NYANYIAN METODOLOGI AKUNTANSI ALA NATAATMADJA: MELAMPAUI DERRIDIAN MENGEMBANGKAN PEMIKIRAN BANGSA “SENDIRI

BANGSA “SENDIRI” Aji Dedi Mulawarman

Universitas Brawijaya, Jl. MT. Haryono 165, Malang, 65145.

Email: ajidedim@gmail.com

Abstract. Nataatmadja’s Accounting Methodology Song: Developing

“Auhentic” Nation Thinking beyond Derridian. The purpose of this article is to explicate how to develop a research methodology in the field of accounting that is people-based (local) as well as Islamic (religious universal). Construction of methodology using substantive interrelation of structuralism (Kuntowijoyo) and the Philosophy of Technology (Armahedi Mahzar), and “beyond” both (as both are still imprisoned in Western universality), through the final gate which is Economic Democracy of Hidayat Nataatmadja who was a true localist. The result is Account- ing Research Methodology for People-based accounting that is authentic from Indo- nesia in the Core Datumreligiousity corridor, Islam.

Abstrak. Nyanyian Metodologi Akuntansi ala Nataatmadja: Melampaui Der-

ridian Mengembangkan Pemikiran Bangsa “Sendiri”. Tujuan artikel ini adalah untukmenyajikan cara mengembangkan metodologi penelitian di bidang akun- tansi yang bersifat kerakyatan (lokal) sekaligus Islami (universal religius). Kon-

struksi metodologi menggunakan interelasi substantif dari Strukturalisme (Kun- towijoyo) dan Filsafat Teknologi (Armahedi Mahzar), sekaligus “melampauinya” (karena keduanya masih terpenjara universalitas Barat), melalui gerbang akhir yaitu Ekonomi Kerakyatan dari Hidayat Nataatmadja yang benar-benar seorang lokalis. Hasilnya adalah Metodologi Riset untuk Akuntansi bernilai Kerakyatan khas Indonesia dalam koridor Core Datumreligiusitas asali, Islam.

Kata Kunci: Posmoderen, Metodologi Akuntansi, Akuntansi Kerakyatan

Sinar Allah itu berlapis (23:35),

tetapi sesudah menemukan,

begitu pula Ilmu Allah berlapis,

bahaya baru mengancam,

yang dalam persilatan Cina

karena ilmu itulah yang akan

disebut “di atas langit ada langit”.

menjadi hijab pada tahap

Yang tidak kita sadari adalah

perjuangan berikutnya.

fakta elementer bahwa ilmu itu

(Hidayat Nataatmadja 2007)

juga berperan sebagai hijab, menghalangi lapis ilmu yang lebih

Ya, begitulah Hidayat Nata- tinggi.

atmadja merefleksikan kesombon- Kita juga sering berbicara

gan ilmu di dunia saat ini yang mengenai penguasaan ilmu oleh

sangat anthropocentric (berpusat manusia,

pada diri), berorientasi materi- yang sesungguhnya merupakan

al, dan menegasikan Tuhannya. tindak musyrik yang sangat

Begitu pula Akuntansi. Bahkan terselubung,

Akuntansi, kata sakral yang tidak merebut hak Allah, karena ilmu

pernah bisa “dibunuh” terutama itu hak Allah.

oleh Akuntan. Tetapi sebaliknya, Manusia hanya diberi hak pakai, Jurnal Akuntansi Multiparadigma Akuntan sejak mengikrarkan diri

bukan hak milik. Volume 4 sebagai profesi atas nama “self”

JAMAL

Perjuangan kita sederhana sekali, Halaman 1-164 maupun sebagai bagian dari “so- mencari dan menemukan Ilmu Malang, April 2013

Nomor 1

”, saat itulah Akuntan telah ISSN 2086-7603 Allah,

ciety

“terbunuh” oleh ilmunya sendi-

Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 4, Nomor 1, April 2013, Hlm. 149-164 ri, Akuntansi. Akuntansi telah melakukan

Kedua, nilai perusahaan tidak dipengaruhi sekularisasi mindset dan keilmuan dengan

oleh tipe atau berbagai tipe modal dalam cara merobek-robek “baju” sinergis subyek-

struktur modal (Clark 1993). Unit bisnis tivitas-obyektivitas, keberpihakan, religiusi-

merupakan pusat kepentingan akuntansi, tas, menjadi “nyanyian” parsial yang hanya

memiliki sumber daya perusahaan dan ber- mementingkan realitas obyektif dan material

tanggung jawab kepada pemilik maupun atas kesejahteraan (welfare) sarat pemusa-

kreditor.Asset adalah hak perusahaan, equi- tan “politik kepentingan” kekayaan (wealth

ty merupakan sumber aset yang dapat ber- dalam ekonomi atau asset dalam akuntansi)

asal dari kreditur atau pemilik yang meru- sekaligus menginjeksikan “darah evolusio-

1 pakan kewajiban entitas. Kreditur dan pemi- nis”, dari Proprietary Theory menuju Entity

lik sebenarnya adalah pemilik perusahaan Theory , dan puncaknya, IFRS. Dunia Akun-

yang merupakan tempat dimana entitas me- tansi telah memunculkan species baru hasil

miliki kewajiban. Entity theory berorientasi evolusi, Akuntan dan Akuntansi Modern.

pada income atau income statement oriented. Progresivitas evolutif proprietary theory

Akuntabilitas pada pemilik dilakukan de- dapat dilihat dari substansi dasar tujuan pe-

ngan cara mengukur prestasi kegiatan dan rusahaan, jenis modal, makna rekening dan

prestasi keuangan yang ditunjukkan oleh lainnya semua dilihat dari sudut pandang

entitas atau perusahaan 2 . pemilik.Perusahaan dalam konsep ini ber-

Meskipun entity theory adalah hasil tujuan untuk meningkatkan kemakmuran

evolusi dari proprietary theory, namun bila pemilik secara progresif.Entitas dianggap

diinterpretasikan secara kritis dalam kon- sebagai agen, perwakilan atau penugasan

teks kepemilikan, sebagian besar muatan- pemilik atau pengusaha. Oleh karena itu

nya tetap berbasiskan “main-values” dari proprietor merupakan pusat perhatian yang

proprietary theory . Entity theory memiliki ke- akan dilayani oleh informasi akuntansi dan

pentingan yaitu informasi akuntansi secara digambarkan dalam pelaksanaan pencatatan

progresif dalam bentuk material, terukur, akuntansi dan penyajian laporan keuangan.

sebesar-besarnya untuk pemilik modal, un- Tujuan utama dari teori ini adalah memasti-

tuk tetap mempertahankan pusat kuasa yai- kan dan menganalisis kekayaan bersih (net

tu capital maintenance sekaligus mendapat- worth ) aktivitas bisnis pemilik. Chow (1942)

kan laba yang selalu meningkat. menjelaskan bahwa Proprietorship melaku-

Entity theory telah dapat dipahami kan peningkatan pendapatan income (laba)

dalam konteks mindset akuntansi, tetapi atau profit (keuntungan) dan menurunkan

belum cukup untuk mendesain kekuasaan expenses (pengeluaran) atau losses (keru-

Multi National Companies (MNCs) berjiwa gian) dalam aktivitas bisnisnya.

