82700095 Belajar Dan Teori Kognitifputri

Belajar dan Teori Kognitif
Teori-teori di bagian ini merupakan dasar bagi teori-teori lain yang termasuk dalam buku ini dan untuk banyak yang tidak
disertakan. Mereka mengkategorikan belajar dan berpikir, menjelaskan bagaimana fungsi pikiran, menggambarkan
bagaimana kita mengatur apa yang kita pelajari, menggambarkan lingkungan belajar dan bagaimana pengetahuan
dibangun dan mengingat. Teori ini memberikan bahasa yang umum bagi instruktur dan desainer instruksional dan telah
digunakan sebagai dasar untuk strategi yang dijelaskan dalam sisa buku ini.
1. Teori Belajar Piaget
Piaget merupakan salah satu pioner konstruktivis, ia berpendapat bahwa anak membangun sendiri pengetahuannya dari
pengalamannya sendiri dengan lingkungan. Dalam pandangan Piaget, pengetahuan datang dari tindakan, perkembangan kognitif
sebagian besar bergantung kepada seberapa jauh anak aktif memanipulasi dan aktif berinteraksi dengan lingkungannya. Dalam hal
ini peran guru adalah sebagai fasilitator dan buku sebagai pemberi informasi.
Piaget menjabarkan implikasi teori kognitif pada pendidikan yaitu 1) memusatkan perhatian kepada cara berpikir atau proses mental
anak, tidak sekedar kepada hasilnya. Guru harus memahami proses yang digunakan anak sehingga sampai pada hasil tersebut.
Pengalaman – pengalaman belajar yang sesuai dikembangkan dengan memperhatikan tahap fungsi kognitif dan jika guru penuh
perhatian terhadap Pendekatan yang digunakan siswa untuk sampai pada kesimpulan tertentu, barulah dapat dikatakan guru berada
dalam posisi memberikan pengalaman yang dimaksud, 2) mengutamakan peran siswa dalam berinisiatif sendiri dan keterlibatan aktif
dalam kegiatan belajar. Dalam kelas, Piaget menekankan bahwa pengajaran pengetahuan jadi ( ready made knowledge ) anak
didorong menentukan sendiri pengetahuan itu melalui interaksi spontan dengan lingkungan, 3) memaklumi akan adanya perbedaan
individual dalam hal kemajuan perkembangan. Teori Piaget mengasumsikan bahwa seluruh siswa tumbuh dan melewati urutan
perkembangan yang sama, namun pertumbungan itu berlangsung pada kecepatan berbeda. Oleh karena itu guru harus melakukan
upaya untuk mengatur aktivitas di dalam kelas yang terdiri dari individu – individu ke dalam bentuk kelompok – kelompok kecil

siswa daripada aktivitas dalam bentuk klasikal, 4) mengutamakan peran siswa untuk saling berinteraksi. Menurut Piaget, pertukaran
gagasan – gagasan tidak dapat dihindari untuk perkembangan penalaran. Walaupun penalaran tidak dapat diajarkan secara langsung,
perkembangannya dapat disimulasi.

Teori perkembangan kognitif
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Langsung ke: navigasi, cari
Teori Perkembangan Kognitif, dikembangkan oleh Jean Piaget, seorang psikolog Swiss yang hidup tahun 1896-1980. Teorinya
memberikan banyak konsep utama dalam lapangan psikologi perkembangan dan berpengaruh terhadap perkembangan konsep
kecerdasan, yang bagi Piaget, berarti kemampuan untuk secara lebih tepat merepresentasikan dunia dan melakukan operasi logis
dalam representasi konsep yang berdasar pada kenyataan. Teori ini membahas munculnya dan diperolehnya schemata—skema
tentang bagaimana seseorang mempersepsi lingkungannya— dalam tahapan-tahapan perkembangan, saat seseorang memperoleh cara
baru dalam merepresentasikan informasi secara mental. Teori ini digolongkan ke dalam konstruktivisme, yang berarti, tidak seperti
teori nativisme (yang menggambarkan perkembangan kognitif sebagai pemunculan pengetahuan dan kemampuan bawaan), teori ini
berpendapat bahwa kita membangun kemampuan kognitif kita melalui tindakan yang termotivasi dengan sendirinya terhadap
lingkungan. Untuk pengembangan teori ini, Piaget memperoleh Erasmus Prize. Piaget membagi skema yang digunakan anak untuk
memahami dunianya melalui empat periode utama yang berkorelasi dengan dan semakin canggih seiring pertambahan usia:




