Dimensi Sosiologi Dalam Pendidikan Jasmani Dan Olahraga

DIMENSI SOSIOLOGI DALAM PENDIDIKAN JASMANI DAN OLAHRAGA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di dalam perkembangan pendidikan manusia akan berpengaruh terhadap dinamika sosialbudaya masyarakatnya. Sejalan dengan itu, pendidikan akan terus mengalami perkembangan
sesuai dengan perkembangan kebudayaan. Banyak pendapat para tokoh pendidikan yang
kemudian berdampak terhadap peradaban manusia. Tulisan ini akan mendeskripsikan
pendapat tentang arti pentingnya pendidikan bagi manusia.
Dari masa perkembangan peradaban kuno sampai munculnya abad (pencerahan) (renaisance)
di Eropa, bidang pendidikan mendapat tempat utama dan strategis dalam kehidupan
pemerintahan. Pendidikan merupakan yang paling utama, hal itu setidaknya dapat kita lihat
dari pendapat beberapa ahli berikut ini : Jean Jaqques Rosseau, seorang tokoh pembaharu
Perancis menyebutkan, Semua yang kita butuhkan dan semua kekurangan kita waktu lahir,
hanya akan kita penuhi melalui pendidikan. Aristoteles, ahli filsafat Yunani kuno berpendapat,
bahwa perbaikan masyarakat hanya dapat dilakukan dengan terlebih dahulu meperbaiki sistem
pendidikan. Van de venter, tokoh politik ETIS atau balas budi, yang menjadi tonggak awal
perkembangan munculnya golongan terpelajar Indonesia juga mengatakan, Pendidikan yang
diberikan kapada rakyat pribumi, akan dapat merubah nasib pribumi, Tokoh Pendiri nasional
yakni Ir. Soekarno dan Ki Hajar Dewantara, juga menyebutkan bahwa satu-satunya yang
dapat mengubah nasib suatu bangsa hanyalah Pendidikan.
Selanjutnya menurut UNESCO, badan PBB yang menangani bidang pendidikan menyerukan

kepada seluruh bangsa-bangsa di dunia bahwa, jika ingin membangun dan berusaha
memperbaiki keadaan seluruh bangsa, maka haruslah dari pendidikan, sebab pendidikan
adalah kunci menuju perbaikan terhadap peradaban.oleh karena itu UNESCO merumuskan
bahwa pendidikan itu adalah:
1. Learning how to think (Belajar bagaimana berpikir)
2. Learning how to do (Belajar bagaimana melakukan)
3. Learning how to be (Belajar bagaimana menjadi)
4. Learning how to learn (Belajar bagaimana belajar)

5. Learning how to live together (Belajar bagaimana hidup bersama)
Dengan demikian, jelaslah bahwa pendidikan adalah sesuatu yang sangat penting dan mutlak
bagi umat manusia. Oleh karena itu, tidaklah sekedar transfer ilmu pengetahuan (transfer of
knowledge). Tujuan pendidikan sesungguhnya menciptakan pribadi yang memiliki sikap dan
kepribadian yang positif. Sikap dan kepribadian yang positif antara lain :
1. Bangga berdisiplin
2. Tahan mental menghadapi kesulitan hidup
3. Jujur dan dapat dipercaya (memiliki karakter yang baik dan integritas yang baik atau suka
bekerjasama dalam tim)
4. Memiliki pola pikir yang rasional dan ilmiah
5. Bangga bertanggung jawab

6. Terbiasa bekerja keras
7. Mengutamakan kepedulian terhadap sesamanya
8. Mengutamakan berdiskusi dari pada berdebat (not conflict but consensus)
9. Hormat pada aturan
10. Menghormati hak-hak orang lain
11. Memiliki moral dan etika yang baik
12. Mencintai pekerjaan
13. Suka menabung
Menghasilkan manusia Indonesia seperti keadaan di atas merupakan keinginan insan
pendidikan. Semua pendidik dan tenaga kependidikan di negeri ini harus memahami hal itu
sehingga dalam melaksanakan setiap aktivitas belajar-mengajar, tidak hanya sekedar
mentransfer ilmu pengetahuan kepada warga didik (warga belajar), tetapi kita harus
membimbing mereka melalui melalui motivasi dan contoh keteladanan yang bermuara pada
pembinaan sikap (behaviour) maupun etika/moral peserta didik ataupun warga belajar.
B. Sosiologi Kaitannya Dengan Pendidikan Jasmani Dan Olahraga Berbicara tentang
sosiologi kaitanya dengan pendidikan jasmani dan olahraga , maka yang akan dibahas dalam
makalah ini adalah hubungannya dengan perkembangan interaksi masyarakat atau anak didik
dalam mengembangkan sosialisasi perkembangan olahraga. Perkembangan pendidikan
manusia akan berpengaruh terhadap dinamika sosial-budaya masyarakatnya. Sejalan dengan
itu, pendidikan akan terus mengalami perkembangan sesuai dengan perkembangan


kebudayaan. Banyak pendapat para tokoh pendidikan yang kemudian berdampak terhadap
peradaban manusia. Pendidikan adalah proses penyesuian diri secara timbal balik antara
manusia dengan alam, dengan sesama manusia atau juga pengembangan dan penyempurnaan
secara teratur dari semua potensi moral, intelektual, dan jasmaniah manusia oleh dan untuk
kepentingan pribadi dirinya dan masyarakat yang ditujukan untuk kepentingan tersebut dalam
hubungannya dengan Allah Yang Maha Pencipta sebagai tujuan akhir.
Masyarakat Indonesia yang dinamis akan mengakui bahwa persekutuan hidup itu hidup dan
tidak hanya mengalami pengaruh pikiran dan kemampuan manusia individu saja bahkan juga
mengalami pengaruh zaman dalam perkembangan ilmu pengetahuan modern seperti sekarang
ini. Olahraga memberi kesempatan yang sangat baik untuk menyalurkan tenaga dengan jalan
yang baik di dalam lingkungan persaudaraan dan persahabatan untuk persatuan yang sehat
dan suasana yang akrab dan gembira. Tetapi kini kita menghadapi kubu-kubu yang kuat baik
yang merupakan alam pikiran, sikap hidup, tradisi dan kebiasaan yang semuanya adalah
peninggalan penjajahan ditambah dengan feodalisme semenjak 350 tahun yang lalu. Dan
kadang-kadang kubu-kubu itu tidak dapat kita lihat tetapi dapat kita rasakan karena sembunyi
di dalam diri manusia. Karena itu kita harus menyelami alam pikiran pandangan dan sikap
seseorang untuk dapat membantu dia membuang sisa-sisa penjajahan yang masih bersarang
dalam dirinya untuk secara sadar membantu gerakan olahraga.
Dalam hal ini prestasilah yang memegang peranan dan merupakan faktor yang tidak dapat

