ANALISIS PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGA

ANALISIS PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN BERUPA TANAH DAN BANGUNAN YANG BUKAN HAK MILIK DEBITUR

(Studi Kasus PT. Bank Danamon Indonesia, Tbk. Kantor Cabang Pembantu Lasusua)

SKRIPSI OLEH MUH. ASPAR

NIM: D1A2 28129

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SEMBILANBELAS NOVEMBER KOLAKA

ANALISIS PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN BERUPA TANAH DAN BANGUNAN YANG BUKAN HAK MILIK DEBITUR

(Studi Kasus PT. Bank Danamon Indonesia, Tbk. Kantor Cabang Pembantu Lasusua)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana

(Strata-1) Pada Fakultas Hukum Universitas Sembilanbelas November Kolaka

OLEH MUH. ASPAR

NIM: D1A2 28129

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEMBILANBELAS NOVEMBER KOLAKA

HALAMAN PERSETUJUAN SKRIPSI ANALISIS PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN BERUPA TANAH DAN BANGUNAN YANG BUKAN HAK MILIK DEBITUR

(Studi Kasus PT. Bank Danamon Indonesia, Tbk,

Kantor Cabang Pembantu Lasusua)

OLEH MUH. ASPAR

NIM: D1A2 28129

Telah Selesai Diujikan Dan Dipertahankan Dihadapan Tim Penguji Skripsi Program Studi Ilmu-Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sembilanbelas November Kolaka

Menyetujui:

Pembimbing I Pembimbing II

RIEZKA EKA MAYASARI, SH.,MH. YENI HAERANI, SH.,MH.

NIDN: 092305401 NIDN: 0026048402

HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI SKRIPSI ANALISIS PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN BERUPA TANAH DAN BANGUNAN YANG BUKAN HAK MILIK DEBITUR

(Studi Kasus PT. Bank Danamon Indonesia, Tbk, Kantor Cabang Pembantu Lasusua)

Telah Dipertahankan Di Hadapan Tim Penguji Program Studi Ilmu-Ilmu Hukum

Fakultas Hukum Universitas Sembilanbelas November Kolaka Dalam Ujian Tugas Akhir Pada Hari Sabtu Tanggal 03 September 2016 Dan Dinyatakan LULUS

Tim Penguji

Tanda Tangan

Tanggal

1. YAHYANTO, SH.,MH

(Ketua Tim Penguji)

2. H. SYAMSUL RIJAL, SH.,MH (Anggota Tim Penguji)

3. BASRAWI, SH.,MH (Anggota Tim Penguji)

4. RIEZKA EKA MAYASARI, SH.,MH (Anggota Tim Penguji)

5. YENI HAERANI, SH.,MH (Anggota Tim Penguji)

Mengetahui Dekan Fakultas Hukum

Universitas Sembilanbelas November Kolaka

YAHYANTO, SH.,MH

NIDN: 0906068202

PERNYATAAN ORISINALITAS

Yang bertanda tangan di bawah ini: Nama

: MUH. ASPAR

Tempat/ Tgl. Lahir : Lasusua, 13 September 1988 NIM

: D1A2 28129

Program Studi

: Ilmu Hukum

: Sembilanbelas November Kolaka

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Analisi Penyelesaian Kredit Macet Dengan Jaminan Hak Tanggungan Berupa Tanah Dan Bangunan Yang Bukan Hak Milik Debitur” adalah benar hasil karya dan penelitian yang saya lakukan sendiri, bukan plagiat dari hasil karya orang lain, kecuali referensi secara yang tertulis disebutkan dalam daftar pustaka. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya.

Kolaka, 03 September 2016 Yang Membuat Pernyataan

MUH. ASPAR

NIM: D1A2 28129

MOTTO

“Kebanggan kita yang terbesar adalah bukan karena kita tidak pernah gagal, tetapi karena kita mampu untuk bangkit kembali saat kita jatuh” “ Lebih b aik terlambat daripada tidak pernah wisuda sama sekeali”

PERSEMBAHAN Skripsi ini saya persembahkan kepada

Kedua orang saya yang selama ini telah memberikan bimbingan moral sehingga saya bisa menjadi seperti sekarang ini dan dapat menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya.

Saudara dan keluarga yang selama ini memberikan do’a dan dukungan untuk melanjutkan kuliah sehingga saya bisa sampai ke tahap ini, terima kasih atas do’a dan dukungannya.

Teman-teman yang selama ini sudah turut membantu dalam proses penyelesaian skripsi ini, terima kasih atas semua bantuannya yang tidak ternilai harganya.

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT, yang senantiasa memberikan rahmat, taufiq, hidayah dan inayah-Nya kepada seluruh ummat manusia, berkat limpahan rahmat- Nya penulis dapat menyelesaikan tugas akhir/ skripsi ini, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana dalam Ilmu Hukum. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepa Nabi Muhammad SAW.

Dalam penyusunan skripsi ini tidak sedikit hambatan yang penulis hadapai. Namun penulis menyadari bahwa segala apa yang telah penulis capai dalam penulisan skripsi ini tidak lepas dari bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Dr. Azhari, S.STP., M.Si, selaku Rektor Universitas Sembilanbelas November Kolaka.

2. Bapak Yahyanto, SH., MH, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sembilanbelas November Kolaka.

3. Ibu Riezka Eka Mayasari, SH., MH, selaku Ketua Program Studi Ilmu Hukum Universitas Sembilanbelas November Kolaka yang juga sebagai Pembimbing I Penulis.

4. Ibu Yeni Haerani, SH., MH, selaku Dosen Pembimbing II penulis yang telah banyak memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis.

5. Ibu Ni’malasari Magga, selaku Unit Manager PT. Bank Danamon Indonesia, Tbk. Kantor Cabang Pembantu Lasusua yang selama proses penelitian telah meluangkan waktunya untuk membantu penulis menyelesaikan penelitian.

6. Bapak Akbar Zulhaq, SH.,M.Kn, selaku Notaris/PPAT di Kabupaten Kolaka Utara yang telah banyak memberi masukan kepada penulis.

7. Seluruh Dosen Program Studi Ilmu Hukum Universitas Sembilanbelas November Kolaka yang telah banyak memberikan ilmu pengetahuan kepada penyususn.

8. Segenap karyawan Universitas Sembilanbelas November Kolaka dan seluruf staf Fakultas hukum yang telah memberikan pelayan terbaik selama proses perkuliahan.

9. Almamater Universitas Sembilanbelas November Kolaka yang berperan penting dalam masa kuliah.

10. Seluruh karyawan PT. Bank Danamon Indonesia, Tbk. Kantor Cabang Pembantu Lasusua yang selama proses penelitian telah ramah kepada penulis.