Periode sensorimotor (usia 0–2 tahun)
Periode praoperasional (usia 2–7 tahun)



Periode operasional konkrit (usia 7–11 tahun)



Periode operasional formal (usia 11 tahun sampai dewasa)

Periode sensorimotor
Menurut Piaget, bayi lahir dengan sejumlah refleks bawaan selain juga dorongan untuk mengeksplorasi dunianya. Skema awalnya
dibentuk melalui diferensiasi refleks bawaan tersebut. Periode sensorimotor adalah periode pertama dari empat periode. Piaget
berpendapat bahwa tahapan ini menandai perkembangan kemampuan dan pemahaman spatial penting dalam enam sub-tahapan:

1. Sub-tahapan skema refleks, muncul saat lahir sampai usia enam minggu dan berhubungan terutama dengan refleks.
2. Sub-tahapan fase reaksi sirkular primer, dari usia enam minggu sampai empat bulan dan berhubungan terutama dengan munculnya
kebiasaan-kebiasaan.
3. Sub-tahapan fase reaksi sirkular sekunder, muncul antara usia empat sampai sembilan bulan dan berhubungan terutama dengan

koordinasi antara penglihatan dan pemaknaan.
4. Sub-tahapan koordinasi reaksi sirkular sekunder, muncul dari usia sembilan sampai duabelas bulan, saat berkembangnya kemampuan
untuk melihat objek sebagai sesuatu yang permanen walau kelihatannya berbeda kalau dilihat dari sudut berbeda (permanensi objek).
5. Sub-tahapan fase reaksi sirkular tersier, muncul dalam usia dua belas sampai delapan belas bulan dan berhubungan terutama dengan
penemuan cara-cara baru untuk mencapai tujuan.
6. Sub-tahapan awal representasi simbolik, berhubungan terutama dengan tahapan awal kreativitas.

[sunting] Tahapan praoperasional
Tahapan ini merupakan tahapan kedua dari empat tahapan. Dengan mengamati urutan permainan, Piaget bisa menunjukkan bahwa
setelah akhir usia dua tahun jenis yang secara kualitatif baru dari fungsi psikologis muncul. Pemikiran (Pra)Operasi dalam teori
Piaget adalah prosedur melakukan tindakan secara mental terhadap objek-objek. Ciri dari tahapan ini adalah operasi mental yang
jarang dan secara logika tidak memadai. Dalam tahapan ini, anak belajar menggunakan dan merepresentasikan objek dengan
gambaran dan kata-kata. Pemikirannya masih bersifat egosentris: anak kesulitan untuk melihat dari sudut pandang orang lain. Anak
dapat mengklasifikasikan objek menggunakan satu ciri, seperti mengumpulkan semua benda merah walau bentuknya berbeda-beda
atau mengumpulkan semua benda bulat walau warnanya berbeda-beda.
Menurut Piaget, tahapan pra-operasional mengikuti tahapan sensorimotor dan muncul antara usia dua sampai enam tahun. Dalam
tahapan ini, anak mengembangkan keterampilan berbahasanya. Mereka mulai merepresentasikan benda-benda dengan kata-kata dan
gambar. Bagaimanapun, mereka masih menggunakan penalaran intuitif bukan logis. Di permulaan tahapan ini, mereka cenderung
egosentris, yaitu, mereka tidak dapat memahami tempatnya di dunia dan bagaimana hal tersebut berhubungan satu sama lain. Mereka
kesulitan memahami bagaimana perasaan dari orang di sekitarnya. Tetapi seiring pendewasaan, kemampuan untuk memahami


perspektif orang lain semakin baik. Anak memiliki pikiran yang sangat imajinatif di saat ini dan menganggap setiap benda yang tidak
hidup pun memiliki perasaan.

