4. Persamaan Diferensial - II-7 Persamaan Diferensial Orde-1

4. Persamaan Diferensial

  

(Orde Satu)

Sudaryatno Sudirham

4.1. Pengertian Persamaan diferensial adalah suatu persamaan di mana terdapat satu atau lebih turunan fungsi.

  Persamaan duferensial diklasifikasikan sebagai: 1. Menurut jenis atau tipe: ada persamaan diferensial biasa dan persamaan diferensial parsial.

  Jenis yang kedua tidak kita pelajari di buku ini, karena kita hanya meninjau fungsi dengan satu peubah bebas.

  2. Menurut orde: orde persamaan diferensial adalah orde tertinggi turunan fungsi yang ada

  3

  

2

d y d y dy

dalam persamaan. adalah orde tiga; adalah orde dua; adalah orde satu.

  3

  2 dx dx

dx

  3. Menurut derajat: derajat suatu persamaan diferensial adalah pangkat tertinggi dari turunan fungsi orde tertinggi.

  2

  5

  3

  2     d y d y y

x

      e

  Sebagai contoh: adalah persamaan diferensial biasa, orde tiga,

  • = +

   3   2 

  2

  1

      derajat dua.

  • dx dx x

  Dalam buku ini kita hanya akan membahas persamaan diferensial biasa, orde satu dan orde dua, derajat satu.

  4.2. Solusi

  Suatu fungsi y = f(x) dikatakan merupakan solusi suatu persamaan diferensial jika persamaan tersebut tetap terpenuhi dengan digantikannya y dan turunannya dalam persamaan tersebut oleh f(x) dan turunannya. Kita ambil satu contoh:

  

x dy dy

x

  − − x =

  adalah solusi dari persamaan y karena turunan y ke adalah ke , dan

  • y ke

  = = = − dt dt x x

  − −

  jika ini kita masukkan dalam persamaan akan kita peroleh − = Persamaan terpenuhi. Pada contoh di atas kita lihat bahwa persamaan diferensial orde satu mempunyai solusi yang melibatkan satu tetapan sembarang yaitu k. Pada umumnya suatu persamaan orde n akan memiliki solusi yang mengandung n tetapan sembarang. Pada persamaan diferensial orde dua yang akan kita bahas di bab berikutnya, kita akan menemukan solusi dengan dua tetapan sembarang. Nilai dari tetapan ini ditentukan oleh kondisi awal.

  • ke ke

  

4.3. Persamaan Diferensial Orde Satu Dengan Peubah Yang Dapat Dipisahkan

  Solusi suatu persamaan diferensial bisa diperoleh apabila peubah-peubah dapat dipisahkan; pada pemisahan peubah ini kita mengumpulkan semua y dengan dy dan semua x dengan dx. Jika hal ini bisa dilakukan maka persamaan tersebut dapat kita tuliskan dalam bentuk

  f ( y ) dy g ( x ) dx = +

  (4.1) Apabila kita lakukan integrasi kita akan mendapatkan solusi umum dengan satu tetapan sembarang K, yaitu

  • f ( y ) dy g ( x ) dx ) = K (4.2)

  ∫ ∫ Kita ambil dua contoh.

  x dy dy e xy

  1). = e . Persamaan ini dapat kita tuliskan = sehingga kita dapatkan persamaan

  y dx dx e

  dengan peubah terpisah

  y x y x e dy e dx e dy e dx K

  − = dan − = ∫ ∫

  e e K e e K

  sehingga − = atau =

  • y x y x

  dy

  1 2). = . Pemisahan peubah akan memberikan bentuk

  dx xy dx dx ydy ydy K

  − = dan − = ∫ ∫ x x

  2 y

  ln x K y ln x K sehingga − = atau = ′

  • +

    2

  2

4.4. Persamaan Diferensial Homogen Orde Satu

  Suatu persamaan disebut homogen jika ia dapat dituliskan dalam bentuk

  dyy   

  F

  (4.3)

  = dxx

  Persamaan demikian ini dapat dipecahkan dengan membuat peubah bebas baru

  y v

=

x

  Dengan peubah baru ini maka

  dy dv

  = = dx dx

  • y vx dan v x

  Persamaan (14.2) menjadi

  dv

  • v x = F ( v ) (4.4)

  dx yang kemudian dapat dicari solusinya melalui pemisahan peubah. dx dv

  • = (4.5)

  x v F ( v ) −

  Solusi persamaan aslinya diperoleh dengan menggantikan v dengan y/x setelah persamaan terakhir ini dipecahkan.