11. Semua pihak yang namanya tidak disebutkan dan terlibat dalam proses penyelesaian skripsi ini.

Dalam penulisan skripsi ini penulis menyadari masih banyak kekurangan. Segala kritik dan saran yang sifatnya membangun dalam penullisan skripsi ini sangat penulis harapkan dari pembaca. Semoga skripsi ini dapat bermamfaat untuk semua orang terutama kepada penulis

Kolaka, 03 September 2016

Penulis

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan penyelesaian kredit macet dengan jaminan hak tanggungan berupa tanah dan bangunan yang bukan hak milik debitur pada PT. Bank Danamon Indonesia, Tbk. Kantor Cabang Pembantu Lasusua dan hambatan yang terjadi dalam penyelesaian kredit macet tersebut. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif empiris. Penggunaan sumber data meliputi sumber data primer dan data sekunder melalui teknik pengumpulan data berupa studi lapangan dan studi kepustakaan. Analisis data melalui analisis interaktif dengan pendekatan penelitian yang bersifat kuantitatif. Dalam penyelesaian kredit macet dengan hak tanggungan berupa tanah dan bangunan yang bukan hak milik debitur PT. Bank Danamon Indonesia, Tbk. Kantor Cabang Pembantu Lasusua lebih mengutamakan untuk menempuh tahap novasi dan subrogasi terlebih dahulu sebelum mengambil tindakan eksekusi. Faktor utama yang menghambat peyelesaian kredit macet dengan jaminan hak tanggungan berupa tanah dan bangunan yang bukan hak milik debitur melalui tahap mediasi adalah kurangnya pemahaman debitur dan penjamin terhadap upaya penyelamatan kredit macet yang ditawarkan oleh pihak bank, sehingga dapat menimbulkan konflik interen antara pihak bank dan debitur, sedangkan hambatan penyelesaian kredit macet melalui fiat eksekusi di pengadilan yaitu prosedur penanganan permohonan fiat eksekusi melalui badan peradilan kurang ideal dan harus menempuh waktu yang cukup lama serta tidak semua wilayah hukum memiliki kantor lelang, dalam arti masih banyak Pengadilan Negeri yang mempunyai kantor lelang di luar kota.

Kata kunci: Analisis, Kredit, Hak Tanggungan

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pembangunan ekonomi adalah sebagai bagian dari pembangunan nasional yang merupakan salah satu upaya untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Dalam rangka memelihara dan meneruskan pembangunan yang berkesinambungan, para pelaku pembangunan baik pemerintah maupun masyarakat sebagai orang perorangan dan badan hukum, sangat diperlukan dana dalam jumlah yang besar. Salah satu sarana yang mempunyai peran strategis dalam pengadaan dana tersebut adalah lembaga perbankan.

Pengertian bank seperti yang tercantum dalam Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan disebutkan yaitu “Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, dan menyalurkan kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak ”.

Kebutuhan akan dana bagi perseorangan ataupun perusahaan dalam menjalankan kegiatan usahanya merupakan kebutuhan yang amat esensial. Dana yang diperlukan pada umumnya berjumlah sangat besar, sedangkan dana pribadi yang dimiliki sangatlah terbatas. Oleh karenanya diperlukan dana dari Kebutuhan akan dana bagi perseorangan ataupun perusahaan dalam menjalankan kegiatan usahanya merupakan kebutuhan yang amat esensial. Dana yang diperlukan pada umumnya berjumlah sangat besar, sedangkan dana pribadi yang dimiliki sangatlah terbatas. Oleh karenanya diperlukan dana dari

Istilah kredit sudah tidak asing lagi di dalam lingkungan masyarakat pada umumnya dan lingkungan perbankan pada khususnya. Pengertian kredit menurut Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan berbunyi:

“Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian

bunga.” Dari pengertian kredit tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa kredit

yang diberikan oleh pihak bank kepada debitur berdasarkan kesepakatan atau perjanjian. Perjanjian atau kesepakatan tersebut tentunya harus sesuai dengan ketentuan-ketentuan perjanjian yang ada dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata). Selain itu, kredit merupakan penyerahan sejumlah uang tertentu yang didasarkan pada persetujuan pinjam meminjam.

Kegiatan menyalurkan kredit mengandung resiko yang dapat mempengaruhi kesehatan dan kelangsungan usaha bank. Likuditas keuangan, solvabilitas dan profitabilitas bank sangat dipengaruhi oleh keberhasilan mereka dalam mengelola kredit yang disalurkan, kebanyakan bank yang menghadapi kesulitan keuangan disebabkan terjerat kasus kredit macet dalam jumlah besar. Pelaksanaan pemberian kredit pada umumnya dilakukan dengan mengadakan suatu perjanjian. Perjanjian tersebut terdiri dari perjanjian pokok Kegiatan menyalurkan kredit mengandung resiko yang dapat mempengaruhi kesehatan dan kelangsungan usaha bank. Likuditas keuangan, solvabilitas dan profitabilitas bank sangat dipengaruhi oleh keberhasilan mereka dalam mengelola kredit yang disalurkan, kebanyakan bank yang menghadapi kesulitan keuangan disebabkan terjerat kasus kredit macet dalam jumlah besar. Pelaksanaan pemberian kredit pada umumnya dilakukan dengan mengadakan suatu perjanjian. Perjanjian tersebut terdiri dari perjanjian pokok

Dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah serta benda-benda yang berkaitan dengan Tanah, maka segala ketentuan mengenai Creditverband dalam Buku II Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUH Perdata) yang diberlakukan berdasarkan Pasal 57 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (UUPA) dinyatakan tidak berlaku lagi.

Pemberian jaminan dengan Hak Tanggungan diberikan melalui Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) yang didahului dan atau dengan pembuatan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) merupakan bagian yang terpisahkan dari perjanjian kredit. Perjanjian kredit mempunyai kedudukan sebagai perjanjian pokok, artinya merupakan sesuatu yang menentukan batal atau tidak batalnya perjanjian lain yang mengikutinya. Perjanjian kredit dengan Jaminan Hak Tanggungan bukan merupakan hak jaminan yang lahir karena Undang-Undang melainkan lahir karena harus diperjanjikan terlebih dahulu antar bank selaku kreditur dengan nasabah selaku debitur.