[sunting] Tahapan operasional konkrit
Tahapan ini adalah tahapan ketiga dari empat tahapan. Muncul antara usia enam sampai duabelas tahun dan mempunyai ciri berupa
penggunaan logika yang memadai. Proses-proses penting selama tahapan ini adalah:
Pengurutan—kemampuan untuk mengurutan objek menurut ukuran, bentuk, atau ciri lainnya. Contohnya, bila diberi benda berbeda
ukuran, mereka dapat mengurutkannya dari benda yang paling besar ke yang paling kecil.
Klasifikasi—kemampuan untuk memberi nama dan mengidentifikasi serangkaian benda menurut tampilannya, ukurannya, atau
karakteristik lain, termasuk gagasan bahwa serangkaian benda-benda dapat menyertakan benda lainnya ke dalam rangkaian tersebut.
Anak tidak lagi memiliki keterbatasan logika berupa animisme (anggapan bahwa semua benda hidup dan berperasaan)
Decentering—anak mulai mempertimbangkan beberapa aspek dari suatu permasalahan untuk bisa memecahkannya. Sebagai contoh
anak tidak akan lagi menganggap cangkir lebar tapi pendek lebih sedikit isinya dibanding cangkir kecil yang tinggi.
Reversibility—anak mulai memahami bahwa jumlah atau benda-benda dapat diubah, kemudian kembali ke keadaan awal. Untuk itu,
anak dapat dengan cepat menentukan bahwa 4+4 sama dengan 8, 8-4 akan sama dengan 4, jumlah sebelumnya.
Konservasi—memahami bahwa kuantitas, panjang, atau jumlah benda-benda adalah tidak berhubungan dengan pengaturan atau
tampilan dari objek atau benda-benda tersebut. Sebagai contoh, bila anak diberi cangkir yang seukuran dan isinya sama banyak,
mereka akan tahu bila air dituangkan ke gelas lain yang ukurannya berbeda, air di gelas itu akan tetap sama banyak dengan isi
cangkir lain.

Penghilangan sifat Egosentrisme—kemampuan untuk melihat sesuatu dari sudut pandang orang lain (bahkan saat orang tersebut
berpikir dengan cara yang salah). Sebagai contoh, tunjukkan komik yang memperlihatkan Siti menyimpan boneka di dalam kotak,
lalu meninggalkan ruangan, kemudian Ujang memindahkan boneka itu ke dalam laci, setelah itu baru Siti kembali ke ruangan. Anak

dalam tahap operasi konkrit akan mengatakan bahwa Siti akan tetap menganggap boneka itu ada di dalam kotak walau anak itu tahu
bahwa boneka itu sudah dipindahkan ke dalam laci oleh Ujang.

[sunting] Tahapan operasional formal
Tahap operasional formal adalah periode terakhir perkembangan kognitif dalam teori Piaget. Tahap ini mulai dialami anak dalam usia
sebelas tahun (saat pubertas) dan terus berlanjut sampai dewasa. Karakteristik tahap ini adalah diperolehnya kemampuan untuk
berpikir secara abstrak, menalar secara logis, dan menarik kesimpulan dari informasi yang tersedia. Dalam tahapan ini, seseorang
dapat memahami hal-hal seperti cinta, bukti logis, dan nilai. Ia tidak melihat segala sesuatu hanya dalam bentuk hitam dan putih,
namun ada "gradasi abu-abu" di antaranya. Dilihat dari faktor biologis, tahapan ini muncul saat pubertas (saat terjadi berbagai
perubahan besar lainnya), menandai masuknya ke dunia dewasa secara fisiologis, kognitif, penalaran moral, perkembangan
psikoseksual, dan perkembangan sosial. Beberapa orang tidak sepenuhnya mencapai perkembangan sampai tahap ini, sehingga ia
tidak mempunyai keterampilan berpikir sebagai seorang dewasa dan tetap menggunakan penalaran dari tahap operasional konkrit.

