MUTU BUAH TOMAT DUA GALUR HARAPAN KETURU
MUTU BUAH TOMAT DUA GALUR HARAPAN KETURUNAN ’GM3’
DENGAN ’GONDOL PUTIH’
Erlina Ambarwati *1, G.A. Putu Maya K. 2, Sri Trisnowati 1, dan Rudi Hari Murti 1
1
Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada
2
Mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada
Jl. Flora No. 1, Kompleks Bulaksumur, Yogyakarta 55281 Telp. 0274-551228
*Korespondensi: [email protected]
ABSTRAK
Kultivar tomat ‘GM3’ dan ‘Gondol Putih’ telah disilangkan untuk memperoleh varietas
baru yang mempunyai ukuran buah besar, bentuk buah lonjong dan berproduksi tinggi.
Evaluasi keturunan telah dilaksanakan sampai di generasi ke-9 (F9) yang menitikberatkan
pada keragaan tanaman dan kemampuan produksi, sedangkan evaluasi mutu buah belum
dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji karakter mutu buah tomat galur harapan
keturunan ‘GM3’ dengan ‘Gondol Putih’. Bahan yang digunakan adalah benih 2 galur F9
(B52 dan B78) hasil persilangan ‘GM3’ dengan ‘Gondol Putih’ (‘GP’), benih tetua, dan 2
varietas pembanding, yaitu ‘Kaliurang 206’ (galur murni) dan ‘Permata’ (hibrida F1).
Penelitian dilakukan di Balai Pengembangan dan Promosi Agribisnis Perbenihan
Hortikultura, Dinas Pertanian DIY, Ngipiksari, Yogyakarta mulai Agustus sampai Desember
2011. Penanaman disusun dalam Rancangan Acak Kelompok Lengkap dengan empat
ulangan. Pengamatan meliputi karakteristik mutu fisik dan kimia buah tomat. Data hasil
pengamatan dianalisis dengan analisis varian α=5%.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa buah tomat galur B52 berwarna merah jingga,
berbentuk seperti apel, jumlah rongga sedikit, daging buah tebal melebihi ‘GM3’, ‘Kaliurang
206’ dan ‘Permata’; buah keras, ukuran sedang tetapi lebih besar daripada ‘Gondol Putih’,
‘Kaliurang 206’ dan ‘Permata’; buah lebih cepat matang dibandingkan ‘Kaliurang 206’ dan
‘Permata’, dan memiliki daya simpan lebih dari 1 bulan tidak berbeda dengan ‘Kaliurang
206’; kandungan vitamin C dan asam tertitrasi rendah tidak berbeda dengan ‘Kaliurang 206’
dan ‘Permata’; pH cairan buah tinggi dan total padatan terlarut tinggi tidak berbeda dengan
‘Kaliurang 206’ dan ‘Permata’. Buah galur B52 cocok sebagai tomat olahan. Buah galur B78
berwarna merah gelap, berbentuk seperti apel bersegi, rongga buahnya sedikit, daging buah
tebal melebihi ‘Kaliurang 206’ dan ‘Permata’; buahnya keras dan tidak berbeda dengan
‘Kaliurang 206’; memiliki ukuran buah sedang tetapi lebih besar dari ‘Gondol Putih’,
‘Kaliurang 206’ dan ‘Permata’; lama buah matang tidak berbeda dengan ‘Kaliurang 206’
dengan daya simpan buah sekitar 1 bulan; kandungan vitamin C rendah, asam tertitrasi
rendah, pH cairan buah dan padatan terlarut total rendah tidak berbeda dengan ‘Kaliurang
206’ dan ‘Permata’. Buah tomat galur B78 sesuai sebagai tomat buah.
Kata kunci: galur harapan, ‘GM3’, ‘Gondol Putih’, mutu buah tomat, tomat.
PENDAHULUAN
Buah tomat merupakan komoditas penting dalam menunjang ketersediaan pangan
dan kecukupan gizi masyarakat. Buah tomat merupakan komoditas multiguna, yaitu sebagai
tomat buah (fruit), minuman, penambah nafsu makan, tomat masakan (cooking tomato), dan
hasil pengolahan (processing. Selain memiliki rasa yang enak, juga mengandung protein,
karbohidrat, Ca, Fe, Mg g, dan vitamin C (± 21 mg), serta vitamin A, fosfat, kalium dan
lycopene (Siagian, 2005). Kadar vitamin A dan C meningkat seiring dengan peningkatan
kemasakan buah (Opena & Van der Vossen, 1997; Wener, 2000; Sunarmani, 2008).
Tujuan utama program pemuliaan tanaman tomat adalah mendapatkan kultivar
tomat berdaya hasil tinggi dan beradaptasi luas. Mutu buah juga perlu diperhatikan, karena
berkaitan dengan selera konsumen dan menentukan varietas bisa diterima atau tidak. Mutu
buah tomat mencakup semua sifat dan karakter yang melekat pada buah tersebut.
Kenampakan bagian luar, seperti kekerasan, lama waktu masak dan daya simpan buah
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pertanian
273
tomat, merupakan faktor penting yang menentukan buah tomat tersebut untuk dapat
diterima dan memiliki pangsa pasar yang bagus. Selain itu, mutu buah tomat ditentukan pula
oleh rasa dan kandungan gizi yang bagus (Grierson & Kader, 1986).