Eksekusi Jaminan Hak Tanggungan merupakan langkah terakhir yang dilakukan kreditur selaku penerima Hak Tanggungan apabila debitur selaku pemberi Hak Tanggungan cidera janji atau wanprestasi. Pelaksanaan eksekusi tersebut diatur dalam Pasal 12 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah serta benda-benda yang berkaitan dengan tanah Eksekusi Jaminan Hak Tanggungan merupakan langkah terakhir yang dilakukan kreditur selaku penerima Hak Tanggungan apabila debitur selaku pemberi Hak Tanggungan cidera janji atau wanprestasi. Pelaksanaan eksekusi tersebut diatur dalam Pasal 12 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah serta benda-benda yang berkaitan dengan tanah

PT. Bank Danamon Indonesia, Tbk, Kantor Cabang Pembantu Lasusua adalah salah satu lembaga perbankan yang pernah mengalami hal tersebut, dimana pihak bank harus mengeksekusi salah satu jaminan berupa tanah dan bangunan dari debitur yang cidera janji atau wanprestasi dan jaminan Hak Tanggungan berupa tanah dan bangunan tersebut bukan hak miliki debitur.

Dari hal tersebut mendorong penulis untuk melakukan penelitian tentang pelaksanaan penyelesaian kredit macet dengan jaminan hak tanggungan berupa tanah dan bangunan, beserta hambatan-hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan penyelesaian kredit macet tersebut, pada PT. Bank Danamon Indonesia, Tbk, Kantor Cabang Pembantu Lasusua.

Berdasarkan uraian diatas, maka penulis mengambil judul dalam penelitian ini, yaitu: “ANALISIS PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN JAMINAN

HAK TANGGUNGAN BERUPA TANAH DAN BANGUNAN YANG BUKAN HAK MILIK DEBITUR ”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang dan pembatasan permasalahan tersebut di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana pelaksanaan penyelesaian kredit macet dengan jaminan Hak Tanggungan berupa tanah dan bangunan yang bukan hak milik debitur di PT. Bank Danamon Indonesia, Tbk, Kantor Cabang Pembantu Lasusua?

2. Apakah hambatan yang terjadi dalam pelaksanaan penyelesaian kredit macet dengan jaminan Hak Tanggungan berupa tanah dan bangunan yang bukan hak milik debitur di PT. Bank Danamon Indonesia, Tbk, Kantor Cabang Pembantu Lasusua?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini dimaksudkan untuk:

1. Mengetahui pelaksanaan penyelesaian kredit macet dengan jaminan Hak Tanggungan berupa tanah dan bangunan yang bukan hak milik debitur di PT. Bank Danamon Indonesia, Tbk, Kantor Cabang Pembantu Lasusua;

2. Mengetahui hambatan yang terjadi dalam penyelesaian kredit dengan jaminan Hak Tanggungan berupa tanah dan bangunan yang bukan hak milik debitur di PT. Bank Danamon Indonesia, Tbk, Kantor Cabang Pembantu Lasusua;

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini mempunyai manfaat praktis dan teoritis yaitu sebagai berikut:

1. Secara Praktis Bagi pihak bank dapat memberikan gambaran yang jelas dalam menyelamatkan kredit macet dan juga sebagai bahan masukan bagi bank dalam mengatasi hambatan-hambatan yang terjadi dalam menyelesaikan kredit macet.

2. Secara Teoritis

a) Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan pengembangan ilmu pengetahuan di bidang Hukum Perdata khususnya Hukum Perbankan mengenai penyelesaian kredit macet dalam perjanjian kredit yang dijamin dengan Hak Tanggungan berupa tanah dan bangunan yang bukan hak milik debitur.

b) Sebagai bahan studi bagi pengkajian selanjutnya yang lebih mendalam tentang masalah yang sama atau serupa.

E. Kerangka Teori

1. Arti Pentingnya Lembaga Jaminan Hukum jaminan merupakan bidang ilmu yang sangat penting dalam pembangunan ekonomi, karenanya lembaga jaminan sangat berperan dalam penyaluran dana melauli kredit perbankan. Dalam hal ini jaminan merupakan upaya hukum dalam mengkover piutang dan sebagai tindakan preventif dalam penyelesaian perjanjian kredit. Secara yuridis, jaminan merupakan sarana pelunasan piutang kreditur.

Suatu prinsip yang berlaku dalam hukum jaminan adalah kreditur tidak dapat meminta suatu janji agar memiliki benda yang dijaminkan bagi pelunasan hutang debitur kepada kreditur. Ratio dari ketentuan ini adalah untuk mencegah terjadinya ketidakadilan yang akan terjadi jika kreditur memiliki benda jaminan yang nilainya lebih besar dari jumlah hutang debitur kepada kreditur. Oleh karena itu, benda jaminana harus dijual dan kreditur Suatu prinsip yang berlaku dalam hukum jaminan adalah kreditur tidak dapat meminta suatu janji agar memiliki benda yang dijaminkan bagi pelunasan hutang debitur kepada kreditur. Ratio dari ketentuan ini adalah untuk mencegah terjadinya ketidakadilan yang akan terjadi jika kreditur memiliki benda jaminan yang nilainya lebih besar dari jumlah hutang debitur kepada kreditur. Oleh karena itu, benda jaminana harus dijual dan kreditur

Apabila masih ada kelebihan, maka sisa hasil penjualan tersebut dikembalikan kepada debitur. Dengan semakin berkembangnya ekonomi dan perdagangan yang juga akan diikuti dengan kebutuhan akan kredit, dimana pemberian suatu kredit akan diikuti dengan pemberian jaminan. Dengan adanya jaminan pemberi kredit dalam hal ini Bank akan memberikan rasa aman serta terjaminnya pengembalian kredit yang diberikan

2. Hak Tanggungan Sebagai Jaminan Kredit Pada Bank Pengikatan jaminan kredit dengan hak tanggungan dilakukan apabila seorang nasabah atau debitur mandapatkan fasilitas kredit dari bank, menjadikan barang tidak bergerak yang berupa tanah (hak atas tanah) berikut atau tidak berikut bendabenda yang berkaitan dengan tanah tersebut (misalnya bangunan, tanaman, dan sebagainya) sebagai jaminan tanpa debitur menyerahkan barang jaminan tersebut secara fisik kepada kreditur (bank), artinya barang jaminan tersebut secara fisik tetap dikuasai oleh orang yang bersangkutan dan kepemilikannya tetap berada pada pemilik semula, tetapi karena dijadikan jaminan utang dengan diadakannya perjanjian hak tanggungan sehingga kewenangan pemberi hak tanggungan untuk melaksanakan perbuatan hukum dengan pihak ketiga atau perbuatan lain yang mengakibatkan turunnya nilai jaminan itu dibatasi dengan hak tanggungan yang dimiliki oleh bank sebagai pemegang hak tanggungan tersebut.

