BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kecerdasan Emosional - Hubungan Kecerdasan Emosional Ibu dengan Perilaku Memelihara Kesehatan Gigi dan Mulut Serta Indeks Plak Gigi Anak di TK.Y.P Kristen Andreas Medan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kecerdasan Emosional

  Konsep kecerdasan emosional awalnya dikembangkan oleh Peter Salovey dan John Mayer pada tahun 1990. Mereka mendefinisikan kecerdasan emosional sebagai kemampuan merasakan dan mengekspresikan emosi dengan tepat, sesuai situasi seperti menerima perspektif orang lain, kemampuan memahami emosi dan pengetahuan emosional seperti memahami peran emosi dalam hubungan pertemanan, kemampuan menggunakan perasaan guna melancarkan pemikiran seperti berada dalam suasana hati yang positif, yang dikaitkan dengan pemikiran kreatif, serta kemampuan mengatur emosi diri sendiri dan orang lain seperti mengendalikan

  13

  amarah. Setelah penelitian yang dilakukan Salovey dan Mayer pada tahun 1990 muncul penelitian lain yang mencoba untuk mengembangkan teori tersebut di antaranya Martinez pada tahun 1997 yang mendefinisikan emotional intelligence sebagai suatu gabungan dari ketrampilan, kapabilitas dan kompetensi yang mempengaruhi kemampuan seseorang untuk mengatasi tuntutan dan tekanan

  14 lingkungan.

  Menurut Daniel Goleman seorang professor dari Universitas Havard dalam bukunya yang berjudul : Emotional Intelligence, mengatakan bahwa koordinasi suasana hati adalah inti hubungan sosial yang baik. Apabila seseorang pandai menyesuaikan diri dengan suasana hati individu lain atau dapat berempati, orang tersebut akan memiliki tingkat emosionalitas yang baik dan akan lebih mudah menyesuaikan diri dalam pergaulan sosial dan lingkungannya. Goleman menambahkan bahwa kecerdasan emosional merupakan kemampuan yang dimiliki seseorang dalam memotivasi diri, ketahanan dalam menghadapi kegagalan, mengendalikan emosi dan menunda kepuasan, serta dapat menempatkan emosinya

  15 pada posisi yang tepat, memilah kepuasan, dan mengatur suasana hati.

  Pada kenyataan perlu diakui bahwa kecerdasan emosional memiliki peran yang sangat penting untuk mencapai kesuksesan. Oleh karena itu, aspek tersebut meliputi sekelompok kemampuan emosional atau kemampuan sosial yang turut berperan dalam kecerdasan emosional, yang terbagi menjadi lima wilayah utama.

  15 Kelima aspek kecerdasan emosional tersebut adalah:

  1. Kesadaran diri Kesadaran diri dalam mengenali perasaan, sewaktu perasaan itu terjadi merupakan dasar kecerdasan emosional. Pada wilayah ini diperlukan adanya pemantauan perasaan dari waktu ke waktu agar timbul wawasan dan pemahaman tentang diri. Ketidakmampuan untuk mencermati perasaan yang sesungguhnya membuat diri berada dalam kekuasaan perasaan, sehingga tidak peka terhadap perasaan yang sesungguhnya yang berakibat buruk bagi pengambilan keputusan

  15 terhadap sesuatu masalah.

  2. Mampu mengelola emosi Kemampuan dalam mengelola emosi sebagai landasan dalam mengenal diri sendiri atas emosi. Emosi dikatakan berhasil jika dapat dikelola. Langkah yang dilakukan hendaknya mampu menghibur diri ketika ditimpa kesedihan, dapat menghilangkan rasa kecemasan, kemurungan atau ketersinggungan dan bangkit

  15 kembali dengan cepat dari semua itu.

  3. Memotivasi diri sendiri Memotivasi diri sendiri merupakan usaha yang dilakukan seseorang untuk

  14

  melakukan sesuatu karena ingin mencapai tujuan yang dikehendaki. Kemampuan

  15

  seseorang dalam memotivasi diri dapat ditelusuri melalui berbagai hal, di antaranya: a.

