KEBUTUHAN MANUSIA AKAN RUANG TERBUKA HIJ

KEBUTUHAN MANUSIA AKAN RUANG TERBUKA HIJAU
Kastari Muhamad
ikasmuhamad@yahoo.com
ABSTRAK
Manusia yang terus berinovasi akan terus membutuhkan suatu hal yang baru atau
setidaknya dapat mencukupi kebutuhannya yang sudah ada. Manusia memiliki
kebutuhan yang sangat kompleks, tidak terkecuali kebutuhan mereka akan ruang
terbuka, khususnya ruang terbuka hijau. Dewasa ini, kebutuhan manusia akan ruang
terbuka hijau tidak diiringi dengan ketersediaan ruang terbuka hijau di area-area vital
perkotaan, sekalipun tersedia jumlahnya tidak mencukupi atau sarana dan
prasarana pada ruang terbuka hijau tersebut tidak terawat dengan baik. Paradigma
pembangunan di perkotaan yang hanya mementingkan bangunan-bangunan yang
menjulang tinggi tanpa penghijauan harus diubah untuk mendapatkan quality of life.
Quality of life yang harus terus meningkat kearah yang lebih baik menjadi salah satu
tantangan dalam kehidupan perkotaan. Ruang terbuka hijau pada saat ini tidak
hanya sebagai “alat kelengkapan” suatu kota, namun juga dapat sebagai sarana
berekresasi, tempat berolahraga, memperbaiki kualitas hidup atau sekedar duduk
santai menikmati udara segar yang mungkin sudah mulai jarang dirasakan di yang
sarat polusi.
Kata kunci : Manusia, Ruang Terbuka Hijau, Quality of Life
1. PENDAHULUAN

Ruang terbuka hijau atau green open space dewasa ini seperti oase di gurun pasir
yang gersang ditengah berbagai permasalah perkotaan. Ruang terbuka hijau
menjadi suatu alat atau sarana untuk menjadikan suatu kota lebih memanusiakan
manusia. Maksudnya? Suatu kota seharusnya tidak hanya dilihat dari aspek fisiknya
yang megah, mewah, pembangunan yang pesat dan sebagainya saja, namun harus
juga dilihat dari aspek kemanusiaan, seperti kota yang alami, sehat, tidak berpolusi,
aman, nyaman, hijau dan berbagai

aspek lainnya yang membuat kota tersebut

ramah untuk ditempati atau sekedar dikunjungi. Pada zaman serba internet seperti
saat ini, kebutuhan manusia juga mengalami perubahan ke arah yang lebih
kompleks. Manusia sebagai penghuni dari suatu kota pasti menginginkan kota yang
ia huni dapat memenuhi segala kebutuhan hidup mereka. Kebutuhan manusia akan
ruang terbuka, khususnya ruang terbuka hijau menjadi permasalahan tersendiri
dalam kehidupan perkotaan. Permasalahan utama ruang terbuka hijau adalah
semakin berkurangnya ruang terbuka hijau karena keterbatasan lahan dan
ketidakkonsisten dalam menerapkan tata ruang. Berkurangnya ruang terbuka hijau

disebabkan oleh konversi lahan yaitu beralih fungsinya ruang terbuka hijau untuk

peruntukan ruang yang lain. Ruang terbuka hijau pada suatu kota sebagaimana
telah diatur dalam UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang disebutkan
minimal setiap daerah perkotaan memiliki ruang terbuka hijau 30% dari luas
wilayahnya, yang terdiri dari 20% untuk umum dan sisanya untuk ruang terbuka
pribadi. Namun, acapkali ruang terbuka hijau menjadi ‘anak tiri’ dalam proses
pembangunan perkotaan. Ruang terbuka hijau masih dianggap kurang penting atau
mungkin lebih tepatnya kurang komersil oleh para pembuat kebijakan di suatu kota.
Ini menjadi ironis, pada satu sisi ruang terbuka hijau menjadi bagian penting dalam
kehidupan perkotaan yang memberi banyak manfaat, namun di sisi lain ruang
terbuka hijau kerap dianggap tidak terlalu penting keberadaannya. Ruang terbuka
hijau