Dengan demikian, hak kepemilikan atas tanah tersebut tetap berada pada pemilik tanah atau pemberi hak tanggungan, sehingga bank hanya mempunyai hak tanggungan saja yang memberikan hak untuk mendapatkan pelunasan atas piutangnya terlebih dahulu dari kreditur-kreditur lainnya. Pelaksanaan jaminan ini merupakan akibat dari adanya perjanjian pokok

yaitu perjanjian kredit. 1

3. Eksekusi Hak Tanggungan Eksekusi hak tanggungan diatur dalam pasal 20 Undang-Undang 4 Tahun 1996. Eksekusi hak tanggungan ini terjadi karena pemberi hak tanggungan atau debitur tidak melaksanakan prestasinya sebagaimana mestinya, walaupun debitur yang bersangkutan telah diberikan simasi 3 kali berturut-turut. Berdasarkan Pasal 20 Undang-undang Nomor 4 tahun 1996, menentukan bahwa:

a. Apabila debitur cidera janji, berdasarkan:

1) Hak pemegang hak tanggungan pertama untuk menjual obyek hak tanggungan sebagaimana dimaksug dalam Pasal 6;

2) Titel eksekutorial yang terdapat dalam sertifikat hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) Undang-undang Nomor 4 tahun 1996.

b. Atas kesepakatan pemberi dan pemegang hak tanggungan, penjualan obyek hak tanggungan dapat dilaksanakan di bawah tangan, jika dengan

1 Andrian Sutedi, Implikasi Hak Tanggungan Terhadap Pemberian Kredit Oleh Bank dan Pemnyelesaian Kredit Bermasalah, BP. Cipta Jays, Jakarta, 2006, Hlm. 130.

demikian itu akan dapat diperoleh harga tertinggi yang menguntungkan semua pihak.

c. Pelaksanaan penjualan dibawah tangan hanya dapat dilakukan setelah lewat waktu satu (1) bulan sejak diberitahukannya secara tertulis oleh pemberi dan/atau pemegang hak tanggungan kepada pihak-pihak yang berkepentingan dan diumumkan sedikit-dikitnya dalam 2 (dua) surat kabar yang berada di daerah yang bersangkutan dan/atau media masa setempat, serta tidak ada pihak yang menyatakan keberatan.

d. Setiap janji untuk melaksanakan eksekusi hak tanggungan dengan cara yang bertentangan dengan ketentuan pada ayat (1), ayat (2), dan (3) batal demi hukum.

e. Sampai saat pengumuman untuk lelang dikeluarkan. Penjualan lelang dapat dihindarkan dengan pelunasan utang yang di jamin dengan hak tanggungan itu beserta biaya-biaya eksekusi yang dikeluarka.

Kemudian berdasarkan Pasal 6 Undang-undang Nomor 4 tahun 1996, menentukan bahwa, apabila debitur cidera janji, pemegang hak tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual obyek hak tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut.

F. Definisi Operasional

1. Analisis Analisis adalah penelaahan dan penguraian data hingga hingga menghasilkan kesimpulan.

2. Kredit Macet Kredit macet adalah suatu keadaan dimana debitur baik perorangan atau perusahaan tidak mempu membayar kredit bank tepat pada waktunya.

3. Jaminan Jaminan adalah aset pihak peminjam yang dijanjikan kepada pemberi pinjaman jika peminjam tidak dapat tidak dapat mengembalikan pinjaman tersebut sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang telah disepakati bersama.

4. Hak Tanggungan Hak Tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah berikut benda-benda lain yang merupakan suatu kesatuan dengan tanah tersebut.

5. Tanah Tanah dapat diartikan sebagai bagian teratas dari permukaan bumi yang merupakan tempat tumbuhnya tumbuhan-tumbuhan dan tempat hidupnya segala jenis makhluk hidup.

6. Bangunan Bangunan adalah wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat kedudukannya.

7. Debitur Debitur adalah pihak yang berhutang ke pihak lain, biasanya dengan menerima sesuatu dari kreditur yang dijanjikan.

8. Kreditur Kreditur adalah pihak (perorangan, organisasi, perusahaan atau pemerintah) yang memiliki tagihan kepada pihak lain (pihak kedua) atas properti atau layanan jasa yang diberikannya (biasanya dalam bentuk kontrak atau perjanjian) di mana diperjanjikan bahwa pihak kedua tersebut akan mengembalikan properti yang nilainya sama atau jasa. Pihak kedua ini disebut sebagai peminjam atau yang berhutang.

G. Sistematika Penulisan

Agar lebih mudah dimengerti dalam penulisan skripsi ini, maka penulis memberikan sistematika penulisan mengenai apa yang termuat di dalam setiap bab, yaitu:

BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab ini diuraikan tentang Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian;

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini menguraikan secara teori mengenai Perjanjian secara umum, Kredit, Perjanjian Kredit, Jaminan Kredit, Hukum Jaminan, Hak Milik, Hak Tanggungan, Wanprestasi dan Kredit Macet.;

BAB III METODE PENELITIAN

Dalam bab ini diuraikan tentang Objek Penelitian, Subjek Penelitian, Teknik Pengumpulan Data, Jenis Penelitian, Metode Pendekatan, Pengolahan dan Analisis Data;

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini akan menguraikan hasil penelitian yang relevan dengan permasalahan dan pembahasan mengenai Analisis Penyelesaian Kredit Macet Dengan Jaminan Hak Tanggungan Berupa Tanah Dan Bangunan Yang Bukan Hak Milik Kreditur pada PT. Bank Danamon Indonesia, Tbk. Kantor Cabang Pembantu Lasusua;

BAB V PENUTUP

Bab ini berisi tentang kesimpulan yang diambil berdasarkan hasil penelitian, pembahasan dan saran dari penulis terhadap apa yang telah dibahas didalam skripsi ini.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Perjanjian

1. Pengertian Perjanjian

Menurut Pasal 1313 KUH Perdata, perjanjian adalah Suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikat dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.

Menurut Abdulkadir Muhammad merumuskan kembali definisi Pasal 1313 KUH Perdata sebagai berikut bahwa yang disebut perjanjian ada lah “Suatu perjanjian dengan mana dua orang atau lebih saling mengikatkan diri untuk melaksanakan sesuatu hal dalam lapangan harta

kekayaan”. 2 Menurut Subekti yang menyatakan bahwa suatu perjanjian adalah

“Suatu peristiwa di mana seseorang berjanji kepada orang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal, dari peristiwa

ini timbul suatu hubungan perikatan”. 3 Berdasarkan uraian tersebut ada dua subjek dalam suatu perjanjian yaitu

kreditur dan debitur. Kreditur mempunyai hak terhadap prestasi sedangkan debitur wajib memenuhi prestasi. Di dalam suatu perjanjian termuat

beberapa unsur yaitu: 4

2 Abdulkadir Muhammad, Hukum Perikatan , Bandung, Citra Aditya Bakti, 1992, Hlm. 78. 3 Subekti, Hukum Perjanjian , Jakarta, Intermasa, 1987, Hlm.1 4 Abdulkadir Muhammad, Op.Cit , Hlm. 79 2 Abdulkadir Muhammad, Hukum Perikatan , Bandung, Citra Aditya Bakti, 1992, Hlm. 78. 3 Subekti, Hukum Perjanjian , Jakarta, Intermasa, 1987, Hlm.1 4 Abdulkadir Muhammad, Op.Cit , Hlm. 79

b) Ada Persetujuan Para Pihak Para pihak sebelum membuat perjanjian atau dalam membuat suatu perjanjian haruslah diberikan keduanya, hal ini bisa disebut dengan asas konsensualitas dalam suatu perjanjian. Konsensus harus ada tanpa disertai paksaan tipuan dan keraguan.

