UPAYA DIREKTORAT LALU LINTAS KEPOLISIAN DAERAH LAMPUNG DALAM PENANGGULANGAN PELANGGARAN TERHADAP PENGENDARA KENDARAAN BERMOTOR YANG TIDAK MEMILIKI KELENGKAPAN SURAT (Jurnal Ilmiah)

  

UPAYA DIREKTORAT LALU LINTAS KEPOLISIAN DAERAH

LAMPUNG DALAM PENANGGULANGAN PELANGGARAN

TERHADAP PENGENDARA KENDARAAN BERMOTOR

YANG TIDAK MEMILIKI KELENGKAPAN

SURAT

(Jurnal Ilmiah)

  

Oleh

NELDIAN SAPUTRA

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

  

2018

  

UPAYA DIREKTORAT LALU LINTAS KEPOLISIAN DAERAH

LAMPUNG DALAM PENANGGULANGAN PELANGGARAN

TERHADAP PENGENDARA KENDARAAN BERMOTOR

YANG TIDAK MEMILIKI KELENGKAPAN

SURAT

Oleh

Neldian Saputra, Eko Rahardjo, SH, M.H, Firganefi, SH, M.H

  

  Secara efisien kinerja polisi perlu dipahami, Pekerjaan dasar Polisi Lalu Lintas adalah “mengawasi lalu lintas”. Mengawasi lalu lintas, membantu menjaga agar sistem transportasi jalan raya berfungsi secara lancar dan efisien. Permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini adalah (1) Bagaimanakah upaya Direktorat lalu lintas kepolisian daerah Lampung dalam penanggulangan pelanggaran terhadap pengendara kendaraan bermotor yang tidak memiliki kelengkapan surat dan (2) Faktor apasajakah penghambat upaya Direktorat lalu lintas kepolisian daerah Lampung dalam penanggulangan pelanggaran terhadap pengendara kendaraan bermotor yang tidak memiliki kelengkapan surat? Metode yang digunakan di dalam skripsi ini adalah dengan menggunakan metode pendeketan yuridis normatif dan didukung oleh pendekatan yuridis empiris yang berupa dukungan dari para pakar hukum pidana dan penegak hukum untuk mendukung data yuridis normatif. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa (1) Upaya penanggulangan yang dilakukan oleh pihak kepolisian dalam menanggulangi pelanggaran terhadap pengendara kendaraan bermotor yang tidak memiliki kelengkapan surat-surat dapat dilaksanakan dengan cara-cara, yaitu, upaya Pre-Emtif (himbauan), upaya Preventif (pencegahan), dan upaya Represif (tindakan). (2) Faktor penghambat di dalam upaya penanggulangan oleh kepolisian dalam menanggulangi pelanggaran terhadap pengendara kendaraan bermotor yang tidak memiliki kelengkapan surat-surat, yaitu berasal dari faktor internal dan eksternal dimana masing-masing pihak masih memiliki kekurangan dalam memahami tata aturan yang berlaku dan masih tidak ingin menerima perubahan-perubahan dan bersikap tidak ingin tahu mengenai pelanggaran yang telah diperbuat, hal ini sangat disadari dari kurangnya sosialisasi dan kurangnya rasa kepercayaan dari masing-masing pihak baik dari pihak aparat kepolisian maupun dari pihak masyarakat itu sendiri. Sehingga harus meningkatkan kepercayaan dan koordinasi antar pihak untuk meciptakan keamanan dan kepercayaan.

  Kata Kunci: Upaya Direktorat Lalu lintas, Penanggulangan, Kelengkapan

  Surat

DIRECTORATE AGENCY OF POLICE TRAFFIC LAMPUNG

  

VEHICLES DOES NOT HAVE A COMPLETENESS

LETTER

By

  

Neldian Saputra, Eko Rahardjo, SH, M.H, Firganefi, SH, M.H

Efficiently police performance needs to be understood, Traffic Police basic work

is "watching for traffic". Keep an eye on traffic, helping to keep the road transport

system functioning smoothly and efficiently. The problems discussed in this thesis

are (1) How is the effort of Lampung Police Traffic Directorate in overcoming the

violation of motorists who do not have the complete letter and (2) what factors

inhibit the effort of the Directorate of Lampung Police Traffic in handling the

violation against the rider a motor vehicle that does not have a complete letter?

The method used in this thesis is by using normative juridical method and

supported by empirical juridical approach in the form of support from criminal

law expert and law enforcer to support normative juridical data. Based on the

results of research and discussion can be drawn a conclusion that (1) Efforts to

overcome the done by the police in tackling violations of motorists who do not

have the completeness of the letters can be implemented in ways, that is, the Pre-

Emtif (call) , Preventive efforts (prevention), and Repressive (action) efforts. (2)

Inhibiting factors in the coping effort by the police in dealing with violations

against motorists who do not have the completeness of the letters, which are

derived from internal and external factors where each party still has a lack of

understanding the rules of the applicable and still not want to accept the changes

and be unwilling to know about the violations that have been done, it is very

aware of the lack of socialization and lack of confidence from each party both

from the police and from the community itself. So it should increase trust and

coordination between parties to create security and trust.

  

Keywords: Efforts Directorate of Traffic, Countermeasures, The Completeness of

the Letter

  Pengaruh era globalisasi di segala bidang kehidupan berbangsa dan bernegara di masa kini tidak dapat terelakkan dan sudah dirasakan akibatnya, hampir di semua negara, terutama di negara berkembang.Pengaruh ini berupa lajunya pertumbuhan penduduk dan perkembangan teknologi yang juga diikuti dengan perkembangan perekonomian masyarakatnya. Perkembangan perekonomian tersebut secara signifikan juga diikuti dengan meningkatnya mobilitas masyarakat dari suatu daerah ke daerah lain. Pada titik inilah, peranan penting transportasi juga akan semakin dirasakan.Hasrat untuk memenuhi kebutuhan hidup dan dinamika hidup, mengharuskan setiap manusia bergerak dari satu tempat ke tempat yang lain. Jarak tempat yang akan di tempuh oleh setiap manusia bervariasi sifatnya dan terkadang harus ditempuh dengan suatu wahana atau dengan suatu modal transportasi.

