Bukti Empiris Hubungan Antara Pertumbuha

Bukti Empiris Hubungan Antara Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Emisi CO2 di Indonesia

BAB I

PENDAHULUAN

I.1

Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu Negara yang memiliki laju pertumbuhan

ekonomi yang cukup tinggi di kawasan Asia tenggara, yaitu 6,49% pada tahun
2011 dan 6,23% pada tahun 2012. Pencapaian laju pertumbuhan ekonomi yang
tinggi tersebut tentunya menimbulkan dampak bagi lingkungan, karena pada
prinsipnya setiap perekonomian pasti menghadapi suatu trade-off.
Gambar 1.1 Laju Pertumbuhan PDB Tahun 2004-2012
LAJU PERTUMBUHAN (%)

7
6
5

4
3
2
1
0
2004

2005

2006

2007

2008

2009

2010

2011


2012

TAHUN

Sumber: BPS, diolah

Indonesia masuk dalam kategori Negara Sedang Berkembang (NSB) yang
dilihat dari kekayaan rata-rata, pemerataan, kualitas kehidupan, kualitas
lingkungan, keadilan sosial dan kesinambungan. Pada masa Orde Baru, struktur
ekonomi Indonesia mulai mengalami perubahan dari sektor pertanian ke sektor
industri. Perubahan struktur ekonomi Indonesia membuat pertumbuhan ekonomi
meningkat sekaligus menurunkan kualitas lingkungan.
Penurunan kualitas lingkungan pada sektor pertanian disebabkan oleh
penggunaan pupuk kimia secara berlebihan sehingga menyebabkan penurunan
kualitas tanah, tanah menjadi kering dan menggumpal; kurangnya pengetahuan
pelaku sektor pertanian akan jenis dan dosis pestisida yang tepat sehingga dapat
membahayakan kualitas air, udara, dan bahan makanan baik untuk manusia

Bukti Empiris Hubungan Antara Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Emisi CO2 di Indonesia


maupun flora dan fauna; kotoran ternak mengandung gas yang dapat
meningkatkan emisi CO2.
Penurunan kualitas lingkungan pada sektor pertambangan disebabkan oleh
pembakaran sumber energi fosil (misalnya: minyak bumi, batu bara) yang
melepaskan gas-gas, antara lain karbon dioksida (CO2), nitrogen oksida (NOx),
dan sulfur dioksida (SO2) yang menyebabkan pencemaran udara (hujan asam,
smog dan pemanasan global); eksploitasi minyak bumi, khususnya cara
penampungan dan pengangkutan minyak bumi yang tidak layak, misalnya:
bocornya tangker minyak atau kecelakaan lain akan mengakibatkan tumpahnya
minyak (ke laut, sungai atau air tanah) dapat menyebabkan pencemaran perairan;
masalah yang berkaitan dengan lapisan tanah muncul terutama dalam
pertambangan terbuka (Open Pit Mining). Lapisan batu bara terdapat di tanah
yang subur, sehingga bila tanah tersebut digunakan untuk pertambangan batu bara
maka lahan tersebut tidak dapat dimanfaatkan untuk pertanian atau hutan selama
waktu tertentu.
Penurunan kualitas lingkungan pada sektor industri disebabkan oleh
pencemaran udara akibat asap yang dikeluarkan sehingga menimbulkan
pemanasan global dan berbagai gangguan kesehatan; pencemaran air sekaligus
tanah di sekitar industri oleh limbah industri yang tidak diolah terlebih dahulu;

pencemaran suara akibat dari penggunaan mesin-mesin produksi; berkurangnya
luas hutan akibat penebangan liar tanpa reboisasi khususnya untuk industri mebel.
Dalam melihat penurunan kualitas lingkungan pada sektor pengangkutan
dan komunikasi, penulis akan lebih menitikberatkan pada sektor pengangkutan.
Meskipun

dalam

kenyataannya

sejak

tahun

2008,

sektor

komunikasi


menyumbangkan PDB yang lebih besar dibandingkan sektor pengangkutan,
namun penulis akan lebih fokus pada sektor pengangkutan karena dampaknya
terhadap lingkungan sangat dirasakan oleh masyarakat, yaitu polusi udara. Polusi
udara adalah berbagai jenis senyawa gas dan partikel yang keberadaannya dalam
proporsi tertentu dapat membahayakan manusia. Gas buang sisa pembakaran
kendaraan bermotor umumnya menghasilkan beberapa senyawa gas dan partikulat
yang dapat membahayakan kesehatan manusia. Polusi udara umumnya

Bukti Empiris Hubungan Antara Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Emisi CO2 di Indonesia

memberikan dampak terhadap sistem pernafasan manusia seperti kesulitan
bernafas, batuk, asma, kerusakan fungsi paru, penyakit pernafasan kronis dan
iritasi penglihatan. Tingkat keseriusan gangguan tersebut tergantung dari tingkat
pemaparan dan konsentrasi polutan yang merupakan fungsi dari volume dan
komposisi lalu lintas, kepadatan serta kondisi cuaca (Widiantono).
Sejak 2010 hingga 2012, emisi karbon yang mencemari udara Indonesia
mencapai 3,86 milyar ton, yang sebagian besar disumbang dari gas buang
kendaraan bermotor yang dipakai masyarakat sehari-hari sekitar 2,585 milyar ton,
dan sisanya disumbang oleh sektor industri sebesar 681 juta ton.
Dari segi positif sudah jelas bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia yang