[sunting] Informasi umum mengenai tahapan-tahapan
Keempat tahapan ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut:




Walau tahapan-tahapan itu bisa dicapai dalam usia bervariasi tetapi urutannya selalu sama. Tidak ada ada tahapan yang diloncati dan
tidak ada urutan yang mundur.
Universal (tidak terkait budaya)



Bisa digeneralisasi: representasi dan logika dari operasi yang ada dalam diri seseorang berlaku juga pada semua konsep dan isi
pengetahuan



Tahapan-tahapan tersebut berupa keseluruhan yang terorganisasi secara logis



Urutan tahapan bersifat hirarkis (setiap tahapan mencakup elemen-elemen dari tahapan sebelumnya, tapi lebih terdiferensiasi dan
terintegrasi)




Tahapan merepresentasikan perbedaan secara kualitatif dalam model berpikir, bukan hanya perbedaan kuantitatif

[sunting] Proses perkembangan
Seorang individu dalam hidupnya selalu berinteraksi dengan lingkungan. Dengan berinteraksi tersebut, seseorang akan memperoleh
skema. Skema berupa kategori pengetahuan yang membantu dalam menginterpretasi dan memahami dunia. Skema juga
menggambarkan tindakan baik secara mental maupun fisik yang terlibat dalam memahami atau mengetahui sesuatu. Sehingga dalam
pandangan Piaget, skema mencakup baik kategori pengetahuan maupun proses perolehan pengetahuan tersebut. Seiring dengan
pengalamannya mengeksplorasi lingkungan, informasi yang baru didapatnya digunakan untuk memodifikasi, menambah, atau
mengganti skema yang sebelumnya ada. Sebagai contoh, seorang anak mungkin memiliki skema tentang sejenis binatang, misalnya
dengan burung. Bila pengalaman awal anak berkaitan dengan burung kenari, anak kemungkinan beranggapan bahwa semua burung
adalah kecil, berwarna kuning, dan mencicit. Suatu saat, mungkin anak melihat seekor burung unta. Anak akan perlu memodifikasi
skema yang ia miliki sebelumnya tentang burung untuk memasukkan jenis burung yang baru ini.
Asimilasi adalah proses menambahkan informasi baru ke dalam skema yang sudah ada. Proses ini bersifat subjektif, karena
seseorang akan cenderung memodifikasi pengalaman atau informasi yang diperolehnya agar bisa masuk ke dalam skema yang sudah
ada sebelumnya. Dalam contoh di atas, melihat burung kenari dan memberinya label "burung" adalah contoh mengasimilasi binatang
itu pada skema burung si anak.
Akomodasi adalah bentuk penyesuaian lain yang melibatkan pengubahan atau penggantian skema akibat adanya informasi baru yang
tidak sesuai dengan skema yang sudah ada. Dalam proses ini dapat pula terjadi pemunculan skema yang baru sama sekali. Dalam

contoh di atas, melihat burung unta dan mengubah skemanya tentang burung sebelum memberinya label "burung" adalah contoh
mengakomodasi binatang itu pada skema burung si anak.
Melalui kedua proses penyesuaian tersebut, sistem kognisi seseorang berubah dan berkembang sehingga bisa meningkat dari satu
tahap ke tahap di atasnya. Proses penyesuaian tersebut dilakukan seorang individu karena ia ingin mencapai keadaan equilibrium,
yaitu berupa keadaan seimbang antara struktur kognisinya dengan pengalamannya di lingkungan. Seseorang akan selalu berupaya
agar keadaan seimbang tersebut selalu tercapai dengan menggunakan kedua proses penyesuaian di atas.
Dengan demikian, kognisi seseorang berkembang bukan karena menerima pengetahuan dari luar secara pasif tapi orang tersebut
secara aktif mengkonstruksi pengetahuannya.

[sunting] Isu dalam perkembangan kognitif[1]
Isu utama dalam perkembangan kognitif serupa dengan isu perkembangan psikologi secara umum.
[sunting] Tahapan perkembangan
 Perbedaan kualitatif dan kuantitatif

Terdapat kontroversi terhadap pembagian tahapan perkembangan berdasarkan perbedaan kualitas atau kuantitas kognisi.


Kontinuitas dan diskontinuitas

Kontroversi ini membahas apakah pembagian tahapan perkembangan merupakan proses yang berkelanjutan atau proses terputus pada

tiap tahapannya.


