Psikologi Pendidikan dalam pembelajaran sastra

TEORI DALAM BELAJAR DAN
PERWUJUDAN PERILAKU BELAJAR

Makalah
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Psikologi
Pendidikan
Dosen Pengampu:
Muhammad Priyatna, M.Pd.I

Disusun oleh:
Putri Fadillah
NIM : 201421009

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM AL-HIDAYAH
Jl. Raya Dramaga Km 7, Bogor Tlp. (0251) 8625187
2015

2

KATA PENGANTAR


Puji dan syukur senantiasa penulis ucapkan kepada Allah Swt, karena
berkat rahmatnya penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Penulis mengucapkan
terimakasih kepada dosen pembimbing mata kuliah Psikolinguistik Silvia Marni,
M.Pd. yang telah memberikan arahan kepada penulis dalam menulis makalah ini,
dan juga kepada pihak-pihak yang telah medukung baik secara langsung maupun
tidak langsung dalam menyelesaikan makalah ini
Penulis telah menyelesaikan makalah ini sesuai dengan kemampuan,
namun penulis menyadari makalah ini jauh dari kesempurnaan dan banyak
kekurangan. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran, guna membangun
kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca.

Bogor, 27 November 2015

Pemakalah

3

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................ii

DAFTAR ISI...........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang..............................................................................................1
B. Batasan Masalah...........................................................................................1
C. Tujuan...........................................................................................................2
D. Kegunaan Penulisan......................................................................................2
E. Sistematika Penulisan...................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Teori Belajar................................................................................3
B. Teori-Teori Belajar........................................................................................4
1.

Koneksionisme..........................................................................................4

2.

Pembiasaan Klasik....................................................................................5

3.


Pendekatan Behavioral dan Kognitif.........................................................6

4.

Pendekatan Pemrosesan Informasi............................................................7

5.

Pendekatan Kontruktivis Sosial.................................................................8

C. Perwujudan Prilaku Belajar........................................................................10
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan.................................................................................................13
B. Saran............................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................14

4

1


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Manusia memperoleh sebagaian besar dari kemampuannya melalui belajar.
Belajar adalah suatu peristiwa yang terjadi didalam kondisi-kondisi tertentu yang
dapat diamati, diubah dan dikontrol (Robert M. Gagne, 1977). Kemampuan
manusia yang dikembangkan melalui belajar yaitu pertama; ketrampilan
intelektual, informasi verbal, strategi kognitif, ketrampilan motorik, dan sikap.
Dalam kehidupan manusia tidak bisa terlepas dari belajar, karena dengan
belajar manusia menjadi mengerti dan paham tentang hal–hal yang sebelumnya
belum mereka ketahui. Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu
untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan
sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dalam lingkungan.
Belajar memegang peranan penting di dalam perkembangan, kebiasaan,
sikap, keyakinan, tujuan, kepribadian dan persepsi manusia. Maka dari itu
pendidik harus bisa menjadi teladan yang baik, pendidik juga dituntut untuk
menguasai kondisi kelas. Oleh karena itu, sebagai pendidik kita mempelajari teori
belajar. Teori-teori tersebut bertujuan mempermudah guru dalam mengajar peserta
didiknya.


B. Batasan Masalah
Pembatasan masalah di tulis sebagai kerangka dari materi yang akan kita
bahas. Berikut adalah batasn masalahnya:
1.
2.
3.
4.

Definisi Teori Belajar
Macam-Macam Teori Belajar
Definisi Teori Belajar Pendekatan Behavioristik dan Kognitif
Perubahan-Perubahan Perilaku dalam Belajar

2

C. Tujuan
Makalah ini bertujuan untuk memberikan infornasi tentang:
1.
2.

3.
4.

Mengetahui Definisi Teori Belajar
Mengetahui Macam-Macam Teori Belajar
Mengetahui Definisi Teori Belajar Pendekatan Behavioristik dan Kognitif
Mengetahui Perubahan-Perubahan Perilaku dalam Belajar
Makalah ini juga bertujuan untuk proses pembelajaran di dalam kelas

untuk mendukung penyerapan informasi sebanyak-banyaknya.

