79416478 46509696 Macam Macam Teori Belajar
Macam-macam Teori Belajar
Banyak teori belajar yang digunakan para guru untuk berbagai keperluan belajar dan proses
pembelajaran. Ada 3 pandangan psikologi utama tentang teori belajar, yaitu teori belajar
Behavioristik, teori belajar Kognitif dan teori belajar Humanistik.
Teori belajar Behavioristik
Teori belajar ini pembelajaran berorientasi pada hasil yang dapat diukur dan diamati.
Pengulangan dan pelatihan digunakan supaya perilaku yang diinginkan dapat menjadi kebiasaan.
Hasil yang diharapkan dari penerapan teori behavioristik ini adalah terbentuknya suatu perilaku
yang di nginkan. Perilaku yang di nginkan mendapat penguatan positif dan perilaku yang kurang
sesuai mendapat penghargaan negative. Evaluasi atau penilaian didasari atas perilaku yang
tampak. Dalam teori belajar ini guru tidak banyak memberikan ceramah ,tetapi instruksi singkat
yang di kuti contoh baik dilakukan sendiri maupun melalui simulasi.
Teori belajar Kognitif
Menurut teori ini,proses belajar akan belajar dengan baik bila materi pelajaran yang beradaptasi
(berkesinambungan)secara tepat dan serasi dengan struktur kognitif yang telah dimiliki oleh
siswa. Dalam teori ini ilmu pengetahuan dibangun dalam diri seorang individu melalui proses
interaksi yang berkesinambungan dengan lingkungan. Proses pembelajaran ini bejalan tidak
sepotong – sepotong atau terpisah – pisah melainkan bersambung sambung dan menyeluruh.
Teori belajar kognitif ini guru bukanlah sumber belajar utama dan bukan kepatuhan siswa yang
dituntut dalam refleksi atas apa yang diperintahkan dan dilakukan oleh guru. Evaluasi belajar
bukan pada hasil tetapi pada kesuksesan siswa dalam mengorganisasi pengalamanya.
Teori belajar Humanstik
Menurut teori humanistik,tujuan belajar adalah untuk memanusiakan manusia. Proses balajar
dianggap berhasil jika si pelajar telah memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Siswa
dalam proses belajarnya harus berusaha agar lambat laun ia mampu mencapai aktualisasi diri
dengan sebaik- baiknya. Teori belajar ini berusaha memahami perilaku belajar dari sudut
pandang pelakunya bukan dari sudut pandang pengamatnya. Peran guru dalam teori ini adalah
sebagai fasilitator bagi para siswa sedangkan guru memberikan motivasi,kesadaran mengenai
makna kehidupan siswa. Guru memfasilitasi pengalaman belajar kepada siswa dan mendampingi
siswa untuk memperoleh tujuan pembelajaran. Siswa berperan sebagai pelaku utama yang
memaknai proses pengalaman belajarnya sendiri.
Teori belajar Konstruktivistik
Menurut teori ini permasalahan dimunculkan dari pancingan internal, permasalahan muncul
dibangun dari pengetahuan yang direkonstruksi sendiri oleh siswa. Teori ini sangat dipercaya
bahwa siswa mampu mencari sendiri masalah,menyusun sendiri pengetahuannya melalui
kemampuan berpikir dan tantangan yang dihadapinya,menyelesaikan dan membuat konsep
mengenai keseluruhan pengalaman realistik dan teori dalam satu bangunan utuh.
Teori belajar Gestalt
Menurut pandangan teori gestalt seseorng memperoleh pengetahuan melaui sensasi atau
informasi dengan melihat strukturnya secara menyeluruh kemudian menyusunya kembali dalam
struktur yang sederhana sehungga lebih mudah dipahami.
Manfaat dari beberapa teori belajar adalah :
1. Membantu guru untuk memahami bagaimana siswa belajar
2. Membimbing guru untuk merancang dan merencanakan proses pembelajaran
3. Memandu guru untuk mengelola kelas
4. Membantu guru untuk mengevaluasi proses, perilaku guru sendiri serta hasil belajar
siswa yang telah dicapai
5. Membantu proses belajar lebih efektif, efisien dan produktif
6. Membantu guru dalam memberikan dukungan dan bantuan kepada siswa sehingga dapat
mencapai hasil prestasi yang maksimal.
1. Pengertian Teori Belajar
1. Teori Behaviorisme
Behaviorisme merupakan salah satu pendekatan untuk memahami perilaku individu.
Behaviorisme memandang individu hanya dari sisi fenomena jasmaniah, dan
mengabaikan aspek – aspek mental. Dengan kata lain, behaviorisme tidak mengakui
adanya kecerdasan, bakat, minat dan perasaan individu dalam suatu belajar. Peristiwa
belajar semata-mata melatih refleks-refleks sedemikian rupa sehingga menjadi kebiasaan
yang dikuasai individu. Teori kaum behavoris lebih dikenal dengan nama teori belajar,
karena seluruh perilaku manusia adalah hasil belajar. Belajar artinya perbahan perilaku
organise sebagai pengaruh lingkungan. Behaviorisme tidak mau mempersoalkan apakah
manusia baik atau jelek, rasional atau emosional; behaviorisme hanya ingin mengetahui
bagaimana perilakunya dikendalikan oleh faktor-faktor lingkungan.
Dalam arti teori belajar yang lebih menekankan pada tingkah laku manusia. Memandang
individu sebagai makhluk reaktif yang memberi respon terhadap lingkungan. Pengalaman
dan pemeliharaan akan membentuk perilaku mereka. Dari hal ini, timbulah konsep
”manusia mesin” (Homo Mechanicus). Ciri dari teori ini adalah mengutamakan unsurunsur dan bagian kecil, bersifat mekanistis, menekankan peranan lingkungan,
mementingkan pembentukan reaksi atau respon, menekankan pentingnya latihan,
mementingkan mekanisme hasil belajar,mementingkan peranan kemampuan dan hasil
belajar yang diperoleh adalah munculnya perilaku yang diinginkan. Pada teori belajar ini
sering disebut S-R psikologis artinya bahwa tingkah laku manusia dikendalikan oleh
ganjaran atau reward dan penguatan atau reinforcement dari lingkungan. Dengan
demikian dalam tingkah laku belajar terdapat jalinan yang erat antara reaksi-reaksi
behavioural dengan stimulusnya. Guru yang menganut pandangan ini berpandapat bahwa
tingkahlaku siswa merupakan reaksi terhadap lingkungan dan tingkahl laku adalah hasil
belajar.
1. Teori Humanistik
Pengertian humanistik yang beragam membuat batasan-batasan aplikasinya dalam dunia
pendidikan mengundang berbagai macam arti pula. Sehingga perlu adanya satu
pengertian yang disepakati mengenai kata humanistik dala pendidikan. Dalam artikel
“What is Humanistik Education?”, Krischenbaum menyatakan bahwa sekolah, kelas, atau
guru dapat dikatakan bersifat humanistik dalam beberapa kriteria. Hal ini menunjukkan
bahwa ada beberapa tipe pendekatan humanistik dalam pendidikan. Ide mengenai
pendekatan-pendekatan ini terangkum dalam psikologi humanistik.
Dalam artikel “some educational implications of the Humanistic Psychologist” Abraham
Maslow mencoba untuk mengkritisi teori Freud dan behavioristik. Menurut Abraham,
yang terpenting dalam melihat manusia adalah potensi yang dimilikinya. Humanistik
lebih melihat pada sisi perkembangan kepribadian manusia daripada berfokus pada
“ketidaknormalan” atau “sakit” seperti yang dilihat oleh teori psikoanalisa Freud.
Pendekatan ini melihat kejadian setelah “sakit” tersebut sembuh, yaitu bagaimana
manusia membangun dirinya untuk melakukan hal-hal yang positif. Kemampuan
bertindak positif ini yang disebut sebagai potensi manusia dan para pendidik yang
beraliran humanistik biasanya memfokuskan penganjarannya pada pembangunan
kemampuan positif ini.
Kemampuan positif disini erat kaitannya dengan pengembangan emosi positif yang
terdapat dalam domain afektif, misalnya ketrampilan membangun dan menjaga relasi
yang hangat dengan orang lain, bagaimana mengajarkan kepercayaan, penerimaan,
keasadaran, memahami perasaan orang lain, kejujuran interpersonal, dan pengetahuan
interpersonal lainnya. Intinya adalah meningkatkan kualitas ketrampilan interpersonal
dalam kehidupan sehari-hari.
Selain menitik beratkan pada hubungan interpersonal, para pendidikan yang beraliran
humanistik juga mencoba untuk membuat pembelajaran yang membantu anak didik
untuk meningkatkan kemampuan dalam membuat, berimajinasi, mempunyai pengalaman,
berintuisi, merasakan, dan berfantasi. Pendidik humanistik mencoba untuk melihat dalam
spektrum yang luas mengenai perilaku manusia. “Berapa banyak hal yang bisa dilakukan
manusia? Dan bagaimana aku bisa membantu mereka untuk melakukan hal-hal tersebut
dengan lebih baik?
Melihat hal-hal yang diusahakankan oleh para pendidik humanistik, tampak bahwa
pendekatan ini mengedepankan pentingnya emosi dalam dunia pendidikan. Freudian
melihat emosi sebagai hal yang mengganggu perkembangan, sementara humanistik
melihat keuntungan pendidikan emosi. Jadi bisa dikatakan bahwa emosi adalah
karakterisitik yang sangat kuat yang nampak dari para pendidik beraliran humanistik.
Karena berpikir dan merasakan saling beriringan, mengabaikan pendidikan emosi sama
dengan mengabaikansalah satu potensi terbesar manusia. Kita dapat belajar menggunakan
emosi kita dan mendapat keuntungan dari pendekatan humanistik ini sama seperti yang
kita dapatkan dari pendidikan yang menitikberatkan kognisi.
1. Tokoh-Tokoh Teori Belajar
1. Teori Behaviorisme
Beberapa tokoh besar dalam aliran behaviorisme antara lain adalah :
a. Ivan Petrovich Pavlov (1849-1936)
Ivan Petrovich Pavlov lahir 14 September 1849 di Ryazan Rusia. Ia mengemukakan
bahwa dengan menerapkan strategi ternyata individu dapat dikendalikan melalui cara
stimulus alami dengan stimulus yang tepat untuk mendapatkan pengulangan respon yang
diinginkan, sementara individu tidak menyadari bahwa ia dikendalikan oleh stimulus
yang berasal dari luar dirinya.
Pavlov mengadakan percobaan laboratories terhadap anjing. Dalam percobaan ini anjing
di beri stimulus bersarat sehingga terjadi reaksi bersarat pada anjing. Contoh situasi
percobaan tersebut pada manusia adalah bunyi bel di kelas untuk penanda waktu tanpa
disadari menyebabkan proses penandaan sesuatu terhadap bunyi-bunyian yang berbeda
dari pedagang makan, bel masuk, dan antri di bank. Dari contoh tersebut diterapkan
strategi Pavlo ternyata individu dapat dikendalikan melalui cara mengganti stimulus
alami dengan stimulus yang tepat untuk mendapatkan pengulangan respon yang
diinginkan. Sementara individu tidak sadar dikendalikan oleh stimulus dari luar. Belajar
menurut teori ini adalah suatu proses perubahan yang terjadi karena adanya syarat-syarat
yang menimbulkan reaksi.Yang terpenting dalam belajar menurut teori ini adalah adanya
latihan dan pengulangan. Kelemahan teori ini adalah belajar hanyalah terjadi secara
otomatis keaktifan dan penentuan pribadi dihiraukan.
b. Thorndike (1874-1949)
Menurut Thorndike belajar merupakan peristiwa terbentuknya asosiasi-asosiasi antara
peristiwa yang disebut stimulus dan respon. Thorndike menggambarkan proses belajar
sebagai proses pemecahan masalah. Dalam penyelidikannya tentang proses belajar,
pelajar harus diberi persoalan, dalam hal ini Thorndike melakukan eksperimen dengan
sebuah puzzlebox. Eksperimen yang dilakukan adalah dengan kucing yang dimasukkan
pada sangkar tertutup yang apabila pintunya dapat dibuka secara otomatis bila knop di
dalam sangkar disentuh. Percobaan tersebut menghasilkan teori Trial dan Error. Ciri-ciri
belajar dengan Trial dan Error Yaitu : adanya aktivitas, ada berbagai respon terhadap
berbagai situasi, ada eliminasai terhadap berbagai respon yang salah, ada kemajuan
reaksi-reaksi mencapai tujuan.
Atas dasar percobaan di atas, Thorndike menemukan hukum-hukum belajar :
1. Hukum kesiapan (Law of Readiness)
Jika suatu organisme didukung oleh kesiapan yang kuat untuk memperoleh stimulus
maka pelaksanaan tingkah laku akan menimbulkan kepuasan individu sehingga asosaiasi
cenderung diperkuat.
2. Hukum latihan
Hukum latihan akan menyebabkan makin kuat atau makin lemah hubungan S-R. Semakin
sering suatu tingkah laku dilatih atau digunakan maka asosiasi tersebut semakin kuat.
Hukum ini sebenarnya tercermin dalam perkataan repetioest mater studiorum atau
practice makes perfect.
3. Hukum akibat ( Efek )
Hubungan stimulus dan respon cenderung diperkuat bila akibat menyenangkan dan
cenderung diperlemah jika akibatnya tidak memuaskan. Rumusan tingkat hukum akibat
adalah, bahwa suatu tindakan yang disertai hasil menyenangkan cenderung untuk
dipertahankan dan pada waktu lain akan diulangi. Jadi hokum akibat menunjukkan
bagaimana pengaruh hasil suatu tindakan bagi perbuatan serupa.
c. Skinner (1904-1990)
Skinner menganggap reward dan reinforcement merupakan faktor penting dalam belajar.
Skinner berpendapat bahwa tujuan psikologi adalah meramal, mengontrol tingkah laku.
Pada teori ini guru memberi penghargaan hadiah atau nilai tinggi sehingga anak akan
lebih rajin. Teori ini juga disebut dengan operant conditioning. Operant conditioning
adalah suatu proses penguatan perilaku operant yang dapat mengakibatkan perilaku
tersebut dapat diulang kembali atau menghilang sesuai keinginan.
