Perbudakan Kulit Hitam di Amerika Serika

Perbudakan Kulit Hitam di Amerika Serikat ditinjau
dari Kebebasan John Stuart Mill dan Implikasinya
terhadap Hak Asasi Manusia

Disusun oleh:
Dwi Ariyantoni N
11/316297/FI/03582

Fakultas Filsafat
Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta
2013

A. Latar Belakang
Kebebasan merupakan hal yang seharusnya dimiliki oleh manusia dalam
hidupnya. Namun dalam kenyataannya kadang manusia tidak bebas, manusia
kadang terikat oleh suatu nilai yang telah berlaku dalam masyarakatnya, dan mau
tidak mau mereka harus menaati nilai yang berlaku tersebut. Lalu bagaimana
dengan individu yang terikat oleh suatu sistem paksaan? Apakah mereka
mendapatkan kebebasan yang sepenuhnya? Lalu apakah seorang Budak
memperoleh kebebasan dalam hidupnya? Dan apakah pemerintah itu bebas dalam

melakukan berbagai tindakan termasuk perbudakan? Perbudakan itu sendiri
adalah sebuah kondisi disaat terjadi pengntrolan terhadap seseorang oleh orang
lain. Para Budak sendiri adalah golongan manusia yang dimiliki oleh seorang
tuan, bekerja tanpa gaji dan tidak mempunyai hak asasi manusia.
Amerika Serikat merupakan negara yang terletak di bagian utara benua
Amerika. Amerika Serikat sendiri merupakan negara yang dipimpin oleh seorang
presiden. Amerika Serikat terdiri dari beberapa negara bagian. Pada tahun 18611865 terjadi perang saudara di Amerika Serikat, perang saudara ini disebabkan
oleh adanya pertentangan dan adanya keinginan untuk memisahkan diri dari
Pemerintah Negara Amerika Serikat yang pada akhirnya akan membentuk negaranegara baru. Pembentukan Negara-negara baru di Amerika Serikat, ialah wilayah
Amerika Serikat Bagian Selatan, yang dimana Negara tersebut ialah negara budak
yang sebagian besar penduduknya ialah orang yang berkulit Hitam yang berasal
dari Afrika. Dalam hal ini perbudakan orang kulit hitam yang terjadi di Amerika
Serikat apakah telah melanggar kebebasan individu atau bersama? Bagaimana
menurut perspektif kebebasan John Stuart Mill dalam memandang peristiwa
tersebut

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah perbudakan orang kulit Hitam di Amerika Serikat?
2. Bagaimana Kebebasan menurut Mill memandang perbudakan yang terjadi
di Amerika Serikat?

3. Apakah Perbudakan yang terjadi di Amerika Serikat merupakan suatu
bentuk pelanggaran kebebasan Individu?
C. Teori/Kerangka Berfikir
Kebebasan secara umum dimasukan dalam konsep dari filosofi politik dan
mengenali kondisi dimana individu memiliki kemampuan untuk bertindak sesuai
dengan keinginannya.

Individualis dan

konsepsi liberal dari

kebebasan

berhubungan dengan kebebasan dari individual dari luar keinginan; sebuah
prespektif sosialis, di sisi lain, mempertimbangkan kebebasan sebagai distribusi
setara dari kekuasaan, berpendapat kalau kebebasan tanpa kesamaan jumlah
ke dominasi dari yang paling berkuasa.
John Stuart Mill, dalam karyanya, On Liberty, merupakan pertama yang
menyadari perbedaan antara kebebasan sebagai kebebasan bertindak dan
kebebasan sebagai absennya koersi. Menurut Mill ada perbedaan antara manusia

dalam sumber kesenangannya, kerentanannya terhadap perasaan sakit, dan
pengaruh pelbagai agen fisik dan moral atas mereka sedemikian rupa sehingga,
kalau tidak ada suatu variasi yang cocok dalam cara hidup mereka, mereka tidak
mendapat kebahagiaan yang cukup dan tidak mencapai keadaan mental, moral dan
estetis yang dapat dicapai oleh kodratnnya. Dalam bukunya on Liberty John
Stuart Mill mengatakan bahwa kebebasan bukan merupakan tindakan yang tiada
batas. Kebebasan juga bukan kontrol ketat negara yang membuat daya-daya
masyarakat menjadi tiarap (wahyono, 2003:60).
John Stuart Mill (2005:xviii) mengemukakan bahwa prinsip manfaat
menuntut bahwa setiap orang bebas untk mengembangkan daya-dayanya sesuai
dengan kehendak dan keputusan atau penilaiannya sendiri tetapi kebebasan
tersebut tidak boleh merugikan hak-hak orang lain.

John Stuart Mill juga

mengatakan bahwa ciri moral tindakan ditentukan oleh akibatnya.