  Cara mengendalikan dorongan hati.

  b.

  Derajat kecemasan yang berpengaruh terhadap unjuk kerja sekarang.

  c.

  Kekuatan berpikir positif.

  d.

  Optimisme. Seseorang yang memiliki kemampuan memotivasi diri akan cenderung memiliki pandangan yang positif dalam menilai segala sesuatu yang terjadi dalam dirinya. Selain itu juga memiliki keinginan yang berbeda-beda antara satu orang dan orang lain.

  4. Mampu berempati

  Kata empati sendiri memiliki arti kemampuan alam perasaan seseorang untuk menempatkan diri ke dalam alam perasaan orang lain sehingga dapat memahami pikiran, perasaan, dan perilakunya. Manusia yang berempati merupakan kemampuan seseorang dalam menghangatkan suasana untuk menempatkan dirinya pada situasi dan perasaan orang lain, tetapi dia tetap berada di luar perasaan orang lain dan tetap

  15 mempertahankan perasaan dirinya.

  5. Mampu menjalin sosial dengan orang lain Menjalin sosial dengan orang lain merupakan sifat yang hakiki pada diri manusia sebagai makhluk sosial. Kemampuan tersebut dibuktikan manusia dalam pergaulan dengan orang lain dan penampilan yang selaras dengan alam perasaannya sendiri. Selain itu harus mampu memimpin dan mengorganisir orang lain dan mampu

  15 mengatasi permasalahan yang muncul dalam pergaulan antar sesama manusia.

2.2 Perilaku Ibu Memelihara Kesehatan Gigi dan Mulut

  Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas makhluk hidup. Dari sudut pandang biologis, semua makhluk hidup dari tumbuh-tumbuhan, binatang sampai manusia itu berperilaku, karena mereka mempunyai aktivitas masing-masing. Yang dimaksud perilaku manusia, pada hakekatnya adalah tindakan atau aktivitas manusia itu sendiri sehingga dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku manusia adalah suatu kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati langsung,

  

8

maupun yang tidak dapat diamati pihak luar.

  Berdasarkan pembagian domain oleh Bloom dan untuk kepentingan

  8

  pendidikan praktis, dikembangkan 3 tingkat ranah perilaku sebagai berikut :

  1. Pengetahuan ( Knowledge) Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indra yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan sebagainya). Dengan sendirinya pada waktu penginderaan dapat menghasilkan pengetahuan tersebut dan sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek. Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui indra pendengaran (telinga), dan indra penglihatan (mata). Pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai intensitas atau tingkat yang berbeda-beda. Secara garis besar dibagi

  8

  dalam 6 tingkat pengetahuan, yakni : a.

  Tahu (know) Tahu diartikan hanya sebagai recall (memanggil) memori yang telah ada sebelumnya setelah mengamati sesuatu.

  b.

  Memahami (comprehension) Memahami suatu objek bukan sekedar tahu terhadap objek tersebut, tidak sekedar dapat menyebutkan, tetapi orang tersebut harus dapat mengintrepretasikan secara benar tentang objek yang diketahui tersebut.

  c. Aplikasi (application) Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami objek yang dimaksud dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang diketahui tersebut pada situasi lain.

  d. Analisis (analysis) Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan atau memisahkan, kemudian mencari hubungan antara komponen-komponen yang terdapat dalam suatu masalah atau objek yang diketahui.

  e. Sintesis (synthesis) Sintesis menunjukan suatu kemampuan seseorang untuk merangkum atau meletakkan dalam satu hubungan yang logis dari komponen-komponen pengetahuan yang dimiliki.

  f. Evaluasi (evaluation) Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan justifikasi atau penelitian terhadap suatu objek tertentu.

  2. Sikap (Attitude) Sikap adalah juga respons tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan

  (senang-tidak senang, setuju-tidak setuju, baik-tidak baik, dan sebagainya). Sikap itu adalah suatu sindrom atau kumpulan gejala dalam merespons stimulus atau objek. Sehingga sikap itu melibatkan pikiran, perasaan, perhatian, dan gejala kejiwaan yang lain.Seperti halnya pengetahuan, sikap juga mempunyai tingkat-tingkat berdasarkan intensitasnya, sebagai berikut:

  8 a.