Operant conditing menjamin respon terhadap stimuli. Bila tidak menunjukkan stimuli
maka guru tidak dapat membimbing siswa untuk mengarahkan tingkah lakunya. Guru
memiliki peran dalam mengontrol dan mengarahkan siswa dalam proses belajar sehingga
tercapai tujuan yang diinginkan.
Prinsip belajar Skinners adalah :
1.
o Hasil belajar harus segera diberitahukan pada siswa jika salah dibetulkan jika
benar diberi penguat.
o
Proses belajar harus mengikuti irama dari yang belajar. Materi pelajaran
digunakan sebagai sistem modul.
o
Dalam proses pembelajaran lebih dipentingkan aktivitas sendiri, tidak digunakan
hukuman. Untuk itu lingkungan perlu diubah untuk menghindari hukuman.
o
Tingkah laku yang diinginkan pendidik diberi hadiah dan sebaiknya hadiah
diberikan dengan digunakannya jadwal variable ratio reinforcer.
o
dalam pembelajaran digunakan shapping
1. Teori Humanistik
a. Arthur Combs (1912-1999)
Bersama dengan Donald Snygg (1904-1967) mereka mencurahkan banyak perhatian pada
dunia pendidikan. Meaning (makna atau arti) adalah konsep dasar yang sering digunakan.
Belajar terjadi bila mempunyai arti bagi individu. Guru tidak bisa memaksakan materi
yang tidak disukai atau tidak relevan dengan kehidupan mereka. Anak tidak bisa
matematika atau sejarah bukan karena bodoh tetapi karena mereka enggan dan terpaksa
dan merasa sebenarnya tidak ada alasan penting mereka harus mempelajarinya. Perilaku
buruk itu sebenarnya tak lain hanyalah dari ketidakmampuan seseorang untuk melakukan
sesuatu yang tidak akan memberikan kepuasan baginya.
Untuk itu guru harus memahami perilaku siswa dengan mencoba memahami dunia
persepsi siswa tersebut sehingga apabila ingin merubah perilakunya, guru harus berusaha
merubah keyakinan atau pandangan siswa yang ada. Perilaku internal membedakan
seseorang dari yang lain. Combs berpendapat bahwa banyak guru membuat kesalahan
dengan berasumsi bahwa siswa mau belajar apabila materi pelajarannya disusun dan
disajikan sebagaimana mestinya. Padahal arti tidaklah menyatu pada materi pelajaran itu.
Sehingga yang penting ialah bagaimana membawa si siswa untuk memperoleh arti bagi
pribadinya dari materi pelajaran tersebut dan menghubungkannya dengan kehidupannya.
Combs memberikan lukisan persepsi diri dan dunia seseorang seperti dua lingkaran
(besar dan kecil) yang bertitik pusat pada satu. Lingkaran kecil (1) adalah gambaran dari
persepsi diri dan lingkungan besar (2) adalah persepsi dunia. Makin jauh peristiwaperistiwa itu dari persepsi diri makin berkurang pengaruhnya terhadap perilakunya. Jadi,
hal-hal yang mempunyai sedikit hubungan dengan diri, makin mudah hal itu terlupakan.
b. Abraham Maslow
Maslow mengemukakan bahwa individu berperilaku dalam upaya untuk memenuhi
kebutuhan yang bersifat hirarkis. Pada diri masing-masing orang mempunyai berbagai
perasaan takut seperti rasa takut untuk berusaha atau berkembang, takut untuk mengambil
kesempatan, takut membahayakan apa yang sudah ia miliki dan sebagainya, tetapi di sisi
lain seseorang juga memiliki dorongan untuk lebih maju ke arah keutuhan, keunikan diri,
ke arah berfungsinya semua kemampuan, ke arah kepercayaan diri menghadapi dunia
luar dan pada saat itu juga ia dapat menerima diri sendiri(self).
Abraham Maslow dikenal sebagai pelopor aliran psikologi humanistik. Maslow percaya
bahwa manusia tergerak untuk memahami dan menerima dirinya sebisa mungkin.
Teorinya yang sangat terkenal sampai dengan hari ini adalah teori tentang Hierarchy of
Needs (Hirarki Kebutuhan). Menurut Maslow, manusia termotivasi untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhan hidupnya. Kebutuhan-kebutuhan tersebut memiliki tingkatan atau
hirarki, mulai dari yang paling rendah (bersifat dasar/fisiologis) sampai yang paling
tinggi (aktualisasi diri). Adapun hirarki kebutuhan tersebut adalah sebagai berikut:
Kebutuhan fisiologis / dasar
Kebutuhan akan rasa aman dan tentram
Kebutuhan untuk dicintai dan disayangi
Kebutuhan untuk dihargai
Kebutuhan untuk aktualisasi diri
c. Carl Rogers
Carl Ransom Rogers dilahirkan di Oak Park, Illinois, pada tahun 1902 dan wafat di
LaJolla, California, pada tahun 1987. Semasa mudanya, Rogers tidak memiliki banyak
teman sehingga ia lebih banyak menghabiskan waktunya untuk membaca. Dia membaca
buku apa saja yang ditemuinya termasuk kamus dan ensiklopedi, meskipun ia sebenarnya
sangat menyukai buku-buku petualangan. Ia pernah belajar di bidang agrikultural dan
sejarah di University of Wisconsin. Pada tahun 1928 ia memperoleh gelar Master di
bidang psikologi dari Columbia University dan kemudian memperoleh gelar Ph.D di
dibidang psikologi klinis pada tahun 1931.
Pada tahun 1931, Rogers bekerja di Child Study Department of the Society for the
prevention of Cruelty to Children (bagian studi tentang anak pada perhimpunan
pencegahan kekerasan tehadap anak) di Rochester, NY. Pada masa-masa berikutnya ia
sibuk membantu anak-anak bermasalah/nakal dengan menggunakan metode-metode
psikologi. Pada tahun 1939, ia menerbitkan satu tulisan berjudul “The Clinical Treatment
of the Problem Child”, yang membuatnya mendapatkan tawaran sebagai profesor pada
fakultas psikologi di Ohio State University. Dan pada tahun 1942, Rogers menjabat
sebagai ketua dari American Psychological Society.
Carl Rogers adalah seorang psikolog humanistik yang menekankan perlunya sikap saling
menghargai dan tanpa prasangka (antara klien dan terapist) dalam membantu individu
mengatasi masalah-masalah kehidupannya. Rogers menyakini bahwa klien sebenarnya
memiliki jawaban atas permasalahan yang dihadapinya dan tugas terapist hanya
membimbing klien menemukan jawaban yang benar. Menurut Rogers, teknik-teknik
assessment dan pendapat para terapist bukanlah hal yang penting dalam melakukan
treatment kepada klien.
Menurut Rogers yang terpenting dalam proses pembelajaran adalah pentingnya guru
memperhatikan prinsip pendidikan dan pembelajaran, yaitu:
Menjadi manusia berarti memiliki kekuatan yang wajar untuk belajar. Siswa tidak harus
belajar tentang hal-hal yang tidak ada artinya.
Siswa akan mempelajari hal-hal yang bermakna bagi dirinya. Pengorganisasian bahan
pelajaran berarti mengorganisasikan bahan dan ide baru sebagai bagian yang bermakna
bagi siswa
Pengorganisasian bahan pengajaran berarti mengorganisasikan bahan dan ide baru
sebagai bagian yang bermakna bagi siswa.
Belajar yang bermakna dalam masyarakat modern berarti belajar tentang proses.
Dari bukunya Freedom To Learn, ia menunjukkan sejumlah prinsip-prinsip dasar
humanistik yang penting diantaranya ialah :
Manusia itu mempunyai kemampuan belajar secara alami.
Belajar yang signifikan terjadi apabila materi pelajaran dirasakan murid mempunyai
relevansi dengan maksud-maksud sendiri.
Belajar yang menyangkut perubahan di dalam persepsi mengenai dirinya sendiri diangap
mengancam dan cenderung untuk ditolaknya.
Tugas-tugas belajar yang mengancam diri ialah lebih mudah dirasakan dan diasimilasikan
apabila ancaman-ancaman dari luar itu semakin kecil.
Apabila ancaman terhadap diri siswa rendah, pengalaman dapat diperoleh dengan
berbagai cara yang berbeda-beda dan terjadilah proses belajar.
Belajar yang bermakna diperoleh siswa dengan melakukannya.
Belajar diperlancar bilamana siswa dilibatkan dalam proses belajar dan ikut
bertanggungjawab terhadap proses belajar itu.
Belajar inisiatif sendiri yang melibatkan pribadi siswa seutuhnya, baik perasaan maupun
intelek, merupakan cara yang dapat memberikan hasil yang mendalam dan lestari.
Kepercayaan terhadap diri sendiri, kemerdekaan, kreativitas, lebih mudah dicapai
terutama jika siswa dibiasakan untuk mawas diri dan mengritik dirinya sendiri dan
penilaian dari orang lain merupakan cara kedua yang penting.
Belajar yang paling berguna secara sosial di dalam dunia modern ini adalah belajar
mengenai proses belajar, suatu keterbukaan yang terus menerus terhadap pengalaman dan
penyatuannya ke dalam diri sendiri mengenai proses perubahan itu.
1. Aplikasi Teori Belajar
Perkembangan teori belajar cukup pesat. Berikut ini adalah teori belajar dan aplikasinya
dalam kegiatan pembelajaran.
1. Teori Behaviorisme
Belajar adalah perubahan dalam tingkah laku sebagai akibat dari interaksi antara stimulus
dan respon. Perubahan perilaku dapat berujud sesuatu yang konkret atau yang non
konkret, berlangsung secara mekanik memerlukan penguatan. Aplikasi teori belajar
behaviorisme dalam pembelajaran, tergantung dari beberapa hal seperti tujuan
pembelajaran, sifat meteri pelajaran, karakteristik siswa, media dan fasilitas pembelajaran
yang tersedia.
Aplikasi teori belajar behaviorisme menurut tokoh-tokoh antara lain :
a. Aplikasi Teori Pavlov
Contohnya yaitu pada awal tatap muka antara guru dan murid dalam kegiatan
belajar mengajar, seorang guru menunjukkan sikap yang ramah dan memberi
pujian terhadap murid-muridnya, sehingga para murid merasa terkesan dengan
sikap yang ditunjukkan gurunya.
b. Aplikasi Teori Thorndike
Sebelum guru dalam kelas mulai mengajar, maka anak-anak disiapkan mentalnya terlebih
dahulu. Misalnya anak disuruh duduk yang rapi, tenang dan sebagainya.
Guru mengadakan ulangan yang teratur, bahkan dengan ulangan yang ketat atau sistem
drill.
Guru memberikan bimbingan, pemberian hadiah, pujian, bahkan bila perlu hukuman
sehingga memberikan motivasi proses belajar mengajar.
c. Aplikasi Teori Skinner
Guru mengembalikan dan mendiskusikan pekerjaan siswa yang telah diperiksa
dan dinilai sesegera mungkin.
1. Aplikasi Teori Humanistik
Belajar adalah menekankan pentingnya isi dari proses belajar bersifat eklektik, tujuannya
adalah memanusiakan manusia atau mencapai aktualisasi diri. Aplikasi teori humanistik
dalam pembelajaran guru lebih mengarahkan siswa untuk berpikir induktif,
mementingkan pengalaman, serta membutuhkan keterlibatan siswa secara aktif dalam
proses belajar. Hal ini dapat diterapkan melalui kegiatan diskusi, membahas materi secara
berkelompok sehingga siswa dapat mengemukakan pendapatny masing-masing di depan
kelas. Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk bertanya apabila kurang mengerti
terhadap materi yang diajarkan.Pembelajaran berdasarkan teori humanistik ini cocok
untuk diterpkan pada materi-materi pembelajaran yang bersifat pembentukan
kepribadian, hati nurani, perubahan sikap, dan analisis terhadap fenomena sosial.
Indikator dari keberhasilan aplikasi ini adalah siswa merasa senang bergairah, berinisiatif
dalam belajar dan terjaadi perubahan pola pikir, perilaku dan sikap atas kemauan sendiri.
Guru yang baik menurut teori ini adalah : Guru yang memiliki rasa humor, adil, menarik,
lebih demokratis, mampu berhubungan dengan siswa dengan mudah dan wajar.Ruang
kelads lebih terbuka dan mampu menyesuaikan pada perubahan. Sedangkan guru yang
tidak efektif adalah guru yang memiliki rasa humor yang rendah ,mudah menjadi tidak
sabar ,suka melukai perasaan siswa dengan komentsr ysng menyakitkan,bertindak agak
otoriter, dan kurang peka terhadap perubahan yang ada.
1. Perbandingan Teori Behaviorisme dengan Teori Humanisme
Beberapa perbandingan antara teori behaviorisme dengan teori humanistik yaitu :
a. Teori behaviorisme
Teori :proses perubahan tingkah laku sebagai akibat adanya interaksi antara
stimulis dan respon.
Tujuan :adanya perubahan tingkah laku pada peserta didik.
Metode :dibagi dalam bagian-bagian kecil sampai kompleks. Pengulangan dan
latihan digunakan supaya perilaku yang diinginkan dapat menjadi
kebiasaan.berorientasi pada hasil yang dicapai, tidak menggunakan hukuman.
Kekurangan :
sentral,bersikap otoriter,komunikadi satu arah.
Guru melatih dan menentukan apa yang harus dipelajari siswa.
Pasif, perlu motivasi dari luar, dan sangat dipengarihi oleh penguatan yang diberikan oleh
guru,mendengarkan dan menghafal.
Penerapan :pada mata pelajaran yang membutuhkan praktek dan pembicaraan
yang mengandung unsur-unsur kecepatan, spontanitas, kelenturan, refleks, daya
tahan, dan sebagainya. Misal dalam: percakapan bahasa asing, mengetik, menari,
olagraga,dll.
Guru :guru tidak banyak memberikan ceramah, tetapi instruksi singkat
yang diikuti contoh-contoh baik dilakukan sendiri maupun melalui
simulasi
Murid :melakukan sendiri apa yang menjadi instruksi dan melakukannya
berulang-ulang sampai hasilnya baik.