Neoliberalisme atas ekonomi dunia, maka Ketika perusahaan makin progresif dan

didesainlah High-End Entity Theory, mela- berevolusi menjadi korporasi dan mengge-

lui wujud baru, IFRS (International Financial liatnya pasar bebas (yang nantinya makin

Reporting Standards ). Dan penguasaan glob- menguat di era Neoliberalisme), muncullah

al-pun sekarang telah dimulai dan berada konsep entity theory, yang mengarahkan

di depan mata kita. Watts (1992:8) bahkan pusat perhatiannya pada unit ekonomi.Unit

menegaskan laporan keuangan perusahaan usaha menjadi pusat perhatian yang harus

secara empiris sangat dipengaruhi oleh ke- dilayani, bukannya pemilik (Lorig 1964; Kam

pentingan pasar dan politik. Realitas harus 1990; Belkaoui 2000; Suwardjono 2005).

2 Mulawarman (2006) menjelaskan bahwa entity

Paton mendeskripsikan entity theory dalam

theory dalam perjalanannya telah mengalami pe-

dua asumsi dasar.Pertama, investasi dan

rubahan-perubahan konseptual. Di antaranya

keputusan finansial adalah independen.

dapat disebutkan di sini, perubahan entity theory menjadi residual equity theory yang diusulkan oleh

1 Sejarah munculnya akuntansi menurut Littleton Paton (1959) dan menjadi investor theory yang di- berkaitan dengan proprietorship (Kam 1990:302).

usulkan Staubus (1961). Dalam konsep investor Proprietorship diartikan Niswonger et al. (1999:3)

theory, menurut Staubus (1961), fungsi akuntansi sebagai perusahaan yang dimiliki perorangan, dan

dan laporan keuangan seharusnya diarahkan pada dianggap Littleton sebagai substansi dari sistem

kepentingan investor. Investor adalah stockhold- double-entry .Tanpa substansi sistem double entry

ers dan creditor (Kam 199:313). Perbedaan investor tidak terdapat alasan munculnya sistem pembu-

theory dengan proprietary theory terutama terletak kuan berpasangan atau double entry book keeping

pada kepentingannya terhadap investor. Pengaruh (Kam 1990). Munculnya double-entry book-keeping

investor theory, ditegaskan Kam (1991:314), nam- memang telah memberikan kontribusi besar dalam

pak pada SFAS No. 1 yang dikeluarkan FASB, dima- perkembangan akuntansi sebagaimana dapat dili-

na investor membutuhkan informasi untuk mem- hat bentuk formalnya saat ini (Mulawarman 2006).

prediksi aliran kas yang secara eksplisit diakui.

Mulawarman, Nyanyian Metodologi Akuntansi Ala Nataatmadja: Melampaui Derridian...151 selalu beradaptasi dengan lingkungannya,

mikiran manusia. Hilangnya realitas teolo- tidak tetap (tetapi relatif), sebagai hasil inter-

gis dan metafisik menempatkan realitas ra- aksi antara keinginan dan egoisme individu

sional menjadi kekuatan satu-satunya dari (self-interest ) yang rasional. Interaksi terse-

manusia tanpa gangguan gagasan teologis but merupakan bentuk hubungan agensi

maupun metafisik. Pemikiran berbasis ra- di dalam market process maupun political

sio mengarahkan kekuatan dan kekuasaan process .

hanya berpusat pada manusia itu sendiri. Singkatnya, bangunan teori dan reali-

Sedangkan certainty condition tidak pernah tas akuntansi di atas menurut Watts (1992)

ada, yang ada hanyalah relativitas. Pemiki- memiliki tiga substansi, yaitu self-interest,

ran seperti inilah yang kemudian biasa dise- power-politics, serta relativity. Tiga substansi

but dengan antroposentrisme, segala se- tersebut menurut Mulawarman (2006) mirip

suatu berpusat pada manusia dan menjadi dengan sekularisme. Pandangan sekularisa-

dasar dari seluruh bangunan modernitas. si dalam ilmu, sebenarnya merupakan hasil dari bentuk desakralisasi atas fakta-fakta.

PEMBAHASAN

Glasner (1992, 53-76) menjelaskan bahwa

Modernisme dan krisis yang melanda

bentuk sekularisasi merupakan proses de- dunia. Modern adalah simbol dari ditinggal- sakralisasi 3 definisi religi terutama aspek-as- kannya masa lalu yang tidak modern, masuk

pek substantif norma dan nilai dalam mitos menuju masa kini yang lebih baik. Masa lalu sosial.

mementingkan kedekatan pada kekuatan Sekularisasi

supernatural atau bahkan supranatural sep- (1992:65) bersandarkan gagasan positivisme

menurut

Glasner

erti teologi atau agama, dan harus dibuang Comte, menekankan pengetahuan semata-

jauh-jauh. Modern memandang kekuatan di mata pada observasi empiris terhadap data

luar manusia tidak lagi berperan pada diri terindera. Positivisme merupakan hasil logis

manusia secara signifikan. Tetapi manusia dan natural dari evolusi pemikiran manu-

adalah pusat dari segala sesuatu. sia, dengan hukum tiga tingkat. Hukum tiga

Pemahaman umum modernitas seperti tingkat evolusi menurut Comte adalah seba-

itu kemudian merangsek ke akuntansi, se- gai berikut:

butlah Akuntansi Modern. Akuntansi Mod- ern saat ini hanya dan selalu dikonotasikan

Dipandang dari kesempurnaan- sebagai proses “instrumental” dari akitivitas nya hukum evolusi intelektual bisnis perusahaan, bahkan telah menjadi yang fundamental terdiri dari adagium tak terelakkan. Akuntansi secara jalan lintas beberapa teori bah- umum (hampir) selalu dikonotasikan seb- wa semua manusia melalui tiga agai “alat” pencatatan lalu lintas uang serta tingkatan yang berurutan. Perta- penyampai informasi keuangan di ranah ak- ma tingkatan teologis, atau kha- tivitas bisnis. Konotasi itu juga tidak lepas yalan, yang bersifat provisional; dari pemahaman akademisi akuntansi, en- kedua tingkatan metafisik atau tah itu memang sudah menjadi “common abstrak yang bersifat transision- platform ” atau terjadi “miskonsepsi”, hal ini al; dan ketiga tingkatan positif pasti akan menjadi perdebatan yang tidak atau ilmiah, yang hanya ia sendiri akan ada ujung pangkalnya. yang definitif (Comte 1876dalam Pengalaman penulis “menangkap sin- Glasner 1992:65). yal” konotatif atas technically form akun-