tinggi akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan
pendapatan nasional. Namun, dampak negatif dirasakan pada alam sekitar.
Masalah ini tentunya menjadi dilematis yang cukup pelik karena menyangkut
disharmonitas antara pembangunan perekonomian pada satu sisi dan pelestarian
alam pada sisi yang lain.
Menteri Negara Lingkungan Hidup (MenLH) Balthasar Kambuaya
menyatakan bahwa upaya pengendalian pencemaran harus menjadi prioritas
pembangunan karena pembangunan tidak akan bisa dicapai bila mengabaikan
lingkungan lantaran dampak pencemaran dan kerusakan lingkungan justru
berakibat menambah beban ekonomi yang berdampak pada pembangunan.
(metronews.com)
Dari hasil penelitian Cost and Benefit Analysis on fuel Economy Policy in
Indonesia (CBA) di tahun 2012 kerja sama antara Kementerian Lingkungan
Hidup (KLH) dengan The Partnership for Clean Fuels and Vehicles (PCFV)
memperkirakan bahwa biaya kesehatan minimal dan maksimal penduduk Jakarta
per 2010 hingga 2012 berkisar Rp 697,9 miliar sampai dengan Rp 38,5 triliun.
Biaya besar ini merupakan akibat penyakit yang berkaitan dengan pencemaran
udara seperti asma broncopneumonia, ISPA, pneumonia, penyempitan saluran
pernafasan/paru kronis, dan coronary artery diseases.


Bukti Empiris Hubungan Antara Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Emisi CO2 di Indonesia

Melalui karya tulis ini, penulis berupaya untuk meneliti hubungan

pertumbuhan ekonomi yang diwakili dari PDB sektor pertanian, pertambangan,
industri, serta pengangkutan dan komunikasi terhadap kualitas lingkungan yang
diwakili dari emisi CO2, di Indonesia. Penulis akan menggunakan model Ordinary
Least Square (OLS) dan Enviromental Kuznets Curve (EKC) untuk meneliti
hubungan tersebut.

I.2

Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan, maka

pembahasan masalah dalam karya tulis ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana hubungan PDB sektor pertanian terhadap emisi CO2?
2. Bagaimana hubungan PDB sektor pertambangan terhadap emisi CO2?
3. Bagaimana hubungan PDB sektor industri terhadap emisi CO2?
4. Bagaimana hubungan PDB sektor pengangkutan dan komunikasi terhadap

emisi CO2?
5. Kebijakan apa yang perlu dilakukan untuk mengatasi pencemaran
tersebut?

I.3

Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang ada maka penelitian ini bertujuan

untuk:
1. Mengetahui hubungan PDB sektor pertanian terhadap emisi CO2.
2. Mengetahui hubungan PDB sektor pertambangan terhadap emisi CO2.
3. Mengetahui hubungan PDB sektor industri terhadap emisi CO2.
4. Mengetahui hubungan PDB sektor pengangkutan dan komunikasi terhadap
emisi CO2.
5. Memberikan gagasan pikiran berupa tawaran solusi atau strategi untuk
mengatasi pencemaran tersebut.

Bukti Empiris Hubungan Antara Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Emisi CO2 di Indonesia


I.4

Manfaat Penelitian

Penelitian ini dapat bermanfaat bagi pemerintah, mahasiswa/masyarakat,
dan bagi penulis sendiri. Manfaat-manfaat tersebut antara lain:
Bagi pemerintah, diharapkan penelitian ini dapat dijadikan pertimbangan
dalam implementasi kebijakan yang berhubungan dengan kualitas lingkungan
hidup.
Bagi mahasiswa/masyarakat, diharapkan dapat lebih memahami dan
menyadari dampak negatif yang ditimbulkan oleh emisi CO2 sehingga menjadi
lebih bijak dalam membuat keputusan serta berpartisipasi untuk menjaga
kelestarian lingkungan.
Bagi penulis, penelitian ini dapat menjadi bahan pembelajaran dalam
mengaplikasikan ilmu pengetahuan yang diperoleh selama proses perkuliahan.

I.5

Sistematika Penulisan
Karya tulis ini disusun dengan sistematika yang dibagi menjadi empat bab,


yaitu:
Bab I :

Pendahuluan
Pada bab ini diuraikan mengenai latar belakang penulisan, rumusan
masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, dan sistematika
penulisan.

Bab II :

Tinjauan Pustaka
Pada bab ini berisi mengenai uraian tentang kajian pustaka yang
menimbulkan gagasan yang mendasari penulisan karya tulis ini.

Bab III :

Pembahasan
Pada bab ini berisi pembahasan tentang keterkaitan antara faktorfaktor dari data yang diperoleh dari masalah yang kemudian
diajukan untuk menyelesaikan masalah tersebut.


Bukti Empiris Hubungan Antara Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Emisi CO2 di Indonesia

Bab IV :

Penutup

Pada bab ini berisi kesimpulan dan saran.

