Pokok pokok Pemikiran Filsafat Konfusian

Pokok-pokok Pemikiran Filsafat Konfusianisme dan Taoisme

1

oleh:
Yasintus T. Runesi
61104048

PENGANTAR
Tiga (3) hal utama yang dapat ditemukan dalam Filsafat Cina ialah: hidup,
pengetahuan dan alam. Seorang yang berada dalam suatu kelompok social
menjalani hidup bersama orang lain. Dalam sosialitas itu ada kemungkinan
seorang berbuat tidak sesuai dengan kebenaran yang diterima secara umum dalam
masyarakat. Kebaikan dan kebenaran dapat kita temukan dalam setiap orang yang
hidup dalam masyarakat. Untuk mengetahui mana yang baik dan mana yang tidak
baik, atau mana yang benar dan mana yang tidak benar diperlukan pengetahuan.
Kebutuhan akan pengetahuan itu kemudian melahirkan pemikir-pemikir
yang pada akhirnya melahirkan aliran-aliran pemikiran yang kita sebut sebagai
sekolah-sekolah filsafat. Filsafat dalam peradaban Cina tidak untuk pengetahuan
in se melainkan untuk membantu mengembangkan hidup menjadi orang bijaksana,
yakni menjadi identik dengan universum. Seorang yang telah menjadi identik

dengan universum tidak berarti meninggalkan dunia ini atau sangat terikat dengan
dunia ini.
Hal lain yang sangat diperhatikan dalam kehidupan orang Cina ialah alam.
Alam menajdi sangat penting dalam kultur Cina sebab tidak ada yang tidak
menginjak tanah. Semua yang hidup ada dalam kesatuan dengan alam, lingkungan
di mana ia hidup. Maka masyarakat Cina menjunjung tinggi tanah leluhur.
Dalam pokok-pokok selanjutnya akan ditampilkan pemikir-pemikir dalam
peradaban Cina yang cukup mempengaruhi cara berpikir masyarakat Cina.

1

Dibuat sebagai Ujian Akhir Semester Mata Kuliah Filsafat Cina, Fakultas Filsafat Universitas
Katolik Widya Mandira, Kupang, semester genap, 2008

1

Pandangan setiap filsuf Cina tidak jauh dari tiga hal utama yang telah disebut di
atas yakni: hidup, pengetahuan, dan alam.

A. MENCIUS: SAYAP IDEALISTIK CONFUCIANISME

1. Kebaikan sebagai Kodrat Manusia
Pada Konfucius, ia berbicara banyak tentang Jen (Kewelasihan - Cinta kasih)
dan membuat distingsi yang jelas antara Yi (Kebajikan) dan Li (Keuntungan-Materi). Yang
menjadi pertanyaan adalah Apakah manusia dari kodratnya baik atau buruk - atau apakah
secara alamiah kodrat manusia memang demikian. Pada zaman Mencius terdapat
tiga (3) teori mengenai kodrat manusia, yakni Yang pertama adalah bahwa kodrat
manusia tidak baik pun tidak jahat. Kedua adalah bahwa dalam kodrat manusia itu ada
juga kebaikan dan kejahatan (ini harus dimengerti bahwa dalam kodrat manusia
kedua element ini ada). Dan ketiga adalah bahwa secara alamiah ada sejumlah
orang baik dan juga ada orang lain yang jahat. (Mencius, Via, 3-6 ). Ada 4 elemen pada diri
manusia yang mendukung pandangan Mencius ini. Elemen-elemen itu adalah: Perasaan
simpati, perasaan malu dan benci, perasaan rendah hati dan mengalah, serta
perasaan benar dan salah. Perasaan simpati adalah permulaan dan kelembutan hati.
Perasaan malu dan benci adalah permulaan dan kebajikan. Perasaan rendah hati
dan mengalah adalah permulaan dari kesopanan. Perasaan benar dan salah adalah
permulaan dari kebijaksanaan. Menurut Mencius 4 dasar inilah yang membedakan
manusia dari binatang. Empat (4) dasar ini dikembangkan, karena melalui
perkembangan ini manusia akhirnya dikatakan sungguh "seorang manusia". Kata
Mencius lagi : " Bahwa untuk membedakan manusia dari burung - burung dan
binatang buas bukanlah persoalan sepeleh. Banyak sekali orang kehilangan

