HYBRID ECO FRIENDLY VEHICLE TEKNOLOGI PE

HYBRID ECO-FRIENDLY VEHICLE:
TEKNOLOGI PENGOLAHAN LIMBAH PLASTIK DAN
PERTUMBUHAN MIKROALGA DI DALAM KENDARAAN BERBASIS
TEKNOLOGI HIJAU

Karya Ini Disusun untuk Mengikuti Lomba Inovasi Untuk Negeri 2017
“Inovasi Menginspirasi Untuk Negeri”

Disusun Oleh:
Herman Amrullah

UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2017

Latar Belakang
Indonesia merupakan negara penghasil limbah plastik kedua di dunia
setelah Tiongkok, dimana limbah plastik yang mencemari perairan Indonesia
mencapai 187,2 juta ton [1]. Hal ini berkaitan dengan data dari Kementrian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang menyebutkan bahwa plastik hasil dari
100 toko atau anggota Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (APRINDO) dalam

waktu 1 tahun saja, telah mencapai 10,95 juta lembar limbah kantong plastik [2].

Konsumsi berlebih terhadap plastik berdampak besar terhadap kerusakan
lingkungan karena sifatnya yang tidak mudah terdegradasi. Proses dekomposisi
pada plastik membutuhkan 400-500 tahun. Akibatnya konsumsi berlebih terhadap
plastik

dapat

mencemari

daratan,

lautan,

hingga

udara

dimana


hasil

pembakarannya mengeluarkan gas beracun yang bersifat karsinogenik berupa
dioxin dan furan [3].

Berbagai upaya penanggulangan limbah plastik telah diterapkan di
Indonesia, diantaranya berupa program daur ulang limbah dan pemberlakuan
kantong plastik berbayar Rp 200,00 di pasar-pasar modern. Namun upaya ini
belum mampu menangani permasalahan limbah plastik di Indonesia secara
signifikan, dikarenakan penggunaan plastik yang lebih praktis dan murah. Oleh
karena itu dibutuhkan solusi yang lebih efektif agar dapat mengurangi limbah
plastik bahkan menambah nilai manfaatnya bagi masyarakat.

Umumnya plastik dapat dimanfaatkan menjadi bahan bakar alternatif
dikarenakan berasal dari produk turunan minyak bumi dan memiliki struktur
rantai karbon yang panjang. Plastik dapat diubah menjadi bahan bakar alternatif
dengan menggunakan reaksi pirolisis, yaitu proses degradasi termal bahan plastik
dengan pemanasan tanpa melibatkan oksigen sehingga limbah plastik dapat
terkonversi menjadi bahan bakar alternatif [4]. Proses pirolisis plastik

membutuhkan jumlah panas yang besar dengan suhu sekitar 310-540oC [5], hal ini
yang menyebabkan proses pirolisis limbah plastik belum banyak diminati
masyarakat.

1

Teknologi Hybrid Eco-friendly Vehicle
Salah satu upaya pemanfaatan limbah plastik terbaru adalah dengan
menggunakan teknologi Hybrid Eco-friendly Vehicle pada kendaraan. Teknologi
ini menggabungkan reaktor pirolisis dengan photobioreactor mikroalga di dalam
satu kendaraan.

Gambar 1. Hybrid Eco-friendly Vehicle

Hybrid Eco-friendly Vehicle dapat mengonversi limbah plastik menjadi

bahan bakar alternatif pada kendaraan yang komponen mesinnya terintegrasi
langsung dengan proses pirolisis. Gas buang kendaraan mobil memiliki suhu
sekitar 500-800oC [6], gas buang ini dapat dijadikan sumber panas proses pirolisis
yang memiliki suhu sekitar 310-540oC [5] sehingga terbentuk kendaraan yang

dapat menghasilkan bahan bakarnya sendiri.