Evolusi pemikiran manusia seperti di tansi memang terjadi, di saat menghadiri atas memperlihatkan tingkatan teologis dan

salah satu diskusi. Singkat cerita, di tengah metafisika merupakan fase natural yang

perdebatan bagaimana melakukan transfer telah berevolusi menjadi rasionalitas pe-

of knowledge , si fulan sedang getol memper-

3 Desakralisasi menurutnya terdiri dari empat hal,

tanyakan dan mengusulkan alternatif model

yaitu generalisasi (yaitu model diferensiasi aspek

belajar mahasiswa yang tidak harus meng-

norma dan nilai), transformasi (yang religius menu- ju kapitalisasi), desakralisasi (hilangnya supernatu-

gunakan aspek mental dan spiritual karena

ral yang esoterik dalam fakta empiris) dan sekular-

itu akan menyebabkan salah tafsir atas ke-

isme (sekularisasi terbatas yang berubah bentuknya

benaran yang tidak sama serta mengganggu

menjadi ideologi). Khusus berkaitan dengan ilmu,

“akidah”. Penulis kemudian menyela dengan

konsep desakralisasi berhubungan dengan hilang- nya kekuatan supernatural-esoterik, sedangkan re-

pertanyaan “apakah memang akuntansi juga

alitas hanyalah gagasan-gagasan berdasarkan pada

tidak memiliki nilai dan kebenaran yang su-

rasionalitas murni.

dah jelas tidak mengganggu akidah?”, dan

Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 4, Nomor 1, April 2013, Hlm. 149-164 rekan dosen langsung menanggapi “akun-

dunia magis/religius/transenden mulai ter- tansi kan hanya alat untuk penyampai in-

gantikan oleh pemikiran metafisis/abstrak. formasi”, serta merta pula penulis langsung

Tahapan ini, lanjutnya, hanyalah modifikasi paham dan menjawab “ooo... ya sudah kalo

tahapan pertama, akal tidak lagi berorien- gitu”. Masa kini yang lebih baik, adalah masa

tasi pada supernatural beings, tetapi men- kini yang penuh dengan ukuran-ukuran

garah kekuatan abstraksi (abstract forces), materialitas (materiality), numerik (numeric),

pada entitas yang veritable, yaitu personi- berorientasi pada kemajuan (progressive),

fied abstractions, yang melekat pada segala dan mementingkan diri (self-interest).

sesuatu (inherent in all beings), dan mampu Proses evolutif dunia ilmu tidak dapat

memproduksi semua fenomena. Apa yang dielakkan ketika memang “garis darah” sosi-

disebut dengan penjelasan fenomena, pada ologi ala Darwinisme Sosial menjadi bagian

tahap ini, lebih mereferensikan pada enti- penting “nilai” Positivisme dari Bapak Sosi-

tas yang sebenarnya (proper entity). Apa itu ologi Modern, Auguste Comte (1798-1857).

proper entity pengganti absolute entity? Bagi Bangunan utuh pengetahuan dan masyara-

Comte, rasionalisasi substitutif atas penye- kat, bagi Comte, tidak lagi berdiri sendiri

bab segala fenomena adalah Alam Semesta dan berjalan sesuai “pintunya” masing-ma-

(Universe orNature ). Puncaknya, dunia yang sing, tetapi keduanya telah menjadi satu

terdesain oleh kekuatan manusia, bukan lagi kesatuan dan berproses dalam bingkai tran-

oleh “Realitas Absolut” di luar manusia, ter- sisi evolusioner, membentuk realitas yang

masuk abstraksi metafisis atau Alam, tetapi berujung pada “New Social Order”. Untuk

apa yang disebut Comte yaitu Positive State, mewujudkan tatanan sosial baru yang ten-

Akal Rasional, adalah puncak kekuasaan tunya lebih baik itulah evolusi pengetahuan

manusia itu sendiri, tidak lagi bergantung manusia dan tatanan masyarakat berproses

pada Realitas Absolut ataupun Alam Semes- melalui tiga jenjang perkembangan rasional-

ta, tetapi pada Realitas Empiris berdasarkan isasi atas realitas. Tiga jenjang tersebut bagi

hasil Penalaran (Reasoning), Observasi (Ob- Comte (dalam Glasner 1992) merupakan The

servation ) yang Terukur (Measured), Obyek- Progressive Course or the Human Mind , yang

tif (Objective ) dan apa adanya. bersifat evolutif, yaitu pertama; dari teolo-

Kebenaran berbasis empiris dengan gis atau fictitious (Theological State); kedua

pengaruh Evolusionisme telah memun- metafisis atau abstrak (Metaphysical State);

culkan pemahaman yang mengarah pada menuju ketiga, puncak pengetahuan dan

reduksi besar-besaran pemikiran modern masyarakat modern, saintifik atau positif

atas Realitas Absolut menuju Realitas Rela- (Positive State 4 ) . Artinya, pengetahuan dan

tif. Realitas Relatif merupakan pusat dari masyarakat di awal perkembangan pra mod-

Visi Comte atas dunia yang didasarkan pada ern, yaitu Theological State, disebutnya seb-

rasionalitas ilmiah berdasarkan pada “Well agai “primitive philosophy”, yaitu akal selalu

Regulated Social Order ” dan bukan lagi pada dipengaruhi pikiran mistis, agamis, religius,

“Aturan Normatif Langit”. Penjelasan Comte termasuk dunia pengetahuan yang dibentuk

atas realitas sebenarnya juga merupak- kemudian selalu berorientasi “transenden”.

an penegasan atas logika Rene Descartes. Baginya, pada tingkatan teologis yang pri-

Meskipun, Descartes sendiri masih memer- mitif tersebut, akal, berupaya mencari the

cayai atas adanya Realitas Absolut, tetapi essential nature of beings , kausa prima dan

Realitas Absolut baginya hanyalah dalam kausa final, asal muasal dan tujuan, dari se-

proses penciptaan. Setelah penciptaan, tu- gala efek, - yaitu Pengetahuan Absolut, - di-

gas Realitas Absolut telah selesai alias pen- andaikan semua fenomena diproduksi oleh

siun, sedangkan realitas berkembang dalam aksi perantara dari “Supernatural Beings”.

mekanismenya sendiri. Sedangkan Comte, Pada tahapan selanjutnya, Metaphysical

lebih jauh dari itu, baginya Realitas Absolut State , kepercayaan pada pengetahuan dan

hanyalah angan-angan, karena dengan per- an Realitas Absolut, maka realitas evolutif

4 In other words, the human mind, by its nature, em- ploys in its progress three methods of philosophizing,

tidak pernah terbangun, maka yang paling

penting bagi Comte, realitas yang konkrit,

the character of which is essentially different, an even

radically opposed: viz., the theological method, the

apa adanya, relatif sesuai dengan kenyataan

metaphysical, and the positive... The first is the nec-

sosial, terukur, dapat diobservasi dan dina-

essary point of departure of the human understand-

lar sesuai kekuatan utama manusia, pikiran

ing; and the third is its fixed and definitive state. The second is merely a state of transition (Comte dalam

dan kreativitas teknis. Pertautan akumu-

Glasner 1992).

latif evolutif dari Materialisme Semesta ala

Mulawarman, Nyanyian Metodologi Akuntansi Ala Nataatmadja: Melampaui Derridian...153 Descartes dan Positivisme Sosial ala Comte

dapat ditunjukkan berdasarkan riset Larson dan Witham (1998) berjudul Leading Scien- tists Really Reject God. Penegasian Realitas Absolut benar-benar telah mendarah daging di kalangan akademisi, saintis seperti tersaji pada tabel 1.