c) Ada Tujuan Yang Akan Dicapai Suatu perjanjian harus mempunyai satu atau beberapa tujuan tertentu yang ingin dicapai, dan dengan perjanjian itulah tujuan tersebut ingin dicapai atau dengan sarana perjanjian tersebut suatu tujuan ingin mereka capai, baik yang dilakukan sendiri maupun oleh pihak lain, yang dalam hal ini mereka selaku subjek dalam perjanjian tersebut.

d) Ada Prestasi Yang Harus Dilaksanakan Para pihak dalam perjanjian mempunyai hak dan kewajiban tertentu, yang satu dengan yang lainnya saling berlawanan. Apabila pihak yang satu dengan yang lain hal tersebut adalah merupakan hak dan begitu pula sebaliknya.

e) Ada Bentuk Tertentu Suatu perjanjian dapat dibuat secara lisan maupun tertulis, dalam hal suatu perjanjian yang dibuat tertulis dan dibuat dalam suatu akta otentik maupun dibawah tangan.

f) Ada Syarat-Syarat Tertentu Isi dalam suatu perjanjian harus ada syarat tertentu, karena dalam suatu perjanjian menurut ketentuan Pasal 1338 (1) KUHPerdata mengatakan bahwa persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang- undang bagi mereka yang membuatnya.

2. Syarat Sahnya Perjanjian

Untuk membuat suatu perjanjian harus memenuhi syaratsyarat agar perjanjian diakui dan mengikat para pihak yang membuatnya. Pasal 1320 KUHPerdata menentukan syarat-syarat untuk sahnya suatu perjanjian

diperlukan empat syarat yaitu: 5

a) Sepakat Mereka Yang Mengikatkan Dirinya. Sepakat artinya orang-orang yang membuat perjanjian tersebut harus sepakat atau setuju mengenai hal-hal pokok dari perjanjian yang dibuat dan juga sepakat mengenai syarat-syarat lain untuk mendukung sepakat mengenai hal-hal yang pokok.

b) Cakap Untuk Membuat Suatu Perjanjian Cakap artinya orang-orang yang membuat perjanjian harus cakap menurut hukum. Seorang telah dewasa atau akil balik, sehat jasmani dan

5 Abdulkadir Muhammad, Op.Cit , Hlm. 81 5 Abdulkadir Muhammad, Op.Cit , Hlm. 81

1. Orang-orang yang belum dewasa;

2. Orang-orang yang ditaruh dibawah pengampunan;

3. Orang perempuan dalam hal-hal yang ditetapkan oleh Undang- Undang dan kepada siapa Undang-Undang telah melarang membuat perjanjian-perjanjian tertentu.

c) Mengenal Hal Atau Objek Tertentu Mengenai hal atau objek tertentu artinya dalam membuat perjanjian, apa yang diperjanjikan harus jelas sehingga hak dan kewajiban para pihak bisa ditetapkan.

d) Suatu Sebab (Causal) Yang Halal. Suatu sebab atau causa yang halal artinya suatu perjanjian harus berdasarkan sebab yang halal atau yang diperbolehkan oleh Undang- Undang. Kriteria atau ukuran sebab yang halal adalah:

1) Perjanjian yang dibuat tidak boleh bertentangan dengan Undang- Undang;

2) Perjanjian tidak bertentangan dengan kesusilaan;

3) Perjanjian tidak boleh bertentangan dengan ketertiban umum. 6

6 Sutarno, Aspek-Aspek Hukum Perkreditan Pada Bank , Penerbit Alfabeta, Bandung 2005, Hlm.78

3. Asas-Asas Perjanjian

Para pihak yang terikat dalam suatu perjanjian wajib pula memperhatikan asas-asas perjanjian yaitu:

a. Asas Pact Sunt Servanda Pasal 1338 ayat 1 KUH . Perdata yang berbunyi “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-Undang bagi mereka yang membuatnya.”

b. Asas Konsensualitas Asas konsensualitas dapat disimpulkan dari ketentuan Pasal 1320 KUH. Perdata yang mensyaratkan adanya sepakat tanpa menyebutkan adanya formalitas tertentu atas perbuatan lain untuk sahnya perjanjian. Dengan kata lain penuangan dalam bentuk tertulis (akta) bukan merupakan suatu kewajiban dalam suatu perjanjian dan perjanjian dapat juga dilakukan secara lisan.

c. Asas Personalitas Asas personalitas ini dapat di terjemahkan sebagai asas kepribadian. Personalia di sini adalah tentang siapa-siapa yang tersangkut dalam perjanjian. Menurut Pasal 1315 KUH. Perdata yang berbunyi “Pada umumnya tak seorang dapat mengikatkan diri atas nama sendiri atau meminta ditetapkannya suatu janji pada untuk dirinya sendiri.” Berdasarkan Pasal 1315 KUH. Perdata, diketahui bahwa tidak seorangpun dapat mengadakan perjanjian kecuali untuk dirinya sendiri. Hal ini karena suatu perjanjian hanya mengikat bagi para pihak yang c. Asas Personalitas Asas personalitas ini dapat di terjemahkan sebagai asas kepribadian. Personalia di sini adalah tentang siapa-siapa yang tersangkut dalam perjanjian. Menurut Pasal 1315 KUH. Perdata yang berbunyi “Pada umumnya tak seorang dapat mengikatkan diri atas nama sendiri atau meminta ditetapkannya suatu janji pada untuk dirinya sendiri.” Berdasarkan Pasal 1315 KUH. Perdata, diketahui bahwa tidak seorangpun dapat mengadakan perjanjian kecuali untuk dirinya sendiri. Hal ini karena suatu perjanjian hanya mengikat bagi para pihak yang

d. Asas Itikad Baik Asas itikad baik disebutkan dalam Pasal 1338 ayat KUH. Perdata yang ber bunyi “Suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.” Yang dimaksud dengan itikad baik dalam Pasal 1338 ayat 3 KUH Perdata tidak lain adalah, bahwa perjanjian harus dilaksanakan secara pantas dan

patut. 7 Jadi itikad baik yang dimaksud disini adalah itikat baik pada pelaksanaan

perjanjian. Pada prinsipnya pelaksanaan suatu perjanjian haruslah sesuai dengan apa yang diperjanjikan oleh para pihak.

