TUGAS AKHIR SENI RUPA PERKEMBANGAN SEJA

TUGAS AKHIR SENI RUPA
PERKEMBANGAN SEJARAH SENI RUPA

DI SUSUN OLEH :

EDO A. R – FADLI M. A. – CHEPY H.

KATA PENGANTAR
Rasa syukur yang dalam saya sampaikan ke hadirat Tuhan Yang Maha Pemurah,
karena

berkat

kemurahanNya

makalah

ini

dapat


kami

selesaikan

sesuai

yang

diharapkan.Dalam makalah ini kami membahas Perkembangan Sejarah Seni Rupa sebagai
salah satu tugas mata pelajaran Seni Rupa.
Dalam proses penyusunan makalah ini, tentunya kami mendapatkan bimbingan,
arahan, koreksi dan saran, untuk itu rasa terima kasih yang dalam-dalamnya pihak yang
membantu.
Demikian makalah ini kami buat semoga bermanfaat,
Cirebon , 27 Februari 2016

Penyusun

1


DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………………….…............

1

DAFTAR ISI…………………………………………………................

2

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah………………………………………....

4

1.2 Rumusan Masalah……………………………………....................

4

1.3 Tujuan Masalah.................………………………………………..


5

BAB II SENI RUPA ZAMAN PRASEJARAH
2.1 Karya Seni Rupa Zaman Batu………………………………………..

6

2.2 Karya Seni Rupa Zaman Megalitikum (Zaman Batu Besar)……........

8

2.3 Karya Seni Rupa Zaman Logam………………………..........................

19

BAB III SENI RUPA ZAMAN HINDU BUDHA
3.1 Pengertian Seni Rupa Zaman Hindu Budha...............................................

27


3.2 Unsur-unsur Seni Rupa Zaman Hindu Budha di Indonesia........................

31

3.3 Manfaat Seni Rupa Zaman Hindu Budha Bagi Masyarakat Indonesia......

34

3.4 Karya Seni Rupa Hindu Budha di Indonesia.............................................

35

3.5 Tokoh-tokoh Seni Rupa Zaman Hindu Budha...........................................

35

BAB IV SENI RUPA KLASIK AWAL INDONESIA
4.1 Seni Rupa Klasik Awal Indonesia..............................................................

38


4.2 Kelompok Candi Arjuna..............................................................................

38

4.3 Kelompok Candi Jawa Tengah : Borobudur................................................

38

BAB V SENI RUPA ZAMAN ISLAM NUSANTARA
5.1 Peninggalan Berbentuk Bangunan..............................................................

52

5.2 Peninggalan dalam Bentuk Karya Seni........................................................

52

2


BAB VI PETA KUNO DAN FOTO ZAMAN PENJAJAHAN.....................

58

BAB VI PENUTUP
5.1 Kesimpulan.................................................................................................

59

5.2 Saran............................................................................................................

59

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………............…..

61

3

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Seni rupa muncul dan berkembang di mulai sejak manusia dilahirkan di muka bumi.
Sejak kecil manusia telah mampu merasakan keindahan karya seni, misalnya merasakan
keindahan warna warni (seni rupa), keindahan senandung sang ibu (seni musik), dan
keindahan lenggokan gerak (seni tari). Semasa hidup, manusia tidak bisa terlepas dengan
kesenian. Manusia memerlukan rekreasi untuk menyegarkan rohani/jiwa yang dapat
dipenuhi dengan berkreasi, berekspresi dan menikmati karya seni. Karya seni rupa
merupakan salah satu media ekspresi, kreasi dan rekreasi yang dapat memberi hiburan untuk
kepuasan batin. Menikmati karya seni rupa murni merupakan suatu proses untuk menumbuh
kemampuan berapresiasi.
Beragam suku bangsa dan budaya yang ad di nusantara ini, begitu juga dengan sejarah
dan peninggalan kebudayaan islam, tapi secara garis besar peninggalan itu dapat dibagi
menjadi dua bagian, yaitu peninggalan dalam bentuk bangunan dan peninggalan dalam
bentuk kebudayaan.
Untuk lebih memahami dan mengetahui tentang sejarah sejarah tersebut maka
dibuatlah sebuah makalah sederhana ini, karena secara tidak langsung dengan kita mencari
bahan makalah dan membacanya sendiri kita akan lebih mengetahui dan memahami sejarah –
sejarah tersebut.


Pada awalnya keberadaan seni rupa digunakan untuk upacara ritual suatu adat atau
agama, karena itulah kebanyakan karya seni rupa yang diciptakan bersifat magis. Hal tersebut
dapat dilihat dari perkembangan seni rupa di wilayah Nusantara dan negara-negara lainnya.
Di wilayah Nusantara hasil peninggalan karya seni rupa dikelompokan menjadi dua, yaitu :
1.

Seni Rupa Murni Tradisi (zaman prasejarah, zaman klasik dan zaman islam).

2.

Seni rupa Murni Modern dan Kontemporer.
4

1.2 Rumusan Masalah
 Bagaimana Seni Rupa pada Zaman Batu di Indonesia ?
 Bagaimana Seni Rupa pada Zaman Megalitikum di Indonesia?
 Bagaimana Seni Rupa pada Zaman Logam di Indonesia ?
 Bagaimana Seni Rupa Zaman Hindu Budha Indonesia?
 Apa saja jenis dari peninggalan sejarah kebudayaan islam?
 Bagaimana kita melestarikan kebudayaan – kebudayaan tersebut ?

 mengenal lebih mendetail dari peninggalan kebudayaan tersebut ?
1.3 Tujuan Masalah
 Ingin mengetahui Seni Rupa pada Zaman Batu di Indonesia
 Ingin mengetahui Seni Rupa pada Zaman Megalitikum di Indonesia
 Ingin mengetahui Seni Rupa pada Zaman Logam di Indonesia
 Ingin mengetahui Seni Rupa Zaman Hindu Budha Indonesia
 Ingin mengetahui jenis dari peninggalan sejarah kebudayaan islam

5

BAB II
SENI RUPA ZAMAN PRASEJARAH
Ada tiga faktor yang melatarbelakangi seni rupa di Indonesia, yaitu kepercayaan,
kondisi geografis dan pengaruh dari luar. Faktor-faktor tersebutlah yang memberi ciri
khusus terhadap seni rupa di Indonesia pada zaman pra-sejarah, ciri-ciri yang dimaksud
antara lain :
a.

Karya seni berfungsi sebagai media atau simbolis dari kegiatan-kegiatan keagamaan dan
kepercayaan.


b.

Seniman berkedudukan sebagai pemimpin agama atau kepercaya yang mengetahui aturanaturan mengenai upacara-upacara dan kegiata-kegiatan keagamaan atau kepercayaan lainnya.

c.

Memiliki bentuk ungkapan yang berbeda-beda antara daerah yang satu dengan daerah yang
lainnya.

d.

Karya seni rupa menggunakan media batu, perunggu dan kayu.

e.

Karya seni rupa bersifat ornamentik-dekoratif yang memperlihatkan motif-motif
perlambangan, motif geometri dan motif flora fauna.
Berdasarkan bahan baku yang digunakan untuk membuat karya-karya seni rupa maka
dikenal 2 pengelompokan karya, yaitu karya seni rupa zaman batu dan karya seni rupa zaman

perunggu.
2.1 Karya Seni Rupa Zaman Batu
Karya seni rupa Indonesia yang diketemukan pada zaman batu, yaitu :

1)

Karya Seni Bangunan
Bangunan yang paling tua diketemukan pada zaman batu menengah (Mesolitikum) berupa
gua-gua yang terdapat di daerah pantai seperti di pantai-pantai Sulawesi Selatan. Peninggalan
yang berupa bukit kerang diketemukan di daerah Sumatera selatan, berdasarkan bukti-bukti
6

berupa sisa-sisa sampah maka dapat dipastikan pada zaman batu menengah sudah didirikan
rumah panggung.
Pada zaman Neolitikum kebudayaan masyarakatnya mulai berkembang dengan dibuatnya
rumah dari kayu dan bambu yang sampai sekarang masih tersisa di beberapa daerah di
wilayah Indonesia. Selain bangunan dari bahan kayu dan bambu, pada zaman batu besar
dikenal pula bangunan yang terbuat dari batu untuk keperluan keagamaan dan kepercayaan,
seperti :
o Dolmen (bangunan makam)
o Punden (bangunan berundak)
o Menhir (bangunan tugu)


Dalam bentuk perabot seperti : meja batu, kursi batu, tahta batu, dsb.