  Transportasi mempunyai peranan penting dan strategis untuk memantapkan perwujudan wawasan nusantara, memperkukuh ketahanan nasional, dan mempererat hubungan antar bangsa dan dalam usaha mencapai tujuan nasioanal berdasarkan Pancasila dan Undang- Undang Dasar 1945. Peranan tersebut merupakan suatu peranan vital, sehingga dijadikan landasan pertimbangan dibentuknya Undang- Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan, (selanjutnya akan disingkat menjadi UULLDAJ) sebagaipengganti Undang-Undang Nomor14 Tahun 1992 Tentang Lalu

  Lintas Dan Angkutan Jalan yang dipandang tidak relevan lagi bagi masyarakat Indonesia. Pembangunan yang dilaksanakan Indonesia adalah pembangunan di segala bidang yang merupakan suatu bagian dari proses modernisasi yang menciptakan kesejahteraan dan ketenteraman bagi masyarakat Indonesia. Pembangunan yang ada saat ini tentu saja memiliki kelebihan dan kekurangan dan salah satu kekurangan yang paling sering ditemui adalah tingginya tingkat kemacetan pada jam-jam sibuk.Kemacetan merupakan salah satu dampak negatif dari semakin majunya pembangunan khususnya di bidang produksi kendaraan bermotor yang pada gilirannya menyebabkan semakin simpang siurnya lalu lintas jalan raya. Hal ini dikarenakan tidak berbandingnya jumlah kendaraan dengan jumlah ruas jalan yang pada akhirnya akan memungkinkankan terjadinya pelanggaran lalu lintas dan menimbulkan rasa ketidaknyamanan bagi para pengguna jalan raya.Dalam bidang keprasaraan transportasi, pada saat sekarang telah dibangun jalan alternatif, jalan tol, jalan layang (satu tingkat atau lebih satu tingkat), jalan di bawah tanah (under pass), jalan (terowongan) di bawah permukaan laut.Teknologi transportasi makin maju, modern dan canggih.Pada dasarnya kemajuan teknologi transportasi berupa (memperlihatkan wajahnya dalam) peningkatan kecepatan (faster speed) dan perbesaran kapasitas muat (bigger capacity). Kondisi fasilitas (prasarana dan sarana) transportasi yang disediakan dan dioperasikan, terutama dalam transportasi perkotaan, memperlihatakan perkembangan yang makin maju,

I. PENDAHULUAN

  modern dan canggih, yang didukung oleh kemajuan teknologi transportasi, yang selalu memperlihatkan perubahan wajah yang makin maju, modern, dan canggih (transportation is always

  changing face ). Perubahan wajah

  transportasi menjadi lebih cantik dalam arti semakin efektif dan efisien.

1 Transportasi adalah

  perpindahan manusia atau barang dari satu tempat ke tempat lainnya dengan menggunakan sebuah kendaraan yang digerakkan oleh manusia atau mesin.Transportasi digunakan untuk memudahkan manusia dalam melakukan aktifitas sehari-hari.Transportasi merupakan urat nadi bagi kehidupan perokonomian dan sosial.Transportasi jalan raya yang efisien bergantung pada kinerja berbagai unsur, namun kinerja Polisi Lalu Lintas adalah salah satu unsur penting dalam mengatur transportasi jalan raya agar terwujudnya suatu keamanan dan keselamatan lalu lintas. Secara efisien kinerja polisi perlu dipahami, Dalam upaya penegakan hukum yang dilakukan oleh Polisi Lalu Lintas, eksistensi polisi tengah masyarakat bergantung pada tingkah laku anggotanya.Pekerjaan dasar Polisi Lalu Lintas adalah “mengawasi lalu lintas”.Mengawasi lalu lintas, membantu menjaga agar sistem transportasi jalan raya berfungsi secara lancer dan efisien.Jika seseorang diijinkan untuk menggunakan jalan raya

  Adisasmita, Manajemen Transportasi Darat Mengatasi Kemacetan di Kota Besar (Jakarta), Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011, hlm. 12.

  sesuka hati mereka, yang terjadi adalah kekacauan. Jika cacat-cacat di dalam sistem jalan dibiarkan tidak terdeteksi dan tidak dilaporkan, lalu lintas pada akhirnya akan berhenti sama sekali.Banyak sekali dijumpai permasalahan yang berkaitan dengan pelanggaran hukum, dalam permasalahan lalu lintas adalah seperti tidak memakai helm, menerobos lampu merah, tidak memiliki SIM atau STNK , tidak menghidupkan lampu pada siang hari, dan bonceng tiga dianggap sudah membudaya di kalangan masyarakat dan anak-anak sekolah. Pelanggaran lalu lintas seperti itu dianggap sudah menjadi kebiasaan bagi masyarakat pengguna jalan, sehingga tiap kali dilakukan operasi tertib lalu lintas di jalan raya oleh pihak yang berwenang, maka tidak sedikit yang terjaring kasus pelanggaran lalu lintas dan tidak jarang juga karena pelanggaran tersebut kerap menimbulkan kecelakaan lalu lintas. Penegakan hukum pidana merupakan sub sistem penegakan hukum yang berkaitan dengan penyelidikan dan penyidikan, penuntutan, pengadilan, dan pemasyarakatan (criminal justice system). Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 13 sampai dengan Pasal

  16 Undang- Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Pasal 4 sampai dengan pasal 12 Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, tugas dan wewenang kepolisian adalah melakukan penegakan hukum dan sebagai sub sistem dalam sistem peradilan pidana (criminal justice system).

