Hak Tanggungan sebagai jaminan untuk Kre

Hak Tanggungan sebagai jaminan untuk Kreditur

Hak tanggungan merupakan Perjanjian tambahan yang dilekatkan kepada
Perjanjian Pembiayaan antara kreditur dengan Debitur. Hak tanggungan
memiliki pengertian diatur dalam Undang-Undang Hak Tanggungan Nomor 4
Tahun 1996 dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, sebagai berikut:
Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Hak Tanggungan:
“Hak Tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan
tanah, yang selanjutnya disebut Hak Tanggungan, adalah hak jaminan yang
dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undangundang No.5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria,
berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan
dengan tanah itu untuk pelunasan utang tertentu yang memberikan
kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu, terhadap kreditorkreditor lain.”

Menurut Pasal 1162 KUHPerdata:
“Hak Tanggungan adalah suatu hak kebendaaan atas benda-benda tak
bergerak untuk mengambil penggantian daripadanya bagi pelunasan suatu
perikatan.”

Hak


Tanggungan

sebagai simbiosis

mutualisme yang

berfungsi

untuk

menjamin dan melindungi kedua belah pihak terutama kreditur. hal tersebut
sesuai dengan penjelasan di dalam Undang-Undang Hak Tanggungan No.4
Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah beserta Benda-benda
yang berkaitan dengan Tanah adalah “hak jaminan yang dibebankan pada
hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 5

Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak
berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu,
untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang
diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditor-kreditor lain.”

Sedangkan untuk jaminan yang dapat dijadikan Hak Tanggungan antara
lain Hak Milik, Hak Guna Usaha, dan Hak Guna Bangunan, serta Hak Pakai.
Dengan adanya hak tanggungan, kreditur memiliki hak yang dilindungi oleh
undang-undang Hak Tanggungan, yang mana obyek yang menjadi jaminan
dan

telah

didaftarkan

dengan

Hak

Tanggungan

memberikan

hak


pemegang Hak tanggungan untuk didahulukan (Preferent) dari Kreditur
yang lain dengan melihat peringkat Hak Tanggungan.
Pemberian kredit oleh bank tersebut merupakan unsur yang terbesar dari
aktiva bank, yang juga sebagai aset utama serta sekaligus menentukan
maju mundurnya bank yang bersangkutan dalam menjalankan fungsi dan
usahanya

menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat.[1] Kredit

memiliki unsur-unsur yang terkandung dalam makna kredit tersebut, yakni:[2]

1. Kepercayaan, yaitu adanya keyakinan dari pihak bank atas prestasi
yang diberikannya kepada nasabah peminjam dana yang akan
dilunasinya sesuai dengan diperjanjikan pada waktu tertentu;
2. Waktu, yaitu adanya jangka waktu tertentu antara pemberian dan
pelunasan kreditnya, jangka waktu tersebut sebelumnya terlebih
dahulu disetuui atau disepakati bersama antara pihak bank dan
nasabah peminjam dana;

3. Prestasi dan kontraprestasi, yaitu adanya objek tertentu berupa

prestasi dan kontraprestasi pada saat tercapainya persetujuan atau
kesepakatan pemberian kredit yang dituangkan dalam perjanjian
kredit antara bank dan nasabah peminjam dana, yaitu berupa uang
atau tagihan yang diukur dengan uang dan bunga atau imbalan,
atau bahkan tanpa imbalan bagi bank syariah;
4. Risiko, yaitu adanya risiko yang mungkin akan terjadi selama jangka
waktu antara pemberian dan pelunasan kredit tersebut, sehingga
untuk mengamankan pemberian kredit dan menutup kemungkinan
terjadinya wanprestasi dari nasabah peminjam dana, diadakanlah
pengikatan jaminan (agunan).

