Peran Politeknik Negeri Bandung Untuk Me

Peran Politeknik Negeri Bandung Untuk Mewujudkan Indonesia
Menjadi Negara Kepulauan yang Mandiri, Maju, Kuat, dan Berbasiskan
Kepentingan Nasional
Oleh:
Dr. Yackob Astor, ST., MT
Dosen Politeknik Negeri Bandung, dan Peneliti Marine Cadastre

I.

Definisi Negara Kepulauan

Istilah Negara Kepulauan (Archipelagic State) adalah hasil keputusan Konvensi Perserikatan
Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut Internasional Tahun 1982 (United Nations on the Law
of the Sea / UNCLOS ke-2). Konsep kepulauan (archipelago) dituangkan dan diatur dalam

Pasal 46 (b) yang dijelaskan sebagai suatu gugusan pulau, temasuk bagian pulau, perairan
diantaranya dan lain-lain wujud alamiah yang hubungannya satu sama lain demikian erat
sehingga pulau-pulau, perairan dan wujud alamiah lainnya itu merupakan suatu kesatuan
geografi, ekonomi dan politik yang hakiki, atau yang secara historis/kesejarahan dianggap
demikian. Sedangkan dalam Pasal 1 Ayat 1 UU RI No. 6 Tahun 1996 tentang Perairan
Indonesia disebutkan bahwa Negara Kepulauan adalah negara yang seluruhnya terdiri dari

satu atau lebih kepulauan dan dapat mencakup pulau-pulau lain.
Definisi negara kepulauan di atas masih berorientasi pada wilayah darat yakni dengan
menitikberatkan pada kata pulau. Perlu dilakukan pendefinisian kembali mengenai negara
kepulauan, yakni Negara Kepulauan adalah negara yang mempunyai laut demikian luas, pada
laut tersebut tersebarlah pulau-pulau yang demikian banyak (Astor, 2016). Hakekat sebagai
Negara Kepulauan adalah suatu kesatuan utuh wilayah (ruang darat, ruang laut, ruang udara)
yang batas-batasnya ditentukan oleh laut, dimana rasio wilayah laut lebih besar dari rasio
wilayah darat dan di dalamnya terdapat pulau-pulau dan gugusan pulau-pulau (Gambar 1).
Penyebutan Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kepulauan masih harus ditambahkan
dengan bercirikan nusantara, yaitu sesuai dengan apa yang ditulis dalam Undang-Undang
Dasar RI 1945 Pasal 25. Bercirikan Nusantara atau yang lazim disebut Wawasan Nusantara
yakni Kepulauan Nusantara sebagai satu kesatuan politik, ekonomi, sosial, budaya,
pertahanan dan keamanan (SULASDI, 2010).

1

II. Keunggulan Indonesia sebagai Negara Kepulauan
Negara Kesatuan Republik Indonesia memiliki potensi fisik dan geografis sumber daya alam
yang jauh lebih baik daripada negara-negara lain. Sebagai negara yang beriklim tropis,
Indonesia merupakan negara yang sangat subur, dipenuhi oleh berbagai spesies unik dan

varietas tumbuhan yang beraneka ragam. Letak Indonesia yang berada di jalur cincin api
Pasifik menyebabkan Indonesia kaya akan mineral logam seperti emas, perak, tembaga dan
nikel, batubara, minyak serta energi panas bumi yang sangat besar.

Gambar 1. Peta batas wilayah NKRI (www.big.go.id)
Sebagai negara kepulauan (archipelagic state), Indonesia memiliki wilayah laut seluas
3.374.668 km2 yang lebih luas dari wilayah darat yang hanya 1.922.570 km2, 13.466 pulau
dan garis pantai sepanjang 99.093 km (Badan Informasi Geospasial, 2013) menjadikan
Indonesia memiliki sumber daya alam laut yang lebih banyak dibandingkan dengan sumber
daya alam di darat. Kondisi potensi sumber daya laut ini dipandang sebagai peluang
Indonesia sebagai negara berkembang untuk membangun keunggulan berbasiskan sumber
daya pesisir dan laut.