kedudukannya, karena manusia lebih suka menjadi superior." Mencius, IVb, 19 ).
2. Perbedaan Fundamental antara Konfusianisme dan Mohisme
Perbedaan kedua aliran ini terletak pada pandangan tentang prinsip-prinsip.
Prinsip Yang merupakan prinsip yang menjadikan seseorang berkuasa tanpa batas.
Sedangkan prinsip Mo adalah prinsip yang 'mencakup seluruh cinta'. Menurut doktrin
Mohisme, cinta tidak memiliki gradasi, baik itu yang tinggi maupun yang rendah, sedangkan

2

menurut Konfusianisme adalah benar jika cinta memiliki gradasi. Dengan kata lain, para
Mohis menekankan persamaan dalam hal cinta orang lain, sedangkan Konfusianis
menekankan gradasi dalam hal mencintai.
Perbedaan keduanya lebih jelas terlihat dalam pandangan mereka mengenai
kodrat manusia. Menurut Konfusianisme ke-4 elemen yang ada pada manusia dapat
berkembang secara natural sebagaimana benih yang bertumbuh, sedangkan Mohisme
memandang perlu adanya usaha dari manusia. Mencius mampu menjawab pertanyaan yang
tidak pernah dipikirkan oleh Konfusius yakni mengapa manusia dari kodratnya adalah baik.

3. Filsafat Politik
Pandangan mengenai filsafat politik ini terkait erat dengan pengolahan pribadi dalam

masyarakat. Dalam posisinya tentang prinsip ini, Confusius membatasi dirinya pada
aplikasi pengolahan diri individual, sedangkan pada Mencius aplikasi ini menjangkau
bidang pemerintahan dan politik. Bagi Confusius pengolahan itu terkait dengan prinsip
"sageliness within", dan pada Mencius hal itu telah diperluas menjadi suatu prinsip "kingness
without". Dalam pengertian terdahulu tentang "sageliness within", Mencius
mengekspresikan konsepnya tentang prinsip ini secara lebih jelas dari Confusius. Dia
mengatakan : "Dia yang telah secara lengkap atau utuh mengembangkan pikirannya,
mengetahui kodratnya. Dia yang mengetahui kodratnya, mengetahui surga" (Mencius, Vila,
I). Pikiran ini mengacu pada "pikiran tidak berhubung" atau pada "rasa simpati". Itu adalah
esensi dari kodrat atau sifat kita manusia. Oleh sebab itu, ketika kita secara penuh
mengembangkan pikiran ini, kita mengetahui kodrat kita. Dan menurut Mencius, kodrat kita
adalah "apakah surga telah diberikan kepada kita" (Mencius, Via, 15). Karena itu ketika kita
mengetahui kodrat kita, kita juga mengetahui surga.
Karena itu pada pandangan Mencius manusia hanya mampu merealisasikan dirinya
dalam persahabatan dengan orang lain. Maka di sini negara sangat diperlukan demi mencapai
realisasi diri tersebut. Di sini ada perbedaan pandangan mengenai negara pada Mencius dan
Konfusius. Menurut para Mohist negara berada karena ia sangat berguna. Sedangkan
menurut para Confusianis, negara berada karena ia memang seharusnya berada.
Dalam kaitan dengan itu kedua aliran ini sepakat mengenai model pemerintahan.
Menurut keduanya ada dua macam pemerintahan. Pertama: Wang (raja bijaksana); kedua:


3

Pa (raja militeris). Secara lengkap ada perbedaan di antara keduanya. Pemerintahan seorang
raja yang bijaksana dipilih melalui instruksi moral dan pendidikan; sedangkan seorang raja
militer memimpin dengan kekuatan angkatan bersenjata dan paksaan atau tekanan.
Kekuatan dari pemerintahan Wang adalah moral dan pemerintahan Pa adalah fisik.

