Pro Kontra Penangannan Kabut Asap

PRO KONTRA PENANGANNAN KABUT ASAP
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Kebakaran hutan dan lahan memang sudah biasa terjadi di Indonesia karena
Indonesia memiliki hutan gambut yang cukup luas. Tetapi kebakaran tahun ini adalah
kebakaran yang paling dahsyat sampai kurang lebih hampir satu bulan api tak kunjung
padam. Kebakaran yang mendorong kabut asap yang menghampiri Asia Tenggara saat ini,
adalah buah dari produk kebijakan penggunaan lahan monokultur yang dipromosikan lewat
kebijakan konversi secara luas lahan gambut dan hutan hujan padat karbon. Proses dimulai pada
tiga-empat dekade lalu, saat konsesi HPH diberikan oleh mantan orang kuat Soeharto, yaitu
sistem bagi-bagi lahan untuk menjaga politik patronase dan mempertahankan dukungan politik.

Pemrintah juga sudah mengambil beberpa tindakan meskipun tindakan
pemerintah terbilang sangat lamban yang membuat rakyat geram akan sistem kerja
pemerintah. Pihak - pihak yang terlibat juga belum ada kepastian akan dihukm atau
hanya dikenakan sanksi. Padahal Indonesia telah rugi besar –besaran, bermilyar –
milyar. Meskipun banyak pertikaian antara pro dan kontra tentang penangannan kabut
asap yang dilakukan pemerintah, akhirnya masalah kabut ini dapat terselesaikan.
B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana proses terjadi kebarakaran sampai besar –besaran?
2. Apa dampak kabut asap yang disebabkan oleh kebakaran?
3. Tindakan apa saja yang dilakukan pemerintah?
4. Mengapa masyarakat mengamuk dengan pemerintah?
C. Tujuan
Agar masyarakat mengetahui sebab kebakaran dan juga dampak dari kebakaran tersebut.
Selain itu, masyarakat juga bisa mengetahui sistem kerja politik di pemerintahan kita terutama
dalam penangannan masalah kabut asap yang sedang melanda Indonesia.

1

BAB II
PEMBAHASAN
A. PENYEBAB KEBAKARAN
Data dari Guido van der Werf of the Global Fire Emissions Database minggu lalu
menunjukkan emisi karbon kebakaran lahan gambut Indonesia telah melampaui 1,4 miliar ton
CO2-atau setara lebih dari emisi tahunan Jepang. Lebih mencolok lagi, kebakaran lahan telah
memicu polusi udara yang parah, yang berkembang menjadi kondisi darurat kesehatan dan
politik regional untuk Indonesia.
Dari sisi ekonomi, produk dari perusahaan Indonesia ditarik dari rak-rak toko dan

menghadapi denda jutaan dollar dari pemerintah Singapura. Reaksi ini beriringan dengan
jatuhnya mata uang rupiah dan merosotnya pasar komoditas penting Indonesia, termasuk
minyak, batubara, sawit dan karet. Ini adalah hari gelap, baik sebenarnya maupun kiasan bagi
Indonesia.
Namun, krisis ekologis dan kesehatan ini bagi Presiden Jokowi juga berarti peluang untuk
melaksanakan secara tuntas reformasi dalam sektor kehutanan, lahan, dan perkebunaan, dan
tidak mengulangi kegagalan program yang pernah dilaksanakan oleh Presiden terdahulu, Susilo
Bambang Yudhoyono.
Jokowi memiliki dua dukungan, setidaknya dari dukungan warganegara dan para pelaku
bisnis. Jokowi pun perlu mengadopsi dan menerapkan kebijakan untuk menghindarkan berbagai
bentuk perusakan lahan dan hutan di negara ini di masa depan, termasuk munculnya eskalasi
konflik sosial, terkikisnya daya ketahanan pangan nasional, dan membuang jauh-jauh predikat
Indonesia sebagai salah satu negara pencemar karbon tertinggi di dunia.
Kebakaran yang mendorong kabut asap yang menghampiri Asia Tenggara saat ini, adalah
buah dari produk kebijakan penggunaan lahan monokultur yang dipromosikan lewat kebijakan
konversi secara luas lahan gambut dan hutan hujan padat karbon. Proses dimulai pada tigaempat dekade lalu, saat konsesi HPH diberikan oleh mantan orang kuat Soeharto, yaitu sistem
bagi-bagi lahan untuk menjaga politik patronase dan mempertahankan dukungan politik.