Tindakan

adalah baik sejauh memberikan kebahagiaan dan buruk apabila tindakan tersebut

tidak memberikan kebahagiaan

D. Sejarah Perbudakan orang kulit Hitam di Amerika Serikat.
Ketika bangsa Spanyol mulai menduduki Amerika Tengah (1500), maka
di dirikan perusahaan-perusahaan tanah ( haciende, plantage) untuk tembakau,
gula dan kapas. Mereka membutuhkan pekerja-pekerja di ladang-ladang yang
banyak. Terbukti bangsa Indian tidak dapat dipergunakan (karena biasa hidup
merdeka) dan orang kulit putih sendiri tidak tahan karena hawa panas. Bangsa
Indian yang dipaksa kerja di ladang-ladang banyak sekali yang mati.
Bartolomo de las Casas, seorang Katholik-Roma dan pembela bangsa
Indian, kemudian mengusulkan supaya mempergunakan saja bangsa Negro
(karena dipandang bangsa yang kuat dan tahan panas). Mulai pada tahun 1501
perbudakan bangsa Negro di Amerika dengan riwayatnya yang sangat
menyedihkan. Orang-orang Negro di Afrika ditangkapi dengan kejam, diangkut
sebagai binatang ke Amerika dengan kapal-kapal budak (Slaveship) dan di jualnya
disana sebagai budak dengan untung yang besar (karena di Afrika mereka tidak
usah membelinya, tinggal menangkapinya saja). Timbullah perdagangan budak
yang tidak mengenal perikemanusiaan dan laut-laut antara Amerika-Afrika penuh
kapal-kapal budak. Perdagangan budak Negro memuncak pada awal pertengahan
abad ke 18 (antara tahun 1720-1760) sesudah pada tahun 1713 terjadi perjanjian

Asiento (el pacto del asiento de Negros) antara Spanyol dan Inggris yang memberi
monopoli kepada Inggris untuk mengimport budak Negro dari Afrika ke Amerika
Kedatangan orang-orang Inggris ke Amerika disebabkan karena kecintaan
mereka akan kemerdekaan. Mereka pindah ke Amerika pada dasarnya ingin
meninggalkan peraturan-peraturan keaagamaan, pemerintahan dan kebebasan
ekonomi yang selama ini terkekang. Alasan politik yang yang melatarbelakangi
kedatangan orang Inggris adalah karena terjadinya kehidupan yang tidak stabil
akibat dari tekanan pemerintah Inggris, alasan ekonomi adalah alasan paling kuat
bagi orang Inggris untuk pergi mendirikan koloni di Amerika sebagai tempat
tinggal baru. Para pedagang mempunyai alasan ekonomi yaitu bahwa mereka

ingin mendapatkan kehidupan yang lebih baik.Kebanyakan imigran dari Inggris
meninggalkan tanah air mereka untuk mendapatkan kesempatan ekonomi yang
lebih luas. Alasan agama yang melatarbelakangi kedatangan orang-orang Inggris
ke amerika adalah keinginan mereka untuk menjalankan kehidupan keagamaan
yang diyakini secara bebas. Pada masa pemerintahan Ratu Elizabeth, dia dapat
menyatukan antara kaum Puritan dan Gereja Anglikan
Selama pergolakan agama pada abad 16-17 kaum puritan menginginkan
adanya suatu pembaharuan gereja resmi yaitu dengan cara menuntut Protestanisasi
menyeluruh terhadap gereja nasional dengan cara penyederhanaan di bidang

upacara keagamaan. Namun keinginan tersebut ditolak oleh James I, penolakan
tersebAut membuat ketegangan antara kaum puritan dan pemerintahan James I
yang menyebabkan kaum puritan keluar dari kegerejaan Anglikan. Setelah orangorang Inggris datang ke Amerika dan mendirikan koloni, maka diperlukan tenaga
kerja yang murah dan ulet di bidang perkebunan. Tenaga kerja dari Inggris
jumlahnya terbatas sehingga mereka memutuskan untuk mengambil orang-orang
negro Afrika sebagai tenaga kasar di perkebunan dan dijadikan sebagai
budak. Tidak seperti etnis minoritas lainnya, orang-orang kulit hitam datang tidak
dengan sukarela, mereka datang pertama kali sekitar dua puluh orang kulit hitam
yang dibawa oleh kapal perang Belanda pada tahun 1619 di Virginia Amerika
Serikat (Marger, 2008:56). Sehingga diskriminasi yang terjadi terhadap mereka
sangatlah berbeda dengan yang terjadi terhadap etnis minoritas lainnya.
Terutama diskriminasi ras dan prasangka yang terjadi terhadap imigran
atau orang-orang yang berkulit hitam dari Afrika yang dijadikan sebagai budak
pekerja dan merupakan satu-satunya etnis yang datang ke Amerika Serikat tanpa
sukarela. Mereka dibawa secara paksa dari Afrika, bermil-mil jauhnya hanya
untuk dijual dan dijadikan budak (Marger, 2008:86).
Para budak itu diperoleh dengan cara barter para penguasa lokal Afrika
dengan Orang Afrika. Lalu untuk menambah jumlah budak yang dibutuhkan maka
selanjutnya perburuan budak pun dilakukan dengan cara penculikan dan
penyerbuan di desa-desa di Benua Afrika. Mereka, orang Afrika yang berhasil di

culik memang mereka kalah persenjataan dengan Orang Eropa. Selain itu juga
politik adu domba dilakukan oleh Orang Eropa untuk menambah budak.