4. Mistisisme
Ada satu tesis yang diterima bersama oleh Mencius dan sekolah Confusianisme:
universum pada dasarnya adalah sebuah universum moral. Prinsip-prinsip moral
manusia juga adalah prinsip-prinsip metafisika universum dan kodrat manusia
adalah suatu contoh dari prinsip-prinsip yang ada. Mencius membedakan antara
"tanda-tanda dari manusia" dan "tanda-tanda dari surga". Dalam mengembangkan kedua
elemen ini secara bersama-sama Mencius mengungkapkan bahwa seorang menjadi identik
dengan universum sebagai satu totalitas, dan ini tertuju pada apa yang disebutnya sebagai
“segala sesuatu lengkap dalam diri kita”. Kombinasi keduanya oleh Mencius disebut sebagai
kombinasi kebajikan dan Tao. Di sinilah letak mistisisme dari Mencius.

B. HSUN TZU: SAYAP REALISTIK CONFUCIANISME

1. Posisi Manusia
Hsun Tzu terkenal dengan pandangannya mengenai manusia sebagai yang
jahat secara kodrati. Pandangannya ini bertolak dari tesis umumnya bahwa segala
sesuatu yang baik dan bernilai merupakan hasil usaha manusia. Pandangannya ini
juga bersumber dari pandangannya bahwa ada tiga kekuatan universum.
Ketiganya adalah langit, bumi, dan manusia. Dan ketiganya pun memiliki
panggilan masing-masing.
Posisi manusia adalah usaha mencapai nilai. Dalam usahanya itu manusia
menciptakan kebudayaan. Panggilan manusia adalah memanfaatkan apa yang
telah disediakan alam bagi manusia.

2. Teori tentang Kodrat Manusia
Pada Hsun Tzu kodrat manusia adalah jahat. Dan supaya dapat menjadi
baik diperlukan latihan. Kendati berbeda mengenai kodrat manusia tetapi bersama

4

Mencius keduanya mengungkapkan bahwa ada potensialitas pada manusia untuk
menjadi bijaksana bila ia memutuskan untuk memilih jalan itu.
Latihan untuk menjadi baik pada manusia mungkin pada pandangan Hsun

Tzu karena menurutnya manusia mempunyai inteligensi. Hsun Tzu menyatakan
bahwa siapa saja dapat menjadi Yü karena ia berinteligensi.

3. Keaslian Moralitas
Ada dua argumen yang dibangun oleh Hsun Tzu dalam mempertahankan
pandangannya. Ia menyatakan bahwa manusia memerlukan organisasi social.
Dengan adanya kesatuan social itu manusia mampu untuk menaklukkan makhlukmakhluk lainnya yang lebih kuat darinya.
Dalam

membentuk

organisasi

itu

diperlukan

aturan-aturan

yang


memungkinkan adanya pembatasan-pembatasan terhadap kecenderungan manusia
atau hasrat-hasrat manusia yang tidak terbatas. Dengan demikian menghindarkan
manusia dari kekacauan. Maka dalam masyarakat Cina dikenal apa yang disebut
sebagai Li (aturan-aturan tingkah laku) dan Yi (kebenaran). Kedua aspek ini
diperlukan dalam usaha menghindarkan masyarakat dari kekacauan.

4. Teori tentang Ritus dan Musik
Dalam masyarakat Cina zaman Hsun Tzu terdapat berbagai upacara.
Yang upacara yang paling menonjol pada waktu itu adalah upacara perkabungan
dan upacara kurban teristimewa kepada para leluhur.
Terdapat dua (2) sumber utama mengenai ritus yang didevosikan yakni Yi
Li (Buku mengenai tata cara seremonial) dan Li Chi (interpretasi mengenai ritusritus). Ritus-ritus ini terkait dengan kondisi manusiawi terutama menyangkut
pikiran manusia. Menurut orang Cina pikiran mengandung dua (2) aspek yakni
intelektual dan emocional. Intelektual terkait dengan ingatan, sedangkan
emocional terkait dengan perasaan cinta. Maka upacara-upacara yang dibuat tidak
terlepas dari tendensi pikiran manusia untuk mengingat dan mencintai orang yang
sudah tiada.

