Chapter II Analisis Potensi Pariwisata Kabupaten Karo
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pariwisata
Dalam usaha untuk mengetahui peranan pariwisata dalam pembangunan
suatu negara, tentu harus meninjau kembali khasanah kepustakaan yang
membicarakan pembangunan ekonomi baik yang khusus menekankan pada
pembangunan ekonomi di negara-negara maju (developed countries) maupun di
negara-negara sedang berkembang (under developed countries). Maka dapat
ditarik beberapa hal penting yang harus ada supaya pembangunan ekonomi bisa
berhasil dengan baik. Dengan begitu dapat dilihat peranan dan potensi yang
dimiliki oleh sektor pariwisata dalam pembangunan ekonomi pada umumnya, dan
khususnya pembangunan ekonomi di negar-negara berkembang seperti Indonesia
atau Kabupaten Karo.
John M. Bryden (Nyoman, 1994; 42) mengemukakan berbagai alasan
mengapa industri pariwisata akhir-akhir ini dianggap merupakan alat yang
menarik untuk mensukseskan pembanguna ekonomi pada umumnya yaitu:
1. Karena negara-negara sedang berkembang dihadapkan pada masalah
pemasaran ekspor barang-barang tradisionalnya sebagai akibat lambatnya
permintaan, adanya saingan barang-barang hasil pertanian di negaranegara industri dengan segala macam proteksinya, adanya saingan dari
barang-barang subtitusi yang bersifat sintetis, karena perbedaaan struktural
antara negara-negara maju dengan negara-negara sedang berkembang yang
mengakibatkan produktivitas di negara yang pertama tersebut naik dan
diikuti oleh tingkat upah yang lebih tinggi sedangkan di negara yang
kedua justru keadaan sebaliknya yang terjadi.
2. Keinginan
untuk
mendiversifikasikan
ekspor
barang-barang
hasil
pertanian trandisional mereka dengan jalan mengekspor barang-barang
yang sudah diolah banyak menemui kegagalan karena adanya proteksi
oleh negara-negara maju disamping terbatasnya pasar negara-negara ini
yang diakibatkan oleh adanya produksi dalam negeri sendiri.
3. Dipihak lain pariwisata menghadapi kondisi permintaan yang berbda yakni
merupakan industri yang akhi-akhir ini pertumbuhannya sangat pesat dan
mempunyai elastisitas pendapatan dari permintaan yang tinggi, disamping
itu industri pariwisata kelihatanya belum dikenakan pembatasan yang
berarti di berbagai negara.
Disamping alasan-alasan tersebut Robert Clevedon (Nyoman, 1994 ; 43)
menambahkan bahwa pariwisata sebagai alat penting dalam pembangunan
ekonomi di negara berkembang, yaitu dapat mengurangi ketimpangan kesempatan
kerja dan ketimpangan pendapatan antar daerah didalam suatu negara. Karena
daerah yang cocok dengan pengembangan pariwisata umumnya terletak jauh dari
pusat-pusat aktivitas perekonomian.
Industri pariwisata telah berkembang pesat dari masa ke masa terbukti dari
semakin banyaknya orang yang melakukan kegiata wisata dan juga jumlah uang
yang di belanjakan untuk kegiatan tersebut. Suwantoro (2004) mengemukakan
bahwa yang harus menjadi perhatian dalam menunjang pengembangan pariwisata
di
daerah
tujuan
wisata
yang
menyangkut
perencanaan,
pelaksanaan
pembangunan dan pengembangannya meliputi 5 unsur, yaitu:
1. Obyek dan daya tarik wisata
2. Prasaranan wisata
3. Sarana wisata
4. Tata laksana/Infaraktruktur
5. Masyarakat/Lingkunagn.
2.1.1 Pengertian pariwisata
Istilah pariwisata dalam bahasa sansekerta terdiri dari dua suku kata yaitu:
“pari” dan “wisata”. Pari yang berarti banyak, berkali-kali, berputar-putar ataru
berkeliling-keliling. Sedangkan Wisata berarti berpergian, dari pengertian tersebut
maka dapat diartikan secara garis besar bahwa “pari-wisata” adalah suatu perjalan
yang dilakukan berkali-kali dari satu tempat ke tempat lain.
Robert McIntosh bersama Shashikant Gupta (Kusmayadi dan Edar Sugiarto,
2000 :5) mencoba mengungkapkan bahwa parawisata adalah gabungan gejala dan
hubungan yang timbul dari interaksi wisatawan, bisnis, pemerintah tuan rumah
serta masyarakat tuan rumah dalam proses menarik dan melayani wisatawanwisatawan serta para pengunung lainnya.
Pariwisata adalah suatu perjalanan yang dilakukan untuk sementara waktu
dari suatu tempat ke temapat lain dengan maksud bukan mencari nafkah dari
tempat yang dikunjungi, tetapi semata-mata untuk menikmati perjalanana guna
bertamasya atau rekreasi untuk memenuhi keinginan yang beragam (Wahap :
2006) pengertian ini sejalan dengan yang dikemukakan Prof.Hunzuker dan Kraft
(Pandit,2003) mengemukakan bahwa pariwisata adalah keseluruhan hubungan
dengan gejala-gejala atau peristiwa yang timbul dari adanya perjalanan dan
tingkahnya orang asing dimana perjalanan tidak untuk bertempat tinggal, menetap
dan tidak ada hubungan dengan kegiatan untuk mencari nafkah.
Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2009,
pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas
serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, pemerintah, dan
pemerintah daerah sedangkan kepariwisataan adalah keseluruhan kegiatan yang
terkait dengan pariwisata yang bersifat multidimensi serta multi disiplin yang
muncul sebagai wujud kebutuhan setiap orang dan negara serta intraksi antara
wisatawan dengan masyarakat dengan masyarakat setempat, sesama wisatawan,
pemerintah, pemerintah daerah dan pengusaha.
Pariwisata memiliki beberapa tujuan yakni :
1. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
2. Meningkatkan kesejahtraan rakyat.
3. Mengapus kemiskinan.
4. Mengatasi pengangguran.
5. Melastarikan alam, lingkungan dan sumber daya.
6. Memajukan kebudayaan.
7. Mengangkat citra bangsa.
8. Memperkukuh jati diri dan persatuan bangsa.
9. Menumpuk rasa cinta tanah air, mempererat persahabatan antara bangsa.
Berdasarkan daari beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa
pariwisata adalah kegiatan perjalanan dari pada wisatawan yang dilakukan secara
sukarela serta bersifat sementara untuk menikmati obyek dan daya tarik.
Menurut Rahardjo dalam bukunya pembangunan kawasan dan tata ruang
Pariwisata meliputi berbagai jenis, karena keperluan dan motif perjalanan wisata
yang dilakukan bermacam-macam, yaitu :
1. Pariwisata Pantai (Marine Tourism)
Yaitu merupakan kegiatan pariwisata yang ditunjang oleh sarana dan
prasarana untuk berenang, memancing, menyelam dan olahraga air
lainnya, Termasuk sarana dan prasarana akomodasi, makan dan minum.
2. Pariwisata Etnik (Ethnic Tourism)
Yaitu merupakan perjalanan untuk mengamati perwujudan kebudayaan
dan gaya hidup masyarakat yang di anggap menarik.