Tersisihnya “Tuhan” dalam dunia keil- muan karena memang Tuhan, nilai-nilai religius dan jiwa (subyektif) manusia yang menjadi pusat dan pertemuan “nilai-nilai” Tuhan dan kesadaran akan kebenaran mu- tlak kitab suci, tidak lagi diperbolehkan masuk dalam ranah semesta dan realitas kemasyarakatan secara ilmiah. Bahkan re- alitas Mutlak dan keimanan memang di- anggap tidak relevan, karena modernitas telah memiliki legitimasi “keimanan dan keselamatan” teologis lain, yaitu kemajuan materi yang dimungkinkan oleh pasar dan sains-teknologi. Akuntansi (dan di dalamnya Ekonomi) bergandengan erat membentuk teologi baru, untuk cara kerja pasar yang ajaib melalui The Invisible Hand untuk kese- jahteraan (welfare), mengubah keserakahan pribadi (nampak dalam kepastian bottom line laba , linieritas equity, dan ketersediaan cash progresif) menjadi social-virtue (kebaikan umum), yang berujung pada rasionalitas sains-teknologi dikembangkan untuk ke- pentingan keuntungan. Kapitalisme adalah ujung dari kepentingan teknis positivisme dan empirisisme di dunia nyata.

Dan bagaimana hasilnya?Dunia kita saat ini disuguhi berbagai krisis multidi- mensional yang melanda di berbagai wilayah bumi maupun lintas negara. Krisis di ham- pir seluruh wilayah bumi akibat pencema- ran lingkungan dan eksploitasi alam secara rakus berbasis high-technology. Tak pelak pula terjadi krisis energi, pangan, dan eko- nomi akibat ketimpangan kekuatan dan kekuasaan atas akses high quality products maupun natural resources. Tidak hanya itu, krisis juga mendera negara-negara di

Asia, Afrika dan Amerika Selatan yang kaya sumber pangan dan energi akibat tekanan politik dan sekaligus bila mungkin “pen- dudukan” oleh negara-negara Barat seperti Inggris, Perancis, Jerman dan Amerika Seri- kat mengatasnamakan pertahanan dan ke- amanan dunia. Bahkan bagi Capra (1996:3) krisis ini disebut sebagai krisis kompleks dan multidimensional yang menyentuh selu- ruh aspek kehidupan seperti kesehatan dan mata pencaharian, kualitas lingkungan dan hubungan sosial, ekonomi, teknologi dan politik. Krisis ini baginya merupakan krisis dalam dimensi-dimensi intelektual, moral dan spiritual, suatu krisis yang belum per- nah terjadi sebelumnya dalam catatan seja- rah umat manusia.

Dampak lanjutan krisis multidimen- sional adalah krisis di negara-negara maju seperti krisis psikologis takut miskin, te- rorisme, keterasingan, ketergantungan pada obat dan teknologi, dan lainnya. Sedangkan krisis di negara terdominasi seperti kecem- buruan sosial, meningkatnya ketidakperca- yaan terhadap kapitalisme berubah menjadi radikalisme sosial dan atau agama, deklinasi akses sumber daya bagi masyarakat margin- al. Sedangkan bagi masyarakat menengah ke atas di negara terdominasi, cenderung melakukan interelasi hukum-teknologi-eko- nomi dengan kekuatan kapitalisme, trilogi mimikri self-interest pada tataran intelektu- al-lifestyle-etika, serta permisifisme ketim- pangan realitas sosial-budaya.

Kata kunci dari kemajuan dunia saat ini dan yang juga menjadi pusat krisis dapat dilihat secara umum, yaitu teknologi, ta- nah, pangan dan energi. Berpusat dari em- pat pusat krisis itu pulalah ideologi, agama, maupun kemajuan peradaban berjalan. Kri- sis multidimensional kemudian membentuk realitas-realitas baru dalam aktivitas ekono- mi bentukan ideologi dominan, yaitu Liberal- isme, yang bermetamorfosis menjadi Neolib- eralisme. Salah satu yang menjadi penyebab

Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 4, Nomor 1, April 2013, Hlm. 149-164 krisis multidimensional dunia seperti akan

dijelaskan lebih detil nanti, adalah lepas- nya akuntansi dari “ruh” utamanya, yaitu naturalitas keterikatan utuhnya (embodied) dengan pusat kebutuhan energi dan pangan dunia, yaitu Pertanian.

Neoliberalisme bahkan telah menye- rang Indonesia, dan masuk melalui ber- bagai lini, mulai dari deregulasi UU Migas, UU Listrik, Revisi UU Perpajakan, UU Pena- naman Modal, liberalisasi BUMN, pangan, retail, sampai “everything They want”. Tak ketinggalan pula liberalisasi Akuntansi un- tuk perusahaan kecil sampai besar bah- kan mungkin nantinya pemerintahan lewat Standarisasi Laporan Keuangan secara In- ternasional, adopsi IFRS. Kesemua bentuk gelombang besar deregulasi dan liberalisasi telah kita ketahui pasti disponsori oleh pe- milik modal asing dan para kompradornya yang telah bercokol di negeri kita tercinta ini dalam berbagai bentuk. Neoliberalisme se- bagai puncak dari pelaksanaan 10 kebijakan Washington Consencus tahun 1989 secara singkat dapat dilihat di bawah ini:

Washington Consensus Policy: (1) fiscal discipline, (2) a redirection of public expenditure priorities to- wards fields with high economic returns and the potential to im- prove income distribution, such as primary health care, primary edu- cation, and infrastructure, (3) tax reform (to lower marginal tax rates and broaden tax base), (4) interest rate liberalization, (5) a competi- tive exchange rate, (6) trade liber- alization, (7) liberalization of FDI Inflows, (8) privatization, (9) de- regulation (in the sense of abolish- ing barriers to entry and exit), and (10) secure property rights

Globalisasi dan neoliberalisme semua- nya mengarah kepentingan ekonomi dengan alat bantu teknologi – termasuk akuntansi untuk menangani lalu lintas aliran kas pe- rusahaan lewat “dunia maya” ekonomi – yang makin tak terkendali. Kondisi seperti itu berdampak pada lalu lintas moneter dan penguasaan teknologi serta produksi hanya terkonsentrasi pada segelintir perusahaan multinasional. Konsentrasi memunculkan hegemoni politik ekonomi dan mengge- ser kekuatan ekonomi negara berkembang menjadi pemain pinggiran yang tak pernah terselesaikan nasibnya. Negara dan ekonomi

rakyat di dalamnya akan terhegemoni men- jadi ’perusahaan jajahan kolonial’ dari MNCs dan didukung pemerintahan yang juga ko- rup (Mulawarman 2009a).

Hasilnya? Seperti dijelaskan oleh Mu- lawarman (2009a), secara historis ekonomi kapitalisme sebagai akar dari neoliberalisme telah menunjukkan “kinerja krisis”-nya yang tak dapat dipungkiri. Krisis tahun 2007- 2008 dan bahkan diprediksikan akan me- muncak tahun 2009 ini sebenarnya dapat disebut sebagai bentuk siklik dan cenderung mengarah pada akumulasi keruntuhan eko- nomi kapitalisme. Siklik dan kecenderungan akumulasi ini terlihat sejak tahun 1923, ke- mudian berulang pada tahun 1930, 1940, 1970, 1980, 1990, dan 1998-2001. Krisis keuangan tahun 2000-2001 di Amerika Serikat puncaknya ketika terjadi skandal korporasi terburuk 70 tahun terakhir seperti Enron, Arthur Anderson, WorldCom, Cisco Systems, Lucent Tech dan lainnya (lihat misalnya Stiglitz 2006:7-8; Ravenscroft dan William 2004; Mayper et.al. 2005; Bean dan Bernardi 2005).

Kejahatan korporasi dan akuntansi malahan kembali terjadi tahun 2007-2008 bahkan menjadi sumber krisis global karena permainan derivatif di pasar saham berke- naan kredit perumahan atau subprime mortgage . Kita lihat kejatuhan perusahaan investasi sekuritas keempat terbesar di Amerika, Lehman Brothers. Kebangkrutan Lehman Brother disebabkan ketidakmam- puan melunasi kewajiban miliaran dollar AS. Kehancuran pasar saham lewat derivatif juga terungkap lagi dengan kasus penipuan senilai 50 miliar dollar AS di Wall Street oleh Bernard Madoff di akhir tahun 2008. Ma- salah besarnya dari sisi akuntansi adalah perusahaan Madoff ditangani oleh kantor akuntan kecil, Friehling & Horowitz di New City, New York. Indonesiapun tidak keting- galan, misalnya Sarijaya Sekuritas yang melakukan penggelapan dana dan salah urus aktivitas sekuritas senilai 245 miliar rupiah. Belum lagi kasus Group Bakri atau yang sekarang sedang marak per Januari 2009, 12 perusahaan sekuritas lainnya di- beri sanksi denda dan dalam pengawasan Bappepam karena melakukan short selling. Aktivitas mereka ditengarai yang telah me- nyebabkan gejolak Indeks Gabungan Harga Saham (IHSG) BEI beberapa waktu (Mula- warman 2009a). Di sinilah kemudian mun- cul pemikiran-pemikiran baru untuk mere- visi semua dasar dari Modernisme, dengan munculnya Posmodernisme.

Mulawarman, Nyanyian Metodologi Akuntansi Ala Nataatmadja: Melampaui Derridian...155

Posmodernisme: Kemunculan Tak

Terelakkan. Posmodernisme meletakkan di- rinya di luar paradigma modern. Terdapat tiga istilah yang mirip yaitu, Post-

modernity, Postmodernism, Postmodern so- cial theory . Postmodernity lebih mengacu periode historis setelah era modern, Post- modernism mengacu produk kultural seperti seni, arsitektur, mode dan lain yang berbeda dari produk kultural modern, sedangkan Postmodern social theory merupakan mode of thought baru mengenai social life yang berbe-

da dengan modern social theory. Bila dilihat dari perkembangan pemikiran, berikut ini dapat dibagi domain intelektualisasi posmo- dern, misal di ranah Philosophical Postmod- ernist adalah Lyotard (Grand Narratives), di ranah Postmodern Social Theory: Foucault (Power, History, Knowledge); Barthes (So- ciocultural World); Badrillard (Hyperreality; Simulacra). Tokoh lain yang biasanya dima- sukkan seperti Derrida (Poststructuralism) atau Jameson (Post-Marxism), atau pemikir meta antropologi-strukturalist seperti Pierre Bourdieu, dan lainnya.

Keragaman pemikiran posmodernisme menurut Rosenau (1992:15) dapat dibagi menjadi dua orientasi utama: Posmodern- isme skeptis dan Posmodernisme afirma- tif. Posmodernisme Skeptis melihat realitas dalam konteks Pesimistik, negatif, gloomy assessment, melihat abad posmodern telah terfragmentasi, terjadi disintegrasi, malaise, tak memiliki makna, hilangnya parameter moral dan masyarakat chaos serta tidak ada kebenaran. Bukan hanya seperti yang dijelaskan oleh Rosenau, bahkan lebih lanjut Posmodernisme Skeptis memandang sudah tidak ada lagi itu realitas Absolut, Hilangnya Tuhan. Tuhan hanya ada pada dan telah masuk dalam akal rasional, Tuhan yang em- piris (Griffin 2005). Di sisi lain Postmodern- isme Afirmatif juga melakukan kritik terha- dap modernitas, tetapi masih mementingkan harapan, optimis, terbuka pada aksi politik atau konten dengan rekognisi visioner. Pan- dangan spiritualitasnya beranggapan pada kekuatan Non-dogmatik yang bersifat per- sonal, berada pada ring Agama New Age dan Gaya Hidup Aliran Baru dan termasuk se- luruh spektrum gerakan sosial postmodern.

Post-Secularization. Posmodernisme sebenarnya merupakan antitesis atas re- alitas yang telah dibangun modernisme. Posmodernisme mengembangkan pemiki- ran untuk menggantikan karakter-karakter modernisme, seperti Birokrasi menjadi pos-

birokrasi, Industrialisasi menjadi pos-indus- trialisasi, Rasionalisasi menjadi pos-rasion- alisasi, Urbanisasi menjadi pos-urbanisasi, Sekularisasi menjadi pos-sekularisasi, dan lainnya. Khusus mengenai sekularisasi dan pos-sekularisasi, bagi Posmodernisme, se- luruh karakter modernisme telah terlegiti- masi secara sistematis sebagai “source”-nya, kecuali satu hal, sekularisasi. Sekularisasi bukan “terlegitimasi” tetapi menjadi “dok- trin” tanpa upaya sistematis yang memiliki koridor sejarah bahkan pengetahuan dalam kerangka paradigmatik.

Berdasarkan tesis sekularisasi terse- but, Max Weber memprediksi pengaruh reli- gi pada masyarakat modern secara progresif akan makin menipis. Tesis tersebut bukan- lah isapan jempol, tetapi dapat dibuktikan secara empiris, dengan menggunakan data dari Pew Forum on Religion and Public Life US per 9 Oktober 2009, misalnya, dari total jum- lah penduduk dunia 6,8 miliar, pendudukan sekuler telah meningkat sampai 1 miliar (Is- lam 1,57 miliar, Nasrani 2,25 miliar, Hindu, 1,4 miliar, lainnya 0,6 miliar) dan akan ber- gerak terus melampaui agama-agama lama. Bahkan dalam perkembangan lanjut, seperti ditegaskan Alan Wolfe generasi sebelumnya melihat moral language and obligations of the market selalu berhubungan dengan keluarga dan komunitas, sedangkan budaya Amerika kontemporer nilai-nilai lama tersebut telah “collapsed” menjadi one culturally-dominant, yaitu market society atau market ethos.

Posmodern kemudian menggiring “tri- umph of the market” secara radikal me- lalui “hyper-extended” menjadi “greater loss of meaning and hopelessness in society” . Dengan kematian modernitas, posmodern mengganti analisis masyarakat dalam kori- dor masyarakat Marx’s Utopianism (trans- formasi produk dan kerja menjadi komoditi moneter) dan Weber’s disenchantment (lep- asnya birokrasi dan struktur pasar dari ni- lai sakral religi). Dalam koridor posmodern pula, kemudian, budaya menjadi komoditi yang diperjualbelikan, memiliki nilai pasar, dan dapat dikonsumsi, nilai uang berubah dari obyek riil menjadi artifak ,signs, image dan paket budaya. Konsumsi komoditas ti- dak berhubungan lagi dengan kelas dan sta- tus, tapi sudah berhubungan dengan makna personal, kebahagiaan dan identitas pribadi.

Spiritualitas memang belum tuntas diselesaikan posmodernisme. Spiritualitas dalam kerangka posmodernisme sebenarnya pula hanyalah lanjutan sekularisasi mo-

Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 4, Nomor 1, April 2013, Hlm. 149-164 dern yaitu: post-secularization. spiritualitas

pencipta realitas (subject). Dampaknya pada posmodernisme lebih menekankan aspek fi-

pemahaman atas manusia sebagai makh- losofis dan teoritis bukan substansi spiritu-

luk bebas, dinamis dan holistik. Postmod- alitas luar diri. Spiritualitas Posmodernisme

ernis melihat realitas sosial dan ilmu tidak sangat menikmati imanensi profan. Spiritu-

memiliki sekat. Metodologi dikonstruksi se- alitas berada pada diri dan berasal dari diri

cara bebas, tidak terstruktur, tidak memiliki serta terelasi secara sosiologis. Beberapa

metode dan prosedur formal atau the anti- aspek spiritualitas posmodern (1) imanen-

rule atau anything goes. Ciri metodologinya konstitutif organisisme; (2) berada pada lint-

unsystematic heterological, de-centered, ever asan ruang dan waktu; (3) postpatriarkal-

changing dan pro-local.

ruh alam semesta. Sekularisasi Spirituali- Sesuai dengan style-nya, Posmodern- tas Postmodernisme terletak pada landasan

isme menolak metode yang terstruktur (no teologisnya, dipengaruhi oleh teolog Gereja

methods and no rules of procedure ). Penekan- Anglikan, yaitu Alfred North Whitehead dan

an utama metodenya adalah Anything Goes. Charles Harstone.

Paradigma Kritis biasanya melakukan pe-

rubahan lewat struktur (positif ke radikal isme . Selain Post-Secularization, di satu sisi

Bangunan Metodologis Posmodern-

strukturalis) atau penyadaran (interpretif ke posmodernisme melihat modernisme sebagai

radikal humanis). Paradigma Posmo bukan bentuk hegemoni peradaban barat, indus-

melakukan pergeseran semacam itu, tetapi trialisasi, urbanisasi, kemajuan teknologi,

membuat sesuatu yang baru, dekonstruksi konsumerisme, dan lainnya. Disisi lain pos-

atau melakukan koreksi total atas paradig- modernisme melihat rasisme, kaya-miskin,

ma lain. Menjalankan metode untuk meng- diskriminasi, pengangguran, kehancuran

cover fenomena yang memiliki cakupan luas, lingkungan, dan stagflasi tumbuh bersama-

fokus pada pinggiran, menekankan keuni- sama dengan modernisme. Karakter utama

kan, enigmatik (penuh teka-teki), mengapre- postmodernisme terletak pada sifat antire-

siasi yang tak pernah dapat terulang, melihat ductionist dan pluralist. Menurut Rosenau

segala sesuatu penuh paradoks-paradoks. (1992) hal tersebut merupakan bentuk (me-

Tujuannya adalah new knowledge. Menggu- minjam term Derrida) Dekonstruksi atas re-

nakan metode di luar tradisi scientific meth- alitas modern, keluar dari Logosentrisme.

ods , seperti feelings, personal experience, Logosentrisme adalah pola berpikir yang

empathy, emotion, subjective judgement, mengklaim adanya legitimasi dengan refe-

spirit(uality), imagination untuk memben- rensi kebenaran universal dan eksternal

tuk kreativitas baru atas nama new knowl- (Rosenau 1992:xii). Dengan dekonstruksi

edge . Dapat pula interchange antar scientific postmodernisme memasukkan “sang lain”

methods dengan non-scientific methods. Atau (the others) yang dimarginalkan, disepele-

menggunakan nothing juga ok! kan, ditindas, dieksploitasi dan di”bunuh”

Derrida, dekonstruksi dan melam-

ke dalam kedudukan yang sama dengan apa paui dekonstruksi. Postrukturalisme se- yang ditunggalkan oleh modernisme.

cara umum diperlakukan sebagai pelopor Bila diturunkan secara metodologis,

intelektual postmodernisme. Postruktural- pemahaman atas Postmodernisme meru-

isme adalah suatu sumber teoretis yang pakan antitesis dari modernisme yang cend-

sangat penting bagi teori sosial postmodern, erung menolak disposisi subyek dan obyek.

terdapat garis yang fleksibel dan sangat ti- Postmodernisme melihat realitas tidak ha-

pis di antaranya, bahkan dalam kacamata nya obyektif, realitas juga memiliki padan-

postmodernisme garis itupun harus dito- annya yaitu realitas subyektif. Berbeda den-

lak. Meskipun diyakini oleh Ritzer (2003:58) gan interpretivism yang memandang realitas

postrukturalis cenderung sangat abstrak, subyektif, Berbeda dengan aliran kritis yang

sangat filosofis, kurang politis dibanding membedakan perubahan sosial bisa dilaku-

dengan postmodern. Sedangkan dalam mak- kan melalui subyektifitas (radical humanist)

na intelektual, postrukturalisme banyak di- atau melalui obyektifitas (radical structural-

pengaruhi pemikiran Jean Paul Sartre (Mu- ist). Realitas majemuk, subyektif maupun

hadjir 200:249) yang menggagas Struktural- obyektif, bahkan melampaui keduanya

isme. Meskipun menurut Ritzer (2003:54) Realitas adalah hasil pengalaman

tokoh sentral strukturalisme adalah Claude obyektif, subyektif, intuitif, bahkan spiri-

Levi Strauss, antropolog Perancis. Sedan- tual, semuanya dalam satu kesatuan. Tidak

gkan menurut Kuntowijoyo (200:34), asal- ada pemisahan antara realitas (object) dan

usul strukturalisme dapat ditemukan dalam

Mulawarman, Nyanyian Metodologi Akuntansi Ala Nataatmadja: Melampaui Derridian...157 metode linguistik Ferdinand de Saussure

dalam kuliah-kuliahnya di Jenewa sejak 1906.

Strukturalisme. Strukturalisme menu- rut Ritzer (2003:51-54) muncul dari perkem- bangan yang bermacam-macam dalam ber- bagai bidang kajian, namun sumber struk- turalisme modern adalah linguistik, meski- pun, kebanyakan sosiolog konsern dengan struktur sosial. Strukturalisme merupakan usaha untuk menemukan struktur umum yang terdapat dalam aktivitas manusia (Ritzer 2003:51). Dari sudut pandang ini, suatu struktur dapat didefinisikan sebagai:

Sebuah unit yang tersusun dari beberapa elemen dan selalu dite- mukan pada hubungan yang sama dalam suatu ‘aktivitas’ yang tergambar. Unit tidak bisa dipe- cah dalam elemen-elemen tung- gal, bagi kesatuan struktur tidak terlalu dipahami oleh sifat elemen yang substantif sebagaimana ia ti- dak terlalu dipahami oleh hubun- gannya. (Spivak 1974; dalam Ritzer 2003:51).

Lane (1970) dalam Kuntowijoyo (2004:35) melihat ciri strukturalisme, yang pertama ialah perhatiannya pada keseluru- han, pada totalitas. Strukturalisme analitis mempelajari unsur, tetapi ia selalu diletak- kan di bawah sebuah jaringan yang me- nyatukan unsur-unsur itu. Jadi, rumusan pertama dari strukturalisme ialah bahwa unsur hanya bisa dimengerti melalui ke- salingterkaitan antar unsur. Kedua, struk- turalisme tidak mencari struktur di permu- kaan, pada tingkat pengamatan, tetapi di bawah atau di balik realitas empiris. Apa yang ada di permukaan adalah cerminan struktur yang ada di bawah (deep structure), lebih ke bawah lagi ada kekuatan pemben- tuk struktur (innate structuring capacity). Ketiga, dalam peringkat empiris, keterkaitan antar unsur bisa berupa binary opposition. Keempat, sebagai ciri terakhir, struktural- isme memperhatikan unsur-unsur yang sin- kronis, bukan yang diakronis, yaitu unsur- unsur dalam satu waktu yang sama, bukan perkembangan antar waktu, diakronis atau historis.

Poststrukturalisme dan Dekonstruk-

si. Postrukturalisme menurut Mulawarman (2006) dapat dikatakan merupakan antite- sis dari strukturalisme, dengan tokohnya, Jacques Derrida. Berseberangan dengan

strukturalisme yang mengutamakan pe- mikiran mengenai bahasa, postruktural- isme menurut Derrida lebih memfokuskan pada tulisan, yang kemudian tercipta dalam bentuk grammatology. Ide-ide dasar Derrida mengenai postrukturalisme, mulai dari writ- ing (tulisan), trace (jejak), differance (perbe- daan) arche-writing (pergerakan differance). Dan dari ide-ide dasar tersebut, Derrida me- narik kesimpulan, bahwa selalu ada suatu realitas yang bersembunyi di belakang tan- da; selalu ada sesuatu yang tersembunyi di balik apa yang hadir. Ia adalah realitas dan hubungan dalam realitas, dan dua hal itulah yang merupakan titik sentral kajian Derrida.

Ketika realitas dan hubungan dalam realitas itu muncul dalam penerapan, yai- tu dekonstruksi, Derrida sering menitikbe- ratkan pada hal yang kecil. Ketika misalnya hikayat diceritakan dalam teks, hal itu tidak menjadi masalah. Tetapi yang kemudian per- lu dipertimbangkan kembali adalah makna lanjutan dekonstruksi dari Derrida, menge- nai dekonstruksi yang tidak pernah diarah- kan pada kepastian kebenaran dan akan terjadi dekonstruksi terus menerus. Tetapi dekonstruksi tidak pernah diarahkan pada kepastian kebenaran. Ia mendekonstruksi agar dapat mendekonstruksi lagi dan lagi secara terus menerus; bukan berarti meng- hancurkan yang paling bawah, untuk men- emukan kebenaran. Walaupun dekonstruksi berjalan terus, ia hanya akan memberi jalan pada dekonstruksi selanjutnya.

Dekonstruksi dan Melampaui Dekon-

struksi dalam Akuntansi. Gambaran akun- tansi dalam pandangan postmodernisme ke- mudian dapat menjadi beragam pula. Dalam akuntansi, preskripsi teori positivistik harus berkaitan dengan obyektivitas dan secara mendasar merefleksikan realitas apa ada- nya dan bebas nilai (Arrington dan Francis 1989). Sedangkan postmodernisme, akun- tansi dalam konteks dekonstruksi, lanjut Arrington dan Francis (1989) berjalan dalam dua arah. Pertama, akuntansi dipercaya me- miliki kapasitas untuk mengkonstruk reali- tas dalam pola yang mengarah pada kondisi kehidupan manusia dan bahwa teori saat akuntansi saat ini jelas sangat dipengaruhi komitmen moral dan bentukan masyarakat. Kedua, adalah untuk menghancurkan (sub- vert ) pretensi teori positif sebagai theory of knowledge production . Hal ini didasarkan pada riset-riset akuntansi yang jelas sangat dipengaruhi oleh lingkungan di luar produk- si pengetahuan (yang dianggap kalangan

Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 4, Nomor 1, April 2013, Hlm. 149-164 positivis bebas nilai), seperti asumsi-asumsi

bukan lagi dalam bentuk fisiknya, namun politik, ontologi, metafisika dan epistemologi

telah ditransformasikan ke dalam pulsa-pul- yang mendasari riset. Untuk memperjelas

sa elektronik yang setiap saat dan secepat statement Arrington dan Francis (1989) di

kilat siap memberi dan menerima informasi. bawah ini dapat dilihat berbagai pandangan

Dalam bahasa filosofis-teoritis, misal- mengenai akuntansi yang tidak lagi tunggal,

nya akuntansi digambarkan oleh Triyuwono tetapi sangat beragam.

(2006) bahwa postmodernisme sebagai alat Baker dan Machintosh (1997) menjelas-

untuk melakukan dekonstruksi pengetahuan kan bahwa proses dekonstruksi akuntansi

akuntansi yang sarat nilai modernisme yang sebagai bentuk perubahan struktural dari

memperangkap lokalitas dan agama dalam strukturalisme menuju poststrukturalisme

konteks harmonisasinya dengan akuntansi akuntansi. Pendekatan postrukturalisme

yang tunggal. Akuntansi sebenarnya bukan- dilihat sebagai gagasan mengenai peruba-

lah produk yang memiliki kesamaan secara han kepentingan akuntansi dalam laporan

sosiologis, kultural bahkan filosofis. Triyu- keuangan dari yang memiliki perspektif in-

wono (1995) bahkan membuktikan bahwa formasi menjadi perspektif literary theory.

ternyata akuntansi tidaklah tunggal. Akun- Perspektif (paradigma) Teori Akuntansi yang

tansi ‘Barat’ tidak seharusnya mengkoop- secara ontologi memandang laporan keuan-

tasi, tetapi harus didekonstruksi sedemikian gan sebagai komoditi dan secara epistemolo-

rupa, sesuai realitas empirisnya, misalnya gi berkaitan dengan pendekatan kalkulus

dalam masyarakat Islam. Akuntansi dalam ekonomi neo-klasik, telah berubah menjadi

masyakarat Islam jelas secara ontology- Teori Akuntansi yang memiliki paradigma

epistemology-human nature berbeda dengan Poststructuralist Literary Theory yang se-

Barat. Sehingga, diperlukan pengembangan cara ontologi memandang laporan keuan-

teori akuntansi yang memang memiliki do- gan sebagai teks dan secara epistemologi

mainnya sendiri dalam realitas sosialnya, berhubungan literary theory. Artinya, dalam

seperti dalam dunia bisnis Islam (Bank Is- kerangka poststructuralist, laporan keuan-

lam misalnya). Dari proses dekonstruksi- gan dalam akuntansi tidak lagi bersifat mo-

nya melalui Interaksionisme Simbolik yang nologic meaning , tetapi laporan keuangan

Extended, Triyuwono (2006) telah mencoba yang mengakomodasi berbagai kepentingan

menggagas Akuntansi Syari’ah dari dunia yang muncul (heterologic accounting report).

(filosofis-teoritis) Islam.

Laporan keuangan yang dulunya hanya un- Hal ini kemudian yang menggiring tuk kepentingan shareholders saja bergerak

pada terma kunci lainnya, yaitu decenter- pada ranah stakeholders, mulai dari share-

ing , yang ingin meninggalkan strukturalisme holders sendiri, investor potensial, kreditor,

dari fokusnya tentang tanda (sign) dan me- otoritas pajak, serikat pekerja, kebijakan

nitikberatkan pada proses “menjadi tanda” pemerintah. Lebih penting lagi laporan

(becoming sign ); meninggalkan struktur ob- keuangan merupakan wadah bagi dialog

jektif beralih pada hubungan antar struk- yang akan memberikan full recognition (pen-

tur subjektif dan objektif. Pada terma yang gakuan penuh) atas fakta yang dipengaruhi

sangat luas, decentering diarahkan pada oleh nilai sosial dan politik baik dulu mau-

dekonstruksi masalah sentrisme, seperti pun masa datang.

hasrat manusia untuk menempatkan ‘pu- Dalam bahasa teknologi, misalnya,

sat’ kehadiran pada ‘awal’ dan ‘akhir’; juga digambarkan Sukoharsono (1997) dalam era

berkaitan dengan penolakan linieritas dan postmodernisme peranan akuntansi secara

penyelidikan terhadap yang origin. teknis harus mampu menangkap arus perhi-

Seperti yang juga dijelaskan oleh Awuy tungan uang secara super symbolic. Artinya,

(1994) mengenai konsep “differance”-nya tantangan perkembangan teknologi saat ini

Derrida yang membawa konsekuensi lebih yang telah terotomatisasi, mengakibatkan

serius terhadap metafisika barat. Pemikiran pembicaraan saat ini bukan lagi berbicara

metafisika barat, bagi Derrida dalam Awuy perhitungan kekayaan (baik individu, organi-

(1994) adalah logosentrisme dan fonosen- sasi dan masyarakat dalam bentuk negara)

trisme. Pada logosentrisme, pemikiran kita secara nyata dan fisik (tangible), namun di-

dibawa ke seberang dunia sana, dunia ideal, transformasikan ke dalam bentuk simbol-

sebagai prinsip rasional untuk mengantisi- simbol yang secara fisik kita tidak akan me-

pasi ke-khaos-an dunia pengalaman. De- lihat itu sebagai kekayaan (misalnya kartu

ngan logos ini, ruang, waktu dan peristiwa kredit, ATM dan lainnya). Simbol kekayaan

bergerak secara linier, dengan demikian

Mulawarman, Nyanyian Metodologi Akuntansi Ala Nataatmadja: Melampaui Derridian...159 maka logos adalah konsep yang mampu

mentotalitaskan segala sesuatu. Dengan prinsip ini, siapapun dapat menguasai baik ruang, waktu dan peristiwa. Pada fonosen- trisme adalah anggapan tentang ekspresi murni bahasa dari kedalaman diri kita. Keti- ka budaya muncul, bahasa bunyi yang telah dikorupsi oleh bahasa tulisan. Menurut Derrida, pemahaman logos dan phonos ini- lah yang menjadi pondasi peradaban barat. Baik logosentrisme maupun fonosentrisme sebagai konsep murni metafisika barat, bagi Derrida adalah mistifikasi, yang harus didekonstruksi, dilakukan demistifikasi.

Langkah lanjutan dari konsep filosofis- teoritis Triyuwono (2006) misalnya, untuk membentuk laporan keuangan akuntansi syari’ah, khususnya pengganti laporan laba rugi yang dianggap sebagai representasi Kapitalisme Akuntansi Konvensional (yang menekankan bottom line laba), telah dilaku- kan proses rekonstruksi atas konsep Value Added Statement (VAS) dari yang digagas Baydoun dan Willet (1994; 2000) menjadi Shari’ate Value Added Statement (SVAS) (Mulawarman 2005). Proses rekonstruksi VAS ini didasari pada kebutuhan praxis yang masih ambigu atas konsepsi akun- tabilitas dari VAS yang belum mengako- modasi kepentingan masyarakat Islam dari konsepsi filosofis-teoritisnya, seperti konsep Akuntabilitas Spiritual (Zakat dan Tazkiyah) dalam sains Nilai Tambah (Value Added), konsep Halal-Haram dalam pembentukan Nilai Tambah (Value Added), sampai konsep distribusinya yang berbentuk keadilan Ilahi. Artinya, disini ditekankan bahwa konsep dekonstruksi dapat dilakukan pada konsep- si yang masih berbeda secara diametral dari domain ontologi, epistemologi dan human nature-nya. Ketika telah terdapat kejelasan domain filosofis-teoritis atas pengetahuan dan teori akuntansi, maka yang diperlukan bukan lagi proses dekonstruksi sosiologis, tetapi pada proses rekonstruksi teknologis akuntansi syari’ah.

Dokumen yang terkait

BAB III METODOLOGI PENELITIAN - Persepsi Guru Tentang Hukuman dalam Pendidikan Islam dan Penerapannya dalam Pembelajaran di Mas Al Jami'iyatul Washliyah 22 Tembung - Repository UIN Sumatera Utara

2 5 11

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian - KOMPETENSI SOSIAL GURU DALAM MENINGKATKAN KEPEDULIAN SOSIAL SISWA DI MIS IKHWANUL MUSLIMIN TEMBUNG - Repository UIN Sumatera Utara

0 0 8

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis dan Pendekatan Penelitian 1. Pengertian Penelitian Tindakan Kelas (PTK) - Upaya meningkatkan hasil belajar siswa mata pelajaran Bahasa indonesia materi disiplin melalui strategi pembelajaran mind mapping kelas iv sd-

0 0 11

TUGAS MAKALAH KEWARGANEGARAAN TENTANG : PENTINGNYA PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN TERHADAP PEMBENTUKAN KEPRIBADIAN BANGSA YANG BERKARAKTER PANCASILA KELOMPOK 4 : SYAFERI ANWAR 0142000094 ASIH SUPENI 0142000092 DESI ISPIRANI 0142000089 DIANA SHALFITRI 01420000

1 1 53

STRATEGI KOLABORASI ORANGTUA DENGAN KONSELOR DALAM MENGEMBANGKAN SUKSES STUDI SISWA Ariadi Nugraha Fuad Aminur Rahman

0 0 9

SISTEM PENJUALAN DAN DELIVERY PADA RESTORAN MARTABAK KUBANG DENGAN METODOLOGI BERORIENTASI OBJEK

0 3 10

PERSEPSI MAHASISWA AKUNTANSI TERHADAP ETIKA AKUNTAN PENDIDIK DI JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS BRAWIJAYA

0 2 16

MENGUNGKAP PEMAHAMAN TENTANG AKUNTANSI DARI KECERDASAN EMOSIONAL, SPIRITUAL DAN SOSIAL MAHASISWA

1 6 16

PENGARUH MUATAN ETIKA DALAM PENDIDIKAN AKUNTANSI TERHADAP PERSEPSI ETIKA MAHASISWA

0 0 13

PENGEMBANGAN SISTEM ANGGARAN DAN AKUNTANSI BADAN LAYANAN UMUM UNIVERSITAS BRAWIJAYA:PERSPEKTIF INSTITUSIONALIS

0 0 14