Bukti Empiris Hubungan Antara Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Emisi CO2 di Indonesia

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1

Pengertian
Emisi CO2 Kt Ton
Karbon dioksida (CO2) atau zat asam arang adalah sejenis senyawa kimia
yang terdiri dari dua atom oksigen yang terikat secara kovalen dengan
sebuah atom karbon. Ia berbentuk gas pada keadaan temperatur dan
tekanan standar dan hadir di atmosfer bumi (wikipedia.org)
Produk Domestik Bruto Sektor Pertanian (PTN)
Produk Domestik Bruto sektor pertanian merupakan jumlah nilai tambah
atas barang dan jasa yang dihasilkan hanya dari sektor pertanian dalam
satu tahun yang dinyatakan dalam triliun rupiah (bps.go.id).
Produk Domestik Bruto Sektor Pertambangan (PTM)
Produk Domestik Bruto sektor pertambangan merupakan jumlah nilai
tambah atas barang dan jasa yang dihasilkan hanya dari sektor
pertambangan dalam satu tahun yang dinyatakan dalam triliun rupiah
(bps.go.id).
Produk Domestik Bruto Sektor Industri (IDT)
Produk Domestik Bruto sektor industri merupakan jumlah nilai tambah
atas barang dan jasa yang dihasilkan hanya dari sektor industri dalam satu
tahun yang dinyatakan dalam triliun rupiah (bps.go.id).
Produk Domestik Bruto Sektor Pengangkutan dan Komunikasi
(PKOM)
Produk Domestik Bruto sektor pengangkutan dan komunikasi merupakan
jumlah nilai tambah atas barang dan jasa yang dihasilkan hanya dari sektor

Bukti Empiris Hubungan Antara Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Emisi CO2 di Indonesia

pengangkutan dan komunikasi dalam satu tahun yang dinyatakan dalam
triliun rupiah (bps.go.id).

II.2

Sumber Daya Alam dan Pertumbuhan Ekonomi
Hubungan antara pertumbuhan ekonomi dengan sumber daya alam tidak

sama dengan hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan tersedianya barang
sumber daya lain yang dipakai dalam proses produksi. Semakin cepat proses
pertumbuhan ekonomi yang diinginkan, maka semakin banyak pula barang
sumber daya atau faktor produksi yang diperlukan dalam proses produksi. Dengan
semakin banyaknya sumber daya atau faktor produksi yang diperlukan pada
gilirannya akan mengurangi tersedianya faktor produksi (Sutikno dan Maryunani,
2006)
Pada negara-negara sedang berkembang, termasuk Indonesia, yang
menuntut terjadinya percepatan ekonomi, menuntut semakin banyak pula sumber
daya alam yang dieksploitasi sehingga semakin sedikit jumlah persediannya.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa ada hubungan yang positif antara jumlah
dan kualitas barang sumber daya (selain sumber daya alam) dengan pertumbuhan
ekonomi, tetapi sebaliknya ada hubungan yang negatif antara pertumbuhan
ekonomi dan persediaan sumber daya alam yang ada di bumi.
Gambar 2.1 Hubungan Sumber Daya dengan Pertumbuhan Ekonomi

8

Bukti Empiris Hubungan Antara Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Emisi CO2 di Indonesia

Gambar 2.1 menunjukkan hubungan antara tersedianya sumber daya

dengan pertumbuhan ekonomi. Sumbu vertikal menggambarkan ketersediaan
sumber daya (selain sumber daya alam) dan sumbu horizontal menggambarkan
tingkat pertumbuhan ekonomi. Hubungan positif dari gambar tersebut dapat
dilihat dari kemiringannya yang positif (ke kanan). Kurva tersebut menunjukkan
bahwa jika pertumbuhan ekonomi mengalami peningkatan misalnya dari Y1 ke Y2
akan menyebabkan meningkatnya jumlah ketersediaan sumber daya dari SD1 ke
SD2.
Gambar 2.2 Hubungan Sumber Daya Alam dengan Pertumbuhan Ekonomi

Gambar 2.2 menunjukkan hubungan antara tersedianya sumber daya alam
dengan pertumbuhan ekonomi. Sumbu vertikal menggambarkan ketersediaan
sumber daya alam,

sedangkan sumbu horizontal menggambarkan laju

pertumbuhan ekonomi. Hubungan negatif dari gambar tersebut dapat dilihat dari
kemiringan yang negatif (ke kiri). Kurva tersebut menunjukkan jika pertumbuhan
ekonomi mengalami peningkatan misalnya dari Y1 ke Y2, akan menyebabkan
turunnya jumlah ketersediaan sumber daya alam dari SDA1 ke SDA2.
Selain dapat mengurangi sumber daya alam, pertumbuhan ekonomi juga
mempunyai dampak negatif terhadap lingkungan, karena percepatan pertumbuhan
ekonomi biasanya diikuti dengan peningkatan sektor industri. Peningkatan sektor
industri akan diikuti dengan meningkatnya tingkat pencemaran terhadap
lingkungan akibat limbah proses produksi sehingga menimbulkan polusi bagi air,
tanah, dan juga udara.
9

Bukti Empiris Hubungan Antara Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Emisi CO2 di Indonesia

Gambar 2.3 Hubungan Pencemaran Lingkungan dengan Pertumbuhan
Ekonomi

Gambar 2.3 menunjukkan hubungan pertumbuhan ekonomi dengan
pencemaran lingkungan. Sumbu vertikal menunjukkan tingkat pencemaran, dan
sumbu horizontal

menunjukkan tingkat

pertumbuhan ekonomi. Apabila

pertumbuhan ekonomi meningkat, misalnya dari Y1 ke Y2, akan diikuti dengan
meningkatnya tingkat pencemaran lingkungan dari P1 ke P2. Di satu sisi kegiatan
proses produksi barang dan jasa dapat menghasilkan sesuatu yang positif bagi
manusia, tetapi di sisi lain proses produksi barang dan jasa menghasilkan sesuatu
yang negatif karena menghasilkan polusi atau limbah.
Gambar 2.4 Implikasi Positif dan Negatif Kegiatan Industrialisasi
Bagi Manusia dan Makhluk Hidup