3. Pariwisata Budaya (Culture Tourism)
Yaitu perjalanan untuk meresapi suatu gaya hidup yang telah hilang dari
ingatan manusia.
4. Pariwisata Rekreasi (Recreational Tourism)
Yaitu kegiata wisata yang pada olahraga, menghilangkan ketegangan, dan
melakukan kontak sosial dalam suasana yang santai.
5. Pariwisata Alam (Ecotourism)
Yaitu perjalanan ke suatu tempat yang relatif masih asli (belum tercemari),
dengan tujuan untuk mempelajari, mengagumi, menikmati pemandangan
alam, tumbuhan dan binatang liar, serta perwujudan budaya yang ada
(pernah ada) di tempat tersebut.
6. Pariwisata Kota (City Tourism)
Yaitu perjalanan dalam suatu kota untuk melihat atau mempelajari/
menikmati objek, sejarah dan daya tarik yang terdapat dikota tersebut.
7. Pariwisata Agro (Agro Tourism = Rural Tourisme = Farm Tourism)
Yaitu merupakan perjalanan untuk meresapi dan mempelajari kegiatan
pertanian, perkebunan, peternakan, kehutanan. Jenis wisata ini bertujuan
untuk mengajak wisatawanuntuk ikut memikirkan sumber daya alam dan
kelestariannya. Wisatawan tinggal bersama keluarga petani atau tinggal di
perkebunan untuk ikut merasakan kehidupan dan kegiatannya.
8. Pariwisata Perkotaan (Urban Tourism)
Bentuk pariwisata yang umum terjadi di kota-kota besar, dimana
pariwisata
merupakan kegiatan yang cukup penting namun bukan
merupakan kegiatan utama dari kota tersebut.
9. Pariwisata Sosial (Social Tourism)
Yaitu merupakan pendekatan untuk menyelenggarakan liburan bagi
kelompok masyarakat berpenghasilan rendah serta orang-orang yang tidak
memiliki inisiatif untuk melakukan perjalanan serta orang-orang yang
belum mengerti bagaimana cara mengatur suatu perjalanan wisata.
10. Pariwisata Alternatif (Alternative Tourism)
Yaitu merupakan suatu bentuk pariwisata yang sengaja disusun dalam
skala kecil, memperhatikan kelestarian lingkungan dan segi-segi sosial.
2.1.2 Wiasatawan
Wisatawan adalah oarang-oramg yang melakukan kegiatan wisata atau
melakukan perjalanan rekreasi (Peters, 1969 dalam Wirdiyanto, 2011). dengan
batasan demekian maka wisatawan tidak termasuk pelaku perjalanan dengan ciri
sebagai berikut :
1. Orang-orang yang datang dengan baik dengan dasar kontrak maupun
tidak, untuk mencari kerja atau yang bekerja di suatu negara.
2. Orang-orang yang datang menetap untuk menjadi penduduk di suatu
negara.
3. Pelajar
Di dalam Intruksi Presiden RI No. 9, 1969 bab 1 pasal 1 dijelaskan bahwa
“... wisatawan ialah setiap orang yang bepergian dari tempat tinggal untuk
berkunjung ke tampat lain dngan menikmati perjalanan dan kunjungan itu”.
Jenis-jenis wisatawan menurut asalnya dapat dibedakan atas :
1.
Wisatawan asing (Foreign Tourist) yaitu swisatawan dari suatu negara
yang masuk ke negara lain.
2. Wisatawan domestik (Domesticc Tourist) yaitu wisatawan dari setiap
daerah pariwisata yang masuk ke provinsi yang lain dalam satu negara.
3. Wisatawan lokal (Local Tourist) yaitu wisatawan yang berada dalam
daerah pariwisata yang mengadakan kunjungan pada obyek wisata di
daerah itu sendiri.
2.1.3 Potensi Obyek wisata
Menurut Spillane (1989) Potensi wisata adalah segala tempat atau lokasi
wisata yang mengandung berbagai unsur yang saling bergantung yang dapat
menarik wisatawan untuk datang dan menikmati obyek wisata tersebut.
Menurut Cholil (dalam Yoety 2006) potensi wisata adalah obyek atau
atraksi
wisata
yang
dapat
dipublikasikan,
dipasarkan,
dikelolah
serta
dikembangkan menjadi tempat peristerahatan atau bersenang-senang dalam
sementara waktu dan dapat diambil manfaatnya dari obyek wisata tersebut.
Potensi wisata terdiri dari dua faktor, yaitu :
1. Faktor fisik
Yang dimaksud dengan faktor fisik adalah faktor yang menunjang sebagai
obyek wisata yang merupakan elemen alam. Yang termasuk ke dalamnya
adalah air, pepohonan, udara, pegunungan, pantai, bentang alam, vegetasi
dan sebagainya yang bergunan bagi para wisatawan.
2. Faktor non fisik
Yang dimaksud dengan faktor non fisik adalah sebagai pendukung untuk
pengembangan obyek wisata . yang dimaksudkan dalam faktor fisik adalah
sarana dan prasarana, peran pemerintah serta pengelolah sapta pesoana.
Menurut Rumaini (1992) Umumnya yang menjadi daya tarik obyek wisata
berdasarkan pada :
a. Adanya ciri khusus atau spesifik yang bersifat langka.
b. Adanya sumber daya yang dapat menimbulkan rasa senang, indah, bersih
c. Adanya aksesibilitas yang tinggi untuk dapat di kunjungi.
d. Adanya sarana dan prasarana penunjang untuk melayani para wisatawan
yang hadir
Menurut Marioti ( dalam Yoenty : 1996 ) yang termasuk potensi dalam
obyek wisata adalah :
1. Benda-benda yang tersedia dan terdapat di alam semesta, yang istilah
kepariwisataan disebut dengan natural animitites. Yang termasuk dalam
kelompok ini adalah:
a.
Iklim, misalnya cuaca, cahaya matahari, dan sebagainya.
b.
Hutan belukar ( the sylvan element).
c.
Flora dan fauna, tanaman-tanaman, burung-burung, cagar alam, dan
sebagainya.
d.
Bentuk tanah dan pemandangan ( land configuration and land space),
misalnya lahan yang datar, lembah, pegunungan, danau, pantai, dan
air terjun.
e.
Pusat-pusat kesehatan (healt center) misalnya sumber air panas, air
mineral, dimana semuanya ini diharapkan dapat menyembuhkan
macam-macam penyakit.
2. Hasil cipta manusia (man made Suplly) yaitu beberapa benda-benda
bersejarah sisa-sisa peradapan masa lalu, kebudayaan dan keagamaan,
misalnya :
a.
Monumen bersejarah dan sisa peradapan masa lampau.
b.
Rumah-rumah ibadah seperti, mesjid, gereja, kuil, candi dan pura.
c.
Acara tradisional, pameran, festival, upacara perkawinan dan
sebagainya.
d.
Museum, perpustakaan dan keseniaan rakyat
3. Tata cara hidup masyarakat (the way of life). Tata cara hidup yang
dimaksud adalah tata cara hidup tradisional dari sumber masyarakat yang
merupakan salah satu sumber penting yang ditawarkan kepada para
wisatawan.
kebiasaan hidup, adat istiadat, dan tata cara masyarakat
misalnya, pembakaran mayat (ngaben) di Bali, upacara pemakaman rakyat
di Tanah Toraja, dan lain-lainnya merupakan daya tarik utama wisatawan
untuk datang dan tinggal lebih lama di daerah tersebut.