dipisahkan dari kehidupan manusia. Prestasi yang kita miliki selain mengangkat nama dan
mengharumkan derajat bangsa Indonesia di dunia, suatu prestasi yang tinggi oleh seorang
olahragawan Indonesia dapat membangkitkan dalam diri warga Negara, rasa bangsa yang
sebesar-besrnya, semangat kebangsaan yang menyala-nyala dan jiwa persatuan yang sehebathebatnya sehingga terbangkit kekuatan-kekuatan baru pada dirinya dan mempunyai hasrat
yang benar untuk ikut di dalam gerakan keolahragaan. Dalam dunia keloahragaan banyak
kaitannya dengan bagaimana cara beradaptasi dan berinteraksi dengan lingkungan.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Defenisi Sosiologi Pendidikan
Bapak Sosiologi Dunia Auguste Comte (1798 – 1857) , anggapannya sosiologi terdiri dari dua
bagian pokok, yaitu social statistics dan social dynamics. Sebagai social statistics sosiologi
merupakan sebuah ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara lembaga-lembaga
kemasyarakatan. Social dynamics meneropong bagaimana lembaga-lembaga tersebut
berkembang dan mengalami perkembangan sepanjang masa. Tiga tahap perkembangan
pikiran manusia
1. tahap teologis, ialah tingkat pemikiran manusia bahwa semua benda di dunia ini
mempunyai jiwa dan itu disebabkan oleh sesuatu kekuatan yang berada di atas manusia.
2. tahap metafisis, pada tahap ini manusia masih percaya bahwa gejala-gejala di dunia ini

disebabkan oleh kekuatan-kekuatan yang berada di atas manusia.
3. tahap positif, merupakan tahap di mana manusia telah sanggup untuk berpikir secara
ilmiah. Pada tahap ini berkembanglah ilmu pengetahuan.
Beberapa defenisi sosiologi pendidikan menurut beberapa ahli:
I. Pengertian Sosiologi menurut Max Weber(1864-1920)
1. Sosiologi adalah ilmu yang berusaha memberikan pengertian tentang aksi-aksi sosial.
2. Teori Ideal Typus, yaitu suatu kosntruksi dalam pikiran seorang peneliti yang dapat
digunakan sebagai alat untuk menganalisis gejala-gejala dalam masyarakat.
3. Ajaran-ajarannya sangat menyumbang sosiologi, misalnya analisisnya tentang wewenang,
birokrasi, sosiologi agama, organisasi-organisasi ekonomi dan seterusnya.
II. Pengertian Sosiologi menurut Charles Horton Cooley (1864-1929)
1. Mengembangkan konsepsi mengenai hubungan timbal balik dan hubungan yang tidak
terpisahkan antara individu dengan masyarakat.
2. Teorinya mengidamkan kehidupan bersama, rukun dan damai sebagaimana dijumpai pada
masyarakat-masyarakat yang masih bersahaja.
3. Prihatin melihat masyarakat-masyarakat modern yang telah goyah norma-normanya,
sehingga masyarakat bersahaja merupakan bentuk ideal yang terlalu berlebih-lebihan
kesempurnaannya.
III. Pengertian Sosiologi menurut F.G. Robbins, sosiologi pendidikan adalah sosiologi khusus
yang tugasnya menyelidiki struktur dan dinamika proses pendidikan. Struktur mengandung


pengertian teori dan filsafat pendidikan, sistem kebudayaan, struktur kepribadian dan
hubungan kesemuanya dengantata sosial masyarakat. Sedangkan dinamika yakni proses sosial
dan kultural, proses perkembangan kepribadian,dan hubungan kesemuanya dengan proses
pendidikan.
IV. Pengertian Sosiologi menurut H.P. Fairchild dalam bukunya ”Dictionary of Sociology”
dikatakan bahwa sosiologi pendidikan adalah sosiologi yang diterapkan untuk memecahkan
masalah-masalah pendidikan yang fundamental. Jadi ia tergolong applied sociology.
V. Pengertian Sosiologi menurut Prof. DR S. Nasution,M.A., Sosiologi Pendidikana dalah
ilmu yang berusaha untuk mengetahui cara-cara mengendalikan proses pendidikan untuk
mengembangkan kepribadian individu agar lebih baik.
VI. Pengertian Sosiologi menurut F.G Robbins dan Brown, Sosiologi Pendidikan ialah ilmu
yang membicarakan dan menjelaskan hubungan-hubungan sosial yang mempengaruhi
individu untuk mendapatkan serta mengorganisasi pengalaman. Sosiologi pendidikan
mempelajari kelakuan sosial serta prinsip-prinsip untuk mengontrolnya.
VII. Pengertian Sosiologi menurut E.G Payne, Sosiologi Pendidikan ialah studi yang
komprehensif tentang segala aspek pendidikan dari segi ilmu sosiologi yang diterapkan.
VIII. Pengertian Sosiologi menurut Drs. Ary H. Gunawan, Sosiologi Pendidikan ialah ilmu
pengetahuan yang berusaha memecahkan masalah-masalah pendidikan dengan analisis atau
pendekatan sosiologis.

Pada dasarnya, sosiologi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu sosiologi umum dan sosiologi
khusus. Sosiologi umum menyelidiki gejala sosio-kultural secara umum. Sedangkan Sosiologi
khusus, yaitu pengkhususan dari sosiologi umum, yaitu menyelidiki suatu aspek kehidupan
sosio kultural secara mendalam. Misalnya: sosiologi masayarakat desa, sosiologi masyarakat
kota, sosiologi agama, sosiolog hukum, sosiologi pendidikan dan sebagainya.Jadi sosiologi
pendidikan merupakan salah satu sosiologi khusus.
Dari beberapa defenisi di atas, dapat disimpulkan bahwa sosiologi pendidikan adalah ilmu
yang mempelajari seluruh aspek pendidikan, baik itu struktur, dinamika, masalah-masalah
pendidikan, ataupun aspek-aspek lainnya secara mendalam melalui analisis atau pendekatan
sosiologis.
Jadi pengertian Sosiologi olahraga adalah ilmu yang mempelajari tentang perilaku manusia
dalam hubungan timbal balik dengan manusia di lingkungannya, mulai dari perilaku

sederhana sampai yang kompleks. Perilaku manusia ada yang disadari, namun ada pula yang
tidak disadari, dan perilaku yang ditampilkan seseorang dapat bersumber dari luar ataupun
dari dalam dirinya sendiri.
Ilmu sosiologi diterapkan pula ke dalam bidang olahraga yang lalu dikenal sebagai Sosiologi
olahraga. Penerapan sosiologi ke dalam bidang olahraga ini adalah untuk membantu agar
bakat olahraga yang ada dalam diri seseorang dapat dikembangkan sebaik-baiknya tanpa
adanya hambatan dan faktor-faktor yang ada dalam kepribadiannya. Dengan kata lain, tujuan

umum dari soiologi olahraga adalah untuk membantu seseorang agar dapat menampilkan
prestasi optimal, yang lebih baik dari sebelumnya.
B. Mengapa Sosiologi Olahraga Diperlukan dalam Olahraga?
Untuk meningkatnya kerjasama dalam pertandingan dapat meningkatkan kerjasama satu atlet
dengan atlet lainya dengan mudah dan cepat berinteraksi dengan lingkungan sekitar, baik
dalam hal fisik maupun psikis, sehingga kemampuan olahraganya dapat berkembang. Mereka
tidak mudah tegang dan cemas akan hasil pertandingannya, dan mereka merasakan mudah
berkonsentrasi. Keadaan ini seringkali menyebabkan para atlet dapat menampilkan permainan
terbaiknya. Para pelatih pun menaruh minat terhadap bidang sosiologi olahraga, khususnya
dalam bagaimana berhubungan atau berinteraksi dengan lingkungan.
Sosiologi olahraga juga diperlukan agar atlet dapat dengan mudah berfikir mengenai.
mengapa mereka berolahraga dan apa yang ingin mereka capai? Sekali tujuannya diketahui,
latihan-latihan ketrampilan sosiologis dapat menolong tercapainya tujuan tersebut.
C. Perspektif Perilaku (Behavioral Perspective)
Prespertif disini diartikan sebagai asumsi-asumsi dasar yang paling banyak sumbangannya
kepada pendekatan pendidikan jasmani dan olah raga dengan sosiologi olahraga. Pendekatan
ini awalnya diperkenalkan oleh John B. Watson (1941, 1919). Pendekatan ini cukup banyak
mendapat perhatian dalam psikologi di antara tahun 1920- an s/d 1960-an. Ketika Watson
memulai penelitiannya, dia menyarankan agar pendekatannya ini tidak sekedar satu alternatif
bagi pendekatan instinktif dalam memahami perilaku sosial, tetapi juga merupakan alternatif