  Menerima (receiving) Menerima diartikan bahwa orang atau subjek mau menerima stimulus yang diberikan (objek).

  b.

  Menanggapi (responding) Menanggapi di sini diartikan memberikan jawaban atau tanggapan terhadap pertanyaan atau objek yang dihadapi.

  c.

  Menghargai (valuing) Menghargai diartikan subjek atau seseorang memberikan nilai positif terhadap objek atau stimulus, dalam arti membahasnya dengan orang lain, bahkan mengajak atau mempengaruhi atau menganjurkan orang lain merespons.

  d.

  Bertanggung jawab (responsible) Sikap yang paling tinggi tingkatnya adalah bertanggung jawab terhadap apa yang telah diyakininya. Seseorang yang telah mengambil sikap tertentu berdasarkan keyakinannya, dia harus berani mengambil resiko bila ada orang lain yang mencemoohkan atau adanya risiko lain.

  3. Tindakan atau Praktik (Practice) Seperti yang telah disebutkan di atas sikap adalah kecenderungan untuk bertindak (praktik). Sikap belum tentu terwujud dalam tindakan, sebab untuk terwujudnya tindakan perlu faktor antara lain adanya faktor lain antara lain adanya fasilitas atau sarana dan prasarana. Praktik atau tindakan ini dapat dibedakan menjadi 3 tingkatan menurut kualitasnya, yakni :

  8 a.

  Praktik terpimpin (guided response) Apabila subjek atau seseorang telah melakukan sesuatu terapi masih tergantung pada tuntunan atau menggunakan panduan.

  b. Praktik secara mekanisme (mechanism) Apabila subjek atau seeseorang telah melakukan atau mempraktikkan sesuatu hal secara otomatis maka disebut praktik atau tindakan mekanisme.

  c. Adopsi (adoption)

  Adopsi adalah suatu tindakan atau praktik yang sudah berkembang. Artinya, apa yang dilakukan tidak sekedar rutinitas atau mekanisme saja, tetapi sudah dilakukan modifikasi, atau tindakan atau perilaku yang berkualitas.

  Banyak faktor yang menyebabkan sulitnya meningkatkan status kesehatan gigi dan mulut anak di Indonesia. Tapi mungkin perlu dicermati satu hal yang teramat penting, yaitu peranan ibu. Ibu memegang peranan penting dalam keluarga, sebagai seorang istri dan ibu dari anak-anaknya. Figur pertama yang dikenal anak begitu ia lahir adalah ibunya. Oleh karena itu, perilaku dan kebiasaan ibu dapat dicontoh oleh

  17

  sang anak. Hal ini dapat dikontrol dengan pengawasan dan perilaku kesehatan

  16

  terhadap gigi anak oleh ibu dari sejak dini, yakni meliputi :

  1. Ibu hendaknya terbiasa untuk membantu dan mengajari anak saat sedang menyikat gigi. Bila ibu bersama-sama dengan anak melakukan pembersihan gigi, anak akan lebih termotivasi dan meniru contoh dari ibunya. Selain itu ibu juga dapat memperhatikan apakah cara sikat gigi anak sudah benar. Sebaiknya ibu tidak membiarkan anak sendirian atau hanya ditemani oleh pengasuhnya saat menyikat gigi. Pasta gigi dengan aneka rasa dan warna memang menarik bagi anak, dan formulanya sudah dirancang sedemikian rupa agar aman bila tertelan. Pasta gigi yang mengandung fluor sebaiknya diberikan setelah anak berusia 3 tahun yang mana ia

  16 sudah mampu berkumur.

  2. Ibu harus mengawasi jenis jajanan anak. Permen dan coklat atau makanan manis lain tetap dapat diberikan, namun perlu ditekankan tentang pentingnya

  16 menyikat dan membersihkan gigi sebelum tidur.