2.2
Potensi Wilayah
2.2.1 Keunggulan Komperatif
Istilah
comparative advantage (keunggulan
komparatif) mula-mula
dikemukakan oleh David Ricardo (1917) sewaktu membahas perdagangan antara
dua negara. Ricardo membuktikan bahwa
apabila ada dua negara saling
berdagang dan masing-masing negara mengkonsentrasikan untuk mengekspor
barang yang mempunyai keunggulan komperatif maka negara tersebut akan
beruntung. Pemikiran Ricardo tentang keunggulan komperatif tidak hanya berlaku
pada perdagangan internasional saja tetapi juga pada ekonomi regional.
Keunggulan komperatif suatu daerah dapat digunakan untuk menentukan
kebijakan yang mendorong perubahan struktur perekonomian daerah ke arah
sektor yang mengandung keunggulan komperatif.
Competitive advantage (keunggulan kompetitif) adalah kemampuan suatu
daerah untuk memasarkan produknya diluar daerah atau luar negeri bahkan pasar
global. dalam keunggulan kompetitif dapat dilihat apakah suatu daerah dapat
menjual
produknya
diluar
negeri
secara
menguntungkan,
tidak
lagi
membandingkan potensi komoditi yang sama di suatu negara dengan negara lain,
melainkan membandingkan komoditi suatu negara terhadap komoditi semua
negara pesaingnya di pasar global.
Menurut Tarigan (2005) suatu daerah memiliki keunggulan komperatif
(comperative advantage) karena salah satu faktor atau gabungan dari beberapa
faktor. Adapun faktor-faktor yang dapat membuat suatu wilayah memiliki
keunggulan komperatif dapat dikelompokkan sebagai berikut :
1. Pemberian alam, yaitu karena kondosi akhirnya wilayah tersebut memiliki
keunggulan untuk menghasilkan produk tertentu.
2. Masyarakanya menguasai teknologi mutakhir (menemukan hal-hal baru)
atau jenis produk tertentu.
3. Masyarakatnya menguasai keetrampilan khusus.
4. Wilayah itu dekat dengan pasar.
5. Wilayah dengn aksebilitas yang tinggi.
6. Daerah konsentrasi/sentral dari suatu kegiatan sejenis.
7. Daerah aglomerasi dari berbagai kegiatan.
8. Upah buruh yang rendah dan tersedia jumlah yang cukup serta didukung
oleh ketrampilan memadai dan mentalitas yang mendukung.
9. Mentalitas masyarakat yang sesuai untuk pembangunan.
10. Kebijakan pemerintah.
2.2.2 Kuosien Lokasi (Location Quotient)
Location quotient (kuosien lokasi) disingkat dengan LQ adalah suatu
perbandingan tentang besarnya peranan suatu sektor atau komoditi di suatu daerah
(kabupaten/kota) terhadap peranan sektor atau komoditi di daerah yang lebih
tinggi (provinsi/nasional). Dengan kata lain LQ menghitung share output sektor I
di kabupaten dengan share output sektor I di provinsi.
Dengan rumus :
��� =
Keterangan :
���
��
��
�
���
�
��
= ��
LQi
= Nilai LQ pada sektor i
Si
= Besaran dari suatu kegiatan tertentu sektor atau komoditi yang
akan diukur dikawasan perencanaan
Ni
= Besaran total dari suatu kegiatan tertentu sektor atau komoditi
yang akan diukur di daerah yang lebih luas
S
= Besaran total dari seluruh kegiatan sektor atau komoditi yang
akan di ukur di kawasan perencanaan
N
= Besaran total dari seluruh kegiatan sektor atau komoditi yang
akan di ukur di daerah yang lebih luas
Apabila LQ > 1 artinya peranan sektor atau komoditi tersebut di daerah itu
lebih menonjol dibandingkan dengan peranan peranan sektor atau komoditi secara
nasional atau lebih luas. Sebaliknya, apabila LQ < 1 maka peranan sektor itu di
daerah tersebut lebih kecil dari pada peranan sektor atau komoditi secara nasional.
Ada beberapa keuntungan menggunakan metode LQ antara lain :
1. Metode LQ meperhitungan ekspor langsung dan ekspor tidak langsung.
2. Metode LQ sederhana serta dapat digunakan untuk data historis untuk
mengetahui trend
Analisis LQ sesuai dengan rumusanya memang sederhana dan apabila
digunakan dalam bentuk one shot analysis, manfaatnya juga tidak begitu besar,
yaitu hanya melihat apakah LQ berada di atas 1 atau tidak. Akan tetapi, analisis
LQ dapat dibuat menarik apabila digunakan dalam bentuk time-series/trend,
artinya dianalisis dalam kurun waktu tertentu. Dalam hal ini perkembangan LQ
bisa dilihat untuk suatu sektor pada kurun waktu yang berbeda, apakah terjadi
kenaikan atau penurunan. Hal ini dapat memancing analisis lebih lanjut, misalnya
apabila naik maka dapat dilihat faktor-faktor yang membuat daerah tersebut
tumbuh lebih cepat dari rata-rata nasional.demikian juga sebaliknya. Apabila
turun dapat dilihat faktor-faktor yang membuat daerah tersebut tumbuh lebih
lambat dari rata-rata nasional. Hal ini dapat membantu untuk melihat
kekuata/kelemahan wilayah tersebut dibandingkan secara relatif dengan wilayah
yang lebih luas. Potensi yang positif digunakan untuk strategi pengembangan
wilayah. Adapun faktor-faktor yang membuat potensi sektor di suatu wilayah
lemah, perlu dipikirkan apakah perlu ditanggulangi atau dianggap tidak prioritas
(Robinson Tarigan, 2005).
2.2.3 Analisis Shift-Share (Shift Share Analisys)
Analisis shift-share membandingkan perbedan laju pertumbuhan berbagai
sektor di daerah dengan wilayah nasional. Metode ini lebih tajam dibandingkan
dengan metode LQ. Metode LQ tidak memberikan penjelasan penyebab
perubahan sedangkan metode
shift-share memberikan penjelasan penyebab
perubahan tersebut.
Menurut Tambunan (2005)
metode analisis ini dapat digunakan untuk
memproyeksikan pertumbuhan ekonomi suatu daerah dan sebagai alat analisis
dalam riset pembangunan pedesaan. Analisis ini juga digunakan untuk
menganalisis sumbangan (share) kecamatan ke kabupaten dan sektor yang
mengalami kemajuan selama pengukuran. Hasil analisis ini juga dapat
menunjukkan keunggulan kompetitif suatu wilayah. Penyebab pergrseran ada tiga
yaitu :
1. Komponen share, menunjukkan kontribusinya terhadap pergeseran total
seluruh sektor di total wilayah agregat yang lebih luas.
2. Komponen proportional shift, menunjukkan pergeseran total sektor
tertentu di wilayah agregat yang lebih luas.
3. Komponen differential shift, menunjukkan pergeseran suatu sektor tertentu
di suatu wilayah tertentu.