  2

2 Kita ambil contoh: ( x y ) dx

  2 xydy

  • =

  2 y

  Persamaan ini dapat kita tulis

  1 ) dx 2 xydy atau

  • 2
  • x (

  =

  2 x

  

2

  2

  1 ( y / x )

  • y y dy

  1 ) dx 2 dy sehingga

  F ( y / x ) = − = − =

  • (

  2 x dx 2 ( y / x ) x

  yang merupakan bentuk persamaan homogen. Peubah baru v = y/x memberikan

  dy dv y vx dan v x = = + dx dx

  2/8 Sudaryatno Sudirham, Persamaan Diferensial (Orde 1) dan membuat persamaan menjadi

  2

  2 dv

  1 v dv 1 v

  1 3 v

  • 2

  

v x = − + atau x = − v − = −

dx

  2 v dx 2 v 2 v Dari sini kita dapatkan

  dv dx dx 2 vdv

= − = + atau

  2

  2 x x

  (

  1 3 v ) / 2 v

  1 3 v

  • + +

  Kita harus mencari solusi persamaan ini untuk mendapatkan v sebagai fungsi x. Kita perlu pengalaman untuk ini.

  d (ln x )

1 Kita tahu bahwa = . Kita coba hitung

  dx x

  2

  2 d ln(

  1 3 x ) d ln(

  1 3 x ) d (

  1 3 x )

  1

  • 2

  ( 6 x )

  = =

  2

  1 3 x )

  1 3 x Kembali ke persamaan kita. Dari percobaan perhitungan di atas kita dapatkan solusi dari

  • dx dx d (
  • 2

  dx

  2 vdv

  • =

  2

  1 3 v

  • x

  1

  1

  2

  ln x ln(

  1 3 v ) K ln K

  ′

  adalah = = atau

  3

  3

  2

  3

  2

  1 3 v ) K ln Kx (

  1 3 v ) K

  • = = sehingga =
  • 3 ln x ln(

  Dalam x dan y solusi ini adalah

  3

  2

  2

  2 x

  1 3 ( y / x ) K ′ atau x x 3 y K

  = =

+ +

( ) ( )

4.5. Persamaan Diferensial Linier Orde Satu

  Dalam persamaan diferensial linier, semua suku berderajat satu atau nol. Dalam menentukan derajat ini kita harus memperhitungkan pangkat dari peubah dan turunannya; misal y(dy/dx) adalah berderajat dua karena y dan dy/dx masing-masing berpangkat satu dan harus kita jumlahkan untuk menentukan derajat dari y(dy/dx).

  Persamaan diferensial orde satu yang juga linier dapat kita tuliskan dalam bentuk

  dy

  (4.6)

  • Py Q

  = dx

  dengan P dan Q merupakan fungsi x atau tetapan. Persamaan diferensial bentuk inilah selanjutnya akan kita bahas dan kita akan membatasi pada situasi dimana P adalah suatu tetapan. Hal ini kita lakukan karena kita akan langsung melihat pemanfaatan praktis dengan contoh yang terjadi pada analisis rangkaian listrik.

  Dalam analisis rangkaian listrik, peubah fisis seperti tegangan dan arus merupakan fungsi waktu. Oleh karena itu persamaan diferensial yang akan kita tinjau kita tuliskan secara umum sebagai

  dy

  • a by f (t ) (4.7)

  

=

dt

  Persamaan diferensial linier orde satu seperti ini biasa kita temui pada peristiwa transien (atau peristiwa peralihan) dalam rangkaian listrik. Cara yang akan kita gunakan untuk mencari solusi adalah cara pendugaan. Peubah y adalah keluaran rangkaian (atau biasa disebut tanggapan rangkaian) yang dapat berupa tegangan ataupun arus sedangkan nilai a dan b ditentukan oleh nilai-nilai elemen yang membentuk rangkaian. Fungsi f(t) adalah masukan pada rangkaian yang dapat berupa tegangan ataupun arus dan disebut fungsi pemaksa atau fungsi penggerak.