Buah tomat sangat bervariasi dalam ukuran, bentuk, warna, kekerasan, rasa dan
kandungan bahan padat. Karakter fisik buah tomat sangat mempengaruhi harga jual
komoditas. Mutu buah tomat meliputi mutu bagian luar yang berpengaruh terhadap
keragaan buah tomat, seperti warna, ukuran, bentuk, kekerasan, kesegaran, keseragaman
dan ada tidaknya cacat pada buah; mutu bagian dalam buah, seperti jumlah biji, ketebalan
daging buah dan kandungan saribuah; dan mutu kimiawi buah, seperti asam tertitrasi
(titratable acidity), pH, bahan padat dapat larut (soluble solid), gula reduksi dan asam
askorbat (Grierson & Kader, 1986; Panjaitan, 1990; Purwati, 2007; Hariyadi, 2011).Mutu
tomat yang dikehendaki konsumen adalah tomat yang berwarna merah, berdaging tebal dan
air buahnya (juice) banyak. Bentuk buah tomat lonjong dan buah yang lebih keras sangat
disukai konsumen sehingga mudah dalam pemasarannya (Jaya, 1996; Ameriana, 1997).
Khusus untuk konsumsi sebagai substitusi buah-buahan, konsumen lebih mengutamakan
tomat dengan rasa manis, sedikit asam, renyah dan kandungan air buah sedang (Purwati,
2007).
Murti et al. (2004) mengatakan bahwa kultivar ‘Gondol’ mempunyai warna buah
merah cerah dan bentuk lonjong dengan ukuran buahnya kecil, pangkal buah datar (tidak
berlekuk). ‘GM3’ mempunyai bentuk buah apel, warna merah muda saat buah masak,
daging buah tebal, ukuran buah besar, kulit kuat, rasa buah manis dan hasilnya tinggi (Murti
& Trisnowati, 2001). Persilangan ‘GM3’ dengan ‘Gondol Putih’ diharapkan menghasilkan
varietas baru yang mempunyai ukuran buah besar, bentuk buah lonjong dan berproduksi
tinggi dengan mutu buah baik. Evaluasi sampai pada generasi ke-9 (F9) dititikberatkan pada
keragaan tanaman dan kemampuan berproduksi. Makalah ini menguraikan karakteristik
mutu buah dua nomor harapan dari persilangan ‘GM3’ dengan ‘Gondol Putih’ dibandingkan
dengan tetua dan kultivar pembanding (galur murni dan hibrida F1).
BAHAN DAN METODE
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini berupa benih tomat F9: 2 galur harapan
dari persilangan ‘GM3’ dengan ‘Gondol Putih’ (‘GP’) (terdiri dari B52 dan B78), benih tetua,
dan 2 varietas pembanding, yaitu ‘Kaliurang 206’ (galur murni) dan ‘Permata’ (hibrida F1).
Penelitian dilakukan di Balai Pengembangan dan Promosi Agribisnis Perbenihan
Hortikultura, Dinas Pertanian Kabupaten Sleman, Ngipiksari, Sleman,Yogyakarta pada bulan
Agustus sampai Desember 2011. Penanaman disusun dalam Rancangan Acak Kelompok
Lengkap dengan empat blok sebagai ulangan. Bedengan ditutup dengan mulsa plastik hitam
perak.
Bibit setelah berumur 30 hari dipindahtanamkan ke lahan. Setiap blok ditanami
semua bahan tanam (2 galur terseleksi, 2 tetua dan 2 varietas pembanding) secara acak,
satu bibit per lubang tanam, masing-masing petak terdiri dari 36 tanaman, kecuali tetua dan
pembanding masing-masing 16 tanaman. Jarak tanam yang digunakan 50 cm x 60 cm
terdiri atas 2 barisan di setiap bedengnya. Setiap bedeng diberi kapur dolomit sebanyak 4
kg. Pemupukan dilakukan dengan pemberian pupuk kandang sapi dengan takaran 1,5 kg
per tanaman.
Pemeliharaan tanaman meliputi penyulaman, pemupukan, pemberian ajir (tinggi 2 m)
dan pengendalian gulma, hama serta patogen penyebab penyakit, seperti halnya budidaya
tomat yang dilakukan oleh petani setempat. Penyiraman dilakukan dua kali sehari atau
melihat kondisi lingkungan. Penyulaman dilakukan terhadap bibit yang mati atau terhambat
pertumbuhannya, sampai bibit berumur 7 hari setelah pindah tanam. Pupuk susulan
diberikan saat tanaman berumur 15 dan 30 hari setelah pindah tanam dengan pupuk urea (4
g per tanaman), TSP (6 g per tanaman) dan KCl (6 g per tanaman). Pengendalian gulma
dilakukan empat kali, yaitu saat tanaman berumur 7, 14, 21 dan 28 hari setelah pindah
tanam dengan cara mencabut gulma. Pengendalian hama dilakukan dengan
menyemprotkan Decis 25 EC (0,5 ml per liter air) setiap dua minggu sekali, dan
274
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pertanian
pengendalian terhadap penyakit dengan menyemprotkan Benlate 50 WP (2 g per liter air)
dan Agrept (1 g per liter air) setiap seminggu sekali.
Panen buah tomat dilakukan pada stadia masak penuh, artinya 80-90% buah sudah
berwarna merah, sedangkan untuk melihat daya simpan buah dan waktu pematangan buah,
buah tomat dipanen pada saat masak hijau maksimum (green mature). Pengamatan
dilakukan terhadap 10 tanaman dan untuk karakter buah dilakukan terhadap 5 buah yang
diambil dari tandan ke dua sampai tandan ke empat dari tanaman sampel. Pengamatan
dilakukan terhadap bobot buah per butir (gram), jumlah buah per tanaman, panjang dan
diameter buah (cm), bentuk buah (perbandingan panjang dengan diameter buah), tebal
daging buah (cm), tebal sekat buah (cm), jumlah rongga buah, kandungan vitamin C
(metode titrasi, Sudarmadji et al., 1976), kandungan padatan total terlarut (refraktometer
ATAGO Japan, A-01-37. ATC-1E, %Brix), kandungan asam tertitrasi, pH, kekerasan buah
(pnetrometer Barreiss Prufgeratebau GmbH type BS 61 II/BS 61 II OO serial 2553, Newton),
warna buah (dengan chromameter, HEAD Japan, CR-400), waktu pematangan buah dan
umur simpan buah (berdasarkan nilai visual quality rating, VQR).