Suatu wilayah dianggap memiliki keunggulan kompetitif bila komponen
differential shift bernilai positif karena secara fundamental masih memiliki potensi
untuk terus tumbuh meskipun faktor-faktor ekternal (komponen share dan
proportional shift) tidak mendukung.
1. Komponen Pertumbuhan Nasional (National share)
Komponen pertumbuhan nasional adalah perubahan produksi atau
kesempatan kerja suatu wilayah yang disebabkan oleh perubahan produksi
atau kesempatan kerja nasional, perubahan kebijakan ekonomi nasional
dan perubahan dalam hal-hal yang mempengaruhi perekonomian semua
sektor dan wilayah.
2. Komponen Pertumbuhan Proporsional (Proportional shift component)
Komponen pertumbuhan proporsional tumbuh karena perbedaan sektor
dalam permintaan produk akhir, perbedaan dalam ketersediaan bahan
mentah, perbedaan dalam kebijakan industri (seperti kebijakan perpajakan,
subsidi dan price support) serta perbedaan dalam struktur dan keragamana
pasar.
3. Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah (Differential shift component)
Komponen pertumbuahn pangsa wilayah timbul karena peningkatan atau
penurunan
PDRB
atau
kesempatan
kerja
dalam
suatu
wilayah
dibandingkan dengan wilayah lainnya.
2.3
Dampak Pengembangan Pariwisata
Manfaat lain dari pengembangan pariwisata dapat langsung diperoleh oleh
pemerintah daerah melalui pajak daerah maupun pajak lainnya. Sektor pariwisata
memberikan kontribusi kepada daerah melalui pajak daerah, laba Badan Usaha
Milik Daerah, serta pendapatan lain-lain yang sah berupa pemberian hak atas
tanah pemerintah. Dari pajak daerah sendiri, sektor pariwisata memberikan
kontribusi berupa pajak hotel dan restoran, pajak hiburan, pajak reklame, pajak
minuman beralkohol serta pajak pemanfaatan air bawah tanah.
Pengembangan pariwisata pada dasarnya dapat membawa berbagai manfaat
bagi masyarakat di daerah diantaranya adalah :
1. Pendapatan dari penukaran valuta asing
2. Pendapatan dari usaha atau bisnis pariwisata
3. Penyerapan tenaga kerja
Berdasarkan Undang-Undang Nomor tahun 1990 tentang pariwisata, tujuan
dari pengembangan pariwisata adalah untuk menciptakan multipler effect, yakni :
1. Memperluas dan meratakan kesempatan berusaha dan lapangan kerja.
2. Meningkatkan
pendapatan
nasional
dalam
rangka
meningkatkan
kesejahtraan dan kemakmuran rakyat.
3. Mendorong pendaya gunaan produksi nasional.
2.4
Penelitian Terdahulu
Jenny, 2013. Potensi Obyek Wisata Batu Hoda di Desa Tigaras Kecamatan
Dolok Perdamean Kabupaten Simalungun. Masalah yang diteliti adalah
bagaimana potensi fisik dilokasi obyek wisata Batu Hoda Di Desa Tigaras
Kecamatan Dolok Pardamean Kabupaten Simalungun. Menggunakan data Primer
dan Sekunder dan wawancara. Metode yang digunakan untuk menganalisa data
menggunakan teknik deskriptif kualitatif. Hasil Penelitian menunjukkan Potensi
fisik yang dimiliki oleh lokasi obyek wisata Batu Hoda untuk menjadi suatu
daerah tujuan wisata sudah cukup memadai, namun masih memerlukan beberapa
pengembangan agar dapat meningkatkan kenyamanan pengunjung yang akan
datang berkunjung dan menjaga kondisi kebersihan di lokasi obyek wisata Batu
Hoda.
Pardede, 2011. Potensi dan Peluang Pengembangan Sektor Pariwisata di
Kota Tebing Tinggi. Hasil penelitian menunjukkan sektor pariwisata di Kota
Tebing Tinggi sangat berpotensi, yang disebabkan adanya lahanyang dapat
dimanfaatkan untuk dijadikan objek wisata, strategisnya Kota Tebing Tinggi yang
dikarenakan sebagai jalur transit lintas timur dan lintas tengah berpotensi untuk
dibangun objek wisata baru. Sektor pariwisata di Kota Tebing tinggi memiliki
peluang untuk mengembangkan objek wisata yang ada di Kota Tebing Tinggi
terlihat dari tingginya keinginan masyarakat Kota Tebing Tinggi yang
menginginkan adanya objek wisata sebagai tempat untuk merileksasikan pikiran
dan bersantai yang kemudian mendapat dukungan dari pemerintah yang langsung
berbenah dan membuat perogram pembangunan beberapa objek wisata di Kota
Tebing Tinggi.
Trilolorin, 2013. Analisis Daya saing Sektor Pariwisata Kota Medan.
Masalah yang diteliti adalah 1. Bagaimana potensi sektor pariwisata kota medan,
2. Bagaimana daya saing sektor pariwisata kota medan?, penelitian ini
menggunakan metode LQ dan shift share dalam menganalisis masalah tersebut.
Hasil penelitian menunjukkan. Berdasarkan perhitungan alat analisis potensi
wilayah yaitu indeks Location Quotient dari alat analisis menunjukkan bahwa
sektor pariwisata Kota Medan merupakan sekor unggulan dan kreteria tergolong
ke dalam sektor yang maju atau berpotensi dan tumbuh dengan pesat dan
merupakan sektor basis, dan dilihat dari hasil analisis Shift Share untuk kontribusi
sektor pariwisata terhadap PDRB Kota Medan menunjukkan nilai positif. Artinya
sektor pariwisata Kota Medan memiliki daya saing yang kuat.
2.5
Kerangka Konseptual
Perkembangan pariwisata dapat dilihat dari indikator pertumbuhan
kunjungan wisatawan asing dan domestik serta pertumbuhan pendapatan dari
subsektor perdagangan, hotel, restoran perekonomian daerah. Meningkatnya
kunjungan wisatawan akan berdampak langsung terhadap subsektor perdagangan,
hotel dan restoran. Selanjutnya pariwisata akan memberi pengaruh yang berantai
terhadap sektor-sektor ekonomi lainya, baik yang langsung memasok barang dan
jasa untuk keperluan sektor pariwisata mapun tidak langsung, melalui efek
pengganda sehingga PDRB. Sektor pariwisata juga terbukti mampu memberikan
kontribusi penting penerimaan devisa negara.
Sektor pariwisata terus mengalami peningkatan, ini menunjukkan bahwa
sektor pariwisata memiliki potensi yang besar. Untuk itu perlu dikaji secara
mendalam kebijakan pembangunan yang akan dilaksanakan dalam pengembangan
potensi pariwisata Kabupaten Karo. Dimana potensi dan pengembangan sektor ini
dapat memberikan kontribusi selain penerimaan devisa negara, sektor ini juga
berdampak penyerapan tenaga kerja, pendapatan daerah dan pengembangan
wilayah.
