UPAYA PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA PUNGUTAN LIAR OLEH SATUAN TUGAS SAPU BERSIH PUNGUTAN LIAR (SABER PUNGLI) (Studi Kasus di Wilayah Hukum Bandar Lampung)

  UPAYA PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA PUNGUTAN LIAR OLEH SATUAN TUGAS SAPU BERSIH PUNGUTAN LIAR (SABER PUNGLI) (Studi Kasus di Wilayah Hukum Bandar Lampung) (Jurnal Skripsi) Oleh MUHAMMAD RANDA EDWIRA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2018

  

ABSTRAK

UPAYA PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA PUNGUTAN LIAR

OLEH SATUAN TUGAS SAPU BERSIH PUNGUTAN LIAR

(SABER PUNGLI)

(Studi Kasus di Wilayah Hukum Bandar Lampung)

  

Oleh

M. Randa Edwira, Eko Raharjo, Dona Raisa Monica

Email: muhammadrandaedwira@gmail.com.

  Pungutan liar pada umumnya dilakukan oleh oknum petugas yang memiliki posisi penting dalam pemerintahan dan para pelaksana pelayanan publik. Dampak pungli adalah memberatkan masyarakat, mempengaruhi iklim investasi dan merosotnya wibawa hukum. Sehubungan dengan adanya pungli tersebut maka dibentuklah Satgas Pungli berdasarkan Keputusan Wali Kota Bandar Lampung Nomor: 786/III.15/HK/2015 tentang Pembentukan Tim Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar Pemerintah Kota Bandar Lampung. Permasalahan: (1) Bagaimanakah upaya penanggulangan tindak pidana pungutan liar oleh Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar yang terjadi di Bandar Lampung? (2) Apakah yang menjadi faktor penghambat Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar dalam upaya penanggulangan tindak pidana pungutan liar di Bandar Lampung?Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan empiris. Narasumber terdiri dari Anggota Tim Saber Pungli Kota Bandar Lampung dari unsur kepolisian, unsur kejaksaan, unsur PNS dan Dosen Bagian Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung . Pengumpulan data dengan studi pustaka dan studi lapangan, selanjutnya data dianalisis secara kualitatif. Hasil penelitian: (1) Upaya penanggulangan tindak pidana pungutan liar oleh Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar yang terjadi di Bandar Lampung dilaksanakan dengan sarana penal yaitu melaksanakan operasi tangkap terhadap pelaku pungli dan memberikan rekomendasi kepada penegak hukum untuk memberikan sanksi pidana terhadap pelaku pungli. Selain ini dengan sarana non penal yaitu melaksanakan koordinasi dengan instansi-instansi terkait dengan pembentanasan pungli dan membuka saluran pengaduan bagi masyarakat untuk melaporkan tentang adanya tindak pidana pungutan liar. (2) Faktor penghambat Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar adalah faktor penegak hukum yaitu masih kurangnya koordinasi antar instansi atau lembaga pemerintahan dengan Tim Saber Pungli, Faktor sarana dan fasilitas yaitu tidak adanya saling tukar informasi dari semua pihak yang bekerjasama mengenai kegiatan dan hasilnya termasuk masalah-masalah yang dihadapi masing-masing, faktor masyarakat yaitu masih adanya keengganan berperan serta dalam penegakan hukum khususnya terhadap pungli, baik dalam kapasitasnya sebagai pelapor dan saksi.

  Kata Kunci: Upaya Penanggulangan, Pungutan Liar, Satgas Pungli

  

ABSTRACT

EFFORTS TO OVERCOME THE ILLEGAL LEVIES CRIME

BY CLEAN SWEEP TASK FORCE TEAM

(Case Study at Legal Territory of Bandar Lampung)

By

M. RANDA EDWIRA

  

Illegal levies are generally made by officials who have important positions in government

and public service providers. The impact of illegal levies is burdensome on the part of

society, affecting the investment climate and declining legal authority. In connection with

the existence of the extortion, the Task Force was established based on the Decision of the

Mayor of Bandar Lampung Number: 786/III.15/HK/2015 on the Formation of a Clean

Sweep Task Force Team of Bandar Lampung City. Problems of research: (1) How is the

effort to overcome the crime of illegal levies by By Clean Sweep Task Force Team at

Bandar Lampung? (2) What is the inhibiting factor of effort to overcome the crime of

illegal levies by Clean Sweep Task Force Team at Bandar Lampung?This research uses

normative juridical approach and empirical approach. The informants consist of Clean