10

Bukti Empiris Hubungan Antara Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Emisi CO2 di Indonesia

Gambar 2.4 menunjukkan bahwa proses industrialisasi memiliki dampak

positif bagi manusia melalui terpenuhinya jumlah barang dan jasa yang harus
dikonsumsi untuk kebutuhan hidup manusia. Tetapi proses industrialisasi juga
mempunyai dampak negatif. Pertama, cadangan sumber daya alam akan semakin
menipis yang akan menyebabkan harga barang meningkat dan generasi yang akan
datang tidak bisa menikmatinya. Kedua, akan menyebabkan pencemaran
lingkungan, yang akan mengganggu keseimbangan lingkungan dan pada
gilirannya akan mengancam hidup manusia dan makhluk hidup lainnya.

II.3

Teori Kuznets
Teori yang menghubungkan degradasi lingkungan dengan tingkat

pendapatan per kapita sebuah negara dikenal sebagai Environmental Kuznets
Curve (EKC). Hipotesis ini mengemukakan bahwa ketika pendapatan suatu
negara masih tergolong rendah, perhatian negara tersebut akan tertuju pada cara
meningkatkan pendapatan negara, baik melalui produksi, investasi yang
mendorong terjadinya peningkatan pendapatan dengan mengesampingkan
permasalahan kualitas lingkungan. Pertumbuhan pendapatan akan diiringi dengan
kenaikan tingkat polusi, dan kemudian menurun lagi dengan kondisi pertumbuhan
pendapatan tetap berjalan. Teori ini didasarkan pada permintaan terhadap kualitas
lingkungan yang meningkatkan pengawasan sosial dan regulasi pemerintah
sehingga masyarakat akan lebih sejahtera (Mason dan Swanson, 2003).

Bukti Empiris Hubungan Antara Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Emisi CO2 di Indonesia

Gambar 2.5 Kuznets Curve

Sumber: Andreoni & Levinson, 2004
Ketika pendapatan suatu negara terus bertumbuh seiring pembangunan
ekonomi, produksi manufaktur akan menyumbang sejumlah yang besar terhadap
produk nasional domestik. Secara umum, industrialisasi berawal dari industri
kecil dan kemudian bergerak ke industri berat. Ini adalah tahap tingkat pendapatan
medium, peningkatan penggunaan sumber daya alam, dan intensifikasi dari
degradasi

lingkungan.

Dan

akhirnya

tahap

pembangunan

menguasai

industrialisasi dengan memperluas andil pada produk nasional domestik, ketika
kegiatan industri semakin berkembang dengan stabil. Pada tahap ini utilitas bahan
baku akan berkurang, pembuangan atau sampah per unit produksi akan
meningkat.
Penjelasan mengenai terjadinya inverted U pada kurva Kuznets adalah
sebagai berikut :
1. Terjadinya pergeseran transformasi dari sektor pertanian ke sektor industri
karena adanya dorongan investasi asing. Pada tingkat pendapatan rendah di negara
berkembang, pendapatan industri masih rendah dan akan meningkat seiring
peningkatan pendapatan. Peningkatan sektor indutri ini menyebabkan polusi di
negara sedang berkembang juga akan mengalami peningkatan dan ketika terjadi
transformasi dari sektor industri ke sektor jasa, polusi akan menurun seiring
peningkatan pendapatan.
12

Bukti Empiris Hubungan Antara Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Emisi CO2 di Indonesia

2. Permintaan akan kualitas lingkungan akan mengalami peningkatan seiring
dengan peningkatan pendapatan. Hal ini bermula ketika pendapatan masih rendah,
sulit bagi pemerintah negara berkembang untuk melakukan proteksi terhadap
lingkungan. Ketika pendapatan mulai meningkat, masyarakat mulai mampu untuk
membayar kerugian lingkungan akibat dari kegiatan ekonomi. Pada tahap ini
masyarakat mau mengorbankan konsumsi barang demi terlindunginya lingkungan
(Andreoni & Levinson, 2004).
Kekurangan utama pada model Enviromental Kuznets Curve yaitu tidak
dijelaskan secara jelas mengapa kenaikan pada tingkat pendapatan mempengaruhi
penurunan tingkat degradasi lingkungan yang disebabkan oleh polutan. Menurut
Ekins (1997) dan Munasinghe (1998), para peneliti memiliki argumen yang
berbeda tentang elemen-elemen yang berkorelasi dengan variabel ini. Beberapa
dari peneliti percaya bahwa peningkatan kualitas lingkungan terjadi secara alami
melalui proses pembangunan ekonomi. Dengan kata lain, peningkatan kualitas
lingkungan merupakan faktor endogenous dari proses tersebut. Dalam studi yang
dilakukan Munasinghe (1998) ditunjukkan bahwa willingness to pay (WTP)
terhadap barang dan jasa lingkungan dipengaruhi oleh tingkat kesadaran
lingkungan dari tiap-tiap individu. Jika produsen tidak membayar biaya polusi
yang dibuang ke lingkungan, maka peningkatan produksi akan selalu
meningkatkan tingkat polusi. Namun ketika produsen membayar biaya sosial
marjinal polusi, maka hubungan antara emisi dengan pendapatan akan secara
langsung bergantung pada teknologi dan preferensi.