Alur kerangka pemikiran konseptual penelitian ini dapat dilihat pada
gambar di bawah ini :
Perekonomian
Daerah
Sektor Pariwisata
Potensi
Kontribusi
Kebijakan
Pembangunan
Pengembangan
Wilayah
Gambar 1.1 Kerangka Pikir Konseptual
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pariwisata
Dalam usaha untuk mengetahui peranan pariwisata dalam pembangunan
suatu negara, tentu harus meninjau kembali khasanah kepustakaan yang
membicarakan pembangunan ekonomi baik yang khusus menekankan pada
pembangunan ekonomi di negara-negara maju (developed countries) maupun di
negara-negara sedang berkembang (under developed countries). Maka dapat
ditarik beberapa hal penting yang harus ada supaya pembangunan ekonomi bisa
berhasil dengan baik. Dengan begitu dapat dilihat peranan dan potensi yang
dimiliki oleh sektor pariwisata dalam pembangunan ekonomi pada umumnya, dan
khususnya pembangunan ekonomi di negar-negara berkembang seperti Indonesia
atau Kabupaten Karo.
John M. Bryden (Nyoman, 1994; 42) mengemukakan berbagai alasan
mengapa industri pariwisata akhir-akhir ini dianggap merupakan alat yang
menarik untuk mensukseskan pembanguna ekonomi pada umumnya yaitu:
1. Karena negara-negara sedang berkembang dihadapkan pada masalah
pemasaran ekspor barang-barang tradisionalnya sebagai akibat lambatnya
permintaan, adanya saingan barang-barang hasil pertanian di negaranegara industri dengan segala macam proteksinya, adanya saingan dari
barang-barang subtitusi yang bersifat sintetis, karena perbedaaan struktural
antara negara-negara maju dengan negara-negara sedang berkembang yang
mengakibatkan produktivitas di negara yang pertama tersebut naik dan
diikuti oleh tingkat upah yang lebih tinggi sedangkan di negara yang
kedua justru keadaan sebaliknya yang terjadi.
2. Keinginan
untuk
mendiversifikasikan
ekspor
barang-barang
hasil
pertanian trandisional mereka dengan jalan mengekspor barang-barang
yang sudah diolah banyak menemui kegagalan karena adanya proteksi
oleh negara-negara maju disamping terbatasnya pasar negara-negara ini
yang diakibatkan oleh adanya produksi dalam negeri sendiri.
3. Dipihak lain pariwisata menghadapi kondisi permintaan yang berbda yakni
merupakan industri yang akhi-akhir ini pertumbuhannya sangat pesat dan
mempunyai elastisitas pendapatan dari permintaan yang tinggi, disamping
itu industri pariwisata kelihatanya belum dikenakan pembatasan yang
berarti di berbagai negara.
Disamping alasan-alasan tersebut Robert Clevedon (Nyoman, 1994 ; 43)
menambahkan bahwa pariwisata sebagai alat penting dalam pembangunan
ekonomi di negara berkembang, yaitu dapat mengurangi ketimpangan kesempatan
kerja dan ketimpangan pendapatan antar daerah didalam suatu negara. Karena
daerah yang cocok dengan pengembangan pariwisata umumnya terletak jauh dari
pusat-pusat aktivitas perekonomian.
Industri pariwisata telah berkembang pesat dari masa ke masa terbukti dari
semakin banyaknya orang yang melakukan kegiata wisata dan juga jumlah uang
yang di belanjakan untuk kegiatan tersebut. Suwantoro (2004) mengemukakan
bahwa yang harus menjadi perhatian dalam menunjang pengembangan pariwisata
di
daerah
tujuan
wisata
yang
menyangkut
perencanaan,
pelaksanaan
pembangunan dan pengembangannya meliputi 5 unsur, yaitu:
1. Obyek dan daya tarik wisata
2. Prasaranan wisata
3. Sarana wisata
4. Tata laksana/Infaraktruktur
5. Masyarakat/Lingkunagn.
2.1.1 Pengertian pariwisata
Istilah pariwisata dalam bahasa sansekerta terdiri dari dua suku kata yaitu:
“pari” dan “wisata”. Pari yang berarti banyak, berkali-kali, berputar-putar ataru
berkeliling-keliling. Sedangkan Wisata berarti berpergian, dari pengertian tersebut
maka dapat diartikan secara garis besar bahwa “pari-wisata” adalah suatu perjalan
yang dilakukan berkali-kali dari satu tempat ke tempat lain.
Robert McIntosh bersama Shashikant Gupta (Kusmayadi dan Edar Sugiarto,
2000 :5) mencoba mengungkapkan bahwa parawisata adalah gabungan gejala dan
hubungan yang timbul dari interaksi wisatawan, bisnis, pemerintah tuan rumah
serta masyarakat tuan rumah dalam proses menarik dan melayani wisatawanwisatawan serta para pengunung lainnya.
Pariwisata adalah suatu perjalanan yang dilakukan untuk sementara waktu
dari suatu tempat ke temapat lain dengan maksud bukan mencari nafkah dari
tempat yang dikunjungi, tetapi semata-mata untuk menikmati perjalanana guna
bertamasya atau rekreasi untuk memenuhi keinginan yang beragam (Wahap :
2006) pengertian ini sejalan dengan yang dikemukakan Prof.Hunzuker dan Kraft
(Pandit,2003) mengemukakan bahwa pariwisata adalah keseluruhan hubungan
dengan gejala-gejala atau peristiwa yang timbul dari adanya perjalanan dan
tingkahnya orang asing dimana perjalanan tidak untuk bertempat tinggal, menetap
dan tidak ada hubungan dengan kegiatan untuk mencari nafkah.
Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2009,
pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas
serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, pemerintah, dan
pemerintah daerah sedangkan kepariwisataan adalah keseluruhan kegiatan yang
terkait dengan pariwisata yang bersifat multidimensi serta multi disiplin yang
muncul sebagai wujud kebutuhan setiap orang dan negara serta intraksi antara
wisatawan dengan masyarakat dengan masyarakat setempat, sesama wisatawan,
pemerintah, pemerintah daerah dan pengusaha.
Pariwisata memiliki beberapa tujuan yakni :
1. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
2. Meningkatkan kesejahtraan rakyat.
3. Mengapus kemiskinan.
4. Mengatasi pengangguran.
5. Melastarikan alam, lingkungan dan sumber daya.
6. Memajukan kebudayaan.
7. Mengangkat citra bangsa.
8. Memperkukuh jati diri dan persatuan bangsa.
9. Menumpuk rasa cinta tanah air, mempererat persahabatan antara bangsa.
Berdasarkan daari beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa
pariwisata adalah kegiatan perjalanan dari pada wisatawan yang dilakukan secara
sukarela serta bersifat sementara untuk menikmati obyek dan daya tarik.
Menurut Rahardjo dalam bukunya pembangunan kawasan dan tata ruang
Pariwisata meliputi berbagai jenis, karena keperluan dan motif perjalanan wisata
yang dilakukan bermacam-macam, yaitu :
1. Pariwisata Pantai (Marine Tourism)
Yaitu merupakan kegiatan pariwisata yang ditunjang oleh sarana dan
prasarana untuk berenang, memancing, menyelam dan olahraga air
lainnya, Termasuk sarana dan prasarana akomodasi, makan dan minum.
2. Pariwisata Etnik (Ethnic Tourism)
Yaitu merupakan perjalanan untuk mengamati perwujudan kebudayaan
dan gaya hidup masyarakat yang di anggap menarik.