4. Wanprestasi

Apabila si berutang (debitur) tidak melakukan apa yang dijanjikannya, maka dikatakan ia mel akukan “wanprestasi”. Ia alpa atau “lalai” atau ingkar janji. Atau juga ia melanggar perjanjian, bila ia melakukan atau berbuat sesuatu yang tidak boleh dilakukannya. Perkataan

wanprestasi berasal dari bahasa Belanda, yang berarti prestasi buruk. 8 Wanprestasi ( default atau non fulfilment , ataupun yang disebutkan

juga dengan istilah breach of contrac ) yang dimaksudkan adalah tidak dilaksanakan prestasi atau kewajiban sebagaimana mestinya yang

7 J. Satrio, Hukum Perikatan, Perikatan Pada Umumnya , PT. Alumni, Bandung, , Hlm. 177. 8 Subekti, Op.Cit, Hlm. 45 7 J. Satrio, Hukum Perikatan, Perikatan Pada Umumnya , PT. Alumni, Bandung, , Hlm. 177. 8 Subekti, Op.Cit, Hlm. 45

Menurut Subekti, wanprestasi seorang debitur dapat berupa empat macam yaitu: 10

a) Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya;

b) Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana dijanjikan;

c) Melakukan apa yang dijanjikannya tetapi terlambat ;

d) Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya. Beberapa hukuman atau akibat –akibat yang harus ditanggung oleh debitur yang lalai yaitu:

a) Membayar kerugian yang diderita oleh kreditur atau ganti rugi;

b) Pembatalan perjanjian atau pemecahan perjanjian;

c) Peralihan resiko;

d) Membayar biaya perkara, kalau sampai diperkarakan di depan hakim.

B. Kredit

1. Pengertian Kredit

Kata kredit berasal dari Bahasa Yunani “cedere” yang bearti percaya. Dengan demikian, dasar dari kredit adalah kepercayaan. Seseorang atau badan yang memberikan kredit (kreditur) percaya bahwa penerima kredit (debitur) di masa mendatang akan sanggup memenuhi segala sesuatu yang

9 Munir Fuady, Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis ), PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001, Hlm. 87-88

10 Subekti, Loc.Cit .

dijanjikan. Jadi kredit hanya dapat diberikan kepada mereka yang “dipercaya mampu” mengembalikan kredit di belakang hari. Pemenuhan kewajiban mengembalikan pinjaman itu sama artinya dengan kemampuan memenuhi

prestasi suatu perikatan. 11 Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 tentang

perubahan Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan menjelaskan pengertian kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antar bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan/bagi hasil.

Dengan demikian kesimpulan dari pengertian kredit adalah sebagai berikut:

a) Adanya perjanjian antara pihak bank dengan peminjam;

b) Adanya pelunasan hutang-hutang pinjaman;

c) Adanya bagi hasil yang sudah ditentukan. Adanya perjanjian antara pihak peminjam modal dan pihak bank ini akan menciptakan suatu ikatan perjanjian yang bersifat profesional pihak bank dan peminjam uang akan memegang teguh perjanjian yang telah disepakati bersama-sama guna mempunyai kekuatam hukum yang berlaku sudah menjadi kebiasaan bagi orang yang meminjam sesuatu maka orang tersebut wajib untuk mengembalikan barang/sesuatu yang dipinjamnya tadi

11 Mariam Darus Badrulzaman, Perjanjian Kredit Bank, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1991, Hlm. 26 11 Mariam Darus Badrulzaman, Perjanjian Kredit Bank, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1991, Hlm. 26

Oleh karena itu akan lebih mudah dipahami bahwa kredit dilandasi oleh kepercayaan yang diberikan seseorang pada orang lain, kepercayaan yang pada hakekatnya bersifat timbal balik, tidak saja pihak pemberi kredit yang menaruh kepercayaan pada pihak penerima kredit, akan tetapi pihak penerima kredit ini juga menaruh kepercayaan terhadap pemberinya hanya berlandaskan kepercayaan timbal balik itulah baru mungkin seseorang menyerahkan sesuatu barang yang berharga kepada orang lain dengan perjanjian, bahwa yang menerima barang tersebut akan membayar harganya pada saat dikemudian hari. Barulah mungkin terjadi transaksi kredit.

Untuk menentukan bahwa seseorang dipercaya untuk memperoleh kredit, pada umumnya dunia perbankan menggunakan instrumen analisa yang terkenal dengan 12 The Fives of Credit atau 5 C yaitu:

a) Character (Watak) Watak adalah sifat dasar yang ada dalam hati seseorang. Watak dapat berupa baik dan jelek bahkan yang terletak diantara baik dan jelek. Watak merupakan bahan pertimbangan untuk mengetahui resiko. Tidak mudah untuk menentukan watak seorang debitur apalagi debitur yang baru pertama kali mengajukan permohonan kredit.

12 Sutarno, Op.Cit , Hlm. 92.

b) Capacity (Kapasitas) Kapasitas adalah kemampuan yang dimiliki oleh calon nasabah untuk membuat rencana dan mewujudkan rencana tersebut menjadi kenyataan, termasuk dalam menjalankan usahanya guna memperoleh laba yang diharapkan. Sehingga pada nantinya calon nasabah tersebut dapat melunasi hutangnya dikemudian hari.

c) Capital (Dana) Kapital adalah dana yang dimiliki oleh calon nasabah untuk menjalankan dan memlihara kelangsungan usahanya. Adapun penilaian terhadap kapital adalah untuk mengetahui keadaan, permodalan, sumber-sumber dana dan penggunaanya.

d) Condition Of Economi (Kondisi Ekonomi) Kondisi ekonomi adalah situasi ekonomi pada waktu dan jangka waktu tertentu dimana kredit diberikan oleh Bank kepada pemohon.

e) Collateral (Jaminan) Jaminan berarti harta kekayaan yang dapat diikat sebagai jaminan guna menjamin kepastian pelunasan hutang jika dikemudian hari debitur tidak melunasi hutangnya dengan jalan jaminan dan mengambil pelunasan dari penjualan harta kekayaan yang menjadi jaminan itu.

2. Tujuan dan Fungsi Kredit

Tujuan Kredit adalah sebagai berikut:

a) Bagi bank atau kreditur adalah untuk mendapatkan keuntungan pemberian kredit berupa bunga kredit.

b) Bagi kepentingan umum dan masyarakat adalah agar dapat dicapai peningkatan produktivitas dan daya guna suatu barang/modal untuk memenuhi kebutuhan manusia yang disertai kelancaran peredaran sosial ekonomi dalam kehidupan bermasyarakat.

c) Bagi nasabah atau debitur adalah profitability dan responsibility , yaitu untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya atas usaha yang dibiayai dengan fasilitas kredit bank dan untuk dapat memenuhi kewajibannya sesuai dengan perjanjian.