sebenarnya

dapat

meningkatkan

kualitas


hidup

seseorang

jika

ketersediaannya mencukupi dan dikelola dengan baik. Untuk itulah manusia
membutuhkan ruang terbuka hijau yang layak agar suatu kota dapat memanusiakan
manusianya.
2. MANUSIA
Manusia disebut sebagai makhluk holistik. Artinya manusia adalah makhluk yang
terdiri dari unsur biologis, psikologis, sosial dan spiritual. Dimana, keempat unsur ini
tidak dapat terpisahkan, gangguan terhadap satu aspek merupakan ancaman
terhadap aspek atau unsur lainnya. Unsur pertama yaitu Manusia sebagai makhluk
biologis, disebabkan karena manusia terdiri dari gabungan sistem-sistem organ
tubuh, manusia mempertahankan hidupnya dan manusia juga tidak terlepas dari
hukum alam. Unsur kedua manusia sebagai makhluk psikologis karena setiap
individu memiliki kepribadian yang unik (sanguin, melankholik, dll), memiliki tingkah
laku yang merupakan manifestasi dari kejiwaan, memiliki kecerdasan dan daya pikir
serta setiap individu memiliki kebutuhan psikologis untuk mengembangkan

kepribadian. Kemudian unsur ketiga yakni manusia sebagai makhluk sosial karena
setiap individu hidup bersama orang lain, dipengaruhi oleh kebudayaan, terikat
norma yang berlaku, dipengaruhi dan beradaptasi dengan lingkungan sosial dan
tidak dapat hidup sendiri. Unsur yang terakhir manusia sebagai makhluk spiritual
(setiap individu memiliki keyakinan sendiri tentang adanya tuhan dan setiap individu
juga memiliki pandangan hidup dan dorongan sejalandengan keyakinan yang
dipegangnya).

2.1. Kebutuhan Manusia
Kebutuhan dasar manusia ialah unsur-unsur yang dibutuhkan oleh manusia untuk
mempertahankan keseimbangan fisiologis dan psikologis demi mempertahankan
kehidupan dan kesehatan. Menurut Abraham Maslow dalam Teori Hierarki
Kebutuhan menyatakan bahwa setiap manusia memiliki lima kebutuhan dasar:
1.

Kebutuhan fisiologis (makan, minum, pakaian, oksigen)

2.

Keamanan


3.

Cinta

4.

Harga diri

5.

Aktualisasi diri

Manusia memiliki kebutuhan dasar yang bersifat heterogen. Setiap orang pada
dasarnya memiliki kebutuhan yang sama, akan tetapi karena budaya dan keadaan,
maka kebutuhan tersebut ikut berbeda. Dalam memenuhi kebutuhan, manusia
menyesuaikan diri dengan prioritas yang ada. Kemudian jika gagal memenuhi
kebutuhan tersebut, manusia akan berpikir lebih keras dan bergerak untuk berusaha
mendapatkannya.
2.2. Perilaku Manusia

Perilaku manusia adalah sekumpulan perilaku yang dimiliki oleh manusia dan
dipengaruhi oleh adat, sikap, emosi, nilai, etika, kekuasaan, persuasi, dan/atau
genetika (Wikipedia). Dalam perspektif Behavioral, perilaku manusia ditentukan oleh
stimulus dari lingkungan. Menurut Abraham Maslow, perilaku terjadi melalui kehedak
yang ada dalam diri yang diberi kesempatan oleh lingkungan untuk diekspresikan
serta perilakunya. Perilaku dipengaruhi oleh spiritualitas dan bagaimana budaya
yang membentuknya.
2.3. Quality of Life
Kualitas hidup adalah sebuah konsep yang dalam beberapa tahun terakhir telah
menghasilkan banyak sekali hal yang menarik, tetapi tidak hanya gagasan abad
kedua puluh. Melainkan berawal filsuf seperti Aristoteles (384-322 SM) yang menulis

tentang “kehidupan yang baik” dan “hidup dengan baik” dan bagaimana kebijakan
publik dapat membantu untuk memeliharanya. Banyak kemudian, pada tahun 1889,
Kualitas hidup yang digunakan dalam sebuah pernyataan oleh Seth: “kita tidak boleh
menganggap kuantitas semata, tetapi juga kualitas “hidup” yang membentuk moral”.
Kualitas hidup telah menjadi fokus dari banyak penelitian tetapi konsensus
mengenai bagaimana harus didefinisikan belum tercapai.
Kualitas hidup sangat kompleks, membangun multidimensi yang memerlukan
beberapa pendekatan dari perspektif teoretis yang berbeda. Ada banyak upaya