Sweep Task Force Team, elements of the police, prosecutors, civil servants and lecturers

at the Law Faculty of Lampung University. Data collection was done by literature study

and field study, then the data were analyzed qualitatively.Based on the results of research

and discussion can be concluded: (1) effort to overcome the crime of illegal levies by By

Clean Sweep Task Force Team at Bandar Lampung carried out by means of penal is to

carry out fishing operations against perpetrators and provide recommendations to law

enforcement to provide criminal sanctions against perpetrators. In addition to this with

non-penal means is to coordinate with agencies related to the illegality of illegal levies

and open a complaint channel for the community (2) Inhibiting factors of effort to

overcome the crime of illegal levies by By Clean Sweep Task Force Team at Bandar

Lampung is law enforcement factor that is still lack of coordination between institution or

government institution with the Team, facility factor that is the absence of mutual

exchange of information from all parties working together on the activities and outcomes

including the problems faced by each, the community factor that is still the reluctance to

participate in law enforcement especially against illegal levies, both in its capacity as a

reporter and witness. Cultural factor that is still the view that illegality is something

common in numbers make it easier to carry out administrative affairs. Keywords: Effort to Overcome, Illegal Levies, Sweep Task Force Team

   Pendahuluan

  Praktik pungli dalam birokrasi disebabkan disebabkan oleh lemahnya pengawasan dan supervisi dikalangan instansi pemerintahan, meskipun sejumlah lembaga pengawasan internal dan eksternal telah di bentuk, budaya pungli dikalangan birokrasi tidak kunjung berkurang apalagi dihilangkan. Pada umumnya, pungli dilakukan petugas pelayanan publik kategori kelas rendah. Motifnya adalah untuk menambah penghasilan akibat gaji resmi para birokrat rata-rata masih tergolong rendah. Bila birokrasi tingkat tinggi bisa melakukan korupsi untuk menambah penghasilannya, maka birokrasi tingkat rendah melalui pungli. Adanya kesempatan, lemahnya pengawasan dan rendahnya etika birokrat menjadi faktor pendorong suburnya perilaku korup melalui pungli.

  pelayanan publik, sangat rentan menjadi korban pungli karena daya tawar yang rendah. Masyarakat dipaksa menyerahkan sejumlah uang tambahan karena ketiadaan lembaga pengawasan yang efektif untuk memaksa birokrat yang kerap melakukan pungli. Masyarakat juga tidak mendapatkan lembaga pengaduan yang bonafid karena rendahnya kepercayaan masyarakat terhadap citra para birokrat. Selain itu, pengaduan masyarakat kerap kali tidak mendapatkan tanggapan yang memadai dari inspektorat sebagai pengawas internal. Pada sisi lain, masyarakatpun kerap menyumbang kontribusi terhadap tumbuh suburnya praktek pungli dengan 1 Halim. Pemberantasan Korupsi. Rajawali Press. tanpa mampu bersikap kritis melakukan penolakan pembayaran diluar biaya resmi. Budaya memberi masyarakat untuk memperlancar urusan dengan birokrat susah untuk dihilangkan karena telah berlangsung lama.

  Praktik pungli merupakan salah satu bentuk tindak pidana korupsi, pada umumnya dilakukan oleh pihak-pihak yang memiliki posisi penting dalam pemerintahan, termasuk oleh para pelaksana pelayanan publik.

  2 Pengaturan mengenai pungli diatur

  dalam Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2016 tentang Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar. Pengaturan mengenai pungli ini merupakan bentuk antisipasi dari dampak yang ditimbulkan oleh Pungli. Pungli menjadi salah satu perbuatan yang sudah akrab di telinga masyarakat. Walaupun dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tidak satupun ditemukan mengenai tindak pidana pungli atau delik pungli, namun secara tersirat dapat ditemukan dalam rumusan korupsi pada Pasal 12 Huruf e Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Berasal dari Pasal 432 KUHP yang dirujuk dalam pasal 1 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971, dan Pasal 12 Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagai tindak pidana korupsi, yang kemudian dirumuskan ulang Undang-Undang Nomor

1 Posisi masyarakat dalam proses

  20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. 2 Eddy Mulyadi Soepardi, Memahami Kerugian

  Keuangan Negara sebagai Salah Satu Unsur Tindak Pidana Korupsi, Yograkarta: Ghalia ditimbulkan dari pungli tersebut. Pertama,pungli yang terjadi di instansi maupun lembaga akan mengganggu dan ada memberatkan masyarakat.Kedua, dalam konteks dunia usaha, bisa juga mempengaruhi iklim investasi. Orang yang mau investasi di Indonesia tapi dengan adanya gangguan pungli ini, dimana setiap mengurus sesuatu menjadi berbelit-belit, makan waktu lama kalau tidak dikasih upeti dan hal tersebut dapat mengurangi minat dari para investor. Ketiga, dengan maraknya pungli akan berpengaruh pada merosotnya wibawa hukum.