2)

Karya Seni Lukis
Karya seni lukis yang paling tua diketemukan pada zaman batu menengah, yaitu berupa
lukisan pada dinding gua seperti: lukisan binatang buruan yang terdapat di dinding gua
Leang-Leang di Sulawesi Selatan. Lukisan ini dikerjakan dengan cara menoreh dinding gua
dengan penggambaran binatang yang realistic dibubuhi dengan warna merah, putih, hitam
dan coklat yang dibuat dari bahan pewarna alam.Sedangkan lukisan lambang nenek
moyang yang berbentuk setengah binatang dan setengah manusia dan juga lukisan lukisan
cap-cap tangan terdapat di dinding gua di Irian Jaya, lukisan ini dikerjakan dengan teknik
semprotan warna (aerograph). Lukisan-lukisan pada zaman batu menengah tidak dibuat
sebagai hiasan semata melainkan mengandung tujuan tertentu dan dianggap memiliki
kekuatan magis.
Lukisan yang berupa pahatan serta hiasan yang terdapat pada bagian-bagian bangunan adat
dan pada benda-benda kerajinan mulai dibuat pada jaman Neolitikum dan megalitikum.
Lukisan pada zaman Neolitikum bersifat ornamentik yang statis dengan motif-motif
perlambangan dan geometris, sedangkan pada zaman megalitikum bersifat ornamentik yang
lebih dianmis.

3)

Karya Seni patung
Karya seni patung Indonesia pada zaman pra-sejarah mulai dikenal pada zaman
Neolitikum berupa patung-patung nenek moyang dan patung penolak bala. Gaya
patungnya disesuaikan dengan bahan baku yang digunakan, yaitu batu, kayu serta bahan
7

lainnya, selain itu patungnya juga banyak dipengaruhi seni ornamentik. Hasil-hasil
peninggalan di Jawa Barat menunjukan bahwa patung-patung memiliki ukuran besar dengan
gaya statis, frontal dan bersifat monumentalis. Sedangkan yang ditemukan di daerah
Pasemah (Sumatera Selatan) gayanya lebih dinamis dan fiktural. Di daerah lain seperti di
daerah Nias, Toraja dan Dayak pada zaman Megalitikum sampai saat ini masih ditemukan
peninggalan karya patung. Contoh seni patung hasil peninggalan zaman batu, seperti Arca
Batu Gajah yaitu batu besar yang dihiasi seseorang yang sedang menunggang binatang
buruan, contoh lain yaitu Arca batu yang menampakan seseorang laki-laki menegendarai
seekor lembu.
4)

Karya Seni Kerajinan
Kebutuhan akan perabot dan didukung oleh kekayaan alam Indonesia memungkinkan untuk
berkembangnya seni kerajinan sejak awal zaman batu. Pada zaman batu menengah telah
dimulai dikerjakan benda gerabah. Hasil peninggalan berupa gerabah dapat diketahui dari
peninggalan yang terdapat di daerah Sumatera Utara berupa pecahan gerabah yang tergali
dari bukit kerang. Teknik pembuatan gerabah yang dikenal pada zaman itu sangat sederhana,
yaitu dengan cara memilin tanah liat kemudian menumpuknya (coiled pottery) dan dengan
cara membentuk dengan tangan (Moulding), teknik pembakarannya juga dilakukan dengan
sederhana. Perkembangan teknik pembuatan dan disain kerajinan gerabah baru terjadi pada
akhir zaman batu menengah. Tanda-tanda perkembangannya terlihat dari hiasan yang
diterapkan pada benda gerabah, seperti goresan pada dinding gerabah, dengan membuat
teraan bahan tenunan atau kulit kerang serta dengan membubuhi warna tanpa melalui proses
pembakaran. Pada zaman ini juga diperkirakan telah ada kerajinan tenun ini dilihat dari
caranya memberi hisan pada benda gerabah yaitu teraan tenunan. Benda kerajinan yang lain
dihasilkan zaman batu berupa perhiasan seperti cincin dari batu dan manik-manik.
2.2 Karya Seni Rupa Zaman Megalitikum (Zaman Batu Besar)
Pada zaman ini peninggalan yang menonjol adalah bentuk-bentuk menhir atau tugu
peringatan, tempat duduk dari batu, altar, bangunan berundag, peti kubur atau sarkopagus,
bentuk-bentuk manusia, binatang yang dipahat pada batu-batu dengan ukuran besar (gb.34).
Peninggalan ini banyak terdapat di Sulawesi Tengah.
Bangunan berundak memiliki hubungan kepercayaan kepada leluhur dan kepada yang
suci, bahwa bagian yang lebih tinggi adalah tempat suci yaitu gunung. Oleh sebab itu
bangunan suci, tempat pemujaan leluhur banyak dibangun pada tempat yang tinggi.
8

Penerapan konsep ini sampai saat ini digunakan oleh masyarakat Hindu Dharma di Bali
dalammembuat tempat tinggal terutama tempat suci pura.
Jaman prasejarah adalah jaman sebelum dikenalnya tulisan. Jman ini belum ada
peninggalan yang tertulis.
Jaman Prasejarah dapat dibagi dua :
1. Jaman Es yang disebut dengan jaman Pleisthosin
2. Jaman batu yang disebut jaman lithikum
Jaman batu ada tiga :
1.

Palaeolithikum atau jaman batu tua.

2.

Mesolithikum atau jaman batu madya (tengah)

3.

Neolithikum atau jaman batu muda
Jaman Paleolithikum
Ciri-ciri jaman ini :
- Manusia belum hidup menetap (berpindah-pindah/nomaden)
- Belum bisa mengolah alam.
- Alat-alat terbuat dari batu dan masih kasar seperti kapak persegi, kapak
genggam, dan ada pula alat yang terbuat dari tulang rusa.
Kapak batu yang masih kasar

Kapak persegi

9

Kapak genggam yang masih kasar

10

11

2. Mesolithikum atau jaman batu tengah
Jaman ini merupakan kelanjutan dari jaman batu tua.
Ciri-ciri jaman ini
- Manusia mulai hidup menetap.
- Manusia hidup di goa-goa.
- Alat-alat terbuat dari batu yang telah diasah.
Jenis-jenis kesenian yang lahir pada jaman mesolithikum
Seni lukis :
Lukisan babi sedang meloncat kena panah di cat merah pada lukanya. Lukisan
ini dibuat pada dinding goa Leang-leang Sulawesi selatan.