5


Upacara-upacara yang ada dalam masyarakat Cina juga terkait dengan
kodrat manusia yang ingin gembira. Dan kegembiraan itu diungkapkan dalam halhal yang secara fisik dapat kita alami. Tetapi ketika implementasi itu tidak sesuai
dengan prinsip-prinsip yang benar, di sana ada ketidakberesan, ketidaksenangan
dari pihak lain. Untuk menghindari hal-hal yang tidak benar maka mereka
menciptakan music Ya dan Sung. Music itu diharapkan mampu mengarahkan
mereka agar mampu mewujudkan kegembiraan itu secara benar. Music menjadi
instrument pendidikan moral.

5. Teori-teori Logis
Menyangkut teori-teori logis ini Hsun Tzu dalam bukunya Tentang
Reitifikasi Nama-nama mengungkapkan bahwa nama itu sebenarnya merupakan
tanda dalam aktualisasi diri setiap orang dalam masyarakat. Nama di satu pihak
membuat jelas perbedaan antara setiap pribadi, misalnya kata Raja yang
dikenakan pada seorang mempunyai arti dan makna yang berbeda dengan kata
Hamba yang dikenakan pada seoran lagi.
Hsun Tzu membedakan dua macam nama yakni umum dan kelompok.
Nama umum merupakan hasil proses sintesis pikiran, sedangkan nama kelompok
merupakan hasil proses analisis.


6. Kekeliruan dari Sekolah-sekolah Lain
Hsun Tzu membuat pengelompokkan mengenai sekolah tentang namanama dan Mohist berdasarkan kesesatan logis. Ada tiga taraf kekeliruan. Pertama,
yang disebut sebagai kekeliruan yang mengakibatkan nama merusak nama.
Contohnya: perampok adalah seorang manusia. Perampok adalah nama yang
diberikan pada manusia, seseorang yang bertindak sebagai perampok.
Kedua, kekeliruan yang mengakibatkan fakta merusak nama.
Ketiga, kekeliruan yang mengakibatkan nama merusak fakta.

C. TAOISME DAN PERKEMBAGANNYA
1. Fase Pertama Taoisme: Yang Chu

6

1.1 Para Toist Awal dan Para Pertapa
Pertapa merupakan orang-orang yang berkeinginan untuk memelihara
kemurnia pribadi mereka. Sedangkan dalam hubungan dengan para Taoist,
merekalah pertapa yang mengasingkan diri.
Di antara para Taoist awal dan para pertapa, salah satunya adalah Yang
Chu. Dialah eksponen utama dari Taoisme awal. Yang Chu mengungkapkan
bahwa setaiap orang ada untuk dirinya dan kehidupan itu jauh lebih penting dari

materi. Oleh sekolah-sekolah modern ide-ide Yang Chu dipandang tidak autentik.
Pemikiran awalnya bernuansa hedonist. Ide-idenya yang kemudian hanya bisa
diperoleh dengan analisa atas regulasi-regulasi yang tersebar dalam sejumlah
karya penulis lain.

1.2 Ide-ide Fundamen Yang Chu
Ide-ide Yang Chu dapat diringkaskan dalam dua (2) pokok utama.
Pertama, “setiap orang ada untuk diri sendiri”. Yang kedua ialah “memandang
rendah materi dan menjunjung tinggi kehidupan”.

1.3 Ilustrasi dari Ide-ide Yang Chu
Dalam mengajarkan pandanganya Yang Chu banyak menggunakan
ilustrasi untuk menyampaikan ajarannya. Dua (2) pokok utama ajaran Yang Chu
disampaikan dalam bentuk ilustrasi. Ilustrasi-ilustrasi itu dapat ditemukan dalam
bagian pertama Chuang Tzu, dan pada Lieh Tzu.