  3. Sebaiknya seorang ibu dapat meluangkan waktu untuk melihat dan memeriksa rongga mulut anak. Bila hal ini sering dilakukan, anak tidak akan terlalu merasa asing saat harus dibawa ke dokter gigi. Sehingga bila ada kelainan dalam

  16 rongga mulut anak dapat ditemukan sedini mungkin.

  Dari uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kesehatan gigi anak sangat dipengaruhi oleh perilaku kesehatan yang diterapkan ibu terhadap anaknya sejak dini. Ibu dapat menjadi pemandu yang baik dalam membantu anak memberikan

  16 pengetahuan untuk kesehatan giginya.

2.3 Plak Dental

  Plak adalah suatu lapisan yang menempel pada permukaan gigi yang kadang juga ditemukan pada gusi dan lidah. Lapisan ini tidak lain adalah sekumpulan sisa

  5

  makanan, bakteri dan mikroorganisme lainnya. Pembentukan plak tidak terjadi secara acak tetapi terjadi secara teratur. Pelikel yang berasal dari saliva atau cairan

  17 gingiva akan terbentuk terlebih dahulu pada gigi.

  Pelikel merupakan kutikel yang tipis, bening dan terdiri atas glikoprotein. Setelah pembentukan kutikel, bakteri tipe kokus terutama streptokokus akan melekat ke permukaan kutikel yang lengket, misalnya permukaan yang memungkinkan terjadinya perlekatan koloni bakteri. Organisme ini akan membelah dan membentuk koloni. Perlekatan mikro-organisme akan bertambah erat dengan adanya produksi dekstran dari bakteri sebagai produk sampingan aktivitas metabolisme, kemudian tipe organisme yang lain akan melekat pada masa dan flora gabungan yang padat

  

17

sehingga berisi bentuk organisme filamen.

2.3.1 Struktur Plak Dental

  Plak dental diklasifikasikan menjadi plak supragingival dan plak subgingival berdasarkan lokasinya pada permukaan gigi. Plak supragingival berada pada koronal dari tepi gingival. Plak supragingival yang berada tepat pada tepi gingival dinamakan secara khusus sebagai plak marginal. Plak subgingival adalah plak yang lokasinya apikal dari tepi gingival, di antara gigi dengan jaringan yang mendindingi sulkus gingiva. Secara morfologis, plak subgingival dibedakan pula atas plak subgingival

  18 dengan gigi dan plak subgingival yang berkaitan dengan jaringan.

  Plak supra dan subgingival hampir tiga perempat bagian terdiri atas bakteri.

  8 Terbukti bahwa 1 mg plak mengandung kurang lebih 3x10 bakteri. Plak yang

  terletak pada gigi dekat gingival, prosesnya akan berlangsung mulai dari marginak dan mengarah pada penyakit-penyakit periodontal (gingivitis marginal, periodontitis marginal, bahkan hinga abses periodontal). Di samping bakteri plak mengandung glikoprotein dan polisakarida ekstraseluler (PSE) yang bersama-sama membentuk

  19 matriks plak.

  2.3.2 Pembentukan Plak Dental

  Mekanisme pembentukan plak merupakan suatu pembelahan internal dan deposisi permukaan. Berbagai varietas bakteri akan melekat pada kolum ini dan berlipat ganda sehingga dalam 3-4 minggu akan terbentuk flora organisme yang mencerminkan adanya keseimbangan ekosistem organisme pada permukaan gigi.

  Penumpukan plak dental sudah dapat terlihat satu sampai dua hari setelah seseorang tidak melakukan prosedur higiene oral. Plak tampak sebagai massa globular berwarna putih, keabu-abuan atau kuning. Gesekan jaringan dan bahan makanan terhadap permukaan gigi akan membersihkan permukaan gigi, namun pembersihan yang demikian hanya efektif pada dua pertiga koronal permukaan gigi. Dengan demikian plak umumnya dijumpai pada sepertiga gingival permukaan gigi, karena pada daerah tersebut tidak terganggu oleh gesekan makanan maupun jaringan. Penumpukan plak lebih sering terjadi pada retakan, pit dan fisur pada permukaan

  18 gigi, di bawah restorasi yang berlebih dan sekitar gigi yang erupsinya tidak teratur.

