EFEKTIVITAS VISUM ET REPERTUM DALAM PEMBUKTIAN TINDAK PIDANA PERKOSAAN Mery Sulistiawati Hutauruk, Diah Gustiniati, Tri Andrisman email: (mery.sulistiawati_19yahoo.co.id)

  

EFEKTIVITAS VISUM ET REPERTUM DALAM PEMBUKTIAN TINDAK

PIDANA PERKOSAAN

Mery Sulistiawati Hutauruk, Diah Gustiniati, Tri Andrisman

  )

email: (mery.sulistiawati_19@yahoo.co.id

Abstrak

  Tindak pidana perkosaan merupakan perbuatan yang melanggar norma kesopanan, agama, dan kesusilaan. Tindak pidana perkosaaan tidak hanya sulit dalam perumusannya saja, tetapi kesulitan utamanya adalah soal pembuktiannya diakui atau tidak, baik pada tahap penyelidikan, penyidikan, penuntutan, maupun persidangan di pengadilan. Dalam menemukan bukti-bukti yang menyatakan benar atau tidak telah terjadi tindak pidana perkosaaan, maka dibutuhkan alat bukti visum et repertum yang dibuat oleh dokter ahli forensik berdasarkan atas sumpah jabatannya. Berdasarkan hal tersebut maka permasalahan dalam skripsi ini adalah (1) bagaimanakah efektivitas visum et repertum dalam pembuktian tindak pidana perkosaan dan (2) apakah yang menjadi faktor penghambat dari efektivitas visum et repertum dalam pembuktian tindak pidana perkosaan. Pendekatan masalah yang dipergunakan dalam penulisan ini adalah pendekatan normatif dan pendekatan empiris. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, efektivitas visum et repertum dalam pembuktian tindak pidana perkosaan sangat berguna dan bermanfaat guna membuktikan adanya suatu luka pada tubuh korban tindak pidana perkosaan, namun tetap dibutuhkan alat bukti lain yang dapat memperkuat hal tersebut. Faktor penghambat dari efektivitas visum et repertum dalam pembuktian tindak pidana perkosaan yaitu faktor hukumnya sendiri, faktor penegak hukum, faktor sarana dan fasilitas, faktor masyarakat, faktor kebudayaan.

  Kata Kunci: Visum Et Repertum, Pembuktian, Tindak Pidana Perkosaan

  EFFECTIV

ITY OF VISUM ET REPERTUM

  

Mery Sulistiawati Hutauruk, Diah Gustiniati, Tri Andrisman

)

email: (mery.sulistiawati_19@yahoo.co.id

  

Abstract

  Criminal offense of rape is an action that break the norms of decency, religion, and morality. Rape crime in its formulation is not only difficult, but the main difficulty is a matter of proof is recognized or not, either at the stage of inquiry, investigation, prosecution, and trial at the court. In finding evidences that states correctly or not there has been a criminal offense of rape, then needed a visum et

  

repertum evidence made by forensic specialists based on the oath of office. Based

  on that conditions, the problem in this paper are (1) how to effective visum et to prove rape crime (2) what is the factor that resist the visum et

  repertum

repertum in proving rape crime. Approach to the problems is using in this paper

  are a normative approach and empirical approach. Based on the results of research and discussion, effectivity of visum et repertum to prove the rape crime is very important to show that there is physical pain in the victim’s body, but still needed others evidences to strengthen the thing. Inhibiting factor from the effectivity of

  

visum et repertum in proving rape crime are own legal factor, law enforcement

apparatus, facilities and infrastructure factor, society factors, and cultural factor.

  Keywords: Visum Et Repertum, Proof, Rape Crime

I. PENDAHULUAN

  Tindak pidana perkosaan sebagaimana telah diketahui (yang dalam kenyataan lebih banyak menimpa kaum wanita, remaja, dan dewasa) merupakan perbuatan yang melanggar norma sosial yaitu kesopanan, agama, dan kesusilaan.