Data hasil pengamatan dianalisis dengan analisis varian. Jika hasilnya berbeda
nyata dilanjutkan dengan uji jarak berganda Duncan dengan tingkat signifikansi 95%.
Adapun model matematika yang digunakan dalam analisis varian adalah sebagai berikut:
Yijk = µ + αi + βj + εij + δijk
Yijk = hasil pengamatan pada sampel ke-k pada blok ke-j dari galur ke-i
µ = rerata umum
αi = pengaruh galur ke-i
βj = pengaruh blok ke-j
εij = pengaruh blok ke-j pada galur ke-i
δijk = pengaruh sampel ke-k pada blok ke-j dari galur ke-i
i = 1, 2, 3, …., t
dengan t = banyaknya galur
j = 1, 2, 3, ….. ni
ni = banyaknya ulangan (blok)
k = 1, 2, 3, …., mij
mij = individu dalam galur ke-i ulangan ke-j
HASIL DAN PEMBAHASAN
Bagian buah tomat yang mudah dikenali oleh konsumen adalah warna, ukuran,
bentuk dan kerusakan fisik. Warna dan bentuk buah dipengaruhi oleh faktor genetik. Warna
buah tomat dipengaruhi oleh kandungan klorofil, lycopene dan betakaroten. Warna hijau
pada kulit buah tomat dipengaruhi oleh kandungan klorofil a dan b. Warna buah tomat hijau
akan berubah menjadi merah akibat destruksi klorofil dan peningkatan akumulasi
betakaroten dan lycopene (Grierson & Kader, 1986). Warna buah menjadi indikator dalam
mengetahui tingkat kemasakan atau kematangan buah. Warna sering digunakan sebagai
indeks umum penilaian mutu makanan (Grierson & Kader, 1986).
Pada penelitian ini pengukuran warna buah tomat menggunakan Chromameter. Nilai
L merupakan atribut nilai yang menunjukkan tingkat kecerahan suatu obyek, dengan kisaran
0-100. Nilai L yang mendekati nol menunjukkan obyek memiliki kecerahan rendah (gelap),
nilai L yang mendekati 100 menunjukkan obyek memiliki kecerahan tinggi (terang). Nilai a*
menyatakan spektrum warna dari merah ke hijau (nilai +60 – 0 menunjukkan warna merah,
nilai 0 – (-60) menunjukkan warna hijau). Nilai b* menunjukkan derajad kekuningan atau
kebiruan suatu obyek. Semakin positif nilai b* (+60 – 0) menunjukkan derajad kekuningan
yang tinggi dan semakin negatif nilai b* (0 – (-60)) menunjukkan derajad kebiruan yang
tinggi (Liyanage, 2008).
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pertanian
275
Tabel 1. Keragaan warna buah, panjang buah, diameter buah buah dan bentuk buah tomat
galur harapan F9
Nomor
Panjang Diameter
Bentuk
buah
buah
buah (rasio
(p, cm)
(d, cm)
p:d buah)
B52
35,43 a
15,74 b 10,98 a 5,4 b
6,1 ab
Apel
B78
31,16 bc
16,32 b 10,96 a 5,7ab
6,3 a
Apel bersegi
‘GM3’
34,93 a
16,38 b
8,41 b 5,4 b
6,4 a
Apel
‘Gondol Putih’
29,91 c
20,46 a 11,02 a 5,9 a
5,0 c
Lonjong
‘Kaliurang 206’
32,99 ab
16,97 b 11,11 a 4,9 c
5,9 b
Apel
‘Permata’
28,63 c
16,55 b 10,60 a 4,587 d
4,315 d
Bulat
CV (%)
9,80
16,46
19,03
8,76
8,81
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama dalam satu kolom menunjukkan tidak
berbeda nyata menurut uji jarak berganda Duncan pada α=5%.
L
Warna buah
a*
b*
Keturunan dari persilangan ‘GM3’ dengan ‘Gondol Putih’ yang memiliki warna merah
gelap adalah B78, karena memiliki nilai L kecil dan nilai a* besar. Nomor B52 memiliki warna
buah merah jingga, nomor ini memiliki nilai L dan b* paling tinggi (Tabel 1). Menurut Murti &
Trisnowati (2001), warna buah pada ‘GM3’ adalah merah muda, ‘Gondol Putih’ memiliki
warna buah merah (Isminingsih, 1999). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian, bahwa ‘GM3’
memiliki warna buah merah muda, sedangkan ‘Gondol Putih’ memiliki warna buah merah,
karena memiliki nilai L lebih kecil dan nilai a* lebih besar daripada ‘GM3’ (Tabel 1). Menurut
Murti et al. (2004), warna buah masak pada F2 persilangan ‘GM3’X’Gondol Putih’ adalah
merah, merah muda dan merah jingga dengan nisbah genetik 12:3:1. ‘Kaliurang 206’ dan
‘Permata’ memiliki warna buah merah gelap. Konsumen di Indonesia pada umumnya
menyukai buah tomat dengan warna kulit merah-terang (nilai 7-8 pengukuran dengan CBT
color chart) (Purwati, 2007).
Warna buah selain berpengaruh terhadap penampilan buah, juga berpengaruh
terhadap kandungan vitamin A. Menurut Wiryana (2000), pada umumnya buah tomat yang
warnanya merah jingga mengandung vitamin A lebih tinggi dibandingkan warna buah
lainnya. Dengan demikian, galur B52 diperkirakan memiliki kandungan vitamin A lebih tinggi
daripada B78. Namun demikian, tomat dengan warna kulit merah jingga seringkali kurang
disukai oleh konsumen.