lain yang memfokuskan pada pikiran, kesadaran, atau pun imajinasi. Watson menolak
informasi instinktif semacam itu, yang menurutnya bersifat “mistik”, “mentalistik”, dan
“subyektif”. Dalam psikologi obyektif maka fokusnya harus pada sesuatu yang “dapat
diamati” (observable), yaitu pada “apa yang dikatakan (sayings) dan apa yang dilakukan

(doings)”. Dalam hal ini pandangan Watson berbeda dengan James dan Dewey, karena
keduanya percaya bahwa proses mental dan juga perilaku yang teramati berperan dalam
menyelaskan perilaku sosial. Para “behaviorist” memasukan perilaku ke dalam satu unit yang
dinamakan “tanggapan” (responses), dan lingkungan ke dalam unit “rangsangan” (stimuli).
Menurut penganut paham perilaku, satu rangsangan dan tanggapan tertentu bisa berasosiasi
satu sama lainnya, dan menghasilkan satu bentuk hubungan fungsional. Contohnya, sebuah
rangsangan ” seorang teman datang “, lalu memunculkan tanggapan misalnya, “tersenyum”.
Jadi seseorang tersenyum, karena ada teman yang datang kepadanya. Para behavioris tadi
percaya bahwa rangsangan dan tanggapan dapat dihubungkan tanpa mengacu pada
pertimbangan mental yang ada dalam diri seseorang. Jadi tidak terlalu mengejutkan jika para
behaviorisme tersebut dikategorikan sebagai pihak yang menggunakan pendekatan “kotak
hitam (black-box)” . Rangsangan masuk ke sebuah kotak (box) dan menghasilkan tanggapan.
Mekanisme di dalam kotak hitam tadi srtuktur internal atau proses mental yang mengolah
rangsangan dan tanggapan karena tidak dapat dilihat secara langsung (not directly
observable), bukanlah bidang kajian para behavioris tradisional.

Kemudian, B.F. Skinner (1953,1957,1974) membantu mengubah fokus behaviorisme melalui
percobaan yang dinamakan “operant behavior” dan “reinforcement“. Yang dimaksud dengan
“operant condition” adalah setiap perilaku yang beroperasi dalam suatu lingkungan dengan
cara tertentu, lalu memunculkan akibat atau perubahan dalam lingkungan tersebut. Misalnya,
jika kita tersenyum kepada orang lain yang kita hadapi, lalu secara umum, akan menghasilkan
senyuman yang datangnya dari orang lain tersebut. Dalam kasus ini, tersenyum kepada orang
lain tersebut merupakan “operant behavior“. Yang dimaksud dengan “reinforcement” adalah
proses di mana akibat atau perubahan yang terjadi dalam lingkungan memperkuat perilaku
tertentu di masa datang . Misalnya, jika kapan saja kita selalu tersenyum kepada orang asing
(yang belum kita kenal sebelumnya), dan mereka tersenyum kembali kepada kita, maka
muncul kemungkinan bahwa jika di kemudian hari kita bertemu orang asing maka kita akan
tersenyum. Perlu diketahui, reinforcement atau penguat, bisa bersifat positif dan negatif.
Contoh di atas merupakan penguat positif. Contoh penguat negatif, misalnya beberapa kali
pada saat kita bertemu dengan orang asing lalu kita tersenyum dan orang asing tersebut diam
saja atau bahkan menunjukan rasa tidak suka, maka dikemudian hari jika kita bertemu orang
asing kembali, kita cenderung tidak tersenyum (diam saja). Dalam pendekatan perilaku

terdapat teori-teori yang mencoba menjelaskan secara lebih mendalam mengapa fenomena
sosial yang diutarakan dalam pendekatan perilaku bisa terjadi. Beberapa teori antara lain
adalah Teori Pembelajaran Sosial (Social Learning Theory) dan Teori Pertukaran Sosial

(Social Exchange Theory).
a. Teori Pembelajaran Sosial.
Di tahun 1941, dua orang psikolog – Neil Miller dan John Dollard – dalam laporan hasil
percobaannya mengatakan bahwa peniruan (imitation) di antara manusia tidak disebabkan
oleh unsur instink atau program biologis. Penelitian kedua orang tersebut mengindikasikan
bahwa kita belajar (learn) meniru perilaku orang lain. Artinya peniruan tersebut merupakan
hasil dari satu proses belajar, bukan bisa begitu saja karena instink. Proses belajar tersebut
oleh Miller dan Dollard dinamakan “social learning ” - “pembelajaran sosial”. Perilaku
peniruan (imitative behavior) kita terjadi karena kita merasa telah memperoleh imbalan ketika
kita meniru perilaku orang lain, dan memperoleh hukuman ketika kita tidak menirunya. Agar
seseorang bisa belajar mengikuti aturan baku yang telah ditetapkan oleh masyarakat maka
“para individu harus dilatih, dalam berbagai situasi, sehingga mereka merasa nyaman ketika
melakukan apa yang orang lain lakukan, dan merasa tidak nyaman ketika tidak
melakukannya.”, demikian saran yang dikemukakan oleh Miller dan Dollard. Dalam
penelitiannya, Miller dan Dollard menunjukan bahwa anak-anak dapat belajar meniru atau
tidak meniru seseorang dalam upaya memperoleh imbalan berupa permen. Dalam
percobaannya tersebut, juga dapat diketahui bahwa anak-anak dapat membedakan orangorang yang akan ditirunya. Misalnya jika orang tersebut laki-laki maka akan ditirunya, jika
perempuan tidak. Lebih jauh lagi, sekali perilaku peniruan terpelajari (learned), hasil belajar
ini kadang berlaku umum untuk rangsangan yang sama. Misalnya, anak-anak cenderung lebih
suka meniru orang-orang yang mirip dengan orang yang sebelumnya memberikan imbalan.
Jadi, kita mempelajari banyak perilaku “baru” melalui pengulangan perilaku orang lain yang
kita lihat. Kita contoh perilaku orang-orang lain tertentu, karena kita mendapatkan imbalan
atas peniruan tersebut dari orang-orang lain tertentu tadi dan juga dari mereka yang mirip
dengan orang-orang lain tertentu tadi, dimasa lampau.Dua puluh tahun berikutnya, Albert
Bandura dan Richard Walters (1959, 1963), mengusulkan satu perbaikan atas gagasan Miller
dan Dollard tentang belajar melalui peniruan. Bandura dan Walters menyarankan bahwa kita
belajar banyak perilaku melalui peniruan, bahkan tanpa adanya penguat (reinforcement)

