represi terhadap perempuan dalam cerkak

Represi Terhadap Perempuan
Dalam Cerkak Dengan Judul “Sendhuk”

Oleh :
Puji Dewi Srihastuti (11430072)
Kelas 2B

PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA JAWA
FAKULTAS PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
IKIP PGRI SEMARANG
2012

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masa awal kemunculan karya sastra Jawa Modern yaitu pada masa penjajahan
Belanda. Pemerintah Belanda mendirikan berbagai lembaga yang membidangi sastra dan
bahasa, maka dari itu munculnya karya sastra Jawa Modern tidak lepas dari campur
tangan pemerintah Belanda. Awalnya, tujuan dari pendirian lembaga tersebut adalah
mendidik sekelompok orang untuk membantu pemerintah Belanda dalam hal
menyebarkan paham mereka.

Pada tahun 1908 pemerintah Belanda mendirikan Komisi Bacaan Sekolah dan Bacaan
Rakyat. Sembilan tahun kemudian, tepatnya tahun 1917 Komisi Bacaan Sekolah dan
Bacaan Rakyat mengalami perubahan nama menjadi Balai Pustaka. Para pengarang yang
bernaung di bawah Balai Pustaka menghasilkan berbagai macam karya sastra, salah
satunya yaitu cerkak.
Menurut sejarahnya, cerkak muncul kurang lebih pada tahun 30-an. Cerkak
merupakan prosa Jawa yang selesai dibaca sekali duduk, kira – kira berkisar antara 1 – 2
jam dan hanya berisi kurang lebih 5000 kata, serta hanya memuat satu peristiwa yang
sering terjadi dalam kehidupan sehari – hari. Pada awalnya karya sastra yang berbentuk
cerkak disebut sebagai panglipur manah. Panglipur manah merupakan salah satu rubrik
di sebuah majalah berbahasa Jawa yakni majalah Kejawen. Cerkak di muat pada
beberapa majalah Jawa diantaranya yaitu Panjebar Semangat (PS), Kejawen, Jaya Baya,
Jaka Lodhang, dan lain – lain. Kritik terhadap cerkak ini membahas mengenai seorang
perempuan yang mendapat perlakuan tidak adil dari seorang laki – laki, sehingga dapat
dikategorikan dalam kritik feminisme. Hal tersebut yang mendasari pemilihan cerkak
dengan judul “Sendhuk” ini sebagai kajian dalam kritik feminisme. Feminisme adalah
sebuah teori yang mengungkapkan harga diri pribadi dan harga diri semua perempuan,
menurut Wolf (Via Sofia,2009: 13).

B. Landasan Teori


Represi
penindasan.

merupakan
Represi

tindakan

terhadap

penekanan,

perempuan

pengekangan,

merupakan

penahanan,


tindakan

dan

penekanan,

pengekangan, penahanan, dan penindasan terhadap perempuan. Kekerasan terhadap
perempuan merupakan hal yang tidak lazim terjadi. Menurut Diarsi (La Pona dkk.,
2002: 9), hal ini dipicu oleh relasi gender yang timpang, yang diwarnai oleh
ketidakadilan dalam hubungan antarjenis kelamin, yang berkaitan erat dengan
kekuasaan.
Ketimpangan gender adalah perbedaan peran dan hak perempuan serta laki – laki
di masyarakat yang menempatkan perempuan dalam status lebih rendah dari pada laki
– laki. “Hak istimewa” yang dimiliki oleh pihak laki – laki seolah – olah menjadikan
perempuan sebagai “barang” milik laki – laki yang berhak untuk diperlakukan dengan
semena – mena. Fakih (1997: 17) menyatakan bahwa kekerasan terhadap sesama
manusia pada dasarnya berasal dari berbagai sumber, namun salah satu kekerasan
terhadap jenis kelamin tertentu, misalnya perempuan, disebabkan oleh anggapan
gender. Fakih menyebutnya sebagai gender – related violence. Ketidaksetaraan

kekuatan yang ada dalam masyarakat menyebabkan munculnya bentuk kejahatan
yang bisa dikategorikan sebagai kekerasan gender seperti pemerkosaan, pemukulan
dan serangan fisik dalam ranah domestik, penyiksaan yang mengarah kepada organ
alat kelamin, kekerasan dalam bentuk pelacuran, pornografi, pemaksaan sterilisasi
dalam Keluarga Berencana, serta pelecehan seksual (Fakih, 1997 : 17 – 20).
C. Tujuan
Untuk mengetahui bagaimana bentuk analisis cerkak dengan menggunakan teori
feminisme, serta untuk memahaminya lebih mendalam.

BAB II
PEMBAHASAN
Represi terhadap perempuan

Feminisme radikal beranggapan bahwa faktor utama yang menjadi penyebab
pembagian kerja secara seksual adalah sistem patriarkhal yang laki – laki
mengendalikan perempuan dengan kekerasan (Sugihastuti, dan Satriyani, 2007: 66).
Sumber kelemahan perempuan adalah pada struktur biologis badannya (Sugihastuti,
Satriyani, 2007: 67). Kelemahan – kelemahan perempuan tersebut sering kali
menimbulkan dampak negatif pada perempuan. Dampak negatif yang dialami oleh
para perempuan diantaranya yaitu represi.

Represi merupakan tindakan penekanan,
penindasan.