1 Di Indonesia, sebagian besar tindak

  pidana perkosaan terjadi pada wanita, ada yang berpendapat bahwa wanita diperkosa karena penampilannya, seperti misalnya berpakaian minim sehingga dapat memancing seseorang untuk melakukan tindak pidana perkosaan. Sebenarnya tindak pidana perkosaan yang terjadi jauh lebih banyak daripada yang dilaporkan ke penyidik dan diberitakan oleh media massa. Kebanyakan kasus baru terbongkar setelah korban mengalami gejala fisik serius, seperti pendarahan pada dubur atau vagina. Banyak jalan terjadinya perkosaan, ada karena kebetulan bertemu, misalnya wanita itu meminta tumpangan kendaraan, sehingga pemberi tumpangan mendapat kesempatan untuk memperkosanya. Ada yang memang sudah kenal lama, bahkan telah berpacaran, yang pada kesempatan tertentu laki-laki itu dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa pacarnya untuk bersetubuh dengan dia, yang semula wanita itu masih mempertahankan keperawanannya.

  Anak , Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Pembangunan Nasional

  Tindak pidana perkosaan tidak hanya sulit dalam perumusannya saja, tetapi kesulitan utama yang sering muncul biasanya adalah soal pembuktian diakui atau tidak, baik ditingkat penyelidikan, penyidikan, penuntutan ataupun persidangan di pengadilan, sebab pembuktian tindak pidana perkosaan di pengadilan sangatlah tergantung pada sejauh mana penyidik dan penuntut umum mampu menunjukkan bukti-bukti yang menyatakan bahwa telah terjadi tindak pidana perkosaan.

  Kesulitan pembuktian tersebut juga timbul karena korban kejahatan tidak segera melaporkannya kepada penyidik yang umumnya dikarenakan dicekam rasa malu bahkan ada yang melaporkannya setelah berbulan-bulan dan dalam keadaan hamil. Cara mengungkap suatu kasus perkosaan pada tahap penyidikan akan dilakukan serangkaian tindakan oleh penyidik untuk mendapatkan bukti-bukti yang terkait dengan tindak pidana yang terjadi.

  Usaha-usaha dalam memperoleh bukti-bukti yang diperlukan guna kepentingan pemeriksaan suatu perkara pidana, seringkali para penegak hukum dihadapkan pada suatu masalah atau hal-hal tertentu yang tidak dapat diselesaikan sendiri olehnya dikarenakan masalah tersebut berada di luar kemampuan atau keahliannya.

  Bantuan seorang ahli sangat penting diperlukan dalam rangka mencari kebenaran materiil selengkap- lengkapnya bagi para penegak hukum tersebut. Adanya peranan

1 Koesparmono Irsan, Hukum Perlindungan

  dokter untuk membantu penyidik dalam memberikan keterangan medis mengenai keadaan korban perkosaan merupakan suatu upaya untuk mendapatkan bukti atau tanda pada diri korban yang dapat menunjukkan bahwa telah benar terjadi suatu tindak pidana perkosaan. Keterangan dokter yang dimaksudkan tersebut dituangkan secara tertulis dalam bentuk surat hasil pemeriksaan medis yang disebut dengan visum et

  library research .

  Memperkirakan umur

  Menentukan adanya tanda- tanda kekerasan c.

  Menentukan adanya tanda- tanda persetubuhan b.

  Bantuan Ilmu Kedokteran Kehakiman dalam penyidikan kasus kejahatan seksual meliputi: a.

  A. Efektivitas Visum Et Repertum dalam Pembuktian Tindak Pidana Perkosaan

  II. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

  Pendekatan yuridis empiris adalah pendekatan yang dilakukan dengan menggali informasi dan melakukan penelitian di lapangan guna mengetahui secara lebih jauh mengenai permasalahan yang dibahas. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan informasi lapangan yang lebih akurat.