Bentuk buah menjadi salah satu penentu mutu dalam pemilihan buah tomat. Selera
konsumen di setiap daerah terhadap bentuk tomat berbeda-beda, bentuk buah yang banyak
diminati adalah bulat atau lonjong (Murti et al., 2004), pengukuran dengan sphericity indeks
berkisar antara 99-100 (Purwati, 2007). Bentuk buah dari penelitian ini ditera dari
perbandingan panjang dengan diameter buah seperti tercantum dalam Tabel 1. Keturunan
‘GM3’X’Gondol Putih’, menghasilkan buah berbentuk apel. ‘GM3’ memiliki bentuk buah apel
dan ‘Gondol Putih’ bentuk buahnya lonjong. Hal ini menunjukkan bentuk GM3 yang terbawa
pada keturunan terseleksi sampai generasi F9. Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan
bentuk buah tomat dikendalikan oleh dua lokus epistasis dominan dengan dua allel per
lokus (Murti et al., 2000; Murti et al., 2004). Genotipe heterosigot hasil persilangan tetua
dengan buah bentuk apel dan lonjong akan menghasilkan bentuk buah apel. Bentuk buah
lonjong dikendalikan oleh gen resesif. Oleh sebab itu untuk menghasilkan bentuk buah
tomat lonjong hanya dapat dilakukan dengan menyilangkan tomat berbentuk lonjong dengan
lonjong atau bulat (Murti et al., 2004).
276
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pertanian
Tabel 2. Kekerasan buah, tebal daging buah, tebal sekat buah, jumlah rongga buah dan
bobot buah per butir buah tomat galur harapan F9
Nomor
Kekerasan buah Tebal daging Tebal sekat
Jumlah
Bobot buah per
(Newton)
buah (cm)
buah (cm)
rongga buah
butir (gram)
B52
55,0 ab
0,60 a
0,58 bc
4,7 b
135,6 a
B78
53,3 b
0,64 a
0,67 a
3,0 c
135,2 a
‘GM3’
54,2 ab
0,53 b
0,59 bc
5,3 a
141,4a
‘Gondol Putih’
54,6 ab
0,63 a
0,62 ab
2,6 cd
84,8 c
‘Kaliurang 206’
54,7 ab
0,51 b
0,44 d
4,3 b
113,9 b
‘Permata’
57,0 a
0,52 b
0,54 c
2,2 d
52,2 d
CV (%)
7,63
12,84
16,80
22,70
22,02
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama dalam satu kolom menunjukkan tidak
berbeda nyata menurut uji jarak berganda Duncan pada α=5%.
Kekerasan buah merupakan komponen mutu buah yang banyak menjadi
pertimbangan konsumen dalam memilih buah tomat setelah melihat penampilan bagian luar
buah (appearance). Masyarakat Indonesia pada umumnya menyukai buah tomat dengan
kekerasan buah sedang (nilai 110-130 mm/50 g/10 detik dengan pnetrometer) (Purwati,
2007). Kekerasan (firmness) akan mempengaruhi ketahanan buah tomat terhadap
kerusakan mekanis khususnya selama pengangkutan. Konsumen lebih menyukai tomat
berkulit keras atau tegar karena dapat disimpan lebih lama dan tidak banyak mengalami
kehilangan cairan buah (juice) ketika buah tomat diiris. Kekerasan buah tomat dipengaruhi
oleh keuletan kulit buah, kekentalan cairan buah (kekentalan juice) dan struktur bagian
dalam buah (perbandingan antara tebal daging buah dengan rongga buah). Kekerasan buah
tomat ini sangat bervariasi antar kultivar tomat (Grierson & Kader, 1986).
Galur B52 dan B78 memiliki kekerasan buah yang sama dengan kedua tetuanya
maupun pembandingnya, kecuali B78 buah lebih lunak dibandingkan dengan ‘Permata’.
Galur B52 memiliki daging buah yang lebih tebal dan jumlah rongga buah yang lebih sedikit
daripada ‘GM3’ dan ‘Gondol Putih’. Galur B78 memiliki sekat buah yang sama tebalnya
dengan ‘Gondol Putih’ tetapi lebih tebal daripada B52 dan ‘GM3’ (Tabel 2). Hal ini
membuktikan bahwa jumlah rongga buah yang sedikit tidak selalu mencerminkan buah
tersebut lebih lunak, hal ini tergantung pada tebal daging buah, tebal sekat buah, uletnya
kulit buah dan kekentalan juice (Grierson & Kader, 1986; Stevens & Rick, 1986). Diduga
kekentalan juice untuk galur B52 dan B78 lebih baik dan juga didukung oleh tebalnya daging
buah dan tebalnya sekat buah galur tersebut. Menurut Steven & Rick (1986), kandungan
alkohol tidak terlarut dalam padatan buah, ketahanan buah tomat terhadap benturan dan
kekentalan juice saling berkorelasi positif. Ketahanan buah dikendalikan oleh gen tunggal
dan ada juga yang mengatakan bersifat aditif. Al-Falluyi dan Lambet (1982) cit. Steven &
Rick (1986), menyatakan bahwa kekerasan buah dikendalikan oleh satu gen resesif.
Jumlah rongga buah tomat dipengaruhi oleh efek epistasis dominan dan ada
interaksi antar alel pada lokus yang berbeda dengan nisbah segregasi sebesar 12:3:1 (Murti
et al., 2004). Purwati (1988) berpendapat bahwa jumlah rongga buah tomat dikendalikan
oleh gen mayor dan jumlah rongga buah sedikit, dominan terhadap jumlah rongga buah
banyak. Hal ini terbukti, bahwa keturunan ‘GM3’X’Gondol Putih’ memiliki jumlah rongga
buah yang lebih sedikit daripada tetua ‘GM3’ (Tabel 1).