  Persamaan diferensial seperti (4.7) mempunyai solusi total yang merupakan jumlah dari solusi khusus dan solusi homogen. Solusi khusus adalah fungsi yang dapat memenuhi persamaan (4.7) sedangkan solusi homogen adalah fungsi yang dapat memenuhi persamaan homogen

  dy

  (4.8)

  • a by

  = dt

  Hal ini dapat difahami karena jika f (t) memenuhi (4.7) dan fungsi f (t) memenuhi (4.8), maka y =

  1

  2

  (f

  1 +f 2 ) akan memenuhi (4.7) sebab dy d f f

  • 1

  ( )

  

2

a by a b ( f f )

  • =

  1

  2 dt dt df df df

  1

  2

  1 a bf a bf a bf

  = = + + + + +

  1

  2

  1 dt dt dt

  Jadi y = (f

  1 +f 2 ) adalah solusi dari (4.7), dan kita sebut solusi total yang terdiri dari solusi khusus f 1 dari (4.7) dan solusi homogen f dari (4.8).

2 Peristiwa Transien. Sebagaimana telah disebutkan, persamaan diferensial seperti (14.7) dijumpai

  dalam peristiwa transien, yaitu selang peralihan dari suatu keadaan mantap ke keadaan mantap yang lain.. Peralihan kita anggap mulai terjadi pada t = 0 dan peristiwa transien yang kita tinjau terjadi dalam kurun waktu setelah mulai terjadi perubahan yaitu dalam kurun waktu t > 0. Sesaat setelah

  −

  • mulai perubahan kita beri tanda t = 0 dan sesaat sebelum terjadi perubahan kita beri tanda t = 0 .

  

Solusi Homogen. Persamaan (4.8) menyatakan bahwa y ditambah dengan suatu koefisien konstan

  kali dy/dt, sama dengan nol untuk semua nilai t. Hal ini hanya mungkin terjadi jika y dan dy/dt berbentuk sama. Fungsi yang turunannya mempunyai bentuk sama dengan fungsi itu sendiri adalah fungsi eksponensial. Jadi kita dapat menduga bahwa solusi dari (4.8) mempunyai bentuk eksponensial

  st y = K 1 e . Jika solusi dugaan ini kita masukkan ke (4.8), kita peroleh st st aK se bK e atau K as b y (4.9)

  = = + +

  1

  1 1 ( )

  Peubah y tidak mungkin bernilai nol untuk seluruh t dan K juga tidak boleh bernilai nol karena hal itu

  1

  akan membuat y bernilai nol untuk seluruh t. Satu-satunya cara agar persamaan (4.9) terpenuhi adalah

  • as b

  =

  (4.10) Persamaan (4.10) ini disebut persamaan karakteristik sistem orde pertama. Persamaan ini hanya mempunyai satu akar yaitu s = (b/a). Jadi solusi homogen yang kita cari adalah

  − st − ( b / a ) t y = K e = K e (4.11) a

  1

  1 Nilai K 1 masih harus kita tentukan melalui penerapan suatu persyaratan tertentu yang kita sebut

  • kondisi awal yaitu kondisi pada t = 0 sesaat setelah mulainya perubahan keadaan. Ada kemungkinan

  • bahwa y telah mempunyai nilai tertentu pada t = 0 sehingga nilai K haruslah sedemikian rupa

  1

  • sehingga nilai y pada t = 0 tersebut dapat dipenuhi. Akan tetapi kondisi awal ini tidak dapat kita terapkan pada solusi homogen karena solusi ini baru merupakan sebagian dari solusi. Kondisi awal harus kita terapkan pada solusi total dan bukan hanya untuk solusi homogen saja. Oleh karena itu kita harus mencari solusi khusus lebih dulu agar solusi total dapat kita peroleh untuk kemudian menerapkan kondisi awal.