2

III. Permasalahan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Kelautan di Indonesia sebagai
Negara Kepulauan
Selama 71 tahun bangsa ini merdeka, sektor kelautan ternyata belum dapat menunjukkan
sebagai sektor yang dapat diunggulkan oleh bangsa dan diandalkan oleh rakyat Indonesia.
Sistem pemerintahan dan manajemen pembangunan yang diterapkan di Indonesia selama ini

masih berbasis pada daratan, padahal negara kepulauan Indonesia memiliki wilayah laut yang
lebih luas dari wilayah darat.
Fokus pembangunan di kelautan sejak tahun 2001 masih diberikan pada sektor perikanan
saja, sehingga pembangunan kelautan secara utuh sebagai penghubung antar pulau dan
sumberdaya non-hayati yang sangat potensial masih sangat tertinggal (Oetomo, 2015).
Kondisi ini dibuktikan bahwa sejak Indonesia merdeka hingga sebelum diterbitkan UU RI
No.32 Tahun 2014, Indonesia belum memiliki undang-undang khusus kelautan.
Penyelenggaraan pengelolaan sumber daya kelautan pada saat itu hanya mengacu pada UUD
RI Tahun 1945 Pasal 33 (3): Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya
dikuasasi oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat; dan UU RI
No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil yang sama
sekali tidak membahas konsep pembangunan kelautan nasional.
Permasalahan yang timbul di Indonesia sebagai negara kepulauan tidak terlepas dari konflik
penyelenggaraan pengelolaan pesisir dan laut antar sektor, antara pemerintah pusat dan
daerah, antar pemerintah daerah, dan antar pemangku kepentingan.
Pengelolaan wilayah pesisir dan laut di Indonesia sebagai negara kepulauan yang berbasis
pada sistem otonomi daerah ini memiliki tingkat kesulitan yang tinggi mengingat jumlah
kabupaten/kota yang ada di Indonesia sebanyak 497 kabupaten/kota, 324 kabupaten/kota
tersebut memiliki wilayah pesisir (Kemendagri, 2010). Dengan diterbitkan UU RI No.32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, pemerintah pusat memberikan kewenangan atau

otoritas kepada daerah tidak hanya sebatas urusan pemerintahan semata, akan tetapi diberikan
pula dalam hal pemanfaatan dan pengelolaan kekayaan sumberdaya yang dimiliki, termasuk
sumber daya kelautan. Pada UU RI No.32 Tahun 2004 diamandemen UU RI No. 23 Tahun
2014 tentang Pemerintahan Daerah, wilayah laut di Indonesia dikelola oleh beberapa
pemerintah daerah yang memiliki batas kewenangan wilayah laut daerah paling jauh 12 mil
laut dari garis pantai ke arah laut lepas dan/atau ke arah perairan kepulauan untuk provinsi,
dan 1/3 (sepertiga) dari wilayah kewenangan provinsi untuk kabupaten/kota.

3

Implementasi dari Undang Undang Pemerintahan Daerah ternyata belum dapat diwujudkan
oleh tiap-tiap provinsi dan kabupaten/kota yang terletak di wilayah pesisir dan laut Indonesia.
Implikasi dari batas laut yang belum ditetapkan adalah terjadi tumpang tindih klaim
(overlapping claim) wilayah laut yang akan memicu konflik sengketa batas wilayah laut
antara pusat dan daerah (provinsi, kabupaten/kota), maupun antar pemerintah daerah
(provinsi, kabupaten/kota).
Selain dikelola oleh daerah, sumber daya laut nasional juga dikelola secara sektoral. Bahwa
terdapat sekitar 12 kementerian yang terlibat dalam pengelolaan sumber daya kelautan di
Indonesia. Jika masing-masing kementerian memiliki sistem dan kebijakan yang berdiri
sendiri (tidak terintegrasi), cara pandang dan tujuan pengelolaan yang berbeda serta tidak

terarah (dikelola tanpa perencanaan bersama yang jelas) maka akan menyebabkan batas-batas
kegiatan pengelolaan dan pemanfaatan ruang laut yang saling tumpang tindih., misalnya
ruang laut untuk budidaya ikan tumpang tindih dengan alur pelayaran sehingga menyebabkan
terganggunya hasil pendapatan budidaya ikan.
Berikut adalah beberapa permasalahan pengelolaan wilayah pesisir dan laut di perairan Selat
madura Jawa Timur, ditunjukkan pada Gambar 2.