3. Pariwisata Budaya (Culture Tourism)
Yaitu perjalanan untuk meresapi suatu gaya hidup yang telah hilang dari
ingatan manusia.
4. Pariwisata Rekreasi (Recreational Tourism)
Yaitu kegiata wisata yang pada olahraga, menghilangkan ketegangan, dan
melakukan kontak sosial dalam suasana yang santai.
5. Pariwisata Alam (Ecotourism)
Yaitu perjalanan ke suatu tempat yang relatif masih asli (belum tercemari),
dengan tujuan untuk mempelajari, mengagumi, menikmati pemandangan
alam, tumbuhan dan binatang liar, serta perwujudan budaya yang ada
(pernah ada) di tempat tersebut.
6. Pariwisata Kota (City Tourism)
Yaitu perjalanan dalam suatu kota untuk melihat atau mempelajari/
menikmati objek, sejarah dan daya tarik yang terdapat dikota tersebut.
7. Pariwisata Agro (Agro Tourism = Rural Tourisme = Farm Tourism)
Yaitu merupakan perjalanan untuk meresapi dan mempelajari kegiatan
pertanian, perkebunan, peternakan, kehutanan. Jenis wisata ini bertujuan
untuk mengajak wisatawanuntuk ikut memikirkan sumber daya alam dan
kelestariannya. Wisatawan tinggal bersama keluarga petani atau tinggal di
perkebunan untuk ikut merasakan kehidupan dan kegiatannya.
8. Pariwisata Perkotaan (Urban Tourism)
Bentuk pariwisata yang umum terjadi di kota-kota besar, dimana
pariwisata
merupakan kegiatan yang cukup penting namun bukan
merupakan kegiatan utama dari kota tersebut.
9. Pariwisata Sosial (Social Tourism)
Yaitu merupakan pendekatan untuk menyelenggarakan liburan bagi
kelompok masyarakat berpenghasilan rendah serta orang-orang yang tidak
memiliki inisiatif untuk melakukan perjalanan serta orang-orang yang
belum mengerti bagaimana cara mengatur suatu perjalanan wisata.
10. Pariwisata Alternatif (Alternative Tourism)
Yaitu merupakan suatu bentuk pariwisata yang sengaja disusun dalam
skala kecil, memperhatikan kelestarian lingkungan dan segi-segi sosial.
2.1.2 Wiasatawan
Wisatawan adalah oarang-oramg yang melakukan kegiatan wisata atau
melakukan perjalanan rekreasi (Peters, 1969 dalam Wirdiyanto, 2011). dengan
batasan demekian maka wisatawan tidak termasuk pelaku perjalanan dengan ciri
sebagai berikut :
1. Orang-orang yang datang dengan baik dengan dasar kontrak maupun
tidak, untuk mencari kerja atau yang bekerja di suatu negara.
2. Orang-orang yang datang menetap untuk menjadi penduduk di suatu
negara.
3. Pelajar
Di dalam Intruksi Presiden RI No. 9, 1969 bab 1 pasal 1 dijelaskan bahwa
“... wisatawan ialah setiap orang yang bepergian dari tempat tinggal untuk
berkunjung ke tampat lain dngan menikmati perjalanan dan kunjungan itu”.
Jenis-jenis wisatawan menurut asalnya dapat dibedakan atas :
1.
Wisatawan asing (Foreign Tourist) yaitu swisatawan dari suatu negara
yang masuk ke negara lain.
2. Wisatawan domestik (Domesticc Tourist) yaitu wisatawan dari setiap
daerah pariwisata yang masuk ke provinsi yang lain dalam satu negara.
3. Wisatawan lokal (Local Tourist) yaitu wisatawan yang berada dalam
daerah pariwisata yang mengadakan kunjungan pada obyek wisata di
daerah itu sendiri.
2.1.3 Potensi Obyek wisata
Menurut Spillane (1989) Potensi wisata adalah segala tempat atau lokasi
wisata yang mengandung berbagai unsur yang saling bergantung yang dapat
menarik wisatawan untuk datang dan menikmati obyek wisata tersebut.
Menurut Cholil (dalam Yoety 2006) potensi wisata adalah obyek atau
atraksi
wisata
yang
dapat
dipublikasikan,
dipasarkan,
dikelolah
serta
dikembangkan menjadi tempat peristerahatan atau bersenang-senang dalam
sementara waktu dan dapat diambil manfaatnya dari obyek wisata tersebut.
Potensi wisata terdiri dari dua faktor, yaitu :
1. Faktor fisik
Yang dimaksud dengan faktor fisik adalah faktor yang menunjang sebagai
obyek wisata yang merupakan elemen alam. Yang termasuk ke dalamnya
adalah air, pepohonan, udara, pegunungan, pantai, bentang alam, vegetasi
dan sebagainya yang bergunan bagi para wisatawan.
2. Faktor non fisik
Yang dimaksud dengan faktor non fisik adalah sebagai pendukung untuk
pengembangan obyek wisata . yang dimaksudkan dalam faktor fisik adalah
sarana dan prasarana, peran pemerintah serta pengelolah sapta pesoana.
Menurut Rumaini (1992) Umumnya yang menjadi daya tarik obyek wisata
berdasarkan pada :
a. Adanya ciri khusus atau spesifik yang bersifat langka.
b. Adanya sumber daya yang dapat menimbulkan rasa senang, indah, bersih
c. Adanya aksesibilitas yang tinggi untuk dapat di kunjungi.
d. Adanya sarana dan prasarana penunjang untuk melayani para wisatawan
yang hadir
Menurut Marioti ( dalam Yoenty : 1996 ) yang termasuk potensi dalam
obyek wisata adalah :
1. Benda-benda yang tersedia dan terdapat di alam semesta, yang istilah
kepariwisataan disebut dengan natural animitites. Yang termasuk dalam
kelompok ini adalah:
a.
Iklim, misalnya cuaca, cahaya matahari, dan sebagainya.
b.
Hutan belukar ( the sylvan element).
c.
Flora dan fauna, tanaman-tanaman, burung-burung, cagar alam, dan
sebagainya.
d.
Bentuk tanah dan pemandangan ( land configuration and land space),
misalnya lahan yang datar, lembah, pegunungan, danau, pantai, dan
air terjun.
e.
Pusat-pusat kesehatan (healt center) misalnya sumber air panas, air
mineral, dimana semuanya ini diharapkan dapat menyembuhkan
macam-macam penyakit.
2. Hasil cipta manusia (man made Suplly) yaitu beberapa benda-benda
bersejarah sisa-sisa peradapan masa lalu, kebudayaan dan keagamaan,
misalnya :
a.
Monumen bersejarah dan sisa peradapan masa lampau.
b.
Rumah-rumah ibadah seperti, mesjid, gereja, kuil, candi dan pura.
c.
Acara tradisional, pameran, festival, upacara perkawinan dan
sebagainya.
d.
Museum, perpustakaan dan keseniaan rakyat
3. Tata cara hidup masyarakat (the way of life). Tata cara hidup yang
dimaksud adalah tata cara hidup tradisional dari sumber masyarakat yang
merupakan salah satu sumber penting yang ditawarkan kepada para
wisatawan.
kebiasaan hidup, adat istiadat, dan tata cara masyarakat
misalnya, pembakaran mayat (ngaben) di Bali, upacara pemakaman rakyat
di Tanah Toraja, dan lain-lainnya merupakan daya tarik utama wisatawan
untuk datang dan tinggal lebih lama di daerah tersebut.