Keseragaman bentuk dan ukuran buah sangat diperlukan dalam pemasaran buah
tomat karena berhubungan dengan selera konsumen. Ukuran buah tomat yang disukai
konsumen adalah ukuran buah yang agak besar, yaitu buah yang memiliki volume 80-90
cm3 atau setara dengan bobot buah per butir yang termasuk dalam grade B (100
DENGAN ’GONDOL PUTIH’
Erlina Ambarwati *1, G.A. Putu Maya K. 2, Sri Trisnowati 1, dan Rudi Hari Murti 1
1
Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada
2
Mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada
Jl. Flora No. 1, Kompleks Bulaksumur, Yogyakarta 55281 Telp. 0274-551228
*Korespondensi: [email protected]
ABSTRAK
Kultivar tomat ‘GM3’ dan ‘Gondol Putih’ telah disilangkan untuk memperoleh varietas
baru yang mempunyai ukuran buah besar, bentuk buah lonjong dan berproduksi tinggi.
Evaluasi keturunan telah dilaksanakan sampai di generasi ke-9 (F9) yang menitikberatkan
pada keragaan tanaman dan kemampuan produksi, sedangkan evaluasi mutu buah belum
dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji karakter mutu buah tomat galur harapan
keturunan ‘GM3’ dengan ‘Gondol Putih’. Bahan yang digunakan adalah benih 2 galur F9
(B52 dan B78) hasil persilangan ‘GM3’ dengan ‘Gondol Putih’ (‘GP’), benih tetua, dan 2
varietas pembanding, yaitu ‘Kaliurang 206’ (galur murni) dan ‘Permata’ (hibrida F1).
Penelitian dilakukan di Balai Pengembangan dan Promosi Agribisnis Perbenihan
Hortikultura, Dinas Pertanian DIY, Ngipiksari, Yogyakarta mulai Agustus sampai Desember
2011. Penanaman disusun dalam Rancangan Acak Kelompok Lengkap dengan empat
ulangan. Pengamatan meliputi karakteristik mutu fisik dan kimia buah tomat. Data hasil
pengamatan dianalisis dengan analisis varian α=5%.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa buah tomat galur B52 berwarna merah jingga,
berbentuk seperti apel, jumlah rongga sedikit, daging buah tebal melebihi ‘GM3’, ‘Kaliurang
206’ dan ‘Permata’; buah keras, ukuran sedang tetapi lebih besar daripada ‘Gondol Putih’,
‘Kaliurang 206’ dan ‘Permata’; buah lebih cepat matang dibandingkan ‘Kaliurang 206’ dan
‘Permata’, dan memiliki daya simpan lebih dari 1 bulan tidak berbeda dengan ‘Kaliurang
206’; kandungan vitamin C dan asam tertitrasi rendah tidak berbeda dengan ‘Kaliurang 206’
dan ‘Permata’; pH cairan buah tinggi dan total padatan terlarut tinggi tidak berbeda dengan
‘Kaliurang 206’ dan ‘Permata’. Buah galur B52 cocok sebagai tomat olahan. Buah galur B78
berwarna merah gelap, berbentuk seperti apel bersegi, rongga buahnya sedikit, daging buah
tebal melebihi ‘Kaliurang 206’ dan ‘Permata’; buahnya keras dan tidak berbeda dengan
‘Kaliurang 206’; memiliki ukuran buah sedang tetapi lebih besar dari ‘Gondol Putih’,
‘Kaliurang 206’ dan ‘Permata’; lama buah matang tidak berbeda dengan ‘Kaliurang 206’
dengan daya simpan buah sekitar 1 bulan; kandungan vitamin C rendah, asam tertitrasi
rendah, pH cairan buah dan padatan terlarut total rendah tidak berbeda dengan ‘Kaliurang
206’ dan ‘Permata’. Buah tomat galur B78 sesuai sebagai tomat buah.
Kata kunci: galur harapan, ‘GM3’, ‘Gondol Putih’, mutu buah tomat, tomat.
PENDAHULUAN
Buah tomat merupakan komoditas penting dalam menunjang ketersediaan pangan
dan kecukupan gizi masyarakat. Buah tomat merupakan komoditas multiguna, yaitu sebagai
tomat buah (fruit), minuman, penambah nafsu makan, tomat masakan (cooking tomato), dan
hasil pengolahan (processing. Selain memiliki rasa yang enak, juga mengandung protein,
karbohidrat, Ca, Fe, Mg g, dan vitamin C (± 21 mg), serta vitamin A, fosfat, kalium dan
lycopene (Siagian, 2005). Kadar vitamin A dan C meningkat seiring dengan peningkatan
kemasakan buah (Opena & Van der Vossen, 1997; Wener, 2000; Sunarmani, 2008).
Tujuan utama program pemuliaan tanaman tomat adalah mendapatkan kultivar
tomat berdaya hasil tinggi dan beradaptasi luas. Mutu buah juga perlu diperhatikan, karena
berkaitan dengan selera konsumen dan menentukan varietas bisa diterima atau tidak. Mutu
buah tomat mencakup semua sifat dan karakter yang melekat pada buah tersebut.
Kenampakan bagian luar, seperti kekerasan, lama waktu masak dan daya simpan buah
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pertanian
273
tomat, merupakan faktor penting yang menentukan buah tomat tersebut untuk dapat
diterima dan memiliki pangsa pasar yang bagus. Selain itu, mutu buah tomat ditentukan pula
oleh rasa dan kandungan gizi yang bagus (Grierson & Kader, 1986).
Buah tomat sangat bervariasi dalam ukuran, bentuk, warna, kekerasan, rasa dan
kandungan bahan padat. Karakter fisik buah tomat sangat mempengaruhi harga jual
komoditas. Mutu buah tomat meliputi mutu bagian luar yang berpengaruh terhadap
keragaan buah tomat, seperti warna, ukuran, bentuk, kekerasan, kesegaran, keseragaman
dan ada tidaknya cacat pada buah; mutu bagian dalam buah, seperti jumlah biji, ketebalan
daging buah dan kandungan saribuah; dan mutu kimiawi buah, seperti asam tertitrasi
(titratable acidity), pH, bahan padat dapat larut (soluble solid), gula reduksi dan asam
askorbat (Grierson & Kader, 1986; Panjaitan, 1990; Purwati, 2007; Hariyadi, 2011).Mutu
tomat yang dikehendaki konsumen adalah tomat yang berwarna merah, berdaging tebal dan
air buahnya (juice) banyak. Bentuk buah tomat lonjong dan buah yang lebih keras sangat
disukai konsumen sehingga mudah dalam pemasarannya (Jaya, 1996; Ameriana, 1997).