D. Kegunaan Penulisan
Kegunaan penulisan ini adalah :
1. Untuk penyusun sendiri, merupakan suatu kebanggaan tersendiri
dimana penyusun mampu menggali mengenai Pemahaman tentang bakat.
2. Sebagai bahan presentasi.
3. Dapat digunakan sebagai bahan bacaan yang insya Allah bermanfaat
bagi kita semua, serta memberikan konstribusi keilmuan dan referensi bagi
dunia akademis.


E. Sistematika Penulisan
Makalah ini terdiri dari III BAB, yang masing-masing babnya terdiri dari
sub bab sebagai penjelasan dari setiap babnya. Sistematika penulisannya adalah
sebagai berikut :

1. BAB I Pendahuluan, yang terdiri dari latar belakang, rumusan masalah,
tujuan penulisan, kegunaan penulisan, dan sistematika penulisan.

2. BAB II Pembahasan, pengertian teori belajar, macam-macam teori belajar,
dan perwujudan perilaku belajar.
3. BAB III Penutup, yang terdiri dari kesimpulan dan saran.

3

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Teori Belajar
Menurut Kerlinger dalam Sugiyono dan Hariyanto1, teori merupakan
sebuah konsep atau definisi yang menggambarkan sekaligus menjelaskan sesuatu

dari sudut pandang tertentu terhadap sebuah fenomena secara sistematis dengan
cara menghubungkan berbagai variabel yang ada didalamnya.
Teori belajar pada dasanya menjelaskan tentang bagaimana proses belajar
terjadi pada seorang individu. Artinya teori belajar akan membantu dalam
memahami bagaimana proses belajar terjadi pada seorang individu sehingga
dengan pemahaman tentang teori belajar tersebut akan membantu guru untuk
menyelenggarakan proses pembelajaran dengan baik, efetik, dan efisien.2
Teori-teori belajar yang dikembangkan beberapa tokoh telah mengalami
tingkat perkembangan yang sangat pesat. Masing-masing tokoh memiliki dasar
dan sudut pandang yang berbeda sesui dengan latar belakang keilmuannya.
Banyaknya teori belajar dan pembelajaran tersebut secara garis besar terbagi tiga
kelompok besar, yaitu teori belajar behavioristik, teori belajar kognitif, dan teori
belajar humanistik. Pengelompokkan teori-teori belajar tersebut lebih menekankan
perbedaan pada sudut pandang tejadinya proses belajar pada individu.3

1 Sugiyono dan Hariyanto, Belajar dan Pembelajaran: Teori dan Konsep Dasar,
Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011, hal. 27
2 Muhammad Irham dan Novan Ardy Wiyani, Psikologi Pendidikan: Teori dan Aplikasi
dalam Proses Pembelajaran, Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2013, hal. 145
3 Muhammad Irham dan Novan Ardy Wiyani, Psikologi Pendidikan: Teori dan Aplikasi

dalam Proses Pembelajaran, hal. 147

4

B. Teori-Teori Belajar
1. Koneksionisme
Teori koneksionisme (connectionism) adalah teori yang ditemukan dan
dikembangkan oleh Edward L. Thorndike (1874-1949) berdasarkan eksperimen
yang ia lakukan pada tahun 1890-an. Eksperimen trondike ini menggunakan
hewan-hewan terutama kucing untuk mengetahui fenomena belajar. Thorndike
adalah seorang pendidik dan psikolog berkebangsaan Amerika. Ia menyelesaikan
pendidikan sarjana di Universitas Wesleyan (1895), program magister dari
Harvard (1896), hingga ahirnya meraih gelar doktor di Columbia (1898)4.
Terkait dengan belajar, menurutnya belajar merupakan peristiwa
terbetuknya asosiasi-asosiasi antara peristiwa-peristiwa yang disebut stimulus (S)
dengan respons (R). Stimulus adalah suatu perubahan dari lingkungan eksternal
yang menjadi tanda untuk mengaktifkan organisme untuk beraksi atau berbuat,
sedangkan respons adalah sembarang tingkah laku yang dimunculkan karena
adanya perangsang. Dari eksperimen “kucing lapar” yang dimasukan dalam
sangkar, yang dinamai puzzle box, diketahui bahwa supaya tercapai hubungan

antara stimulus dan respons, perlu adanya kemampuan untuk memilih respons
yang tepat, serta melalui usaha-usaha atau percobaan-percobaan (trials) dan
kegagalan-kegagalan (error) terlebih dahulu5.
Bentuk paling dasar dari belajar adalah “trials dan error learning atau
selecting and connecting learning” dan berlangsung menurut hukum tertentu.
Oleh karena itu, teori belajar yang dikemukakan oleh thorndike ini sering disebut
dengan tori belajar koneksionisme atau teori asosiasi6.
Ada tiga hukum belajar yang utama dan in diturunkannya dari hasil-hasil
penelitiannya. Ketiganya adalah hukum efek, hukum latihan, dan hukum kesiapan.