1 Raharjo Adi Sasmita dan Sakti Adji

  PadaPasal 3 Undang-Undang Nomor bertanggungjawab di bidang

  22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas teknologi; dan 4. dan Angkutan Jalan, Lalu Lintas dan Urusan pemerintahan di Angkutan Jalan diselenggarakan bidang registrasi dan dengan tujuan: identifikasi Kendaraan

  Bermotor dan Pengemudi, 1. Penegakan Hukum, terwujudnya pelayanan Lalu Operasional Manajemen dan

  Lintas dan Angkutan Jalan yang aman, selamat, tertib, lancar, dan Rekayasa Lalu Lintas, serta terpadu dengan moda angkutan pendidikan lalu lintas oleh lain untuk mendorong Kepolisian Negara Republik perekonomian nasional, Indonesia. memajukan kesejahteraan umum, memperkukuh persatuan dan Menurut Barda Nawawi Arief, kesatuan bangsa, serta mampu kebijakan penal menitikberatkan menjunjung tinggi martabat pada sifat represif (penumpasan atau bangsa; pemberantasan) setelah suatu tindak 2. terwujudnya etika berlalu lintas pidana terjadi.masalah dalam dan budaya bangsa; dan kebijakan criminal dengan

  3.

  terwujudnya penegakan hukum menggunakan sarana penal (hukum dan kepastian hukum bagi pidana) adalah masalah penentuan masyarakat. apa yang seharusnya dijadikan tindak pidana dan sanksi apa yang

  2 Di dalam Pasal 5 ayat (3) sebaiknya dikenakan si pelanggar.

  UndangUndang Nomor 22 Tahun Kebijakan non penal menitikberatkan 2009 tentang Lalu Lintas dan pada sifat preventif (pencegahan, Angkutan Jalan, pembinaan bidang atau penanggkalan) sebelum suatu

  3 Lalu Lintas dan Angkutan Jalan tindak pidana terjadi.

  dilaksanakan secara bersama-sama oleh semua instansi terkait Adanya pembinaan Lalu Lintas dan (stakeholder), sebagai berikut: Angkutan Jalan yang dilaksanakan secara bersama-sama oleh instansi

  1. Urusan pemerintahan di yang sudah diberikan tugas dan

  tanggung jawab diharapkan bidang prasarana jalan, oleh penyelenggara Lalu Lintas dan kementrian yang bertanggung jawab di bidang jalan; Angkutan Jalan dapat terlaksana

  2. Urusan pemerintahan di dengan selamat, aman, tertib, lancar,

  bidang sarana dan Prasarana dan efisien, serta dapat mengurangi Lalu Lintas dan Angkutan pelanggaran Lalu Lintas dan Jalan di bidang sarana dan Angkutan Jalan. Berdasarkan uraian Prasarana Lalu Lintas dan latar belakang masalah diatas, maka Angkutan jalan; penulis ingin menulis skripsi tentang 3. Urusan pemerintahan di bidang pengembangan 2 Muladi dan Barda Nawawi Arief, 2010, teknologi Lalu Lintas dan

  Teori-Teori dan Kebijakan Pidana,

  Angkutan Jalan, oleh 3 Bandung: Alumni, hlm. 158. kementrian yang Barda Nawawi Arief, 2002, Kebijakan

  Hukum Pidana, Bandung: Citra Aditya

  “Upaya Ditlantas Polda Lampung Dalam Pemberantasan Pelanggaran Terhadap Kendaraan Bermotor Yang Tidak Memiliki Kelengkapan Surat”.

  Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif, pendekatan empiris.Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder.Metode analisis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif, dan prosedur pengumpulan data dalam penulisan penelitian ini dengan cara studi kepustakaan dan lapangan.

II. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Upaya Direktorat Lalu lintas Kepolisian Daerah Lampung dalam Penanggulangan Pelanggaran Terhadap pengendara Kendaraan Bermotor yang Tidak Memiliki Kelengkapan Surat

  Suatu perbuatan dapat disebut sebagai pelanggaran apabila perbuatan-perbuatan yang sifatnya melawan hukumnya baru diketahui setelah adanya Undang-Undang (wet) yang menentukan demikian. Dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan mengatur mengenai kewajiban bagi pengguna dan penyelenggara jalan. Perbuatan- perbuatan dalam bentuk pelanggaran salah satunya, yaitu pelanggaran terhadap kelengkapan menggunakan kendaraan bermotor. Undang- Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan telah mengatur mengenai kelengkapan-kelengkapan bagi pengguna kendaraan bermotor dalam berkendara di jalan, antara lain adalah kewajiban menggunakan helm bagi pengguna roda dua dan kewajiban kelengkapan bagi kendaraan roda empat atau lebih. Kewajiban tersebut diatur di dalam

  Pasal 57 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Ayat (1) dan (2) menyebutkan bahwa “Setiap kendaraan bermotor yang dioperasikan di jalan wajib dilengkapi dengan perlengkapan kendaraan bermotor, perlengkapan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) bagi Sepeda Motor berupa helm standar nasional Indonesia”. Selain peraturan diatas ada juga kewajiban bagi pengguna kendaraan bermotor, yaitu diwajibkan untuk memiliki Surat Izin Mengemudi (SIM), yaitu surat yang menandakan bahwa pengendara telah mendapatkan izin untuk mengemudi suatu kendaraan tertentu, seperti yang telah diatur di dalam Pasal 77 Ayat (1), yaitu: “Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan wajib memiliki Surat Izin Mengemudi sesuai dengan jenis kendaraan bermotor yang dikemudikan.” Pengemudi kendaraan bermotor juga wajib memiliki Surat Tanda Keterangan Bermotor (STNK) yang ditetapkan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia seperti yang diatur di dalam Pasal 106 Ayat (5), yaitu pada saat diadakan pemeriksaan kendaraan bermotor di jalan setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor wajib menunjukkan sebagai berikut:

  a. Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor atau Surat Tanda Coba Kendaraan Bermotor,

  b. Surat Izin Mengemudi,

  c. Bukti Lulus Uji berkala, dan/atau d. Tanda bukti lain yang sah. Bagian terpenting dari suatu sistem pemidanaan adalah menetapkan sanksi, keberadaannya akan memberikan arah dan pertimbangan mengenai apa yang seharusnya dijadikan sanksi dalam suatu tindak pidana untuk menegakkan berlakunya norma. Dalam suatu perundang-undangan adanya pengaturan tentang sanksi atau hukuman pidana menjadi hal yang sangat penting karena di dalam hukuman pidana kita dapat mengetahui perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan, dilarang, dan harus dilakukan dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar ketentuan tersebut.