Konsekuensinya kendaraan ini mengandung emisi gas CO2 tinggi yang di
produksi dari hasil proses pembakaran bahan bakar dan pirolisis plastik. Faktanya,
1 kilogram bahan bakar dapat menghasilkan 3 kilogram gas CO2 [7]. Gas CO2
yang dihasilkan merupakan penyebab dari perubahan iklim yang mengakibatkan
global warming. Salah satu metode untuk menguranginya adalah dengan

menyalurkan gas CO2 untuk pertumbuhan mikroalga. Mikroalga merupakan
kelompok tumbuhan berukuran mikro yang umumnya dikenal dengan sebutan

2

fitoplankton. Mikroalga dapat berperan dalam menurunkan komponen-komponen
berbahaya dalam gas buang seperti gas CO dan CO2 [8].
Pada Hybrid Eco-friendly Vehicle, plastik ditempatkan ke dalam reaktor
pirolisis dan gas buang knalpot dialirkan ke dalamnya sebagai sumber panas.
Proses pirolisis akan menghasilkan bahan bakar dan gas CO2. Gas CO2 yang
dihasilkan dialirkan masuk ke dalam photobioreactor mikroalga. Mikroalga yang
digunakan


berupa

Chlorella

vulgaris.

C.

vulgaris

tumbuh

di

dalam

photobioreactor yang tembus cahaya matahari dan gas CO2 sebagai sumber
karbon, serta nutrisi lainnya untuk menjalankan proses fotosintesis.


Bahan bakar alternatif hasil pirolisis plastik dapat langsung digunakan
sebagai bahan bakar dari teknologi Hybrid Eco-friendly Vehicle, untuk itu bahan
bakar hasil pirolisis harus sesuai dengan karakteristik bahan bakar yang ada di
pasaran. Bahan bakar hasil pirolisis diuji dengan sifat specific gravity (densitas)
dengan menggunakan piknometer dan kinematic viscosity (kekentalan) dengan
menggunakan viskosimeter Ostwald.

Tabel 1. Perbandingan Bahan Bakar
Bahan Bakar

Specific Gravity

Kinematic Viscosity

Kerosene

0,835

1,2


Diesel

0,82-0,87

2.0-5.0

Gasoline

0,8669

2,582

Hasil Pirolisis

0,8339

1,312

Dari hasil perbandingan, bahan bakar hasil pirolisis mempunyai
karakteristik yang mirip dengan bahan bakar jenis diesel. Namun pada

eksperimental yang dilakukan oleh Williams (1997) [9], Demirbas (2004) [10],
dan banyak peneliti lainnya dapat menghasilkan bahan bakar yang memiliki
karakteristik yang sama dengan bahan bakar jenis bensin. Hal ini dikarenakan
penulis melakukan pirolisis plastik dengan keadaan reaktor yang terdapat banyak
tar dan dalam kondisi kotor.

3

Gambar 2. Minyak Hasil dengan Katalis, Tar, Minyak Hasil Tanpa Katalis

Teknologi Hybrid Eco-friendly Vehicle menggunakan mikroalga sebagai
agen penyerap gas CO2. Mikroalga memiliki proses pertumbuhan yang hampir
sama dengan jenis mikroorganisme lainnya, dimana terdapat empat fase
pertumbuhan. Fase I (lag phase) kenaikan konsentrasi hanya sedikit, hal ini
dikarenakan mikroalga masih menyesuaikan diri dengan lingkungan yang baru.
Fase II (exponential phase) kecepatan pertumbuhan sangat cepat. Fase III
(stationary phase)

kecepatan pertumbuhan nol dimana kenaikan konsentrasi


mikroalga sama dengan jumlah mikroalga yang mati. Fase IV (dead phase)
mikroalga banyak yang mati dikarenakan umur mikroalga yang sangat singkat
[11].

Gambar 3. Fase Pertumbuhan Mikroorganisme [11]

Pada teknologi Hybrid Eco-friendly Vehicle, diinginkan mikroalga hanya
tumbuh sampai fase eksponensialnya (fase II). Untuk itu perlu dilakukan

4

penelitian tentang berapa produksi biomassa dari Chlorella vulgaris agar dapat
diketahui waktu kultivasi mikroalga yang ideal di dalam teknologi Hybrid Ecofriendly Vehicle.