Homogenitas dari fungsi kognisi

Terdapat perbedaan kemampuan fungsi kognisi dari tiap individu
[sunting] Natur dan nurtur

Kontroversi natur dan nurtur berasal dari perbedaan antara filsafat nativisme dan filsafat empirisme. Nativisme mempercayai bahwa
pada kemampuan otak manusia sejak lahir telah dipersiapkan untuk tugas-tugas kognitif. Empirisme mempercayai bahwa
kemampuan kognisi merupakan hasil dari pengalaman.
[sunting] Stabilitas dan kelenturan dari kecerdasan

Secara relatif kecerdasan seorang anak tetap stabil pada suatu derajat kecerdasan, namun terdapat perbedaan kemampuan kecerdasan
seorang anak pada usia 3 tahun dibandingkan dengan usia 15 tahun.

[sunting] Sudut pandang lain
Pada saat ini terdapat beberapa pendekatan yang berbeda untuk menjelaskan perkembangan kognitif.



Teori perkembangan kognitif neurosains [2]

Kemajuan ilmu neurosains dan teknologi memungkinkan mengaitkan antara aktivitas otak dan perilaku. Biologis menjadi dasar dari
pendekatan ini untuk menjelaskan perkembangan kognitif. Pendekatan ini memiliki tujuan untuk dapat mengantarai pertanyaan
mengenai umat manusia yaitu


1. Apakah hubungan antara pemikiran dan tubuh, khususnya antara otak secara fisik dan mental proses
2. Apakah filogeni atau ontogeni yang menjadi awal mula dari struktur biologis yang teratur


Teori Konstruksi pemikiran-sosial

Selain biologi, konteks sosial juga merupakan salah satu sudut pandang dari perkembangan kognitif. Perspektif ini menyatakan
bahwa lingkungan sosial dan budaya akan memberikan pengaruh terbesar terhadap pembentukan kognisi dan pemikiran anak. Teori
ini memiliki implikasi langsung pada dunia pendidikan. Teori Vygotsky menyatakan bahwa anak belajar secara aktif lebih baik
daripada secara pasif. Tokoh-tokohnya diantaranya Lev Vygotsky, Albert Bandura, Michael Tomasello


Teori Theory of Mind (TOM)


Teori perkembangan kognitif ini percaya bahwa anak memiliki teori maupun skema mengenai dunianya yang menjadi dasar
kognisinya. Tokoh dari ToM ini diantaranya adalah Andrew N. Meltzoff

[sunting] Referensi



Bjorklund, D.F. (2000) Children's Thinking: Developmental Function and individual differences. 3rd ed. Bellmont, CA : Wadsworth
Cole, M, et al. (2005). The Development of Children. New York: Worth Publishers.



Johnson, M.H. (2005). Developmental cognitive neuroscience. 2nd ed. Oxford : Blacwell publishing



Piaget, J. (1954). "The construction of reality in the child". New York: Basic Books.



Piaget, J. (1977). The Essential Piaget. ed by Howard E. Gruber and J. Jacques Voneche Gruber, New York: Basic Books.



Piaget, J. (1983). "Piaget's theory". In P. Mussen (ed). Handbook of Child Psychology. 4th edition. Vol. 1. New York: Wiley.



Piaget, J. (1995). Sociological Studies. London: Routledge.



Piaget, J. (2000). "Commentary on Vygotsky". New Ideas in Psychology, 18, 241–259.



Piaget, J. (2001). Studies in Reflecting Abstraction. Hove, UK: Psychology Press.



Seifer, Calvin "Educational Psychology"