Khusus untuk konsumsi sebagai substitusi buah-buahan, konsumen lebih mengutamakan
tomat dengan rasa manis, sedikit asam, renyah dan kandungan air buah sedang (Purwati,
2007).
Murti et al. (2004) mengatakan bahwa kultivar ‘Gondol’ mempunyai warna buah
merah cerah dan bentuk lonjong dengan ukuran buahnya kecil, pangkal buah datar (tidak
berlekuk). ‘GM3’ mempunyai bentuk buah apel, warna merah muda saat buah masak,
daging buah tebal, ukuran buah besar, kulit kuat, rasa buah manis dan hasilnya tinggi (Murti
& Trisnowati, 2001). Persilangan ‘GM3’ dengan ‘Gondol Putih’ diharapkan menghasilkan
varietas baru yang mempunyai ukuran buah besar, bentuk buah lonjong dan berproduksi
tinggi dengan mutu buah baik. Evaluasi sampai pada generasi ke-9 (F9) dititikberatkan pada
keragaan tanaman dan kemampuan berproduksi. Makalah ini menguraikan karakteristik
mutu buah dua nomor harapan dari persilangan ‘GM3’ dengan ‘Gondol Putih’ dibandingkan
dengan tetua dan kultivar pembanding (galur murni dan hibrida F1).
BAHAN DAN METODE
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini berupa benih tomat F9: 2 galur harapan
dari persilangan ‘GM3’ dengan ‘Gondol Putih’ (‘GP’) (terdiri dari B52 dan B78), benih tetua,
dan 2 varietas pembanding, yaitu ‘Kaliurang 206’ (galur murni) dan ‘Permata’ (hibrida F1).
Penelitian dilakukan di Balai Pengembangan dan Promosi Agribisnis Perbenihan
Hortikultura, Dinas Pertanian Kabupaten Sleman, Ngipiksari, Sleman,Yogyakarta pada bulan
Agustus sampai Desember 2011. Penanaman disusun dalam Rancangan Acak Kelompok
Lengkap dengan empat blok sebagai ulangan. Bedengan ditutup dengan mulsa plastik hitam
perak.
Bibit setelah berumur 30 hari dipindahtanamkan ke lahan. Setiap blok ditanami
semua bahan tanam (2 galur terseleksi, 2 tetua dan 2 varietas pembanding) secara acak,
satu bibit per lubang tanam, masing-masing petak terdiri dari 36 tanaman, kecuali tetua dan
pembanding masing-masing 16 tanaman. Jarak tanam yang digunakan 50 cm x 60 cm
terdiri atas 2 barisan di setiap bedengnya. Setiap bedeng diberi kapur dolomit sebanyak 4
kg. Pemupukan dilakukan dengan pemberian pupuk kandang sapi dengan takaran 1,5 kg
per tanaman.
Pemeliharaan tanaman meliputi penyulaman, pemupukan, pemberian ajir (tinggi 2 m)
dan pengendalian gulma, hama serta patogen penyebab penyakit, seperti halnya budidaya
tomat yang dilakukan oleh petani setempat. Penyiraman dilakukan dua kali sehari atau
melihat kondisi lingkungan. Penyulaman dilakukan terhadap bibit yang mati atau terhambat
pertumbuhannya, sampai bibit berumur 7 hari setelah pindah tanam. Pupuk susulan
diberikan saat tanaman berumur 15 dan 30 hari setelah pindah tanam dengan pupuk urea (4
g per tanaman), TSP (6 g per tanaman) dan KCl (6 g per tanaman). Pengendalian gulma
dilakukan empat kali, yaitu saat tanaman berumur 7, 14, 21 dan 28 hari setelah pindah
tanam dengan cara mencabut gulma. Pengendalian hama dilakukan dengan
menyemprotkan Decis 25 EC (0,5 ml per liter air) setiap dua minggu sekali, dan
274
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pertanian
pengendalian terhadap penyakit dengan menyemprotkan Benlate 50 WP (2 g per liter air)
dan Agrept (1 g per liter air) setiap seminggu sekali.
Panen buah tomat dilakukan pada stadia masak penuh, artinya 80-90% buah sudah
berwarna merah, sedangkan untuk melihat daya simpan buah dan waktu pematangan buah,
buah tomat dipanen pada saat masak hijau maksimum (green mature). Pengamatan
dilakukan terhadap 10 tanaman dan untuk karakter buah dilakukan terhadap 5 buah yang
diambil dari tandan ke dua sampai tandan ke empat dari tanaman sampel. Pengamatan
dilakukan terhadap bobot buah per butir (gram), jumlah buah per tanaman, panjang dan
diameter buah (cm), bentuk buah (perbandingan panjang dengan diameter buah), tebal
daging buah (cm), tebal sekat buah (cm), jumlah rongga buah, kandungan vitamin C
(metode titrasi, Sudarmadji et al., 1976), kandungan padatan total terlarut (refraktometer
ATAGO Japan, A-01-37. ATC-1E, %Brix), kandungan asam tertitrasi, pH, kekerasan buah
(pnetrometer Barreiss Prufgeratebau GmbH type BS 61 II/BS 61 II OO serial 2553, Newton),
warna buah (dengan chromameter, HEAD Japan, CR-400), waktu pematangan buah dan
umur simpan buah (berdasarkan nilai visual quality rating, VQR).