Cap tapak tangan dengan warna merah dan hitam pada dinding goa leang-leang
Sulawesi selatan. (gambar)

12

Goa Risatot, di Irian jaya.
Lukisan di Danau Sentani.
Ciri-cirinya :
- Bentuk sangat sederhana
- Anatomi tidak sesuai dengan alami.
- Menonjolkan nilai simbolis dan magisnya.
Fungsi :
Bukan hanya untuk menghias goa atau tempat tinggalnya, namun untuk upacara
selamatan sebelum berangkat berburu agar mendapatkan binatang buruan
sesuai dengan gambar atau lukisan yang dibuat.
Upacara dilaksanakan didepan gambar atau lukisan yang dibuat.
3. Neolithikun atau jaman batu muda
Jaman ini merupakan kelanjutan dari jaman Mesolithikum.
Ciri-ciri jaman ini :
- Manusia mulai hidup menetap dengan membuat tempat tinggal.
- Manusia mulai mengolah alam dengan bercocok tanam untuk menghasilkan
bahan makanan sendiri (food producing).
- Manusia mulai beternak
- Mulai hidup belajar membuat alat yang lebih halus.
- Alat kebanyakan dibuat dari batu diasah halus, dan juga ada yang terbuat dari
tulang, tanah liat.
13

- Sudah bisa menganyam tembikar.
- Mulai hidup bermasyarakat atau berorganisasi/berkelompok yang lebih besar.
- Percaya terhadap kekuatan yang ada diluar diri manusia (animisme dan
dinamisme).
- Mengenal seni sebagai simbolis
Hasil peninggalan jaman Neolithikum :
Kapak bahu yang telah diasah halus.

Kapak Genggam dan Kapak lonjong, yang terbuat dari batu yang telah halus.

14

Kapak gengam dan Kapak lonjong
Kapak persegi yang telah dihaluskan

Anak panah dari batu yang telah diasah.

15

Anyaman tembikar yang terdapat pada keramik gerabah dengan teknik tempel.

Keramik gerabah.

16

Perhiasan yang terbuat dari batu
Jenis gelang dan kalung

Jenis manik-manik

Jenis kesenian yang telah lahir :
Seni Hias :
- Berbentuk geometris dipakai menghias anak panah dan kapak.
- Keramik gerabah dengan hiasan geometris dan motif anyaman.
- Perhiasan tangan dan kaki
- Motif hias yang dipergunakan pada alat-alatnya berbentuk geometris, garis
lurus, lengkung, patah (ciri kebudayaan Austronesia).

17

Menhir

Dolmen : sebuah meja batu yang berisi kaki menhir. Fungsinya untuk tempat
18

sesaji dan pemujaan roh nenek moyang (gambar).
Sarcophagus atau keranda : sebuah kuburan dari batu pada bagian depannya
terdapat tonjolan berupa bentuk muka atau kedok manusia. Ada juga
Sarcophagus pada bagian depannya berisi tonjolan berupa kepala kura-kura,
dan tonjolan pada ujung belakang sebagai ekor, samping kanan dan kiri
terdapat tonjolan sebagai kaki. Kedua bentuk ini pada bagian atasnya
terdapat penutup

Kubur batu : sebuah peti mayat yang terbuat dari batu, pada keempat sisinya terbuat dari
papan batu
Punden berundak-undak : bentuk bangunan yang terbuat dari batu disusun bertingkat-tingkat
makin keatas makin kecil sebagai tempat pemujaan. Bila dilihat dari samping terlihat seperti

19

tangga

(kaitannya

dengan

seni

Jenis kesenian yang lahir pada jaman megalithikum:
Seni Patung
Relief
Relief Batu di Pasemah Sumatra

Ciri-cirinya
- Bentuknya prontal
- Sederhana dan kaku
- Menonjolkan nilai-nilai simbolis dan magis.
Fungsinya :
- Sebagai simbol leluhur
- Pemujaan leluhur
- Pemujaan kekuatan lain di luar diri manusia.
20

bangunan

sekarang).

Seni ini yang menjadi dasar kesenian Indonesia atau yang disebut dengan local jenius
(kekuatan local) ------Kebudayaan Austronesia.
(ini terdikait nanti dengan kepercayaan setelah masuknya pengaruh hindu).

2.3 Karya Seni Rupa Zaman Logam

waktunya diperkirakan kurang lebih 300 S.M. Peninggalan-peninggalan yang nyata
dari zaman ini adalah berupa peralatan yang dibuat dari perunggu. Gambar-gambar tentang
burung terdapat pada genderang, burung enggang memiliki hubungan dengan kepercayaan
hidup setelah kematian dan kebangkitan. Sehubungan dengan itu burung merupakan simbol
dari dunia atas, kepercayaan ini terdapat di Kalimantan dan Sumatera Utar
Perkembangan zaman perunggu di Indonesia merupakan pengaruh dari kebudayaan
Dongson. Kebudayaan perunggu Dongson yang berasal dari Yunan Indochina masuk ke
Indonesia bersama datangnya bangsa Melayu-Muda, merekalah yang yang memperkenalkan
teknik pengecoran dan penuangan perunggu untuk membuat benda-benda seni dan bendabenda pakai sehari-hari.
Jaman Logam
Jaman logam terbagi atas :
Jaman tembaga
Jaman Perunggu
Jaman Besi
Jaman logam di Indonesia yang paling menonjol adalan jaman perunggu, seolah-olah
tidak mengalami jaman tembaga dan besi. Karena peninggalan yang paling banyak terbuat
dari perunggu. Dalam artian peninggalan yang lain bukan tidak ada, namun yang dominant
adalah perunggunya. Maka di Indonesia seakan-akan tidak mengalami dua jaman tersebut.
21

Jaman perunggu di Indinesia terjadinya bersamaan dengan jaman tembaga dan besi.
Setelah jaman neolithikum langsung ke jaman perunggu. Hanya saja untuk memudahkan
mempelajari, cara penyebutannya di pisahkan
Kebudayaan yang berkembang di Indonesia berasal dari daratan Asia. Kebudayaan
perunggu yang berkembang di Indonesia berasal dari teluk Tonkin yang biasa disebut
kebudayaan Dongson.
Hasil-hasil peninggalan jaman perunggu :
Kapak Corong bagian tajamnya pendek lebar. Kapak ini ditemukan : Sumatra
selatan, Jawa, Bali, Sulawesi tengah, Sulawesi selatan, P. Selayar, Irian dekat danau Sentani.
(gambar).

Kapak Candrasa : kapak sepatu yang sisi tajamnya panjang sebelah dan
bentuknya sangat indah (Yogyakarta) (gambar).

22

Kapak sepatu yang pada bagian tajamnya bulat. Ini ditemukan di P. Roti
Kapak perunggu dari P. Roti dengan hiasan manusia

23

Kapak persegi perunggu
Nekara (gendrang perunggu) bentuknya tambun. Diketumukan di Bali (penataran sasi
pejeng), Sumatra, jawa, P. Sangeang, P. Roti, P Selayar, dan kepeulauan Kei

24

Nekara Bali (penataran sasi pejeng)
Moko (gendrang perunggu) bentuknya ramping seperti bentuk dandang terbalik
ditemukan di P Alor (gambar).

Bejana perunggu di Kerinci Palembang.