4 Heri Gunawan, Pendidikan Islam Kajian Teoritis dan Pemikiran Tokoh, Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2014, hal 138
5 Heri Gunawan, Pendidikan Islam Kajian Teoritis dan Pemikiran Tokoh, hal 138
6 Heri Gunawan, Pendidikan Islam Kajian Teoritis dan Pemikiran Tokoh, hal 139

5

a. Hukum kesiapan
Hukum ini menyatakan bahwa semakin siap individu untuk
memperoleh dan melakukan perubahan tingkah laku maka pelaksanaan

tingkah laku tersebut menimbulkan kepuasan pada individu tersebut
dan akan cenderung diperkuat.
b. Hukum latihan
Hukum ini mnytakan bahwa semakin sering sebuah tingkah laku
diulang, dilatih, atau digunakan maka asosiasi yang terbentuk semakin
kuat.
c. Hukum efek
Hukum ini menyatakan bahwa hubungan stimulus respon akan
diperkuat apabila akibatnya menyenangkan dan akan ditinggalkan bila
hasilnya tidak menyenangkan tidak memuaskan.7

2. Pembiasaan Klasik
Teori pembiasaan klasik (classical conditioning) ini berkembang
berdasarkan hasil eksperimen yang dilakukan oleh Ivan Pavlov (1849-1936),
seorang ilmuwan besar Rusia yang berhasil menggondol hadiah Nobel pada tahun
1909. Pada dasarnya classical conditioning adalah sebuah prosedur penciptaan
refleks baru dengan cara mendatangkan stimulus sebelum terjadinya refleks
tersebut (Terrace, 1973).8
Pavlov melakukan eskperimen dengan menggunakan anjing, daging, dan
bel. Ia melakukan kombinasi deging sebagai perangsang asli atau US
(unconditional stimulus) dengan bel sebagai perangsang netral (neutral stimulus)
yang menjadi simulus bersyarat, yaitu kombinasi daging dan bel atau CS
(conditioning stimulus), bersamaan secara berulang-ulang sehingga memunculkan

7 Muhammad Irham dan Novan Ardy Wiyani, Psikologi Pendidikan: Teori dan Aplikasi
dalam Proses Pembelajaran, Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2013, hal. 150-151
8 Heri Gunawan, Pendidikan Islam Kajian Teoritis dan Pemikiran Tokoh, Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2014, hal. 104

6

reaksi yang diinginkan, yaitu munculnya air liur anjing atau CR (conditioning
respons), meskipun hanya mendengar bunyi bel.9
Hasil eksperimen Pavlov tersebut memunculkan teori yang disebut dengan
Teori Classical Conditioning (pengkondisian klasik). Artinya, stimulus-stimulus
alami untuk menghasilkan respons-respons yang diinginkan dan dikondisikan.
Dengan demikian, dalam proses belajar dengan tingkah laku sebagai ukuran
keberhasilannya dapat dilakukan melalui pengaturan dan manipulasi lingkungan
(Conditioning Process).10

3. Pendekatan Behavioral dan Kognitif
Belajar dalam pandangan behavioristik merupakan sebuah bentuk
perubahan yang dialami siswa dalam bentuk perubahan kemampuannya untuk
bertingkah laku denga cara yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan
respons11. Pokok perhatian teori behavioristik adalah belajar akan terjadi akibat
adanya interaksi stimulus/input dan respons/output yang dapat diamati atau
diukur12.
Penerapan teori ini dalam pendidikan lebih banyak menggunakan
mekanisme penguatan (reinforcement). Tokoh-tokoh teori behavioristik di
antaranya Edwin Guthrie, Clark Hull, Gagne, Edward Lee Thorndike, dengan
teori belajar conectionism, Ivan Pavlov dengan teori belajar classical
conditioning, B.F. Skinner dengan teori belajar operant conditioning, dan Albert
Bandura dengan teori belajar sosial atau sosial learning13.

9 Muhammad Irham dan Novan Ardy Wiyani, Psikologi Pendidikan: Teori dan Aplikasi
dalam Proses Pembelajaran, Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2013, hal. 153
10 Muhammad Irham dan Novan Ardy Wiyani, Psikologi Pendidikan: Teori dan Aplikasi
dalam Proses Pembelajaran, hal. 153-154
11 Asri Budiningsih, Belajar dan Pembelajaran, Jakarta: Rineka Cipta, 2005, hal. 20
12 Muhammad Irham dan Novan Ardy Wiyani, Psikologi Pendidikan: Teori dan Aplikasi
dalam Proses Pembelajaran, Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2013, hal. 148
13 Muhammad Irham dan Novan Ardy Wiyani, Psikologi Pendidikan: Teori dan Aplikasi
dalam Proses Pembelajaran, hal. 148

7

Pendekatan psikologi kognitif lebih menekankan arti penting proses
internal, mental manusia. Dalam pandangan para ahli kognitif, tingkah laku
manusia yang tampak tak dapat diukur dan diterangkan tanpa melibatkan proses
mental, seperti: motivasi, kesengajaan, keyakinan, dan sebagainya14.
Teori belajar kognitif memandang bahwa pengetahuan tidak dapat
dipindahkan begitu saja dari pikiran guru ke pikiran siswa. Akan tetapi siswa
harus aktif, secara mental dan fisik membangun struktur kognitif pengetahuannya
berdasarkan tingkat kematangan kognitif yang dimilikinya. Pembelajaran dalam
pandangan kognitif lebih menekankan proses yang berpusat pada siswa serta
berorientasi pada pembentukan pengetahuan dan penalaran siswa.15

4. Pendekatan Pemrosesan Informasi
Pendekatan pemrosesan informasi adalah pendekatan kognitif di mana
anak mengolah informasi, memonitornya, dan menyusun strategi berkenaan
dengan informasi tersebut. Inti dari pendekatan ini adalah proses memori dan
proses berpikir. Menurut pendekatan ini, anak secara bertahap mengembangkan
kapasitas untuk memproses informasi, dan karenanya secara bertahap pula mereka
bisa mendapatkan pengetahuan dan keahlian yang kompleks.16

Proses pengolahan informasi dalam ingatan dimulai dari proses
penyandian informasi (encoding), diikuti dengan penyimpanan informasi
(storage), dan diakhiri dengan mengungkapkan kembali informasi-informasi yang
telah disimpan dalam ingatan (retrieval). Ingatan terdiri dari struktur informasi
yang terorganisasi dan proses penulusuran bergerak secara hirakhis, dari informasi

14 Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru, Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2014, hal. 108
15 Muhammad Irham dan Novan Ardy Wiyani, Psikologi Pendidikan: Teori dan Aplikasi
dalam Proses Pembelajaran, Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2013, hal. 180
16 Jhon. W Santrock,. Psikologi Pendidikan, terj. Tri Wibowo. B.S, Jakarta: Kencana,
2011, hal. 310.

8

yang paling umum dan inklusif ke informasi yang paling umum dan rinci, sampai
informasi yang diinginkan diperoleh.17
Konsepsi landa dengan model pendekatannya yang disebut algoritmik dan
heuristik mengatakan bahwa belajar algoritmik menuntut siswa untuk berpikir
sistematis, tahap demi tahap, linear, menuju pada target tujuan tertentu, sedangkan
belajar heuristic menuntut siswa untuk berpikir devergan, menyebar ke beberapa
target tujuan sekaligus.18
Aplikasi teori pengolahan informasi dalam pembelajaran antara lain
dirumuskan dalam teori Gagne dan Briggs yang mempreskripsikan adanya 1)
kapabilitas belajar, 2) peristiwa pembelajaran, dan 3) pengorganisasian atau urutan
pembelajaran.19

5. Pendekatan Kontruktivis Sosial

Pandangan konstruktivisme dilandasi oleh para pemikir seperti Piaget,
Vygotsky, dan Brunner20. Konstruktivisme merupakan sebuah pandangan dimana
pelajar lebih aktif pada proses pembelajaran dalam membangun pemahaman dan
memahami informasi21. Konstruktivisme dikenal sebagai pendekatan dalam
psikologi yang memandang bahwa anak dapat membangun pemahaman serta
pengetahuan mereka sendiri. Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara
membelajarkan dirinya sendiri melalui berbagai pengalaman yang telah
dimilikinya22.
Penerapan teori konstruktivisme memandang bahwa belajar bukan hanya
sekadar menerima secara pasif informasi yang disampaikan oleh guru. Sehingga
bentuk pembelajaran berupa pengonstruksian pengetahuan yang bersifat aktif dan
17
http://warnet178meulaboh.blogspot.co.id/2014/10/makalah-teori-belajar-danpembelajaran.html
18
http://warnet178meulaboh.blogspot.co.id/2014/10/makalah-teori-belajar-danpembelajaran.html
19
http://warnet178meulaboh.blogspot.co.id/2014/10/makalah-teori-belajar-danpembelajaran.html
20 Anita Woolfolk. Educational Psychology Bagian Kedua (edisi terjemahan).
Yogyakarta: Pustaka Belajar. 2009, Hal. 145
21 Martini Jamaris, Orientasi Baru dalam Psikologi Pendidikan, Jakarta: Yayasan
Penamas Murni., 2010, Hal. 207
22 Anita Woolfolk. Educational Psychology Bagian Kedua (edisi terjemahan).
Yogyakarta: Pustaka Belajar. 2009, Hal. 145

9

personal. Pendekatan konstruktivisme ini dapat diaplikasikan pada bidang
pendidikan seperti sains dan matematika, psikologi dan antropologi, serta
komputer. Untuk lebih mempermudah mengorganisasikan tentang pandanganpandangan konstruktivisme, maka konstruktivisme dibagi menjadi dua yakni
konstruktivisme kognitif dan konstruktivisme sosial.
Para konstruktivis memiliki tujuan pembelajaran yang hampir mirip.
Mereka lebih menekankan bahwa belajar guna mendapatkan pengetahuan yang
kemudian digunakan daripada disimpan sebagai konspe atau keterampian yang
tidak diaktifkan. Mereka berpendapat tujuan pembelajaran juga termasuk
mengembangkan kemampuan untuk menemukan dan mengatasi masalah-masalah
yang rumit yang membutuhkan pemikiran kritis, self determinatiaon dan
keterbukaan terhadap berbagai macam perspektif23.
Kosntruktivisme sosial lebih menekankan proses dalam memaknai dan
memahami sesuatu dengan bantuan orang-orang di sekitar individu. Vygotsky
percaya bahwa interaksi sosial, perangkat kultural, dan aktivitas menentukan
perkembangan dan pembelajaran individual sama seperti cerita seorang anak yang
sedang di pantai bersama ayahnya di atas. Dengan cara melakukan aktivitas
bersama

orang

lain,

pembelajar

appropiate

(mengaprosiasikan),

menginternalisasikan atau mengambil untuk dirinya sendiri produk-produk yang
dihasilkan dengan cara bekerja bersama-sama. Hasil yang didapatkan dapat
berupa strategi maupun pengetahuan baru. Teori konstruktivisme sosial ini banyak
menyandarkan diri pada interaksi sosial dan konteks kultural. Vygotsky juga
memberikan pandangan mengenai konstruktivisme sosial ini. Salah satu
keunggulan teori pembelajarannya yakni cara belajar yang mempertimbangkan
psikologis maupun sosial. Kosnep pembelajaran Vygotsky yang terkenal adalah
Zone of Proximal Development dan scaffolding24. Salah satu cara untuk
memasukkan konstruktivisme ke dalam individual dan sosial adalah dengan

23 Driscoll (2005) dalam Anita Woolfolk. Educational Psychology Bagian Kedua (edisi
terjemahan). Yogyakarta: Pustaka Belajar. 2009, Hal. 151
24Anita Woolfolk. Educational Psychology Bagian Kedua (edisi terjemahan).
Yogyakarta:Pustaka Belajar. 2009, Hal. 147

10

“memikirkan pengetahuan yang dikonstruksikan secara individual dan di mediasi
secara sosial”.25

C. Perwujudan Prilaku Belajar
Dalam memahami arti belajar dan esensi karena belajar, para ahli
sependapat atau sekurang-kurangnya terdapat titik temu diantara mereka
mengenai hal yang prinsipel meskipun mengenai apa yang dipelajari sisiwa dan
bagaimana perwujudannya masih merupakan teka-teki namun berikut dapat
dipaparkan pendapat sekelompok ahli yang relatif lebih lengkap. Manifestasi atau
perwujudan prilaku belajar bisanya lebih sering tampak dalam perubahanperubahan sebagai berikut :
1. Kebiasaan
Menurut

(Burghargt: 1973), kebiasaan itu timbul karena proses

penyusutan kecenderungan respon dengan menggunakan stimulasi yang berulangulang. Karena proses penyusutan inilah, muncul suatu pola bertingkah laku baru
yang relatif menetap dan otomatis. Kebiasaan ini terjadi karena prosedur
pembiasaan seperti dalam classical dan operant konditioning.
2. Keterampilan
Keterampilan ialah kegiatan yang berhubungan urat-urat syaraf dan otototot yang lazimnya tampak pada kegiatan jasmaniah seperti menulis, mengetik,
olah raga dan sebagainya. Meskipun sifatnya motorik, namun keterampilan
memerlukan koordinasi gerak yang teliti dan kesadaran yang tinggi. Disamping
itu, menurut (Reber: 1988), keterampilan adalah kemampuan melakukan polapola tingkah laku yang komplek dan tersusun rapih secara mulus dan sesuai
dengan keadaan untuk mencapai hasil tertentu.
3. Pengamatan

25Windschitlt (2002) dalam Anita Woolfolk. Educational Psychology Bagian Kedua
(edisi terjemahan). Yogyakarta: Pustaka Belajar. 2009, Hal. 148

11

Artinya proses menerima, menafsirkan, dan memberi arti rangsangan yang
masuk melalui indra-indra seperti mata dan telinga. Berkat pengalaman belajar
siswa dapat mencapai pengamatan yang benar objektif sebelum mencapai
pengertian.

4. Berpikir Asosiatif dan Daya Ingat
Secara sederhana berfikir asosiatif adalah berpikir dengan cara
mengasosiasikan sesuatu dengan yang lainnya. Berpikir asosiatif merupakan
proses pembentukan hubungan antara rangsangan dengan respon. Tentunya perlu
dicatat bahwa kemampuan siswa untuk melakukan hubungan asosiatif yang benar
amat dipengaruhi oleh tingkat pengertian atau pengetahuan yang diperoleh dari
hasil belajar. Disamping itu, daya ingat pun merupakan perwujudan belajar, sebab
merupakan unsur pokok dalam berpikir asosiatif.
5. Berpikir Rasional
Berpikir rasional dan kritis adalah perwujudan prilaku belajar terutama
yang bertalian dengan pemecahan masalah. Dalam berpikir rasional, siswa
dituntut menggunakan logika (akal sehat) untuk menentukan sebab-akibat,
menganalisis, menarik simpulan-simpulan, dan bahkan juga menciptakan hukumhukum (kaidah teoritis) dan ramalan-ramalan. Sedangkan dalam hal berpikir
kritis, siswa dituntut menggunakan strategi kognitif tertentu yang tepat untuk
menguji keandalan gagasan pemecahan masalah dan mengatasi kesalahan atau
kekurangan (Reber : 1988).
6. Sikap
Dalam arti sempit sikap merupakan pandangan atau kecenderungan
mental. Menurut (Bruno: 1987), sikap (atittude) adalah kecenderungan yang
relatif menetap untuk bereaksi dengan cara baik atau buruk terhadap orang atau
barang tertentu. Perwujudan prilaku siswa akan ditandai dengan munculnya
kecenderungan baru yang telah berubah (lebih maju dan lebih lugas).