Evaluasi :didasarkan pada perilaku yang dicapai sebagai hasil dari latihan
yang dilakukan.
b. Teori humanistik
Teori :belajar untuk memenusiakan manusia.
Tujuan :menunjuk pada ruh atau spirit selama proses pembelajaran yang
mewarnai metode-metode yang diterapkan.
Metode :mengusahakan partisipasi aktif siswa melalui kontrak belajar
yang bersifat jelas ,jujur , dan positif.
Kekurangan :terlalu memberi kebebasan pada siswa.
Penerapan :materi-materi pembelajaran yang bersifat pembentukan.
Guru :memberi motivasi,kesadaran mengenai makna belajar dalam
kehidupan siswa.
Siswa :pelaku utama (student center) yang memaknai poses pengalaman
belajar sendiri
Evaluasi :diberikan secara individual berdasarkan perolehan prestasi
siswa.
Pengertian Pendekatan, Strategi,
Metode, Teknik, dan Model Pembelajaran
Posted on 12 September 2008 by AKHMAD SUDRAJAT
oleh: Akhmad Sudrajat
Dalam proses pembelajaran dikenal beberapa istilah yang memiliki
kemiripan makna, sehingga seringkali orang merasa bingung untuk membedakannya. Istilahistilah tersebut adalah: (1) pendekatan pembelajaran, (2) strategi pembelajaran, (3) metode
pembelajaran; (4) teknik pembelajaran; (5) taktik pembelajaran; dan (6) model pembelajaran.
Berikut ini akan dipaparkan istilah-istilah tersebut, dengan harapan dapat memberikan kejelasaan
tentang penggunaan istilah tersebut.
Pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap
proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang
sifatnya masih sangat umum, di dalamnya mewadahi, menginsiprasi, menguatkan, dan melatari
metode pembelajaran dengan cakupan teoretis tertentu. Dilihat dari pendekatannya,
pembelajaran terdapat dua jenis pendekatan, yaitu: (1) pendekatan pembelajaran yang
berorientasi atau berpusat pada siswa (student centered approach) dan (2) pendekatan
pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada guru (teacher centered approach).
Dari pendekatan pembelajaran yang telah ditetapkan selanjutnya diturunkan ke dalam strategi
pembelajaran. Newman dan Logan (Abin Syamsuddin Makmun, 2003) mengemukakan empat
unsur strategi dari setiap usaha, yaitu:
1. Mengidentifikasi dan menetapkan spesifikasi dan kualifikasi hasil (out put) dan sasaran
(target) yang harus dicapai, dengan mempertimbangkan aspirasi dan selera masyarakat
yang memerlukannya.
2. Mempertimbangkan dan memilih jalan pendekatan utama (basic way) yang paling efektif
untuk mencapai sasaran.
3. Mempertimbangkan dan menetapkan langkah-langkah (steps) yang akan dtempuh sejak
titik awal sampai dengan sasaran.
4. Mempertimbangkan dan menetapkan tolok ukur (criteria) dan patokan ukuran (standard)
untuk mengukur dan menilai taraf keberhasilan (achievement) usaha.
Jika kita terapkan dalam konteks pembelajaran, keempat unsur tersebut adalah:
1. Menetapkan spesifikasi dan kualifikasi tujuan pembelajaran yakni perubahan profil
perilaku dan pribadi peserta didik.
2. Mempertimbangkan dan memilih sistem pendekatan pembelajaran yang dipandang paling
efektif.
3. Mempertimbangkan dan menetapkan langkah-langkah atau prosedur, metode dan teknik
pembelajaran.
4. Menetapkan norma-norma dan batas minimum ukuran keberhasilan atau kriteria dan
ukuran baku keberhasilan.
Sementara itu, Kemp (Wina Senjaya, 2008) mengemukakan bahwa strategi pembelajaran
adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan
pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien. Selanjutnya, dengan mengutip pemikiran J.
R David, Wina Senjaya (2008) menyebutkan bahwa dalam strategi pembelajaran terkandung
makna perencanaan. Artinya, bahwa strategi pada dasarnya masih bersifat konseptual tentang
keputusan-keputusan yang akan diambil dalam suatu pelaksanaan pembelajaran. Dilihat dari
strateginya, pembelajaran dapat dikelompokkan ke dalam dua bagian pula, yaitu: (1) expositiondiscovery learning dan (2) group-individual learning (Rowntree dalam Wina Senjaya, 2008).
Ditinjau dari cara penyajian dan cara pengolahannya, strategi pembelajaran dapat dibedakan
antara strategi pembelajaran induktif dan strategi pembelajaran deduktif.
Strategi pembelajaran sifatnya masih konseptual dan untuk mengimplementasikannya digunakan
berbagai metode pembelajaran tertentu. Dengan kata lain, strategi merupakan “a plan of
operation achieving something” sedangkan metode adalah “a way in achieving something”
(Wina Senjaya (2008). Jadi, metode pembelajaran dapat diartikan sebagai cara yang digunakan
untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan
praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran. Terdapat beberapa metode pembelajaran yang dapat
digunakan untuk mengimplementasikan strategi pembelajaran, diantaranya: (1) ceramah; (2)
demonstrasi; (3) diskusi; (4) simulasi; (5) laboratorium; (6) pengalaman lapangan; (7)
brainstorming; (8) debat, (9) simposium, dan sebagainya.
Selanjutnya metode pembelajaran dijabarkan ke dalam teknik dan gaya pembelajaran. Dengan
demikian, teknik pembelajaran dapat diatikan sebagai cara yang dilakukan seseorang dalam
mengimplementasikan suatu metode secara spesifik. Misalkan, penggunaan metode ceramah
pada kelas dengan jumlah siswa yang relatif banyak membutuhkan teknik tersendiri, yang
tentunya secara teknis akan berbeda dengan penggunaan metode ceramah pada kelas yang
jumlah siswanya terbatas. Demikian pula, dengan penggunaan metode diskusi, perlu digunakan
teknik yang berbeda pada kelas yang siswanya tergolong aktif dengan kelas yang siswanya
tergolong pasif. Dalam hal ini, guru pun dapat berganti-ganti teknik meskipun dalam koridor
metode yang sama.
Sementara taktik pembelajaran merupakan gaya seseorang dalam melaksanakan metode atau
teknik pembelajaran tertentu yang sifatnya individual. Misalkan, terdapat dua orang sama-sama
menggunakan metode ceramah, tetapi mungkin akan sangat berbeda dalam taktik yang
digunakannya. Dalam penyajiannya, yang satu cenderung banyak diselingi dengan humor karena
memang dia memiliki sense of humor yang tinggi, sementara yang satunya lagi kurang memiliki
sense of humor, tetapi lebih banyak menggunakan alat bantu elektronik karena dia memang
sangat menguasai bidang itu. Dalam gaya pembelajaran akan tampak keunikan atau kekhasan
dari masing-masing guru, sesuai dengan kemampuan, pengalaman dan tipe kepribadian dari guru
yang bersangkutan. Dalam taktik ini, pembelajaran akan menjadi sebuah ilmu sekalkigus juga
seni (kiat)
Apabila antara pendekatan, strategi, metode, teknik dan bahkan taktik pembelajaran sudah
terangkai menjadi satu kesatuan yang utuh maka terbentuklah apa yang disebut dengan model
pembelajaran. Jadi, model pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk pembelajaran yang
tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru. Dengan kata lain, model
pembelajaran merupakan bungkus atau bingkai dari penerapan suatu pendekatan, metode, dan
teknik pembelajaran.
Berkenaan dengan model pembelajaran, Bruce Joyce dan Marsha Weil (Dedi Supriawan dan A.
Benyamin Surasega, 1990) mengetengahkan 4 (empat) kelompok model pembelajaran, yaitu: (1)
model interaksi sosial; (2) model pengolahan informasi; (3) model personal-humanistik; dan (4)
model modifikasi tingkah laku. Kendati demikian, seringkali penggunaan istilah model
pembelajaran tersebut diidentikkan dengan strategi pembelajaran.
Untuk lebih jelasnya, posisi hierarkis dari masing-masing istilah tersebut, kiranya dapat
divisualisasikan sebagai berikut:
Di luar istilah-istilah tersebut, dalam proses pembelajaran dikenal juga istilah desain
pembelajaran. Jika strategi pembelajaran lebih berkenaan dengan pola umum dan prosedur
umum aktivitas pembelajaran, sedangkan desain pembelajaran lebih menunjuk kepada cara-cara
merencanakan suatu sistem lingkungan belajar tertentu setelah ditetapkan strategi pembelajaran
tertentu. Jika dianalogikan dengan pembuatan rumah, strategi membicarakan tentang berbagai
kemungkinan tipe atau jenis rumah yang hendak dibangun (rumah joglo, rumah gadang, rumah
modern, dan sebagainya), masing-masing akan menampilkan kesan dan pesan yang berbeda dan
unik. Sedangkan desain adalah menetapkan cetak biru (blue print) rumah yang akan dibangun
beserta bahan-bahan yang diperlukan dan urutan-urutan langkah konstruksinya, maupun kriteria
penyelesaiannya, mulai dari tahap awal sampai dengan tahap akhir, setelah ditetapkan tipe rumah
yang akan dibangun.
Berdasarkan uraian di atas, bahwa untuk dapat melaksanakan tugasnya secara profesional,
seorang guru dituntut dapat memahami dan memliki keterampilan yang memadai dalam
mengembangkan berbagai model pembelajaran yang efektif, kreatif dan menyenangkan,
sebagaimana diisyaratkan dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan.
Mencermati upaya reformasi pembelajaran yang sedang dikembangkan di Indonesia, para guru
atau calon guru saat ini banyak ditawari dengan aneka pilihan model pembelajaran, yang kadangkadang untuk kepentingan penelitian (penelitian akademik maupun penelitian tindakan) sangat
sulit menermukan sumber-sumber literarturnya. Namun, jika para guru (calon guru) telah dapat
memahami konsep atau teori dasar pembelajaran yang merujuk pada proses (beserta konsep dan
teori) pembelajaran sebagaimana dikemukakan di atas, maka pada dasarnya guru pun dapat
secara kreatif mencobakan dan mengembangkan model pembelajaran tersendiri yang khas,
sesuai dengan kondisi nyata di tempat kerja masing-masing, sehingga pada gilirannya akan
muncul model-model pembelajaran versi guru yang bersangkutan, yang tentunya semakin
memperkaya khazanah model pembelajaran yang telah ada.
==========
Sumber:
Abin Syamsuddin Makmun. 2003. Psikologi Pendidikan. Bandung: Rosda Karya Remaja.
Dedi Supriawan dan A. Benyamin Surasega, 1990. Strategi Belajar Mengajar (Diktat Kuliah).
Bandung: FPTK-IKIP Bandung.
Udin S. Winataputra. 2003. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Pusat Penerbitan Universitas
Terbuka.
Wina Senjaya. 2008. Strategi Pembelajaran; Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta:
Kencana Prenada Media Group.
Beda Strategi, Model, Pendekatan, Metode, dan Teknik Pembelajaran
(http://smacepiring.wordpress.com/)
Teori Belajar Kognitif
>> 06 April 2009
1. PENDAHULUAN
Belajar merupakan proses manusia dalam memperoleh pengetahuan atau menguasai
pengetahuan melalui pengalaman, mengingat, mendapatkan informasi atau
menemukan (Hilgrad & Bower dalam Baharuddin dan Wahyuni, 2007:13). Belajar juga
merupakan proses berubahnya tingkah laku yang relatif permanen yang disebabkan oleh
interaksi dengan lingkungannya. Proses belajar merupakan hal yang menarik untuk
dibicarakan, sehingga sudah banyak ahli yang mengemukakan teori-teori dan
pandangan-pandangan mereka mengenai proses belajar tersebut.
Salah satu aliran yang mempunyai pengaruh terhadap praktik belajar yang dilaksanakan
di sekolah adalah aliran psikologi kognitif. Aliran ini telah memberikan konstribusi
terhadap penggunaan unsur kognitif atau mental dalam proses belajar. Berbeda dengan
pandangan aliran behavioristik yang memandang belajar sebagai kegiatan yang bersifat
sebagai mekanistik antara stimulus dan respon, aliran kognitif memandang kegiatan
belajar bukanlah sekedar stimulus atau respon yang bersifat mekanistik, tetapi lebih dari
itu, kegiatan belajar juga melibatkan kegiatan mental yang ada di dalam diri individu
yang sedang belajar.
Kendati pendekatan kognitif sering dipertentangkan dengan pendekatan behavioristik,
namun pandangan-pandangan kaum behavioristik juga ada yang digunakan dalam
pendekatan kognitif. Reinforcement, misalnya, yang menjadi prinsip belajar
behavioristik, juga terdapat dalam pandangan kognitif tentang belajar. Namun bedanya,
behavioristik memandang reinforcement sebagai elemen yang penting untuk menjaga
atau menguatkan perilaku, sedangkan menurut pandangan kognitif reinforcement
merupakan sebuah sumber feedback untuk melihat apakah kemungkinan yang terjadi
jika sebuah perilaku diulang lagi.
2. PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Belajar Menurut Teori Kognitif
Teori belajar kognitif lebih mementingkan proses belajar daripada hasil belajarnya. Teori
ini juga menekankan bahwa bagian-bagian dari suatu situasi saling berhubungan dengan
seluruh konteks situasi tersebut. Membagi-bagi situasi/materi pelajaran menjadi
komponen-komponen kecil dan mempelajarinya secara terpisah akan menghilangkan
makna belajar. Teori ini juga berpandangan bahwa belajar merupakan suatu proses
internal yang mencakup ingatan, retensi, pengolahan informasi, emosi, dan faktor-faktor
lain. (Asri, 2005 : 34). Belajar adalah aktifitas yang melibatkan proses berpikir yang
sangat kompleks. Proses belajar di sini antara lain mencakup pengaturan stimulus yang
diterima (faktor eksternal) dan menyesuaikan dengan struktur kognitif yang sudah
terbentuk di dalam pikiran seseorang (background knowledge) berdasarkan
pengalaman-pengalaman sebelumnya (faktor internal). Teori kognitif lebih menekankan
pada struktur internal pembelajar dan lebih memberi perhatian pada bagaimana
seseorang menerima, menyimpan, dan mengingat kembali informasi dari
perbendaharaan ingatan. Ada beberapa kelompok penganut teori kognitif, namun fokus
dari penganut teori ini sama yaitu pada soal bekerjanya pikiran manusia (Mukminan,
1998:53).