1.4 Ide-ide Yang Chu dalam Lao Tzu dan Chuang Tzu
Sebagai salah satu eksponen awal yang turut meletakan dasar Toaisme,
ide-ide Yang Chu dapat kita temukan dalam Taoist-Taoist yang menyusul di
kemudian hari. Ide-ide pokok Yang Chu dapat kita temukan dalam pemikirpemikir yang menyusul. Kita dapat temukan ide-idenya pada Lao Tzu dan pada
Chuang Tzu. Pada Lao Tzu ide Yang Chu dapat ditemukan dalam bagian akhir
dari bab yang berjudul “Pentingnya Diri”. Menurutnya hidup adalah milik kita,

7

dan menghormati martabat adalah satu prinsip pokok yang perlu diperhatikan, dan
menghargai keamanan merupakan keharusan yang ada dalam masyarakat.
Sedangkan pada Chuang Tzu, kita dapat menemukan ide-ide mengenai
hal-hal yang berguna dan tidak berguna. Ide lainnya yang dapat kita temukan
dalam Chuang Tzu yakni mengenai pokok-pokok mengenai pengolahan atau
perkembangan diri. Chuang Tzu mengungkapkan ide Yang Chu demikian: “bila
melakukan sesuatu yang baik, kita perlu hati-hati dengan reputasi, jangan sampai
hal itu menjadikan kita sebagai orang sombong. Dan bila mebuat suatu kesalahan,
perlu berpikir mengenai hukuman.”

2. Fase Kedua Taoisme: Lao Tzu
2.1 Tao Tak Bisa Dinamai
Lao Tzu mengungkapkan bahwa segala sesuatu mempunyai “bentuk dan
rupa, mempunyai nama atau sekurang-kurangnya kemungkinan untuk mempunyai
nama”. Di samping semua yang bernama, Lao Tzu juga berbicara terutama
mengenai sesuatu yang tak bernama. Di satu pihak segala sesuatu mempunyai
nama, dan di lain pihak yang bernama itu mempunyai bentuk dan rupa. Tao
adalah konsep yang berasal dari pemikiran Lao Tzu.
Menurut Lao Tzu Tao itu tersembunyi dan tak bernama. Dalam Taoisme
ada distingsi Yu (ada) dan wu (tidak ada), antara yu-ming (nama) dan wu-ming
(tak bernama). Dan dalam realitas kedua model distingsi ini hanya satu.
Tao tak sanggup dinamai, sebuah nama yang bukan nama, ia adalah
permulaan dari segala sesuatu,

Tao adalah jalan. Saat kita menyebutnya,

sebenarnya kita tidak mampu merangkumnya dalam penyebutan kita tersebut.
Saat kita menyebut Tao, sebenarnya kita tidak menyebutnya.

2.2 Kekekalan Hukum Alam
Ide Lao Tzu menurut Chuang Tzu dikutip dari Tai Yi atau Ada Tertinggi,
yakni Tao. Dari Tao ini muncul yang lain. Segala sesuatu adalah manifestasi Tao.
Dalam segala sesuatu yang merupakan manifestasi Toa, terdapat salah satu unsur
mutlak yang selalu ada. Unsur itu adalah perubahan. Dan gerak perubahan adalah

8

gerakan dari Tao. Contoh; terang siang hari menjadi gelap malam hari, panas
menjadi dingin atau sebaliknya, musim selalu berganti. Dan Lao Tzu
menyebutnya sebagai gerak kembalinya segala sesuatu. Perubahan adalah sesuatu
yang tak berubah, dan Lao Tzu menyebutnya “Ketidakberubahan”.

2.3 Tingkah Laku Manusia
Pada Lao Tzulah problem Taois mengenai bagaimana mengolah hidup ini
secara benar dan menjauhi kejahatan dan bahaya dalam dunia terjawab. Lao Tzu
mengungkapkan bahwa kebijaksanaan manusia tinggal dalam dunia dan mampu
untuk mencapai tujuan-tujuan. Melalui hukum alam kita mampu untuk mengenal
diri kita. Dan oleh Lao Tzu disebut sebagai praktek pencerahan.
Menurut Lao Tzu Tao adalah asal segala sesuatu dalam menjadi. Di sini
Tao dapat di sebut sebagai Causa Eficiens dalam arti ekstrinsik. Dalam proses
menjadi itu setiap orang memperoleh sesuatu dari Tao. Apa yang diperoleh itu
disebut Te. Te berarti kekuasaan atau kebijaksanaan. Dalam Te terdapat distingsi
yang jelas antara kebaikan dan kejahatan.
Konsep tentang Te tetap ada pada masyarakat sebab setiap orang
mempunyai keinginan dan pengetahuan. Dalam hasrat mencari kebahagiaan,
manusia mengusahakan keberhasilan ekonomis. Tetapi ketika telah tercapai
kebehasilan ekonomis setiap orang cenderung dibutakan matanya oleh
keberhasilan itu. Pada saat seperti itu akan muncul kelicikan