  2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan menerapkan hukuman pokok berupa penjara, hukuman kurungan, dan hukuman denda, dan pelaku pelanggaran lalu lintas dapat dijatuhi hukuman pidana tambahan berupa pencabutan Surat Izin Mengemudi atau ganti kerugian yang diakibatkan oleh tindak pidana maupun pelanggaran lalu lintas. Sanksi pidana yang dikenakan kepada pelaku pelanggaran lalu lintas khusunya bagi pengendara kendaraan bermotor di bawah umur yang tidak memiliki Surat Izin Mengemudi atau sering disebut SIM sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 77 Ayat (1) dapat dipidana dengan pidana kurungan paling lama 4 (empat) bulan atau denda paling banyak Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah).

  Pidana di Indonesia , Penerbit Liberty,

  Berdasarkan uraian poin-poin diatas, penulis mendapatkan hasil penelitian yang dilaksanakan di ranah hukum Ditlantas Polda Lampung dan mewawancarai subjek-subjek hukum yang berkaitan dengan skripsi penulis. Selain wawancara penulis juga melakukan survey dengan masyarakat terkait dengan upaya kepolisian dalam memberantas permasalahan tersebut. Penulis berpendapat bahwa perlu adanya sebuah upaya yang dilakukan oleh aparat khususnya kepolisian di dalam menanggulangi dan memberantas permasalahan yang ada pada saat ini khusunya mengenai kelengkapan surat-surat kendaraan bermotor. Upaya-upaya tersebut dilaksanakan secara preventif dan represif , sehingga bukan hanya menanggulangi kejahatan dan pelanggaran yang dilakukan pengendara motor tetapi juga adanya suatu tindakan pencegahan yang dilakukan dengan cara bersama-sama melakukan pendekatan dengan masyarakat agar tidak adanya kesalahpahaman di dalam pelaksanaannya dan masyarakat sendiri mengetahui dan meyakini apa yang dilakukan oleh aparat kepolisian dalam menanggulangi permasalahan tersebut. Berbagai pendapat yang penulis dapat berdasarkan dengan hasil penelitian mengenia upaya kepolisian sendiri mendapatkan respon yang sangat beragam, keterkaitan antara internal maupun eksternal di dalam pelaksanaannya sangat berlawanan arah dan tumpang tindih dengan apa yang tercantum di dalam norma-norma dan peraturan perundang-undangan. Menurut Ruhyat, upaya yang dilakukan oleh aparat kepolisian di

4 Undang-Undang Nomor 22 Tahun

4 Djoki Prakoso, Pembaharuan Hukum

  dalam menanggulangi dan memberantas adanya pelanggaran mengenai kelengkapannya surat- surat kendaraan bermotor ini memiliki tiga tahapan, yaitu: a.

  Edukasi, b. Sosialisasi kepada masyarakat, dan c. Melakukan analisis dan pendekatan sosialisasi terhadap perusahaan kendaraan.

  Ketiga elemen tersebut masing- masing memiliki peranannya sendiri di dalam menanggulangi adanya pelanggaran-pelanggaran kendaraan yang terjadi di jalan dan tidak lengkapnya surat-surat kendaraan.

  artian di dalam peranannya dalam menanggulangi dan mengurangi tindakan pelanggaran yang dilakukan oleh masyarakat, yaitu: a.

  Edukasi Edukasi di dalam keterkaitannya dengan upaya penanggulangan dan pemberantasan kasus pelanggaran kendaraan sangat erat kaitannya dengan partisipasi antara aparat kepolisian dan masyarakat yang bekerja sama dan saling memberikan pembelajaran dan pengetahuan terkait dengan pelanggaran- pelanggaran yang selalu terjadi di jalan. Pembelajaran disini berkenaan dengan adanya sosialisasi dengan masyarakat dan memberikan pengetahuan mengenai aturan perundang-undangan dan tata cara dalam mengantisipasi agar tidak terjadinya pelanggaran dan memberikan rasa aman kepada masyarakat. 5 Berdasarkan wawancara dengan Kompol

  Ruhyat selaku Kasi Laka Lantas di Bagian Gakkum Ditlantas Polda Lampung, pada

  b.

  Sosialisasi kepada masyarakat Sosialisasi disini memberikan artian mengenai peranan kepolisian di dalam pelaksanaan penanggulangan pelanggaran surat-surat kendaraan, keterkaitannya seperti pihak kepolisian mengadakan sebuah acara-acara dalam rangka memperkenalkan dan memberikan pengetahuan kepada masyarakat terkait dengan aturan dan larangan di jalan dalam hal mencapai keamanan dan rasa percaya masyarakat kepada pihak kepolisian dalam melaksanakan upaya penanggulangan dan pemberantasan pelanggaran yang terjadi di lapangan.

5 Ketiga elemen tersebut memiliki

  c.

  Melakukan analisis dan pendekatan sosialisasi terhadap perusahaan kendaraan

  Hal ini sangat penting dilakukan untuk mencegah terjadinya pelanggaran dan cacat perangkat dari sebuah kendaraan tersebut, dapat dilihat dari pembuatannya mulai dari pembuatan mesin sampai dengan pembuatan surat-surat terkait dengan surat-surat kendaraan yang akan dioperasionalkan dan dipasarkan. Hal ini menjadi acuan dalam upaya menanggulangi dan mengurangi pelanggaran di jalan dan dapat memberikan edukasi terhadap perusahaan dan bekerja sama agar menciptakan suasana yang aman, nyaman, dan mengurangi dampak dari pelanggaran tersebut. Ruhyat sendiri menambahkan bahwasannya masih banyak terdapat adanya pelanggaran yang dilakukan oleh anak di bawah umur yang rata- rata belum memiliki kelengkapan surat-surat, akan tetapi dari pihak kepolisian sendiri tidak dapat menampik adanya hal-hal tersebut dapat terjadi, pasalnya masih banyaknya orang tua yang tidak dapat mengantar anaknya sekolah dan orang tua juga mengizinkan agar mereka masing-masing dapat mandiri dalam melakukan aktifitasnya.