Budak-Budak yang telah didapatkan selanjutnya dibawa ke Benua
Amerika untuk dipekerjakan di perkebunan. Sejak itulah fase “Triangular Trade”
berkembang. Triangular Trade merupakan sebuah model segitiga perdagangan dan
rute (jalur) pelayaran budak dari Afrika ke Benua Amerika melewati samudera
Atlantik lalu dipekerjakan di Benua Amerika. Dan Hasil Bumi perkebunan berupa
Kopi, Gula, Rum dan sebagainya dibawa ke Benua Eropa dan lalu Bangsa Eropa
mengirimkan senjata, alcohol untuk penguasa eropa dan memburu budak hingga
hal tersebut terus berlangsung disebut oleh para pedagang Eropa dengan
Triangular Trade. Semua itu berlangsung secara sistemik selama 4 abad. Dari abad
ke-14 hingga abad ke-18 ketika abolishment (penghapusan perbudakan) terjadi.
Middle Passage adalah sebuah perjalanan yang begitu mengerikan bagi
para budak. Sebuah rute pelayaran para budak dari benua Afrika ke benua
Amerika melewati samudera Atlantic yang juga terkenal dengan Transatlantic.
Perjalanan dengan kapal laut yang membutuhkan waktu selama 8 hingga 10
minggu untuk sampai ke benua Amerika. Middle Passage adalah perjalanan yang
dehumanis karena perlakuan para pedagang Eropa yang membawa budak
diperlakukan secara menyedihkan dengan model “loose Pack”.

Para Budak berdesak-desakan di dek kapal, diberi makan sedikit, tidak
ada toilet, sehingga muntahan, berak, kencing dilakukan di tempat yang sama,
sehingga banyak budak yang menderita sakit. Bahkan begitu kejamnya perlakuan
ketika “Middle Passage” banyak budak yang stress berupaya untuk bunuh diri
dengan cara mogok makan. Selain itu, banyak juga budak yang berusaha meloncat
dari kapal untuk bunuh diri karena tidak tahan selama perjalanan yang
mengerikan. Tetapi cerdasnya para awak kapal bangsa Eropa, mereka memasang
jaring dan jala di sekeliling kapal sehingga para budak tersebut tidak bisa terjun ke
laut untuk bunuh diri. Sebab kematian budak adalah kerugian bagi pedagang
budak.
Kapal yang berisi budak-budak yang telah merapat di pelabuhan di Benua
Amerika oleh selanjutnya dilelang/dijual oleh pedagang budak melalui
pelelangan. Poster-poster pelelangan budak disebarkan di penjuru kota di
Amerika. Jadwal pelelangan ditetapkan, budak yang kuat, sehat merupakan budak

dengan harga yang paling tinggi/mahal. Selanjutnya budak yang kecil, muda, tua,
sakit terjual paling akhir dengan harga yang murah.
Biasanya budak yang datang dengan keluarganya dipisahkan dan dijual
terpisah oleh para pedagang Budak, yang mengenaskan para budak ketika
pelelangan, mereka tidak paham akan situasi apa yang mereka hadapi. Pelelangan

dilakukan dengan bahasa yang tidak mereka pahami dan tahu-tahu mereka
diambil berganti tuan yang baru.
Para Budak yang berada di Amerika Utara biasanya dipekerjakan di pabrik
dan para Budak yang berada di Amerika Selatan dipekerjakan di perkebunan.
Kehidupan para budak sungguh menyedihkan, hal ini dikarenakan:
 Setiap hari mereka harus bekerja keras dari matahari terbit hingga matahari
terbenam tanpa gaji dan perlakuan kasar.
 Untuk tempat berlindung para budak harus membangun rumahnya sendiri dengan
bahan seadanya.
 Untuk makan, biasanya mereka makan makanan seadanya.
 Dalam setahun hanya diberikan 3 underwears, sepasang sepatu dan pakaian
seadanya oleh Tuannya.
 Para budak tidak diperkenankan berbicara ketika bekerja dengan bahasa mereka.
Bila berbicara akan mendapatkan hukuman.
 Para budak tidak boleh belajar membaca dan menulis. Tetapi Pada hari minggu
mereka diperbolehkan pergi ke Gereja.
Sebagian besar budak tentu saja bekerja di ladang. Pekerjaan yang tepat
dari tenaga kerja mereka bervariasi sesuai dengan tanaman dan kemampuan dari
budak tersebut. Di peternakan kecil pemilik sering bekerja keras berdampingan
dengan budaknya. Mayoritas para budak tinggal dan bekerja di perkebunan ,

dimana pria, wanita dan anak-anak bekerja secara berkelompok yang biasanya
diawasi oleh pengawas. Para pengawas sering memperlakukan budak secara kasar
(Lawrence, 1994:10)
Sebuah persoalan makin memperburuk perbedaan regional dan ekonomi
wilayah Utara dan Selatan: perbudakan. Marah melihat keuntungan besar yang
diraup para pebisnis wilayah Utara dari penjualan kapas, banyak warga wilayah
Selatan

menganggap

keterbelakangan

wilayah

mereka

sebagai

akibat


bertambahnya kekuasaan pihak Utara. Sebaliknya, orang Utara menyatakan
bahwa perbudakan, yang mereka sebut sebagai “institusi yang ganjil”, adalah
penyebab utama terjadinya kemunduran di daerah tersebut. Padahal, perbudakan
bagi orang Selatan sangat penting bagi perekonomian mereka (Cincotta,
2004:167).
Sejak tahun 1830, perbedaan paham mengenai

perbudakan sudah

mengencang. Di wilayah Utara, sentimen anti perbudakan tumbuh hingga
memiliki pengaruh yang sangat kuat, didukung oleh geraakan tanah bebas budak
yang dengan keras menentang perluasan perbudakan ke daerah Barat yang belum
masuk menjadi negara bagian. Bagi orang Selatan yang hidup pada tahun 1850-an
perbudakan adalah suatu kondisi di mana tanggung jaawab mereka tak lebih dari
mengajari budak berbahasa Inggris dan membentuk perwakilan mereka. Di
beberapa daerah pesisir, perbudakan pada tahun 1850 sudah berlangsung lebih
dari 200 tahun, perbudakan adalah integral dari dasar perekonomian daerah
(Cincotta, 2004:167).
Walaupun sensus pada 1860 menunjukkan bahwa ada hampir 4 juta budak
dari total populasi 12,3 juta orang di 15 negara bagian yang mengizinkan
perbudakan, hanya minoritas kecil orang kulit putih wilayah Selatan yang
memiliki budak. Pada saat itu terdapat 385.000 pemilik budak dari sekitar 1,5 juta
keluarga kulit putih. Lima puluh persen pemilik budak ini memiliki tidak lebih
dari lima budak. Dua belas persen memiliki dua puluh atau lebih budak,
menggambarkan transisi petani menjadi pemilik perkebunan. Tiga perempat dari
keluarga kulit putih di bagian Selatan, termasuk ”orang kulit putih yang miskin.”
mereka yang berada di kelas terbawah rakyat wilayah Selatan, tidak memiliki
budak (Cincotta, 2004:168).
Mudah dimengerti tujuan para pemilik perkebunan untuk mempertahankan
perbudakan. Tetapi petani kecil dan orang kulit putih yang miskin juga
mendukung institusi perbudakan. Mereka takut jika dibebaskan, warga kulit hitam
akan bersaing dengan mereka dalam hal ekonomi dan menghapuskan status sosial
mereka yang lebih tinggi. Orang kulit putih wilayah Selatan membela perbudakan
bukan hanya atas dasar kebutuhan ekonomi tetapi lebih karena pengabdian
mendalam terhadap supremasi kulit putih (Cincotta, 2004:168).

Ketika mereka bergulat melawan opini rakyat wilayah Utara yang sangat
dominan, para pemimpin politik, kaum profesional dan sebagian besar pemuka
agama di Selatan kini tidak lagi meminta maaf atas perbudakan. Mereka malah
mendukungnya. Contohnya, para penerbit di wilayah Selatan berkeras bahwa
hubungan antara modal dan buruh lebih manusiawi dalam sistem perbudakan
daripada dengan sistem upah di wilayah Utara (Cincotta, 2004:168).
Sebelum 1830, sesuai sistem patriarkal kuno pemerintahan perkebunan,
masih banyak pemilik atau tuan tanah yang mengawasi sendiri para budaknya.
Namun, seiring dimulainya produksi kapas dalam skala yang besar di wilayah
Selatan bawah, para tuan tanah ini secara bertahap mengabaikan pelaksanaan
pengawasan pribadi dengan ketat terhadap para budak, dan mempekerjakan
mandor profesional yang ditugaskan menuntut para budak bekerja semaksimal
mungkin. Dalam keadaan semacam itu, perbudakan dapat menjadi sistem
kekerasan dan pemaksaan dan pemukulan dan pemisahan keluarga akibat adanya
anggota keluarga yang dijual menjadi pemandangan umum. Tapi dalam situasi
yang berbeda, hal itu bisa berlangsung dengan lebih lunak (Cincotta, 2004:168).
Perbudakan dengan sendirinya adalah sebuah sistem yang brutal dan
penuh pemaksaan. Pemkulan dan pemisahan keluarga melalui penjualan individu
adalah hal biasa. Namun, pada akhirnya kritik paling tajam terhadap perbudakan
bukanlah tentang prilaku majikan terhadap budak, melainkan perbudakan
melanggar secara hak asasi setiap manusia untuk hidup bebas (Cincotta,
2004:169).
Pada mulanya budak sebagai bentuk hukuman bagi orang-orang yang telah
melakukan perbuatan kriminal dan melanggar hukum yang berlaku. Orang yang
terhukum di hukum dengan cara dipaksa untuk melakukan apapun yang disuruh
oleh tuannya atau penguasanya. Akan tetapi, lama kelamaan budak itu
diperjualbelikan secara umum.
Maka timbullah perdagangan budak yang tidak mengenal perikemanusiaan
dan laut-laut antara Amerika-Afrika penuh kapal-kapal budak. Perdagangan budak
Negro memuncak pada awal pertengahan abad ke 18 (antara tahun 1720-1760)
sesudah pada tahun 1713 terjadi perjanjian Asiento (el pacto del asiento de

Negros) antara Spanyol dan Inggris yang memberi monopoli kepada Inggris untuk
mengimport budak Negro dari Afrika ke Amerika.
Kaum Negro mendapatkan diskriminasi ras dan prasangka yang terjadi
terhadap imigran atau orang-orang yang berkulit hitam dari Afrika yang dijadikan
sebagai budak pekerja dan merupakan satu-satunya etnis yang datang ke Amerika
Serikat tanpa sukarela. Mereka dibawa secara paksa dari Afrika, bermil-mil
jauhnya hanya untuk dijual dan dijadikan budak
Para Budak yang berada di Amerika Utara biasanya dipekerjakan di pabrik
dan para Budak yang berada di Amerika Selatan dipekerjakan di perkebunan.
Kehidupan para budak sungguh menyedihkan, Sebagian besar budak tentu saja
bekerja di ladang. Pekerjaan yang tepat dari tenaga kerja mereka bervariasi sesuai
dengan tanaman

dan kemampuan

dari

budak

tersebut.

Di

peternakan

kecil pemilik sering bekerja keras berdampingan dengan budaknya. Mayoritas
para budak tinggal dan bekerja di perkebunan , dimana pria, wanita dan anak-anak
bekerja secara berkelompok yang biasanya diawasi oleh pengawas. Para
pengawas sering memperlakukan budak secara kasar
Perbudakan dengan segala dimensinya, khususnya perbudakan secara Ras,
sudah sedemikian lama terjadi dengan skenarionya sendiri di wilayah amerika.
sebagai contoh dari 3 orang pelayan, Orang amerika yang lari, kemudian
tertangkap di Virginia 1640, ada 2 orang berkulit putih, mendapat hukuman yaitu
perpanjangan masa mengabdi selama 4 tahun, namun apa yang terjadi dengan
orang ke-3 yang berkulit hitam? adalah sangat kontras yaitu perpanjangan masa
mengabdi selama seumur hidup. di beberapa Negara bagian lain juga menerapkan
kebijakan yang timpang ini, yang intinya merendahkan martabat dan status bangsa
kulit hitam, antara lain, seperti di Virginia(1622) dimaklumkan bahwa status
keturunan laki-laki putih dan perempuan negro, mengikuti garis keturunan ibunya,
ketimpangan lain juga terlihat di pada tahun 1664 di Maryland. ada peraturan
pelarangan kawin campur antar ras. juga di South Carolina 1690 dinyatakan
bahwa budak sebagai sebuah “Real Estate”(harta tidak bergerak) (Lawrence,
1994:95)

“Di Kepulauan Hindia Barat orang kulit putih pemilik kebun dikepung oleh
populasi kulit hitam yang sangat banyak; di Benua Amerika, kulit hitam
ditempatkan di antara samudera dan orang dalam jumlah yang sangat besar, yang
sudah terentang sepanjang daratan ini dalam massa yang padat, dari perbatasan
Kanada yang beku sampai ke Tepal batas Virginia, dan dari tepi Missouri sapai ke
pesisir Atlantik” (Pareanom, 2005:353)

E. Kebebasan Menurut Mill dalam memandang perbudakan yang
terjadi di Amerika Serikat
Kebebasan Individu sampai sekarang harus dibatasi; dia tidak boleh
membuat dirinya menjadi gangguan untuk orang lain. Perbudakan yang terjadi di
Amerika Serikat, sesungguhnya secara kodrat manusia, melanggar meskipun
perbudakan yang terjadi di Amerika Serikat telah dilegalkan pada waktu itu,
namun dalam konteks kemanusiaan perbudakan itu merupakan suatu pelanggaran
akan kebebasan individu.
Menurut Mill pemerintah yang paling baik tidak lebih berhak untuk
menggunakan paksaan daripada pemerintah yang paling buruk. Dalam hal ini
Mill mengungkapkan pemerintah yang paling baik ialah pemerintah yang tidak
pernah memaksakan sesuatu kepada rakyatnya.

Jika dilihat dari kasus yang

terjadi di Amerika Serikat, tampaknya pemerintah tersebut membatasi hak suara,
berpikir dan berdiskusi masyarakat kulit hitam. Perbudakan yang terjadi

di

Amerika Serikat telah mendeskriminasi masyarakat kulit hitam. Tindakan apapun
yang merugikan orang lain tanpa alasan yang dapat dibenarkan boleh
dikendalikan dan dalam hal-hal yang lebih penting secara mutlak harus
dikendalikan dari sentimen-sentimen yang tidak baik dan apabila diperlukan,
dikendalikan oleh campur tangan aktif manusia (Mill, 2005:82)

Jika dilihat dari segi kebebasan John Stuart Mill, perbudakan yang terjadi
di Amerika Serikat tidak dapat dibenarkan, karena perbudakan yang terjadi di
Amerika Serikat telah melanggar kebebasan orang lain untuk menjalani hidup
secara normal. Setiap orang memang mempunyai kebebasan, tetapi kebebasan
yang dimiliki seseorang itu memiliki batas-batas tertentu agar kebebasan yang
mereka punya tidak mengintervensi pihak lain. Kaum-kaum budak di Amerika
Serikat tidak memiliki kebebasan dalam menyampaikan pendapatnya, tidak
mempunyai hak suara dan memiliki keterbatasan dalam mengembangkan dirinya.
Dalam banyak kasus, dalam usaha untuk mengejar suatu tujuan yang sah, secara
niscaya dan karena sah itu pula, seorang individu bisa menyakiti dan merugikan
orang-orang lain atau menghalangi tercapainya suatu kebaikan yang diharapkan
dengan alasan yang masuk akal (Mill, 2005:140). Orang dapat dikatakan bebas
jika ia dapat berbuat atau tidak berbuat sesuka hatinya. Disini bebas dimengeti
sebagai terlepas dari segala kewajiban dan keterikatan. Kebebasan dalam arti ini
dilihat sebagai ijin atau kesempatan untuk berbuat semaunya (Bertens, 2004:99).
Mill

mencondongkan

teori

kebebasaanya

berpijak

pada

prinsip

kemanfaatan. Jika dikaitkan dengan perbudakan yang terjadi di Amerika Serikat,
terlihat jelas bahwa perbudakan tidak memiliki segi kemanfaatan. Perbudakan
yang terjadi sesungguhnya telah melanggar kebebasan seorang individu dan
melanggar pula dengan konsep kebebasan seseorang dalam bertindak yang dilihat
dari segi kemanfaatannya.
Mill mencondongkan kemanfaatannya kedalam kemanfaatan bersama,
dalam hal ini manfaat itu bisa berupa kebahagiaan semua pihak yang
bersangkutan. Namun jika dilihat dari perbudakan yang terjadi, tindakan bebas
melakukan perbudakan (menjadikan orang lain sebagai budak) jelaslah melanggar
prinsip kebebasan John Stuart Mill yang lebih menekankan pada utility
(kebahagiaan bersama).

Perbudakan yang terjadi di Amerika Serikat hanya

menguntungkan salah satu pihak saja yaitu si pemilik budak yang bebas
melakukan apapaun karena dia mempunyai wewenang atas individu/budak
tersebut. Mill secara terbuka sangat menghargai pengejaran kebahagiaan. Ia
sangat yakin pada keadilan, namun pendiriannya yang paling khas miliknya

adalah ketika ia menggambarkan kemuliaan kebebasan individu, atau ketika ia
mengutuk setiap usaha untuk mengekang atau menghilangkannya (Roman,
2010:27). Dalam hal ini Mill memang menghargai setiap orang yang mengejar
akan kebahagiaan dalam dirinya namun dalam pengejaran kebahagiaan seseorang
janganlah sampai mengekang suatu individu yang lain, karena itu akan
menghambat kebebasan orang lain.
Mill Menyatakan bahwa jika orang diberi kebebasan sempurna, maka ia
tentu akan menyalahgunakan kebebasan itu, dengan memanfaatkan ketiadaan
pemerintah untuk mengeksploitasi orang lain.
Menurut Mill: “All that make existence valuable to anyone depends on the
enfordementof restraints upon the actions of other people”; “Semua yang
membuat eksistensi itu menjadi berharga bagi siapa saja, tergantung pada
penegakan dalam pengendalian terhadap orang lain” (Mill dalam Roman,2010:35)
Dalam kasus Perbudakan yang terjadi di Amerika Serikat jika dikaitkan
dengan konsep kebebasan Mill, terlihat bahwa Mill menolak perbudakan yang
terjadi, karena kebebasan yang digunakan dalam perbudakan ialah tindakan yang
merugikan orang lain walaupun dengan tujuan kebahagiaan.

Maka dapat dikatakan prinsip kebebasan Mill merupakan “Harm
Principle”, yang menyatakan bahwa “you may jutifiably limit a person’s freedom
of action only if they threaten harm to another”; “Membatasi kebebasan atas
tindakna orang lain diperbolehkan jika tindakan itu membahayakan (mengancam
kebebasan) orang lain” (Wolf dalam Roman, 2010:37)
Mill tidak sependapat dengan prinsip kebebasan yang bebas sewenangwenang dalam melakukan tindakan, namun memberikan suatu prasyarat bahwa
kebebasan boleh dilakukan kalau tindakan tersebut tidak membahayakan orang
lain ataupun mengancam kebebasan orang lain. Dalam memandang perbudakan
yang terjadi di Amerika Serikat menurut Mill, kebebasan seorang individu dalam
memperoleh kebahagiaan atau memiliki kuasa yang tinggi tidaklah seharusnya
mengancam bahkan mengeksploitasi dan merampas tenaga dan kebebasan orang
lain seperti yang terjadi dalam Perbudakan Kulit Hitam di Amerika Serikat.

Mill mencoba menunjukkan bahwa kebahagiaan umum akan dapat
ditingkatkan dengan memberikan orang wilayah hak privat yang luas untuk tidak
dicampuri. Mill siap menerima bahwa kebebasan tidak selalu membawa pada
perbaikan, tetapi ia menekankan bahwa “satu-satunya sumber permanen dan yang
tidak gagal untuk perbaikan adalah kebebasan” (Mill, 2005:200). Tindakan
perbudakan yang terjadi di Amerika Serikat jelaslah tak akan memberikan
kemanfaatan dan kebahagiaan bersama, karena Mill berpendapat bahwa setiap
orang mempunyai wilayah pribadi yang tak boleh dicampuri dan diganggu gugat
apalagi merampas hak privat tersebut, karena hanya akan memberikan
kemanfaatan pada satu pihak saja bukan kemanfaatan dan kebahagiaan umum
bersama. Perbudakan tak akan memberikan sebuah kebahagiaan bersama yang
ada hanyalah satu pihak dirugikan dan pihak lain merasa unggul dan diuntungkan.

Mill menegaskan suatu konsep moral kehidupan bersama. Ia menyataan
bahwa hendaknya setiap individu dan masyarakat saling mendorong untuk
semakin melatih kemampuan-kemampuan mereka yang lebih luhur serta
semakin banyak mengarahkan perasaan dan tujuan mereka pada sasaran
dan renungan-renungan bijaksana yang meningkatkan martabat manusia.
Oleh karena itu tidak seorang punbajkan kelompok orang pun dibenarkan
untuk mengatakan kepada orang atau kelompok lain bahwa ia boleh
mengurus hidup demi keuntungannya sendiri sebagaimana telah dipilihnya
(Wahyono, 2003:30

F. Perbudakan yang terjadi di Amerika Serikat merupakan suatu
bentuk pelanggaran kebebasan dan pelanggaran hak asasi manusia
Kebebasan dapat dipahami sebagai penggunaan hak bersama atau
penikmatan hak istimewa. Setiap manusia yang telah lahir di dunia memiliki
kebebasan untuk memenuhi dan mengembangkan dirinya, namun terkadang
kebebasan yang dimiliki seorang individu merampas kebebasan orang lain bahkan
membatasinya. Ingin bebas dalam bertindak atau dalam melakukan beberapa hal,
sama sekali bukan karena setiap manusia memiliki hak kemerdekaan yang umum,
melainkan karena mereka sendiri memiliki hak perorangan untuk tetap merdeka
(Aron, 1993:7).

Pelanggarana kebebasan kadang mempunyai implikasi yang

sama terhadap pelanggaran hak asasi manusia (HAM). Kebebasan dan hak asasi
mempunyai sebuah hubungan yang saling terkait, kebebasan seseorang individu
harus didasari oleh Hak asasi, dan sebaliknya.
Perbudakan yang dialami oleh kaum kulit Hitam di Amerika Serikat
merupakan suatu bentuk pelanggaran kebebasan dan hak asasi manusia. Manusia
memang bebas dalam bertindak namun tindakan bebas manusia tak dapat
dibenarkan apabila tindakan tersebut merugikan orang lain. Walaupun pebudakan
itu legal, tetapi tindakan mengeksploitasi orang lain demi kepentingan pribadi tak
dapat dibenarkan. Perbudakan adalah sebuah kejahatan. Banyak para budak
di negara bagian Selatan Amerika diperlakukan dengan kasar oleh pemiliknya.
Mayoritas

majikan memperlakukan

budak-budaknya dengan

tidak

memanusiakan budak sebagai manusia yang dapat hidup secara bebas dan
layak. Mereka membuat budak senantiasa bergantung pada

tuannya. Hal ini

bertujuan agar budak tidak melarikan diri. Apabila salah satu dari mereka ada
yang melarikan diri maka pemilik tidak segan -segan akan menghukumnya
dengan kejam dan tidak berperikemanusiaan. Tindakan semacam ini merupakan
suatu diskriminasi dan pelanggaran akan kebebasan dan hak asasi mereka sebagai
manusia yang seutuhnya.
Tindakan Perbudakan yang dialami masyarkat kulit hitam atau negro di
Amerika Serikat merupakan suatu pelanggaran akan kebebasan dan Hak asasi
mereka sebagai manusia. Hak dalam asasi mempunyai kedudukan atau derajat
yang utama dan pertama dalam hidup bermasyarakat, karena keberadaan hak asasi
hakikatnya telah dimiliki dan melekat dalam pribadi manusia sejak kelahirannya,
malah dapat sebelumnya. Seiring dengan itu timbul kewajiban dan tanggung
jawab asasi.

Kebebasan seseorang dalam bertindak yang menyakiti bahkan

merugikan dan melanggar hak asasi orang lain tak dapat dibenarkan. Manusia
memang bebas tetapi kebebasanyang manusia punya janganlah melanggar aturan
dan norma yang terdapat dalam hak asasi.
Dalam Pasal 3 Pernyataan Umum tentang Hak-Hak Asasi Manusia berbunyi:
Setiap orang berhak atas penghidupan, kebebasan dan keselamatan individu.
Tidak seorang pun boleh diperbudak atau diperhambakan, perbudakan dan
perdagangan budak dalam bentuk apapun mesti dilarang. Setiap orang berhak

atas penghidupan, kebebasan dan keselamatan individu (sumber:
http://childrenandarmedconflict.un.org/keydocuments/indonesian/universaldec
lara1.html)
Dalam Pasal 4 Pernyataan Umum tentang Hak-Hak Asasi Manusia berbunyi:
Tidak seorang pun boleh diperbudak atau diperhambakan, perbudakan dan
perdagangan budak dalam bentuk apapun mesti dilarang (sumber:
http://childrenandarmedconflict.un.org/keydocuments/indonesian/universaldec
lara1.html)
Dalam Pasal 5 Pernyataan Umum tentang Hak-Hak Asasi Manusia berbunyi:
Tidak seorang pun boleh disiksa atau diperlakukan secara kejam, memperoleh
perlakuan atau dihukum secara tidak manusiawi atau direndahkan martabatnya
(sumber:http://childrenandarmedconflict.un.org/keydocuments/indonesia
n/universaldeclara1.html)

Dalam Pasal 6 Pernyataan Umum tentang Hak-Hak Asasi Manusia berbunyi:
Setiap orang berhak atas pengakuan di depan hukum sebagai pribadi di mana
saja ia berada (sumber:
http://childrenandarmedconflict.un.org/keydocuments/indonesian/univers
aldeclara1.html)

Pelanggaran terhadap hak mereka; penderitaan yang menimpa mereka karena
kerugian atau kerusakan tidak dapat dibenarkan oleh haknya sendiri;
kebohongan atau sikap bemuka dua dalam pergaulan dengan mereka; mencari
keuntungan dengan cara yang curang dan tidak murah hati terhadap mereka;
bahkan tidak mau membela mereka karena alasan yang yang egoistik terhadap
perbuatan yang tidak adil, hal-hal ini merupakan sasaran celaan moral yang
sepantasnya dan, dalam kasus-kasus yang berat, harus ada ganti rugi dan
hukuman moral (Mill,1974:116)

G. Daftar pustaka
Aron, Raymond, 1993, Kebebasan dan martabat Manusia, Yayasan obor
Indonesia: Jakarta.
Bertens, K., 2004, Etika, Gramedia Pustaka Utama: Jakarta.
Cincotta, Howard, 2004, Garis Besar Sejarah Amerika (Terjemahan Yusi A
Pareanom), Yayasan Obor Indonesia: Jakarta.
Pareanom, Yusi A, 2005, Alexis de Tacqueville tentang Revolusi, Demokrasi dan
Masyarakat: Yayasan Obor Indonesia.
Mill, John Stuart, 2005, On Liberty: Perihal Kebebasan (terjemahan dari Alex
Lanur), Yayasan Obor Indonesia: Jakarta.
Marger, Martir, 2008, Races and Ethnic Relation in Amerika: Hubungan Ras dan
Etnik di Amerika (Terjemahan Yusi A Pareaanom), Yayasan Obor Indonesia:
Jakarta
Fuchs H Lawrence, 1994, Kaleidoskop Amerika,Ras,Etnik,dan Budaya Warga,
PT.Remaja Rosdakarya: Bandung.
Roman, Ranto P, 2010, Relasi Konsep Kebebasan John Stuart Mill dengan Hak
asasi Manusia dalam Universal Declaration of Human Rights, Skripsi Fakultas
Filsafat Universitas Gadjah Mada: Yogyakarta.
Wahyono, H Bambang, 2003, Etika Politik John Stuart Mill; Telaah Kritis Buku
“On Liberty”, Skripsi Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada: Yogyakarta.
Sumber Internet:
http://childrenandarmedconflict.un.org/keydocuments/indonesian/universaldeclara
1.html (diakses pada 25 Juni 2013 pukul 17:24)