2.4 Teori Politik
Pandangan Lao Tzu mengenai tingkah laku manusia menjadi dasar
baginya mengembangkan teori politiknya. Menurut Lao Tzu yang sejalan dengan
Confucianisme mengungkapkan bahwa negara ideal adalah negara dengan
seorang pemimpin yang bijaksana. Menurutnya hanya kebijaksanaan yang mampu
untuk memerintah dan seharusnya memerintah. Tetapi ada perbedaan pandangan
antara Taoisme dengan Confucianisme menyangkut tugas seorang pemimpin yang
bijaksana. Menurut Confucianis seorang pemimpin yang bijaksana perlu
melakukan banyak hal demi rakyatnya. Sedangkan menurut Taois sebaliknya

9

seorang pemimpin yang bijaksana tidak perlu melakukan banyak hal demi
rakyatnya.

3. Fase Ketiga Taoisme: Chuang Tzu
3.1 Jalan Pencapaian Kebahagiaan Relatif
Dalam bab pertama Chuang Tzu terdapat pokok mengenai “Kebahagiaan
menyimpang” yang menampilkan berbagai macam tingkatan dalam pencapaian
kebahagiaan, yang bersumber dari pengembangan kodrat secara bebas.
Syarat pertama adalah pengembangan secara bebas kodrat kita dengan
segala kemampuan yang kita miliki yakni Te yang diperoleh dari Tao. Mengikuti
apa kodrat kita memelihara sumber kebahagiaan sementara mengikuti apakah
manusia itu kita mengembangkan kesakitan dan kejahatan. Pandangan ini
didasarkan atas pembedaan Chuang Tzu mengenai kodrat dan manusia.

3.2 Filsafat Sosial dan Politik
Berdasarkan pandangannya mengenai pengembangan yang bebas dari
kodrat demi mencapai kebahagiaan Chuang Tzu secara tegas menolak model
pemerintahan melalui institusi formal. Menurutnya cara memerintah yang terbaik
adalah tanpa pemerintahan.
Chuang Tzu dan Lao Tzu mempunyai kesamaan pandangan mengenai
pemerintahan tanpa pemerintah. Tapi keduanya berbeda mengenai alasan. Pada
Lao Tzu kemunduran adalah perubahan dari Tao, sedangkan pandangan Chuang
Tzu didasarkan pada pembedaannya mengenai kodrat dan manusia. Filsafat sosial
dan politik Chuang Tzu bertujuan untuk mencapai kebahagiaan realtif bagi setiap
orang dengan mengembangkan kodratnya secara bebas.

3.3 Perasaan dan Pikiran
Dalam pandangannya mengenai pikiran dan perasaan Chuang Tzu
mengungkapkan bahwa pikiran dan perasaan mempengaruhi setiap orang dalam
usahanya mengembangkan kodratnya secara bebas. Pikiran dan perasaan dapat
mengendalikan setiap orang.

10

Menurut Chuang Tzu mengikuti perasaan membuat setiap orang menderita.
Para Taois mempertahankan bahwa kebijaksanaan mempunyai suatu pemahaman
tentang yang lengkap tentang kodrat barang-barang. Kendati demikian hal itu
tidak berarti tidak mempunyai perasaan.
Melalui pemahaman mengenai kodrat barang-barang kebijaksanaan itu
seharusnya dapat dipengaruhi oleh perubahan dunia. Hal ini menunjuk pada
kenyataan bahwa keputusan seseorang mengenai suatu hal turut dipengaruhi oleh
keadaan sekitarnya. Di sini pikiran dan perasaan turut mempengaruhi keputusan
menyangkut kebijaksanaannya.