  masing kurangnya sarana dan prasarana yang diberikan oleh angkutan umum di jalan dan mahalnya biaya akomodasi dan trasnportasi sehingga pihak kepolisian masih membiarkan hal tersebut terjadi dengan syarat harus memakai kelengkapan dan keamanan seperti helm, sarung tangan, jaket, dan sepatu. Pendapat lain diungkapkan oleh Hafran yang mengemukakan bahwa upaya kepolisian khusunya Ditlantas Polda Lampung di dalam menanggulangi dan memberantas adanya pelanggaran yang dilakukan oleh kendaraan dengan ketidaklengkapan surat-surat kendaraan, yaitu melakukan

  sweeping atau razia kendaraan.

  asing lagi bagi masayarakat yang mendengarnya sudah menimbulkan hal-hal negatif kepada aparat kepolisian, hal ini harus dilakukan mengingat adanya pelanggaran yang selalu terjadi dan berulang-ulang sehingga aparat kepolisian sendiri ingin memberikan peringatan, teguran, dan pengetahuan kepada masyarkat khususnya kepada pengendara anak-anak yang masih dibawah umur yang masih belum memiliki surat-surat maupun pengendara yang tidak memakai 6 Berdasarkan wawancaradengan Kompol

  Ruhyat selaku Kasi Laka Lantas di Bagian Gakkum Ditlantas Polda Lampung, pada tanggal 26 Juli 2017 Pukul 14.00 WIB. 7 Berdasarkan wawancaradengan Kompol Hafran selaku Kasi Gar Lalu Lintas di Bagian Gakkum Ditlantas Polda Lampung,

  kelengkapan kendaraan seperti helm, sarung tangan, sepatu dan lain- lainnya. Hafran sendiri memberikan masukan yang sama dengan Ruhyat terkait adanya pengendara yang masih di bawah umur, beliau menjelaskan bahwa pengendara anak-anak seharusnya belum dapat mengendarai karena umurnya yang belum cukup dan belum memiliki surat-surat kendaraan. Akan tetapi hal tersebut tidak dapat dipungkiri mengingat keluarga yang sibuk yang tidak bisa mengantar dan sarana dan prasarana yang masih kurang dari layak sehingga kepolisian sendiri hanya memberikan teguran-teguran saja kepada pengendara tersebut. Hafran juga menambahkan bahwasannya pada saat pelaksanaan

6 Beliau menambahkan

  sweeping atau razia tersebut tidak

  ada yang namanya “damai”, disini keterkaitan dengan razia yang dilakukan oleh aparat kepolisian masih terdapat banyaknya oknum- oknum baik dari internal (polisi) maupun eksternal (masyarakat) yang masih melakukan permainan kotor tersebut. Beliau menambahkan juga bahwasannya ketika ditilang, pengendara dapat membayar denda langsung melalui Bank dan jika sudah menerima surat tanda bukti sudah membayar dendanya maka pengendara berhak mendapatkan kembali surat-surat atau kendaraannya yang ditahan oleh pihak kepolisian. Selain itu juga pengendara dapat melakukan tahapan persidangan jika tidak ingin langsung membayar denda di Bank sehingga dapat mengetahui mekanisme penyelasaian dan tidak menimbulkan kembali pemikiran-pemikiran negatif dari antar pihak. Kegiatan sweeping atau razia yang dilakukan pihak kepolisian tersebut

7 Sweeping atau razia sudah tidak

  sudah memiliki SOP (Standar Operasional Sistem) tersendiri di dalam pelaksanaannya. Sehingga tidak menimbulkan pemikiran bahwa polisi ingin menambah pemasukan dan sebagainya, dan pihak polisi sendiri melakukan analisis terlebih dahulu di lapangan terkait aman atau tidaknya dan terkait dengan adanya pelanggaran atau tidak di daerah tersebut sehingga pelaksanaan

  sweeping

  atau razia tersebut berjalan dengan lancar dan sesuai dengan yang diterapkan oleh pihak kepolisian tersebut. Terkait dengan upaya pelaksanaannya, pihak kepolisian juga melakukan giat-giat di dalam pelaksanaan agar dapat bersosialisasi dengan masyarakat dan mudah untuk dipahami oleh masyarakat sehingga tidak terjadinya angggapan-anggapan miring mengenai kinerja kepolisian baik secara internal maupun eksternal kepolisian tersebut. Dahulu adanya aturan mengenai denda di dalam pelanggaran yang dilakukan oleh pengendara motor yang menerapkan denda maksimal terhadap pengendara yang melanggar, akan tetapi terjadinya pro dan kontra yang mengakibatkan banyaknya kontra yang terjadi. Maka, aturan perundang-undangan menerapkan untuk biaya sesuai dengan daerah masing-masing dan sesuai dengan kemampuan dan kesepakatan antar pihak sehingga ketika di proses pengadilam tidak terjadinya adanya simpang siur dan tumpang tindih antar pihak. Pihak dari kepolisian juga selalu melakukan yang namanya operasi di jalan raya yang dilakukan setiap tahunnya dan memiliki urutannya sendiri, yaitu: 1.

  Operasi Simpatik; 2.

  3. Operasi Ketupat; 4.

  Operasi Zebra; 5. Operasi Lilin.

  Operasi yang dilakukan tersebut semata-mata untuk terus meningkatkan keamanan dan kenyamanan dalam berkendara dan mengurangi resiko terjadinya pelanggaran dan kecelakaan di jalan, sehingga menciptakan suasana yang aman dan nyaman. Selain pendapat-pendapat yang dikemukakan oleh aparat kepolisian, penulis juga melakukan wawancara dengan Dosen yang memberikan pengetahuan dan masukannya terkait upaya yang harus dilakukan oleh aparat dalam menanggulangi dan memberantas pelanggaran pengendara yang tidak memiliki kelengkapan surat-surat. Menurut pendapat Erna Dewi, upaya yang dapat dilakukan terkait dengan adanya penanggulangan dan pencegahan terjadinya pelanggaran yang dilakukan oleh pengendara ini dilakukan upaya penal dan upaya

  non-penal .

  a.