Banyak ahli telah memberikan pandangan menganai Teori Kognitif. Berikut ini beberapa
pengertian teori belajar menurut para tokoh aliran kognitif:
1) Teori Belajar menurut Piaget
Piaget adalah tokoh psikologi kognitif yang besar pengaruhnya terhadap perkembangan
pemikiran para pakar kognitif lainnya. Menurut Piaget, perkembangan kognitif
merupakan suatu proses genetik, yaitu proses yang didasarkan atas mekanisme biologis
perkembangan sistem syaraf. Semakin bertambah umur pebelajar, semakin kompleks
susunan sel syarafnya dan makin meningkat kemampuannya (Asri, 2005:35). Proses
peningkatan kemampuan tersebut melalui proses yang disebut adaptasi. Proses adaptasi
mempunyai dua bentuk dan terjadi secara stimulan, yaitu asimilasi dan akomodasi.
Tahap asimilasi adalah proses penerimaan informasi baru dan kemudian disesuaikan
dengan struktur kognitif yang sudah ada dalam diri masing-masing pebelajar. Proses
akomodasi adalah proses memodifikasi struktur kognitif yang sudah dimiliki dengan
informasi yang diterima. Proses asimilasi dan akomodasi akan menimbulkan
ketidakseimbangan antara yang telah diketahui dengan apa yang dilihat atau dialaminya
sekarang. Proses ketidakseimbangan ini harus disesuaikan melalui proses ekuilibrasi.
Proses ekuilibrasi ini merupakan proses yang berkesinambungan antara proses similasi
dan akomodasi. Proses ini akan menjaga stabilitas mental dalam diri pebelajar dan
pebelajar akan dapat terus mengembangkan dan menambah pengetahuannya.
Perubahan struktur kognitif yang dipengaruhi oleh proses adaptasi tersebut melalui
tahap-tahap perkembangan tertentu sesuai dengan umurnya dan bersifat hirarkhis.
Seseorang harus melalui urutan tertentu dan tidak dapat belajar sesuatu yang berada di
luar tahap kognitifnya. Piaget membagi tahap-tahap perkembangan kognitif ini menjadi
empat yaitu (Asri, 2005 :37):
a. Tahap sensorimotor (umur 0-2 tahun)
Pertumbuhan kemampuan anak tampak dari kegiatan motorik dan persepsinya yang
sederhana seperti:
- mencari rangsanganmelalui sinar lampu
- suka memperhatikan sesuatu lebih lama
- memperhatikan objek sebagai hal yang tetap, lalu ingin merubah tempatnya.
b. Tahap preoperasional (umur 2-7/8 tahun)
Tahap ini dibagi menjadi dua, yaitu preoperasional dan intuitif. Preoperasional (umur 2-4
tahun), anak telah mampu menggunakan bahasa dalam mengembangkan konsepnya,
walaupun masih sangat sederhana. Maka sering terjadi kesalahan dalam memahami
obyek. Tahap intuitif (umur 4-7 atau 8 tahun), anak telah dapat memperoleh
pengetahuan berdasarkan pada kesan yang sudah abstrak. Dalam menarik kesimpulan
sering tidak diungkapkan dengan kata-kata. Oleh sebab itu, pada usia ini anak telah
dapat mengungkapkan isi hatinya secara simbolik terutama bagi mereka yang memiliki
pengalaman yang luas.
c. Tahap operasional konkrit (umur 7 atau 8-11 atau 12 tahun)
Anak telah memiliki kecapakan berpikir logis, akan tetapi hanya dengan benda-benda
yang bersifat konkrit. Operation adalah suatu tipe tindakan untuk memanipulasi obyek
atau gambaran yang ada di dalam dirinya. Dalam tahap ini, anak tidak perlu coba-coba
dan membuat kesalahan, karena anak sudah dapat berpikir dengan menggunakan model
“kemungkinan” dalam melakukan kegiatan.
d. Tahap Operasional formal (umur 11/12-18 tahun)
Anak mampu berpikir abstrak dan logis dengan menggunakan pola berpikir
“kemungkinan”. Model berpikir ilmiah dengan tipe hipothetico-deductive dan inductive
sudah mulai dimiliki anak, dengan kemampuan menarik kesimpulan, menafsirkan dan
mengembangkan hipotesa. Semakin tinggi tahap perkembangan kognitif seseorang,
akan semakin teratur dan semakin abstrak cara berpikirnya. Guru seharusnya
memahami tahap-tahap perkembangan kognitif murid-muridnya agar dapat merancang
dan melaksanakan proses pembelajaran yang sesuai.
2) Teori Belajar menurut Bruner
Dalam memandang proses belajar, Bruner menekankan adanya pengaruh kebudayaan
terhadap tingkah laku seseorang. Dengan teorinya yang di sebut free discovery learning,
ia mengatakan bahwa proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru
memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan,
atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya. Bruner
berpendapat bahwa perkembangan bahasa seseorang besar pengaruhnya terhadap
perkembangan kognitif. Pandangan Bruner ini berbeda dengan pendapat Piaget yang
menyatakan bahwa perkembangan bahasa dipengaruhi oleh perkembangan kognitif.
Menurut Bruner perkembangan kognitif seseorang terjadi melalui tiga tahap yang
ditentukan oleh caranya melihat lingkungan, yaitu:
a. Tahap enaktif, yaitu seseorang melakukan aktivitas dalam upaya untuk memahami
lingkungan.
b. Tahap ikonik, seseorang memahami objek melalui gambar dan visualisasi verbal.
c. Tahap simbolik, seseorang mampu memiliki ide-ide atau gagasan abstrak yang
dipengaruhi oelh kemampuan dalam berbahasa dan logika.
Gagasan yang terkenal dari Bruner adalah spiral curriculum, yaitu cara
mengorganisasikan materi pelajaran dari tingkat makro (secara umum) kemudian mulai
mengajarkan materi yang sama dengan cakupan yang lebih rinci. Selain itu juga, Bruner
menjelaskan bahwa pembentukan konsep dan pemahaman konsep merupakan dua
kegiatan yang berbeda. Dalam pemahaman konsep, konsep-konsep sudah ada
sebelumnya. Sedangkan dalam pembentukan konsep tindakan dilakukan untuk
membentuk kategori-kategori baru. Bruner memandang bahwa suatu konsep memiliki
lima unsur, dan seseorang dikatakan memahami suatu konsep apabila ia mengetahui
semua unsur dari konsep itu, meliputi :
a. Nama
b. Contoh-contoh baik yang positif maupun yang negatif
c. Karakteristik, baik yang pokok maupun tidak
d. Rentangan karakteristik
e. Kaidah
Menurut Bruner, pembelajaran yang selama ini diberikan di sekolah lebih banyak
menekankan pada perkembangan kemampuan analisis, kurang mengembangkan
kemampuan berpikir intuitif. Padahal berpikir intuitif sangat penting bagi mereka yang
menggeluti bidang matematika, biologi, fisika, dan sebagainya, sebab setiap disiplin
mempunyai konsep-konsep, prinsip, dan prosedur yang harus dipahami sebelum
seseorang dapat belajar. Cara yang baik untuk belajar adalah memahami konsep, arti,
dan hubungan, melalui proses intuitif untuk akhirnya sampai kepada suatu kesimpulan
(discovery learning).
3) Teori Belajar menurut Ausubel
Teori-teori belajar yang ada selama ini masih banyak menekankan pada belajar asosiatif
atau belajar menghafal. Belajar demikian tidak banyak bermakna bagi siswa. Belajar
seharusnya merupakan asimilasi yang bermakna bagi siswa. Materi yang dipelajari
diasimilasikan dan dihubungkan dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa dalam
bentuk struktur kognitif.
Advance organizers yang oleh Ausubel merupakan penerapan konsepsi tentang struktur
kognitif di dalam merancang pembelajaran. Penggunaan advance organizers sebagai
kerangka isi akan dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam mempelajari informasi
baru, maka advance organizers akan memudahkan siswa mempelajari materi pelajaran
yang baru, serta hubungannya dengan materi yang telah dipelajarinya.
4) Teori Belajar menurut Gagné
Menurut Robert M. Gagné belajar adalah seperangkat proses kognitif yang mengubah
sifat stimulasi lingkungan, melewati pengolahan informasi, dan menjadi kapabilitas baru
(Syaiful, 2007:17). Gagné berpendapat bahwa belajar bukan hanya disebabkan oleh
proses pertumbuhan saja, namun juga disebabkan oleh perubahan yang terjadi dalam
kemampuan manusia yang terjadi setelah belajar secara terus menerus. Gagné
berkeyakinan bahwa belajar dipengaruhi oleh faktor dalam diri dan faktor luar diri
dimana keduanya saling berinteraksi. Komponen-komponen belajar dalam proses belajar
menurut Gagné merupakan situasi yang memberi stimulus yang menghasilkan respon,
namun di antara stimulus dan respon tersebut terdapat hubungan yang terjadi dalam
diri seseorang yang tidak dapat diamati.
Menurut Gagné ada tiga tahap dalam belajar, yaitu:
a. persiapan untuk belajar dengan melakukan tindakan mengarahkan perhatian.
b. pemerolehan dan unjuk perbuatan untuk pembangkitan kembali, respon dan
penguatan.
c. alih belajar yaitu pengisyaratan untuk memberlakukan secara umum.
Gagné mengemukakan pendapat mengenai delapan tipe belajar dari yang paling
sederhana sampai paling kompleks yang disebut dengan Hirarkhi Belajar. Delapan tipe
tersebut adalah :
a. Signal learning
Signal learning merupakan tipe belajar dalam bentuk pemberian respon terhadap tandatanda.
b. Stimulus response learning
Dalam tipe ini respon diperkuat dengan adanya imbalan. Dengan belajar tipe ini,
seseorang belajar mengucapkan kata-kata dan dalam bahasa asing.
c. Chaining learning
Chaining learning terjadi jika terbentuk hubungan antara beberapa stimulus-respon.
Sebab yang satu terjadi setelah yang satu lagi. Sebagai contohnya adalah setelah pulang
kantor, ganti baju, makan, dan sebagainya.
d. Verbal association
Tipe ini bersifat asosiatif tingkat tinggi karena fungsi nalar yang menentukan. Sebagai
contohnya bila anak melihat gambar bentuk bujur sangkar dan dia bisa mengatakan
bahwa gambar tersebut adalah bujur sangkar.
e. Discrimination learning
Tipe ini menghasilkan kemampuan membeda-bedakan berbagai gejala seperti siswa bisa
membedakan manusia satu dengan yang lain.
f. Concept learning
Belajar konsep adalah corak belajar yang dilakukan dengan menentukan ciri-ciri yang
khas yang ada dan memberikan sifat tertentu pada berbagai objek. Dengan menguasai
konsep, ia dapat menggolongkan manusia menurut hubungan kekeluargaan, dll.
g. Rule learning
Tipe belajar ini terjadi dengan cara mengumpulkan sejumlah sifat kejadian yang
kemudian tersusun dalam macam-macam aturan. Misalnya, aturan seperti logam jika
dipanaskan akan memuai, angin berhembus dari daerah maksimum ke daerah
minimum.
h. Problem solving
Tipe belajar ini adalah yang paling kompleks. Dalam tipe belajar ini diperlukan proses
penalaran yang kadang-kadang memerlukan waktu yang lama.
5) Teori Belajar menurut Gestalt
Berbeda dengan teori-teori yang dikemukakan oleh para tokoh behaviorisme, terutama
Thordike, yang menganggap bahwa belajar sebagai proses trial and error, teori Gestalt
ini memandang belajar adalah proses yang didasarkan pada pemahaman (insight).
Karena pada dasarnya setiap tingkah laku seseorang selalu didasarkan pada kognisi,
yaitu tindakan mengenal atau memikirkan situasi di mana tingkah laku tersebut terjadi.
Dengan kata lain, teori Gestalt ini menyatakan bahwa yang paling penting dalam proses
belajar individu adalah dimengertinya apa yang dipelajari oleh tersebut. Oleh karena itu,
teori belajar Gestalt ini disebut teori insight.
Proses belajar yang menggunakan insight mempunyai ciri-ciri sebagai berikut
(Suryabrata, 1990) :
a) Insight tergantung pada kemampuan dasar.
b) Insight tergantung kepada pengalaman masa lampau yang relevan.
c) Insight tergantung kepada pengaturan situasi yang dihadapi.
d) Insight didahului dengan periode mencari dan mecoba-coba.
e) Solusi problem dengan menggunakan insight dapat diulangi dengan mudah, dan akan
berlaku secara berlangsung.
f) Jika insight telah terbentuk, maka problem pada situasi-situasi yang lain akan dapat
dipecahkan.
Konsepsi dasar mengenai struktur kognitif inilah yang dijadikan landasan teoritik dalam
mengembangkan teori-teori pembelajaran. Dari kelima tokoh aliran kognitif tersebut,
beberapa pemikiran ke arah penataan isi bidang studi atau materi pelajaran sebagai
strategi pengorganisasian isi pembelajaran yang berpijak pada teori kognitif,
dikemukakan secara singkat sebagai berikut (Degeng dalam Asri, 2005:46):
a) Hirarkhi belajar
Dalam hirarkhi belajar, Gagné menekankan pada aspek penataan urutan materi
pelajaran dengan prasyarat belajar yang dituangkan dalam struktur isi.
b) Analisis Tugas
Cara lain yang dipakai untuk menunjukkan keterkaitan isi bidang studi adalah
information-processing approach to task analysis. Hubungan ini memerikan urutan
dalam menampilkan tugas-tugas belajar.
c) Subsumptive sequence
Ausubel mengemukakan gagasan mengenai cara membuat urutan isi pengajaran yang
dapat menjadikan pengajaran lebih bermakna bagi yang belajar, dengan mengurutkan
materi dari
Banyak teori belajar yang digunakan para guru untuk berbagai keperluan belajar dan proses
pembelajaran. Ada 3 pandangan psikologi utama tentang teori belajar, yaitu teori belajar
Behavioristik, teori belajar Kognitif dan teori belajar Humanistik.