Fungsi Kredit adalah sebagai berikut:

a) Meningkatkan daya guna modal. Dalam hal ini adalah uang, sehingga penerimaan modal dapat meningkatkan usaha.

b) Meningkatkan daya guna suatu barang, sedang orang yang menerima kredit bisa meningkatkan usahanya dengan cara memproduksi barang dari barang mentah menjadi barang jadi.

c) Menimbulkan semangat untuk berusaha bagi masyarakat. Dengan diberikannya kredit maka pihak nasabah atau pengusaha seperti tumbuh lagi kemampuan untuk bekerja lebih keras guna mencapai suatu keuntungan.

d) Sebagai jembatan untuk meningkatkan pendapatan nasional. Bila pendapatan dari perusahaan meningkat maka mempengaruhi pajak yang akan diberikan kepada negara. Dengan pajak yang semakin meningkat maka pendapatan nasional akan meningkat pula.

e) Meningkatkan hubungan internasional. Bank-bank besar di luar negeri yang mempunyai jaringan usaha dapat memberikan bantuan dalam bentuk kredit, baik secara langsung maupun tidak langsung kepada perusahaan- perusahaan di dalam negeri.

3. Kredit Macet

Setiap pemberian kredit yang dilakukan, bank mengharapkan tepat waktu dan sesuai dengan syarat yang telah diperjanjikan bersama dengan debitur. Namun kadang-kadang, dengan berbagai alasan, debitur belum atau tidak bisa mengembalikan hutangnya pada kreditur (dalam hal ini bank). Hal ini dapat terjadi karena mungkin memang debitur yang bersangkutan mengalami kerugian dalam menjalankan usahanya ataupun mungkin karena memang debitur yang bersangkutan tidak beritikad baik, dalam arti debitur sejak semula memang, bertujuan untuk melakukan penipuan terhadap kreditur.

Bank Indonesia melalui Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 31/147/KEP/DIR membagi kredit bank ke dalam 4 katagori yang dilakukan berdasarkan kolektibilitasnya, yaitu:

a) Kredit Lancar;

b) Dalam perhatian Khusus;

c) Kredit Kurang Lancar;

d) Kredit Diragukan;

e) Kredit Macet.

Istilah kredit bermasalah telah digunakan oleh dunia perbankan Indonesia sebagai terjemahan dari problem loan yang merupakan istilah yang sudah lazim digunakan dalam dunia perbankan internasional.

Pada asasnya, kasus kredit bermasalah ini adalah persoalan perdata yang menurut terminologi hukum perdata, hubungan antara debitur dengan kreditur (bank) selaku pemberi kredit merupakan hubungan utang piutang. Hubungan yang bersangkutan lahir dari perjanjian. Pihak debitur berjanji untuk mengembalikan pinjaman beserta biaya dan bunga, dan pihak kreditur memberikan kreditnya.

4. Akibat Kredit Macet (Bermasalah)

Keadaan ekonomi mempunyai pengaruh yang besar terhadap kesehatan keuangan peminjam dan atas kerugian pinjaman bank. Dalam masa kemakmuran, peminjam memperoleh hasil yang baik karena pendapatan relatif tinggi, tapi dalam masa resesi kemampuan untuk melunasi pinjaman

mengalami penurunan 13 . Kredit bermasalah mempunyai akibat buruk terhadap likuiditas bank

dan meningkatkan kemungkinan rugi. Sebagaimana diketahui, apabila kredit bermasalah atau kredit macet perbankan tidak ditangani secara tuntas, maka dikhawatirkan dapat menjadi salah satu penghambat pertumbuhan kredit perbankan yang pada gilirannya dapat mengganggu pencapaian pertumbuhan ekonomi. Kredit bermasalah atau macet yang jumlahnya

13 J. Soedradjad Djiwandono, Sepuluh Tahun Krisis Moneter: Kesiapan Menghadapi Krisis Kedua , InfoBank Publishing, Jakarta, 2007, Hml.50.

relatif semakin besar juga akan mengganggu efektifitas kebijaksanaan dalam upaya memantapkan suku bunga kredit 14 .

Selain itu, adanya permasalahan kredit macet yang arah penyelesaiannya belum jelas, pada saatnya dapat mengganggu terciptanya sistem perbankan yang sehat, perputaran kas di dalam perusahaan menjadi terhambat, Persediaan kas bank menurun seiring pertambahan nasabah yang mengalami kredit bermasalah dan laba perusahaan akan menurun apabila

nasabah yang mengalami kredit macet/bermasalah tidak segera di atasi 15 .

C. Perjanjian Kredit

Istilah perjanjian kredit ditemukan dalam Instruksi Presidium Kabinet nomor 15/EK/10/1996 tanggal 3 Oktober 1996 Jo Surat Edaran Bank Negara Indonesia unit I No. 2/539/UPK/Pemb tanggal 8 Oktober 1996 yang menginstruksikan kepada masyarakat perbankan bahwa dalam memberikan kredit dalam bentuk apapun, bank-bank wajib menggunakan akad perjanjian kredit.

Unsur kepercayaan dalam suatu perjanjian kredit mutlak diperlukan sehingga dalam penyaluran kreditnya bank dan pihak-pihak pemberi kredit lainnya diwajibkan agar memiliki keyakinan atas kembalinya kredit yang diberikan kepada debitur tersebut tepat pada waktu yang telah diperjanjikan, sehingga dengan adanya keyakinan tersebut pihak kreditur dalam hal ini akan merasa terlindungi hakhaknya untuk memperoleh kembali uang atau barang yang diberikan kepada kreditur tersebut secara kredit.

14 Ibid, Hlm. 51. 15 Ibid, Hlm. 52.

D. Hukum Jaminan

1. Pengertian Hukum Jaminan

Istilah Hukum Jaminan merupakan terjemahan dari Bahasa Belanda yaitu Zakerheidesstelli atau security of law yang secara umum merupakan cara-cara kreditur menjamin dipenuhinya tagihan, disamping pertanggungjawaban debitur terhadap barang-barangnya. Di dalam Seminar Badan Pembinaan Hukum Nasional, disebutkan bahwa Hukum Jaminan meliputi pengertian, baik jaminan kebendaan yaitu jaminan yang berupa hak mutlak atas suatu benda tersebut dan jaminan perorangan yaitu pemberi jaminanya adalah pihak ketiga secara perorangan. Pengertian hukum

jaminan mengacu jenis jaminan bukan pengertian hukum jaminan. 16 Hukum Jaminan juga diartikan sebagai peraturan hukum yang

mengatur jaminan-jaminan piutang seorang kreditur terhadap debitur. 17 Definisi ini difokuskan hanya pada pengaturan hak-hak kreditur, tetapi tidak

memperhatikan hak-hak debitur. Padahal subjek Hukum Jaminan tidak hanya menyangkut kreditur saja tetapi juga debitur, sedangkan yang menjadi objeknya adalah benda jaminan.