  Upaya Penal Secara umum upaya penanggulangan kejahatan dapat dilakukan melalui sarana “penal” dan “non penal”, Upaya penanggulangan hukum pidana melalui sarana (penal) dalam mengatur masyarakat lewat perundang-undangan pada hakikatnya merupakan wujud suatu langkah kebijakan (policy). Upaya penanggulangan kejahatan dengan hukum pidana (sarana penal) lebih menitikberatkan pada sifat “Represive” (Penindasan/pemberantasan/penump asan), setelah kejahatan atau tindak pidana terjadi. Selain itu pada hakikatnya sarana penal merupakan bagian dari usaha penegakan hukum oleh karena itu kebijakan hukum pidana merupakan bagian dari kebijakan penegak hukum (Law

  Enforcement ). Walaupun

  Upaya

  meliputi rangkaian penindakan yang ditujukan kearah pengungkapan terhadap semua kasus kejahatan yang telah terjadi, yang disebut sebagai ancaman factual. Bentuk kegiatannya antara lain penyelidikan, penyidikan

  Represif , yaitu

  Upaya

  c.

  kegiatan pembinaan masyarakat. Yang ditujukan untuk memotivasi segenap lapisan masyarakat agar dapat berpartisipasi aktif dalam upaya pencegahan ,menangkal dan memerangi kejahatan.

  “police hazard”, termasuk juga

  meliputi rangkaian kegiatan pengaturan, penjagaan, patrol, dan pengawalan lokasi yang diperkirakan mengandung

  Preventif , yaitu

  b.

  penggunaan sarana hukum pidana “penal” dalam suatu kebijakan kriminal bukan merupakan posisi strategis dalam penanggulangan namun bukan pula suatu langkah kebijakan yang bisa di sederhanakan dengan mengambil sikap ekstrim untuk menghapuskan sarana hukum pidana “penal”. Karena permasalahannya tidak terletak pada eksistensinya akan tetapi pada masalah kebijakan penggunaannya.

  berupa upaya-upaya awal yang dilakukan oleh pihak ditlantas untuk mencegah terjadinya tindak pidana. Usaha-usaha yang dilakukan dalam penanggulangan kejahatan secara pre-emtif adalah menanamkan nilai- nilai/norma-norma yang baik sehingga norma-norma tersebut terinternalisasi dalam diri seseorang. Meski ada kesempatan melakukan pelanggaran/kejahatan tapi tidak ada niatnya untuk melakukan hal tersebut maka tidak akan terjadi kejahatan.

  Pre-Emtif , yaitu

  Upaya

  pelanggaran kendaraan yang tidak memiliki kelengkapan surat-surat dapat dilakukan dengan tiga kegiatan atau operasi rutin, yaitu: a.

  Dewi, S.H., M.H. selaku Dosen Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung pada tanggal 24 Juli 2017 pukul

  upaya-upaya yang dapat dilakukan oleh pihak kepolisian dalam menanggulangi dan memberantas 8 Berdasarkan wawancara dengan Dr. Erna

  Upaya Non-Penal Upaya Non-Penal disini dapat dikatakan sebagai upaya yang dilakukan di luar ranah hukum, atau dengan menggunakan upaya-upaya yang ada di kehidupan masyarakat baik upaya dari luar maupun upaya dari dalam terkait hal menanggulangi dan memberantas permasalahan pelanggaran lalu lintas. Upaya tersebut dapat dilakukan bukan hanya oleh penegak hukum saja, akan tetapi kesadaran dari masyarakat dan menerapkan nilai- nilai kedisiplinan serta nilai-nilai aturan yang berlaku sehingga menciptakan adanya suatu kesadaran dari diri masyarakat untuk mematuhi aturan yang ada dan menimbulkan efek jera dari perbuatan yang telah dilakukannya.

  b.

8 Erna Dewi menambahkan bahwa

  serta upaya paksa lainnya yang disahkan menurut undang-undang. Berdasarkan pemaparan dan penjelasan dari masing-masing para ahli dan subjek hukum di atas, penulis sendiri memiliki pendapat tersendiri mengenai upaya yang dilakukan oleh pihak kepolisian terkait dengan pelanggaran ketidaklengkapan surat-surat kendaraan, yaitu penulis berpendapat bahwa upaya-upaya yang harus dilakukan oleh aparat kepolisian harus adanya koordinasi antara masyarakat dan penegak hukum agar terciptanya suatu keharmonisan antar sesama dan tidak terjadinya hal-hal negatif yang timbul akibat banyaknya asumsi dari masyarakat terkait dengan kinerja aparat hukum yang masih dilihat belum memihak. Hal ini dapat dilakukan dengan cara memberikan pengetahuan ke tempat- tempat umum atau tempat-tempat pendidikan serta di jalan raya sebagai cara ampuh dalam menangani dan mengurangi pelanggaran- pelanggaran yang terjadi. Lalu upaya selanjutnya pihak kepolisian dapat memberikan keterangan dan tidak mentutup-tutupi mengenai tilang yang dilakukan oleh masyarakat, karena masih banyaknya keluhan masyarakat yang menganggap polisi tersebut “tidak ramah” dan menimbulkan hal-hal negatif di antara dua sisi yang menyebabkan ketidakacuhan terhadap masing- masing pribadi dan tidak memberikan efek yang baik untuk kedepannya. Dengan kata lain, kepolisian yang bertugas menangani dan menanggulangi pelanggaran- pelanggaran yang melibatkan ketidaklengkapan surat-surat sudah sangat maksimal dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang ada, akan tetapi masih banyak terdapatnya praktek yang menyimpang di lapangan yang membuat asumsi kepada masyarakat sebagai kegiatan kepolisian yang dianggap tidak baik dan tidak sesuai.