Teori belajar Behavioristik
Teori belajar ini pembelajaran berorientasi pada hasil yang dapat diukur dan diamati.
Pengulangan dan pelatihan digunakan supaya perilaku yang diinginkan dapat menjadi kebiasaan.
Hasil yang diharapkan dari penerapan teori behavioristik ini adalah terbentuknya suatu perilaku
yang di nginkan. Perilaku yang di nginkan mendapat penguatan positif dan perilaku yang kurang
sesuai mendapat penghargaan negative. Evaluasi atau penilaian didasari atas perilaku yang
tampak. Dalam teori belajar ini guru tidak banyak memberikan ceramah ,tetapi instruksi singkat
yang di kuti contoh baik dilakukan sendiri maupun melalui simulasi.
Teori belajar Kognitif
Menurut teori ini,proses belajar akan belajar dengan baik bila materi pelajaran yang beradaptasi
(berkesinambungan)secara tepat dan serasi dengan struktur kognitif yang telah dimiliki oleh
siswa. Dalam teori ini ilmu pengetahuan dibangun dalam diri seorang individu melalui proses
interaksi yang berkesinambungan dengan lingkungan. Proses pembelajaran ini bejalan tidak
sepotong – sepotong atau terpisah – pisah melainkan bersambung sambung dan menyeluruh.
Teori belajar kognitif ini guru bukanlah sumber belajar utama dan bukan kepatuhan siswa yang
dituntut dalam refleksi atas apa yang diperintahkan dan dilakukan oleh guru. Evaluasi belajar
bukan pada hasil tetapi pada kesuksesan siswa dalam mengorganisasi pengalamanya.
Teori belajar Humanstik
Menurut teori humanistik,tujuan belajar adalah untuk memanusiakan manusia. Proses balajar
dianggap berhasil jika si pelajar telah memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Siswa
dalam proses belajarnya harus berusaha agar lambat laun ia mampu mencapai aktualisasi diri
dengan sebaik- baiknya. Teori belajar ini berusaha memahami perilaku belajar dari sudut
pandang pelakunya bukan dari sudut pandang pengamatnya. Peran guru dalam teori ini adalah
sebagai fasilitator bagi para siswa sedangkan guru memberikan motivasi,kesadaran mengenai
makna kehidupan siswa. Guru memfasilitasi pengalaman belajar kepada siswa dan mendampingi
siswa untuk memperoleh tujuan pembelajaran. Siswa berperan sebagai pelaku utama yang
memaknai proses pengalaman belajarnya sendiri.
Teori belajar Konstruktivistik
Menurut teori ini permasalahan dimunculkan dari pancingan internal, permasalahan muncul
dibangun dari pengetahuan yang direkonstruksi sendiri oleh siswa. Teori ini sangat dipercaya
bahwa siswa mampu mencari sendiri masalah,menyusun sendiri pengetahuannya melalui
kemampuan berpikir dan tantangan yang dihadapinya,menyelesaikan dan membuat konsep
mengenai keseluruhan pengalaman realistik dan teori dalam satu bangunan utuh.
Teori belajar Gestalt
Menurut pandangan teori gestalt seseorng memperoleh pengetahuan melaui sensasi atau
informasi dengan melihat strukturnya secara menyeluruh kemudian menyusunya kembali dalam
struktur yang sederhana sehungga lebih mudah dipahami.
Manfaat dari beberapa teori belajar adalah :
1. Membantu guru untuk memahami bagaimana siswa belajar
2. Membimbing guru untuk merancang dan merencanakan proses pembelajaran
3. Memandu guru untuk mengelola kelas
4. Membantu guru untuk mengevaluasi proses, perilaku guru sendiri serta hasil belajar
siswa yang telah dicapai
5. Membantu proses belajar lebih efektif, efisien dan produktif
6. Membantu guru dalam memberikan dukungan dan bantuan kepada siswa sehingga dapat
mencapai hasil prestasi yang maksimal.
1. Pengertian Teori Belajar
1. Teori Behaviorisme
Behaviorisme merupakan salah satu pendekatan untuk memahami perilaku individu.
Behaviorisme memandang individu hanya dari sisi fenomena jasmaniah, dan
mengabaikan aspek – aspek mental. Dengan kata lain, behaviorisme tidak mengakui
adanya kecerdasan, bakat, minat dan perasaan individu dalam suatu belajar. Peristiwa
belajar semata-mata melatih refleks-refleks sedemikian rupa sehingga menjadi kebiasaan
yang dikuasai individu. Teori kaum behavoris lebih dikenal dengan nama teori belajar,
karena seluruh perilaku manusia adalah hasil belajar. Belajar artinya perbahan perilaku
organise sebagai pengaruh lingkungan. Behaviorisme tidak mau mempersoalkan apakah
manusia baik atau jelek, rasional atau emosional; behaviorisme hanya ingin mengetahui
bagaimana perilakunya dikendalikan oleh faktor-faktor lingkungan.
Dalam arti teori belajar yang lebih menekankan pada tingkah laku manusia. Memandang
individu sebagai makhluk reaktif yang memberi respon terhadap lingkungan. Pengalaman
dan pemeliharaan akan membentuk perilaku mereka. Dari hal ini, timbulah konsep
”manusia mesin” (Homo Mechanicus). Ciri dari teori ini adalah mengutamakan unsurunsur dan bagian kecil, bersifat mekanistis, menekankan peranan lingkungan,
mementingkan pembentukan reaksi atau respon, menekankan pentingnya latihan,
mementingkan mekanisme hasil belajar,mementingkan peranan kemampuan dan hasil
belajar yang diperoleh adalah munculnya perilaku yang diinginkan. Pada teori belajar ini
sering disebut S-R psikologis artinya bahwa tingkah laku manusia dikendalikan oleh
ganjaran atau reward dan penguatan atau reinforcement dari lingkungan. Dengan
demikian dalam tingkah laku belajar terdapat jalinan yang erat antara reaksi-reaksi
behavioural dengan stimulusnya. Guru yang menganut pandangan ini berpandapat bahwa
tingkahlaku siswa merupakan reaksi terhadap lingkungan dan tingkahl laku adalah hasil
belajar.
1. Teori Humanistik
Pengertian humanistik yang beragam membuat batasan-batasan aplikasinya dalam dunia
pendidikan mengundang berbagai macam arti pula. Sehingga perlu adanya satu
pengertian yang disepakati mengenai kata humanistik dala pendidikan. Dalam artikel
“What is Humanistik Education?”, Krischenbaum menyatakan bahwa sekolah, kelas, atau
guru dapat dikatakan bersifat humanistik dalam beberapa kriteria. Hal ini menunjukkan
bahwa ada beberapa tipe pendekatan humanistik dalam pendidikan. Ide mengenai
pendekatan-pendekatan ini terangkum dalam psikologi humanistik.
Dalam artikel “some educational implications of the Humanistic Psychologist” Abraham
Maslow mencoba untuk mengkritisi teori Freud dan behavioristik. Menurut Abraham,
yang terpenting dalam melihat manusia adalah potensi yang dimilikinya. Humanistik
lebih melihat pada sisi perkembangan kepribadian manusia daripada berfokus pada
“ketidaknormalan” atau “sakit” seperti yang dilihat oleh teori psikoanalisa Freud.
Pendekatan ini melihat kejadian setelah “sakit” tersebut sembuh, yaitu bagaimana
manusia membangun dirinya untuk melakukan hal-hal yang positif. Kemampuan
bertindak positif ini yang disebut sebagai potensi manusia dan para pendidik yang
beraliran humanistik biasanya memfokuskan penganjarannya pada pembangunan
kemampuan positif ini.
Kemampuan positif disini erat kaitannya dengan pengembangan emosi positif yang
terdapat dalam domain afektif, misalnya ketrampilan membangun dan menjaga relasi
yang hangat dengan orang lain, bagaimana mengajarkan kepercayaan, penerimaan,
keasadaran, memahami perasaan orang lain, kejujuran interpersonal, dan pengetahuan
interpersonal lainnya. Intinya adalah meningkatkan kualitas ketrampilan interpersonal
dalam kehidupan sehari-hari.
Selain menitik beratkan pada hubungan interpersonal, para pendidikan yang beraliran
humanistik juga mencoba untuk membuat pembelajaran yang membantu anak didik
untuk meningkatkan kemampuan dalam membuat, berimajinasi, mempunyai pengalaman,
berintuisi, merasakan, dan berfantasi. Pendidik humanistik mencoba untuk melihat dalam
spektrum yang luas mengenai perilaku manusia. “Berapa banyak hal yang bisa dilakukan
manusia? Dan bagaimana aku bisa membantu mereka untuk melakukan hal-hal tersebut
dengan lebih baik?
Melihat hal-hal yang diusahakankan oleh para pendidik humanistik, tampak bahwa
pendekatan ini mengedepankan pentingnya emosi dalam dunia pendidikan. Freudian
melihat emosi sebagai hal yang mengganggu perkembangan, sementara humanistik
melihat keuntungan pendidikan emosi. Jadi bisa dikatakan bahwa emosi adalah
karakterisitik yang sangat kuat yang nampak dari para pendidik beraliran humanistik.
Karena berpikir dan merasakan saling beriringan, mengabaikan pendidikan emosi sama
dengan mengabaikansalah satu potensi terbesar manusia. Kita dapat belajar menggunakan
emosi kita dan mendapat keuntungan dari pendekatan humanistik ini sama seperti yang
kita dapatkan dari pendidikan yang menitikberatkan kognisi.
1. Tokoh-Tokoh Teori Belajar
1. Teori Behaviorisme
Beberapa tokoh besar dalam aliran behaviorisme antara lain adalah :
a. Ivan Petrovich Pavlov (1849-1936)
Ivan Petrovich Pavlov lahir 14 September 1849 di Ryazan Rusia. Ia mengemukakan
bahwa dengan menerapkan strategi ternyata individu dapat dikendalikan melalui cara
stimulus alami dengan stimulus yang tepat untuk mendapatkan pengulangan respon yang
diinginkan, sementara individu tidak menyadari bahwa ia dikendalikan oleh stimulus
yang berasal dari luar dirinya.
Pavlov mengadakan percobaan laboratories terhadap anjing. Dalam percobaan ini anjing
di beri stimulus bersarat sehingga terjadi reaksi bersarat pada anjing. Contoh situasi
percobaan tersebut pada manusia adalah bunyi bel di kelas untuk penanda waktu tanpa
disadari menyebabkan proses penandaan sesuatu terhadap bunyi-bunyian yang berbeda
dari pedagang makan, bel masuk, dan antri di bank. Dari contoh tersebut diterapkan
strategi Pavlo ternyata individu dapat dikendalikan melalui cara mengganti stimulus
alami dengan stimulus yang tepat untuk mendapatkan pengulangan respon yang
diinginkan. Sementara individu tidak sadar dikendalikan oleh stimulus dari luar. Belajar
menurut teori ini adalah suatu proses perubahan yang terjadi karena adanya syarat-syarat
yang menimbulkan reaksi.Yang terpenting dalam belajar menurut teori ini adalah adanya
latihan dan pengulangan. Kelemahan teori ini adalah belajar hanyalah terjadi secara
otomatis keaktifan dan penentuan pribadi dihiraukan.
b. Thorndike (1874-1949)
Menurut Thorndike belajar merupakan peristiwa terbentuknya asosiasi-asosiasi antara
peristiwa yang disebut stimulus dan respon. Thorndike menggambarkan proses belajar
sebagai proses pemecahan masalah. Dalam penyelidikannya tentang proses belajar,
pelajar harus diberi persoalan, dalam hal ini Thorndike melakukan eksperimen dengan
sebuah puzzlebox. Eksperimen yang dilakukan adalah dengan kucing yang dimasukkan
pada sangkar tertutup yang apabila pintunya dapat dibuka secara otomatis bila knop di
dalam sangkar disentuh. Percobaan tersebut menghasilkan teori Trial dan Error. Ciri-ciri
belajar dengan Trial dan Error Yaitu : adanya aktivitas, ada berbagai respon terhadap
berbagai situasi, ada eliminasai terhadap berbagai respon yang salah, ada kemajuan
reaksi-reaksi mencapai tujuan.
Atas dasar percobaan di atas, Thorndike menemukan hukum-hukum belajar :
1. Hukum kesiapan (Law of Readiness)
Jika suatu organisme didukung oleh kesiapan yang kuat untuk memperoleh stimulus
maka pelaksanaan tingkah laku akan menimbulkan kepuasan individu sehingga asosaiasi
cenderung diperkuat.
2. Hukum latihan
Hukum latihan akan menyebabkan makin kuat atau makin lemah hubungan S-R. Semakin
sering suatu tingkah laku dilatih atau digunakan maka asosiasi tersebut semakin kuat.
Hukum ini sebenarnya tercermin dalam perkataan repetioest mater studiorum atau
practice makes perfect.
3. Hukum akibat ( Efek )
Hubungan stimulus dan respon cenderung diperkuat bila akibat menyenangkan dan
cenderung diperlemah jika akibatnya tidak memuaskan. Rumusan tingkat hukum akibat
adalah, bahwa suatu tindakan yang disertai hasil menyenangkan cenderung untuk
dipertahankan dan pada waktu lain akan diulangi. Jadi hokum akibat menunjukkan
bagaimana pengaruh hasil suatu tindakan bagi perbuatan serupa.
c. Skinner (1904-1990)
Skinner menganggap reward dan reinforcement merupakan faktor penting dalam belajar.
Skinner berpendapat bahwa tujuan psikologi adalah meramal, mengontrol tingkah laku.
Pada teori ini guru memberi penghargaan hadiah atau nilai tinggi sehingga anak akan
lebih rajin. Teori ini juga disebut dengan operant conditioning. Operant conditioning
adalah suatu proses penguatan perilaku operant yang dapat mengakibatkan perilaku
tersebut dapat diulang kembali atau menghilang sesuai keinginan.