sekalipun yang kita terima. Kita bisa meniru beberapa perilaku hanya melalui pengamatan
terhadap perilaku model, dan akibat yang ditimbulkannya atas model tersebut. Proses belajar
semacam ini disebut “observational learning” – pembelajaran melalui pengamatan.
Contohnya, percobaan Bandura dan Walters mengindikasikan bahwa ternyata anak-anak bisa
mempunyai perilaku agresif hanya dengan mengamati perilaku agresif sesosok model,
misalnya melalui film atau bahkan film karton. Bandura (1971), kemudian menyarankan agar
teori pembelajaran sosial seyogianya diperbaiki lebih jauh lagi. Dia mengatakan bahwa teori
pembelajaran sosial yang benar-benar melulu menggunakan pendekatan perilaku dan lalu
mengabaikan pertimbangan proses mental, perlu dipikirkan ulang. Menurut versi Bandura,
maka teori pembelajaran sosial membahas tentang (1) bagaimana perilaku kita dipengaruhi
oleh lingkungan melalui penguat (reinforcement) dan observational learning, (2) cara pandang
dan cara pikir yang kita miliki terhadap informasi, (3) begitu pula sebaliknya, bagaimana
perilaku kita mempengaruhi lingkungan kita dan menciptakan penguat (reinforcement) dan
observational opportunity - kemungkinan bisa diamati oleh orang lain.
b. Teori Kognitif Kontemporer
Dalam tahun 1980-an, konsep kognisi, sebagian besarnya mewarnai konsep sikap. Istilah
“kognisi” digunakan untuk menunjukan adanya proses mental dalam diri seseorang sebelum
melakukan tindakan. Teori kognisi kontemporer memandang manusia sebagai agen yang
secara aktif menerima, menggunakan, memanipulasi, dan mengalihkan informasi. Kita secara
aktif berpikir, membuat rencana, memecahkan masalah, dan mengambil keputusan. Manusia
memproses informasi dengan cara tertentu melalui struktur kognitif yang diberi istilah
“schema” (Markus dan Zajonc, 1985 ; Morgan dan Schwalbe, 1990; Fiske and Taylor, 1991).
Struktur tersebut berperan sebagai kerangka yang dapat menginterpretasikan pengalamanpengalaman sosial yang kita miliki. Jadi struktur kognisi bisa membantu kita mencapai
keterpaduan dengan lingkungan, dan membantu kita untuk menyusun realitas sosial. Sistem
ingatan yang kita miliki diasumsikan terdiri atas struktur pengetahuan yang tak terhitung
jumlahnya. Intinya, teori-teori kognitif memusatkan pada bagaiamana kita memproses
informasi yang datangnya dari lingkungan ke dalam struktur mental kita Teori-teori kognitif
percaya bahwa kita tidak bisa memahami perilaku sosial tanpa memperoleh informasi tentang
proses mental yang bisa dipercaya, karena informasi tentang hal yang obyektif, lingkungan

eksternal belum mencukupi.
D. Perspektif Kognitif (The Cognitive Perspective)
Kita telah memberikan indikasi bahwa kebiasaan (habit) merupakan penjelasan alternatif yang
bisa digunakan untuk memahami perilaku sosial seseorang di samping instink (instinct).
Namun beberapa analis sosial percaya bahwa kalau hanya kedua hal tersebut (kebiasaan dan
instink) yang dijadikan dasar, maka dipandang terlampau ekstrem - karena mengabaikan
kegiatan mental manusia. Seorang psikolog James Baldwin (1897) menyatakan bahwa paling
sedikit ada dua bentuk peniruan, satu didasarkan pada kebiasaan kita dan yang lainnya
didasarkan pada wawasan kita atas diri kita sendiri dan atas orang lain yang perilakunya kita
tiru. Walau dengan konsep yang berbeda seorang sosiolog Charles Cooley (1902) sepaham
dengan pandangan Baldwin. Keduanya memfokuskan perhatian mereka kepada perilaku
sosial yang melibatkan proses mental atau kognitif . Kemudian banyak para psikolog sosial
menggunakan konsep sikap (attitude) untuk memahami proses mental atau kognitif tadi. Dua
orang sosiolog W.I. Thomas dan Florian Znaniecki mendefinisikan psikologi sosial sebagai
studi tentang sikap, yang diartikannya sebagai proses mental individu yang menentukan
tanggapan aktual dan potensial individu dalam dunia sosial”. Sikap merupakan predisposisi
perilaku. Beberapa teori yang melandasi perpektif ini antara lain adalah Teori Medan (Field
Theory), Teori Atribusi dan Konsistensi Sikap (Concistency Attitude and Attribution Theory),
dan Teori Kognisi Kontemporer.
E. Perspektif Struktural
Telah kita catat bahwa telah terjadi perdebatan di antara para ilmuwan sosial dalam hal
menjelaskan perilaku sosial seseorang. Untuk menjelaskan perilaku sosial seseorang dapat
dikaji sebagai sesuatu proses yang (1) instinktif, (2) karena kebiasaan, dan (3) juga yang
bersumber dari proses mental. Mereka semua tertarik, dan dengan cara sebaik mungkin lalu
menguraikan hubungan antara masyarakat dengan individu. William James dan John Dewey
menekankan pada penjelasan kebiasaan individual, tetapi mereka juga mencatat bahwa
kebiasaan individu mencerminkan kebiasaan kelompok – yaitu adatistiadat masyarakat – atau
strutur sosial . Para sosiolog yakin bahwa struktur sosial terdiri atas jalinan interaksi antar
manusia dengan cara yang relatif stabil. Kita mewarisi struktur sosial dalam satu pola perilaku
yang diturunkan oleh satu generasi ke generasi berikutnya, melalui proses sosialisasi.

Disebabkan oleh struktur sosial, kita mengalami kehidupan sosial yang telah terpolakan.
James menguraikan pentingnya dampak struktur sosial atas “diri” (self) – perasaan kita
terhadap diri kita sendiri. Masyarakat mempengaruhi diri – self. Sosiolog lain Robert Park
dari Universitas Chicago memandang bahwa masyarakat mengorganisasikan,
mengintegrasikan, dan mengarahkan kekuatan-kekuatan individuindividu kedalam berbagai
macam peran (roles). Melalui peran inilah kita menjadi tahu siapa diri kita. Kita adalah
seorang anak, orang tua, guru, mahasiswa, laki-laki, perempuan, Islam, Kristen. Konsep kita
tentang diri kita tergantung pada peran yang kita lakukan dalam masyarakat. Beberapa teori
yang melandasi persektif strukturan adalah Teori Peran (Role Theory), Teori Pernyataan –
Harapan (Expectation-States Theory), dan Posmodernisme (Postmodernism)
B. Pendidikan Jasmani dan Olahraga.
Sejak manusia lahir di dunia, ia telah berjuang untuk mempertahankan kehidupan yang wajar,
untuk dapat hidup dengan tenaga dan pikirannya. Untuk itu manusia memperkembangkan
kekuatan fisik dan jasmani supaya badannya cukup kuat dan tenaganya cukup terlatih,
menjadi tangkas untuk melakukan perjuangan hidupnya. Disamping itu menjadi kebutuhan
hidup tiap manusia dan menjadi sifat manusia untuk mencoba kekuatan dan ketangkasannya
dengan manusia-manusia lain.
Pendidikan jasmani merupakan bagian integral dari sistem pendidikan secara keseluruhan.
Oleh karena itu, pelaksanaan pendidikan jasmani harus diarahkan pada pencapaian tujuan
pendidikan tersebut. Tujuan pendidikan jasmani bukan aktivitas jasmani itu sendiri, tetapi
untuk mengembangkan potensi siswa melalu aktivitas jasmani.
Persepsi yang sempit dan keliru terhadap pendidikan jasmani akan mengakibatkan nilai-nilai
luhur dan tujuan pendidikan yang terkandung di dalamnya tidak akan pernah tercapai.
Orientasi pembelajaran harus disesuaikan, dengan perkembangan anak, isi dan urusan materi
serta cara penyampaian harus disesuaikan sehingga menarik dan menyenangkan, sasaran
pembelajaran ditujukan bukan hanya mengembangkan keterampilan olahraga, tetapi
perkembangan pribadi anak seutuhnya. Konsep dasar pendidikan jasmani dan model
pengajaran pendidikan jasmani yang efektif perlu dipahami bagi orang yang hendak mengajar
pendidikan jasmani.
Pengertian pendidikan jasmani sering dikaburkan dengan konsep lain, dimana pendididkan
jasmani disamakan dengan setiap usaha atau kegiatan yang mengarah pada pengembangan