Gambar 2. Peta permasalahan pengelolaan wilayah pesisir dan laut di Selat Madura
(Sumber Peta: Perda Provinsi Jawa Timur No 5 Tahun 2012)
4

Dari aspek kebudayaan, NKRI sebagai negara kepulauan memiliki etnik multikultural.
Terdapat sekitar 10.640 desa (lebih dari 14%) dari jumlah desa di Indonesia (69.249 desa,
BPS 2012) merupakan desa pesisir dengan luas 35.949.021,30ha atau 19% dari luas
keseluruhan desa-desa di Indonesia. Sekitar 92% desa pesisir di wilayah timur Indonesia
adalah desa adat yang mempraktikan pengelolaan sumber daya alam berbasis budaya lokal
(Grand Design Pembangunan Desa, 2009) dimana penyelenggaraan pengelolaan laut di
wilayah Indonesia bagian timur lebih sering dihadapkan pada eksistensi pengelolaan laut
secara adat (ulayat laut). Persoalan yang terjadi adalah adanya eksklusifitas wilayah ulayat
laut yang batas-batasnya ditentukan berdasarkan peraturan adat yang berlaku di wilayah

tersebut. Implikasi penetapan batas laut dapat menimbulkan konflik batas ulayat antar desa
adat, konflik batas ulayat laut desa dengan pihak luar, maupun konflik batas ulayat laut
dengan batas kewenangan laut daerah. Persoalan adat dan kearifan lokal tidak dapat dihindari
karena adat dan kearifan lokal merupakan bagian dari sistem kebudayaan di Indonesia.
IV. Pemerintahan di Laut (Ocean Government)
UU RI No. 32 Tahun 2014 tentang Kelautan diundangkan pada bulan Oktober tahun 2014
merupakan undang-undang pertama yang membahas mengenai penyelenggaraan kelautan.
Tema besar Kemaritiman yang dimunculkan oleh pemerintahan saat ini yang tertuang di
dalam UU RI No.32 Tahun 2014 tentang Kelautan sesungguhnya membahas mengenai
konsep Pemerintahan di Laut (Ocean Government) melalui Penyelenggaraan Kelautan
Indonesia (Pasal 4) dan Kebijakan Pembangunan Kelautan (Pasal 13).
Pemerintahan di laut adalah segala kegiatan badan-badan publik yang meliputi kegiatan
legislatif, eksekutif dan yudikatif dalam usaha mencapai tujuan negara yakni mewujudkan
kedaulatan di laut. Pemerintahan di laut tidak sekedar membahas pembangunan infrastruktur
di laut. Fungsi pemerintahan di laut lebih dari itu, yakni bagaimana setiap kabupaten/kota
membangun dan menjalankan peraturan dan perundang-undangan terkait hak dan kewajiban
di wilayah lautnya berdasarkan batas kewenangan laut wilayah (menegakkan kedaulatan),
serta mampu mengatur kegiatan-kegiatan pengelolaan laut di dalamnya (aspek pembangunan
dan pelayanan publik).
UU RI No. 32 Tahun 2014 tentang Kelautan secara komprehensif mengatur keterpaduan

berbagai kepentingan sektor di wilayah laut. Terdapat 8 (delapan) komponen UndangUndang Kelautan yakni:

5

1. Wilayah Laut;
2. Pembangunan Kelautan;
3. Pengelolaan Kelautan;
4. Pengembangan Laut;
5. Pengelolaan Ruang Laut dan Pelindungan Lingkungan Laut;
6. Pertahanan, Keamanan, Penegakan Hukum, dan Keselamatan di Laut;
7. Tata Kelola dan Kelembagaan Laut; dan
8. Peran Serta Masyarakat.
Delapan komponen tersebut dihubungkan dengan makna kedaulatan di laut adalah bahwa
kedaulatan di laut Indonesia dapat terwujud jika masing-masing komponen saling
terintegrasi. Begitu pula sebaliknya, belum dapat terwujud kedaulatan di laut jika salah satu
komponen tidak berfungsi (Gambar 3).