2


Setelah kayu hutan habis, industri perkebunan datang untuk mengkonversi hutan bekas
tebangan bagi industri kayu pulp, karet dan kelapa sawit. Dalam kebijakan yang tergesa-gesa
ini, jutaan lahan gambut rawa, dikeringkan dan dibersihkan untuk perkebunan monokultur.
Transmigrasi dan pembukaan lahan skala kecil juga berpartisipasi langsung terhadap
konversi lahan hutan menjadi lahan pertanian dan perkebunan. Upaya tersebut melepas
sejumlah karbon, dan lambat laun menyalakan sumbu bom waktu pelepasan karbon yang lebih
besar.
Bom waktu tersebut meledak sekarang. Lahan gambut kering sangat mudah terbakar dan
sekali tersulut hampir tidak mungkin untuk dipadamkan. Pada tahun-tahun normal, kerusakan
dari pembakaran lahan gambut secara signifikan diakhiri dengan musim hujan, namun tahun ini
dengan kemarau berkepanjangan yang didorong oleh El Nino, skala masif kehancuran menjadi
begitu dahsyat.
Sejak 1983 hingga sekarang, budidaya sawit telah berkembang menjadi 11 juta hektar,
lahan untuk kayu pulp dan HTI menjadi 4 juta hektar dan karet 2 juta hektar. Sejak saat itu,
menjadi rahasia umum bahwa cara termurah membersihkan lahan adalah dengan menggunakan
api.
Saat itu kejadian ini tidak menjadi perhatian dunia. Berbeda dengan kebakaran lahan
besar yang terjadi hingga lebih dari 8 juta hektar pada 1997-1998 yang telah menyebabkan
kerugian hingga miliaran dolar dan jatuhnya korban ratusan ribu orang karena ISPA (Infeksi
Saluran Pernapasan Akut), bahkan korban yang meninggal dunia.

Namun amat sedikit yang dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut. Konsesi terus
diberikan di lahan gambut, hutan terus menipis dan terdegradasi. Indonesia pun terus menolak
untuk menandatangani perjanjian lintas batas asap regional, yang dimaksudkan untuk
meningkatkan koordinasi dalam memerangi kebakaran.
Hal itu tidak terlepas dari tingginya harga komoditas perkebunan. Sepanjang dekade
2000-2010-an, harga komoditas khususnya minyak sawit meningkat tinggi, dan terus menjadi
primadona pembangunan perkebunan. Kebakaran dan asap hanya dilihat sebagai bagian dari
biaya dalam bisnis. Permasalahan regional baru terjadi di tahun 2013, saat angin melaju ke

3

Singapura dan membawa asap kebakaran lahan. Barulah hal ini muncul lagi sebagai berita
utama internasional.
Dengan ahli kelautan memperkirakan El Nino akan kuat tahun ini dan sebaliknya hanya
sedikit usaha untuk menangani degradasi lahan dan tanggap bencana di Sumatera dan
Kalimantan saat ini, hal ini amatlah mengejutkan. Kebakaran dan asap yang terbentuk tahun ini
menjadi yang terburuk sejak 1997-1998.
Guido van der Werf of the Global Fire Emissions Database di Amsterdam
memperkirakan bahwa emisi dari kebakaran lahan sejak awal September telah melampaui emisi
dari seluruh industri ekonomi AS. Dan situasi tidak akan berkurang hingga curah hujan yang

signifikan datang kembali.
Diantara permasalahan ini. Jokowi memiliki kesempatan emas untuk mengambil peran
strategis. Tentunya tidak akan semudah membalik telapak tangan, Jokowi dapat memainkan
kartu yaitu komitmen yang dibuat oleh perusahaan mulitinasional yang ada di Indonesia dan
kekuatiran global terhadap dampak krisis asap yang terjadi.
Sudah menjadi pengetahuan bahwa perusahaan yang beroperasi di Indonesia
berkeinginan menjadi pemain global. Sudah barang tentu mereka tidak dapat mencapainya
lewat kerja represif seperti terlibat dalam perampasan lahan masyarakat, memicu konflik sosial
hingga menebangi hutan primer. Perusahaan ini akan mengadopsi kebijakan zero-deforestasi
yang menetapkan standard baru produksi dan cakupan sumber bahan baku mereka.
Saat ini perusahaan-perusahaan besar ini terjerat dalam masalah kredibilitas usaha. Citra
satelit menunjukkan temuan titik api kebakaran berada di wilayah konsesi mereka. Sementara
pihak perusahaan mencoba menjelaskan mereka tidak terlibat dalam pembakaran lahan, mereka
dituntut publik untuk membangun komitmen solusi jangka panjang, termasuk kejelasan status
lahan di sekitar wilayah konsesi dan penegakan hukum yang lebih baik.
Kejadian kebakaran dan dampak asap yang luar biasa ini, harusnya dapat digunakan
sebagai pemicu untuk keluar dari kepentingan business as usual menjadi faktor yang
mendorong reformasi utuh kelompok usaha ini. Beberapa perusahaan pun telah mendapatkan
tekanan dari pemerintah Indonesia sendiri. Contohnya, Kementerian Koordinator Bidang
Perekonomian baru-baru ini, yang menyebutkan bahwa penandatangan ikrar mengakhiri


4

deforestasi lewat Indonesia Palm Oil Pledge (IPOP) yang dilakukan oleh pelaku bisnis dalam
industri sawit, mengancam daya saing industri sawit Indonesia.
Presiden Jokowi dapat menunjukkan bahwa kabut asaplah yang benar-benar mengancam
dan menyakiti kehidupan orang Indonesia. Penelitian Miriam Marlier di UCLA menyebutkan
bencana kabut asap tahun 1997-1998 telah menyebabkan kematian dini lebih dari 11.000 orang
dewasa akibat penyakit kardiovaskular. Dampak pada bayi dan anak-anak muda dianggap jauh
lebih tinggi lagi.
Dalam hubungan internasional, negara jiran mulai bertindak. Singapura yang selama
bertahun-tahun

hanya

sekedar

mengeluh

mulai


bertindak

tegas.

Perusahaan

yang

bertanggungjawab dalam masalah kebakaran dikenakan denda dalam jumlah besar. Banyak dari
perusahaan tersebut yang terdaftar, berkantor pusat atau memiliki kantor perwakilan di
Singapura. Singapura yang reputasinya sebagai tempat bagus untuk tempat tinggal dan
melakukan bisnis dipertaruhkan karena persoalan kabut asap. Negara seperti Singapura,
Malaysia dan yang lain telah menawarkan bantuan teknis, operasional dan dukungan keuangan
untuk membantu pemadaman api.
Lebih jauh, krisis ini telah menarik perhatian para diplomat untuk mempersiapkan
pembicaraan iklim mendatang di Paris. Pertemuan antara Obama dan Jokowi pekan depan di
Washington DC pun akan membahas hal ini.
Lewat dua konstituen ini yang berpotensi kuat, ditambah dukungan dari warga negara
Indonesia yang memilihnya sebagai penjaga kepentingan publik, Jokowi dapat mendorong

agenda maju bagi penanganan kabut asap dan memperkuat komitmen Indonesia untuk
memerangi perubahan iklim global.
Penanganan serius terhadap masalah ini harus terus dilakukan. Perubahan serius
diperlukan untuk memerangi siklus berkelanjutan dari degradasi lahan, kebakaran, dan asap
yang mengganggu sebagian besar wilayah Sumatera, Kalimantan, dan Papua (yang dapat terjadi
dalam waktu dekat).
Sebenarnya Indonesia telah mengambil langkah-langkah penting. Sejak 2011, Indonesia
telah memiliki moratorium yang membatasi konsesi baru jutaan hektar hutan dan lahan gambut.

5

Indonesia telah memulai “One Map policy” sebuah proses untuk menyelesaikan tumpang tindih
klaim tanah dan komitmen untuk pengakuan hak lahan adat.
Pemerintah juga lebih terbuka tentang alokasi lahan hutan yang digunakan, menyediakan
data bagi platform seperti Global Forest Watch serta meningkatkan akuntabilitas. Namun, untuk
mengatasi kabut asap pada skala waktu yang relevan dan membatasi emisi gas rumah kaca,
Indonesia harus berpacu dan berkejaran dengan waktu.

6


B. PIHAK PRO PEMERINTAH DALAM PENANGANNAN KABUT ASAP
Sudah sejak 18 tahun silam Indonesia terjadi kebakaran hutan dan lahan, tetapi kali ini
kebakaran yang terjadi sungguh luar biasa. Walaupun sudah mengerahkan beberapa bantuan
untuk memadakan titik api tersebut, bahkan pemerintah pun sudah meminta bantuan dari
pesawat water booming untuk memadamkan api, namun upaya tersebut tidak membuahkan
hasil sedikitpun.
Kebakaran hutan di Indonesia membuat ratusan ribu hektar hutan dan lahan sudah habis
terbakar, ratusan orang terkena dampak dari kabut asap yang disebabkan oleh kebakaran hutan
dan lahan tersebut, dan beberapa orang meninggal akibat terpapar kabut asap. Baik secara
langsung maupun tidak langsung. Dikatakan secara langsung karena terpanggang ketika
melakukan pemadaman api di lahan yang terbakar, sedangkan yang secara tidak langsung
karena penyakit yang ditimbulkan dari kabut asap. Tak bisa ditampik bahwa kebakaran hutan
dan lahan secara sengaja untuk membuka lahan secara efisien.
Jika hutan di Indonesia digunduli habis, maka akan timbul bencana baru yang tak kalah
besar dengan kabut asap. Bencana banjir bandang pun pasti sudah terbayang di depan mata.
Karena sepanjang kebakaran hutan dan lahan Indonesia yang terjadi dalam beberpa bulan
terakhir ini telah mengakibatkan ratusan ribu hektar habir tak tersisa. Padahal hutan adalah
sumber oksigen utama dan dapat menyerap air untuk penanggulangan banjir secara alami.
Bencana banjir akan selalu menghantui Indonesia akibat kebakran hutan dan lahan secara besarbesaran demi kepentingan kepentingan tertentu. Termasuk kepentingan politik yang ingin
menjatuhkan Jokowi akibat tidak mampu mengatasi masalah kabut asap yang sudah hampir

mengepung seluruh wilayah Indonesia.
Perlu dicurigai adanya pihak – pihak yang sengaja bermain dengan tujuan menjatuhkan
pemerintah yang saat ini berkuasa. Alasan itu bukan tanpa sebab, kebakaran hutan dan lahan di
Indonesia tidak pernah separah ini. Api yang membara terus dipadamkan, tapi bukan malah
padam justru makin membera beberapa hari atau saat kemudian. Tentunya jika tidak ada pihak
yang sengaja dan memiliki kepentingan tertentu, kebakaran tidak akan sebegitu masifnya
sseperti saat ini.
Masifnya kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di Indonesia perlu dicurigai adalah
motif politik. Kita ketahui bahwa setahun pertama pemerintahan Jokowi – JK, kondisi Indonesia
sudah banyak mengalami perubahan dari kondisi sebelumnya. Pada beberapa poin awalnya

7

penegakan hukum di era Jokowi – JK terbilang bagus dengan adanya eksekuri mati kasus
narkoba dan penghancuran kapal pleaku illegal fishing. Ada beberapa pihak yang menganggap
bahwa pemerintahan sekarang telah mengusik mereka yang memiliki kepentingan tersebut.
Alasaan lain adalah disebabkannya oleh lawan politik pemerintah yang sedang berkuasa
sekarang. Jika kebakaran hutan dan lahan makin meluas, maka pemerintahan Jokowi – JK
dianggap tidak mampu menyelesaikan masalah dan malah menambahi masalah dan disaat itulah
upaya penggulingan pemerintahan Jokowi – JK yang selama ini sudah dirancang akhirnya

terwujud.
Pemerintah perlu cermat dan bijak dalam mengambil sikap soal kebakaran hutan dan
lahan ini, alangkah baiknya nama-nama perusahaan pembakar hutan dan lahan diumukan
kepada publik luas, agar semua rakyat Indonesia mengetahui perusahaan mana saja yang
sebenarnya memang memiliki motif-motif politik tertentu, akibat dari kebijakan tegas
pemerintah yang membuat mereka telah terusik, sehingga hutan dan lahan dibakar dengan
sengaja dengan tujuan menjatuhkan pemerintahan yang sedang berkuasa sekarang. Presiden
Jokowi harus tenang dan tetap bersikap tegas. Karena ini nyata dimata banyak orang adalah
upaya untuk menggulingkan Jokowi-JK, karena dianggap tidak mampu mengatasi asap, dan
dianggap sudah meracuni hampir seluruh rakyat Indonesia.
Upaya yang dilakukan oleh pemerintah sudah sangat maksimal, mulai dari meminta
bantuan asing, namun anehnya asing yang memiliki pesawat super canggih untuk memadamkan
api pun kewalahan dibuatnya. Coba kita pikir dan gunakan logika kita, apakah iya kalau sudah
diupayakan semaksimal mungkin, api semakin membara dan tidak mau padam? Faktor politi
adalah jawabannya, karena ini menyangkut kepentingan pihak yang sudah terusik dengan
berbagai kebijakan Jokowi-JK.
Ketegasan pemerintah untuk serius menangani masalah kabut asap kemabli ditunjukkan
oleh Jokowi. Bahkan, presiden Jokowi memutuskan membatalkan semua agendanya pada hari
ketiga kunjungannya di AS, dan lebih memilih kembali pulang ke tanah air, karena kondisi
kabut asap kian mengkhawatirkan, hampir seluruh wilayah Indonesia sudah dikepung oleh
kabut asap, akibat kebakaran hutan dan lahan yang sarat akan muatan politik terhadap
pemerintahan saat ini.

C. PIHAK KONTRA PEMERINTAH DALAM PENANGANNAN KABUT ASAP
8

Sedangkan dari pihak kontra pun juga ikut angkat bicara tentang masalah yang sedang
melanda negara Indonesia ini. Jokowi pernah menyatakan pada saat pencalonan diri sebagai
presiden bahwa dalam kepemimpinannya akan mengedepankan Nawa Cita Trisakti. Trisakti
dalam kepemimpinan Jokowi menyoroti aspek berdaulat pada politik, berdikari dalam ekonomi
serta berkepribadian dalam sosial kebudayaan, dirasa belum memiliki acuan yang jelas dalam
proses pelaksanaanya.
Nawa Cita Trisakti yang dibentuk oleh Jokowi tidak memiliki acuan dan patokan yang
jelas dalam proses pelaksanaanya, sehingga masyarakat cederung menuntut dan mengganggap
kinerja Jokowi tidak berjalan dengan baik. Penyebabnya adalah kurangnya informasi kepada
masyarakat terkait proses yang sedang digagas oleh Jokowi dan pemerintahannya dalam
melakukan suatu pembangunan dan penyelesaian permaslahan yang sedang terjadi di Indonesia,
seperti contoh penangannan kabut asap yang sedang melanda beberapa wilayah Indonesia.
Lambannya pemerintahan Jokowi dalam menyelesaikan kasus asap yang terjadi
belakangan ini membuat masyarakat geram. Lambannya Jokowi dalam bersikap terkait kasus –
kasus yang belakang ini terjadi karena adanya faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi
Jokowi dalam mengambil sebuah keputusan penyelesaian.
Faktor internal disini datang dari orang – orang terdekat Jokowi yang memiliki pengaruh
besar terhadap keputusan yang akan diambil oleh Jokowi. Seperti kasus kabut asap yang terjadi
belakangan ini, sbenarnya dapat dilihat dengan jelas titik permasalahannya, amun dalam
penyelesaiannya tidak ada keputusan yang riil oleh Jokowi dalam menyelesaikannya. Meskipun
mulai ada keberanian menguak aktor – aktor yang terlibat atas kasus tersebut itu sudah menjadi
langkah awal yang tepat dalam membongkar danmenyelesaikan masalah tersebut. Sedangkan
faktor eksternal adalah kabinet kerja Jokowi kurang memeiliki integritas dalam penyelesaian
kasus yang dapat membantu Jokowi dalam bersikap.
Penegekan hukum di era Jokowi – JK terbilang bagus seperti yang sudah dijelaskan
diatas, namun pada poin penegakan hukum yang lain masih lemah. Seperti pada kebijakan
politik lingkungan, menjadi hal yang terburuk dari permasalahn perekonomian, politik, dan
penegakan hukum di Indonesia. Hal tersebut terbukti dengan kasus kebakaran hutan di Sumatra
dan Kalimantan serta kabut asap yang lebih besar dari tahun lalu. Tahunlalu asap bisa
diselesaikan dalam waktu satu bulan. Tapi untuk saat ini, hingga masuk bulan ketiga kasus asap
belum kunjung selesai. Bahkan untuk menerima bantuan dari luar negeri pun Jokowi – JK

9

masih merasa tidak mau menerima bantuan bulanan. Setelah didesak oleh banyak orang mereka
baru mau menerima.

10

BAB III
PENUTUP
A. Saran
Pemerintah dalam penangannan masalah yang dibilang besar ini seharunya lebih tegas
dalam pengambilan keputusannya. Tidak hanya dalam penangannan ini, tetapi dalam setiap
masalah yang ada di Indonesia.
B. Kesimpulan
Penyebab kebakaran hutan memang dari pihak – pihak yang ingin mendapatkan
keuntungan yang besar tetapi tidak memikirkan sebab yang akan melanda dilanin waktu.
Masalah ini hampir sama dengan masalah lumpur lapindo yang ada di Sidoarjo yang belum
kunjung selesai. Walau demikian, masalah kabut asap yang melanda Indonesia akhirnya
selesai walaupun dengan proses yang lama. Baik dari pihak pro maupun kontra adalah
sebuah bumbu dalam bidang politik dalam suatu negara. Jadi pendapat para pro dan kontra
bisa jadi masukan yang harus dipertimbangkan kembali.

11

DAFTAR PUSTAKA
http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2015/09/150907_indonesia_kabut_asap
http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2015/10/151017_indonesia_korupsi_asap
http://blog.cifor.org/30905/politik-ekonomi-kebakaran-hutan-dan-asap-di-indonesia?fnl=id
http://www.kompasiana.com/achmadsiddikthoha/menelusuri-kabut-asap-diindonesia_55e524e291977368048b4567
http://www.hizbut-tahrir.or.id/2015/09/30/mengakhiri-bencana-kabut-asap/
http://www.blogger/AkademisiNilaiNawaCitaTrisaktiJokowiJKBelumMilikiAcuanJelas_UniversitasMuhammadiyahYogyakarta

12