Bukti Empiris Hubungan Antara Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Emisi CO2 di Indonesia

BAB III

PEMBAHASAN

III.1

Hasil Uji Ordinary Least Square (OLS)
Data dari emisi CO2, PDB sektor pertanian, pertambangan, industri, serta

sektor pengangkutan dan komunikasi, dapat dilihat pada lampiran tabel A.1. Data
tersebut sudah melewati uji Mackinnon, White and Davidson (MWD) dan uji
Asumsi Klasik.
Model:

LEMISI = f (LPTN, LPTM, LIDT, LPKOM)
LEMISI = α0 + α1 LPTN + α2 LPTM + α3 LIDT + α4 LPKOM

Dimana:

LEMISI = emisi CO2 (dalam satuan Kt Ton)
LPTN

= PDB Indonesia sektor pertanian (dalam Triliun

Rupiah)
LPTM

= PDB Indonesia sektor pertambangan (dalam Triliun
Rupiah)

LIDT

= PDB Indonesia sektor industri (dalam Triliun Rupiah)

LPKOM = PDB Indonesia sektor pengangkutan dan komunikasi
(dalam Triliun Rupiah)

Hipotesis untuk Uji–t:
Ho

: PDB sektor x secara individu tidak berpengaruh secara
signifikan terhadap emisi CO2

Ha

: PDB sektor x secara individu berpengaruh secara
signifikan terhadap emisi CO2

Bukti Empiris Hubungan Antara Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Emisi CO2 di Indonesia

Hipotesis untuk Uji–F:
Ho

: PDB sektor n secara bersama-sama tidak berpengaruh
secara signifikan terhadap emisi CO2

Ha

: PDB sektor n secara bersama-sama berpengaruh secara
signifikan terhadap emisi CO2

Hasil regesi model linear dapat dilihat pada lampiran tabel A.2.
LEMISI = 8.065 + 1.205 LPTN + 0.055 LPTM – 0.607 LIDT + 0.315 LPKOM

Hasil Uji t-hitung:


Probabilitas t-hitung variabel LPTN (0.015) < 0.05 = signifikan. Artinya,
secara individu variabel LPTN berpengaruh secara signifikan terhadap



variabel LEMISI.
Probabilitas t-hitung variabel LPTM (0.810) > 0.05 = tidak signifikan.
Artinya, secara individu variabel LPTM tidak berpengaruh secara



signifikan terhadap variabel EMISI.
Probabilitas t-hitung variabel LIDT (0.104) > 0.05 = tidak signifikan.
Artinya, secara individu variabel LIDT tidak berpengaruh secara



signifikan terhadap variabel LEMISI.
Probabilitas t-hitung variabel LPKOM (0.0096) < 0.05 = signifikan.
Artinya, secara individu variabel LPKOM berpengaruh secara signifikan
terhadap variabel LEMISI.

Hasil Uji F-hitung:


Probabilitas F-hitung (0.000) < 0.05 = signifikan. Artinya, secara bersamasama variabel LPTN, LPTM, LIDT, dan LPKOM berpengaruh secara
signifikan terhadap variable LEMISI.

Bukti Empiris Hubungan Antara Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Emisi CO2 di Indonesia

Hasil Uji Adj. R–Squared


Nilai Adj. R-Squared adalah 0.9870. Artinya, bahwa variasi perubahan
variabel LEMISI (variabel dependen) yang dapat dijelaskan oleh variabel
LPTN, LPTM, LIDT dan LPKOM (variabel independen) sebesar 98.70%
dan sisanya sebesar 1.30% dapat dijelaskan oleh variabel independen lain
di luar model.

III.2

Environmental Kuznets Curve

3.2.1. Model estimasi hubungan antara PDB sektor pertanian terhadap emisi
CO2, diperoleh dari hasil pengolahan data adalah sebagai berikut:
Emisi = 233376.7 - 1366.52 PTN + 7.045 PTN2
Prob. F-statistik = 0.000
R-Squared = 0.9726
Model ini bisa digunakan untuk mengestimasi pengaruh PDB sektor
pertanian terhadap emisi CO2 di Indonesia karena Prob. F-statistik = 0.000
< 0.05. Dilihat dari nilai R-Squared sebesar 97.26 %, artinya bahwa variasi
perubahan variabel emisi CO2 yang dapat dijelaskan oleh variabel PTN
sebesar 97.26 % dan sisanya 2.73 % dapat dijelaskan oleh variabel
independen lain di luar model. Hubungan diantara PDB sektor pertanian
dengan emisi CO2 di Indonesia dapat dilihat pada gambar 3.1. Pada
gambar tersebut, kurva yang terbentuk hampir menyerupai huruf U
terbalik, namun bentuknya masih setengah (belum sempurna). Hal ini
berarti bahwa semakin tinggi PDB di sektor pertanian akan diiringi dengan
peningkatan emisi CO2. Namun ketika PDB di sektor pertanian telah
mencapai tingkat tertentu yang ditunjukkan oleh titik optimum kuva U
terbalik, peningkatan PDB akan menurunkan emisi CO2. Hal tersebut
dikarenakan

para

pelaku

sektor

pertanian

sudah

lebih

memperhatikan/peduli terhadap kualitas lingkungan, seperti penggunaan
berbagai pupuk dan pestisida yang lebih ramah lingkungan, dll.