  

Solusi khusus. Solusi khusus dari (4.7) tergantung dari bentuk fungsi pemaksa f(t). Seperti halnya

  dengan solusi homogen, kita dapat melakukan pendugaan pada solusi khusus. Bentuk solusi khusus

  

haruslah sedemikian rupa sehingga jika dimasukkan ke persamaan (4.7) maka ruas kiri dan ruas

kanan persamaan itu akan berisi bentuk fungsi yang sama. Jika solusi khusus kita sebut y p , maka y p

  dan turunannya harus mempunyai bentuk sama agar hal tersebut terpenuhi. Untuk berbagai bentuk f(t), solusi khusus dugaan y adalah sebagai berikut.

  p 4/8 Sudaryatno Sudirham, Persamaan Diferensial (Orde 1)

  Jika f ( t ) = , maka y =

  p

  Jika f ( t ) A konstan, maka y konstan K

  = = = = p t

  α

  Jika f ( t ) Ae eksponensi al, maka

  = = t

  α

y eksponensi al Ke

  

= =

p

  Jika f ( t ) A sin t , atau f ( t ) A cos t , maka

  

= ω = ω

y K cos t K sin t

  = ω ω +

p c s

  = ω ω c s bentuk umum fungsi sinus maupun cosinus .

  • Perhatikan : y K cos t K sin t adalah

  Solusi total. Jika solusi khusus kita sebut y , maka solusi total adalah p s t y = y y = y K e (4.12)

+ +

p a p

  1 Pada solusi lengkap inilah kita dapat menerapkan kondisi awal yang akan memberikan nilai K 1 .

  • Kondisi Awal. Kondisi awal adalah kondisi pada awal terjadinya perubahan yaitu pada t = 0 . Dalam

  menurunkan persamaan diferensial pada peristiwa transien kita harus memilih peubah yang disebut

  

peubah status. Peubah status harus merupakan fungsi kontinyu. Nilai peubah ini, sesaat sesudah dan

  • sesaat sebelum terjadi perubahan harus bernilai sama. Jika kondisi awal ini kita sebut y(0 )

  y ( ) y ( ) (4.13) = Jika kondisi awal ini kita masukkan pada dugaan solusi lengkap (14.12) akan kita peroleh nilai K .

  1

  • y ( ) = y ( ) KK = y ( ) − y ( ) (4.14)

  p

  1 1 p

  

y p (0 ) adalah nilai solusi khusus pada t = 0 . Nilai y(0 ) dan y p (0 ) adalah tertentu (yaitu nilai pada t =

  • ). Jika kita s

  y ( ) y ( ) A (4.15) − = p

  maka solusi total menjadi

  y = y A e (4.16) p

  • s t

4.6. Solusi Pada Berbagai Fungsi Pemaksa

  

Tanpa Fungsi Pemaksa, f(t) = 0. Jika f(t) =0 maka solusi yang akan kita peroleh hanyalah solusi

  homogen saja. Walaupun demikian, dalam mencari soluai kita akan menganggap bahwa fungsi pemaksa tetap ada, akan tetapi bernilai nol. Hal ini kita lakukan karena kondisi awal harus diterapkan

  

pada solusi total, sedangkan solusi total harus terdiri dari solusi homogen dan solusi khusus

  (walaupun mungkin bernilai nol). Kondisi awal tidak dapat diterapkan hanya pada solusi homogen saja atau solusi khusus saja.