Gambar 3. Visualisasi komponen makna kedaulatan di laut menurut UU RI No.32 Tahun
2014 tentang Kelautan.
Konsep kebijakan Pembangunan Kelautan pada Pasal 13 (1) UU RI No.32 Tahun 2014

menjelaskan bahwa Pembangunan Kelautan merupakan bagian dari pembangunan nasional
untuk mewujudkan Indonesia menjadi negara kepulauan yang mandiri, maju, kuat, dan
berbasiskan kepentingan nasional. Pasal 13 (2) UU RI No.32 Tahun 2014 bahwa
Pembangunan Kelautan diselenggarakan melalui perumusan dan pelaksanaan kebijakan:
a. Pengelolaan Sumber Daya Kelautan
b. Pengembangan Sumber Daya Manusia
c. Pertahanan, Keamanan, Penegakan Hukum, dan Keselamatan di laut.
6

d. Tata Kelola dan Kelembagaan.
e. Peningkatan Kesejahteraan.
f. Ekonomi Kelautan
g. Pengelolaan Ruang Laut dan Pelindungan Lingkungan Laut
h. Budaya Bahari
V. Peran Politeknik Negeri Bandung untuk mewujudkan Indonesia menjadi Negara
Kepulauan yang Mandiri, Maju, Kuat, dan berbasiskan Kepentingan Nasional

Dalam upaya mewujudkan tujuan pembangunan kelautan Indonesia, yakni menjadi negara
kepulauan yang mandiri, maju, kuat, dan berbasiskan kepentingan nasional, maka pemerintah
saat ini telah melakukan perubahan-perubahan di beberapa aspek, diantaranya adalah aspek

pemerintahan dan aspek pendidikan.
Di dalam aspek pemerintahan, kabinet pemerintahan saat ini terdapat satu kementerian
koordinator (Kemenko) yang baru sebagaimana tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor
165 Tahun 2014, yaitu Kementerian Koordinator Kemaritiman. Kementerian Koordinator
Bidang Kemaritiman mempunyai tugas menyelenggarakan koordinasi, sinkronisasi, dan
pengendalian urusan Kementerian dalam penyelenggaraan pemerintahan di bidang
kemaritiman. Pasal 4 Perpres ini menyebutkan, Kemenko Kemaritiman mengkoordinasikan:
a. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral;
b. Kementerian Perhubungan;
c. Kementerian Kelautan dan Perikanan;
d. Kementerian Pariwisata; dan
e. Instansi lain yang dianggap perlu.
Di dalam aspek pendidikan, pemerintah melalui Kementerian Riset, Teknologi dan
Pendidikan Tinggi memberikan dukungan dan bantuan kepada perguruan tinggi untuk
membuka fakultas/ jurusan/program studi baru terkait wilayah pesisir dan kelautan, maupun
pusat penelitian kelautan di beberapa daerah. Tidak hanya itu, pemerintah melalui Peraturan
Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 106/PMK.02/2016 Tentang Standar Biaya
Keluaran Tahun Anggaran 2017 telah menetapkan dana penelitian yang tinggi untuk bidang
kelautan.


7

Aspek pemerintahan dan aspek pendidikan memiliki korelasi yang tinggi dan saling
mempengaruhi di dalam upaya mewujudkan pembangunan kelautan. Aspek pemerintahan
dapat dimaknai sebagai wadah (tempat untuk menaruh, menyimpan, berhimpun) bagi para
civitas akademik untuk ikut terlibat aktif dalam memberikan masukan akademis (input),
terlibat di dalam proses pendidikan/penelitian, dan memberikan output dari penelitian yang
telah dilakukan.
Politeknik Negeri Bandung (Polban) sebagai politeknik ternama di Indonesia dan bagian dari
unsur yang dapat mencerdaskan bangsa sebaiknya melibatkan diri di dalam upaya
mewujudkan Indonesia menjadi negara kepulauan yang mandiri, maju, kuat, dan berbasiskan
kepentingan nasional. Walapun saat ini di Polban tidak terdapat jurusan maupun program
studi kelautan, namun Visi Polban yakni menjadi institusi yang unggul dan terdepan dalam
pendidikan vokasi yang inovatif dan adaptif terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi terapan, sesungguhnya dapat ditempatkan di dalam tema besar kemaritiman
maupun pembangunan kelautan dengan cara memperluas pandangan dan ruang lingkup Misi
Polban, yaitu:
1.

Menyelenggarakan pendidikan untuk menghasilkan lulusan yang kompeten, memiliki

semangat terus berkembang, bermoral, berjiwa kewirausahaan dan berwawasan
lingkungan.
Unsur berwawasan lingkungan tidak hanya terbatas di darat saja, tetapi dapat lebih
luas meliputi Lingkungan Pantai Indonesia (LPI) dan Lingkungan Laut Nasional
(LLN) mengingat bahwa dua pertiga wilayah negara Indonesia adalah laut.

2.

Melaksanakan

penelitian

terapan

dan

menyebarluaskan

hasilnya

untuk

mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Unsur penelitian terapan tidak hanya dilakukan berdasarkan objek materi yang ada di
darat (tanah permukaan dan unsur-unsur di dalam tanah), ruang (udara) di atas darat
maupun perairan pedalaman (sungai, waduk, dsb). Objek materi yang terdapat di
wilayah pesisir, permukaan laut, kolom laut, maupun dasar laut dapat digunakan
sebagai objek kegiatan penelitian terapan.
Demikian pula unsur ilmu pengetahuan dan teknologi kelautan masih banyak yang
harus dikembangkan, mengacu pada status negara Indonesia sebagai negara kepulauan
terbesar di dunia.

8

3.

Melaksanakan kegiatan pengabdian kepada masyarakat melalui pemanfaatan ilmu
pengetahuan dan teknologi untuk mendukung peningkatan mutu kehidupan.
Unsur pengabdian kepada masyarakat untuk mendukung peningkatan mutu kehidupan
dapat dilakukan pada masyarakat yang ada di wilayah pesisir di Indonesia.
Kenyataannya adalah nelayan yang mendiami pesisir dari seluruh penduduk Indonesia
berada di bawah garis kemiskinan dan selama ini menjadi golongan yang paling
terpinggirkan karena kebijakan dalam pembangunan yang lebih mengarah kepada
daratan. Pengelolaan dan pemanfaatan potensi sumberdaya wilayah pesisir dan
kelautan selalu beriringan dengan kerusakan lingkungan dan habitat seperti terumbu
karang dan hutan mangrove, dan hampir semua eksosistim pesisir Indonesia terancam
kelestariannya.

Perluasan pandangan dan ruang lingkup pada Misi Polban sebaiknya dapat dipandang positif
sebagai pengkayaan objek materi untuk kegiatan pendidikan, penelitian dan pengabdian
kepada masyarakat yang akan diselenggarakan oleh Polban. Perluasan pandangan dan ruang
lingkup pada Misi Polban selanjutnya dapat diturunkan pada visi dan misi di 10 jurusan yang
ada di Polban, yakni Teknik Sipil, Teknik Mesin, Teknik Refrigerasi dan Tata Udara, Tenik
Konversi Energi, Teknik Elektro, Teknik Kimia, Teknik Komputer dan Informatika,
Akuntansi, Administrasi Niaga, Bahasa Inggris.
Berikut adalah jenis kegiatan dan obyek pemanfaatan sumber daya pesisir dan kelautan yang
dapat dijadikan sebagai pintu masuk Polban (melalui kegiatan pendidikan, penelitian, dan
pengabdian masyarakat) untuk terlibat di dalam mewujudkan Indonesia menjadi negara
kepulauan yang mandiri, maju, kuat, dan berbasiskan kepentingan nasional.
Kegiatan Pemanfaatan Sumber Daya Pesisir dan Kelautan:
1.

Produksi garam

2.

Biofarmakologi laut

3.

Bioteknologi laut

4.

Pemanfaatan air laut selain energi

5.

Wisata bahari

6.

Pemasangan pipa dan kabel bawah laut

7.

Pengangkatan benda muatan kapal tenggelam

8.

Konservasi

9.

Pendidikan dan pelatihan
9

10. Penelitian dan pengembangan
11. Budi daya laut
12. Pariwisata
13. Usaha perikanan dan kelautan serta industri perikanan secara lestari
14. Pertanian organik
15. Peternakan
16. Pertahanan dan keamanan negara
Objek Pemanfaatan Sumber Daya Pesisir dan Kelautan:
1.

Perikanan

2.

Energi dan Sumber Daya Mineral

3.

Sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil
a. Sumber daya hayati
b. Sumber daya nonhayati
c. Sumber daya buatan
d. Jasa lingkungan

4.

Sumber daya nonkonvensional

Objek Pengusahaan Sumber Daya Pesisir dan Kelautan:
1.

Industri kelautan

2.

Wisata bahari

3.

Perhubungan laut

4.

Bangunan laut

Peran Polban untuk mewujudkan Indonesia menjadi negara kepulauan yang mandiri, maju,
kuat, dan berbasiskan kepentingan nasional memang tidak sebesar Perguruan Tinggi lain
yang memiliki fakultas/jurusan/program studi kelautan. Namun, memilih maju untuk ikut
berperan merupakan tindakan yang lebih baik dibandingkan sekedar menonton dari kejauhan,
apalagi memutuskan untuk tidak terlibat sama sekali.

10

Daftar Pustaka

Astor, Y.(2016): Pola Penyelenggaraan Kadaster Kelautan di Indonesia Dalam Perspektif
Indonesia Sebagai Negara Kepulauan (Wilayah Studi: Selat Madura Provinsi Jawa
Timur), Disertasi, Insitut Teknologi Bandung.
Grand Design Pembangunan Desa, 2009

Oetomo, A.(2015): Pemerintahan di Laut, Buku Induk Perkuliahan, Akademi Keamanan dan
Keselamatan Laut.
SULASDI, W.N. (2010): Tingkat Realisasi Pemetaan Komponen-Komponen Integralistik
dalam Perekayasaan Wilayah Pesisir dan Lautan di Indonesia, Pidato Ilmiah Guru
Besar Institut Teknologi Bandung.

United Nations on the Law of the Sea

UUD RI Tahun 1945
UU RI No. 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia
UU RI No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
UU RI No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
UU RI No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil
UU RI No. 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil
UU RI No.32 Tahun 2014 tentang Kelautan.
Perda Provinsi Jawa Timur No 5 Tahun 2012
Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 106/PMK.02/2016 Tentang Standar
Biaya Keluaran Tahun Anggaran 2017

www.big.go.id
www.bps.go.id
www.jdih.setjen.kemendagri.go.id

11

Dokumen yang terkait

Identifikasi Jenis Kayu Yang Dimanfaatkan Untuk Pembuatan Perahu Tradisional Nelayan Muncar Kabupaten Banyuwangi dan Pemanfaatanya Sebagai Buku Nonteks.

26 327 121

Upaya mengurangi kecemasan belajar matematika siswa dengan penerapan metode diskusi kelompok teknik tutor sebaya: sebuah studi penelitian tindakan di SMP Negeri 21 Tangerang

26 227 88

Pengaruh mutu mengajar guru terhadap prestasi belajar siswa bidang ekonomi di SMA Negeri 14 Tangerang

15 165 84

Sistem Informasi Penjualan, Pembelian Dan Persediaan Barang Pada Toko Sejati Bandung

19 106 156

Perilaku komunikasi para pengguna media sosial path di kalangan mahasiswa UNIKOM Kota Bandung : (studi deksriptif mengenai perilaku komunikasi para pengguna media sosial path di kalangan mahasiswa UNIKOM Kota Bandung)

9 116 145

EFEKTIVITAS siaran dialog interaktif di Radio Maraghita sebaga media komunikasi bagi pelanggan PT.PLN (persero) Distribusi Jawa Barat dan Banten di Kelurahan Lebakgede Bandung

2 83 1

Strategi Public Relations Radio Cosmo 101.9 FM Bandung Joged Mania Dalam Mempertahankan Pendengar Melalui Pendekatan Sosial

1 78 1

Aplikasi Data Mining Menggunakan Metode Decision Tree Untuk Pemantauan Distribusi Penjualan Sepeda Motor Di PD. Wijaya Abadi Bandung

27 142 115

Sistem Informasi Absensi Karyawan Di Perusahaan Daerah Kebersihan Kota Bandung

38 158 129

Perancangan Sistem Informasi Akuntansi Laporan Keuangan Arus Kas Pada PT. Tiki Jalur Nugraha Ekakurir Cabang Bandung Dengan Menggunakan Software Microsoft Visual Basic 6.0 Dan SQL Server 2000 Berbasis Client Server

32 174 203