25

Semua peninggalan dari perunggu ini dipergunakan sebagai sarana upacara yang sifat
simbolis dan magis.
Jenis Seni hias yang berkembang pada perunggu
Seni hias yang berbentuk geometris : spiral/lingkaran, segi tiga, segi empat, garis
lurus, dan lain-lain (ini pengaruh kebudayaan Dongson). Ini kaitannya dengan Dinasty Chaou
di Tiongkok (sekarang berkembang di daerah Kalimantan atau pada Mandao suku Dayak)
Bentuk motif hias spiral pada bejana perunggu

26

Dalam membuat benda-benda dari perunggu pada zaman logam/perunggu dikenal dua
cara, yaitu :

a. Teknik ‘A Cire Perdue’
Teknik ini adalah cara menuang cairan perunggu sekali pakai, cara ini digunakan untuk
membuat bentuk yang sulit dan rumit seperti arca atau patung. Untuk teknik ini, cetakan
hanya dipakai sekali saja karena untuk mengeluarkan hasil cor harus dilakukan dengan
menghancurkan cetakan.
Cara kerjanya adalah sebagai berikut :
o Pertama model dibuat dari tanah liat
o Kedua model tersebut dilapisi dengan lilin tipis
o

Ketiga model tersebut dibungkus dengan tanah liat dengan diberi lubang sedikit untuk
mengeluarkan lilin dan untuk memasukan cairan perunggu

o Keempat proses pembakaran untuk mengeluarkan lilin dari cetakan
o Kelima pengecoran dengan cairan perunggu
o Keenam pembukaan cetakan dengan cara merusak cetakan.
b. Teknik Bivalve
Teknik ini digunakan untuk membuat benda perunggu yang bentuknya sederhana dalam
jumlah yang banyak. Bentuk cetakannya terdiri dari dua keping dari bahan batu yang bisa
disatukan dan dilepas, hal inilah yang memungkinkan untuk mencetak benda dalam jumlah
yang banyak dan dalam bentuk yang sama.
Dengan menerapkan dua teknik pembuatan benda perunggu tersebut, manusia pada pada
zaman perunggu dapat membuat berbagai jenis benda, seperti benda pakai sehari-hari dan
benda-benda seni. Pengaruh kebudayan Dongson juga terlihat dari segi hiasan yang
diterapkan pada benda-benda perunggu, seperti motif-motif hias yang berbentuk pilin,
meander, tumpal, kunci, lingkaran, belah ketupat, swastika dan berbagai motif geometri
lainnya. Di samping motif tersebut terdapat juga motif hias yang berhubungan dengan kultus
nenek moyang antara lain berupa motif kapal jenazah, motif burung (lambang nenek
moyang) serta motif pohon hayat (lambang kesuburan). Hiasan-hiasan yang menggambarkan
adegan-adegan ceritera yang paling banyak dipakai dalam karya-karya seni budaya Dongson,
seperti adegan peperangan dan adegan perburuan binatang, gaya hiasannya dinamis yang

27

cendrung memadati bidang hiasan. Hiasan seperti tersebut sampai sekarang masih digunakan
pada benda-benda kerajinan tradisional. di wilayah Nusantara.
Karya-karya seni yang terkenal yang terbuat dari perunggu antara lain :
1.

Genderang Perunggu.
Ada dua jenis genderang perunggu, yaitu berbentuk langseng dinamakan dengan Nekara
yang digunakan sebagai genderang dalam upacara keagamaan. Pada bagian badan genderang
dipenuhi dengan motif-motif hiasan yang motifnya sama dengan motif hias kebudayaan
Dongson. Genderang perunggu yang paling besar yang pernah ditemukan terdapat di Pejeng
Bali. Genderang jenis lainnya dinamakan dengan Moko, ukurannya lebih kecil dan langsing
dari Nekara. Genderang jenis ini digunakan sebagai bekal kuburan dan mas kawin.
2. Kapak Perunggu
Terdapat beberapa bentuk kapak perunggu, seperti ada yang berbentuk bulan sabit, ada yang
mirip sabit rumput dan ada yang sampai pegangannya dicor perunggu. Kapak perunggu
sering disebut dengan kapak sepatu, hal ini karena tempat pegangannya yang khas seperti
sepatu. Kapak jenis terakhir disebut dengan Candrasa dan kapak ini hanya digunakan sebagai
pelengkap upacara. Seperti halnya pada Genderang Perunggu, kapak perunggu juga
dikerjakan dengan teknik A Cire Perdue. Benda-benda ini banyak ditemukan di Sumatera
Selatan, Jawa, Bali, Sulawesi Tengah dan Selatan, Irian serta di Pulau Selayar. Hiasan yang
terdapat pada kapak sama seperti halnya hiasan pada Genderang Perunggu yaitu motif
perlambangan dan motif geometri.
3. Bejana Perunggu
Bejana perunggu berbentuk seperti tempat air minum tentara, yang digunakan untuk
menyimpan abu sisa pembakaran jenazah atau benda keramat lainnya, bejana inipun
menampakan bentuk hiasan dengan motif perlambangan dan motif geometri.
4. Perhiasan Perunggu
Yang termasuk ke dalam perhiasan adalah gelang-gelang, cincin, kalung, dan sebagainya.
Selain digunakan untuk perhiasan benda-benda ini juga dianggap sebagai benda bertuah yang
memiliki kekuatan magis.

28

BAB III
SENI RUPA ZAMAN HINDU BUDHA

3.1 Pengertian Seni Rupa Zaman Hindu Budha.
Seni Rupa Zaman Hindu Budha adalah masuknya budaya asing yang di bawa oleh negara
lain, kerajaan - kerajaan yang berkuasa dan pedagang-pedagang luar yang datang ke
Indonesia sehingga tersebar secara, proses imitasi(peniruan), proses adaptasi(penyesuaian),
proses kreasi(penguasaan).
Indonesia mulai berkembang pada zaman kerajaan Hindu-Buddha berkat hubungan dagang
dengan negara-negara tetangga maupun yang lebih jauh seperti India, Tiongkok, dan wilayah
Timur Tengah. Agama Hindu masuk ke Indonesia diperkirakan pada awal Masehi, dibawa
oleh para musafir dari India antara lain: Maha Resi Agastya, yang di Jawa terkenal dengan
29

sebutan Batara Guru atau Dwipayana dan juga para musafir dari Tiongkok yakni musafir
Budha Pahyien.
Pada abad ke-4 di Jawa Barat terdapat kerajaan yang bercorak Hindu-Buddha, yaitu kerajaan
Tarumanagara yang dilanjutkan dengan Kerajaan Sunda sampai abad ke-16.
Pada masa ini pula muncul dua kerajaan besar, yakni Sriwijaya dan Majapahit. Pada masa
abad ke-7 hingga abad ke-14, kerajaan Buddha Sriwijaya berkembang pesat di Sumatra.
Penjelajah Tiongkok I-Tsing mengunjungi ibukotanya Palembang sekitar tahun 670. Pada
puncak kejayaannya, Sriwijaya menguasai daerah sejauh Jawa Tengah dan Kamboja. Abad
ke-14 juga menjadi saksi bangkitnya sebuah kerajaan Hindu di Jawa Timur, Majapahit. Patih
Majapahit antara tahun 1331 hingga 1364, Gajah Mada, berhasil memperoleh kekuasaan atas
wilayah yang kini sebagian besarnya adalah Indonesia beserta hampir seluruh Semenanjung
Melayu. Warisan dari masa Gajah Mada termasuk kodifikasi hukum dan pembentukan
kebudayaan Jawa, seperti yang terlihat dalam wiracarita Ramayana.
Masuknya ajaran Islam pada sekitar abad ke-12, melahirkan kerajaan-kerajaan bercorak
Islam yang ekspansionis, seperti Samudera Pasai di Sumatera dan Demak di Jawa.
Munculnya kerajaan-kerajaan tersebut, secara perlahan-lahan mengakhiri kejayaan Sriwijaya
dan Majapahit, sekaligus menandai akhir dari era ini.

Seni Rupa Jaman Sejarah : adalah jaman mulai mengenal tulisan. Sejak saat itu bentuk
peninggalan mulai dilengkapi dengan huruf, baik tulisan dalam bentuk gambar atupun tulisan
biasa.
Jaman sejarah Indonesia :
-

Jaman ini mulai dikenalnya tulisan.

-

Jaman sejarah di Indonnesia mulai sejak masuknya kebudayaan hindu kira-kira

abad ke 4 masehi.
-

Kebudayaan hindu dari India mulai mempengaruhi kebudayaan asli Indonesia.

-

Sejak masuknya kebudayan hindu ke Indonesia mulai diperkenalkan bentuk

tulisan seperti pada prasasti.