Represi

terhadap

perempuan

pengekangan,

merupakan

penahanan,

tindakan

dan

penekanan,


pengekangan, penahanan, dan penindasan terhadap kaum perempuan. Ketimpangan
gender adalah perbedaan peran dan hak perempuan serta laki – laki di masyarakat
yang menempatkan perempuan dalam status lebih rendah dari pada laki – laki. “Hak
istimewa” yang dimiliki oleh pihak laki – laki seolah – olah menjadikan perempuan
sebagai “barang” milik laki – laki yang berhak untuk diperlakukan dengan semena –
mena.
Represi seksual
Represi seksual merupakan tindakan kekerasan atau pelecehan seksual. Menurut
Kalyanamitra dan Prasetyo (Dzuhayatin dan Yuarsi,2002: 7), dalam intensitas yang
paling ringan, kekerasan seksual disebut sebagai pelecehan seksual. Ketidaksetaraan
kekuatan yang ada dalam masyarakat menyebabkan munculnya bentuk kejahatan
yang bisa dikategorikan sebagai kekerasan gender seperti pemerkosaan, pemukulan
dan serangan fisik dalam ranah domestik, penyiksaan yang mengarah kepada organ
alat kelamin, kekerasan dalam bentuk pelacuran, pornografi, pemaksaan sterilisasi
dalam Keluarga Berencana, serta pelecehan seksual (Fakih, 1997 : 17 – 20).
Bentuk – bentuk pelecehan seksual dapat berupa siulan nakal, kerdipan mata,
gurauan dan olok – olok yang menjurus pada seks, memandangi tubuh mulai ujung
rambut sampai mata kaki,


pernyataan mengenai tubuh atau penampilan fisik,

memberikan bahasa isyarat yang berkonotasi seksual, memperlihatkan gambar –
gambar porno, memperlihatkan organ seks, mencolek, serta meraba atau mencubit.

Kasus pelecehan seksual yang terdapat dalam cerkak yang berjudul “Sendhuk” ini
yaitu pelecehan seksual yang dilakukan oleh lurah Darman terhadap Sendhuk, lurah
Darman memegang tangan Sendhuk dan mencolek dagunya yang dibuktikan dalam
kutipan :
“Ngerti yen Sendhuk kepenak diajak rembugan, lurah Darman sajak kaya
diwenehi ati. Sinambi ngulungake layang menyang Sendhuk, tangane kumlawe
ngranggeh janggute bocah wadon kuwi. Tangan sijine nggemen kenceng driji –
drijine Sendhuk sing mentas nampani layang.”
Terjemahan :
“Tahu kalau Sendhuk enak untuk diajak bicara, Lurah Darman merasa seperti
diberi kesempatan. Sambil memberikan surat kepada Sendhuk, tangannya mencolek
dagu anak perempuan itu. Tangan yang satunya menggenggam jari – jari Sendhuk
yang menerima surat tersebut.”
Sebagai akibat dari perlakuan yang diterima oleh Sendhuk, Sendhuk melakukan
perlawanan terhadap lurah Darman yang telah melecehkannya dengan mencolek dagu

dan menggenggam tangannya. Dibuktikan dalam kutipan :
“Sendhuk rumangsa dijamah ajining dhirine dening lurah Darman. Dheweke
banjur njengkakake wong nomer siji ing desane kuwi nganti tiba glangsaran. Weruh
wong sing arep kurang ajar kuwi njekangkang, Sendhuk terus mlayu bali. Tekan
omah kabeh kadadean ing kantor desa mau dicritakake marang wong tuwane. Warok
Tunggul sajak muntab atine krungu critane Sendhuk. Dheweke banjur nglabrag lurah
Darman menyang kantor desa.”

Terjemahan :
Mendapat perlakuan tersebut, Sendhuk merasa dirinya dihina dan dilecehkan
oleh lurah Darman. Sendhuk tidak terima atas perlakuan tersebut, Sendhuk kemudian
mendorong lurah Darman hingga lurah Darman jatuh dan dia langsung lari pulang ke

rumah dan mengadu kepada ayahnya. Ayahnya marah dan langsung menuju ke kantor
desa untuk melabrak lurah Darman.
Kekerasan terhadap perempuan terjadi dalam ranah domestik dan publik.
Kekerasan dalam ranah publik merupakan tindak kekerasan yang tidak melibatkan
relasi kekerabatan dan cenderung bersifat anonim, seperti yang dialami oleh tokoh
Sendhuk dalam cerkak ini. Sedangkan kekerasan dalam ranah domestik meliputi
tindak kekerasan yang melibatkan relasi kekerabatan (Abdullah,2004 : 1 – 10).


BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Secara leksikal, represi berarti penekanan, pengekangan, penahanan, dan
penindasan. Penindasan berarti cara memperlakukan dengan sewenang – wenang
(dengan kekerasan), dalam hal ini terhadap perempuan. Represi yang dialami
perempuan dapat berupa represi fisik, represi psikologis, represi seksual, dan represi
ekonomi. Seperti yang dialami oleh tokoh Sendhuk dalam cerkak yang berjudul
“Sendhuk” ini yaitu represi seksual, karena Sendhuk mengalami pelecehan seksual
yang dilakukan oleh lurah Darman terhadap dirinya.

DAFTAR PUSTAKA
Sugihastuti, dan Itsna Hadi Saptiawan. September 2007. Gender & Inferioritas
Perempuan. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Cerkak dengan judul “ Sendhuk ” karangan Sumono Sandy Asmara. 27 Maret 2004.
Panjebar Semangat edisi 13.
Yuli Kurniati Werdiningsih, S.S. 2009. Sejarah Sastra Jawa Selayang Pandang.
Semarang.