Tabel 2. Hubungan Antara Produksi Biomassa dengan Waktu Kultivasi
Chlorella vulgaris

Waktu Kultivasi,

Produksi Biomassa,


Efisiensi Pengurangan Gas

Hari

mg/L

CO2, %

0

292,703

-

7

1649,863

16,88


14

1796,583

9,35

21

2493,503

9,13

Kultivasi bibit Chlorella vulgaris dilakukan selama 7 hari di dalam
photobioreactor. Kultivasi selama 7 hari ini dapat mengurangi gas CO2 dalam
kendaraan sebesar 16,88%.

Gambar 4. Aplikasi Teknologi Hybrid Eco-friendly Vehicle

5

Penutup
Teknologi Hybrid Eco-friendly Vehicle merupakan solusi yang cocok
diterapkan di Indonesia, dimana Negara kita mempunyai masalah limbah plastik
yang masih belum terselesaikan. Dalam pengaplikasiannya, teknologi ini dapat
disediakan di stasiun pengisian bahan bakar. Stasiun pengisian bahan bakar dapat
menyediakan bagian khusus untuk pembersihan reaktor dan pengisian bibit
Chlorella vulgaris. Biomassa mikroalga Chlorella vulgaris juga dapat diproses

lebih lanjut menjadi biodiesel dan dapat dijual langsung di stasiun pengisian
bahan bakar. Pengaplikasian teknologi Hybrid Eco-friendly Vehicle diharapkan
mampu membuat masyarakat menjadi lebih peduli terhadap limbah plastik, serta
diharapkan dapat mengurangi pemakaiaan energi konvensional di dalam negeri.

6

Daftar Pustaka

[1]

J.R. Jambeck, (2015), “Plastic Waste Inputs From Land Into The Ocean,”
American Association for the Advancement of Science, New York.

[2]

T. H. Mintarsih, (2016), “Kebijakan Kantong Belanja Plastik Tidak Gratis,”
Kementrian Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Republik Indonesia,
Indonesia.

[3]

T. V. Ramachandra, (2006), “Management of Municipal Solid Waste,” New
Delhi: TERI Press, pp. 4.

[4]

C. Christine, T. Shijo and V. Soney, (2013), “Synthesis of Petroleum-Based
Fuel from Waste Plastics and Performance Analysis in a CI Engine,” Journal
of Energy, vol. 2013, pp. 1.

[5]

H. Edy, Febry A. P. A. G. Sigiro and M. Yulianto, (2015), “Temperature
Distribution of the Plastics Pyrolysis Process to Produce Fuel at 450oC,”
Procedia Environmental Sciences, vol.28, pp. 234-241.

[6]

P. D. Jerome, (2012), “International Smelting Technology Symposium:
Incorporating the 6th Advances in Sulfide Smelting Symposium,” Florida:
John Wiley & Sons, pp.34.

[7]

R. Wallace, (1995), “Motor Vehicle Transport and Global Climate Change:
Policy Scenarios,” GC Change.

[8]

A. Setiawan, Kardono, R. A. Darmawan, Santoso, A. H. Stami, Prasetyadi,
L. Panggabean, D. Radini, S. Sapulete, (2008), “Teknologi Penyerapan
Karbondioksida dengan Kultur Fitoplankton pada Fotobioreaktor,” Jakarta:
Pusat Teknologi Lingkungan LIPI, Indonesia.

[9]

E. A. Williams, P. T. Williams, (1997), “Analysis of Products Derived From
the Fast of Pyrolysis of Plastic Waste,” Journal of Analytical and Applied
Pyrolysis, vol. 40-41, pp. 347-363.

[10] A. Demirbas, (2004), “Pyrolysis of Municipal Plastic Waste for Recovery of
Gasoline-Range Hydrocarbons,” Journal of Analytical and Applied
Pyrolysis, vol. 72, pp. 97-102.
[11] H. S. Fogler, (2016), “Elements of Chemical Reaction Engineering,” 5th
Edition, Prentice-Hall Inc., New Jersey.

7