Operant conditing menjamin respon terhadap stimuli. Bila tidak menunjukkan stimuli
maka guru tidak dapat membimbing siswa untuk mengarahkan tingkah lakunya. Guru
memiliki peran dalam mengontrol dan mengarahkan siswa dalam proses belajar sehingga
tercapai tujuan yang diinginkan.
Prinsip belajar Skinners adalah :
1.
o Hasil belajar harus segera diberitahukan pada siswa jika salah dibetulkan jika
benar diberi penguat.
o
Proses belajar harus mengikuti irama dari yang belajar. Materi pelajaran
digunakan sebagai sistem modul.
o
Dalam proses pembelajaran lebih dipentingkan aktivitas sendiri, tidak digunakan
hukuman. Untuk itu lingkungan perlu diubah untuk menghindari hukuman.
o
Tingkah laku yang diinginkan pendidik diberi hadiah dan sebaiknya hadiah
diberikan dengan digunakannya jadwal variable ratio reinforcer.
o
dalam pembelajaran digunakan shapping
1. Teori Humanistik
a. Arthur Combs (1912-1999)
Bersama dengan Donald Snygg (1904-1967) mereka mencurahkan banyak perhatian pada
dunia pendidikan. Meaning (makna atau arti) adalah konsep dasar yang sering digunakan.
Belajar terjadi bila mempunyai arti bagi individu. Guru tidak bisa memaksakan materi
yang tidak disukai atau tidak relevan dengan kehidupan mereka. Anak tidak bisa
matematika atau sejarah bukan karena bodoh tetapi karena mereka enggan dan terpaksa
dan merasa sebenarnya tidak ada alasan penting mereka harus mempelajarinya. Perilaku
buruk itu sebenarnya tak lain hanyalah dari ketidakmampuan seseorang untuk melakukan
sesuatu yang tidak akan memberikan kepuasan baginya.
Untuk itu guru harus memahami perilaku siswa dengan mencoba memahami dunia
persepsi siswa tersebut sehingga apabila ingin merubah perilakunya, guru harus berusaha
merubah keyakinan atau pandangan siswa yang ada. Perilaku internal membedakan
seseorang dari yang lain. Combs berpendapat bahwa banyak guru membuat kesalahan
dengan berasumsi bahwa siswa mau belajar apabila materi pelajarannya disusun dan
disajikan sebagaimana mestinya. Padahal arti tidaklah menyatu pada materi pelajaran itu.
Sehingga yang penting ialah bagaimana membawa si siswa untuk memperoleh arti bagi
pribadinya dari materi pelajaran tersebut dan menghubungkannya dengan kehidupannya.
Combs memberikan lukisan persepsi diri dan dunia seseorang seperti dua lingkaran
(besar dan kecil) yang bertitik pusat pada satu. Lingkaran kecil (1) adalah gambaran dari
persepsi diri dan lingkungan besar (2) adalah persepsi dunia. Makin jauh peristiwaperistiwa itu dari persepsi diri makin berkurang pengaruhnya terhadap perilakunya. Jadi,
hal-hal yang mempunyai sedikit hubungan dengan diri, makin mudah hal itu terlupakan.
b. Abraham Maslow
Maslow mengemukakan bahwa individu berperilaku dalam upaya untuk memenuhi
kebutuhan yang bersifat hirarkis. Pada diri masing-masing orang mempunyai berbagai
perasaan takut seperti rasa takut untuk berusaha atau berkembang, takut untuk mengambil
kesempatan, takut membahayakan apa yang sudah ia miliki dan sebagainya, tetapi di sisi
lain seseorang juga memiliki dorongan untuk lebih maju ke arah keutuhan, keunikan diri,
ke arah berfungsinya semua kemampuan, ke arah kepercayaan diri menghadapi dunia
luar dan pada saat itu juga ia dapat menerima diri sendiri(self).
Abraham Maslow dikenal sebagai pelopor aliran psikologi humanistik. Maslow percaya
bahwa manusia tergerak untuk memahami dan menerima dirinya sebisa mungkin.
Teorinya yang sangat terkenal sampai dengan hari ini adalah teori tentang Hierarchy of
Needs (Hirarki Kebutuhan). Menurut Maslow, manusia termotivasi untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhan hidupnya. Kebutuhan-kebutuhan tersebut memiliki tingkatan atau
hirarki, mulai dari yang paling rendah (bersifat dasar/fisiologis) sampai yang paling
tinggi (aktualisasi diri). Adapun hirarki kebutuhan tersebut adalah sebagai berikut:
Kebutuhan fisiologis / dasar
Kebutuhan akan rasa aman dan tentram
Kebutuhan untuk dicintai dan disayangi
Kebutuhan untuk dihargai
Kebutuhan untuk aktualisasi diri
c. Carl Rogers
Carl Ransom Rogers dilahirkan di Oak Park, Illinois, pada tahun 1902 dan wafat di
LaJolla, California, pada tahun 1987. Semasa mudanya, Rogers tidak memiliki banyak
teman sehingga ia lebih banyak menghabiskan waktunya untuk membaca. Dia membaca
buku apa saja yang ditemuinya termasuk kamus dan ensiklopedi, meskipun ia sebenarnya
sangat menyukai buku-buku petualangan. Ia pernah belajar di bidang agrikultural dan
sejarah di University of Wisconsin. Pada tahun 1928 ia memperoleh gelar Master di
bidang psikologi dari Columbia University dan kemudian memperoleh gelar Ph.D di
dibidang psikologi klinis pada tahun 1931.
Pada tahun 1931, Rogers bekerja di Child Study Department of the Society for the
prevention of Cruelty to Children (bagian studi tentang anak pada perhimpunan
pencegahan kekerasan tehadap anak) di Rochester, NY. Pada masa-masa berikutnya ia
sibuk membantu anak-anak bermasalah/nakal dengan menggunakan metode-metode
psikologi. Pada tahun 1939, ia menerbitkan satu tulisan berjudul “The Clinical Treatment
of the Problem Child”, yang membuatnya mendapatkan tawaran sebagai profesor pada
fakultas psikologi di Ohio State University. Dan pada tahun 1942, Rogers menjabat
sebagai ketua dari American Psychological Society.
Carl Rogers adalah seorang psikolog humanistik yang menekankan perlunya sikap saling
menghargai dan tanpa prasangka (antara klien dan terapist) dalam membantu individu
mengatasi masalah-masalah kehidupannya. Rogers menyakini bahwa klien sebenarnya
memiliki jawaban atas permasalahan yang dihadapinya dan tugas terapist hanya
membimbing klien menemukan jawaban yang benar. Menurut Rogers, teknik-teknik
assessment dan pendapat para terapist bukanlah hal yang penting dalam melakukan
treatment kepada klien.
Menurut Rogers yang terpenting dalam proses pembelajaran adalah pentingnya guru
memperhatikan prinsip pendidikan dan pembelajaran, yaitu:
Menjadi manusia berarti memiliki kekuatan yang wajar untuk belajar. Siswa tidak harus
belajar tentang hal-hal yang tidak ada artinya.
Siswa akan mempelajari hal-hal yang bermakna bagi dirinya. Pengorganisasian bahan
pelajaran berarti mengorganisasikan bahan dan ide baru sebagai bagian yang bermakna
bagi siswa
Pengorganisasian bahan pengajaran berarti mengorganisasikan bahan dan ide baru
sebagai bagian yang bermakna bagi siswa.
Belajar yang bermakna dalam masyarakat modern berarti belajar tentang proses.
Dari bukunya Freedom To Learn, ia menunjukkan sejumlah prinsip-prinsip dasar
humanistik yang penting diantaranya ialah :
Manusia itu mempunyai kemampuan belajar secara alami.
Belajar yang signifikan terjadi apabila materi pelajaran dirasakan murid mempunyai
relevansi dengan maksud-maksud sendiri.
Belajar yang menyangkut perubahan di dalam persepsi mengenai dirinya sendiri diangap
mengancam dan cenderung untuk ditolaknya.
Tugas-tugas belajar yang mengancam diri ialah lebih mudah dirasakan dan diasimilasikan
apabila ancaman-ancaman dari luar itu semakin kecil.
Apabila ancaman terhadap diri siswa rendah, pengalaman dapat diperoleh dengan
berbagai cara yang berbeda-beda dan terjadilah proses belajar.
Belajar yang bermakna diperoleh siswa dengan melakukannya.
Belajar diperlancar bilamana siswa dilibatkan dalam proses belajar dan ikut
bertanggungjawab terhadap proses belajar itu.
Belajar inisiatif sendiri yang melibatkan pribadi siswa seutuhnya, baik perasaan maupun
intelek, merupakan cara yang dapat memberikan hasil yang mendalam dan lestari.
Kepercayaan terhadap diri sendiri, kemerdekaan, kreativitas, lebih mudah dicapai
terutama jika siswa dibiasakan untuk mawas diri dan mengritik dirinya sendiri dan
penilaian dari orang lain merupakan cara kedua yang penting.
Belajar yang paling berguna secara sosial di dalam dunia modern ini adalah belajar
mengenai proses belajar, suatu keterbukaan yang terus menerus terhadap pengalaman dan
penyatuannya ke dalam diri sendiri mengenai proses perubahan itu.
1. Aplikasi Teori Belajar
Perkembangan teori belajar cukup pesat. Berikut ini adalah teori belajar dan aplikasinya
dalam kegiatan pembelajaran.
1. Teori Behaviorisme
Belajar adalah perubahan dalam tingkah laku sebagai akibat dari interaksi antara stimulus
dan respon. Perubahan perilaku dapat berujud sesuatu yang konkret atau yang non
konkret, berlangsung secara mekanik memerlukan penguatan. Aplikasi teori belajar
behaviorisme dalam pembelajaran, tergantung dari beberapa hal seperti tujuan
pembelajaran, sifat meteri pelajaran, karakteristik siswa, media dan fasilitas pembelajaran
yang tersedia.
Aplikasi teori belajar behaviorisme menurut tokoh-tokoh antara lain :
a. Aplikasi Teori Pavlov
Contohnya yaitu pada awal tatap muka antara guru dan murid dalam kegiatan
belajar mengajar, seorang guru menunjukkan sikap yang ramah dan memberi
pujian terhadap murid-muridnya, sehingga para murid merasa terkesan dengan
sikap yang ditunjukkan gurunya.
b. Aplikasi Teori Thorndike
Sebelum guru dalam kelas mulai mengajar, maka anak-anak disiapkan mentalnya terlebih
dahulu. Misalnya anak disuruh duduk yang rapi, tenang dan sebagainya.
Guru mengadakan ulangan yang teratur, bahkan dengan ulangan yang ketat atau sistem
drill.
Guru memberikan bimbingan, pemberian hadiah, pujian, bahkan bila perlu hukuman
sehingga memberikan motivasi proses belajar mengajar.
c. Aplikasi Teori Skinner
Guru mengembalikan dan mendiskusikan pekerjaan siswa yang telah diperiksa
dan dinilai sesegera mungkin.
1. Aplikasi Teori Humanistik
Belajar adalah menekankan pentingnya isi dari proses belajar bersifat eklektik, tujuannya
adalah memanusiakan manusia atau mencapai aktualisasi diri. Aplikasi teori humanistik
dalam pembelajaran guru lebih mengarahkan siswa untuk berpikir induktif,
mementingkan pengalaman, serta membutuhkan keterlibatan siswa secara aktif dalam
proses belajar. Hal ini dapat diterapkan melalui kegiatan diskusi, membahas materi secara
berkelompok sehingga siswa dapat mengemukakan pendapatny masing-masing di depan
kelas. Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk bertanya apabila kurang mengerti
terhadap materi yang diajarkan.Pembelajaran berdasarkan teori humanistik ini cocok
untuk diterpkan pada materi-materi pembelajaran yang bersifat pembentukan
kepribadian, hati nurani, perubahan sikap, dan analisis terhadap fenomena sosial.
Indikator dari keberhasilan aplikasi ini adalah siswa merasa senang bergairah, berinisiatif
dalam belajar dan terjaadi perubahan pola pikir, perilaku dan sikap atas kemauan sendiri.
Guru yang baik menurut teori ini adalah : Guru yang memiliki rasa humor, adil, menarik,
lebih demokratis, mampu berhubungan dengan siswa dengan mudah dan wajar.Ruang
kelads lebih terbuka dan mampu menyesuaikan pada perubahan. Sedangkan guru yang
tidak efektif adalah guru yang memiliki rasa humor yang rendah ,mudah menjadi tidak
sabar ,suka melukai perasaan siswa dengan komentsr ysng menyakitkan,bertindak agak
otoriter, dan kurang peka terhadap perubahan yang ada.
1. Perbandingan Teori Behaviorisme dengan Teori Humanisme
Beberapa perbandingan antara teori behaviorisme dengan teori humanistik yaitu :
a. Teori behaviorisme
Teori :proses perubahan tingkah laku sebagai akibat adanya interaksi antara
stimulis dan respon.
Tujuan :adanya perubahan tingkah laku pada peserta didik.
Metode :dibagi dalam bagian-bagian kecil sampai kompleks. Pengulangan dan
latihan digunakan supaya perilaku yang diinginkan dapat menjadi
kebiasaan.berorientasi pada hasil yang dicapai, tidak menggunakan hukuman.
Kekurangan :
sentral,bersikap otoriter,komunikadi satu arah.
Guru melatih dan menentukan apa yang harus dipelajari siswa.
Pasif, perlu motivasi dari luar, dan sangat dipengarihi oleh penguatan yang diberikan oleh
guru,mendengarkan dan menghafal.
Penerapan :pada mata pelajaran yang membutuhkan praktek dan pembicaraan
yang mengandung unsur-unsur kecepatan, spontanitas, kelenturan, refleks, daya
tahan, dan sebagainya. Misal dalam: percakapan bahasa asing, mengetik, menari,
olagraga,dll.
Guru :guru tidak banyak memberikan ceramah, tetapi instruksi singkat
yang diikuti contoh-contoh baik dilakukan sendiri maupun melalui
simulasi
Murid :melakukan sendiri apa yang menjadi instruksi dan melakukannya
berulang-ulang sampai hasilnya baik.
Evaluasi :didasarkan pada perilaku yang dicapai sebagai hasil dari latihan
yang dilakukan.
b. Teori humanistik
Teori :belajar untuk memenusiakan manusia.
Tujuan :menunjuk pada ruh atau spirit selama proses pembelajaran yang
mewarnai metode-metode yang diterapkan.
Metode :mengusahakan partisipasi aktif siswa melalui kontrak belajar
yang bersifat jelas ,jujur , dan positif.
Kekurangan :terlalu memberi kebebasan pada siswa.
Penerapan :materi-materi pembelajaran yang bersifat pembentukan.
Guru :memberi motivasi,kesadaran mengenai makna belajar dalam
kehidupan siswa.
Siswa :pelaku utama (student center) yang memaknai poses pengalaman
belajar sendiri
Evaluasi :diberikan secara individual berdasarkan perolehan prestasi
siswa.
Pengertian Pendekatan, Strategi,
Metode, Teknik, dan Model Pembelajaran
Posted on 12 September 2008 by AKHMAD SUDRAJAT
oleh: Akhmad Sudrajat
Dalam proses pembelajaran dikenal beberapa istilah yang memiliki
kemiripan makna, sehingga seringkali orang merasa bingung untuk membedakannya. Istilahistilah tersebut adalah: (1) pendekatan pembelajaran, (2) strategi pembelajaran, (3) metode
pembelajaran; (4) teknik pembelajaran; (5) taktik pembelajaran; dan (6) model pembelajaran.
Berikut ini akan dipaparkan istilah-istilah tersebut, dengan harapan dapat memberikan kejelasaan
tentang penggunaan istilah tersebut.
Pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap
proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang
sifatnya masih sangat umum, di dalamnya mewadahi, menginsiprasi, menguatkan, dan melatari
metode pembelajaran dengan cakupan teoretis tertentu. Dilihat dari pendekatannya,
pembelajaran terdapat dua jenis pendekatan, yaitu: (1) pendekatan pembelajaran yang
berorientasi atau berpusat pada siswa (student centered approach) dan (2) pendekatan
pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada guru (teacher centered approach).
Dari pendekatan pembelajaran yang telah ditetapkan selanjutnya diturunkan ke dalam strategi
pembelajaran. Newman dan Logan (Abin Syamsuddin Makmun, 2003) mengemukakan empat
unsur strategi dari setiap usaha, yaitu:
1. Mengidentifikasi dan menetapkan spesifikasi dan kualifikasi hasil (out put) dan sasaran
(target) yang harus dicapai, dengan mempertimbangkan aspirasi dan selera masyarakat
yang memerlukannya.
2. Mempertimbangkan dan memilih jalan pendekatan utama (basic way) yang paling efektif
untuk mencapai sasaran.
3. Mempertimbangkan dan menetapkan langkah-langkah (steps) yang akan dtempuh sejak
titik awal sampai dengan sasaran.
4. Mempertimbangkan dan menetapkan tolok ukur (criteria) dan patokan ukuran (standard)
untuk mengukur dan menilai taraf keberhasilan (achievement) usaha.
Jika kita terapkan dalam konteks pembelajaran, keempat unsur tersebut adalah:
1. Menetapkan spesifikasi dan kualifikasi tujuan pembelajaran yakni perubahan profil
perilaku dan pribadi peserta didik.
2. Mempertimbangkan dan memilih sistem pendekatan pembelajaran yang dipandang paling
efektif.
3. Mempertimbangkan dan menetapkan langkah-langkah atau prosedur, metode dan teknik
pembelajaran.
4. Menetapkan norma-norma dan batas minimum ukuran keberhasilan atau kriteria dan
ukuran baku keberhasilan.
Sementara itu, Kemp (Wina Senjaya, 2008) mengemukakan bahwa strategi pembelajaran
adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan
pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien. Selanjutnya, dengan mengutip pemikiran J.
R David, Wina Senjaya (2008) menyebutkan bahwa dalam strategi pembelajaran terkandung
makna perencanaan. Artinya, bahwa strategi pada dasarnya masih bersifat konseptual tentang
keputusan-keputusan yang akan diambil dalam suatu pelaksanaan pembelajaran. Dilihat dari
strateginya, pembelajaran dapat dikelompokkan ke dalam dua bagian pula, yaitu: (1) expositiondiscovery learning dan (2) group-individual learning (Rowntree dalam Wina Senjaya, 2008).
Ditinjau dari cara penyajian dan cara pengolahannya, strategi pembelajaran dapat dibedakan
antara strategi pembelajaran induktif dan strategi pembelajaran deduktif.
Strategi pembelajaran sifatnya masih konseptual dan untuk mengimplementasikannya digunakan
berbagai metode pembelajaran tertentu. Dengan kata lain, strategi merupakan “a plan of
operation achieving something” sedangkan metode adalah “a way in achieving something”
(Wina Senjaya (2008). Jadi, metode pembelajaran dapat diartikan sebagai cara yang digunakan
untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan
praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran. Terdapat beberapa metode pembelajaran yang dapat
digunakan untuk mengimplementasikan strategi pembelajaran, diantaranya: (1) ceramah; (2)
demonstrasi; (3) diskusi; (4) simulasi; (5) laboratorium; (6) pengalaman lapangan; (7)
brainstorming; (8) debat, (9) simposium, dan sebagainya.
Selanjutnya metode pembelajaran dijabarkan ke dalam teknik dan gaya pembelajaran. Dengan
demikian, teknik pembelajaran dapat diatikan sebagai cara yang dilakukan seseorang dalam
mengimplementasikan suatu metode secara spesifik. Misalkan, penggunaan metode ceramah
pada kelas dengan jumlah siswa yang relatif banyak membutuhkan teknik tersendiri, yang
tentunya secara teknis akan berbeda dengan penggunaan metode ceramah pada kelas yang
jumlah siswanya terbatas. Demikian pula, dengan penggunaan metode diskusi, perlu digunakan
teknik yang berbeda pada kelas yang siswanya tergolong aktif dengan kelas yang siswanya
tergolong pasif. Dalam hal ini, guru pun dapat berganti-ganti teknik meskipun dalam koridor
metode yang sama.
Sementara taktik pembelajaran merupakan gaya seseorang dalam melaksanakan metode atau
teknik pembelajaran tertentu yang sifatnya individual. Misalkan, terdapat dua orang sama-sama
menggunakan metode ceramah, tetapi mungkin akan sangat berbeda dalam taktik yang
digunakannya. Dalam penyajiannya, yang satu cenderung banyak diselingi dengan humor karena
memang dia memiliki sense of humor yang tinggi, sementara yang satunya lagi kurang memiliki
sense of humor, tetapi lebih banyak menggunakan alat bantu elektronik karena dia memang
sangat menguasai bidang itu. Dalam gaya pembelajaran akan tampak keunikan atau kekhasan
dari masing-masing guru, sesuai dengan kemampuan, pengalaman dan tipe kepribadian dari guru
yang bersangkutan. Dalam taktik ini, pembelajaran akan menjadi sebuah ilmu sekalkigus juga
seni (kiat)
Apabila antara pendekatan, strategi, metode, teknik dan bahkan taktik pembelajaran sudah
terangkai menjadi satu kesatuan yang utuh maka terbentuklah apa yang disebut dengan model
pembelajaran. Jadi, model pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk pembelajaran yang
tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru. Dengan kata lain, model
pembelajaran merupakan bungkus atau bingkai dari penerapan suatu pendekatan, metode, dan
teknik pembelajaran.
Berkenaan dengan model pembelajaran, Bruce Joyce dan Marsha Weil (Dedi Supriawan dan A.
Benyamin Surasega, 1990) mengetengahkan 4 (empat) kelompok model pembelajaran, yaitu: (1)
model interaksi sosial; (2) model pengolahan informasi; (3) model personal-humanistik; dan (4)
model modifikasi tingkah laku. Kendati demikian, seringkali penggunaan istilah model
pembelajaran tersebut diidentikkan dengan strategi pembelajaran.
Untuk lebih jelasnya, posisi hierarkis dari masing-masing istilah tersebut, kiranya dapat
divisualisasikan sebagai berikut:
Di luar istilah-istilah tersebut, dalam proses pembelajaran dikenal juga istilah desain
pembelajaran. Jika strategi pembelajaran lebih berkenaan dengan pola umum dan prosedur
umum aktivitas pembelajaran, sedangkan desain pembelajaran lebih menunjuk kepada cara-cara
merencanakan suatu sistem lingkungan belajar tertentu setelah ditetapkan strategi pembelajaran
tertentu. Jika dianalogikan dengan pembuatan rumah, strategi membicarakan tentang berbagai
kemungkinan tipe atau jenis rumah yang hendak dibangun (rumah joglo, rumah gadang, rumah
modern, dan sebagainya), masing-masing akan menampilkan kesan dan pesan yang berbeda dan
unik. Sedangkan desain adalah menetapkan cetak biru (blue print) rumah yang akan dibangun
beserta bahan-bahan yang diperlukan dan urutan-urutan langkah konstruksinya, maupun kriteria
penyelesaiannya, mulai dari tahap awal sampai dengan tahap akhir, setelah ditetapkan tipe rumah
yang akan dibangun.
Berdasarkan uraian di atas, bahwa untuk dapat melaksanakan tugasnya secara profesional,
seorang guru dituntut dapat memahami dan memliki keterampilan yang memadai dalam
mengembangkan berbagai model pembelajaran yang efektif, kreatif dan menyenangkan,
sebagaimana diisyaratkan dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan.
Mencermati upaya reformasi pembelajaran yang sedang dikembangkan di Indonesia, para guru
atau calon guru saat ini banyak ditawari dengan aneka pilihan model pembelajaran, yang kadangkadang untuk kepentingan penelitian (penelitian akademik maupun penelitian tindakan) sangat
sulit menermukan sumber-sumber literarturnya. Namun, jika para guru (calon guru) telah dapat
memahami konsep atau teori dasar pembelajaran yang merujuk pada proses (beserta konsep dan
teori) pembelajaran sebagaimana dikemukakan di atas, maka pada dasarnya guru pun dapat
secara kreatif mencobakan dan mengembangkan model pembelajaran tersendiri yang khas,
sesuai dengan kondisi nyata di tempat kerja masing-masing, sehingga pada gilirannya akan
muncul model-model pembelajaran versi guru yang bersangkutan, yang tentunya semakin
memperkaya khazanah model pembelajaran yang telah ada.
==========
Sumber:
Abin Syamsuddin Makmun. 2003. Psikologi Pendidikan. Bandung: Rosda Karya Remaja.
Dedi Supriawan dan A. Benyamin Surasega, 1990. Strategi Belajar Mengajar (Diktat Kuliah).
Bandung: FPTK-IKIP Bandung.
Udin S. Winataputra. 2003. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Pusat Penerbitan Universitas
Terbuka.
Wina Senjaya. 2008. Strategi Pembelajaran; Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta:
Kencana Prenada Media Group.
Beda Strategi, Model, Pendekatan, Metode, dan Teknik Pembelajaran
(http://smacepiring.wordpress.com/)
Teori Belajar Kognitif
>> 06 April 2009
1. PENDAHULUAN
Belajar merupakan proses manusia dalam memperoleh pengetahuan atau menguasai
pengetahuan melalui pengalaman, mengingat, mendapatkan informasi atau
menemukan (Hilgrad & Bower dalam Baharuddin dan Wahyuni, 2007:13). Belajar juga
merupakan proses berubahnya tingkah laku yang relatif permanen yang disebabkan oleh
interaksi dengan lingkungannya. Proses belajar merupakan hal yang menarik untuk
dibicarakan, sehingga sudah banyak ahli yang mengemukakan teori-teori dan
pandangan-pandangan mereka mengenai proses belajar tersebut.
Salah satu aliran yang mempunyai pengaruh terhadap praktik belajar yang dilaksanakan
di sekolah adalah aliran psikologi kognitif. Aliran ini telah memberikan konstribusi
terhadap penggunaan unsur kognitif atau mental dalam proses belajar. Berbeda dengan
pandangan aliran behavioristik yang memandang belajar sebagai kegiatan yang bersifat
sebagai mekanistik antara stimulus dan respon, aliran kognitif memandang kegiatan
belajar bukanlah sekedar stimulus atau respon yang bersifat mekanistik, tetapi lebih dari
itu, kegiatan belajar juga melibatkan kegiatan mental yang ada di dalam diri individu
yang sedang belajar.
Kendati pendekatan kognitif sering dipertentangkan dengan pendekatan behavioristik,
namun pandangan-pandangan kaum behavioristik juga ada yang digunakan dalam
pendekatan kognitif. Reinforcement, misalnya, yang menjadi prinsip belajar
behavioristik, juga terdapat dalam pandangan kognitif tentang belajar. Namun bedanya,
behavioristik memandang reinforcement sebagai elemen yang penting untuk menjaga
atau menguatkan perilaku, sedangkan menurut pandangan kognitif reinforcement
merupakan sebuah sumber feedback untuk melihat apakah kemungkinan yang terjadi
jika sebuah perilaku diulang lagi.
2. PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Belajar Menurut Teori Kognitif
Teori belajar kognitif lebih mementingkan proses belajar daripada hasil belajarnya. Teori
ini juga menekankan bahwa bagian-bagian dari suatu situasi saling berhubungan dengan
seluruh konteks situasi tersebut. Membagi-bagi situasi/materi pelajaran menjadi
komponen-komponen kecil dan mempelajarinya secara terpisah akan menghilangkan
makna belajar. Teori ini juga berpandangan bahwa belajar merupakan suatu proses
internal yang mencakup ingatan, retensi, pengolahan informasi, emosi, dan faktor-faktor
lain. (Asri, 2005 : 34). Belajar adalah aktifitas yang melibatkan proses berpikir yang
sangat kompleks. Proses belajar di sini antara lain mencakup pengaturan stimulus yang
diterima (faktor eksternal) dan menyesuaikan dengan struktur kognitif yang sudah
terbentuk di dalam pikiran seseorang (background knowledge) berdasarkan
pengalaman-pengalaman sebelumnya (faktor internal). Teori kognitif lebih menekankan
pada struktur internal pembelajar dan lebih memberi perhatian pada bagaimana
seseorang menerima, menyimpan, dan mengingat kembali informasi dari
perbendaharaan ingatan. Ada beberapa kelompok penganut teori kognitif, namun fokus
dari penganut teori ini sama yaitu pada soal bekerjanya pikiran manusia (Mukminan,
1998:53).