Data hasil pengamatan dianalisis dengan analisis varian. Jika hasilnya berbeda
nyata dilanjutkan dengan uji jarak berganda Duncan dengan tingkat signifikansi 95%.
Adapun model matematika yang digunakan dalam analisis varian adalah sebagai berikut:
Yijk = µ + αi + βj + εij + δijk
Yijk = hasil pengamatan pada sampel ke-k pada blok ke-j dari galur ke-i
µ = rerata umum
αi = pengaruh galur ke-i
βj = pengaruh blok ke-j
εij = pengaruh blok ke-j pada galur ke-i
δijk = pengaruh sampel ke-k pada blok ke-j dari galur ke-i
i = 1, 2, 3, …., t
dengan t = banyaknya galur
j = 1, 2, 3, ….. ni
ni = banyaknya ulangan (blok)
k = 1, 2, 3, …., mij
mij = individu dalam galur ke-i ulangan ke-j
HASIL DAN PEMBAHASAN
Bagian buah tomat yang mudah dikenali oleh konsumen adalah warna, ukuran,
bentuk dan kerusakan fisik. Warna dan bentuk buah dipengaruhi oleh faktor genetik. Warna
buah tomat dipengaruhi oleh kandungan klorofil, lycopene dan betakaroten. Warna hijau
pada kulit buah tomat dipengaruhi oleh kandungan klorofil a dan b. Warna buah tomat hijau
akan berubah menjadi merah akibat destruksi klorofil dan peningkatan akumulasi
betakaroten dan lycopene (Grierson & Kader, 1986). Warna buah menjadi indikator dalam
mengetahui tingkat kemasakan atau kematangan buah. Warna sering digunakan sebagai
indeks umum penilaian mutu makanan (Grierson & Kader, 1986).
Pada penelitian ini pengukuran warna buah tomat menggunakan Chromameter. Nilai
L merupakan atribut nilai yang menunjukkan tingkat kecerahan suatu obyek, dengan kisaran
0-100. Nilai L yang mendekati nol menunjukkan obyek memiliki kecerahan rendah (gelap),
nilai L yang mendekati 100 menunjukkan obyek memiliki kecerahan tinggi (terang). Nilai a*
menyatakan spektrum warna dari merah ke hijau (nilai +60 – 0 menunjukkan warna merah,
nilai 0 – (-60) menunjukkan warna hijau). Nilai b* menunjukkan derajad kekuningan atau
kebiruan suatu obyek. Semakin positif nilai b* (+60 – 0) menunjukkan derajad kekuningan
yang tinggi dan semakin negatif nilai b* (0 – (-60)) menunjukkan derajad kebiruan yang
tinggi (Liyanage, 2008).
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pertanian
275
Tabel 1. Keragaan warna buah, panjang buah, diameter buah buah dan bentuk buah tomat
galur harapan F9
Nomor
Panjang Diameter
Bentuk
buah
buah
buah (rasio
(p, cm)
(d, cm)
p:d buah)
B52
35,43 a
15,74 b 10,98 a 5,4 b
6,1 ab
Apel
B78
31,16 bc
16,32 b 10,96 a 5,7ab
6,3 a
Apel bersegi
‘GM3’
34,93 a
16,38 b
8,41 b 5,4 b
6,4 a
Apel
‘Gondol Putih’
29,91 c
20,46 a 11,02 a 5,9 a
5,0 c
Lonjong
‘Kaliurang 206’
32,99 ab
16,97 b 11,11 a 4,9 c
5,9 b
Apel
‘Permata’
28,63 c
16,55 b 10,60 a 4,587 d
4,315 d
Bulat
CV (%)
9,80
16,46
19,03
8,76
8,81
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama dalam satu kolom menunjukkan tidak
berbeda nyata menurut uji jarak berganda Duncan pada α=5%.
L
Warna buah
a*
b*
Keturunan dari persilangan ‘GM3’ dengan ‘Gondol Putih’ yang memiliki warna merah
gelap adalah B78, karena memiliki nilai L kecil dan nilai a* besar. Nomor B52 memiliki warna
buah merah jingga, nomor ini memiliki nilai L dan b* paling tinggi (Tabel 1). Menurut Murti &
Trisnowati (2001), warna buah pada ‘GM3’ adalah merah muda, ‘Gondol Putih’ memiliki
warna buah merah (Isminingsih, 1999). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian, bahwa ‘GM3’
memiliki warna buah merah muda, sedangkan ‘Gondol Putih’ memiliki warna buah merah,
karena memiliki nilai L lebih kecil dan nilai a* lebih besar daripada ‘GM3’ (Tabel 1). Menurut
Murti et al. (2004), warna buah masak pada F2 persilangan ‘GM3’X’Gondol Putih’ adalah
merah, merah muda dan merah jingga dengan nisbah genetik 12:3:1. ‘Kaliurang 206’ dan
‘Permata’ memiliki warna buah merah gelap. Konsumen di Indonesia pada umumnya
menyukai buah tomat dengan warna kulit merah-terang (nilai 7-8 pengukuran dengan CBT
color chart) (Purwati, 2007).
Warna buah selain berpengaruh terhadap penampilan buah, juga berpengaruh
terhadap kandungan vitamin A. Menurut Wiryana (2000), pada umumnya buah tomat yang
warnanya merah jingga mengandung vitamin A lebih tinggi dibandingkan warna buah
lainnya. Dengan demikian, galur B52 diperkirakan memiliki kandungan vitamin A lebih tinggi
daripada B78. Namun demikian, tomat dengan warna kulit merah jingga seringkali kurang
disukai oleh konsumen.