organ-organ tubuh manusia (body building), kesegaran jasmani (physical fitness), kegiatan
fisik (pysical activities), dan pengembangan keterampilan (skill development). Pengertian itu
memberikan pandangan yang sempit dan menyesatkan arti pendidikan jasmani yang
sebenarnya. walaupun memang benar aktivitas fisik itu mempunyai tujuan tertentu, namun
karena tidak dikaitkan dengan tujuan pendidikan, maka kegiatan itu tidak mengandung unsurunsur pedagogi.
Pendidikan jasmani bukan hanya merupakan aktivitas pengembangan fisik secara terisolasi,
akan tetapi harus berada dalam konteks pendidikan secara umum (general education).
Tentunya proses tersebut dilakukan dengan sadar dan melibatkan interaksi sistematik
antarpelakunya untuk mencapai tujuan yang ditetapkan.
a) Pengertian Pendidikan Jasmani
Definisi Pendidikan Jasmani ialah pendidikan yang mengaktualisasikan potensi aktivitas
manusia yang berupa sikap tindakan dan karya untuk diberi bentuk, isi, dan arah menuju
kebulatan kepribadian sesuai dengan cita-cita kemanusiaan. Pendidikan Jasmani merupakan
terjemahan kata demi kata dari Negara barat : Lichamelijke opvoeding-Physical EducationPhysique Libes Erziehung. Pendidikan Jasmani bukanlah imbangan terhadap pendidikan
rokhani, jasmani dan rokhani merupakan satu kesatuan yang tidak dipisahkan. Pendidikan
Jasmani di sekolah merupakan dasar yang baik bagi perkembangan olahraga di luar sekolah.
Olahraga dan pendidikan jasmani tidak dapat dipisahkan karena keduanya sangat erat
hubungannya dan saling mempengaruhi.
Kata fisik atau jasmani (physical) menunjukkan pada tubuh atau badan (body). Kata fisik
seringkali digunakan sebagai referensi dalam berbagai karakteristik jasmaniah, seperti
kekuatan fisik (physical strenght), perkembangan fisik (physical development), kecakapan
fisik (physical prowess), kesehatan fisik (physical health). dan penampilan fisik (physical
appearance).
Kata fisik dibedakan dengan jiwa atau fikiran (mind). Oleh karena itu, jika kata pendidikan
(education) ditambahkan dalam kata fisik, maka membentuk frase atau susunan kata
pendidikan fisik atau pendidikan jasmani (physical education), yakni menunjukkan proses
pendidikan tentang aktivitas-aktivitas yang mengembangkan dan memelihara tubuh manusia.
(a) Nixon and Cozens (1963: 51): Mengemukakan bahwa pendidikan jasmani didefinisikan
sebagai fase dari seluruh proses pendidikan yang berhubungan dengan aktivitas dan respons

otot yang giat dan berkaitan dengan perubahan yang dihasilkan individu dari respons tersebut.
(b) Dauer dan Pangrazi (1989: 1): Mengemukakan bahwa pendidikan jasmani adalah fase dari
program pendidikan keseluruhan yang memberikan kontribusi, terutama melalui pengalaman
gerak, untuk pertumbuhan dan perkembangan secara utuh untuk tiap anak. Pendidikan
jasmani didefinisikan sebagai pendidikan dan melalui gerak dan harus dilaksanakan dengan
cara-cara yang tepat agar memiliki makna bagi anak. Pendidikan jasmani merupakan program
pembelajaran yang memberikan perhatian yang proporsional dan memadai pada domaindomain pembelajaran, yaitu psikomotor, kognitif, dan afektif.
(c) Bucher, (1979) : Mengemukakan pendidikan jasmani merupakan bagian integral dari suatu
proses pendidikan secara keseluruhan, adalah proses pendidikan melalui kegiatan fisik yang
dipilih untuk mengembangkan dan meningkatkan kemampuan organik, neuromuskuler,
interperatif, sosial, dan emosional
(d) Ateng (1993:) : Mengemukakan; pendidikan jasmani merupakan bagian integral dari
pendidikan secara keseluruhan melalui berbagai kegiatan jasmani yang bertujuan
mengembangkan secara organik, neuromuskuler, intelektual dan emosional.
Definisi Pendidikan jasmani adalah suatu proses pendidikan melalui aktivitas jasmani yang
didesain untuk meningkatkan kebugaran jasmani, mengembangkan keterampilan motorik,
pengetahuan dan perilaku hidup sehat dan aktif, sikap sportif, dan kecerdasan emosi.
Lingkungan belajar diatur secara seksama untuk meningkatkan pertumbuhan dan
perkembangan seluruh ranah, jasmani, psikomotorik, kognitif, dan afektif.

b) Fungsi Pendidikan Jasmani
Fungsi pendidikan jasmani Annarino, Cowell, and Hazelton (1980: 62-63) mengklasifikasikan
ke dalam enam aspek, yaitu (1) organik; (2) neuromuskuler; (3) perseptual; (4) kognitif; (5)
sosial; dan (6) emosi.
(a). Aspek Organik:
a. Menjadikan fungsi sistem tubuh menjadi lebih baik sehingga individu dapat memenuhi
tuntutan lingkungannya secara memadai serta memiliki landasan-landasan untuk
pengembangan keterampilan.

b. Meningkatkan kekuatan otot, yaitu jumlah tenaga maksimum yang dikeluarkan oleh otot
atau kelompok otot
c. Meningkatkan daya tahan otot, yaitu kemampuan otot atau kelompok otot untuk menahan
kerja dalam waktu yang lama.
d. Meningkatkan daya tahan kardiovaskuler, kapasitas individu untuk melakukan secara terus
menerus dalam aktivitas yang berat dalam waktu relatif lama; hal ini tergantung pada efisiensi
yang terdiri dari aliran darah, jantung dan paru-paru.
e. Meningkatkan fleksibilitas, yaitu rentang gerak dalam persendian yang diperlukan untuk
menghasilkan gerakan yang efisien dan mengurangi cidera.
(b). Aspek Neuromuskuler:
a. Menjadikan keharmonisan antara fungsi sistem saraf dan otot untuk menghasilkan gerakan
yang diinginkan.
b. Mengembangkan keterampilan lokomotor, seperti: berjalan, melompat, meloncat,
meluncur, melangkah, mendorong, berlari, menderap/mencongklang, bergulir, menarik
c. Mengembangkan keterampilan non-lokomotor, seperti mengayun, melenggok, meliuk,
bergoyang, meregang, menekuk, mengantung, membungkuk.
d. Mengembangkan keterampilan dasar jenis permainan, seperti memukul, menendang,
menangkap, berhenti, melempar, memulai, mengubah arah, memantul, bergulir, memvoli.
e. Mengembangkan faktor-faktor gerak, seperti ketepatan, irama, rasa gerak, power, waktu
reaksi, kelincahan
f. Mengembangkan keterampilan olahraga dan dansa, seperti sepakbola, softball, bola voli,
gulat, atletik, baseball, bola basket, panahan, hoki, anggar, tenis, bowling, golf, dansa.
g. Mengembangkan keterampilan rekreasi, seperti hiking, tenis meja, berenang, berlayar.
(c). Aspek perseptual:
a. Mengembangkan kemampuan menerima dan membedakan di antara isyarat yang ada dalam
situasi yang dihadapi agar dapat melakukan kinerja yang lebih terampil
b. Mengembangkan hubungan-hubungan yang berkaitan dengan tempat/ruang, yaitu
kemampuan mengenali objek-objek yang berada di depan, di belakang, di bawah, di sebelah
kanan, atau di sebelah kiri dari dirinya.