  pidana perkosaan? Pendekatan masalah yang digunakan dalam penulisan ini adalah pendekatan yuridis normatif yaitu adalah penelitian yang dilakukan dengan cara melihat, menelaah, mengenai beberapa hal yang bersifat teoritis yang menyangkut asas-asas hukum, pandangan dan doktrin- doktrin hukum, konsep-konsep, peraturan hukum dan sistem hukum yang berkenaan dengan skripsi ini atau sering disebut sebagai suatu

  repertum.Visum bukanlah istilah

  repertum dalam pembuktian tindak

  apakah yang menjadi faktor penghambat dari efektivitas visum et

  , Amri Amir, Rangkaian Ilmu Kedokteran Forensik , Edisi Kedua, Medan:

  tindak pidana perkosaan? dan (2) 2

  visum et repertum dalam pembuktian

  permasalahan dalam penelitian ini adalah (1) Bagaimanakah efektivitas

  hukum melainkan visum itu sendiri merupakan istilah Kedokteran. Pengertian visum et repertum dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) tidak ditemukan secara tegas, namun sebagai pedoman dapat dijelaskan bahwa pengertian visum et repertum adalah: “Visum et repertum adalah laporan tertulis untuk peradilan yang dibuat oleh dokter berdasarkan sumpah yang diucapkan pada waktu menerima jabatan dokter, memuat pemberitaan tentang segala hal (fakta) yang dilihat dan ditemukan pada benda bukti berupa tubuh manusia yang diperiksa dengan pengetahuan dan keterampilan yang sebaik-sebaiknya dan pendapat mengenai apa yang ditemukan sepanjang pemeriksaan tersebut”.

2 Berdasarkan latar belakang di atas

  d.

  Menentukan pantas atau tidak korban untuk kawin.

  Harus selalu menggunakan visum et

3 Sutaji

  visum et repertum dalam pembuktian

  4

  S.H., M.H., 09 Maret 2015 pukul

  adanya suatu luka atau tidak pada tubuh korban, namun tetap 6 Hasil wawancara dengan Nikmah Rosidah,

  visum et repertum dapat menentukan

  bukti yang pembuatannya memerlukan waktu yang cepat. Hal ini bertujuan agar dapat terdeteksi benar atau tidaknya telah terjadi tindak pidana perkosaan. Selanjutnya penulis beranggapan bahwa efektivitas visum et repertum dalam pembuktian tindak pidana perkosaan merupakan alat bukti yang sangat berguna dan bermanfaat,

  visum et repertum ini merupakan alat

  alat bukti di persidangan apabila pembuatannya dilakukan dengan cepat dan sesegera mungkin, tidak lebih dari 24 (duapuluh empat) jam, serta tidak bisa menginap. Artinya,

  repertum ini dapat efektif sebagai

  , pada setiap kasus perkosaan harus menggunakan visum et repertum dalam pembuktiannya. Visum et

  6

  dalam pembuktian tindak pidana perkosaan karena merupakan salah satu alat bukti yang sah yang diatur di dalam Pasal 184 KUHAP. Efektivitas visum et repertum dalam pengungkapan suatu kasus perkosaan menunjukkan peran yang penting bagi tindakan pihak kepolisian selaku aparat penyidik. Menurut Nikmah Rosidah

  visum et repertum sangat penting

  dalam pembuktian tindak pidana perkosaan, bahkan beliau menyatakan wajib untuk dibuatkannya visum et repertum dalam setiap kasus-kasus perkosaan. Hal ini juga dikemukakan oleh Welly yang menyatakan bahwa keberadaan

  repertum

  Hakim Pengadilan Negeri Tanjung Karang, Selasa 03 Februari 2015 pukul 11:05. 5 Hasil wawancara dengan Jaksa Supriyanti, S.H. Selasa, 10 Februari 2015 pukul

  tindak pidana perkosaan sedikit berguna dan bermanfaat sekalipun tidak bersifat sangat menentukan, artinya tetap saja diperlukan alat bukti lain selain visum et repertum. Memang di dalam praktek peradilan, harus menggunakan visum et

  Fardiansyah, S.H,M.H. Hukum dan Kriminalistik , Bandar Lampung: Justice Publisher, 2014, hlm. 51. 4 Hasil wawancara dengan Sutaji, S.H.,M.H.

  menyatakan bahwa efektivitas

  5

  Berbeda dengan pernyataan dari Sutaji, Supriyanti

  bukti surat di dalam Pasal 184 KUHAP. Namun, untuk membuktikan ada tidaknya tindak pidana dan untuk membuktikan terbukti tidaknya tindak pidana, tidak melulu harus dengan alat bukti surat.