untuk mendefinisikan apa yang merupakan kualitas hidup dalam berbagai disiplin
ilmu. Lebih dari 100 definisi dari kualitas hidup telah dicatat dalam literatur.
Quality of life is ‘‘the satisfaction in your life that comes from having good health,
comfort, good relationship etc., rather than from money’’. It is ‘‘The personal
satisfaction (or dissatisfaction) with the cultural or intellectual conditions under which
he lives’’. (Free Dictionary dalam Hamam Serag El Din, Ahmed Shalaby, Hend
Elsayed Farouh, Sarah A. Elariane, 2012).
Kualitas hidup mengacu pada kehidupan sehari-hari yang meningkat dengan
makanan yang sehat dan udara bersih dan air, kenikmatan ruang terbuka yang
cukup, konservasi satwa liar dan sumber daya alam, keamanan dari kejahatan, dan
perlindungan dari radiasi dan zat beracun.
Konsep kualitas hidup seseorang sering digunakan untuk mengeksplorasi faktor
masyarakat, sumber daya, dan layanan yang diamati oleh anggota masyarakat
sebagai faktor yang mempengaruhi kualitas hidup mereka atau membantu mereka
dalam menghadapi satu sama lain.
2.4. Manusia dan Lingkungan
Faktor lingkungan baru-baru ini telah diusulkan sebagai faktor penentu dapat
menjelaskan kesenjangan kesehatan sosial manusia. Sebagian besar penelitian
difokuskan pada gangguan lingkungan, seperti polusi udara, masalah lalu lintas dan
industri serta kebisingan.

Beberapa teori memberikan perspektif tentang hubungan antara manusia dengan
lingkungan. Demikian juga berbagai model yang tersedia untuk memahami hasil

kesehatan. Kerangka kerja ini, dijelaskan secara singkat di bawah ini, sering
dipelajari dalam isolasi lagi, jika diperiksa bersama-sama dan dari perspektif
interdisipliner, berpotensi memberikan penjelasan lebih kaya diamati motivasi,
perilaku dan hasil.
Salah satu interaksi antara manusia dan lingkungan adalah sebagai sarana aktivitas
fisik untuk meningkatkan kesejahteraan fisiologis dan psikologis mereka. Penelitian
telah mempertimbangkan tingkat penurunan aktivitas fisik, terutama di dunia Barat,
dan bagaimana lingkungan dapat membantu memotivasi dan memfasilitasi aktivitas
fisik tersebut. Lingkungan memberi manfaat kesehatan tambahan fisiologis dan
mental yang muncul bila latihan dilakukan di lingkungan alam di luar ruangan.
Penurunan kondisi fisik yang terjadi karena kurangnya ketersediaan lingkungan alam
sebagai sarana aktivitas fisik mengakibatkan peningkatan dalam hal cacat fisik dan
penyakit serta meningkatnya jumlah kasus gangguan mental. Penggunaan
lingkungan alam di luar ruangan untuk aktivitas fisik dan kesehatan merupakn salah
satu cara untuk meminimalisir gangguan-gangguan kesehatan dan ini bukanlah hal
baru. Hal ini penting dilakukan, karena


semua orang (harus) sadar untuk

meningkatkan kesehatannya dan mencegah meningkatnya gangguan-gangguan
kesehatan lebih lanjut. 99% dari sejarah manusia, kita tidak hanya hidup dari tanah
dan mencari alam untuk kebutuhan dasar hidup dan kesehatan, tetapi juga untuk
kesenangan dan aktivitas fisik. Beberapa tahun ini, orang-orang cukup antusias
menikmati aktivitas di alam luar dan ruang terbuka hijau. Ini mendorong perilaku
positif aktivitas fisik yang akan menghasilkan keuntungan kesehatan yang lebih
besar. Satu hipotesis menunjukkan bahwa kita semua lahir dengan afiliasi emosional
bagi organisme hidup lainnya, yaitu mencintai alam, yang berarti kita (manusia)
sebagai bagian dari genetik, memiliki kecenderungan untuk berinteraksi langsung
dengan alam. Meskipun latihan di alam dianggap dapat meningkatkan kesehatan
dan sebagai motivasi yang kuat untuk berlatih aktivitas fisik, tidak semua orang akan
termotivasi dengan hal ini. Orang-orang termotivasi untuk berolahraga karena
berbagai alasan yang berbeda. Promosi manfaat sosial dan sebagai sarana hiburan
tampaknya lebih berhasil daripada mereka yang mempromosikan manfaat
kesehatan untuk membujuk individu untuk ikut serta dalam aktivitas fisik.

