hukum merupakan bagian dari karyanya yang berjudul Metaphysik
der Sitten) pokok pikirannya ialah bahwa manusia menurut darma kesusilaannya mempunyai hak
untuk berjuang bagi kebebasan lahiriahnya untuk menghadirkan dan melaksanakan kesusilaan.
Dan hukum berfungsi untuk menciptakan situasi kondisi guna mendukung perjuangan tersebut.
Hakekat hukum bagi Kant adalah bahwa hukum itu merupakan keseluruhan kondisi-kondisi di
mana kehendak sendiri dari seseorang dapat digabungkan dengan kehendak orang lain di bawah
hukum kebebasan umum yang meliputi kesemuanya.
Katagori imperatif Kant mewajibkan semua anggota masyarakat tetap mentaati hukum positif
negara sekalipun di dalam hukum terebut terdapat unsur-unsur yang bertentangan dengan dasardasar kemanusiaan. Jadi, di sini sudah terdapat larangan mutlak bagi perilaku yang tergolong
melawan penguasa negara, sehingga dengan katagori imperatif ini ajaran dari Immanuel Kant
juga dapat digolongkan ke dalam aliran positivisme. Pendapat Kant ini diikuti oleh Fichte yang
mengatakan bahwa hukum alam itu bersumber dari rasio manusia.
Penulis lain yang tidak kalah pentingnya ialah Hegel dari Jerman. Yang dijadikan motto oleh
Hegel ialah: Apa yang nyata menurut nalar adalah nyata, dan apa yang nyata adalah menurut nalar
(Was vernunftig ist, das ist wirklich ist, das ist vernunftig. What is reasonable is real, and what is
real is reasonable). Tidak ada antimoni antara nalar/akal dengan kenyataan atau realitas. Bagi
Hegel, seluruh kenyataan kodrat alam dan kejiwaan merupakan proses perkembangan sejarah
secara dialektis dari roh/cita/spirit mutlak yang senantiasa maju dan berkembang. Jiwa mutlak
mengandung dan mencakup seluruh tahap-tahap perkembangan sebelumnya jadi merupakan
permulaan dan kelahiran segala sesuatu. Pertumbuhan dan perkembangan dialektis melalui tesa,
antitesa, san sintesa yang berlangsung secara berulang-ulang dan terus-menerus. Filsafat hukum
dalam bentuk maupun isinya, penampilan dan esensinya juga dikuasai oleh hukum dialektika.
Negara merupakan perwujudan jiwa mutlak, demikan juga dengan hukum.
8
BAB III
KESIMPULAN
Hukum alam merupakan hukum yang bersifat abadi dan universal. Sejarah umat manusia
berusaha untuk menemukan keadilan yang mutlak atau yang seriung disebut dengan absolute
justice meskipun dalam perkembangannya sering mengaami kegagalan. Manusia mencari
pembenaran akan nilai keadilan. Aliran Hokum alam di bagi 2 yaitu hokum alam irrasional
dan hokum alam rasional.
9
DAFTAR PUSTAKA
Rasjidi, Lili dan Sonia Rasjidi, Liza (2012). Dasar-Dasar Filsafat dan Teori Hukum. PT
CITRA ADITYA BAKTI.
10
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Filsafat adalah studi tentang seluruh fenomena kehidupan dan pemikiran manusia secara kritis
dan dijabarkan dalam konsep mendasar. Filsafat tidak didalami dengan melakukan eksperimeneksperimen dan percobaan-percobaan, tetapi dengan mengutarakan masalah secara persis,
mencari solusi untuk itu, memberikan argumentasi dan alasan yang tepat untuk solusi tertentu.
Akhir dari proses-proses itu dimasukkan ke dalam sebuah proses dialektika. Untuk studi falsafi,
mutlak diperlukan logika berpikir dan logika bahasa. Logika merupakan sebuah ilmu yang samasama dipelajari dalam matematika dan filsafat. Hal itu membuat filasafat menjadi sebuah ilmu
yang pada sisi-sisi tertentu berciri eksak di samping nuansa khas filsafat, yaitu spekulasi,
keraguan, rasa penasaran dan ketertarikan. Filsafat juga bisa berarti perjalanan menuju sesuatu
yang paling dalam, sesuatu yang biasanya tidak tersentuh oleh disiplin ilmu lain dengan sikap
skeptis yang mempertanyakan segala hal.