Bukti Empiris Hubungan Antara Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Emisi CO2 di Indonesia

Gambar 3.1 Hubungan PDB Sektor Pertanian Terhadap Emisi CO2
500000

EMISI CO2

400000
300000
200000
100000
0
0

3.2.2

100

200
300
PDB PERTANIAN

400

Model estimasi hubungan antara PDB sektor pertambangan terhadap emisi
CO2, diperoleh dari hasil pengolahan data adalah sebagai berikut:
Emisi = 1861918 - 25385.40 PTM + 96.974 PTM2
Prob. F-statistik = 0.003
R-Squared = 0.7213
Model ini bisa digunakan untuk mengestimasi pengaruh PDB sektor
pertambangan terhadap emisi CO2 di Indonesia karena Prob. F-statistik =
0.003 < 0.05. Dilihat dari nilai R-Squared sebesar 72.13%, artinya bahwa
variasi perubahan variabel emisi CO2 yang dapat dijelaskan oleh variabel
PTM sebesar 72.13% dan sisanya 27.87% dapat dijelaskan oleh variabel
independen lain di luar model. Hubungan diantara PDB sektor
pertambangan dengan emisi CO2 di Indonesia dapat dilihat pada gambar
3.2. Pada gambar tersebut, kurva yang terbentuk hampir menyerupai huruf
U terbalik, namun bentuknya masih setengah (belum sempurna). Hal ini
berarti bahwa semakin tinggi PDB di sektor pertambangan akan diiringi
dengan peningkatan emisi CO2. Namun ketika PDB di sektor
pertambangan telah mencapai tingkat tertentu yang ditunjukkan oleh titik
optimum kuva U terbalik, peningkatan PDB akan menurunkan emisi CO2.
Hal tersebut dikarenakan para pelaku sektor pertambangan sudah lebih

Bukti Empiris Hubungan Antara Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Emisi CO2 di Indonesia

memperhatikan/peduli terhadap kualitas lingkungan, seperti penggunaan
teknologi atau mesin-mesin yang lebih ramah lingkungan, reboisasi hutan,
dll.

Gambar 3.2 Hubungan PDB Sektor Pertambangan Terhadap Emisi CO2
500000

EMISI CO2

400000
300000
200000
100000
0
0

50

100

150

200

PDB PERTAMBANGAN

3.2.3

Model estimasi hubungan antara PDB sektor industri terhadap emisi CO2,
diperoleh dari hasil pengolahan data adalah sebagai berikut:
Emisi = 249932.3 - 438.4231 IDT + 1.3071 IDT2
Prob. F-statistik = 0.000
R-Squared = 0.9548
Model ini bisa digunakan untuk mengestimasi pengaruh PDB sektor
industri terhadap emisi CO2 di Indonesia karena Prob. F-statistik = 0.000 <
0.05. Dilihat dari nilai R-Squared sebesar 95.48%. Artinya, bahwa variasi
perubahan variabel emisi CO2 yang dapat dijelaskan oleh variabel IDT
sebesar 95.48% dan sisanya 4.52 % dapat dijelaskan oleh variabel
independen lain di luar model. Hubungan diantara PDB sektor industri
pengolahan dengan emisi CO2 di Indonesia dapat dilihat pada gambar 3.3.
Pada gambar tersebut, kurva yang terbentuk hampir menyerupai huruf U
terbalik, namun bentuknya masih setengah (belum sempurna). Hal ini

Bukti Empiris Hubungan Antara Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Emisi CO2 di Indonesia

berarti bahwa semakin tinggi PDB di sektor industri akan diiringi dengan
peningkatan emisi CO2. Namun ketika PDB di sektor industri telah
mencapai tingkat tertentu yang ditunjukkan oleh titik optimum kuva U
terbalik, peningkatan PDB akan menurunkan emisi CO2. Hal tersebut

dikarenakan para pelaku sektor industri sudah lebih memperhatikan/peduli
terhadap kualitas lingkungan, seperti penggunaan mesin-mesin yang lebih
ramah lingkungan, teknologi pengolahan limbah yang lebih baik, membuat
hutan buatan, dll.
Gambar 3.3 Hubungan PDB Sektor Industri Terhadap Emisi CO2
500000

EMISI CO2

400000
300000
200000
100000

INDUSTRI

0
0

200

400

600

PDB INDUSTRI

3.2.4

Model estimasi hubungan antara PDB sektor pengangkutan dan
komunikasi terhadap emisi CO2, diperoleh dari hasil pengolahan data
adalah sebagai berikut:
Emisi = 188763.8 + 1461.631 PKOM - 0.6487 PKOM2
Prob. F-statistik = 0.000
R-Squared = 0.9698
Model ini bisa digunakan untuk mengestimasi pengaruh PDB sektor
pengangkutan dan komunikasi terhadap emisi CO2 di Indonesia karena
Prob. F-statistik = 0.000 < 0.05. Dilihat dari nilai R-Squared sebesar
96.98%, artinya bahwa variasi perubahan variabel Emisi CO2 yang dapat