  repertum masuk dalam kategori alat

  satu-satunya alat bukti, visum et

  visum et repertum bukan merupakan

  Sutaji juga menambahkan bahwa

  repertum , maka tidak perlu dipaksakan.

  hal tersebut berada dalam ketidakmungkinan yang absolut untuk dibuatkannya visum et

  repertum . Namun menurut Sutaji jika

  tindak pidana perkosaaan biasanya diperiksa untuk dibuatkan visum et

  repertum , dalam hal ini korban

  berpendapat bahwa visum et repertum sangat efektif dan mendukung dalam pembuktian tindak pidana perkosaan. 3 Firganefi, S.H,M.H. & Ahmad Irzal

  dibutuhkan alat bukti lain yang dapat memperkuat hal tersebut.

  d.

  Faktor penegak hukum, efektivitas visum et repertum dapat berjalan dengan optimal dalam setiap pembuktian tindak pidana perkosaan tidak terlepas

  b.

  Faktor hukumnya sendiri, rumusan Pasal 285 KUHP masih menemukan kendala dalam penerapannya. Rumusan pasal tersebut juga tampaknya belum secara realita melindungi kaum wanita. Hal ini dapat dilihat dari semakin banyaknya pemberitaan tentang tindak pidana perkosaaan di media massa.

  Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan maka diketahuilah faktor yang menjadi penghambat dari efektivitas visum et repertum dalam pembuktian tindak pidana perkosaan, yaitu: a.

  Faktor Kebudayaan. Yakni sebagai hasil karya, cipta, rasa yang didasarkan pada karya manusia di dalam pergaulan hidup. Contohnya nilai ketertiban dan ketentraman, nilai jasmaniah/kebendaan dan nilai rohaniah/keakhlakan, nilai kelanggengan/konservatisme, dan nilai kebaharuan/inovatisme.

  e.

  Faktor Masyarakat. Yakni faktor lingkungan dimana hukum tersebut diterapkan. Contohnya, masyarakat tidak mengetahui akan adanya upaya-upaya hukum untuk melindungi kepentingan- kepentingannya; tidak berdaya untuk memanfaatkan upaya-upaya hukum karena faktor-faktor ekonomi, psikis, sosial atau politik, dan lain sebagainya.

  salah satu contohnya yaitu minimnya pendidikan yang diberikan kepada masyarakat..

B. Faktor Penghambat Efektivitas Visum Et Repertum dalam Pembuktian Tindak Pidana Perkosaan

  Soerjono Soekanto berpendapat bahwa faktor-faktor penghambat upaya penegakan hukum, yaitu:

  Hukum. Bandung:Bina Cipta. Hlm 34-35, 40.

  Contohnya, kurangnya sumber daya manusia yang berkualitas dan keterbatasannya menguasai ilmu hukum. Fasilitas pendukung 7 Soerjono Soekanto.1983. Penegakan

  Faktor Sarana atau Fasilitas yang mendukung Penegak Hukum.

  c.

  Faktor Penegak Hukum. Yaitu pihak-pihak yang membentuk maupun menerapkan hukum. Contohnya, keterbatasan kemampuan untuk memberikan suatu upaya hukum kepada korban, tingkat aspirasi yang relatif belum tinggi, kegairahan yang sangat teratas untuk memikirkan masa depan, sehingga sulit sekali untuk membuat suatu proyeksi.

  b.

  Faktor Hukumnya Sendiri atau peraturan itu sendiri. Contohnya, asas-asas berlakunya suatu undang-undang, belum adanya peraturan yang mengatur pelaksanaan yang sangat dibutuhkan untuk menerapkan undang-undang, serta ketidakjelasan arti kata-kata di dalam undang-undang yang mengakibatkan kesalahpahaman di dalam penafsiran serta penerapan undang-undang tersebut.