c. Mengembangkan koordinasi gerak-visual, yaitu kemampuan mengkoordinasikan
pandangan dengan keterampilan gerak kasar yang melibatkan tangan, tubuh, dan/atau kaki
d. Mengembangkan hubungan sikap tubuh-tanah, yaitu kemampuan memilih stimulus dari
massa sensori yang diterima atau memilih jumlah stimulus terbatas yang menjadi fokus
perhatian
e. Mengembangkan keseimbangan tubuh (statis, dinamis), yaitu emampuan mempertahankan
keseimbangan statis dan dinamis
f. Mengembangkan dominansi (dominancy), yaitu konsistensi dalam menggunakan tangan
atau kaki kanan atau kiri dalam melempar atau menendang.
g. Mengembangkan lateralitas (laterility), yaitu kemampuan membedakan perbedaan di antara
sisi kanan atau kiri tubuh dan di antara bagian dalam kanan atau kiri tubuhnya sendiri
h. Mengembangkan image tubuh (body image), yeitu kesadaran bagan-bagian tubuh atau
seluruh tubuh dan hubungannya dengan tempat atau ruang
(d). Aspek Kognitif:
a. Mengembangkan kemampuan mengeksplorasi, menemukan sesuatu, memahami,
memperoleh pengetahuan, dan membuat keputusan-keputusan yang bernilai.
b. Meningkatkan pengetahuan peraturan permainan, keselamatan, dan etika.
c. Mengembangkan kemampuan penggunaan strategi dan teknik yang terlibat dalam aktivitas
yang terorganisasi.
d. Meningatkan pengetahuan bagaimana fungsi-fungsi tubuh dan hubungannya dengan
aktivitas jasmani
e. Menghargai kinerja tubuh; penggunaan pertimbangan yang berhubungan dengan jarak,
waktu, tempat, bentuk, kecepatan, dan arah yang digunakan dalam mengimplementasikan
aktivitas, bola, dan dirinya.
f. Meningkatkan pemahaman tentang faktor-faktor pertumbuhan dan perkembangan yang
dipengaruhi oleh gerakan
g. Mengembangkan kemampuan untuk memecahkan problem-problem perkembangan melalui
gerakan.
(e). Aspek sosial:
a. Penyesuaian baik dirinya dan orang lain dengan menggabungkan dirinya ke dalam
masyarakat dan lingkungannya.

b. Mengembangkan kemampuan membuat pertimbangan dan keputusan dalam situasi
kelompok
c. Belajar berkomunikasi dengan orang lain
d. Mengembangkan kemampuan bertukar dan mengevaluasi ide dalam kelompok
e. Mengembangkan kepribadian, sikap, dan nilai agar dapat berfungsi sebagai anggota
masyarakat
f. Mengembangkan rasa memiliki dan rasa diterima di masyarakat.
g. Mengembangkan sifat-sifat kepribadian yang positif
h. Belajar menggunakan waktu luang yang konstruktif
i. Mengembangkan sikap yang mencerminkan karakter moral yang baik.
(f). Aspek emosional:
a. Mengembangkan respons yang sehat terhadap aktivitas jasmani melalui pemenuhan
kebutuhan dasar.
b. Mengembangkan reaksi yang positif terhadap penonton dan partisipasi melalui
keberhasilan atau kegagalan.
c. Melepas ketegangan melalui aktivitas fisik yang tepat
d. Memberikan saluran untuk mengekspresikan diri dan kreativitas
e. Menghargai pengalaman estetika dari berbagai aktivitas yang relevan
c) Pengertian Olahraga
Makna olahraga menurut ensiklopedia Indonesia adalah gerak badan yang dilakukan oleh satu
orang atau lebih yang merupakan regu atau rombongan. Sedangkan dalam Webster’s New
Collegiate Dictonary (1980) yaitu ikut serta dalam aktivitas fisik untuk mendapatkan
kesenangan, dan aktivitas khusus seperti berburu atau dalam olahraga pertandingan (athletic
games di Amerika Serikat)
Menurut Cholik Mutohir olahraga adalah proses sistematik yang berupa segala kegiatan atau
usaha yang dapat mendorong mengembangkan, dan membina potensi-potensi jasmaniah dan
rohaniah seseorang sebagai perorangan atau anggota masyarakat dalam bentuk permainan,
perlombaan/pertandingan, dan prestasi puncak dalam pembentukan manusia Indonesia
seutuhnya yang berkualitas berdasarkan Pancasila.
Untuk penjelasan pengertian olahraga menurut Edward (1973) olahraga harus bergerak dari
konsep bermain, games, dan sport. Ruang lingkup bermain mempunyai karakteristik antara

lain; a. Terpisah dari rutinitas, b. Bebas, c. Tidak produktif, d. Menggunakan peraturan yang
tidak baku. Ruang lingkup pada games mempunyai karakteristik; a. ada kompetisi, b. hasil
ditentukan oleh keterampilan fisik, strategi, kesempatan. Sedangkan ruang lingkup sport;
permainan yang dilembagakan.
Tujuan utama olahraga bukanlah pembangunan fisik saja melainkan juga pembangunan
mental dan spiritual. Olahraga (Lama) ialah merupakan suatu kegiatan yang dilakukan atas
pilihan sendiri yang bermaksud menguatkan diri baik phisik maupun psychis tanpa
mengharapkan suatu hasil materiil tetapi mengharapkan kenaikan prestasi. Olahraga (baru)
ialah membentuk manusia Indonesia Pancasila yang fisik kuat-sehat berprestasi tinggi, yang
memiliki kemampuan mental dan ketrampilan kerja yang kritis kreatif dan sejahtera. Jadi
Olahraga ialah suatu usaha untuk mendorong, membangkitkan, mengembangkan dan
membina kekuatan jasmaniah maupun rokhaniah pada tiap manusia. Lebih tegas dikatakan
bahwa olahraga untuk mempertahankan existensi kemanusiaan dan untuk melakukan cita-cita
hidup bangsa. Olahraga merupakan pembentukan fisik dan mental
C. Perspektif Sosiologi Olahraga (Asumsi-Asumsi Sosiologi Olahraga) Pendidikan Jasmani
dan Olahraga
Dalam memahami arti sosiologi olahraga, pendidikan jasmani, kita harus juga
mempertimbangkan hubungan antara Pendidikan jasmani dan olahraga (sport) dengan sebagai
istilah yang lebih dahulu populer dan lebih sering digunakan dalam konteks kegiatan seharihari ORKES (Olahraga Kesehatan). Pemahaman tersebut akan membantu para guru atau
masyarakat dalam memahami peranan dan fungsi pendidikan jasmani secara lebih konseptual.
Olahraga di pihak lain adalah suatu bentuk bermain yang terorganisir dan bersifat kompetitif.
Beberapa ahli memandang bahwa olahraga semata-mata suatu bentuk permainan yang
terorganisasi, yang menempatkannya lebih dekat kepada istilah pendidikan jasmani. Akan
tetapi, pengujian yang lebih cermat menunjukkan bahwa secara tradisional, olahraga
melibatkan aktivitas kompetitif.
Ketika kita menunjuk pada olahraga sebagai aktivitas kompetitif yang terorganisir, kita
mengartikannya bahwa aktivitas itu sudah disempurnakan dan diformalkan hingga kadar
tertentu, sehingga memiliki beberapa bentuk dan proses tetap yang terlibat. Peraturan,
misalnya, baik tertulis maupun tak tertulis, digunakan atau dipakai dalam aktivitas tersebut,
dan aturan atau prosedur tersebut tidak dapat diubah selama kegiatan berlangsung, kecuali