2.2
Potensi Wilayah
2.2.1 Keunggulan Komperatif
Istilah
comparative advantage (keunggulan
komparatif) mula-mula
dikemukakan oleh David Ricardo (1917) sewaktu membahas perdagangan antara
dua negara. Ricardo membuktikan bahwa
apabila ada dua negara saling
berdagang dan masing-masing negara mengkonsentrasikan untuk mengekspor
barang yang mempunyai keunggulan komperatif maka negara tersebut akan
beruntung. Pemikiran Ricardo tentang keunggulan komperatif tidak hanya berlaku
pada perdagangan internasional saja tetapi juga pada ekonomi regional.
Keunggulan komperatif suatu daerah dapat digunakan untuk menentukan
kebijakan yang mendorong perubahan struktur perekonomian daerah ke arah
sektor yang mengandung keunggulan komperatif.
Competitive advantage (keunggulan kompetitif) adalah kemampuan suatu
daerah untuk memasarkan produknya diluar daerah atau luar negeri bahkan pasar
global. dalam keunggulan kompetitif dapat dilihat apakah suatu daerah dapat
menjual
produknya
diluar
negeri
secara
menguntungkan,
tidak
lagi
membandingkan potensi komoditi yang sama di suatu negara dengan negara lain,
melainkan membandingkan komoditi suatu negara terhadap komoditi semua
negara pesaingnya di pasar global.
Menurut Tarigan (2005) suatu daerah memiliki keunggulan komperatif
(comperative advantage) karena salah satu faktor atau gabungan dari beberapa
faktor. Adapun faktor-faktor yang dapat membuat suatu wilayah memiliki
keunggulan komperatif dapat dikelompokkan sebagai berikut :
1. Pemberian alam, yaitu karena kondosi akhirnya wilayah tersebut memiliki
keunggulan untuk menghasilkan produk tertentu.
2. Masyarakanya menguasai teknologi mutakhir (menemukan hal-hal baru)
atau jenis produk tertentu.
3. Masyarakatnya menguasai keetrampilan khusus.
4. Wilayah itu dekat dengan pasar.
5. Wilayah dengn aksebilitas yang tinggi.
6. Daerah konsentrasi/sentral dari suatu kegiatan sejenis.
7. Daerah aglomerasi dari berbagai kegiatan.
8. Upah buruh yang rendah dan tersedia jumlah yang cukup serta didukung
oleh ketrampilan memadai dan mentalitas yang mendukung.
9. Mentalitas masyarakat yang sesuai untuk pembangunan.
10. Kebijakan pemerintah.
2.2.2 Kuosien Lokasi (Location Quotient)
Location quotient (kuosien lokasi) disingkat dengan LQ adalah suatu
perbandingan tentang besarnya peranan suatu sektor atau komoditi di suatu daerah
(kabupaten/kota) terhadap peranan sektor atau komoditi di daerah yang lebih
tinggi (provinsi/nasional). Dengan kata lain LQ menghitung share output sektor I
di kabupaten dengan share output sektor I di provinsi.
Dengan rumus :
��� =
Keterangan :
���
��
��
�
���
�
��
= ��
LQi
= Nilai LQ pada sektor i
Si
= Besaran dari suatu kegiatan tertentu sektor atau komoditi yang
akan diukur dikawasan perencanaan
Ni
= Besaran total dari suatu kegiatan tertentu sektor atau komoditi
yang akan diukur di daerah yang lebih luas
S
= Besaran total dari seluruh kegiatan sektor atau komoditi yang
akan di ukur di kawasan perencanaan
N
= Besaran total dari seluruh kegiatan sektor atau komoditi yang
akan di ukur di daerah yang lebih luas
Apabila LQ > 1 artinya peranan sektor atau komoditi tersebut di daerah itu
lebih menonjol dibandingkan dengan peranan peranan sektor atau komoditi secara
nasional atau lebih luas. Sebaliknya, apabila LQ < 1 maka peranan sektor itu di
daerah tersebut lebih kecil dari pada peranan sektor atau komoditi secara nasional.
Ada beberapa keuntungan menggunakan metode LQ antara lain :
1. Metode LQ meperhitungan ekspor langsung dan ekspor tidak langsung.
2. Metode LQ sederhana serta dapat digunakan untuk data historis untuk
mengetahui trend
Analisis LQ sesuai dengan rumusanya memang sederhana dan apabila
digunakan dalam bentuk one shot analysis, manfaatnya juga tidak begitu besar,
yaitu hanya melihat apakah LQ berada di atas 1 atau tidak. Akan tetapi, analisis
LQ dapat dibuat menarik apabila digunakan dalam bentuk time-series/trend,
artinya dianalisis dalam kurun waktu tertentu. Dalam hal ini perkembangan LQ
bisa dilihat untuk suatu sektor pada kurun waktu yang berbeda, apakah terjadi
kenaikan atau penurunan. Hal ini dapat memancing analisis lebih lanjut, misalnya
apabila naik maka dapat dilihat faktor-faktor yang membuat daerah tersebut
tumbuh lebih cepat dari rata-rata nasional.demikian juga sebaliknya. Apabila
turun dapat dilihat faktor-faktor yang membuat daerah tersebut tumbuh lebih
lambat dari rata-rata nasional. Hal ini dapat membantu untuk melihat
kekuata/kelemahan wilayah tersebut dibandingkan secara relatif dengan wilayah
yang lebih luas. Potensi yang positif digunakan untuk strategi pengembangan
wilayah. Adapun faktor-faktor yang membuat potensi sektor di suatu wilayah
lemah, perlu dipikirkan apakah perlu ditanggulangi atau dianggap tidak prioritas
(Robinson Tarigan, 2005).
2.2.3 Analisis Shift-Share (Shift Share Analisys)
Analisis shift-share membandingkan perbedan laju pertumbuhan berbagai
sektor di daerah dengan wilayah nasional. Metode ini lebih tajam dibandingkan
dengan metode LQ. Metode LQ tidak memberikan penjelasan penyebab
perubahan sedangkan metode
shift-share memberikan penjelasan penyebab
perubahan tersebut.
Menurut Tambunan (2005)
metode analisis ini dapat digunakan untuk
memproyeksikan pertumbuhan ekonomi suatu daerah dan sebagai alat analisis
dalam riset pembangunan pedesaan. Analisis ini juga digunakan untuk
menganalisis sumbangan (share) kecamatan ke kabupaten dan sektor yang
mengalami kemajuan selama pengukuran. Hasil analisis ini juga dapat
menunjukkan keunggulan kompetitif suatu wilayah. Penyebab pergrseran ada tiga
yaitu :
1. Komponen share, menunjukkan kontribusinya terhadap pergeseran total
seluruh sektor di total wilayah agregat yang lebih luas.
2. Komponen proportional shift, menunjukkan pergeseran total sektor
tertentu di wilayah agregat yang lebih luas.
3. Komponen differential shift, menunjukkan pergeseran suatu sektor tertentu
di suatu wilayah tertentu.