12

7. Inhibisi
Secara singkat, inhidisi adalah upaya pengurangan atau pencegahan
timbulnya suatu respon tertentu karena adanya proses respon lain yang sedang
berlangsung (Reber: 1988). Dalam hal belajar, yang dimaksud dengan inhibisi
ialah kesanggupan siswa untuk mengurangi atau menghentikan tindakan yang
tidak perlu, lalu memilih atau melakukan tindakan lainnya yag lebih baik ketika ia
berinteraksi dengan lingkungannya.
8. Apresiasi
Pada dasarnya apresiasi suatu pertimbangan (judgement) mengenai arti
penting atau nilai sesuatu (Chavlin: 1982). Dalam penerapannya, apresiasi sering
diartikan sebagai penghargaan atau penilaian terhadap benda-benda baik abstrak
maupun kongkrit yang memiliki nilai yang luhur. Apresiasi adalah gejala ranah
afektif yang pada umumnya ditujukan pada karya-karya seni budaya: seni sastra,
seni musik, seni lukis, drama, dan sebagainya.
9. Tingkah Laku Afektif
Tingkah laku yang menyangkut keanekaragamaan perasaan seperti takut,
marah, sedih, gembira, kecewa, senang, benci, was-was, dan sebagainya. Tingkah
laku seperti ini tidak terlepas dari pengaruh pengalaman belajar. Oleh karenanya
ia juga dapat dianggap sebagai perwujudan prilaku belajar.26

26 Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru, Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2014, hal. 116-119

13

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Teori belajar pada dasanya menjelaskan tentang bagaimana proses belajar
terjadi pada seorang individu. Artinya teori belajar akan membantu dalam
memahami bagaimana proses belajar terjadi pada seorang individu sehingga
dengan pemahaman tentang teori belajar tersebut akan membantu guru untuk
menyelenggarakan proses pembelajaran dengan baik, efetik, dan efisien.
Teori belajar dan pembelajaran tersebut secara garis besar terbagi tiga
kelompok besar, yaitu teori belajar behavioristik, teori belajar kognitif, dan teori
belajar humanistik. Perkembangan jaman membuat teori belajarpun ikut
berkembang sesuai dengan jaman pelopor dari teori tersebut. Berikut adalah
beberapa teori yang telah mengalami perkembangan, Koneksionisme, Pembiasaan
Klasik, Pendekatan Behavioral dan Kognitif, Pendekatan Pemrosesan Informasi,
Pendekatan Kontruktivis Sosial.
Teori belajar behavioristik memandang belajar dari sudut pandang hasil
belajar yang terukur dan dapat diamati. Teori belajar kognitif memandang belajar
dari

sudut

pandnag

proses

belajar

dengan

berbagai

komponen

yang

mempengaruhi dan kompleksitas proses.
Perwujudan Prilaku Belajar: Kebiasaan, Keterampilan, Pengamatan,
Berpikir Asosiatif dan Daya Ingat, Berpikir Rasional, Sikap, Inhibisi, Apresiasi,
dan Tingkah Laku Afektif.

B. Saran
Pentingnya untuk mempelajari dan mehami teori-teori belajar yang ada
bagi para pendidik, agar mempermudah proses belajar-mengajar dikelas. Pendidik

14

juga harus mampu menerapkan teori yang dipelajarinya. Pendidik harus bisa
memahami suasana kelas dan mengendalikan suasana kelas.

15

DAFTAR PUSTAKA

Buku:
Budiningsih, Asri, Belajar dan Pembelajaran, Jakarta: Rineka Cipta, 2005
Gunawan, Heri, Pendidikan Islam Kajian Teoritis dan Pemikiran Tokoh,
Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2014
Irham, Muhammad & Wiyani, Novan Ardy, Psikologi Pendidikan: Teori
dan Aplikasi dalam Proses Pembelajaran, Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2013
Jamaris, Martini. Orientasi Baru dalam Psikologi Pendidikan. Jakarta:
Yayasan Penamas Murni, 2010
Santrock, Jhon. W,. Psikologi Pendidikan, terj. Tri Wibowo. B.S, Jakarta:
Kencana, 2011
Sugiyono dan Hariyanto, Belajar dan Pembelajaran: Teori dan Konsep
Dasar, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011
Syah, Muhibbin, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru,
Bandung: Remaja Rosdakarya, 2014
Woolfolk,

Anita.

Educational

Psychology

Bagian

Kedua

(edisi

terjemahan). Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2009

Web:
http://warnet178meulaboh.blogspot.co.id/2014/10/makalah-teori-belajardan-pembelajaran.html (diakses tanggal 27/11/2015 22:50)