Taksonomi Bloom
Pada tahun 1948, Benjamin Bloom terorganisir dan memimpin sekelompok pendidik yang, selama delapan tahun,
diklasifikasikan tujuan pendidikan dan tujuan yang akhirnya bernama Taksonomi Bloom. Direvisi pada tahun 2003,
Taksonomi Bloom adalah dikategorikan ke dalam tiga domain pembelajaran: kognitif, afektif (dibahas pada bab
selanjutnya), dan psikomotor. Domain kognitif dibagi menjadi enam tingkatan berurutan berpikir. Tiga tingkat pertama atau
lebih rendah-kecakapan meliputi: mengingat, memahami dan menerapkan. Tiga terakhir tingkat atau lebih tinggikecakapan meliputi: menganalisis, mengevaluasi dan menciptakan. Menurut Bloom dan Krathwohl (1956), tujuan untuk
mengembangkan taksonomi ini adalah untuk, "membantu pembangun rencana kurikulum pengalaman belajar dan
mempersiapkan perangkat evaluasi; memperjelas arti dari sebuah tujuan belajar (apa tingkat 'pemahaman' yang berusaha
untuk dicapai) , dan menyediakan kerangka kerja untuk penelitian pada pengajaran dan pembelajaran, dalam hal
mengingat, berpikir dan pemecahan masalah (hal. 2-3) ".
Benjamin S. Bloom amat populer di dunia pendidikan dengan taksonominya yang lazim disebut dengan taksonomi Bloom, walaupun
yang menyusun taksonomi (klasifikasi, kategorisasi, penggolongan) tersebut bukan hanya Bloom seorang.

Taksonomi Bloom itu merupakan penggolongan (klasifikasi) tujuan pendidikan. Ada yang menyebutnya sebagai perilaku intelektual
atau intellectual behavior. Saya suka-suka menyebutnya dengan daya-daya kemampuan manusia.
Tujuan pendidikan (“daya-daya kemampuan manusia”) itu dalam garis besarnya, menurut Bloom, terbagi menjadi tiga ranah atau
kawasan (domain).
Pertama, ranah kognitif, yaitu yang berkaitan dengan kognisi atau penalaran (pemikiran). Dalam bahasa pendidikan Indonesia
disebut “cipta.”
Kedua, ranah afektif, yaitu yang berkaitan dengan afeksi, yang dalam istilah pendidikan Indonesia disebut “rasa.” Para guru (dan
penatarnya) suka menyempitkannya sebagai sikap, padahal bukan hanya itu.
Ketiga, ranah psikomotor, yang berkaitan dengan psikomotor atau gerak jasmani-jiwani, yaitu gerak-gerik jasmani yang terkait
dengan jiwa. Padanan yang mirip dalam khazanah istilah pendidikan Indonesia adalah “karya,” walau sebenarnya tidak sama persis.
Para guru suka menyempitkannya dengan keterampilan, padahal bukan hanya itu.
Di buku lain ada “daya kemampuan manusia” selain kognisi, afeksi, dan psikomotor itu yang disebut dengan “konasi.” Konasi itu
kemauan atau motivasi. Dalam istilah pendidikan Indonesia disebut “karsa.” Unsur konasi (ranah konatif) ini tampaknya oleh
Bloom digabungkan ke dalam ranah afektif.
Taksonomi Bloom ranah kognitif dilukiskan “Wikipedia” dalam bentuk bunga mawar sebagai berikut. Anda harus memperbesarnya
(“zoom in”) jika ingin jelas melihatnya.

Sejarahnya bermula ketika pada awal tahun 1950-an, dalam Konferensi Asosiasi Psikolog Amerika, sebagai kelanjutan kegiatan
serupa tahun 1948, Bloom dan kawan-kawan mengemukakan bahwa persentase terbanyak butir soal evaluasi hasil belajar yang
banyak disusun di sekolah hanya meminta siswa untuk mengutarakan hapalan mereka. Hapalan tersebut sebenarnya merupakan taraf
terendah kemampuan berpikir (menalar atau “thinking behaviors”). Tegasnya, masih ada taraf lain yang lebih tinggi.

Bloom, Englehart, Furst, Hill dan Krathwohl kemudian pada tahun 1956 merumuskan ada tiga golongan (“domain”, ranah)
kemampuan intelektual (“intellectual behaviors”)–seperti telah disebutkan di muka, yaitu ranah kognitif, afektif, dan psikomotor.
Ranah kognitif terdiri atas enam aras (level), yaitu: (1) knowledge (tahu; “ke-tahu-an”; —umumnya diindonesiakan dengan
“pengetahuan” sehingga suka salah tangkap meniadi ilmu), (2) comprehension (paham, kepahaman–berbeda dari pemahaman atau
persepsi), (3) application (penerapan), (4) analysis (penguraian, penjabaran), (5) synthesis (pemaduan), dan (6) evaluation
(penilaian).
Taksonomi Bloom

3.