Perujudan dewa
30

Perujudan raja Pradnyaparamita

Lingga Yoni Emas (T. 10,5 cm)

31

Pengaruh hindu masuk ke Indonesia
1. Kerajaan Kutei.
Kebudayaan hindu masuk ke Indonesia diperkirakan di Kalimantan (kerajaan
Kutei). Raja Kutei membuat 7 yupa (prasasti)
Benda peninggalannya :
7 buah tugu batu atau Yupa yang bertuliskan huruf pallawa dan berbahasa Sansekerta yang
mengisahkan dinasti mulawarman sebagai raja saat itu.
(tugu batu ini kaitannya dengan stambha dan dharma stambha di India)
(gambar) Yupa di Kutei

32

2. Kerajaan Tarumanegara.
* Kebudayaan hindu masuk pulau jawa kira-kira abad 4-5 masehi.
* Kerajaan yang pertama kali kena pengaruh hindu di jawa adalah kerajaan
Tarumanegara di jawa barat dengan raja yang terkenal Purnawarman.
Benda peninggalannya :
Terdapat 7 buah prasasti ditulis dengan huruf pallawa dan bahasa sansekerta yang digubah
dalam bentuk syair.
Prasasti tersebut diketemukan :
Bogor : Ciaruton, Kebon kopi, kebon Jambu, Pasir awi, dan Muara Cianten

33

Jakarta : Tugu, dan Cilincing.
Banten : desa Lebak, dan Munjul.
Dari Prasasti tersebut menunjukkan bahwa raja Purnawarman beragama hindu. Hal ini
dapat diketahui dari :
Prasasti Ciarutan berisi gambar dua tapak kaki raja yang disimbolkan sebagai tapak kaki
Wisnu (gambar).
Tapak kaki Wisnu

Prasasti kebon kopi berisi gambar tapak kaki gajah sang raja, yang dikatakan sebagai tapak
kaki Airawata :ialah gajah Indra.
(kaitannya dengan relief gajah Airawata di India)
Prasasti tugu disebutkan raja Purnawarman memerintahkan untuk menggali terusan atau
sungai Gomati sepanjang 12 km untuk memecah aliran sungai Candrabhaga (kali Bekasi)
guna menghindari banjir pada musim hujan. Hal ini menunjukkan raja Purnawarman adalah
sebagai pengayom rakyatnya.

3.2 Unsur-unsur Seni Rupa Zaman Hindu Budha di Indonesia.
A. Ciri – Ciri Seni rupa Indonesia Hindu
a. Bersifat Peodal, yaitu kesenian berpusat di istana sebagai medi pengabdian Raja (kultus
34

Raja)
b. Bersifat Sakral, yaitu kesenian sebagai media upacara agama
c. Bersifat Konvensional, yaitu kesenian yang bertolak pada suatu pedoman pada sumber
hukum

agama (Silfasastra)

d. Hasil akulturasi kebudayaan India dengan indonesia

B. Karya Seni Rupa Indonesia Hindu Budha
a. Seni Bangunan:
1) Bangunan Candi
2) Bangunan pura
Pura adalah bangunan tempat Dewa atau arwah leluhur yang banyak didirikan di Bali. Pura
merupakan komplek bangunan yang disusun terdiri dari tiga halaman pengaruh dari candi
penataran yaitu:
- Halaman depan terdapat balai pertemuan
- Halaman tengah terdapat balai saji
- Halaman belakang terdapat; meru, padmasana, dan rumah Dewa
3) Bangunan Puri
Puri adalah bangunan yang berfungsi sebagai pusat pemerintahan dan pusat keagamaan.
Bangunan – bangunan yang terdapat di komplek puri antara lain: Tempat kepala keluarga
(Semanggen), tempat upacara meratakan gigi (Balain Munde) dsb.
b. Seni patung Hindu Budha
Patung dalam agama Hindu merupakan hasil perwujudan dari Raja dengan Dewa penitisnya.
Orang Hindu percaya adanya Trimurti: Dewa Brahma Wisnu dan Siwa. Untuk membedakan
mereka setiap patung diberi atribut keDewaan (laksana/ciri), misalnya patung Brahma
laksananya berkepala empat, bertangan empat dan kendaraanhya (wahana) hangsa).
Sedangkan pada patung wisnu laksananya adalah para mahkotanya terdapat bulan sabit, dan
tengkorak, kendaraannya lembu, (nadi) dsb
Dalam agama Budha bisaa dipatungkan adalah sang Budha, Dhyani Budha, Dhyani
Bodhidattwa dan Dewi Tara. Setiap patung Budha memiliki tanda – tanda kesucian, yaitu:
- Rambut ikal dan berjenggot (ashnisha)
- Diantara keningnya terdapat titik (urna)
- Telinganya panjang (lamba-karnapasa)
35

- Terdapat juga kerutan di leher
- Memakai jubah sanghati
c. Seni hias Hindu Budha
Bentuk bangunan candi sebenarnya hasil tiruan dari gunung Mahameru yang dianggap suci
sebagai tempatnya para Dewa
Oleh sebab itu Candi selalu diberi hiasan sesuai dengan suasana alam pegunungan, yaitu
dengan motif flora dan fauna serta mahluk azaib. Bentuk hiasan candi dibedakan menjadi dua
macam, yaitu:
1) Hiasan Arsitektural ialah hiasan bersifat 3 dimensional yang membentuk struktur
bangunan candi, contohnya:
- Hiasan mahkota pada atap candi
- Hisana menara sudut pada setiap candi
- Hiasan motif kala (Banaspati) pada bagian atas pintu
- Hiasan makara, simbar filaster,dll
2) Hiasan bidang ialah hiasan bersifat dua dimensional yang terdapat pada dinding / bidang
candi, contohnya
- Hiasan dengan cerita, candi Hindu ialah Mahabarata dan Ramayana: sedangkan pada candi
Budha adalah Jataka, Lalitapistara
- Hiasan flora dan fauna
- Hiasan pola geometris
- Hiasan makhluk khayangan
Sifat umum seni rupa Indonesia :
1. Bersifat tradisional/statis
Dengan adanya kebudayaan agraris mengarah pada bentuk kesenian yang berpegang pada
suatu kaidah yang turun temurun
2. Bersifat Progresif
Dengan adanya kebudayaan maritim. Kesenian Indonesia sering dipengaruhi kebudayaan luar
yang kemudian di padukan dan dikembangkan sehingga menjadi milik bangsa Indonesia
sendiri
36

3. Bersifat Kebinekaan
Indonesia terdiri dari beberapa daerah dengan keadaan lingkungan dan alam yang berbeda,
sehingga melahirkan bentuk ungkapan seni yang beraneka ragam
4. Bersifat Seni Kerajinan
Dengan kekayaan alam Indonesia yang menghasilkan bermacam – macam bahan untuk
membuat kerajinan
5. Bersifat Non Realis
Dengan latar belakang agama asli yang primitif berpengaruh pada ungkapan seni yang selalu
bersifat perlambangan / simbolisme.

3.3 Manfaat Seni Rupa Zaman Hindu Budha Bagi Masyarakat Indonesia
-Sebagai media religius yaitu menciptakan sebuah seni rupa yang di tujukan untuk ke
agamaan
- Relif bangunan yaitu membangun sebuah relif bangunan yang bercitra seni rupa seperti
halnya
bangunan candi borobudur yang berada di Jawa Tenga.
- Pahatan Patung yaitu menciptakan patung yang juga bertujuan keagamaan
- Sebagai simbolis yaitu sebagai simbul sebuah suku yang di percayai masyarakat
- Sebagai komersial yaitu menciptakan sebuah seni rupa yang bertujuan untuk
mendapatkan
uang, seperti souvenir
-Sebagai kesenian daera ataupun upacara-upacara yang di lakukan di tempat-tempat
tertentu
-Prasasti yag ditujukan sebagai tanda peninddalan dari kerajaan-kerajaan yang berkuasa
pada
Masahnya.
Berikut fungsi candi yang menjadi bermacam-macam kegunaannya
1)

Sebagai hiasan ( Candi Sari )

2)

Sebagai kuburan Abu Jenasah ( Candi Budha )

37

:

3)

Semagai Pemujaan ( Candi Penatara )

4)

Sebai tempat Semedi ( Candi Jalatunda )

5)

Sebagai Pemandian ( Candi Belahan )

3.4 Karya Seni Rupa Hindu Budha di Indonesia
Dari masuknya ajaran Hindu Budha ke Indonesia, telah banyak karya-karya yang di
ciptakan, berikut karya-karya yang diciptakan

:

1.Candi
2.Pahatan Batu
3.patung budha
4.Prasasti
5.Wayang
6.Seni Tari Kecak

3.5 Tokoh-tokoh Seni Rupa Zaman Hindu Budha

Bangsa Indonesia mengetahui seni rupa yaitu dari kedatangannya ajaran-ajaran Hindu
Budha Ke Indonesia, yang di sebar luaskan oleh orang-orang terkemuka. Berikut tokoh-tokoh
yang membawa seni rupa Hindu Budha dan juga membawa ajarannya yaitu :
- Aswawarman
Aswawarman adalah raja Kutai kedua. Ia menggantikan Kudungga sebagai raja. Sebelum
masa pemerintahan Aswawarman, Kutai menganut Animisme . Ketika Asmawarman naik
tahta, ajaran Hindu masuk ke Kutai. Kemudian kerajaan ini menganut agama Hindu.
Aswawarman dipandang sebagai pembentuk dinasti raja yang beragama Hindu. Agama
Hindu masuk de dalam sendi kehidupan Kerajaan Kutai . Keturunan Aswawarman memakai
nama-nama yang lazim digunakan di India. Pengaruh Hindu juga tampak pada tatanan
masyarakat, upacara keagamaan, dan pola pemerintahan Kerajaan Kutai.

38

-

Mulawarman

Mulawarman menggantikan Aswawarman sebagai raja Kutai. Mulawarman menganut agama
Hindu. Kemungkinan besar pada masa pemerintahan Mulawarman telah ada orang Indonesia
asli yang menjadi pendeta Hindu. Dengan demikian upacara keagamaan tidak lagi dipimpin
oleh Brahmana dari India. Mulawarman mempunyai hubungan baik dengan kaum Brahmana.
Hal ini dibuktikan karena semua yupa dibuat oleh pendeta Hindu. Mereka membuatnya
sebagai ungkapan rasa terima kasih kepada Raja Mulawarman. Sanga raja telah melindungi
agama Hindu dan memberikan banyak hadiah kepada kaum Brahmana . Agama Hindu dapat
berkembang pesat di seluruh wilayah Kerajaan Kutai.

-

Purnawarman

Purnawarman merupakan raja Tarumanegara . Kerajaan Tarumanegara merupakan kerajaan
tertua kedua setelah Kerajaan Kutai. Purnawarman memeluk agama Hindu yang menyembah
Dewa Wisnu. Prasasti-prasasti peninggalan Kerajaan Tarumanegara banyak menceritakan
kebesaran Raja Purnawarman. Dalam Prasasti Ciaruteun terdapat jejak tapak kaki seperti
tapak kaki Wisnu dan dinyatakan sebagai tapak kaki Raja Purnawarman. Di bawah
kepemimpinan Raja Purnawarman, Kerajaan Tarumanegara dan rakyatnya berjalan baik dan
teratur. Bukti keberhasilan kepemimpinan ini tercermin dalam Prasasti Tugu . Di prasasti itu
diceritakan pembangunan saluran air untuk pengairan dan pencegahan bajir.

-

Airlangga

Airlangga adalah Raja Kahuripan . Beliau memerintah pada tahun 1019- 1049. Airlangga
sebenarnya putera raja Bali. Beliau dijadikan menantu oleh Raja Darmawangsa. Ketika
pernikahan berlangsung, Kerajaan Kahuripan diserang bala tentara dari Wurawuri. Airlangga
dan dibeberapa pengiringnya berhasil melarikan diri. Airlangga menyusun kekuatan untuk
mengusir musuh. Usaha tersebut berhasil. Bahkan, Airlangga berhasil memperkuat kerajaan
Kahuripan dan memakmurkan rakyatnya. Airlangga sebenarnya merupakan gelar yang
diterima karena beliau berhasil mengendalikan air sungai Brantas sehingga bermanfaat bagi
rakyat.

39

Jayabaya

Jayabaya adalah raja terbesar dari Kerajaan Panjalu atau Kadiri. Beliau memerintah tahun
1135-1157 M. Namanya selalu dikaitkan dengan Jangka Jayabaya yang berisi ramalanramalan tentang nasib Pulau Jawa. Keberhasilan dan kemasyhuran Raja Jayabaya dapat
dilihat dari hasil sastra pada masa pemerintahannya. Atas perintahnya, pujangga-pujangga
keraton berhasil menyusun kitab Bharatayudha. Kitab ini ditulis oleh Empu Sedah dan
diselesaikan oleh Empu Panuluh . Kitab Bharatayudha itu dimaksudkan untuk mengabadikan
kebesaran raja dan memperingati kemenangan- kemenangan Raja Jayabaya.

-

Ken Arok

Ken Arok adalah pendiri kerajaan Singasari. Beliau juga menjadi cikal bakal raja-raja
Majapahit. Mula-mula Ken Arok mengabdi kepada Awuku Tunggul Ametung di Tumapel.
Tumapel termasuk wilayah kerajaan Kediri. Ken Arok jatuh cinta kepada Ken Dedes , istri
Tunggul Ametung. Ken Arok membunuh Tunggul Ametung. Kemudian ia memperistri Ken
Dedes dan menjadi penguasa di Tumapel

-

Gajah Mada

Gajah Mada adalah patih mangkubumi (maha patih) Kerajaan Majapahit. Namanya mulai
dikenal setelah beliau berhasil memadamkan pemberontakan Kuti. Gajah Mada muncul
sebagai seorang pemuka kerajaan sejak masa pemerintahan Jayanegara (1309-1328).
Kariernya dimulai dengan menjadi anggota pasukan pengawal raja (Bahanyangkari). Mulamula, beliau menjadi Bekel Bahanyangkari (setingkat komandan pasukan). Kariernya terus
menanjak pada masa Kerajaan Majapahit dilanda beberapa pemberontakan, seperti
pemberontakan Ragga Lawe (1309), Lembu Sura (1311), Nambi (1316), dan Kuti (1319).
Pada tahun 1328 Raja Jayanegara wafat. Beliau digantikan oleh Tribhuanatunggadewi.
Sadeng melakukan pemberontakan. Pemberontakan Sadeng dapat ditumpas oleh pasukan
Gajah Mada. Atas jasanya, Gajah Mada diangkat menjadi Maha Patih Majapahit pada tahun
1334. Pada upacara pengangkatannya, beliau bersumpah untuk menaklukkan seluruh
Nusantara di bawah kekuasaan Majapahit. Sumpah itu dikenal dengan Sumpah Palapa .

40

BAB IV
SENI RUPA KLASIK AWAL INDONESIA
4.1 Seni Rupa klasik awal Indonesia :
Candi-candi Jawa tengah Utara.
Seni Rupa Klasik Indonesia terjadi akibat dari masuknya budaya hindu dan budha
bercampur dengan budaya asli Indonesia, yang melahirkan budaya hindu Indonesia sekitar
abad ke 7.
Berkisar abad ke 7 di Jawa tengah berkuasa dua wangsa yaitu Wangsa Sanjaya dan wangsa
Sailendra.
Wangsa Sanjaya : adalah keluarga raja yang berkuasa di jawa tengah utara sebagai penerus
hindu yang memuja Siwa.
Wangasa Sailendra : adalah keluarga raja yang berkuasa di Jawa tengah selatan yang
menganut ajaran agama budha.