3. RUANG TERBUKA HIJAU
Ruang terbuka hijau merupakan bagian dari ruang terbuka yang jika ditinjau dari

segi fisiknya. Ruang terbuka itu sendiri memiliki istilah umum untuk taman, tempat
rekreasi, ruang hijau dan tempat untuk berjalan-jalan (Draksler, 2009 dalam Vanja
Skalicky dan Metka Sitar, 2012). Ruang terbuka dirancang untuk kebutuhan pada
waktu senggang, sarana rekreasi, olahraga, bersosialisasi, dan lain sebagainya.
Dimana ruang terbuka tersebut memberikan aksesibilitas yang baik untuk
memfasilitasi kesejahteraan kepada manusia dari berbagai kelompok usia. Ruang
terbuka hijau menurut UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang adalah area
memanjang atau jalur dan atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat
terbuka sebagai tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alami ataupun
sengaja ditanam. Ruang terbuka hijau adalah elemen yang berharga dalam
perencanaan suatu kota. Keberadaannya (ruang terbuka hijau) merupakan salah
satu unsur penting dalam membentuk lingkungan kota yang nyaman dan sehat.
3.1. Ruang Terbuka Hijau Alami dan Ruang Terbuka Hijau Non Alami
Secara fisik ruang terbuka hijau dapat dibedakan menjadi ruang terbuka hijau alami
berupa habitat liar alami, kawasan lindung dan taman-taman nasional serta ruang
terbuka hijau non alami atau binaan seperti taman, lapangan olahraga, pemakaman
atau jalur-jaur hijau jalan (Iin Arianti, 2010).
3.2. Fungsi Ruang terbuka Hijau
Sebagai pencegah pencemaran dan pendingin suhu udara. Selain itu ruang terbuka
hijau di wilayah perkotaan memberikan manfaat lingkungan yang besar. The US

Forest Service menghitung bahwa selama 50 tahun satu pohon menghasilkan
oksigen senilai $ 31.250, menyediakan pengendalian polusi udara senilai $ 62.000,
mendaur ulang air senilai $ 37.500, dan mengendalikan erosi tanah senilai $ 31.250
(Paul M. Sherer, 2013).
Fungsi ekologis
Ruang terbuka hijau sekaligus menjadi tempat konservasi alam karena mereka
menyediakan habitat bagi berbagai flora dan fauna. Tanaman di sebuah kota
meningkatkan tampilan visual dari lingkungan perkotaan tersebut, memberikan

kontribusi

terhadap

pencegahan

perubahan

iklim,

menciptakan

kepadatan

pembangunan yang rendah dan mengurangi tingkat aktivitas di suatu daerah. Hal ini
memberikan kontribusi untuk suasana yang lebih damai dan santai, manfaat yang
sama pentingnya di daerah komersial dan perumahan.
Tanaman yang ada di ruang terbuka hijau dapat menyerap karbon di atmosfer dan
melepaskan oksigen untuk meningkatkan kualitas udara. Berbagai vegetasi tanaman
juga dapat bertindak sebagai penyangga dengan menyerap dan mengurangi
kebisingan.
Daerah di sekitar ruang terbuka hijau umumnya memiliki drainase baik yang,
sehingga dapat memungkinkan air untuk menyerap dengan baik ke tanah. Hal ini,
yang nantinya dapat mengurangi banjir di perkotaan dan akumulasi air yang
tergenang. Banjir dapat menyebabkan sistem saluran pembuangan meluap,
sehingga membawa limbah dengan bakteri yang sangat banyak, sementara air yang
tergenang dapat menjadi tempat berkembang biak untuk nyamuk-nyamuk malaria
dan demam berdarah. Ruang terbuka hijau juga dapat meminimalisir terjadinya erosi
dang tanah longsor.
Fungsi Sosial
Adanya ruang terbuka hijau pada ruang publik di suatu kota memberikan
kesempatan kepada masyarakat setempat atau pengunjung untuk rekreasi fisik dan
relaksasi, serta untuk interaksi sosial. Untuk tujuan ini, ruang terbuka hijau tidak
harus selalu besar untuk dinikmati (Wlodarczyk, 2007 dalam Thomas P. Z. Mpofu,
2013).
Namun, salah satu kekhawatiran bahwa terkadang ruang terbuka hijau yang bersifat
umum berpotensi terjadinya tindakan kriminal, seperti pengedar narkoba dan unsurunsur yang tidak diinginkan lainnya. Hal ini terjadi karena ruang terbuka hijau
(biasanya) sering sepi di malam hari, sehingga memberikan tempat terpencil dan
nyaman untuk kejahatan. Namun, jika masyarakat telah terlibat dalam perencanaan
dan pelaksanaan area hijau, serta perangkat keamanan yang tersedia mencukupi
dapat meminimalisir terjadinya tindakan kriminal tersebut.