  Contoh: Dari suatu analisis rangkaian diperoleh persamaan dv

  • 1000 v

  = dt

  • untuk t > 0. Kondisi awal adalah v(0 ) = 12 V.
  • +

    Persamaan karakteris tik : s 1000 s 1000

  = → = − − 1000 t

  Dugaan solusi homogen : v A e

  

=

a

  Dugaan solusi khusus : v (karena tidak ada fungsi pemaksa)

  = p st − 1000 t

  Dugaan solusi total : v v A e A e

  = = + + p

  • ) = 10 V, analisis transien menghasilkan persamaan
  • − −
  • = =
  • =

    =

    = − = → = +

  V

  t a

A e v

s s

  1000

  3

  

3

  : homogen solusi Dugaan 1000 10 /

  1

  1 Persamaan 10 : tik karakteris

  − − − = − = − = → = +

  Karena f(t) = 12 konstan, kita dapat menduga bahwa solusi khusus akan bernilai konstan juga karena turunannya akan nol sehingga kedua ruas persamaan tersebut dapat berisi suatu nilai konstan.

  12 Solusi 12 : menjadi total

  −

v

dt dv

  12 Penerapan 12 : memberikan awal kondisi . ) ( ) ( : awal Kondisi

  V Dugaan 12 : total solusi

  12 Masukkan 12 : persamaan ke ini dugaan : khusus solusi Dugaan

  1000 1000 t t p p p e v A A v v A e v

  K v v K v

  − = − = → + = = − =

  ⇒ = + =

  Contoh: Pada kondisi awal v(0

  200

  5

  dengan kondisi awal v(0

  3

= +

  

= +

v dt dv

  : total solusi Dugaan : khusus solusi Dugaan

  6/8 Sudaryatno Sudirham, Persamaan Diferensial (Orde 1)

  V Solusi 12 : menjadi total

  12 12 : memberikan Penerapan total solusi dugaan pada awal kondisi V. ( 12 ) ) ( : awal Kondisi

  1000 t e v A A v v

  − − + = = → + =

  = = Contoh: Pada kondisi awal v(0

  3

  = + v dt dv

  V Solusi 10 : menjadi total Penerapan 10 : memberikan awal kondisi

  V ( 10 ) : awal Kondisi

  : homogen solusi Dugaan

  10

  3 Persamaan 3 : tik karakteris

  3

  3

  3 t t

p

p t

a

e v A v

A e v v

v A e v s s

  −

  =

  

Fungsi Pemaksa Berbentuk Anak Tangga. Kita telah mempelajari bahwa fungsi anak tangga adalah

  fungsi yang bernilai 0 untuk t < 0 dan bernilai konstan untuk t > 0. Jadi jika kita hanya meninjau keadaan untuk t > 0 saja, maka fungsi pemaksa anak tangga dapat kita tuliskan sebagai f(t) = A (tetapan).

  Contoh: Suatu analisis rangkaian memberikan persamaan

  12

  • ) = 0 V.
  • = =
  • ) = 11 V, analisis transien menghasilkan persamaan

  5 s

  5

  • Persamaan karakteris tik : s

  = → = − − 5 t

  Dugaan solusi homogen : v A e

  

=

a

  5 K 200 v

  40

  = → = → = p p

  • Dugaan solusi khusus : v K

  − 5 t − 5 t

  Dugaan solusi lengkap : v v A e

  40 A e

  = =

p

  • Kondisi awal : v ( )

  11 V. Penerapan kondisi awal memberikan :

  =

  40 A A

  29

  = → = − 5 t

  • +

    11

  

  Tanggapan total : v

  40 29 e V.

  = −

Fungsi Pemaksa Berbentuk Sinus. Berikut ini kita akan mencari solusi jika fungsi pemaksa

  berbentuk sinus. Karena solusi homogen tidak tergantung dari bentuk fungsi pemaksa, maka pencarian solusi homogen dari persamaan ini sama seperti apa yang kita lihat pada contoh-contoh sebelumnya. Jadi dalam hal ini perhatian kita lebih kita tujukan pada pencarian solusi khusus. Dengan pengertian bahwa kita hanya memandang kejadian pada t > 0, bentuk umum dari fungsi sinus yang muncul pada t = 0 kita tuliskan

  

= ω θ

  • y A cos( t )