atas kesepakatan semua pihak yang terlibat. Di atas semua pengertian itu, olahraga adalah
aktivitas kompetitif. Kita tidak dapat mengartikan olahraga tanpa memikirkan kompetisi,
sehingga tanpa kompetisi itu, olahraga berubah menjadi semata-mata bermain atau rekreasi.
Bermain, karenanya pada satu saat menjadi olahraga, tetapi sebaliknya, olahraga tidak pernah
hanya semata-mata bermain; karena aspek kompetitif teramat penting dalam hakikatnya.
Sosiologi intinya adalah aktivitas atau hubungan satu kelompok dengan kelompok yang lain.
Kita mengartikan sosiologi sebagai ujung tombak berinteraksi yang bersifat universal yang
kompetitif, meskipun berinteraksi tidak harus selalu bersifat ada pertemuan. Berinteraksi
bukanlah berarti olahraga dan pendidikan jasmani, meskipun elemen dari berinteraksi dapat
ditemukan di dalam keduanya.
Di pihak lain, pendidikan jasmani mengandung elemen baik dari sosial maupun dari olahraga,
tetapi tidak berarti hanya salah satu saja, atau tidak juga harus selalu seimbang di antara
keduanya. Sebagaimana dimengerti dari kata-katanya, pendidikan jasmani adalah aktivitas
jasmani yang memiliki tujuan kependidikan tertentu. Pendidikan Jasmani bersifat fisik dalam
aktivitasnya dan penjas dilaksanakan untuk mendidik. Hal itu tidak bisa berlaku bagi bermain
dan olahraga, meskipun keduanya selalu digunakan dalam proses kependidikan.
Sosiologi olahraga , pendidikan jasmani dan olahraga melibatkan bentuk-bentuk gerakan, dan
ketiganya dapat melumat secara pas dalam konteks pendidikan jika digunakan untuk tujuantujuan kependidikan. Bermain dapat membuat rileks dan menghibur tanpa adanya tujuan
pendidikan, seperti juga olahraga tetap eksis tanpa ada tujuan kependidikan. Misalnya,
olahraga profesional (di Amerika umumnya disebut athletics) dianggap tidak punya misi
kependidikan apa-apa, tetapi tetap disebut sebagai olahraga. Olahraga dan sosiologi dapat
eksis meskipun secara murni untuk kepentingan berinteraksi dengan kelompok yang lain,
untuk kepentingan pendidikan, atau untuk kombinasi keduanya. berinteraksi dan pendidikan
tidak harus dipisahkan secara eksklusif; keduanya dapat dan harus beriringan bersama.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari pembahasan yang telah penulis uaraikan maka dapat ditarik satu kesimpulah bahwa
Salah satu masalah penting dalam kehidupan bermasyarakat adalah bersosial dan berinteraksi,
pendidikan jasmani dan olahraga sebagai salah satu sarana pendidikan masyarakat /
Olahragawan /manusia/ individu untuk memberikan suatu pemikiran tentang bagaimana cara
hidup dengan layak dan sehat jasmani dan rohani dalam dalam kehidupan bermasyarakat.
Mengajarkan Sosiologi sebaiknya lebih bersifat berinteraksi dengan lingkungan.Tindakan
lebih baik dari kata-kata. Nilai Sosial itu beraneka ragam, termasuk loyalitas, kebajikan,
kehormatan, kebenaran, respek, keramahan, integritas, keadilan, kooperatif dan mudah
berinteraksi dengan masyarakat.
Dalam memahami arti pendidikan jasmani dan, kita harus juga mempertimbangkan Perspektif
Sosiologi Olahraga, Pendidikan jasmani dan olahraga (sport) dengan sebagai istilah yang
lebih dahulu populer dan lebih sering digunakan dalam konteks kegiatan sehari-hari.
Pemahaman tersebut akan membantu para guru atau masyarakat dalam memahami peranan
dan fungsi pendidikan jasmani secara lebih konseptual.
Sejak manusia lahir di dunia, ia telah berjuang untuk mempertahankan kehidupan yang wajar,
untuk dapat hidup dengan tenaga dan pikirannya. Untuk itu manusia memperkembangkan
kekuatan fisik dan jasmani supaya badannya cukup kuat dan tenaganya cukup terlatih,
menjadi tangkas untuk melakukan perjuangan hidupnya. Disamping itu menjadi kebutuhan
hidup tiap manusia dan menjadi sifat manusia untuk mencoba kekuatan dan ketangkasannya
dengan manusia-manusia lain.
Pendidikan jasmani merupakan bagian integral dari sistem pendidikan secara keseluruhan.
Oleh karena itu, pelaksanaan pendidikan jasmani harus diarahkan pada pencapaian tujuan
pendidikan tersebut. Tujuan pendidikan jasmani bukan aktivitas jasmani itu sendiri, tetapi
untuk mengembangkan potensi siswa melalu aktivitas jasmani.
Olahraga di pihak lain adalah suatu bentuk bermain yang terorganisir dan bersifat kompetitif.
Beberapa ahli memandang bahwa olahraga semata-mata suatu bentuk permainan yang
terorganisasi, yang menempatkannya lebih dekat kepada istilah pendidikan jasmani. Akan
tetapi, pengujian yang lebih cermat menunjukkan bahwa secara tradisional, olahraga
melibatkan aktivitas kompetitif.
Ketika kita menunjuk pada olahraga sebagai aktivitas kompetitif yang terorganisir, kita
mengartikannya bahwa aktivitas itu sudah disempurnakan dan diformalkan hingga kadar