  Lokasi dan laju pembentukan plak bervariasi di antara individu. Faktor yang mempengaruhi laju pembentukan plak adalah higiene oral, serta faktor faktor pejamu

  18 seperti diet dan komposisi serta laju aliran saliva.

  Penumpukan plak dalam jumlah sedikit yang tidak terlihat secara visual dapat dideteksi dengan cara menggesekkan probe atau eksplorer sepanjang sepertiga gingival permukaan gigi atau dengan menggunakan bahan pewarna plak (disclosing

  

solution ). Pembentukan plak interproksimal lebih sukar terlihat secara visual tetapi

  18 dapat dideteksi dengan probe atau eksplorer.

  2.3.3 Indeks Plak Quigley and Hein

  Indeks plak ini mengukur plak berdasarkan pada perluasan penumpukan plak pada permukaan gigi. Pengukuran pada setiap gigi kecuali gigi dengan tambalan. Dilakukan pada 2 sisi yaitu bagian bukal dan lingual dengan disclosing

  20 solution. Cara penghitungan skor:

  skor plak =

  

Gambar 1. Indeks plak Quigley and Hein

  Tabel 1. Kriteria penilaian skor plak gigi Skor Kriteria

  Tidak ada plak

  1 Bercak-bercak plak yang terpisah-pisah pada servikal margin gigi

  2 Lapisan plak tipis melingkari servikal margin ± 1 mm pada servikal margin gigi

  3 Lapisan plak yang lebih lebar dari 1 mm tapi menutupi kurang dari 1/3 mahkota gigi

  4 Lapisan plak yang menutupi lebih dari 1/3 tapi kurang dari 2/3 mahkota gigi

  5 Plak menutupi lebih dari 2/3 mahkota gigi

Dokumen yang terkait

Hubungan Kecerdasan Emosional Perawat dengan Perilaku Caring Perawat di RSU Kabanjahe

9 78 222

Hubungan Kecerdasan Emosional Ibu dengan Perilaku Memelihara Kesehatan Gigi dan Mulut Serta Indeks Plak Gigi Anak di TK.Y.P Kristen Andreas Medan

1 42 53

Hubungan Karakteristik dan Tindakan Ibu dalam Pemeliharaan Kesehatan Gigi dengan Status Kesehatan Gigi dan Mulut Anak di SD Kecamatan Medan Tuntungan”

14 137 83

Hubungan Perilaku Pemeliharaan Kesehatan Gigi dan Mulut Dengan Status Kesehatan Gigi dan Mulut Murid

0 75 1

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karies Gigi dan Prevalensinya - Hubungan Pengalaman Karies dan PUFA dengan Indeks Massa Tubuh pada Anak Usia 12-14 Tahun di Kecamatan Medan Helvetia dan Medan Tembung

0 0 15

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kecerdasan Emosional 2.1.1 Pengertian Kecerdasan Emosional - Pengaruh Kecerdasan Emosional dan Kecerdasan Spiritual Terhadap Kinerja Karyawan pada Dinas Perhubungan Provinsi Sumatera Utara

0 0 23

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perilaku Kesehatan 2.1.1. Pengertian Perilaku Kesehatan - Gambaran Pengetahuan dan Sikap Masyarakat Dalam Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut di Poli Gigi Puskesmas Medan Tuntungan Tahun 2015

0 0 35

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Pengaruh Kecerdasan Emosional Dan Kecerdasan Spiritual Terhadap Kinerja Karyawan Pt. Asuransi Ace Jaya Proteksi Medan

0 0 17

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Guru-Guru Sekolah Dasar tentang Kesehatan Gigi dan Mulut di Medan

0 0 13

Hubungan Kecerdasan Emosional Ibu dengan Perilaku Memelihara Kesehatan Gigi dan Mulut Serta Indeks Plak Gigi Anak di TK.Y.P Kristen Andreas Medan

0 0 11