  4. Faktor Penghambat Upaya

  Direktorat Lalu lintas Kepolisian Daerah Lampung Dalam Penanggulangan Pelanggaran Terhadap pengendara Kendaraan Bermotor Yang Tidak Memiliki Kelengkapan Surat Upaya Ditlantas Polda Lampung dalam menanggulangi pelanggaran terhadap pengendara kendaraan yang tidak memiliki kelengkapan surat memiliki hambatan-hambatan baik hambatan secara internal dan hambatan secara eksternal. Hambatan-hambatan tersebut terjadi bukan hanya terjadi secara tidak sengaja, akan tetapi terjadi juga dengan adanya kesadaran dari masing masing diri individu baik dari internal aparat kepolisian dan masyarakat yang terlibat di dalam pelaksanaan upaya tersebut.

  Menurut Soerjono Soekanto, terdapat lima faktor penghambat di dalam upaya penegakkan hukum, yaitu: 1.

  Faktor Hukumnya Sendiri.

  2. Faktor Penegak Hukum.

  3. Faktor Sarana dan Fasilitas.

  4. Faktor Masyarakat.

  5. Faktor Kebudayaan.

  9 Kelima faktor tersebut memiliki

  artiannya masing-masing, yaitu: 9 Soerjono Soekanto, 1983, Faktor-Faktor

  Yang Mempengaruhi Penegakkan Hukum , A.

  Faktor Hukum Di dalam praktik penyelenggaraan hukum di lapangan ada kalanya terjadi pertentangan antara kepastian hukum dan keadilan, hal ini disebabkan oleh konsepsi keadilan merupakan suatu rumusan yang bersifat abstrak, sedangkan kepastian hukum merupakan suatu prosedur yang telah ditentukan secara normatif. Justru itu, suatu kebijakan atau tindakan yang tidak sepenuhnya berdasar hukum merupakan sesuatu yang dapat dibenarkan sepanjang kebijakan atau tindakan itu tidak bertentangan dengan hukum. Maka pada hakikatnya penyelenggaraan hukum bukan hanya mencakup low enforcement saja, namun juga peace maintenance, karena penyelenggaraan hukum sesungguhnya merupakan proses penyerasian antara nilai kaedah dan pola perilaku nyata yang bertujuan untuk mencapai kedamaian.

  Dengan demikian, tidak berarti setiap permasalahan sosial hanya dapat diselesaikan dengan hukum yang tertulis, karena tidak mungkin ada peraturan perundang-undangan yang dapat mengatur seluruh tingkah laku manusia, yang isinya jelas bagi setiap warga masyarakat yang diaturnya dan serasi antara kebutuhan untuk menerapkan peraturan dengan fasilitas yang mendukungnya. Pada hakikatnya, hukum itu mempunyai unsur-unsur antara lain hukum perundang-undangan, hukum traktat, hukum yuridis, hukum adat, dan hukum ilmuwan atau doktrin. Secara ideal unsur-unsur itu harus harmonis, artinya tidak saling bertentangan baik secara vertikal maupun secara horizontal antara perundang-undangan yang satu dengan yang lainnya, bahasa yang dipergunakan harus jelas, sederhana, dan tepat karena isinya merupakan pesan kepada warga masyarakat yang terkena perundang-undangan itu. Mengenai faktor hukum dalam hal ini dapat diambil contoh pada pasal 363 KUHP yang perumusan tindak pidananya hanya mencantumkan maksimumnya saja, yaitu 7 tahun penjara sehingga hakim untuk menentukan berat ringannya hukuman dimana ia dapat bergerak dalam batas-batas maksimal hukuman. Oleh karena itu, tidak menutup kemungkinan hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap pelaku kejahatan itu terlalu ringan, atau terlalu mencolok perbedaan antara tuntutan dengan pemidanaan yang dijatuhkan. Hal ini merupakan suatu penghambat dalam penegakan hukum tersebut.

  B.

  Faktor Penegak Hukum Di dalam berfungsinya hukum, mentalitas atau kepribadian petugas penegak hukum memainkan peranan penting, kalau peraturan sudah baik, tetapi kualitas petugas kurang baik, ada masalah. Oleh karena itu, salah satu kunci keberhasilan dalam penegakan hukum adalah mentalitas atau kepribadian penegak hukum. Di dalam konteks di atas yang menyangkut kepribadian dan mentalitas penegak hukum, bahwa selama ini ada kecenderungan yang kuat di kalangan masyarakat untuk mengartikan hukum sebagai petugas atau penegak hukum, artinya hukum diidentikkan dengan tingkah laku nyata petugas atau penegak hukum. Sayangnya dalam melaksanakan wewenangnya sering timbul persoalan karena sikap atau perlakuan yang dipandang melampaui wewenang atau perbuatan lainnya yang dianggap melunturkan citra dan wibawa penegak hukum, hal ini disebabkan oleh kualitas yang rendah dari aparat penegak hukum tersebut. Hal ini dapat berakibat tidak memahami batas-batas kewenangan, karena kurang pemahaman terhadap hukum, sehingga terjadi penyalahgunaan wewenang dalam melakukan tugas penyidikan dan tugas kepolisian lainnya. Masalah peningkatan kualitas ini merupakan salah satu kendala yang dialami diberbagai instansi, tetapi khusus bagi aparat yang melaksanakan tugas wewenangnya menyangkut hak asasi manusia (dalam hal ini aparat penegak hukum) seharusnya mendapat prioritas. Walaupun disadari bahwa dalam hal peningkatan mutu berkaitan erat dengan anggaran lainnya yang selama ini bagi Polri selalu kurang dan sangat minim.

  C.

  Faktor Sarana dan Fasilitas Faktor sarana atau fasilitas pendukung mencakup perangkat lunak dan perangkat keras, salah satu contoh perangkat lunak adalah pendidikan. Pendidikan yang diterima oleh Polisi dewasa ini cenderung pada hal-hal yang praktis konvensional, sehingga dalam banyak hal polisi mengalami hambatan di dalam tujuannya, diantaranya adalah pengetahuan tentang kejahatan computer, dalam tindak pidana khusus yang selama ini masih diberikan wewenang kepada jaksa, hal tersebut karena secara teknis yuridis polisi dianggap belum mampu dan belum siap. Walaupun disadari pula bahwa tugas yang harus diemban oleh polisi begitu luas dan banyak. Masalah perangkat keras dalam hal ini adalah sarana fisik yang berfungsi sebagai faktor pendukung. Sebab apabila sarana fisik seperti kertas tidak ada dan karbon kurang cukup dan mesin tik yang kurang baik, bagaimana petugas dapat membuat berita acara mengenai suatu kejahatan. Oleh karena itu, sarana atau fasilitas mempunyai peranan yang sangat penting di dalam penegakan hukum. Tanpa adanya sarana atau fasilitas tersebut, tidak akan mungkin penegak hukum menyerasikan peranan yang seharusnya dengan peranan yang aktual.

  D.

  Faktor Masyarakat Penegak hukum berasal dari masyarakat dan bertujuan untuk mencapai kedamaian di dalam masyarakat. Setiap warga masyarakat atau kelompok sedikit banyaknya mempunyai kesadaran hukum, persoalan yang timbul adalah taraf kepatuhan hukum, yaitu kepatuhan hukum yang tinggi, sedang, atau kurang. Adanya derajat kepatuhan hukum masyarakat terhadap hukum, merupakan salah satu indikator berfungsinya hukum yang bersangkutan. Sikap masyarakat yang kurang menyadari tugas polisi, tidak mendukung, dan malahan kebanyakan bersikap apatis serta menganggap tugas penegakan hukum semata-mata urusan polisi, serta keengganan terlibat sebagai saksi dan sebagainya. Hal ini menjadi salah satu faktor penghambat dalam penegakan hukum. Berdasarkan uraian pengertian tersebut, penulis mendapatkan sebuah sampel mengenai faktor masyarakat yang menjadi faktor penghambat di dalam upaya penanggulangan pelanggaran tersebut, seperti tidak mematuhi aturan lalu lintas, tidak memakai perlengkapan yang sesuai dengan ketentuan, dan belum memenuhi kriteria untuk mengendarai kendaraan dan belum memiliki surat- surat mengemudi seperti halnya anak-anak dibawah umur dan anak sekolah yang seringkali melakukan pelanggaran secara berulang-ulang.

  E.

  Faktor Kebudayaan Di dalam kebudayaan sehari-hari, orang begitu sering membicarakan soal kebudayaan. Kebudayaan menurut Soerjono Soekanto, mempunyai fungsi yang sangat besar bagi manusia dan masyarakat, yaitu mengatur agar manusia dapat mengerti bagaimana seharusnya bertindak, berbuat, dan menentukan sikapnya kalau mereka berhubungan dengan orang lain. Dengan demikian, kebudayaan adalah suatu garis pokok tentang perikelakuan yang menetapkan peraturan mengenai apa yang harus dilakukan, dan apa yang dilarang.

  Kelima faktor di atas saling berkaitan dengan eratnya, karena menjadi hal pokok dalam penegakan hukum, serta sebagai tolok ukur dari efektifitas penegakan hukum. Dari lima faktor penegakan hukum tersebut faktor penegakan hukumnya sendiri merupakan titik sentralnya. Hal ini disebabkan oleh baik undang- undangnya disusun oleh penegak hukum, penerapannya pun dilaksanakan oleh penegak hukum dan penegakan hukumnya sendiri juga merupakan panutan oleh masyarakat luas. Kelima faktor yang dikemukakan Soerjono Soekanto tersebut, tidaklah disebutkan faktor mana yang sangat dominan berpengaruh atau mutlaklah semua faktor tersebut harus mendukung untuk membentuk efektifitas hukum. Namun sistematika dari kelima faktor ini jika bisa optimal, setidaknya hukum dinilai dapat efektif. Sistematika tersebut artinya untuk membangun efektifitas hukum harus diawali untuk mempertanyakan bagaimana hukumnya, kemudian disusul bagaimana penegak hukumnya, lalu bagaimana sarana dan fasilitas yang menunjang, kemudian bagaimana masyarakat merespon serta kebudayaan yang terbangun. Dari apa yang dikemukakan Soerjono Soekanto, tentu bukan hanya kelima faktor tersebut, tetapi banyak faktor-faktor lainnya yang ikut mempengaruhi efektifnya suatu hukum diterapkan. Salah satu inisialnya adalah faktor keadaan atau kondisi yang melingkupi penerapan suatu hukum.

  III. PENUTUP A. Simpulan

  Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan dalam bab di atas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

  1. Upaya penanggulangan yang dilakukan oleh pihak kepolisian dalam menanggulangi pelanggaran terhadap pengendara kendaraan bermotor yang tidak memiliki kelengkapan surat-surat dapat dilaksanakan dengan cara- cara, yaitu:

  a.

   Upaya Pre-Emtif (himbauan), b. Upaya Preventif (pencegahan),

  dan c.

   Upaya Represif (tindakan).

  Upaya-upaya tersebut dapat juga dilakukan berkenaan dengan upaya penal dan non-penal, dimana setiap upaya tersebut melibatkan dari pihak aparat maupun dari pihak masyarakat tersebut sehingga berkurangnya pelanggaran-pelanggaran yang terjadi yang dilakukan oleh oleh pengendara. Upaya-upaya tersebut juga harus diseimbangkan dengan adanya edukasi (pembelajaran) bagi masyarakat, dan pentingnya sosialisasi kepada masyarakat dan meningkatkan kesadaran masing- masing individu agar mengurangi adanya pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh kedua belah pihak, baik pihak aparat/oknum kepolisian yang masih bermain dengan curang maupun dari pihak masyarakat yang masih “apatis” dengan tata aturan hukum yang berlaku.