Fungsi Ekonomi
Secara ekonomi, ruang terbuka hijau perkotaan dapat menjadi sumber bahan baku
untuk kerajinan lokal dan kegiatan komersial skala kecil. Dengan begitu, ruang
terbuka hijau berupa kebun, hasil panennya dapat digunakan untuk konsumsi rumah
dan sebagai cara yang efektif untuk menambah pendapatan, sehingga memberikan
kontribusi terhadap pengurangan kemiskinan.
Ruang terbuka hijau berupa taman-taman kota sering menambah nilai ekonomi ke
kota dengan meningkatkan kualitas pemandangan kota tersebut. Hal ini dapat
membantu dalam regenerasi dan pembaharuan perkotaan, meningkatkan daya tarik
lokasi untuk investasi bisnis dan menghasilkan peluang kerja baru (Wlodarczyk,
2007 dalam Thomas P. Z. Mpofu, 2013).
3.3. Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau
Pemanfaatan ruang terbuka hijau pada kawasan perkotaan, diwujudkan untuk
kawasan konservasi untuk area pengembangan keaneka ragaman hayati, area
penciptaan iklim mikro dan reduktor polutan di kawasan perkotaan, tempat rekreasi
masyarakat,

tempat pemakaman umum, pembatas perkembangan kota ke arah

yang tidak diharapkan, pengamanan sumber daya, baik alam, buatan maupun
historis, arahan penyediaan ruang terbuka hijau yang bersifat privat, melalui
pembatasan kepadatan serta kriteria pemanfaatannya.
Beberapa kota telah mengembangkan strategi dan rencana utama untuk
mempertahankan ruang terbuka hijau mereka. Jalanan telah berjajar dengan pohonpohon dan rumah-rumah terpisah dari jalan-jalan dan beberapa meter dari pohonpohon atau semak-semak. Dalam beberapa kasus, pohon telah digunakan untuk
merehabilitasi

lubang

kerikil

dan

tempat

pembuangan

sampah,

sehingga

menciptakan daerah yang lebih ramah untuk rekreasi dalam daerah perkotaan.
Kebanyakan strategi untuk pengelolaan kawasan hijau didasarkan pada konsep
akses dan pemerataan. Sebagai contoh, Master Plan Kota Sophia, Bulgaria,
menetapkan bahwa rekreasi bagi warga negara harus dikembangkan dalam jarak
tertentu dari rumah mereka atau dalam beberapa menit waktu tertentu untuk
berjalan. Hal ini juga menekankan kerja sama dan jejaring antara lingkungan
setempat, kelompok perumahan, perusahaan dan organisasi lainnya dalam

mengembangkan dan meningkatkan ruang terbuka di perumahan atau bekas daerah
industri.
Rencana utama lainnya dapat berkonsentrasi pada distribusi dan kegunaan daerah
hijau di sekitar kota atau kota tertentu. Sebagai contoh, Kota Zurich, Swiss,
bertujuan untuk menciptakan sejumlah ruang hijau per penduduk untuk rekreasi dan
olahraga. Daerah hijau juga dapat digunakan untuk melindungi daerah resapan air
dan untuk rehabilitasi daerah yang tidak menyenangkan seperti tempat pembuangan
sampah. Sebagai contoh, Urban Park Bayrampasa, bekas tempat pembuangan
akhir di Istanbul, Turki, telah berubah menjadi sebuah taman kota yang
menyediakan sarana rekreasi di daerah padat penduduk. Kota ini juga telah
menciptakan ruang linear terbuka atau koridor hijau sepanjang front laut, tepi danau,
lembah sungai, dll.
Beberapa

penelitian

juga

telah

mempertimbangkan

menggunakan

fasilitas

lingkungan untuk menjelaskan kesenjangan kesehatan. Di negara maju, ada bukti
yang cukup bahwa ruang hijau memiliki efek menguntungkan pada kesehatan
penduduk suatu perkotaan dan studi terbaru menunjukkan ruang terbuka hijau dapat
memiliki efek positif pada masa kehamilan hingga proses kelahiran. Mekanisme
utama ruang terbuka hijau dapat berhubungan dengan hasil kehamilan yang
menguntungkan adalah pengurangan tingkat stres. Sebagian besar penelitian
eksperimental telah menghasilkan bukti kuat tentang efek positif alam pada
pemulihan tingkat stres dan kelelahan. Kontak langsung dengan lingkungan alam
dapat memulihkan psikologis dan mengurangi stres serta kecemasan. Beberapa
efek menguntungkan dari ruang terbuka hijau adalah pengurangan stres pada ibu
hamil, mekanisme kekebalan tubuh yang dapat mengubah fetomaternal (gangguan
pada masa kehamilan), mengurangi penyebab nutrisi janin terbatas yang mengarah
ke penurunan pertumbuhan janin dan kelahiran prematur.
Model psychoevolutionary Ulrich yang telah dikonfirmasi oleh beberapa studi
eksperimental mengungkapkan bahwa berada di atau melihat ruang terbuka hijau
dikaitkan dengan penurunan manifestasi fisiologis stres, termasuk denyut jantung,
tekanan darah, konduktansi kulit dan ketegangan otot. Anehnya, temuan ini tidak
dilaporkan dalam makalah lain.