3.4 Jalan Pencapaian Kebahagiaan Absolut
Kebahagiaan absolute menurut Chuang Tzu dapat diperoleh melalui
identifikasi manusia dengan universum. Dan untuk mencapainya diperlukan
pengetahuan dan pemahaman mengenai kebahagaiaan.
Kebahagiaan sempurna yang dicapai seorang manusia tampak dalam
dirinya sebagai manusia yang sempurna, manusia spiritual dan kebijaksanaan
yang benar. Bahagia secara absolute karena mantransendensikan dirinya yang
pada dasarnya berbeda dengan barang-barang. Kebijaksanaan itu Tao dan karena
itu tanpa prestasi, ia mengukur seluruh dunia, tetapi ukuran itu justru tidak
dikenakan pada manusia.

3.5 Sudut Pandang yang Terbatas
Pandangan Chuang Tzu mengenai manusia sempurna dihubungkan dengan
pemikiran mengenai perbedaan dan kesamaan pendangannya dengan Chi Wu Lun.
Chuang Tzu mengungkapkan bahwa ketika kita memperdebatkan

suatu

pandangan yang sudah umum diterima banyak orang, kita tidak mungkin
mencapai kesepakatan yang final mengenai apa yang kita bicarakan. Dengan ini
Chuang Tzu menyatakan bahwa konsep-konsep mengenai benar dan salah, baik
dan buruk dalam masyarakat didasarkan pada persepsi setiap individu, sehingga
kepastian konsep-konsep itu pun bersifat relatif. Maka dibutuhkan keputusan dari
setiap pribadi untuk memegang apa yang benar menurutnya.

11

3.6 Sudut Pandang yang Tertinggi
Yang dimaksudkan oleh Chuang Tzu mengenai sudut pandang tertinggi
ialah memandang realitas dari perspektif Tao. Tao disebut sebgai cahaya dari
surga. berdasarkan sudut pandang Tao segala sesuatu merupakan sesuatu yang
ada. Dan sesuatu yang ada merupaka bukti kebaikan dari sesuatu yang ada yang
lebih tinggi. Sesuatu itu memberi dasar bagi segala sesuatu. Dan semuanya itu
disatukan dalam Tao. Meskipun segala sesuatu itu berbeda namun terdapat
kesamaan diantara mereka. Titik kesamaan itu ialah bahwa segala sesuatu itu
merupakan sesuatu sekaligus merupakan bukti kebaikan dari Sesuatu itu. Dari
sudut pandang Tao, sekalipun segala sesuatu berbeda namun disatukan dan
menjadi satu.

3.7 Pengetahuan yang Tertinggi
Pengetahuan yang tertinggi dalam masyarakat terkait denga pengenalan
akan Sang Agung (Great One). Sang Agung ini tidak dapat dibatasi oleh kata-kata
manusia. Bahasa tidak pernah memadai untuk mendeskripsikannya. Dunia yang
terbatas adalah dunia yang di mana alur kehidupan manusia selalu terarah kepada
Tao. Karena itu pengetahuan tertinggi dari seorang ialah ketika ia mengarahkan
seluruh pikirannya kepada Tao.
Dalam usahanya itu segala perbedaan yang ada tidak perlu dipikirkan
sebab Tao menyatukan segala sesuatu menjadi satu termasuk dirinya.
Pengetahuan tertinggi ialah kebijaksanaan yakni terdapat pada orang yang
bijaksana. Orang bijaksana adalah orang yang identik dengan universum.

Sumber:
Wade Baskin, Classics In Chinese Philosophy, New Jersey: Rowman & Allanheld,
1974
Fung Yu Lan, A Short Of Chinese Philosophy, London: The Free
Press,1966
Theodore de Barry, Neo-Confusian Ortodoxy and The Learning Of The
Learning Of The Mind And Heart, New York: Columbia University Press,1975

12