  tumbuh cukup subur hal tersebut terbukti dengan banyaknya masalah pungli yang diliput oleh media media cetak yang ada di Bandar Lampung. Sebagai tindak lanjut dari diterbitkannya Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2016 tentang Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar maka walikota Bandar Lampung Herman HN, melantik personel Satuan Tugas Sapu Bersih Pungli (Satgas Saber Pungli) Bandar Lampung yang dibentuk sejak akhir 2016. Satgas tersebut berjumlah 33 personel berasal dari berbagai unsur, yaitu kepolisian, kejaksaan, dan birokrat (PNS) di lingkungan Pemkot Bandar Lampung.

  dibentuk berdasarkan Keputusan Wali Kota Bandar Lampung Nomor: 786/III.15/HK/2015 tentang 3 Ibid , hlm. 4. 4

  http://lampung.antaranews.com/berita/294069/sat gas-saber-pungli-kota-bandarlampung-dilantik/

  Bersih Pungutan Liar Pemkot Bandar Lampung. Pungli merupakan tindakan yang tidak terpuji dan merusak moral bangsa, dan juga memperlambat pelayanan publik. Pelantikan yang dilakukan tersebut memang terlambat, karena tim ini sudah dibentuk dan bekerja sejak bulan Desember 2016 lalu. pengukuhan Satuan Tugas Sapu Bersih Pungli Bandarlampung ini pun berdasarkan instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor: 180/3935/SY tentang Pengawasan Pungutan Liar dalam Penyelenggaraan Pemerintah Daerah.

3 Pungli yang terjadi di Bandar Lampung

  Adanya Satuan Tugas Sapu Bersih Pungli ini diharapkan dapat membantu menanggulangi pungli.

  5 Berdasarkan uraian di atas maka penulis

  melakukan penelitian berjudul Upaya Penanggulangan Tindak Pidana Pungutan Liar oleh Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar (Pungli)(Studi Kasus di Wilayah Hukum Bandar Lampung) Permasalahan penelitian ini adalah: a.

  Bagaimanakah upaya penanggulangan tindak pidana pungutan liar oleh Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar yang terjadi di Bandar Lampung? b.

4 Satuan Tugas Sapu Bersih Pungli ini

  Apakah yang menjadi faktor penghambat Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar dalam upaya penanggulangan tindak pidana pungutan liar di Bandar Lampung?

  Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Pengumpulan data dilakukan dengan 5 Analisis data dilakukan secara kualitatif.

II. Pembahasan A. Upaya Penanggulangan Tindak Pidana Pungutan Liar oleh Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar di Bandar Lampung 1.

  Sarana Penal a. Melaksanakan Operasi Tangkap

  Tangan Berdasarkan Pasal 2 Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2016 tentang Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar diketahui bahwa Satgas Saber Pungli mempunyai tugas melaksanakan pemberantasan pungutan liar secara efektif dan efisien dengan mengoptimalkan pemanfaatan personil, satuan kerja, dan sarana prasarana, baik yang berada di kementerian/lembaga maupun pemerintah daerah. Selanjutnya

  Pasal 3 menyatakan bahwa dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud Pasal 2, Satgas Saber Pungli menyelenggarakan fungsi: intelijen, pencegahan, penindakan dan yustisi. Ketentuan Pasal 4 Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2016 tentang Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar menyebutkan bahwa dalam melaksanakan tugas dan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3, Satgas Saber Pungli mempunyai wewenang: a. membangun sistem pencegahan dan pemberantasan pungutan liar; b. melakukan pengumpulan data dan informasi dari kementerian/lembaga dan pihak lain yang terkait dengan mengoordinasikan,merencanakan, dan melaksanakan operasi pemberantasan pungutan liar; d. melakukan operasi tangkap tangan; e. memberikan rekomendasi kepada pimpinan kementerian/lembaga serta kepala pemerintah daerah untuk memberikan sanksi kepada pelaku pungli sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; f. memberikan rekomendasi pembentukan dan pelaksanaan tugas unit Saber Pungli di setiap instansi penyelenggara pelayanan publik kepada pimpinan kementerian/lembaga dan kepala pemerintah daerah; dan g. melaksanakan evaluasi kegiatan pemberantasan pungutan liar

  Satgas Saber Pungli berwenang melakukan operasi tangkap tangan terhadap pelaku tindak pidana pungli. Pentingnya operasi tangkap tangan ini berkaitan dengan fakta bahwa dalam kehidupan setiap warga negara pada dasarnya membutuhkan pelayanan publik dari segi administrasi, seperti akta kelahiran, kartu keluarga, kartu tanda penduduk, pelanggaran tilang, pengembalian barang bukti, hingga akta kematian. Dimensi administrasi yang membutuhkan pelayanan publik tersebut rentan sekali dengan pungutan liar yaitu pengenaan biaya atau pungutan di tempat yang seharusnya tidak ada biaya dikenakan atau dipungut di lokasi atau pada kegiatan tersebut. Kegiatan memungut biaya atau meminta uang secara paksa oleh seseorang kepada pihak lain dan hal tersebut merupakan sebuah praktek kejahatan atau perbuatan pidana yang tergolong dalam tindak pidana korupsi. Memberikan Rekomendasi kepada Penegak Hukum untuk Memberikan Sanksi Pidana terhadap Pelaku Pungli

  Upaya lain yang dilakukan oleh Tim Saber Pungli dalam penanggulangan pungutan liar adalah memberikan rekomendasi kepada penegak hukum untuk memberikan sanksi pidana terhadap pelaku pungli. Praktik pungutan liar yang tidak terkendali dan merasuk ke hampir semua instansi yang melayani urusan dan kepentingan publik, baik instansi yang ada di tingkat pusat maupun di daerah harus ditanggulangi.

  Para oknum pada berbaga instansi tersebut mencari keuntungan pribadi dengan menyalahgunakan jabatan yang ada pada dirinya.

  Setiap pungutan tidak resmi, pungutan yang dipaksakan dengan memanfaatkan momentum dan menyalahgunakan jabatan yang tidak ada dasar hukumnya adalah tindak pidana korupsi. Termasuk pungutan yang tidak disertai dengan bukti kuitansi pembayaran, meminta komisi yang dianggap sebagai suatu kebiasaan maupun meminta uang pelicin untuk mempercepat proses birokrasi, tetap tidak dibenarkan. Siapapun yang merasa dirugikan seharusnya berani melaporkan kepada yang berwajib meski pembuktiannya terkadang sulit.

  Berdasarkan uraian di atas maka Tim Saber Pungli memberikan rekomendasi kepada penegak hukum untuk memberikan sanksi pidana terhadap pelaku pungli dengan mengacu pada beberapa pasal di dalam Undang- Undang Pemberantasan Korupsi, yang berkaitan dengan perbuatan pungutan

  Sarana Non Penal a. Menjalin Koordinasi dengan Instansi

  Terkait Sistem peradilan pidana di Indonesia menganut konsepsi integrated criminal

  justicesystem , konsepsi ini menghendaki

  adanya kerjasama secara terpadu di antara komponen-komponen yang terlibat dalam sistem peradilan pidana. Kegagalan dari salah satu komponen dalam sistem tersebut akan mempengaruhi cara dan hasil kerja dari komponen lainnya, oleh sebab itu masing-masing komponen harus memiliki pandangan yang sama dan memilik rasa tanggungjawab baik terhadap hasil kerja sesuai dengan posisinya masing-masing, maupun secara keseluruhan dalam kegiatan proses pembuktian. Dlam menyelenggarakan koordinasi dengan Tim Saber Pungli maka inspektorat Kota melaksanakan beberapa fungsi: 1)

  Pelaksanaan (auditoriat) terhadap penyelenggaraan di bidang Pemerintahan, Ekonomi, Kesejahteraan Rakyat, Pembangunan dan bidang Aparatur. 2)

  Pelaksanaan Pengujian dan Penilaian atas hasil laporan setiap unsur dan unit pelaksana di lingkungan Pemerintah Kota atas perintah Walikota. 3)

  Pelaksanaan pengusutan (investigasi) kebenaran atau laporan pengaduan terhadap penyimpangan atau penyalahgunaan penyelenggaraan di bidang Pemerintahan, Ekonomi, Kesejahteraan Rakyat, Pembangunan dan bidang Aparatur. Pemerintah Kota melalui Inspektorat Kota dengan Kejaksaan sebagai penyidik tindak pidana pungutan liar tidak ada kesepakatan (MOU) sebelumnya. Koordinasi terjadi setelah adanya dugaan atau indikasi terjadi tindak pidana pungutan liar dilingkungan pemerintah kota, sesuai dengan tugas dan fungsi Inspektorat Kota dalam melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan pembangunan di lingkungan Pemerintah Kota Bandar Lampung, termasuk tindak pidana pungutan liar.

  b.

  Membuka Saluran Pengaduan

  Masyarakat tentang Adanya Pungli Upaya penanggulangan pungutan liar membutuhkan peran serta masyarakat, oleh karena itu untuk memudahkan partisipasi masyarakat, pemerintah telah membuka beberapa saluran komunikasi yaitu melalui situs saberpungli.id, melalui SMS 1193 dan melalui Call Center 193, yang diharapkan dengan adanya saluran-saluran ini dapat meningkatkan partisipasi masyarakat sehingga satgas saber pungli dapat bekerja dengan lebih maksimal dan efisien demi mewujudkan Indonesia yang bersih dari praktek pungutan liar. Masyarakat yang melaporkan adanya tindak pidana pungli ini dijaga kerahasiannya. Peran serta masyarakat dalam penanggulangan tindak pidana pungutan liar sangat diperlukan, mengingat Masyarakat mempunyai pengaruh yang kuat terhadap pelaksanaan penegakan hukum, sebab penegakan hukum berasal dari masyarakat dan bertujuan untuk mencapai dalam masyarakat. Bagian masyarakat. Semakin tinggi kesadaran hukum masyarakat maka akan semakin memungkinkan penegakan hukum yang baik. Semakin rendah tingkat kesadaran hukum masyarakat, maka akan semakin sukar untuk melaksanakan penegakan hukum yang baik.

  Dalam sistem hukum pidana dikenal beberapa istilah berkenaan dengan status hukum masyarakat, di antaranya adalah palapor, tersangka, terdakwa, saksi, dan saksi ahli. Dalam kaitannya dengan penelitian ini yaitu bagaimana peran serta masyarakat dalam proses penegakan hukum, maka status dan kedudukan masyarakat yang kiranya menjadi perhatian utama adalah status dan kedudukan masyarakat sebagai pelapor dan saksi.

  Penjelasan di atas menunjukkan bahwa disadari bahwa untuk dapat dimintai pertanggungjawaban secara hukum pidana terhadap orang yang telah melakukan kejahatan sangat dibutuhkan sekali adanya laporan/pengaduan dari masyarakat tentang telah terjadinya kejahatan tersebut. Tanpa adanya laporan dari masyarakat, sulit kiranya diketahui telah terjadi pelanggaran tersebut, hal ini dikarenakan sangat terbatasnya jumlah personil penegak hukum. Oleh karena itu, pada sisi inilah peran serta masyarakat dalam upaya penegakan hukum dengan melaporkan semua yang mereka tahu kepada institusi yang berwenang menjadi suatu kebutuhan.

  Masyarakat yang melaporkan tentang adanya suatu tindak pidana disebut dengan Pelapor, dan laporan itu sendiri yang disampaikan oleh seseorang karena hak dan kewajibannya berdasarkan undang-undang kepada pejabat yang berwenang tentang telah atau sedang atau diduga akan terjadinya suatu peristiwa pidana. Jadi merujuk pada pengertian tersebut di atas, sesungguhnya melaporkan suatu tindak pidana merupakan hak dan kewajiban yang dimiliki oleh masyarakat.

  Berdasarkan ketentuan Pasal 108 KUHAP, maka orang yang berhak mengajukan laporan kepada pejabat yang berwenang di antaranya adalah: (1)

  Setiap orang yang mengetahui peristiwa yang diduga merupakan tindak pidana

  (2) Setiap orang yang melihat suatu peristiwa yang diduga merupakan suatu tindak pidana.

  (3) Setiap orang yang menyaksikan suatu peristiwa yang diduga suatu tindak pidana

  (4) Setiap orang yang menjadi korban dari peristiwa tindak pidana

  (5) Setiap orang yang mengetahui permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana terhadap: pertama keamanan umum/keamanan umum dan kedua jiwa atau hak milik

  (6) Setiap pegawai negeri, dalam rangka melaksanakan tuganya yang mengetahui tentang terjadinya peristiwa pidana.

  Selain sebagai pelapor, manifestasi lain dari peran serta masyarakat dalam penegakan hukum adalah posisinya sebagai saksi, yaitu orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan dan yang dilihat dan dialami sendiri. Aparat penegak hukum seperti pihak kepolisian sebenarnya merupakan jalur yang bisa digunakan oleh masyarakat dalam rangka mengaktualisasikan peran sertanya dalam proses penegakan hukum. Jalur hukum pidana adalah salah satu jalur yang bisa dilakukan atau digunakan oleh masyarakat dalam rangka mewujudkan peran serta tersebut. Salah satu yang membedakan pemanfaatan jalur hukum pidana dengan jalur hukum lainnya adalah bahwa jalur ini baru dapat digunakan jika adanya bentuk pelanggaran atau kejahatan nyata yang sifatnya pidana, yaitu suatu perbuatan yang dilarang oleh hukum. Larangan tersebut disertai dengan sanksi pidana terhadap pelakunya.

  Setidaknya ada dua bentuk peran serta yang bisa dilakukan oleh masyarakat berkenaan dengan proses penegakan hukum melalui jalur hukum pidana ini, yaitu pertama peran sertanya sebagai palapor dan kedua peran serta sebagai saksi. Kedua jenis peran serta inilah yang dapat digunakan oleh masyarakat melalui jalur hukum pidana. Berdasarkan uraian di atas maka menurut penulis, upaya memberikan jaminan keamanan dan keselamatan pelapor dan saksi sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban didasarkan pada pemahaman bahwa setiap warga negara Indonesia berhak mendapatkan perlindungan yang diberikan oleh negara, baik fisik maupun psikis. Jaminan perlindungan terhadap warga negara yang diberikan negara

  1945, yang menyatakan bahwa segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintah wajib menjunjung hukum dan pemerintah dengan tidak ada kecualinya. Peran serta masyarakat dalam penegakan hukum sangat dibutuhkan dan bahkan dijamin keamanannya. Hal ini berarti peran serta masyarakat dalam mengungkapkan suatu kejahatan sangat dibutuhkan sekali keberadaannya. Fakta di lapangan menunjukkan masyarakat masih takut untuk menjadi pelapor atau saksi dalam suatu tindak pidana, sebab pelaku dan kelompoknya pasti akan memberikan ancaman terhadap saksi atau pelapor atas tindak pidana atau kejahatan yang dilakukannya. Masyarakat takut atas keselamatan diri dan keluarga mereka atas ancaman jaringan para penjahat apabila melaporkan tindak pidana kepada pihak kepolisian. Semakin tinggi peran serta masyarakat dalam penegakan hukum pidana maka akan semakin mudahlah aparat penegak hukum dalam menegakkan hukum tersebut.

B. Faktor Penghambat Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar dalam Upaya Penanggulangan Tindak Pidana Pungutan Liar di Bandar Lampung 1.

  Faktor penegak hukum Faktor penegak hukum yang menghambat Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar dalam upaya penanggulangan tindak pidana pungutan liar di Bandar Lampung adalah masih kurangnya koordinasi antar instansi atau usaha-usaha ke arah tujuan organisasi adalah koordinasi, koordinasi akan meminimalisir sebuah pertentangan, perebutan sumber daya atau fasilitas dan menumpuknya tugas pada seseorang, kondisi tersebut berganti dengan kesatuan sikap, keselarasan tindakan dan kebijaksanaan serata kesatuan pelaksanaan. Dalam kenyataannya pelaksanaan koordinasi sulit untuk dilakukan karena tidak memenuhi prinsip-prinsip koordinsi dalam hal ini yaitu: tidak adanya saling tukar informasi dari semua pihak yang bekerjasama mengenai kegiatan dan hasilnya termasuk masalah-masalah yang dihadapi masing-masing dan tidak ada kesepakatan dan kesatuan pengertian mengenai sasaran yang harus dicapai sebagai arah kegiatan bersama Faktor penghambat koordinasi adalah sikap aparat penegak hukum yang bersifat instansi sentris yaitu masing- masing instansi bersikap dialah yang paling kuasa dan paling menentukan sehingga tumbuh sikap masa bodoh terhadap pelaksanaan penanggulangan tindak pidanapungli. Misalnya dalam pelaksanaan penyidikan tindak pidana pungli Jaksa berwenang melakukan penyelidikan, penyidikkan dan penuntutan sekaligus, dalam hal ini Jaksa tidak perlu mengkoordinasikannya kepada aparat lain atau pihak pemerintah daerah sebab pihak kejaksaan memang memiliki kewenangan dalam penyidikan tindak pidana khusus, dilain pihak merasa tugas penyidikan telah dimonopoli oleh pihak Kejaksaan, sehingga pihak pemerintah daerah bersikap kurang respon terhadap tugas penyidikan tindak pidana pungli yang

  Faktor sarana dan fasilitas Faktor sarana dan prasaran yang menghambat Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar dalam upaya penanggulangan tindak pidana pungutan liar di Bandar Lampung adalah tidak adanya saling tukar informasi dari semua pihak yang bekerjasama mengenai kegiatan dan hasilnya termasuk masalah- masalah yang dihadapi masing-masing. Tidak ada kesepakatan dan kesatuan pengertian mengenai sasaran yang harus dicapai sebagai arah kegiatan bersama, Peraturan Pelaksana tugas Inspektorat Kota Bandar Lampung didasarkan Pada Keputusan Walikota, sehingga keputusan ada di tangan Walikota. Sumber Daya Manusia yang dimiliki oleh Inspektorat Kota Bandar Lampung yang masih kurang, sehingga sering tidak dapat melaksanakan tugas secara optimal. Sarana dan prasarana yang dimiliki oleh Inspektorat Kota Bandar Lampung Bandar Lampung tidak memadai sehingga dalam upaya menanggulangi pungli sering terhambat. Kurangnya motivasi kerja sama antara aparat penegak hukum dengan Inspektorat Kota Bandar Lampung, koordinasi terjadi apabila sudah ada temuan dari pihak Inspektorat Kota Bandar Lampung 3.

  Faktor masyarakat Faktor masyarakat yang menghambat Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar dalam upaya penanggulangan tindak pidana pungutan liar di Bandar Lampung adalah masih adanya keengganan berperan serta dalam penegakan hukum khususnya terhadap pungli, baik dalam kapasitasnya sebagai pelapor dan saksi. Keengganan ini bisa bertolak dari tidak atau belum dipahami hak dan kewajiban tentang adanya suatu tindak pidana , atau penyebab lain dikarenakan masih adanya sikap tidak mau rasa masyarakat untuk berhadapan dan berurusan dengan institusi penegak hukum pada semua level, baik di tingkat kepolisian, kejaksaan maupun pengadilan. Alasan masyarakat tidak mau melaporkan terjadinya suatu kejahatan atau tindak pidana adalah karena tidak mau repot dan bermasalah dengan hukum, karena nantinya akan mempersulit diri sendiri.

  Secara ideal masyarakat hendaknya membantu aparat penegak hukum dalam mencegah dan menanggulangi tindak pidana, namun hal tersebut terkadang tidak dilakukan sebab masyarakat tidak bersedia untuk menjadi pelapor dan saksi. Antara pelapor dan saksi memiliki persamaan dan perbedaan antara satu dengan yang lainnya. Persamaan yang ada pada keduanya (pelapor dan saksi) adalah mereka sama-sama orang yang mengetahui tentang adanya suatu peristiwa atau tindak pidana, sedangkan perbedaan antara keduanya adalah dilihat dari sisi inisiatif yang muncul. Jika pelapor, inisiatif datang dari pelapor itu sendiri untuk secara aktif melaporkan tindak pidana yang dia ketahui, sedangkan saksi inisiatif biasanya tidak datang dari saksi itu sendiri tetapi datang dari pihak lain, yang dalam hal ini adalah pihak penyidik. Adanya sikap masyarakat yang takut terhadap pelaku tindak pidana menjadi penyebab mereka tidak bersedia menjadi pelapor atau saksi. Padahal dalam konteks penegakan hukum, masyarakat memperoleh perlindungan hukum dalam kapasitasnya sebagai saksi dan korban. Faktor Kebudayaan Faktor kebudayaan yang menghambat Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar dalam upaya penanggulangan tindak pidana pungutan liar di Bandar Lampung adalah masih adanya pandangan bahwa pungli adalah sesuatu yang lazim dalam angka mempermudah melaksanakan urusan-urusan administrasi. Pungutan liar adalah salah satu bentuk korupsi yang ditandai dengan adanya para pelaku memaksakan pihak lain untuk membayarkan atau memberikan sejumlah uang atau materi lain di luar ketentuan peraturan. Umumnya pungli ini dilakukan terhadap seseorang/ korporasi jika ada kepentingan atau berurusan dengan instansi pemerintah Pada sisi lain posisi masyarakat dalam proses pelayanan publik, sangat rentan menjadi korban pungli karena daya tawar yang rendah. Masyarakat dipaksa menyerahkan sejumlah uang tambahan karena ketiadaan lembaga pengawasan yang efektif untuk memaksa birokrat yang kerap melakukan pungli. Masyarakat juga tidak mendapatkan lembaga pengaduan yang bonafid karena rendahnya kepercayaan masyarakat terhadap citra para birokrat. Selain itu, pengaduan masyarakat kerap kali tidak mendapatkan tanggapan yang memadai dari inspektorat sebagai pengawas internal. Pada sisi lain, masyarakatpun kerap menyumbang kontribusi terhadap tumbuh suburnya praktek pungli dengan cara membiasakan diri member uang tanpa mampu bersikap kritis melakukan penolakan pembayaran diluar biaya resmi. Budaya memberi masyarakat untuk memperlancar urusan dengan birokrat susah untuk dihilangkan karena faktor penghambat Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar dalam upaya penanggulangan tindak pidana pungutan liar di Bandar Lampung maka menurut penulis faktor yang paling dominan adalah faktor aparat penegak hukum, yaitu masih kurangnya koordinasi antar instansi atau lembaga pemerintahan dengan Tim Saber Pungli.

  Berkaitan dengan koordinasi pelaksanaan penanggulangan tindak pidana pungli antara Kejaksaan dan Inspektorat Kota Bandar Lampung, faktor penghambat koordinasi adalah sikap aparat penegak hukum yang bersifat instansi sentris yaitu masing- masing instansi bersikap dialah yang paling kuasa dan paling menentukan sehingga tumbuh sikap masa bodoh terhadap pelaksanaan penanggulangan tindak pidanapungli. Misalnya dalam pelaksanaan penyidikan tindak pidana pungli Jaksa berwenang melakukan penyelidikan, penyidikkan dan penuntutan sekaligus, dalam hal ini Jaksa tidak perlu mengkoordinasikannya kepada aparat lain atau pihak pemerintah daerah sebab pihak kejaksaan memang memiliki kewenangan dalam penyidikan tindak pidana khusus, dilain pihak merasa tugas penyidikan telah dimonopoli oleh pihak Kejaksaan, sehingga pihak pemerintah daerah bersikap kurang respon terhadap tugas penyidikan tindak pidana pungli yang telah dilaksanakan oleh pihak Kejaksaan. Apabila penyidikan tindak pidana khusus (pungli) telah dilakukan oleh Jaksa dan sekaligus melakukan penuntutan maka pihak Inspektorat Kota Bandar Lampung hanya sebatas mengumpulkan bukti-bukti dan data-data

A. Simpulan 1.

  Implementasi upaya penanggulangan tindak pidana pungutan liar oleh Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar yang terjadi di Bandar Lampung dilaksanakan dengan sarana penal yaitu melaksanakan operasi tangkap terhadap pelaku pungli dan memberikan rekomendasi kepada penegak hukum untuk memberikan sanksi pidana terhadap pelaku pungli. Selain ini dengan sarana non penal yaitu melaksanakan koordinasi dengan instansi terkait dengan pembentanasan pungli dan membuka saluran pengaduan bagi masyarakat untuk melaporkan tentang tindak pidana pungutan liar sehingga dapat ditindaklanjuti Tim Saber Pungli.

  Sapu Bersih Pungutan Liar dalam upaya penanggulangan tindak pidana pungutan liar di Bandar Lampung yang paling dominan adalah faktor penegak hukum yaitu masih kurangnya koordinasi antar instansi atau lembaga pemerintahan dengan Tim Saber Pungli. Selain itu, faktor sarana dan fasilitas adalah tidak adanya saling tukar informasi dari semua pihak yang bekerjasama mengenai kegiatan dan hasilnya termasuk masalah-masalah yang dihadapi masing-masing, faktor masyarakat yaitu masih adanya keengganan berperan serta dalam penegakan hukum khususnya terhadap pungli, baik dalam kapasitasnya sebagai pelapor dan saksi. Faktor kebudayaan yaitu masih angka mempermudah melaksanakan urusan-urusan administrasi.

  B. Saran 1.

  Penanggulangan tindak pidana pungli di lingkungan pemerintah kota agar ditingkatkan lagi efektifitas penyidikan dan koordinasi antara Tim Saber Pungli dengan pemerintah daerah, sehingga koordinasi tidak hanya dilakukan pada saat terjadinya penemuan atau adanya laporan telah terjadi tindak pidana pungli, tetapi lebih ditekankan pada upaya pengawasan atau penanggulangan.

  2. Tim Saber Pungli dan instansi pemerintahan hendaknya meningkatkan koordinasi dengan saling tukar informasi dari semua pihak yang bekerjasama mengenai kegiatan dan hasilnya termasuk masalah yang dihadapi, serta membuat kesepakatan mengenai sasaran yang harus dicapai sebagai arah kegiatan bersama yaitu penanggulangan tindak pidana pungli di pemerintah daerah.

2. Faktor penghambat Satuan Tugas

  DAFTAR PUSTAKA Halim. 2004. Pemberantasan Korupsi.

  Rajawali Press. Jakarta. 2004 Soepardi,Eddy Mulyadi. 2009,

  Memahami Kerugian Keuangan Negara sebagai Salah Satu Unsur Tindak Pidana Korupsi, Ghalia

  Indonesia, Yograkarta http://lampung.antaranews.com/berita/2 94069 /satgas-saber-pungli-kota- bandarlampung-dilantik/ Diakses