Candi Dieng kumpulan candi yang terletak
Kelompok Arjuna terletak di tengah kawasan Candi Dieng, terdiri atas 4 candi yang berderet
memanjang arah utara-selatan.
Candi Arjuna berada di ujung selatan, kemudian berturut-turut ke arah utara adalah Candi
Srikandi, Candi Sembadra dan Candi Puntadewa.
Tepat di depan Candi Arjuna, terdapat Candi Semar.
Keempat candi di komples ini menghadap ke barat, kecuali Candi Semar yang menghadap ke
Candi Arjuna.
Kelompok candi ini dapat dikatakan yang paling utuh dibandingkan kelompok candi lainnya
di kawasan Dieng.
4.2 Kelompok candi Arjuna (tengah) :
Candi Arjuna berada di ujung selatan, kemudian berturut-turut ke arah utara
Candi Arjuna di depannya terdapat candi semar (penakawan) saling berhadapan.
41

Candi Sri Kandi
Candi Sembadra
Candi Puntadewa
.

Seni Rupa klasik awal Indonesia :

Candi Sri Kandi (depan)
Candi Sembadra (tengah
Candi Puntadewa (belakang)

42

Candi Arjuna dan Semar

Struktur candi Arjuna dapat dibagi tiga yaitu
Bagian kaki : dibuat berbentuk segi empat dengan motif bentuk bunga teratai yang sedang
mekar. Sehingga badan candi terkesan duduk diatas bunga teratai.
43

Bagian badan : berdiri diatas bentuk bunga teratai yang terdiri dari satu ruang atau bilik
dengan satu pintu masuk. Pada bagian depan badan candi dibuat tonjolan ke depan sebagai
pintu masuk. Tiga sisi atau dinding yang lain dihiasi dengan relung atau bentuk-bentuk
jendela semu.

Bagian atap atau kepala : dibuat bertingkat-tingkat yang merupakan susunan bentuk
undakan yang makin keatas makin kecil. Pada setiap sisi masing-masing tingkat juga dihiasi
dengan bentuk relung atau jendela semu.

Pintu masuk candi Arjuna

Relief pada candi Arjuna

Struktur candi Semar dapat dibagi tiga :
Bagian kaki : berbentuk segi empat panjang dengan bentuk motif bunga teratai mekar.
Bagian badan : terdiri dari satu bilik dengan satu pintu masuk dan disetiap sisi diisi hiasan
relung.

44

Bagian atap : hanya terdiri dari satu atap, karena bentuknya segi empat panjang sehingga
bentuknya mendekati atap rumah biasa.

Kelompok candi Dwarawati (timur)
Candi Dwarawati
Candi Abimanyu
Candi Pandu
Candi Perwara
Di tempat lain yang terpisah disekitar candi Dieng terdapat beberapa candi seperti

Candi Nakula Sahadewa di barat dekat kelompok tengah
Sanjaya di barat dekat kelompok tengah
Candi Dwarawati di sebelah utara
Candi Parikesit di sebelah utara berdekatan dengan candi Drawarawati
Candi Gatotkaca di sebelah selatan dekat kelompok tengah
Candi Bima di sebelah selatan dekat Kali tulis dan Telaga warna.

45

Candi Dieng adalah tempat memuliakan Siwa oleh keluarga Sanjaya, maka di sekitar arial
kelompok candi tengah diperkirakan dibuat bangunan penunjang seperti balai pertemuan,
balai patok, balai peristirahatan dan lain-lain yang kini hanya tinggal fondasinya saja.

Bagian kaki, berbentuk segi empat dan pada setiap sisi dibuat tonjolan sehingga dasar nya
berbentuk segi delapan. Tonjolan yang ke depan dibuat paling penjang dan dilengkapi dengan
tangga untuk menuju ruang tengah.

46

Kaki candi Bima hanya dihias dengan bentuk teras miring dan lurus. Beda halnya
dengan hiasan kaki candi arjuna yang dihias dengan bentuk bunga teratai mekar.
Bagian badan, terdiri dari satu bilik utama dan bentuknya mengikuti bentuk dasarnya. Pada
bagian depan terdapat sebuah ruang sekaligus sebagai lorong untuk menuju biliki utama.
Pada setiap tonjolan di tiga sisi dihiasi dengan bentuk jendela semu atau relung.

Bagian atap, dibuat bertingkat-tingkat makin keatas makin kecil. Atapnya merupakan
perpaduan tingkatan dengan mengikuti bentuk dasar candinya, sehingga terkesan ada lima
puncak dimana yang paling tengah tertinggi. Pada setiap sisi tingkatan dihiasi dengan bentuk
relung-relung kecil.
Atap induk Candi Bima keempat sudutnya pada setiap tingkat dihias dengan bentuk bunga
teratai mekar

47

Kelompok Dwarawat

Kelompok Dwarawati terdiri atas 4 candi,
Candi Dwarawati, Candi Abiyasa, Candi Pandu, dan Candi Margasari.
Kondisi yang masih utuh hanya Candi Dwarawati.
Candi Dwarawati. Bentuk Candi Dwarawati berdenah dasar segi empat dengan penampil
atau tonjolan di keempat sisinya.

Tubuh candi berdiri di atas batur.
Tangga dan pintu masuk, yang terletak di sisi barat, polos tanpa pahatan

48

Pada pertengahan dinding tubuh candi di sisi utara, timur dan selatan terdapat bilik penampil
yang menjorok keluar membentuk relung tempat meletakkan arca.
Bagian atas relung melengkung dan meruncing pada puncaknya.
Ambang relung dihiasi pahatan bermotif bunga yang sederhana.
Ketiga relung pada dinding tubuh candi kosong tanpa arca.
Bentuk atapnya dibuat bertingkat sama dengan bentuk tubuh candi.

Keempat sisi atap terdapat relung tempat meletakkan arca.
Puncak atap sudah tak tersisa lagi sehingga tidak diketahui bentuk aslinya. Di halaman depan
candi terdapat susunan batu yang mirip sebuah lingga dan yoni.

4.3 Candi-candi jawa tengah Selatan : Borobudur

49

Candi Borobudur

50

Arti Borobudur, sampai sekarang belum diketahui secara jelas.
Nama Borobudur berasal dari gabungan kata-kata Bara dan Budur.
Bara berasal dari kata sansekerta “Vihara”, yang berarti bihara atau asrama.
Kata Budur, mengingatkan kita pada Bahasa Bali : Beduhur, yang artinya diatas. Jadi nama
Borobudur kira-kira berarti asrama atau vihara (kelompok candi) yang terletak diatas bukit
(Poerbocaraka dan Stuterheim).
Borobudur merupakan bangunan suci dari agama budha.
Di India bangunan yang berhubungan dengan nama budha disebut stupa.
Stupa ialah bangunan yang berbentuk kubah, berdiri diatas sebuah lapik dan diberi payung
diatasnya.
Adapun arti stupa
Sebagai tempat penyimpanan peninggalan yang dianggap suci, yang dinamakan juga
dhatugarbha (dagoba).
Sebagai tanda peringatan dan penghormatan kepada Sang Budha serta Sanggha
Yang Maha Tinggi.
Sebagai lambang suci agama Budha.
51