Bentuk buah menjadi salah satu penentu mutu dalam pemilihan buah tomat. Selera
konsumen di setiap daerah terhadap bentuk tomat berbeda-beda, bentuk buah yang banyak
diminati adalah bulat atau lonjong (Murti et al., 2004), pengukuran dengan sphericity indeks
berkisar antara 99-100 (Purwati, 2007). Bentuk buah dari penelitian ini ditera dari
perbandingan panjang dengan diameter buah seperti tercantum dalam Tabel 1. Keturunan
‘GM3’X’Gondol Putih’, menghasilkan buah berbentuk apel. ‘GM3’ memiliki bentuk buah apel
dan ‘Gondol Putih’ bentuk buahnya lonjong. Hal ini menunjukkan bentuk GM3 yang terbawa
pada keturunan terseleksi sampai generasi F9. Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan
bentuk buah tomat dikendalikan oleh dua lokus epistasis dominan dengan dua allel per
lokus (Murti et al., 2000; Murti et al., 2004). Genotipe heterosigot hasil persilangan tetua
dengan buah bentuk apel dan lonjong akan menghasilkan bentuk buah apel. Bentuk buah
lonjong dikendalikan oleh gen resesif. Oleh sebab itu untuk menghasilkan bentuk buah
tomat lonjong hanya dapat dilakukan dengan menyilangkan tomat berbentuk lonjong dengan
lonjong atau bulat (Murti et al., 2004).
276
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pertanian
Tabel 2. Kekerasan buah, tebal daging buah, tebal sekat buah, jumlah rongga buah dan
bobot buah per butir buah tomat galur harapan F9
Nomor
Kekerasan buah Tebal daging Tebal sekat
Jumlah
Bobot buah per
(Newton)
buah (cm)
buah (cm)
rongga buah
butir (gram)
B52
55,0 ab
0,60 a
0,58 bc
4,7 b
135,6 a
B78
53,3 b
0,64 a
0,67 a
3,0 c
135,2 a
‘GM3’
54,2 ab
0,53 b
0,59 bc
5,3 a
141,4a
‘Gondol Putih’
54,6 ab
0,63 a
0,62 ab
2,6 cd
84,8 c
‘Kaliurang 206’
54,7 ab
0,51 b
0,44 d
4,3 b
113,9 b
‘Permata’
57,0 a
0,52 b
0,54 c
2,2 d
52,2 d
CV (%)
7,63
12,84
16,80
22,70
22,02
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama dalam satu kolom menunjukkan tidak
berbeda nyata menurut uji jarak berganda Duncan pada α=5%.
Kekerasan buah merupakan komponen mutu buah yang banyak menjadi
pertimbangan konsumen dalam memilih buah tomat setelah melihat penampilan bagian luar
buah (appearance). Masyarakat Indonesia pada umumnya menyukai buah tomat dengan
kekerasan buah sedang (nilai 110-130 mm/50 g/10 detik dengan pnetrometer) (Purwati,
2007). Kekerasan (firmness) akan mempengaruhi ketahanan buah tomat terhadap
kerusakan mekanis khususnya selama pengangkutan. Konsumen lebih menyukai tomat
berkulit keras atau tegar karena dapat disimpan lebih lama dan tidak banyak mengalami
kehilangan cairan buah (juice) ketika buah tomat diiris. Kekerasan buah tomat dipengaruhi
oleh keuletan kulit buah, kekentalan cairan buah (kekentalan juice) dan struktur bagian
dalam buah (perbandingan antara tebal daging buah dengan rongga buah). Kekerasan buah
tomat ini sangat bervariasi antar kultivar tomat (Grierson & Kader, 1986).
Galur B52 dan B78 memiliki kekerasan buah yang sama dengan kedua tetuanya
maupun pembandingnya, kecuali B78 buah lebih lunak dibandingkan dengan ‘Permata’.
Galur B52 memiliki daging buah yang lebih tebal dan jumlah rongga buah yang lebih sedikit
daripada ‘GM3’ dan ‘Gondol Putih’. Galur B78 memiliki sekat buah yang sama tebalnya
dengan ‘Gondol Putih’ tetapi lebih tebal daripada B52 dan ‘GM3’ (Tabel 2). Hal ini
membuktikan bahwa jumlah rongga buah yang sedikit tidak selalu mencerminkan buah
tersebut lebih lunak, hal ini tergantung pada tebal daging buah, tebal sekat buah, uletnya
kulit buah dan kekentalan juice (Grierson & Kader, 1986; Stevens & Rick, 1986). Diduga
kekentalan juice untuk galur B52 dan B78 lebih baik dan juga didukung oleh tebalnya daging
buah dan tebalnya sekat buah galur tersebut. Menurut Steven & Rick (1986), kandungan
alkohol tidak terlarut dalam padatan buah, ketahanan buah tomat terhadap benturan dan
kekentalan juice saling berkorelasi positif. Ketahanan buah dikendalikan oleh gen tunggal
dan ada juga yang mengatakan bersifat aditif. Al-Falluyi dan Lambet (1982) cit. Steven &
Rick (1986), menyatakan bahwa kekerasan buah dikendalikan oleh satu gen resesif.
Jumlah rongga buah tomat dipengaruhi oleh efek epistasis dominan dan ada
interaksi antar alel pada lokus yang berbeda dengan nisbah segregasi sebesar 12:3:1 (Murti
et al., 2004). Purwati (1988) berpendapat bahwa jumlah rongga buah tomat dikendalikan
oleh gen mayor dan jumlah rongga buah sedikit, dominan terhadap jumlah rongga buah
banyak. Hal ini terbukti, bahwa keturunan ‘GM3’X’Gondol Putih’ memiliki jumlah rongga
buah yang lebih sedikit daripada tetua ‘GM3’ (Tabel 1).
Keseragaman bentuk dan ukuran buah sangat diperlukan dalam pemasaran buah
tomat karena berhubungan dengan selera konsumen. Ukuran buah tomat yang disukai
konsumen adalah ukuran buah yang agak besar, yaitu buah yang memiliki volume 80-90
cm3 atau setara dengan bobot buah per butir yang termasuk dalam grade B (100