Bukti Empiris Hubungan Antara Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Emisi CO2 di Indonesia

dijelaskan oleh variabel PKOM sebesar 96.98% dan sisanya 3.02% dapat
dijelaskan oleh variabel independen lain di luar model. Hubungan diantara
PDB sektor pengangkutan dan komunikasi dengan emisi CO2 di Indonesia

dapat dilihat pada gambar 3.4. Pada gambar tersebut, kurva yang terbentuk
hampir menyerupai huruf U terbalik, namun bentuknya masih setengah
(belum sempurna). Hal ini berarti bahwa semakin tinggi PDB di sektor
pengangkutan dan komunikasi akan diiringi dengan peningkatan emisi
CO2. Namun ketika PDB di sektor pengangkutan dan komunikasi telah
mencapai tingkat tertentu yang ditunjukkan oleh titik optimum kuva U
terbalik, peningkatan PDB akan menurunkan emisi CO2. Hal tersebut
dikarenakan para pelaku sektor pengangkutan dan komunikasi sudah lebih
memperhatikan/peduli terhadap kualitas lingkungan, seperti penggunaan
kendaraan bertenaga surya/ramah lingkungan, menggunakan bahan bakar
pertamax untuk kendaraan bermotor, teknologi komunikasi yang lebih
canggih, dll.
Gambar 3.4 Hubungan PDB Sektor Pengangkutan dan Komunikasi
Terhadap Emisi CO2
500000

EMISI CO2

400000
300000
200000
100000
0
0

50

100

150

200

PDB PENGANGKUTAN

250

Bukti Empiris Hubungan Antara Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Emisi CO2 di Indonesia

BAB IV

PENUTUP

IV.1

Kesimpulan
Penelitian ini melihat hubungan pertumbuhan ekonomi yang diwakili dari

PDB sektor pertanian, pertambangan, industri, serta pengangkutan dan
komunikasi terhadap kualitas lingkungan yang diwakili dari emisi CO2, di
Indonesia. Alat analisis yang digunakan adalah model Ordinary Least Square
(OLS), hipotesis Enviromental Kuznets Curve (EKC). Ketiga uji tersebut
menghasilkan kesimpulan sebagai berikut:
1. Dari hasil uji t-hitung, sektor yang berpengaruh signifikan terhadap emisi
CO2 adalah sektor pertanian serta sektor pengangkutan dan komunikasi,
sedangkan sektor pertambangan, dan industri, tidak berpengaruh secara
signifikan. Namun ketika dilihat pengaruhnya secara bersama-sama
dengan menggunakan uji F-hitung, keempat sektor tersebut berpengaruh
secara signifikan terhadap emisi CO2. Begitu pula ketika diuji
menggunakan Adj. R-Squared keempat sektor mampu menjelaskan variasi
perubahan emisi CO2 sebesar 98.70%. Oleh sebab itu pemerintah
sebaiknya semakin memperhatikan kualitas lingkungan melalui kebijakankebijakan yang dikeluarkan, juga dalam implementasi di lapangan harus
dipantau apakah kebijakan yang dibuat telah dilaksanakan dengan baik,
seperti kebijakan AMDAL. Pelaku keempat sektor tersebut juga sebaiknya
memperhitungkan biaya pencemaran ke dalam perhitungan biaya
produksi.
2. Melalui gambar yang ditunjukkan oleh Environmental Kuznets Curve
dapat disimpulkan bahwa keempat sektor tersebut telah mengikuti
hipotesis U terbalik namun bentuk kurva belum sempurna, hal ini
membuktikan bahwa Indonesia sebagai Negara Sedang Berkembang masih
lebih berfokus pada pertumbuhan ekonomi yang tinggi dibandingkan
kualitas lingkungan yang bersih dan nyaman. Kondisi seperti ini akan

Bukti Empiris Hubungan Antara Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Emisi CO2 di Indonesia

terus terjadi hingga disuatu titik optimum, pendapatan masyarakat
meningkat sehingga kesejahteraanpun meningkat. Pada kondisi tersebut
masyarakat akan mulai memperhatikan kualitas lingkungan hidup.
Keempat sektor akan menggunakan faktor-faktor produksi yang lebih
ramah lingkungan dalam aktivitas ekonominya.

IV.2

Saran

Menjaga Kawasan Hutan Konservasi
Menjaga kualitas lingkungan agar tetap bersih dan nyaman dapat dimulai
dengan menjaga kawasan hutan konservasi. Jika diibaratkan seperti manusia,
hutan merupakan paru-paru suatu kawasan. Hutan yang seharusnya berfungsi
menyerap karbon kini tidak dapat menjalankan fungsinya dengan maksimal
karena semakin banyaknya hutan yang dirusak. Masalah alih fungsi lahan kini
bukan hanya sekedar isu melainkan telah terbukti nyata, banyak kawasan hutan
yang kini telah beraih fungsi menjadi lahan perkebunan maupun pertambangan.
Seyogyanya hutan konservasi dijaga dan dipelihara kelestariannya, melakukan
reboisasi di kawasan hutan yang rusak, serta revitalisasi hutan. Tentunya
diperlukan komitmen yang sungguh-sungguh dari pemerintah, masyarakat sekitar
hutan, koorporasi, lembaga swadaya, untuk bersama-sama menjaga level hutan
tetap berada pada kondisi lestari.
Pembangunan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Pemukiman
Menjaga kawasan hutan konservasi bukanlah merupakan lokomotif utama
solusi dalam permasalahan ini karena pencemaran akibat emisi Co2 sungguh lebih
dirasakan oleh masyarakat yang tinggal di kawasan pemukiman padat penduduk.
Kawasan pemukiman dapat dijadikan obyek konservasi lingkungan. Selama ini
pembangunan ruang terbuka hijau yang seharusnya berfungsi sebagai penyerap
karbon di kawasan tersebut justru mengarah ke fasilitas publik yang digunakan
oleh masyarakat untuk berolahraga, lapangan olahraga, sarana bermain, bersantai,
dll. Sangat sedikit terlihat pohon-pohon besar yang berada disekitarnya sebagai
penyerap karbon, melainkan hanya tanaman-tanaman hias dan rumput-rumput

Bukti Empiris Hubungan Antara Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Emisi CO2 di Indonesia

hijau. Pemerintah daerah setempat perlu memikirkan keefektifan pembangunan
ruang hijau ini. Pemerintah daerah sebaiknya membuat kebijakan seperti, setiap
pembangunan fasilitas sosial dan publik, seperti sekolah, rumah sakit, kantor
polisi, perkantoran, wajib menyediakan lahan untuk ditanami pepohonan yang
rindang.
Gerakan Penghijauan Kota
Gerakan penghijauan kota sebenarnya telah banyak dilakukan di beberapa
kota terutama di kota-kota besar. Hanya saja kegiatan baik ini tidak
dimaksimalkan hingga ke tahap perawatan. Seperti misalnya, para pelajar
bersama-sama mangadakan gerakan menanam 1000 pohon. Kegiatan ini “baik”
hanya sampai pada proses menanam, akan tetapi setelah itu hanya ditinggalkan
begitu saja tanpa dilakukan proses perawatan hingga menjadi pohon yang dapat
tumbuh dan bertahan dalam jangka waktu yang lama. Jika kegiatan ini terus
dilakukan tanpa adanya pemantauan kembali maka hanya akan menimbulkan
inefisiensi.
Desa sebagai Penyangga Lingkungan Hidup
Desa sebagai sentra pertanian dapat sekaligus menjadi kawasan penyangga
lingkungan dengan cara dilindungi lingkungannya. Kawasan desa yang masih asri
hendaknya dijaga dan tidak dialih fungsikan seperti yang terjadi pada kawasan
hutan. Masyarakat desa perlu mendapatkan edukasi dari pemerintah tentang
betapa pentingnya lahan pertanian dan hutan yang mereka miliki, untuk menjaga
kelestarian lingkungan. Pemerintah dapat memberikan penghargaan sebagai Duta
Lingkungan Desa, kepada masyarakat yang peduli terhadap lingkungannya. Gelar
ini diharapkan dapat menambah kepedulian masyarakat desa akan pentingnya
menjaga kelestarian lingkungan, dan mereka dapat menggerakkan warga sekitar
untuk turut serta menjaga kelestarian lingkungan.
Duta Lingkungan
Duta lingkungan seperti yang telah dijelaskan sebelumnya dapat pula
diterapkan di perkotaan. Kementerian Lingkungan Hidup dapat bekerjasama
dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk menjangkau para pelajar,

Bukti Empiris Hubungan Antara Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Emisi CO2 di Indonesia

mulai dari Taman Kanak-kanak hingga Perguruan Tinggi, untuk menjalankan
gerakan peduli lingkungan. Para pelajar yang terpilih, diberi gelar sebagai Duta
Lingkungan Hidup dan diberikan misi untuk menjaga kelestarian lingkungan
disekitarnya, dan mengajak rekan-rekannya untuk bersama-sama menjaga
kelestarian lingkungan. Setiap bulannya, para duta ini dapat dikumpulkan per
kawasan untuk diberikan pelatihan, berbagi pengalaman antar sesama duta, serta
evaluasi kinerja. Setiap tahun pemerintah pusat dapat mengadakan Gathering
Nasional Duta Lingkungan Hidup, dimana seluruh duta berkumpul dan bersamasama membagikan semangat menjaga kelestarian lingkungan kepada seluruh
masyarakat. Hal ini tentunya lebih berguna dibandingkan memberikan gelar Duta
Lingkungan Hidup kepada seseorang yang sifatnya hanya formalitas dan
berfungsi normatif saja.
Pengawasan dan Evaluasi
Pemerintah telah mengeluarkan beberapa kebijakan terkait dengan
lingkungan. Dilihat dari segi aturan sudah cukup baik dan jika hal-hal tersebut
dilaksanakan dengan baik, kelestarian lingkungan dapat terjaga. Masalah yang
terjadi adalah masih banyak pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab yang
sering berkompromi dengan kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah tersebut.
Tentunya hal ini membuat kebijakan yang dikeluarkan tidak berfungsi
sebagaimana mestinya. Oleh sebab itu pemerintah perlu melakukan pengawasan
dan evaluasi secara menyeluruh dan berkesinambungan terkait implementasi di
lapangan, juga berani memberikan sanksi tegas bagi individu atau pihak yang
melanggar.

Bukti Empiris Hubungan Antara Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Emisi CO2 di Indonesia

Pembiayaan Pencemaran Lingkungan (suatu model)
Model:

X = f (Y)
X=a+bY

Dimana:

X = Luas hutan buatan
a = Konstanta
b = Indeks pencemaran
Y = Pencemaran

Dari model diatas dapat menjelaskan beberapa hal terkait dengan
pembiayaan pencemaran. Ketika pencemaran (Y) sebesar 0 (nol) atau dengan kata
lain suatu industri yang baru akan melakukan produksi (produksi masih 0), maka
industri tersebut sudah harus menyediakan hutan buatan (X) sebesar “a”. Jika Y
meningkat maka X juga harus bertambah. Melalui model ini dapat disimpulkan
bahwa pencemaran sudah dimasukkan dalam perhitungan biaya produksi dalam
membuat barang.
Model

ini

masih

sangat

sederhana

dan

dimungkinkan

untuk

dikembangkan. Variable X tidak hanya berbicara mengenai hutan buatan,
melainkan segala sesuatu yang dapat mengganti kerugian akibat pencemaran.