Bangunan Borobudur pada hakekatnya adalah juga stupa, yang merupakan
perpaduan
dari dua unsur kebudayaan, yaitu kebudayaan Indonesia asli dan kebudayaan dari luar.
Bentuk bangunan ini merupakan campuran, stupa dengan punden berundak (ciri
khas
kebudayaan Indonesia jaman pra sejarah).
Bangunan Borobudur adalah stupa yang berundak-undak yang memiliki 6 tingkat
berbentuk bujur sangkar, 3 tingkat berbentuk bunder melingkar dan sebuah stupa
induk
besar sebagai puncaknya.
Menurut strktur bentuknya dan terkait pula juga dengan filsafat agama budha, stupa
Borobudur merupakan tiruan alam semesta, yang terdiri dari tiga bagian yang besar :
Tingkat Kamadhatu (bagian kaki)
Tingkat Rupadhatu (bagian badan)
Tingkat A rupadhatu (bagian puncak/kepala)
Tingkat Kamadhatu (bagian kaki)
Kama artinya nafsu, kekuatan, energi, keinginan keduniawian (ikatan duniawi masih kuat)
Dhatu artinya tempat, alam.
Kamadhatu adalah sama dengan “alam bawah”, tempat kehidupan manusia biasa,
kehidupan manuasia sehari-hari, yang penuh dengan ikatan nafsu, emosi, keinginan, yang
masih terikat oleh keduniawian.
Pada kaki candi Borobudur dipahatkan keliling 160 relief yang menggambarkan tentang
adegan-adegan dari “Karmawibhangga” yaitu yang melukiskan tentang hukum sebab
akibat. Relief dipahatkan dalam bentuk realis (kini telah terpendam, yang sering disebut
dengan kaki candi Yzerman).
Relief yang dipahatkan dalam adegan-adegan “Karmawibhangga” yang melukiskan tentang
kehidupan sehari-hari masyarakat.
52

Relief Karmawibhangga ini juga mencerminkan tentang sikap dan budaya masyarakat pada
saat itu. Hal ini terlihat dari pola hidup, bentuk rumah, pola perkampungan, sistem pertanian
seperti gambar dibawah

Tingkat Rupadhatu (bagian badan)

53

Rupa artinya wajah, bentuk, gambaran, wujud dan Dhatu artinya tempat, wilayah, arial,
ruang atau alam.
Rupadhatu sama dengan “alam antara”, tempat manusia setelah meninggalkan segala
keduniawian.
Rupadhatu ini merupakan gambaran tentang alam kehidupan untuk menuju nirwana atau
dalam masa sandiasin (mulai meninggalkan sifat keduniawian).
Rupadhatu terdiri dari :
4 tingkat atau lorong yang berbentuk bujur sangkar. (gambar)
Tingkat Rupadhatu (bagian badan)
Rupa artinya wajah, bentuk, gambaran, wujud dan Dhatu artinya tempat, wilayah, arial,
ruang atau alam.
Rupadhatu sama dengan “alam antara”, tempat manusia setelah meninggalkan segala
keduniawian.
Rupadhatu ini merupakan gambaran tentang alam kehidupan untuk menuju nirwana atau
dalam masa sandiasin (mulai meninggalkan sifat keduniawian).
Rupadhatu terdiri dari :
4 tingkat atau lorong yang berbentuk bujur sangkar. (gambar)

54

BAB V
SENI RUPA ZAMAN ISLAM NUSANTARA

Peningalan sejarah kebudayaan islam secara garis besar di bedakan menjadi 2 bagian, yaitu
peningalan sejarah dalam bentuk bangunan dan peninggalan sejarah dalam bentuk
kebudayaan berikut ini akan di jelaskan tentang macam – macam peningalan masa kerajaan
islam nusantara
5.1 Peninggalan Berbentuk Bangunan
Masjid Agung Demak
Masjid merupakan seni arsitektur Islam yang paling menonjol. Masjid adalah tempat
peribadatan umat Islam. Berbeda dengan masjid-masjid yang ada sekarang, atap masjid
peninggalan sejarah biasanya beratap tumpang bersusun. Semakin ke atas atapnya makin
kecil. Jumlah atap tumpang itu biasanya ganjil, yaitu tiga atau lima. Atap yang paling atas
berbentuk limas. Di dalam masjid terdapat empat tiang utama yang menyangga atap tumpang.
Pada bagian barat masjid terdapat mihrab. Di sebelah kanan mihrab ada mimbar. Di halaman
masjid biasanya terdapat menara. Keberadaan menara tidak hanya untuk menambah
keindahan

bangunan

masjid.

Fungsi

menara

adalah

sebagai

tempat

muazin

mengumandangkan azan ketika tiba waktu salat. Sebelum azan dikumandangkan, dilakukan
pemukulan tabuh atau beduk.
Contoh masjid peninggalan sejarah Islam adalah Masjid Agung Demak dan Masjid Kudus.
Masjid Agung Demak dibangun atas perintah Wali Songo. Pembangunan masjid dipimpin
langsung oleh Sunan Kalijaga. Masjid Demak tidak memiliki menara. Sementara masjid
Kudus didirikan oleh Sunan Kudus.
Masjid Agung Demak. Pembangunan masjid dipimpin langsung oleh Sunan Kalijaga. Salah
satu keunikan Masjid Agung Demak adalah salah satu tiangnya terbuat dari susunan tatal.
Konon, tiang ini dibuat oleh Sunan Kalijaga. Tiang dari tatal ini kemudian diganti ketika
Masjid Agung Demak dipugar pada tahun 1980. Potongan tiang tatal ini masih tersimpan di

55

bangsal belakang masjid. Berikut ini daftar masjid-masjid peninggalan sejarah kerajaan
Islam.
Masjid-masjid peninggalan sejarah kerajaan Islam di Indonesia

No.
1
2
3
4
5
6

Nama Masjid
Masjid Agung Demak
Masjid Ternate
Masjid Sunan Ampel
Masjid Kudus
Masjid Banten
Masjid Cirebon

7

Masjid Raya

8

Masjid Katangga

Lokasi Penemuan
Demak, Jateng
Ternate, Ambon
Surabaya, Jatim
Kudus, Jateng
Banten
Cirebon, Jabar
Baiturrahman
Banda
Katangga, Sulsel

Pembuatan
Abad 14 M
Abad 14 M
Abad 15 M
Abad 15 M
Abad 15 M
Abad 15 M

Peninggalan
K. Demak
K. Ternate
K. Banten
K. Cirebon

Aceh Abad 15 M

K. Aceh

Abad 16 M

K. Gowa

Makam dan Nisan
Makam memiliki daya tarik tersendiri karena merupakan hasil kebudayaan. Makam biasanya
memiliki batu nisan. Di samping kebesaran nama orang yang dikebumikan pada makam
tersebut, biasanya batu nisannya pun memiliki nilai budaya tinggi. Makam yang terkenal
antara lain makam para anggota Walisongo dan makam raja-raja.
Pada makam orang-orang penting atau terhormat didirikan sebuah rumah yang disebut
cungkup atau kubah dalam bentuk yang sangat indah dan megah. Misalnya, makam Sunan
Kudus, Sunan Kalijaga, dan sunan-sunan besar yang lain.
Peninggalan sejarah Islam dalam bentuk makam dapat kita lihat antara lain pada beberapa
makam berikut.
(1) Makam Sunan Langkat (di halaman dalam masjid Azisi, Langkat)
(2) Makam Walisongo
(3) Makam Imogiri (Yogyakarta)
(4) Makam Raja Gowa
Peninggalan sejarah Islam dalam bentuk nisan dapat kita lihat antara lain pada beberapa nisan
berikut.
(1) Di Leran, Gresik (Jawa timur) terdapat batu nisan bertuliskan bahasa dan huruf Arab,
yang memuat keterangan tentang meninggalnya seorang perempuan bernama Fatimah binti
Maimun yang berangka tahun 475 Hijriah (1082 M);

56

(2) Di Sumatra (di pantai timur laut Aceh utara) ditemukan batu nisan Sultan Malik alsaleh
yang berangka tahun 696 Hijriah (!297 M);
(3) Di Sulawesi Selatan, ditemukan batu nisan Sultan Hasanuddin;
(4) Di Banjarmasin, ditemukan batu nisan Sultan Suryana Syah; dan
(