Banyak ahli telah memberikan pandangan menganai Teori Kognitif. Berikut ini beberapa
pengertian teori belajar menurut para tokoh aliran kognitif:
1) Teori Belajar menurut Piaget
Piaget adalah tokoh psikologi kognitif yang besar pengaruhnya terhadap perkembangan
pemikiran para pakar kognitif lainnya. Menurut Piaget, perkembangan kognitif
merupakan suatu proses genetik, yaitu proses yang didasarkan atas mekanisme biologis
perkembangan sistem syaraf. Semakin bertambah umur pebelajar, semakin kompleks
susunan sel syarafnya dan makin meningkat kemampuannya (Asri, 2005:35). Proses
peningkatan kemampuan tersebut melalui proses yang disebut adaptasi. Proses adaptasi
mempunyai dua bentuk dan terjadi secara stimulan, yaitu asimilasi dan akomodasi.
Tahap asimilasi adalah proses penerimaan informasi baru dan kemudian disesuaikan
dengan struktur kognitif yang sudah ada dalam diri masing-masing pebelajar. Proses
akomodasi adalah proses memodifikasi struktur kognitif yang sudah dimiliki dengan
informasi yang diterima. Proses asimilasi dan akomodasi akan menimbulkan
ketidakseimbangan antara yang telah diketahui dengan apa yang dilihat atau dialaminya
sekarang. Proses ketidakseimbangan ini harus disesuaikan melalui proses ekuilibrasi.
Proses ekuilibrasi ini merupakan proses yang berkesinambungan antara proses similasi
dan akomodasi. Proses ini akan menjaga stabilitas mental dalam diri pebelajar dan
pebelajar akan dapat terus mengembangkan dan menambah pengetahuannya.
Perubahan struktur kognitif yang dipengaruhi oleh proses adaptasi tersebut melalui
tahap-tahap perkembangan tertentu sesuai dengan umurnya dan bersifat hirarkhis.
Seseorang harus melalui urutan tertentu dan tidak dapat belajar sesuatu yang berada di
luar tahap kognitifnya. Piaget membagi tahap-tahap perkembangan kognitif ini menjadi
empat yaitu (Asri, 2005 :37):
a. Tahap sensorimotor (umur 0-2 tahun)
Pertumbuhan kemampuan anak tampak dari kegiatan motorik dan persepsinya yang
sederhana seperti:
- mencari rangsanganmelalui sinar lampu
- suka memperhatikan sesuatu lebih lama
- memperhatikan objek sebagai hal yang tetap, lalu ingin merubah tempatnya.
b. Tahap preoperasional (umur 2-7/8 tahun)
Tahap ini dibagi menjadi dua, yaitu preoperasional dan intuitif. Preoperasional (umur 2-4
tahun), anak telah mampu menggunakan bahasa dalam mengembangkan konsepnya,
walaupun masih sangat sederhana. Maka sering terjadi kesalahan dalam memahami
obyek. Tahap intuitif (umur 4-7 atau 8 tahun), anak telah dapat memperoleh
pengetahuan berdasarkan pada kesan yang sudah abstrak. Dalam menarik kesimpulan
sering tidak diungkapkan dengan kata-kata. Oleh sebab itu, pada usia ini anak telah
dapat mengungkapkan isi hatinya secara simbolik terutama bagi mereka yang memiliki
pengalaman yang luas.
c. Tahap operasional konkrit (umur 7 atau 8-11 atau 12 tahun)
Anak telah memiliki kecapakan berpikir logis, akan tetapi hanya dengan benda-benda
yang bersifat konkrit. Operation adalah suatu tipe tindakan untuk memanipulasi obyek
atau gambaran yang ada di dalam dirinya. Dalam tahap ini, anak tidak perlu coba-coba
dan membuat kesalahan, karena anak sudah dapat berpikir dengan menggunakan model
“kemungkinan” dalam melakukan kegiatan.
d. Tahap Operasional formal (umur 11/12-18 tahun)
Anak mampu berpikir abstrak dan logis dengan menggunakan pola berpikir
“kemungkinan”. Model berpikir ilmiah dengan tipe hipothetico-deductive dan inductive
sudah mulai dimiliki anak, dengan kemampuan menarik kesimpulan, menafsirkan dan
mengembangkan hipotesa. Semakin tinggi tahap perkembangan kognitif seseorang,
akan semakin teratur dan semakin abstrak cara berpikirnya. Guru seharusnya
memahami tahap-tahap perkembangan kognitif murid-muridnya agar dapat merancang
dan melaksanakan proses pembelajaran yang sesuai.
2) Teori Belajar menurut Bruner
Dalam memandang proses belajar, Bruner menekankan adanya pengaruh kebudayaan
terhadap tingkah laku seseorang. Dengan teorinya yang di sebut free discovery learning,
ia mengatakan bahwa proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru
memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan,
atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya. Bruner
berpendapat bahwa perkembangan bahasa seseorang besar pengaruhnya terhadap
perkembangan kognitif. Pandangan Bruner ini berbeda dengan pendapat Piaget yang
menyatakan bahwa perkembangan bahasa dipengaruhi oleh perkembangan kognitif.
Menurut Bruner perkembangan kognitif seseorang terjadi melalui tiga tahap yang
ditentukan oleh caranya melihat lingkungan, yaitu:
a. Tahap enaktif, yaitu seseorang melakukan aktivitas dalam upaya untuk memahami
lingkungan.
b. Tahap ikonik, seseorang memahami objek melalui gambar dan visualisasi verbal.
c. Tahap simbolik, seseorang mampu memiliki ide-ide atau gagasan abstrak yang
dipengaruhi oelh kemampuan dalam berbahasa dan logika.
Gagasan yang terkenal dari Bruner adalah spiral curriculum, yaitu cara
mengorganisasikan materi pelajaran dari tingkat makro (secara umum) kemudian mulai
mengajarkan materi yang sama dengan cakupan yang lebih rinci. Selain itu juga, Bruner
menjelaskan bahwa pembentukan konsep dan pemahaman konsep merupakan dua
kegiatan yang berbeda. Dalam pemahaman konsep, konsep-konsep sudah ada
sebelumnya. Sedangkan dalam pembentukan konsep tindakan dilakukan untuk
membentuk kategori-kategori baru. Bruner memandang bahwa suatu konsep memiliki
lima unsur, dan seseorang dikatakan memahami suatu konsep apabila ia mengetahui
semua unsur dari konsep itu, meliputi :
a. Nama
b. Contoh-contoh baik yang positif maupun yang negatif
c. Karakteristik, baik yang pokok maupun tidak
d. Rentangan karakteristik
e. Kaidah
Menurut Bruner, pembelajaran yang selama ini diberikan di sekolah lebih banyak
menekankan pada perkembangan kemampuan analisis, kurang mengembangkan
kemampuan berpikir intuitif. Padahal berpikir intuitif sangat penting bagi mereka yang
menggeluti bidang matematika, biologi, fisika, dan sebagainya, sebab setiap disiplin
mempunyai konsep-konsep, prinsip, dan prosedur yang harus dipahami sebelum
seseorang dapat belajar. Cara yang baik untuk belajar adalah memahami konsep, arti,
dan hubungan, melalui proses intuitif untuk akhirnya sampai kepada suatu kesimpulan
(discovery learning).
3) Teori Belajar menurut Ausubel
Teori-teori belajar yang ada selama ini masih banyak menekankan pada belajar asosiatif
atau belajar menghafal. Belajar demikian tidak banyak bermakna bagi siswa. Belajar
seharusnya merupakan asimilasi yang bermakna bagi siswa. Materi yang dipelajari
diasimilasikan dan dihubungkan dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa dalam
bentuk struktur kognitif.
Advance organizers yang oleh Ausubel merupakan penerapan konsepsi tentang struktur
kognitif di dalam merancang pembelajaran. Penggunaan advance organizers sebagai
kerangka isi akan dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam mempelajari informasi
baru, maka advance organizers akan memudahkan siswa mempelajari materi pelajaran
yang baru, serta hubungannya dengan materi yang telah dipelajarinya.
4) Teori Belajar menurut Gagné
Menurut Robert M. Gagné belajar adalah seperangkat proses kognitif yang mengubah
sifat stimulasi lingkungan, melewati pengolahan informasi, dan menjadi kapabilitas baru
(Syaiful, 2007:17). Gagné berpendapat bahwa belajar bukan hanya disebabkan oleh
proses pertumbuhan saja, namun juga disebabkan oleh perubahan yang terjadi dalam
kemampuan manusia yang terjadi setelah belajar secara terus menerus. Gagné
berkeyakinan bahwa belajar dipengaruhi oleh faktor dalam diri dan faktor luar diri
dimana keduanya saling berinteraksi. Komponen-komponen belajar dalam proses belajar
menurut Gagné merupakan situasi yang memberi stimulus yang menghasilkan respon,
namun di antara stimulus dan respon tersebut terdapat hubungan yang terjadi dalam
diri seseorang yang tidak dapat diamati.
Menurut Gagné ada tiga tahap dalam belajar, yaitu:
a. persiapan untuk belajar dengan melakukan tindakan mengarahkan perhatian.
b. pemerolehan dan unjuk perbuatan untuk pembangkitan kembali, respon dan
penguatan.
c. alih belajar yaitu pengisyaratan untuk memberlakukan secara umum.
Gagné mengemukakan pendapat mengenai delapan tipe belajar dari yang paling
sederhana sampai paling kompleks yang disebut dengan Hirarkhi Belajar. Delapan tipe
tersebut adalah :
a. Signal learning
Signal learning merupakan tipe belajar dalam bentuk pemberian respon terhadap tandatanda.
b. Stimulus response learning
Dalam tipe ini respon diperkuat dengan adanya imbalan. Dengan belajar tipe ini,
seseorang belajar mengucapkan kata-kata dan dalam bahasa asing.
c. Chaining learning
Chaining learning terjadi jika terbentuk hubungan antara beberapa stimulus-respon.
Sebab yang satu terjadi setelah yang satu lagi. Sebagai contohnya adalah setelah pulang
kantor, ganti baju, makan, dan sebagainya.
d. Verbal association
Tipe ini bersifat asosiatif tingkat tinggi karena fungsi nalar yang menentukan. Sebagai
contohnya bila anak melihat gambar bentuk bujur sangkar dan dia bisa mengatakan
bahwa gambar tersebut adalah bujur sangkar.
e. Discrimination learning
Tipe ini menghasilkan kemampuan membeda-bedakan berbagai gejala seperti siswa bisa
membedakan manusia satu dengan yang lain.
f. Concept learning
Belajar konsep adalah corak belajar yang dilakukan dengan menentukan ciri-ciri yang
khas yang ada dan memberikan sifat tertentu pada berbagai objek. Dengan menguasai
konsep, ia dapat menggolongkan manusia menurut hubungan kekeluargaan, dll.
g. Rule learning
Tipe belajar ini terjadi dengan cara mengumpulkan sejumlah sifat kejadian yang
kemudian tersusun dalam macam-macam aturan. Misalnya, aturan seperti logam jika
dipanaskan akan memuai, angin berhembus dari daerah maksimum ke daerah
minimum.
h. Problem solving
Tipe belajar ini adalah yang paling kompleks. Dalam tipe belajar ini diperlukan proses
penalaran yang kadang-kadang memerlukan waktu yang lama.
5) Teori Belajar menurut Gestalt
Berbeda dengan teori-teori yang dikemukakan oleh para tokoh behaviorisme, terutama
Thordike, yang menganggap bahwa belajar sebagai proses trial and error, teori Gestalt
ini memandang belajar adalah proses yang didasarkan pada pemahaman (insight).
Karena pada dasarnya setiap tingkah laku seseorang selalu didasarkan pada kognisi,
yaitu tindakan mengenal atau memikirkan situasi di mana tingkah laku tersebut terjadi.
Dengan kata lain, teori Gestalt ini menyatakan bahwa yang paling penting dalam proses
belajar individu adalah dimengertinya apa yang dipelajari oleh tersebut. Oleh karena itu,
teori belajar Gestalt ini disebut teori insight.
Proses belajar yang menggunakan insight mempunyai ciri-ciri sebagai berikut
(Suryabrata, 1990) :
a) Insight tergantung pada kemampuan dasar.
b) Insight tergantung kepada pengalaman masa lampau yang relevan.
c) Insight tergantung kepada pengaturan situasi yang dihadapi.
d) Insight didahului dengan periode mencari dan mecoba-coba.
e) Solusi problem dengan menggunakan insight dapat diulangi dengan mudah, dan akan
berlaku secara berlangsung.
f) Jika insight telah terbentuk, maka problem pada situasi-situasi yang lain akan dapat
dipecahkan.
Konsepsi dasar mengenai struktur kognitif inilah yang dijadikan landasan teoritik dalam
mengembangkan teori-teori pembelajaran. Dari kelima tokoh aliran kognitif tersebut,
beberapa pemikiran ke arah penataan isi bidang studi atau materi pelajaran sebagai
strategi pengorganisasian isi pembelajaran yang berpijak pada teori kognitif,
dikemukakan secara singkat sebagai berikut (Degeng dalam Asri, 2005:46):
a) Hirarkhi belajar
Dalam hirarkhi belajar, Gagné menekankan pada aspek penataan urutan materi
pelajaran dengan prasyarat belajar yang dituangkan dalam struktur isi.
b) Analisis Tugas
Cara lain yang dipakai untuk menunjukkan keterkaitan isi bidang studi adalah
information-processing approach to task analysis. Hubungan ini memerikan urutan
dalam menampilkan tugas-tugas belajar.
c) Subsumptive sequence
Ausubel mengemukakan gagasan mengenai cara membuat urutan isi pengajaran yang
dapat menjadikan pengajaran lebih bermakna bagi yang belajar, dengan mengurutkan
materi dari