  7 a. dari cara kerja atau kinerja aparat penegak hukum. Kecepatan dan kesigapan aparat penegak hukum dalam menemukan bukti-bukti sangat menentukan benar atau tidaknya telah terjadi tindak pidana perkosaan. Sutaji menyatakan agar efektivitas visum

  et repertum dalam pembuktian

  visum et repertum.

  repertum

  menentukan ada tidaknya suatu luka pada tubuh korban tindak pidana perkosaan bukan menentukan pelaku dari tindak pidana tersebut. Visum et

  Visum et repertum hanya

  Berdasarkan hasil pembahasan mengenai permasalahan yang dibahas dalam penelitian pada bab sebelumnya, maka dapat ditarik simpulan sebagai berikut: Efektivitas visum et repertum dalam pembuktian tindak pidana perkosaan cukup berguna dan bermanfaat, namun tetap diperlukan alat bukti lain untuk menentukan benar atau tidaknya telah terjadi tindak pidana perkosaan serta untuk membuktikan terbukti atau tidaknya tindak pidana perkosaan.

  III. SIMPULAN

  mempunyai biaya, sebab biaya pembuatan visum et repertum ditanggung oleh korban. Selain itu perilaku korban juga mempengaruhi terjadinya tindak pidana perkosaan, seperti cara berpakaian dan berpenampilan juga rasa malu korban untuk melaporkannya.

  repertum dikarenakan tidak

  Faktor Kebudayaan, yakni perbedaan dari segi ekonomi membuat korban tindak pidana perkosaan yang berada dalam ekonomi menengah kebawah tidak dapat membuat visum et

  e.

  rendahnya pengetahuan masyarakat tentang pengertian

  tindak pidana perkosaan dapat optimal, maka diperlukan alat bukti lain, misalnya mengoptimalkan alat bukti petunjuk.

  Hakim Pengadilan Negeri Tanjung Karang, Selasa 03 Februari 2015

  alat bukti yang digunakan dalam pembuktian tindak pidana perkosaan di persidangan. Kurangnya pemerataan tingkat pendidikan masyarakat di Indonesia, (khususnya di daerah pelosok) menyebabkan masyarakat tersebut mempunyai pola pikir yang berbeda-beda. Hal ini juga yang mempengaruhi 8 Hasil wawancara dengan Sutaji, S.H.,M.H.

  repertum merupakan salah satu

  mengetahui bahwa visum et

  repertum . Masyarakat juga kurang

  Faktor Masyarakat, yakni masyarakat kurang paham dan mengerti tentang arti visum et

  d.

  Faktor sarana atau fasilitas, sumber daya manusia yang dalam hal ini adalah seorang dokter forensik, jumlahnya harus sesuai dengan yang dibutuhkan. Tidak di setiap rumah sakit dapat dibuatkan visum et repertum, tetapi hanya di rumah sakit milik pemerintah saja yang dapat membuatkan visum et repertum. Hal ini membuat korban merasa kesulitan apabila tinggal di daerah yang jauh dari rumah sakit milik pemerintah tersebut.

  8 c.

  merupakan alat bukti yang bersifat bebas dan tidak dapat berdiri sendiri. Artinya hakim dapat mengesampingkan alat bukti visum et

  repertum . Seperti pada Pasal 183 DAFTAR PUSTAKA

  KUHAP yang menyatakan bahwa Amir, Amri. 2005. Rangkaian Ilmu hakim dapat memutus suatu perkara

  Kedokteran Forensik . Edisi Kedua.

  pidana berdasarkan sedikitnya 2 Medan: Ramadhan. (dua) alat bukti yang sah. Dua alat bukti tersebut menimbulkan

  Firganefi dan Ahmad Irzal keyakinan hakim tentang telah Fardiansyah. 2014. Hukum dan terjadinya perbuatan pidana.

  Kriminalistik . Bandar Lampung: Justice Publisher.

  Faktor penghambat dari efektivitas

  visum et repertum dalam pembuktian

  tindak pidana perkosaan yaitu faktor Irsan, Koesparmono. 2007. Hukum hukumnya sendiri, faktor penegak

  Perlindungan Anak . Jakarta: Fakultas

  hukum, faktor sarana dan fasilitas, Hukum Universitas Pembangunan faktor masyarakat, faktor Nasional Veteran Jakarta. kebudayaan.

  Soekanto, Soerjono.1983. Penegakan Hukum. Bandung: Bina Cipta. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Undang-Undang Nomor Tahun 1 Tahun 1946 jo Undang-Undang Nomor 73 Tahun 1958 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).