Perjanjian yang dilakukan antara debitur dengan kreditur tidak hanya diatur
di dalam Undang-undang Hak Tanggungan. Pihak Kreditur memiliki
kewajiban untuk bersikap hati-hati dalam memenuhi permohonan
pengajuan hutang debitur. Sikap ke hati-hatian perbankan dijelaskan dalam
ketentuan dalam Pasal 8 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998,
dapat diketahui jabaran lebih lanjut dari asas-asas perkreditan yang sehat
dan prinsip-prinsip kehati-hatian dalam kaitannya dengan pemberian kredit,
yaitu:[3]


1. Mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atas
iktikad dan kemampuan serta kesanggupan nasabah debitur untuk

melunasi utangnya atau mengembalikan pembiayaan dimaksud
sesuai dengan yang diperjanjikan;
2. Memiliki dan menerapkan pedoman perkreditan dan pembiayaan
berdasarkan prinsip syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan
oleh Bank Indonesia.
3. Oleh karena itu, sebelum memberikan kredit, bank harus
melaksanakan penilaian yang seksama terhadap watak (character),
kemampuan (capacity), modal (capital), agunan (collateral) dan
prospek usaha dari debitur (condition of economy).[4]

Dalam hal Debitur dinyatakan tidak melaksanakan kewajiban pembayaran
cicilan kepada kreditur setelah debitur dinyatakan wanprestasi. sedangkan
Wanprestasi dikenal dengan istilah ingkar janji, yaitu kewajiban dari debitur
untuk memenuhi suatu prestasi, jika dalam melaksanakan kewajiban bukan
terpengaruh karena keadaan, maka debitur dianggap telah melakukan
ingkar janji.[5] Wanprestasi terjadi disebabkan karena adanya kesalahan

yaitu kelalaian dan kesengajaan.[6]
Pada saat debitur tidak dapat melaksanakan kewajiban untuk membayar
cicilan

ke

Bank,

maka

kreditur

akan

melakukan

beberapa

upaya


penyelesaian, yakni upaya secara administrasi dan upaya hukum.
Upaya penyelesaian dapat berupa penyelesaian yakni upaya musyawarah,
upaya administrasi dan upaya penyelesaian dengan upaya hukum. Upaya
penyelesaian secara administrasi dilakukan dengan memberikan alternatif
penyelesaian,

yakni

(1)Rescheduling (Penjadwalan

Kembali);

(2) Reconditioning (Persyaratan

Kembali);

(3) Restructuring (Penataan

Kembali). Sedangkan, untuk upaya hukum dilakukan oleh kreditur dengan
upaya melalui (1) Panitia Urusan Piutang Negara; (2) Badan Peradilan; (3)

Arbitrase/Badan Arbitrase Penyelesaian Sengketa.

Penulis: Eka Priambodo, SH., MH. (Advokat dan Mahasiswa Program Doktor
Ilmu Hukum Universitas Islam Indonesia)
Blog: http://www.ekapriambodo.blogspot.com
Web:http://www.priambodolawoffice.com

REFERENSI
Ø Djoni S. Gazali & Rachmadi Usman, Hukum Perbankan, Sinar Grafika, Jakarta,
Cetakan Kedua, 2012
Ø Yahman, Karakteristik Wanprestas & Tindak Pidana Penipuan yang lahir dari
Hubungan Kontraktual,Prestasi Pustakaraya, Jakarta, 2011.
Ø Undang – undang No.4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan
Ø Kitab Undang-undang Hukum Perdata
Ø RBg dan HIR
Ø Peraturan

Otoritas

Jasa


Keuangan

No.29/POJK.05/2014

Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Pembiayaan.
Ø Peraturan Menteri Keuangan No.27/PMK.06/2016.

tentang

[1] Djoni S. Gazali & Rachmadi Usman, Hukum Perbankan, Sinar Grafika,
Jakarta, Cetakan Kedua, 2012,h. 269.
[2] Ibid., h. 268.
[3] Ibid.,h. 272
[4] Ibid.
[5] Yahman, Karakteristik Wanprestasi & Tindak Pidana Penipuan yang lahir
dari Hubungan Kontraktual,Prestasi Pustakaraya, Jakarta, 2011 .h. 77.
[6] Ibid. h.79.