  Melalui relasi

  

y = A cos( ω t θ ) = + A cos ω t cos θ − sin ω t sin θ

{ }

  bentuk umum fungsi sinus dapat kita tuliskan sebagai

  y = A cos ω + t A sin ω t c s

  dengan A A cos dan A A sin

  = θ = − θ

c s

  Dengan bentuk umum seperti di atas kita terhindar dari perhitungan sudut fasa , karena sudut fasa ini

  θ

  tercakup dalam koefisien A c dan A s . Koefisien A c dan A s tidak selalu ada. Jika sudut fasa θ = 0 maka

  o

A = 0 dan jika = 90 maka A = 0. Jika kita memerlukan nilai sudut fasa dari fungsi sinus yang

s θ c θ

  A s dinyatakan dengan pernyataan umum, kita dapat menggunakan relasi tan .

  θ = A c

  Turunan fungsi sinus akan berbentuk sinus juga. Oleh karena itu, penjumlahan y = sin ω t dan turunannya akan berbentuk fungsi sinus juga.

  = ω ω c s dy

  • y A cos t A sin t ;

  = − ω ω ω ω c s dt

  • +

    A sin t A cos t ;

  2 d y

  2

  2 A cos t A sin t = − ω ω − ω ω

c s

  2 dt

  • Contoh: Pada kondisi awal v(0 ) = 0 V suatu analisis transien menghasilkan persamaan

  dv

  10 t

  • 5 v 100 cos

  = dt

  Persamaan karakteris tik : s 5 s

  5

  = + → = − − 5 t

  Dugaan solusi homogen : v A e

  = a Fungsi pemaksa berbentuk sinus. Solusi khusus kita duga akan berbentuk sinus juga.

  • =

  ⇒ = + → = → = + = + − →

  = + + + −

  • =
  • = = =

  Contoh: Apabila kondisi awal adalah v(0

  V

  6

10 sin

8 10 cos

  Jadi 4 :

  6

  4

  10 ( 10 ) awal Kondisi 10 sin

  8 10 cos Solusi 4 : total

  5

  5 t t e t t v A A v

  A e t t v

  Solusi total terdiri dari solusi khusus dan solusi homogen. Solusi homogen merupakan bagian transien dengan konstanta waktu yang ditentukan oleh tetapan-tetapan dalam persamaan, yang dalam hal rangkaian listrik ditentukan oleh nilai-nilai elemen rangkaian. Solusi khusus merupakan solusi yang tergantung dari bentuk fungsi pemaksa, yang dalam hal rangkaian listrik ditentukan oleh masukan dari luar; solusi khusus merupakan bagian mantap atau kondisi final.

  Solusi khusus : ditentukan oleh fungsi pemaksa. merupakan komponen mantap; tetap ada untuk t

  →∞ .

  Solusi homogen : tidak ditentukan oleh fungsi pemaksa. merupakan komponen transien; hilang pada t →∞ ; sudah dapat dianggap hilang pada t = 5 τ . konstanta waktu

  τ

  = a/b pada (14.10)

  τ −

  /

  ) (

  t p

A e t y y

  − + = − = → + = =

  

  A A A A A t t t A t A t A A t t A v

  5 t t p

s c c c c s

c s s c s c s c s c p e t t v A A v A e t t v t t v

A A A A A A

  8/8 Sudaryatno Sudirham, Persamaan Diferensial (Orde 1)

  V

  4 10 sin 8 10 cos

  Jadi 4 :

  4 Penerapan 4 : awal kondisi . ) ( awal Kondisi 10 sin

  8 10 cos Dugaan 4 : total solusi 10 sin

  8 10 cos Solusi 4 : khusus

  8 dan 4 100

  5

  20

  2 100

  5 10 dan

  5

  10 100 10 cos 10 sin

  5 10 cos 5 10 cos

  10 10 sin

  10 : memberikan persamaan ke ini khusus solusi Substitusi 10 sin

  10 cos : khusus solusi Dugaan

  5

  • ) = 10 V, bagaimanakah solusi pada contoh sebelum ini? Solusi total telah diperoleh; hanya kondisi awal yang berubah.

  • =
  • >−
  • = = → + = → =
  • 4.7. Ringkasan

    • =