4. MANUSIA DAN RUANG TERBUKA HIJAU
Pertambahan jumlah penduduk yang pesat mengakibatkan terjadinya kesenjangan
antara jumlah penduduk dan jumlah permukiman. Hal tersebut menyebabkan
kebutuhan ruang meningkat untuk mengakomodasi kepentingannya. Semakin
meningkatnya permintaan akan ruang, khususnya untuk permukiman dan lahan
terbangun berdampak kepada semakin merosotnya kualitas lingkungan. Rencana
Tata Ruang yang telah dibuat tidak mampu mencegah alih fungsi lahan di perkotaan
sehingga keberadaan Ruang Terbuka Hijau semakin terancam dan kota semakin
tidak nyaman untuk beraktivitas. Ruang terbuka hijau harus mampu memberikan
nilai tambah dan melakukan fungsi lainnya. Ruang terbuka hijau harus diintegrasikan
dengan kehidupan sehari-hari manusia dan beberapa dari mereka (taman,
lapangan, kebun binatang, dll) berfungsi tidak hanya sebagai kawasan konservasi,
tetapi juga harus mampu melakukan fungsi ekonomi dan fungsi lainnya seperti
sebagai rekreasi, estetika dan pendidikan.
Beberapa ulasan

melaporkan bahwa ruang hijau, yang didefinisikan sebagai

"terbuka atau tanah yang belum dikembangkan dengan vegetasi alami, taman atau
hutan", memiliki efek menguntungkan pada kesehatan morbiditas dan mortalitas.
(Wahida Kihal-Talantikite, Cindy M Padilla, Benoît Lalloué, Marcello Gelormini, Denis
Zmirou-Navier dan Severine Deguen, 2013),
Orang memilih untuk mengunjungi ruang terbuka hijau karena berbagai alasan,
termasuk motivasi pribadi, aktivitas fisik sehat hanyalah salah satu dari motivasi
tersebut. Ruang terbuka hijau memiliki potensi untuk menyediakan beberapa jenis
manfaat kesehatan holistik termasuk relaksasi, member emosi positif tentang diri
dan lingkungan, mendapatkan ketenangan, revitalisasi, dan kepuasan. Pelestarian
dan perluasan ruang terbuka hijau dapat dirumuskan sebagai manfaat kesehatan
bagi individu yang dapat memberikan alasan untuk keputusan kebijakan yang ramah
lingkungan.
4.1. Ruang Terbuka Hijau Sebagai Indikator terpenuhinya Kebutuhan Manusia
Keberadaan ruang terbuka hijau yang memadai serta mencukupi dapat menjadikan
suatu kota nyaman dan sehat. Tidak hanya kotanya, ruang terbuka hijau juga dapat
menjadi indikator terpenuhinya kebutuhan manusia. Keberadaan ruang terbuka hijau

memberikan manfaat bagi manusia sebagai pengunanya akan tercipta iklim mikro.
Ruang terbuka hijau juga dapat dijadikan area yang diperuntukan sebagai tempat
beraktivitas baik secara sosial maupun budaya yang akan menimbulkan efek positif
pada kepribadian seseorang.
4.2. Kontribusi Ruang Terbuka Hijau Dalam Pemenuhan Quality of Life
Manusia
Kualitas hidup dapat dilihat dari dua indikator, yaitu (1) indikator obyektif, dengan
mengukur kondisi aktual lingkungan binaan, lingkungan alam, dan aspek sosial dan
ekonomi, (2) indikator subyektif, dengan mengukur pernyataan evaluasi apa yang
orang rasakan tentang hidup setiap faktor. Dalam penelitian tentang kualitas hidup di
daerah perkotaan, dimensi kualitas hidup berkaitan dengan faktor-faktor lingkungan
yang telah dipertimbangkan dalam arti yang lebih luas, mereka adalah lingkungan
fisik, sosial dan ekonomi (Achmad Delianur Nasution dan Wahyuni Zahrah, 2012)
Sebuah laporan komprehensif pada 1996 oleh US Surgeon General menemukan
bahwa orang yang terlibat dalam aktivitas fisik di ruang terbuka hijau secara teratur
mendapatkan manfaat dari penurunan risiko kematian dini, mengurangi risiko
penyakit jantung koroner, hipertensi, kanker usus, dan diabetes, peningkatan
pemeliharaan kekuatan otot, struktur sendi, dan fungsi sendi, penurunan berat
badan dan redistribusi menguntungkan lemak tubuh, meningkatkan fungsi fisik pada
orang

yang

menderita kesehatan

yang

buruk,

dan kardiovaskular

sehat,

pernapasan, dan sistem endokrin (Paul M. Sherer, 2013).
Banyak penelitian menunjukkan bahwa ruang terbuka hijau merupakan salah satu
unsur lingkungan perkotaan yang penting dalam memberikan kontribusi positif
terhadap kualitas hidup. Kehidupan kota yang menuntut manusia terus bergerak
aktif menyebabkan kepenatan, dan berdampak pada menurunnya kondisi fisik dan
mental seseorang. Kondisi inilah yang membuat seseorang membutuhkan ruang
terbuka hijau sebagai tempat untuk memperoleh kualitas hidup yang lebih baik.
Ruang terbuka hijau memiliki kontribusi yang sangat positif bagi manusia untuk
memenuhi kualitas hidup mereka. Kontribusi ruang terbuka hijau tersebut berupa
mempromosikan udara bersih, air, tanah dan bahan-bahan tidak beracun, untuk
melindungi manusia dan mempertahankan keanekaragaman hayati, kemudian juga

dapat melestarikan sumber daya dan meminimalkan kebutuhan energi, memberikan
kemampuan untuk menikmati pemandangan alam dengan menyediakan berbagai
area hijau didistribusikan dalam lingkungan perkotaan, dan dapat memberikan cara
yang tepat untuk mengontrol dan mengelola limbah.
4.3. Kebutuhan Manusia akan Ruang Terbuka Hijau
Sebagaimana yang telah dijelaskan di atas, bagaimana ruang terbuka hijau sangat
memberi dampak positif bagi manusia. Ruang terbuka hijau yang menarik dan
memiliki fasilitas memadai serta dikelola dengan baik menjadi daya tarik yang
membuat manusia tertarik untuk berada di ruang terbuka hijau. Manusia dengan
segala macam kebutuhannya membutuhkan ruang terbuka hijau sebagai tempat
atau sarana untuk mendapatkan banyak manfaat yang diberikan. Apalagi ditengah
banyaknya kota-kota yang kurang memperhatikan aspek lingkungannya, membuat
kebutuhan akan udara sehat, air bersih, bebas polusi, dan lain sebagainya
meningkat. Kebutuhan akan ruang terbuka hijau menjadi persoalan yang akan sulit
terpecahkan jika manusia tidak mau bersinergi dengan alam. Interaksi sosial yang
merupakan salah satu wujud proses adaptasi manusia dapat terjadi di ruang terbuka
hijau yang baik tanpa melihat strata sosial seseorang, bersifat demokratis dan tidak
diskiminatif. Kesehatan manusia akan mudah terserang penyakit jika daerah tempat
ia tinggal terkena radikal bebas dan banyak polutan yang disebabkan kurangnya
ketersediaan area hijau. Oleh karena itu, manusia membutuhkan ruang terbuka hijau
untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka dan meningkatkan kualitas hidup.
5. KESIMPULAN
Ruang terbuka hijau sebagai suatu perangkat dalam perkotaan yang memiliki
berbagai macam manfaat harus menjadi salah satu fokus dalam perencanaan
pembangunan kota. Ruang terbuka hijau tidak akan berfungsi maksimal jika tidak
adanya sinergi antara pemerintah terkait, pengelola dan masyarakat umum dengan
alam. Sebagai suatu sarana untuk meningkatkan kualitas hidup manusia, ruang
terbuka hijau harus dikelola dengan bijak agar dapat dimanfaatkan secara maksimal.
Seseorang memilih untuk mengunjungi ruang terbuka hijau karena berbagai alasan,
termasuk sebagai sarana untuk memperbaiki bahkan meningkatkan kualitas
hidupnya. Ruang terbuka hijau memiliki potensi untuk menyediakan beberapa
manfaat untuk kesehatan fisik dan psikis. Bukti menunjukkan manfaat dari ruang