Suatu wilayah dianggap memiliki keunggulan kompetitif bila komponen
differential shift bernilai positif karena secara fundamental masih memiliki potensi
untuk terus tumbuh meskipun faktor-faktor ekternal (komponen share dan
proportional shift) tidak mendukung.
1. Komponen Pertumbuhan Nasional (National share)
Komponen pertumbuhan nasional adalah perubahan produksi atau
kesempatan kerja suatu wilayah yang disebabkan oleh perubahan produksi
atau kesempatan kerja nasional, perubahan kebijakan ekonomi nasional
dan perubahan dalam hal-hal yang mempengaruhi perekonomian semua
sektor dan wilayah.
2. Komponen Pertumbuhan Proporsional (Proportional shift component)
Komponen pertumbuhan proporsional tumbuh karena perbedaan sektor
dalam permintaan produk akhir, perbedaan dalam ketersediaan bahan
mentah, perbedaan dalam kebijakan industri (seperti kebijakan perpajakan,
subsidi dan price support) serta perbedaan dalam struktur dan keragamana
pasar.
3. Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah (Differential shift component)
Komponen pertumbuahn pangsa wilayah timbul karena peningkatan atau
penurunan
PDRB
atau
kesempatan
kerja
dalam
suatu
wilayah
dibandingkan dengan wilayah lainnya.
2.3
Dampak Pengembangan Pariwisata
Manfaat lain dari pengembangan pariwisata dapat langsung diperoleh oleh
pemerintah daerah melalui pajak daerah maupun pajak lainnya. Sektor pariwisata
memberikan kontribusi kepada daerah melalui pajak daerah, laba Badan Usaha
Milik Daerah, serta pendapatan lain-lain yang sah berupa pemberian hak atas
tanah pemerintah. Dari pajak daerah sendiri, sektor pariwisata memberikan
kontribusi berupa pajak hotel dan restoran, pajak hiburan, pajak reklame, pajak
minuman beralkohol serta pajak pemanfaatan air bawah tanah.
Pengembangan pariwisata pada dasarnya dapat membawa berbagai manfaat
bagi masyarakat di daerah diantaranya adalah :
1. Pendapatan dari penukaran valuta asing
2. Pendapatan dari usaha atau bisnis pariwisata
3. Penyerapan tenaga kerja
Berdasarkan Undang-Undang Nomor tahun 1990 tentang pariwisata, tujuan
dari pengembangan pariwisata adalah untuk menciptakan multipler effect, yakni :
1. Memperluas dan meratakan kesempatan berusaha dan lapangan kerja.
2. Meningkatkan
pendapatan
nasional
dalam
rangka
meningkatkan
kesejahtraan dan kemakmuran rakyat.
3. Mendorong pendaya gunaan produksi nasional.
2.4
Penelitian Terdahulu
Jenny, 2013. Potensi Obyek Wisata Batu Hoda di Desa Tigaras Kecamatan
Dolok Perdamean Kabupaten Simalungun. Masalah yang diteliti adalah
bagaimana potensi fisik dilokasi obyek wisata Batu Hoda Di Desa Tigaras
Kecamatan Dolok Pardamean Kabupaten Simalungun. Menggunakan data Primer
dan Sekunder dan wawancara. Metode yang digunakan untuk menganalisa data
menggunakan teknik deskriptif kualitatif. Hasil Penelitian menunjukkan Potensi
fisik yang dimiliki oleh lokasi obyek wisata Batu Hoda untuk menjadi suatu
daerah tujuan wisata sudah cukup memadai, namun masih memerlukan beberapa
pengembangan agar dapat meningkatkan kenyamanan pengunjung yang akan
datang berkunjung dan menjaga kondisi kebersihan di lokasi obyek wisata Batu
Hoda.
Pardede, 2011. Potensi dan Peluang Pengembangan Sektor Pariwisata di
Kota Tebing Tinggi. Hasil penelitian menunjukkan sektor pariwisata di Kota
Tebing Tinggi sangat berpotensi, yang disebabkan adanya lahanyang dapat
dimanfaatkan untuk dijadikan objek wisata, strategisnya Kota Tebing Tinggi yang
dikarenakan sebagai jalur transit lintas timur dan lintas tengah berpotensi untuk
dibangun objek wisata baru. Sektor pariwisata di Kota Tebing tinggi memiliki
peluang untuk mengembangkan objek wisata yang ada di Kota Tebing Tinggi
terlihat dari tingginya keinginan masyarakat Kota Tebing Tinggi yang
menginginkan adanya objek wisata sebagai tempat untuk merileksasikan pikiran
dan bersantai yang kemudian mendapat dukungan dari pemerintah yang langsung
berbenah dan membuat perogram pembangunan beberapa objek wisata di Kota
Tebing Tinggi.
Trilolorin, 2013. Analisis Daya saing Sektor Pariwisata Kota Medan.
Masalah yang diteliti adalah 1. Bagaimana potensi sektor pariwisata kota medan,
2. Bagaimana daya saing sektor pariwisata kota medan?, penelitian ini
menggunakan metode LQ dan shift share dalam menganalisis masalah tersebut.
Hasil penelitian menunjukkan. Berdasarkan perhitungan alat analisis potensi
wilayah yaitu indeks Location Quotient dari alat analisis menunjukkan bahwa
sektor pariwisata Kota Medan merupakan sekor unggulan dan kreteria tergolong
ke dalam sektor yang maju atau berpotensi dan tumbuh dengan pesat dan
merupakan sektor basis, dan dilihat dari hasil analisis Shift Share untuk kontribusi
sektor pariwisata terhadap PDRB Kota Medan menunjukkan nilai positif. Artinya
sektor pariwisata Kota Medan memiliki daya saing yang kuat.
2.5
Kerangka Konseptual
Perkembangan pariwisata dapat dilihat dari indikator pertumbuhan
kunjungan wisatawan asing dan domestik serta pertumbuhan pendapatan dari
subsektor perdagangan, hotel, restoran perekonomian daerah. Meningkatnya
kunjungan wisatawan akan berdampak langsung terhadap subsektor perdagangan,
hotel dan restoran. Selanjutnya pariwisata akan memberi pengaruh yang berantai
terhadap sektor-sektor ekonomi lainya, baik yang langsung memasok barang dan
jasa untuk keperluan sektor pariwisata mapun tidak langsung, melalui efek
pengganda sehingga PDRB. Sektor pariwisata juga terbukti mampu memberikan
kontribusi penting penerimaan devisa negara.
Sektor pariwisata terus mengalami peningkatan, ini menunjukkan bahwa
sektor pariwisata memiliki potensi yang besar. Untuk itu perlu dikaji secara
mendalam kebijakan pembangunan yang akan dilaksanakan dalam pengembangan
potensi pariwisata Kabupaten Karo. Dimana potensi dan pengembangan sektor ini
dapat memberikan kontribusi selain penerimaan devisa negara, sektor ini juga
berdampak penyerapan tenaga kerja, pendapatan daerah dan pengembangan
wilayah.
Alur kerangka pemikiran konseptual penelitian ini dapat dilihat pada
gambar di bawah ini :
Perekonomian
Daerah
Sektor Pariwisata
Potensi
Kontribusi
Kebijakan
Pembangunan
Pengembangan
Wilayah
Gambar 1.1 Kerangka Pikir Konseptual