Pada tahun 1950-an Benyamin Bloom memimpin suatu tim yang terdiri atas para ahli psikologi dalam menganalisis perilaku belajar akademik.
Hasil pekerjaan tim ini dikenal dengan taksonomi Bloom. Taksonomi Bloom menggolongkan tiga kategori perilaku belajar yang berkaitan dan
saling melengkapi (overlapping). Ketiga kategori ini disebut ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik.

Taksonomi Bloom

Taksonomi Bloom merujuk pada taksonomi yang dibuat untuk tujuan pendidikan. Taksonomi ini
pertama kali disusun oleh Benjamin S. Bloom pada tahun 1965. Dalam hal ini, tujuan pendidikan dibagi
menjadi beberapa domain (ranah, kawasan) dan setiap domain tersebut dibagi kembali ke dalam
pembagian yang lebih rinci berdasarkan hirarkinya.
Pada awalnya munculnya taksonomi bloom hanya terdiri 2 bagian yaitu: Kognitif domain dan
Afektif domain (Simpson 1966) dan kemudian (Arikunto, 2008) melengkapi dengan psikomotor domain.
Bloom

dkk

merumuskan

Tujuan

pendidikan

dibagi

ke

dalam

tiga

domain,

yaitu:

1. Cognitive Domain (Ranah Kognitif), yang berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek intelektual,
seperti

pengetahuan,

pengertian,

dan

keterampilan

berpikir.

2. Affective Domain (Ranah Afektif) berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek perasaan dan emosi,
seperti

minat,

sikap,

apresiasi,

dan

cara

penyesuaian

diri.

3. Psychomotor Domain (Ranah Psikomotor) berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek keterampilan
motorik seperti tulisan tangan, mengetik, berenang, dan mengoperasikan mesin.
Setiap kategori dalam Revisi Taksonomi Bloom terdiri dari subkategori yang memiliki kata kunci berupa
kata yang berasosiasi dengan kategori tersebut. Kata-kata kunci itu seperti terurai di bawah ini


Mengingat : mengurutkan, menjelaskan, mengidentifikasi, menamai, menempatkan, mengulangi ,
menemukan kembali dsb.



Memahami

:

menafsirkan,

meringkas,

mengklasifikasikan,

membandingkan,

menjelaskan,

mebeberkan dsb.


Menerapkan : melaksanakan, menggunakan, menjalankan, melakukan, mempraktekan, memilih,
menyusun, memulai, menyelesaikan, mendeteksi dsb



Menganalisis : menguraikan, membandingkan, mengorganisir, menyusun ulang, mengubah
struktur, mengkerangkakan, menyusun outline, mengintegrasikan, membedakan, menyamakan,
membandingkan, mengintegrasikan dsb.



Mengevaluasi : menyusun hipotesi, mengkritik, memprediksi, menilai, menguji, mebenarkan,
menyalahkan, dsb.



Berkreasi : merancang, membangun, merencanakan, memproduksi, menemukan, membaharui,
menyempurnakan, memperkuat, memperindah, menggubah dsb.

Sistem hirarkhis yang dulu digunakan dalam Bloom dari C1 sampai C6 merupakan salah satu dimensi
dalam klasifikasi tersebut, yaitu dimensi proses kognitif. Hanya saja dalam dimensi proses kognitif, pada
taksonomi yang baru mengalami revisi seperti yang akan diuraikan berikut ini.
Tingkatan /

Lama

Baru/ Dimensi Proses Kognitif

Ranah
C1
C2
C3
C4
C5
C6

Pengetahuan
Pemahaman
Aplikasi
Analisis
Anastesis
Evaluasi

Mengingat
Pemahaman
Aplikasi
Analisis
Evaluasi
Create

Hal yang sama sekali baru adalah munculnya dimensi yang lain dalam taksonomi Bloom, yaitu dimensi
pengetahuan kognitif. Dimensi pengetahuan kognitif dibedakan pula secara hirarkhis menjadi empat
kategori

yaitu:

pengetahuan

pengetahuan metakognitif.

faktual,

pengetahuan

konseptual,

pengetahuan

prosedural,

serta