terbuka hijau kota. Mereka meningkatkan kesehatan fisik dan psikologis manusia,
memperkuat masyarakatnya, dan membuat kota-kota serta lingkungan kita tempat
yang lebih menarik. Ruang terbuka hijau juga membuat kota tersebut lebih
manusiawi untuk tempat tinggal dan bekerja.
DAFTAR PUSTAKA
Arianti, Iin. 2010. Ruang Terbuka Hijau. Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Rekayasa.
Politeknik Negeri Pontianak. Pontianak.
Broekhuizen, K.; de Vries, S.I.; Pierik F.H. 2013. Healthy Aging in a Green Living
Environment: a Systematic Review of the Literature. TNO report. Leiden.
Costa, C.S.; Erjavec, I.S.; Mathey, J. 2008. Green Spaces – a Key Resources for
Urban
Sustainability The GreenKeys Approach for Developing Green
Spaces. Urbani
Izziv.
El Din, H.S.; Shalaby, A.; Farouh, H.E.; Elariane, S.A. 2013. Principles of Urban
Quality
of Life For a Neighborhood. HBRC Journal.
Gladwell, V.F.; Brown, D.K.; Wood, C.; Sandercock, G.R.; Barton, J.L. 2013. The
Great Outdoors: How a Green Exercise Environment Can Benefit All.
Extreme
Physiology & Medicine. Colchester.
Irvine, K.N.; Warber, S.L 2, Devine-Wright, P.; Gaston, K.J. 2013. Understanding
Urban Green Space as a Health Resource: A Qualitative Comparison of Visit
Motivation and Derived Effects among Park Users in Sheffield, UK.
International Journal of Environmental Research and Public Health.
Kihal-Talantikite, W.; Padilla, C.M.; Lalloué, B; Gelormini, M.; Zmirou-Navier, D.;
Severine Deguen, S. 2013. Green space, social inequalities and neonatal
mortality in Franc. BMC Pregnancy and Childbirth.
Nasution, A.D. & Zahrah, W. 2012. Public Open Space’s Contribution to Quality of
Life: Does privatisation matters?. University of Sumatra Utara. Medan.
Sherer, Paul M. 2003. Why America Needs More City Parks and Open Space. The
Trust for Public Land. San Francisco.
Sitadevi, Latifa & Pryadi, Jaja. Utilization of Green Open Spaces in Jakarta :
Challenge
and Current Status. Institut Teknologi Bandung. Bandung.
Skalicky, Vanja & Sitar, Metka. 2012. The Concepts on Quality of Life in the Maribor
Post-WW2 Housing Estate. Inštitut za Arhitekturo in Proctor. Ljubljana.

Dokumen yang terkait

ALOKASI WAKTU KYAI DALAM MENINGKATKAN KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA DI YAYASAN KYAI SYARIFUDDIN LUMAJANG (Working Hours of Moeslem Foundation Head In Improving The Quality Of Human Resources In Kyai Syarifuddin Foundation Lumajang)

1 46 7

PERANCANGAN THERMAL INSULATOR RUANG BAKAR MIKRO GAS TURBIN

3 71 18

ANALISIS EFEKTIFITAS PEMBERIAN TERAPI CAIRANUNTUK GANGGUANKESEIMBANGAN CAIRAN DAN ELEKTROLIT PADAAN.Z DENGAN GASTROENTERITIS AKUT DI RUANG EMPU TANTULAR RSUD KANJURUHAN KEPANJEN KABUPATEN MALANG

0 53 22

PERAN PERAWAT DALAM IMPLEMENTASI KOLABORATIF PEMBERIAN TERAPI INSULIN SEBAGAI TINDAKAN DALAM PENURUNAN KADAR GULA DALAM DARAH PADA KLIEN DENGAN HIPERGLIKEMI DI RUANG AIRLANGGA RSUD KANJURUHAN KEPANJEN TAHUN 2012

1 55 23

PENGARUH DAYA TARIK REALITY SHOW MASIHKAH KAU MENCINTAIKU TERHADAP PENDAPAT MASYARAKAT TENTANG SIKAP TERBUKA PADA PASANGAN (Studi Pada Pemirsa Acara Televisi reality show Kelurahan Tukang kayu RT/RW 02/05, Kecamatan Banyuwangi, Kota Banyuwangi)

0 67 2

PROSES KOMUNIKASI INTERPERSONAL DALAM SITUASI PERTEMUAN ANTAR BUDAYA STUDI DI RUANG TUNGGU TERMINAL PENUMPANG KAPAL LAUT PELABUHAN TANJUNG PERAK SURABAYA

97 602 2

HUBUNGAN MOTIVASI KERJA DENGAN KEPATUHAN PENGGUNAAN ALAT PERLINDUNGAN DIRI (APD) PADA PERAWAT DI RUANG RAWAT INAP RUMAH SAKIT PARU JEMBER

14 90 168

INSTRUMEN UKUR KADAR KEBUTUHAN PUPUK UREA PADA TANAMAN JAGUNG MENGGUNAKAN METODE FUZZY LOGIC

13 68 149

PENGGUNAAN BAHAN AJAR LEAFLET DENGAN MODEL PEMBELAJARAN THINK PAIR SHARE (TPS) TERHADAP AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI POKOK SISTEM GERAK MANUSIA (Studi Quasi Eksperimen pada Siswa Kelas XI IPA1 SMA Negeri 1 Bukit Kemuning Semester Ganjil T

47 275 59

PENGARUH PENGELUARAN PEMERINTAH PADA SEKTOR PENDIDIKAN DAN KESEHATAN TERHADAP INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA PROVINSI SUMATERA SELATAN

3 52 68