tertentu, sehingga memiliki beberapa bentuk dan proses tetap yang terlibat. Peraturan,
misalnya, baik tertulis maupun tak tertulis, digunakan atau dipakai dalam aktivitas tersebut,
dan aturan atau prosedur tersebut tidak dapat diubah selama kegiatan berlangsung, kecuali
atas kesepakatan semua pihak yang terlibat.
Di atas semua pengertian itu, olahraga adalah aktivitas kompetitif. Kita tidak dapat
mengartikan olahraga tanpa memikirkan kompetisi, sehingga tanpa kompetisi itu, olahraga
berubah menjadi semata-mata bermain atau rekreasi. Bermain, karenanya pada satu saat
menjadi olahraga, tetapi sebaliknya, olahraga tidak pernah hanya semata-mata bermain;
karena aspek kompetitif teramat penting dalam hakikatnya.
Di satu Sosiologi intinya adalah aktivitas atau hubungan satu kelompok dengan kelompok
yang lain. Kita mengartikan sosiologi sebagai ujung tombak berinteraksi yang bersifat
universal yang kompetitif, meskipun berinteraksi tidak harus selalu bersifat ada pertemuan.
Berinteraksi bukanlah berarti olahraga dan pendidikan jasmani, meskipun elemen dari
berinteraksi dapat ditemukan di dalam keduanya.
Di pihak lain, pendidikan jasmani mengandung elemen baik dari sosial maupun dari olahraga,
tetapi tidak berarti hanya salah satu saja, atau tidak juga harus selalu seimbang di antara
keduanya. Sebagaimana dimengerti dari kata-katanya, pendidikan jasmani adalah aktivitas
jasmani yang memiliki tujuan kependidikan tertentu. Pendidikan Jasmani bersifat fisik dalam
aktivitasnya dan penjas dilaksanakan untuk mendidik. Hal itu tidak bisa berlaku bagi bermain
dan olahraga, meskipun keduanya selalu digunakan dalam proses kependidikan.
Pendidikan jasmani, olahraga dan Sosiologi olahraga , melibatkan bentuk-bentuk gerakan
kepribadian , dan ketiganya dapat secara pas dalam konteks pendidikan jika digunakan untuk
tujuan-tujuan kependidikan bagai mana berinteraksi dengan masyarakat dan lingkungan
sekitar. Berolahraga dapat membuat rileks dan menghibur tanpa adanya tujuan pendidikan,
seperti juga olahraga tetap eksis tanpa ada tujuan kependidikan. Misalnya, olahraga
profesional (di Amerika umumnya disebut athletics) dianggap tidak punya misi kependidikan
apa-apa, tetapi tetap disebut sebagai olahraga. Olahraga dan sosiologi dapat eksis meskipun
secara murni untuk kepentingan berinteraksi dengan kelompok yang lain, untuk kepentingan
pendidikan, atau untuk kombinasi keduanya. berinteraksi dan pendidikan tidak harus
dipisahkan secara eksklusif; keduanya dapat dan harus beriringan bersama.
Pendidikan jasmani adalah proses penyesuian diri secara timbal balik antara manusia dengan

alam, dengan sesama manusia atau juga pengembangan dan penyempurnaan secara teratur
dari semua potensi moral, intelektual, dan jasmaniah manusia oleh dan untuk kepentingan
pribadi dirinya dan masyarakat yang ditujukan untuk kepentingan tersebut dalam
hubungannya dengan Sang Maha Pencipta sebagai tujuan akhir. Pendidikan mutlak harus ada
pada manusia, karena pendidikan merupakan hakikat hidup dan kehidupan. Pendidikan
berguna untuk membina kepribadian manusia. Dengan pendidikan maka terbentuklah pribadi
yang baik sehingga di dalam pergaulan dengan manusia lain, individu dapat hidup dengan
tenang.
Pendidikan membantu agar tiap individu mampu menjadi anggota kesatuan sosial manusia
tanpa kehilangan pribadinya masing-masing. Pada hakikatnya pendidikan menjadi tanggung
jawab bersama, yakni keluarga, masyarakat, dan sekolah/ lembaga pendidikan. Keluarga
sebagai lembaga pertama dan utama pendidikan, masyarakat sebagai tempat berkembangnya
pendidikan, dan sekolah sebagai lembaga formal dalam pendidikan.
B. Saran
Berbicara tentang sosiologi kaitanya dengan pendidikan jasmani dan olahraga , maka ada
bebarapa saran yang dapat di garis bawahi dalam makalah ini adalah:
1. Hubungannya dengan perkembangan Sosiologi Olah raga diharapkan masyarakat atau anak
didik (Atlet) dalam mengembangkan hubungan antara masyarakat olahraga dan masyarakat
dilingkungan olahraga diharapkan dapat mengetahui arti penting berinteraksi antar
masyarakat olahraga dan masyarakat lingkungan
2. Pendidikan Jasmani, olahraga dan ssosiologi tidak bisa dipisahkan karena ketiganya saling
mempengaruhi didalam meningkatkan dinamika sosial-budaya masyarakat.
3. Pendidikan jasmani merupakan bagian integral dari sistem pendidikan secara keseluruhan.
Oleh karena itu, pelaksanaan pendidikan jasmani harus diarahkan pada pencapaian tujuan
pendidikan tersebut. Tujuan pendidikan jasmani bukan aktivitas jasmani itu sendiri, tetapi
untuk mengembangkan potensi siswa melalu aktivitas jasmani.
4. Didalam memahami Pendidikan jasmani, olahraga dan sosiologi olahraga harus tiap
individu mampu menjadi anggota kesatuan sosial manusia tanpa kehilangan pribadinya
masing-masing. Pada hakikatnya pendidikan menjadi tanggung jawab bersama, yakni
keluarga, masyarakat, dan sekolah/ lembaga pendidikan. Keluarga sebagai lembaga pertama

dan utama pendidikan, masyarakat sebagai tempat berkembangnya pendidikan, dan sekolah
sebagai lembaga formal dalam pendidikan.
DAFTAR PUSTAKA

BOUMAN, P.J. (1976) Sosiologi, Pengertian dan masalah. Yogyakarta, Penerbit Yayasan
Kanisius.
Cooper, K.H. (1994) : Antioxidant Revolution, Thomas Nelson Publishers, Nashville-AtlantaLondon Vancouver.
COSER, L. (1964). The Function of Social Conflict. New York, The Free Press.
DURKHEIM, E. (1966). The Division of Labour (Translation). New York, The Free Press.
_____________ (1962). Socialism. London, Colliers Books
Giriwijoyo,Y.S.S. (1992) Ilmu Faal Olahraga, Buku perkuliahan Mahasiswa FPOK-IKIP
Bandung.
Giriwijoyo,H.Y.S.S. dan H.Muchtamadji M.Ali (1997) : Makalah : Pendidikan Jasmani dan
Olahraga di Sekolah, Fakultas Pendidikan Olahraga dan Kesehatan, IKIP Bandung.
Giriwijoyo,H.Y.S.S. (2000) : Olahraga Kesehatan, Bahan perkuliahan Mahasiswa FPOK-UPI.
Giriwijoyo,H.Y.S.S. (2001) : Makalah : Pendidikan Jasmani dan Olahraga, kontribusinya
terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Peserta Didik, Ma’had Al-Zaytun, Haurgeulis,
Indramayu, Jawa Barat.
Giriwijoyo,H.Y.S.S. dan Komariyah,L (2007): Makalah : Pendidikan Jasmani dan Olahraga di
Lembaga Pendidikan, Fakultas Pendidikan Olahraga dan Kesehatan Universitas Pendidikan

Indonesia, 2007.
Giriwijoyo,H.Y.S.S. (2008) : Pendidikan Jasmani dan Olahraga di Sekolah Dasar, Makalah
disajikan pada Penataran Guru Pen-Jas, diselenggarakan oleh PERWOSI Jawa Barat, Maret
2008 di gedung Gymnasium Universitas Pendidikan Indonesia.
GOULDNER, Alvin W. (