Semenjak Immanuel Kant yang menyatakan bahwa filsafat merupakan disiplin ilmu yang
mampu menunjukkan batas-batas dan ruang lingkup pengetahuan manusia secara tepat; maka
semenjak itu pula refleksi filsafat mengenai pengetahuan manusia menjadi menarik perhatian.
Dan lahirlah pada abad 18 cabang filsafat yang disebut sebagai filsafat pengetahuan (theory of
knowledge atau epistemology). Melalui cabang filsafat ini diterangkan sumber serta tatacara
untuk menggunakan sarana dan metode yang sesuai guna mencapai pengetahuan ilmiah.
Diselidiki pula evidensi dan syarat-syarat yang harus dipenuhi bagi apa yang disebut kebenaran
ilmiah, serta batas batas validitasnya.
Mula-mula filsafat berarti sifat seseorang berusaha menjadi bijak, selanjutnya filsafat mulai
menyempit yaitu lebih menekankan pada latihan berpikir untuk memenuhi kesenangan intelektual
(intelectual curiosity), juga filsafat pada masa ini ialah menjawab pertanyaan yang tinggi yaitu
pertanyaan yang tidak dapat dijawab oleh sains. Secara terminologi filsafat banyak diartikan oleh
para ahli secara berbeda, perbedaan konotasi filsafat disebabkan oleh pengaruh lingkungan dan
pandangan hidup yang berbeda serta akibat perkembangan filsafat itu sendiri seperti; James
melihat konotasi filsafat sebagai kumpulan pertanyaan yang tidak pernah terjawab oleh sains
secara memuaskan. Russel melihat filsafat pada sifatnya ialah usaha menjawab, objeknya ultimate
question. Phytagoras menunjukkan filsafat sebagai perenungan tentang ketuhanan. Poedjawijatna
(1974: 11) menyatakan filsafat diartikan ingin mencapai pandai, cinta, pada kebijakan, dan
sebagai jenis pengetahuan yang berusaha mencari sebab yang sedalam-dalamnya bagi segala
1
sesuatu berdasarkan pikiran belaka. Hasbullah Bakry (1971: 11) mengatakan filsafat menyelidiki
segala sesuatu dengan mendalam mengenai ketuhanan, alam semesta, dan manusia sehingga dapat
menghasilkan pengetahuan tentang bagaimana hakikatnya sejauh yang dapat dicapai akal manusia
dan bagiamana sikap manusia itu harus setelah mencapai pengetahuan itu, dan masih banyak
pendapat dari tokoh-tokoh lainnya.
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian filsafat ?
2. Apa pengertian filsafat hokum?
3. Apa saja yang menjadi objek dalam ruang lingkup filsafat hukum?
4. Pengertian hokum alam ?
5. Bagaimana aliran hokum alam dalam filsafat hokum?
1.3 TUJUAN
Tujuan dari mempelajari filsafat hokum adalah untuk menjelaskan nilai-nilai dan
dasar hokum, sampai pada dasar filosofisnya, ditemukannya hakiat, esensi, subtansi,
rohnya hokum. Sehingga hokum mampu hidupmdalam masyarakat (kejujuran,
kemanusiaan, keadilan, eculty).
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 PENGERTIAN FILSAFAT
Filsafat berasal dari kata Yunani, yaitu Philosopha. Philo atau philein berarti cinta,
Sophia berarti kebjaksanaan. Gabungan kedua kata dimagsud berarti cinta kebijaksanaan.
Selain itu, dalam bahasa Arab dikenal dengan kata Hikmah yang berarti sama dengan arti
kebijaksanaan.
Filsafat adalah usaha untuk memahami atau mengerti semesta dalam hal makna
(hakikat) dan nilai-nilainya (esensi) yang tidak cukup dijangkau hanya dengan panca
indera manusia sekalipun. Bidang filsafat sangatlah luas dan mencakup secara
keseluruhan sejauh dapat dijangkau oleh pikiran. Filsafat berusaha untuk menjawab
pertanyaan-pertanyaan tentang asal mula dan sifat dasar alam semesta tempat manusia
hidup serta apa yang merupakan tujuan hidupnya. Filsafat menggunakan bahan-bahan
dasar deskriptif yang disajikan bidang-bidang studi khusus dan melampaui deskripsi
tersebut dengan menyelidiki atau menanyakan sifat dasarnya, nila-nilainya dan
kemungkinannya.Tujuannya adalah pemahaman dan kebijaksanaan.Karena itulah filsafat
merupakan pendekatan yang menyeluruh terhadap kehidupan dan dunia.Suatu bidang
yang berhubungan erat dengan bidang-bidang pokok pengalaman manusia.
2.2 PENGERTIAN FILSAFAT HUKUM
Filsafat Hukum adalah cabang filsafat yang membicarakan apa hakikat hukum, apa
tujuannya, mengapa hukum ada dan mengapa orang harus tunduk kepada hukum.
Disamping menjawab pertanyaan masalah-masalah umum abstrak tersebut, filsafat
hukum juga membahasa soal-soal kongkret mengenai hubungan antara hukum dan moral
(etika) dan masalah keabsahan berbagai macam lembaga hokum.
3
2.3 RUANG LINGKUP OBJEK KAJIAN FILSAFAT HUKUM
Objek pengkajian filsafat hukum
Bambang Sutiyoso, SH. M.Hum.
Ada pendapat yang mengatakan bahwa karena filsafat hukum merupakan bagian khusus dari
filsafat pada umumnya, maka berarti filsafat hukum hanya mempelajari hukum secara khusus.
Sehingga, hal-hal non hukum menjadi tidak relevan dalam pengkajian filsafat hukum. Penarikan
kesimpulan seperti ini sebetulnya tidak begitu tepat. Filsafat hukum sebagai suatu filsafat yang
khusus mempelajari hukum hanyalah suatu pembatasan akademik dan intelektual saja dalam
usaha studi dan bukan menunjukkan hakekat dari filsafat hukum itu sendiri.
Sebagai filsafat, filsafat hukum tunduk pada sifat-sifat, cara-cara dan tujuan-tujuan dari
filsafat pada umumnya. Di samping itu, hukum sebagai obyek dari filsafat hukum akan
mempengaruhi filsafat hukum. Dengan demikian secara timbal balik antara filsafat hukum dan
filsafat saling berhubungan.
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa filsafat hukum adalah cabang filsafat, yaitu filsafat
tingkah laku atau etika, yang mempelajari hakikat hukum. Dengan perkataan lain, filsafat hukum
adalah ilmu yang mempelajari hukum secara filosofis. Jadi objek filsafat hukum adalah hukum,
dan obyek tersebut dikaji secara mendalam sampai kepada inti atau dasarnya, yang disebut
hakikat.
Pertanyaan tentang apa apa hakikat hukum itu sekaligus merupakan pertanyaan filsafat hukum
juga. Pertanyaan tersebut mungkin saja dapat dijawab oleh ilmu hukum, tetapi jawaban yang
diberikan ternyata serba tidak memuaskan. Menurut Apeldorn , hal tersebut tidak lain karena ilmu
hukum hanya memberikan jawaban yang sepihak. Ilmu hukum hanya melihat gejala-gejala
hukum sebagaimana dapat diamati oleh pancaindra manusia mengenai perbuatan-perbuatan
manusia dan kebiasaan-kebiasaan masyarakat. Sementara itu pertimbangan nilai di balik gejalagejala hukum, luput dari pengamatan ilmu hukum. Norma atau kaidah hukum, tidak termasuk
dunia kenyataan (sein), tetapi berada pada dunia nilai (sollen), sehingga norma hukum bukan
dunia penyelelidikan ilmu hukum.
Hakikat hukum dapat dijelaskan dengan cara memberikan suatu definisi tentang hukum. Sampai
saat ini menurut Apeldorn, sebagaimana dikutip dari Immanuel Kant, para ahli hukum masih
mencari tentang apa definisi hukum. Definisi (batasan) tentang hukum yang dikemukakan para
ahli hukum sangat beragam, tergantung dari sudut mana mereka melihatnya.
Ahli hukum Belanda J. van Kan , mendefinisikan hukum sebagai keseluruhan ketentuanketentuan kehidupan yang bersifat memaksa, yang melindungi kepentingan-kepentingan orang
dalam mayarakat. Pendapat tersebut mirip dengan definisi dari Rudolf von Ihering, yang
menyatakan bahwa hukum bahwa hukum adalah keseluruhan norma-norma yang memaksa yang
berlaku dalam suatu negara. Hans Kelsen menyatakan hukum terdiri dari norma-norma
4
bagaimana orang harus berperilaku. Pendapat ini di dukung oleh ahli hukum Indonesia, Wiryono
Prodjodikoro , yang menyatakan hukum adalah rangkaian peraturan mengenai tingkah lau orangorangsebgai anggota suatu masyarakat, sedangkan satu-satunya tujuan dari hukum ialah
menjamin keselamatan, kebahagiaan, dan tata tertib dalam masyarakat itu.
Selanjutnya Notohamidjoyo berpendapat bahwa hukum adalah keseluruhan peraturan yang
tertulis dan tidak tertulisyang biasanya bersifat memaksa untuk kelakuan manusia dalam
masyarakat negara serta antar negara, yang berorientasi pada dua asas, yaitu keadilan dan daya
guna, demi tata tertib dan kedamaian dalam masyarakat.
Definisi-definisi tersebut menunjukkan betapa luas sesungguhnya hukum itu. Keluasan
bidang hukum itu dilukiskan oleh Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto dengan
menyebutkan sembilan arti hukum. Menurut mereka, hukum dapat diartikan sebagai : (1) ilmu
pengetahuan, yakni pengetahuan yang tersusun secara sistematis atas dasar kekuatan pemikiran;
(2) disiplin, yakni suatu sistem ajaran tentang kenyataan atau gejala-gejala yang dihadapi ; (3)
norma, yakni pedoman atau patokan siakap tindak atau perikelakuan yang pantas atau diharapkan;
(4) tata hukum, yakni struktur dan proses perangkat norma-norma hukum yang berlaku pada suatu
waktu dan tempat tertentu serta berbentuk tertulis; (5) petugas, yakni pribadi-pribadi yang
merupakan kalangan yang berhubungan erat dengan penegakan hukum (law enforcement officer)
; (6) keputusan penguasa, yakni hasil proses diskresi ; (7) proses pemerintahan, yaitu proses
hubungan timbal balik antara unsur-unsur pokok dari sistem kenegaraan; (8) sikap tindak ajeg
atau perikelakuan yang teratur, yakni perikelakuan yang diulang-ulang dengan cara yang sama,
yang bertujuan untuk untuk mencapai kedamaian; (9) jalinan nilai-nilai, yaitu jalinan dari
konsepsi-konsepsi abstrak tentang apa yang dianggap baik dan buruk.
Dengan demikian, apabila kita ingin mendefinisikan hukum secara memuaskan, kita harus dapat
merumuskannya dalam suatu kalimat yang cukup panjang yang meliputi paling tidak sembilan
arti hukum di atas.
Mengingat objek filsafat hukum adalah hukum, maka masalah atau pertanyaan yang dibahas
oleh filsafat hukum itupun antara lain berkaitan dengan hukum itu sendiri, seperti hubungan
hukum dengan kekuasaan, hubungan hukum kodrat dengan hukum positif, apa sebab orang
menaati hukum, apa tujuan hukum, sampai pada masalah-masalah kontemporer seperti masalah
hak asasi manusia, keadilan dan etika profesi hukum.
Selanjutnya Apeldorn , menyebutkan tiga pertanyaan penting yang dibahas oleh filsafat hukum,
yaitu : (1) adakah pengertian hukum yang berlaku umum ; (2) apakah dasar kekuatan mengikat
dari hukum ; dan (3) adakah sesuatau hukum kodrat. Lili Rasyidi menyebutkan pertanyaan yang
menjadi masalah filsafat hukum, antara lain : (1) hubungan hukum dengan kekuasaan ; (2)
hubungan hukum dengan nilai-nilai sosial budaya ; (3) apa sebabnya negara berhak menghukum
seseorang ; (4) apa sebab orang menaati hukum ; (5) masalah pertanggungjawaban ; (6) masalah
5
hak milik ; (7) masalah kontrak ; (8) dan masalah peranan hukum sebagai sarana pembaharuan
masyarakat.
Apabila kita perbandingkan antara apa yang dikemukakan oleh Apeldorn dan Lili Rasyidi
tersebut, tampak bahwa masalah-masalah yang dianggap penting dalam pembahasan filsafat
hukum terus bertambah dan berkembang, seiring dengan perkembangan zaman. Demikian pula
karena semakin banyaknya para ahli hukum yang menekuni dunian filsafat hukum.
2.4 PENGERTIAN HUKUM ALAM
Hukum alam merupakan hukum yang bersifat abadi dan universal. Sejarah umat
manusia berusaha untuk menemukan keadilan yang mutlak atau yang seriung disebut
dengan absolute justice meskipun dalam perkembangannya sering mengaami kegagalan.
Manusia mencari pembenaran akan nilai keadilan. Menurut Friedman, aliran ini timbul
karena kegagalan manusia dalam mencari keadilan yang absolut, sehingga hukum alam dipandang
sebagai hukum yang berlaku secara universal dan abadi.
Aliran-aliran utama filsafat hukum yang akan dibicarakan yaitu:
(1) AliranHukum Alam;
(2) Positivisme hukum;
(3) Utilitaianisme;
(4) Mazhab Sejarah;
(5) Sociological Jurisprudence;
(6) Realisme Hukum;
(7) Freirechtslehre.
2.5 ALIRAN HUKUM ALAM
Menurut sumbernya, aliran hukum alam dapat dibagi dua macam yaitu:
1. Hukum Alam Irasional
Aliran hukum yang irasional berpendapat bahwa hukum yang berlaku universal dan
abadi itu bersumber dari Tuhan secara langsung. Sebaliknya, aliran hukum alam yang
rasional berpendapat bahwa sumber hukum yang universal dan abadi itu adalah rasio
manusia.
Thomas Aquinas membagi hukum ke dalam 4 golongan, yaitu:
a) Lex Aeterna, merupakan rasio Tuhan sendiri yang mengatur segala hal dan merupakan
sumber dari segala hukum. Rasio ini tidak dapat ditangkap oleh pancaindera manusia.
b) Lex Divina, bagia dari rasio Tuhan yang dapat ditangkap oleh manusia berdasarkan waktu
yang diterimanya.
6
c)
Lex Naaturalis, inilah yang dikenal sebagai hukum alam dan merupakan penjelmaan dari
rasio manusia.
d)
Lex Posistivis, hukum yang berlaku merupakan pelaksanaan hukum alam oleh manusia
berhubung dengan syarat khusus yang diperlukan oleh keadaan dunia. Hukum ini diwujudkan
ke dalam kitab-kitab suci dan hukum positif buatan manusia.
Penulis lain, William Occam dari Inggris mengemukakn adanya hirarkis hukum, dengan
penjelasan sebagai berikut:
a. Hukum Universal, yaitu hukum yang mengatur tingkah laku manusia yang bersumber dari
rasio alam.
b. Apa yang disebut sebagai hukum yang mengikat masyarakat berasal dari alam.
c. Hukum yang juga bersumber dari prinsip-prinsip alam tetapi dapat diubah oleh penguasa.
Occam juga berpendapat bahwa hukum identik dengan kehendak mutlak Tuhan Sementara itu
Fransisco Suarez dari Spanyol berpendapat demikian, manusia yang bersusila dalam pergaulan
hidupnya diatur oleh suatu peraturan umum yang harus memuat unsusr-unsur kemauan dan akal.
Tuhan adalah pencipta hukum alam yang berlaku di semua tempat dan waktu. Berdasarkan
akalnya manusia dapat menerima hukum alam tersebut, sehingga manusia dapat membedakan
antara yang adil dan tidak adil, buruk atau jahat dan baik atau jujur. Hukum alam yang dapat
diterima oleh manusia adalah sebagian saja, sedang selebihnya adalah hasil dari akal (rasio)
manusia.
2. Hukum Alam Rasional
Sebaliknya, aliran ini mengatakan bahwa sumber dari hukum yang universal dan abadi
adalah rasio manusia. Pandangan ini muncul setelah zaman Renaissance (pada saat rasio manusia
dipandang terlepas dari tertib ketuhanan/lepas dari rasio Tuhan) yang berpendapat bahwa hukum
alam muncul dari pikiran (rasio) manusia tentang apa yang baik dan buruk penilaiannya
diserahkan kepada kesusilaan (moral) alam. Tokoh-tokohnya, antara lain: Hugo de Groot
(Grotius), Christian Thomasius, Immanuel Kant, dan Samuel Pufendorf.
Pendasar hukum alam yang rasional adalah Hugo de Groot (Grotius), ia menekankan adanya
peranan rasio manusia dalam garis depan, sehingga rasio manusia sama sekali terlepas dari
Tuhan. Oleh karena itu rasio manusialah sebagai satu-satunya sumber hukum.
Tokoh penting lainnya dalam aliran ini ialah Immanuel Kant. Filsafat dari Kant dikenal
sebagai filsafat kritis, lawan dari filsafat dogmatis. Ajaran Kant dimuat dalam tiga buah karya
besar, yaitu: Kritik Akal Budi Manusia (kritik der reinen Vernunft yang terkait dengan persepsi),
Kritik Akal Budi Praktis (kritik der praktischen Vernunft yang terkait dengan moralitas), Kritik
Daya Adirasa (kritik der Urteilskraft yang terkait dengan estetika dan harmoni). Ajaran Kant
7
tersebut ada korelasinya dengan tiga macam aspek jiwa manusia, yaitu cipta, rasa, dan karsa
(thinking, volition, and feeling).
Metode kritis tidak skeptis, tidak dogmatis (trancendental). Hakekat manusia (homo noumenon)
tidak terletak pada akalnya, beserta corak berfikir yang bersifat teoritis keilmuan alamiah
(natuurweten schappelijke denkwijze), tetapi pada kebebasan jiwa susila manusia yang mampu
secara mandiri menciptakan hukum kesusilaan bagi dirinya sendiri dan juga orang lain. Yang
penting bukan manusia ideal berilmu atau ilmuwan, tetapi justru pada manusia ideala
berkepribadian humanistis.
Salah satu karya Kant yang berjudul Metaphysische Anfangsgruende der Rechtslehre (Dasar
Permulaan Metafisika Ajaran Hukum merupakan bagian dari karyanya yang berjudul Metaphysik
der Sitten) pokok pikirannya ialah bahwa manusia menurut darma kesusilaannya mempunyai hak
untuk berjuang bagi kebebasan lahiriahnya untuk menghadirkan dan melaksanakan kesusilaan.
Dan hukum berfungsi untuk menciptakan situasi kondisi guna mendukung perjuangan tersebut.
Hakekat hukum bagi Kant adalah bahwa hukum itu merupakan keseluruhan kondisi-kondisi di
mana kehendak sendiri dari seseorang dapat digabungkan dengan kehendak orang lain di bawah
hukum kebebasan umum yang meliputi kesemuanya.
Katagori imperatif Kant mewajibkan semua anggota masyarakat tetap mentaati hukum positif
negara sekalipun di dalam hukum terebut terdapat unsur-unsur yang bertentangan dengan dasardasar kemanusiaan. Jadi, di sini sudah terdapat larangan mutlak bagi perilaku yang tergolong
melawan penguasa negara, sehingga dengan katagori imperatif ini ajaran dari Immanuel Kant
juga dapat digolongkan ke dalam aliran positivisme. Pendapat Kant ini diikuti oleh Fichte yang
mengatakan bahwa hukum alam itu bersumber dari rasio manusia.
Penulis lain yang tidak kalah pentingnya ialah Hegel dari Jerman. Yang dijadikan motto oleh
Hegel ialah: Apa yang nyata menurut nalar adalah nyata, dan apa yang nyata adalah menurut nalar
(Was vernunftig ist, das ist wirklich ist, das ist vernunftig. What is reasonable is real, and what is
real is reasonable). Tidak ada antimoni antara nalar/akal dengan kenyataan atau realitas. Bagi
Hegel, seluruh kenyataan kodrat alam dan kejiwaan merupakan proses perkembangan sejarah
secara dialektis dari roh/cita/spirit mutlak yang senantiasa maju dan berkembang. Jiwa mutlak
mengandung dan mencakup seluruh tahap-tahap perkembangan sebelumnya jadi merupakan
permulaan dan kelahiran segala sesuatu. Pertumbuhan dan perkembangan dialektis melalui tesa,
antitesa, san sintesa yang berlangsung secara berulang-ulang dan terus-menerus. Filsafat hukum
dalam bentuk maupun isinya, penampilan dan esensinya juga dikuasai oleh hukum dialektika.
Negara merupakan perwujudan jiwa mutlak, demikan juga dengan hukum.
8
BAB III
KESIMPULAN
Hukum alam merupakan hukum yang bersifat abadi dan universal. Sejarah umat manusia
berusaha untuk menemukan keadilan yang mutlak atau yang seriung disebut dengan absolute
justice meskipun dalam perkembangannya sering mengaami kegagalan. Manusia mencari
pembenaran akan nilai keadilan. Aliran Hokum alam di bagi 2 yaitu hokum alam irrasional
dan hokum alam rasional.
9
DAFTAR PUSTAKA
Rasjidi, Lili dan Sonia Rasjidi, Liza (2012). Dasar-Dasar Filsafat dan Teori Hukum. PT
CITRA ADITYA BAKTI.
10