Dari berbagai definisi tersebut diatas, masing-masing terdapat kelemahan-kelemahan. Oleh karena itu maka perlu dilengkapi dan disempurnakan sebagai berikut, bahwa Hukum Jaminan adalah keseluruhan dari kaidah - kaidah hukum yang mengatur hubungan hukum antara pemberi

16 H. Salim HS, Perkembangan Hukum Jaminan Di Indonesia , Jakarta : PT. Raja Grafido Persada, 2004, Hlm. 5. 17 J. Satrio, Hukum Jaminan Hak-hak Kebendaan , Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 1996, Hlm. 3.

dan penerima jaminan dalam kaitannya dengan jaminan untuk mendapatkan fasilitas kredit. 18

2. Asas-Asas Hukum Jaminan

Berdasarkan hasil analisis terhadap berbagai peraturan perundang- undangan yang mengatur tentang Hukum Jaminan maupun kajian terhadap berbagai literatur tentang jaminan, maka ditemukan 3 asas dalam Hukum Jaminan sebagai berikut: 19

1) Asas Publicitet Asas Publicitet yaitu asas bahwa semua hak, baik Hak Tanggungan. Hak Fidusia dan Hipotek harus didaftarkan. Pendaftaran ini dimaksudkan supaya pihak ketiga dapat mengetahui bahwa benda jaminan tersebut sedang dilakukan jaminan.

2) Asas Specialitet Asas Specialitet yaitu bahwa Hak Tanggungan, Hak Fidusia dan Hipotek hanya dapat dibebankan atas percil atau atas barangbarang yang sudah terdaftar atas nama orang tertentu.

3) Asas Tidak Dapat Dibagi-bagi Asas tidak dapat dibagi-bagi yaitu asas dapat dibaginya hutang tidak dapat mengakibatkan dapat dibaginya Hak Tanggungan, Hak Fidusia dan Hipotek dan Hak Gadai walaupun telah dilakukan pembayaran sebagian.

18 H. Salim HS, Op.Cit , Hlm. 6 19 Ibid, Hlm. 9.

4) Asas Inbezitstelling Asas inbezitstelling yaitu barang jaminan (gadai) harus berada pada penerima gadai.

5) Asas Horizontal Asas horizontal yaitu bangunan dan tanah bukan merupakan satu kesatuan. Hal ini dapat dilihat dalam penggunaan Hak Pakai, baik Tanah Negara atau Hak Milik. Bangunannya milik dari yang bersangkutan atau pemberi tanggungan tetapi tanahnya milik orang lain, berdasarkan Hak Pakai.

Selain itu, asas-asas Hukum Jaminan juga meliputi asas filosofis, asas konstitusional, asas politis dan asas operasional yang bersifat umum. Asas operasional dibagi menjadi asas sistem tertutup, asas absolut, asas mengikuti benda, asas publikasi, asas specialitet, asas totalitas, asas asesi pelekatan,

asas konsistensi, asas pemisahan horizontal dan asas perlindungan hukum. 20

3. Objek Hukum Jaminan

Menurut H. Salim HS, objek dari Hukum Jaminan dapat dibagi menjadi 2 (dua) yaitu: 21

1) Objek Materiil, yaitu bahan (materiil) yang dijadikan sasaran dalam penyelidikannya, dalam hal ini adalah manusia.

2) Objek Formil, yaitu sudut pandang tertentu terhadap objek materiilnya. Jadi objek Formal Hukum Jaminan adalah bagaimana subjek hukum

20 Mariam Darus Badrulzaman, Benda-benda yang dapat Dilekatkan sebagai Obyek Hak Tanggungan dalam persiapan Pelaksanaan Hak Tanggungan di Lingkungan Perbankan (Hasil Seminar), (Bandung : Citra Aditya Bakti,

1996), Hlm. 23. 21 H. Salim HS, Op.Cit , Hlm. 8 1996), Hlm. 23. 21 H. Salim HS, Op.Cit , Hlm. 8

E. Hak Milik (Eigendom)

1. Pengertian Hak Milik (Eigendom) Hak Milik (Eigendom) adalah hak untuk menikmati kegunaan sesuatu benda dengan sepenuhnya dan untuk berbuat sebebas-bebasnya terhadap benda itu, asal tidak bertentangan dengan undang-undang atau peraturan umum yang ditetapkan oleh suatu kekuasaan yang berwenang menetapkannya, dan tidak menimbulkan gangguan terhadap hak-hak orang lain, dengan tidak mengurangi kemungkinan pencabutan hak itu untuk kepentingan umum berdasarkan atas ketentuan undang-undang dengan

pembayaran ganti kerugian. 22 Hak Milik (Eigendom) merupakan salah satu jenis hak kebendaan

yang diatur dalam Buku II KUH Perdata tetapi dengan berlakunya Undang- Undang nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA), hak milik atas tanah dicabut dari Buku II KUH Perdata dan diatur dalam UUPA. Sehingga cara memperoleh, peralihan pembebanan dan hapusnya hak milik atas tanah berbeda dengan apa yang diatur dalam Buku

II KUH Perdata. 23

22 Pasal 570 KUH Perdata 23 Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Hukum Perdata, Hukum Benda, Yoyakarta, Liberty, 2000, Hlm. 41

Dengan demikian hak milik dapat dikatakan sebagai hak kebendaan yang paling utama apabila dibandingkan dengan hak kebendaan yang lainnya.

2. Ciri-ciri Hak Milik (Eigendom)

Adapun ciri-ciri hak milik yaitu sebagai berikut: 24

a) Hak milik merupakan hak induk terhadap kebendaan lainnya;

b) Hak milik merupakan hak yang selengkap-lengkapnya;

c) Hak milik, bersifat tetap artinya tidak akan lenyap terhadap kebendaan yang lain;

d) Hak milik merupakan inti dari kibendaan yang lain.

F. Hak Tanggungan

1. Pengertian Hak Tanggungan

Di dalam Pasal 51 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (UUPA) sudah disediakan lembaga hak jaminan yang kuat yang dapat dibebankan kepada hak atas tanah yaitu hak tanggungan.

Berdasarkan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Hak Tanggungan (UUHT) pengertian Hak Tanggungan adalah: