Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengelolaan Homestay di Desa Wisata Nglanggeran Kabupaten Gunung Kidul

  

PENGELOLAAN HOMESTAY DI DESA WISATA NGLANGGERAN KABUPATEN

GUNUNG KIDUL

  Linda Ester Langi 732015601

  Fakultas Teknologi Informasi Universitas Kristen Satya Wacana

  Jl. Diponegoro 52-60, Salatiga 50711, Indonesia Email:

1. Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

  Sebagai industri jasa, sektor pariwisata telah memberikan kontribusi dan berperan penting dalam pembangunan perekonomian nasional, pengembangan wilayah maupun peningkatan kesejahteraan masyarakat, melalui kontribusi dalam menyumbangkan devisa, kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), penciptaan lapangan kerja, disamping peran sosial, budaya dan lingkungan dalam kerangka pelestarian sumber daya alam dan budaya.

  Amanat Presiden Republik Indonesia, bahwa Pariwisata Indonesia diharapkan dapat terus diperkuat dan dikembangkan menjadi sektor strategis dan pilar pembangunan perekonomian nasional serta akan dapat mencapai target kunjungan wisatawan mancanegara sebesar 20 juta dan pergerakan wisatawan nusantara sebesar 275 juta perjalanan pada tahun 2019 mendatang (Rakornas Ke-IV). Untuk itu diperlukan strategi pengembangan yang disusun menjadi 3A yaitu Atraksi, Aksesibilitas, dan Amenitas. Homestay merupakan konsep yang sangat sesuai untuk mendukung pengembangan amenitas pariwisata nasional, mengingat, potensi terbesar pariwisata Indonesia ialah budaya dan alam.

  Seiring berkembangnya waktu dengan meluasnya definisi pariwisata, daerah tujuan wisata juga semakin berkembang. Salah satu daerah tujuan wisata yang menjadi alternatif bagi wisatawan adalah pariwisata pedesaan atau yang biasa disebut desa wisata. Desa wisata dibentuk dengan mengedepankan gaya hidup dan kualitas hidup masyarakatnya serta pelibatan masyarakat setempat dan pengembangan mutu produk desa wisata tersebut. Desa wisata dibangun dengan konsep kembali ke alam serta menawarkan kehidupan masyarakat yang lebih alami serta menampilkan kekayaan kebudayaan daerah setempat. Dalam pengembangan program desa wisata, homestay merupakan bagian dari daya tarik wisata yang didapatkan oleh wisatawan dalam kunjungannya ke desa wisata.

  Homestay merupakan salah satu usaha pariwisata yang dikelola oleh masyarakat di

  destinasi pariwisata khususnya di desa wisata. Berbentuk rumah tinggal warga desa setempat yang sebagian kamarnya disewakan kepada wisatawan serta adanya interaksi antara wisatawan dan pemilik rumah. Homestay memberikan manfaat bagi masyarakat yaitu sebagai wadah untuk berpartisipasi dalam mengembangkan pariwisata di desanya, memberikan kesempatan lapangan kerja dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, berbagai daerah mulai mengembangkan desa wisata sebagai alternatif tujuan wisata yang ditawarkan pada wisatawan, termasuk desa wisata Nglanggeran. Jurnal ini akan difokuskan pada Desa Wisata Nglanggeran yang telah memiliki beberapa penghargaan.

  Desa wisata Nglanggeran, Patuk, Gunungkidul memperoleh penghargaan sebagai Desa Wisata Terbaik I Indonesia dan menerima penghargaan ASEAN Community Based Tourism

  , yang di serahkan di Singapura, Jumat 20 Januari 2017. Capaian yang

  (CBT) Award 2017

  diperoleh Desa Wisata Nglanggeran ini antara lain karena mampu memberikan kontribusi kesejahteraan sosial, melibatkan kepengurusan dari masyarakat, menjaga dan meningkatkan kualitas lingkungan, mendorong terjadinya partisipasi interaktif antara masyarakat lokal dengan pengunjung (wisatawan), menyediakan jasa perjalanan wisata dan pramuwisata yang berkualitas. Termasuk mengenai kualitas makanan, minuman, akomodasi dan kinerja

1 Friendly Tour Operator (FTO).

  Desa Wisata Nglanggeran terdapat beberapa tempat wisata spesial. Diantaranya; Puncak Gunung Api Purba, Embung Nglanggeran, Air Terjun Kedung Kandang, dan masih banyak lagi hal menarik lainnya yang disajikan di desa ini. Gunung api purba merupakan gunung batu dari karst atau kapur. Mengingat banyaknya potensi budaya dan ekowisata di situs gunung api tersebut, tahun 2008 Badan Pengelola Desa Wisata Nglanggeran mengambil alih pengelolaannya dan menambah berbagai fasilitas disana. Adapun embung adalah bangunan berupa kolam seperti telaga di ketinggian sekitar 500 meter dari permukaan laut.

  Embung dengan luas sekitar 5.000 meter persegi itu berfungsi menampung air hujan untuk mengairi kebun buah kelengkeng, durian, dan rambutan di sekeliling embung (Kompas, 2013). Pada musim kemarau, para petani bisa memanfaatkan airnya untuk mengairi sawah. Selain itu homestay juga sedang di kembangkan di Desa Wisata Nglanggeran guna meningkatan jumlah kunjungan, bahkan saat ini sudah memiliki 80 rumah yang pernah digunakan untuk homestay live in siswa dari berbagai daerah, bahkan wisatawan asing dari berbagai negara.

  Selain homestay pengelola memiliki alternatif lain untuk ditawarkan kepada wisatawan yang datang, pengelola Desa Wisata Nglanggeran membuat paket Tahun Baru Exclusive Gunung Api Purba dengan cukup membayar 185.000/orang sudah bisa mendapatkan

  

homestay dan mengikuti rangkaian kegiatan tahun baru. Dengan fasilitas pendukung seperti :

homestay dalam satu kamar digunakan 2-4 orang, makan 2 kali di homestay dengan menu ala desa, sunset gunung Api Purba Gardu pandang I, api unggun di kawasan Embung kebun buah Nglanggeran, pesta kembang api, sunrise puncak timur gunung Api Purba di kampung 7 kepala keluarga, Pemandu, dan Asuransi.

  Sebagai salah satu desa wisata terbaik di Indonesia, menarik untuk mempelajari bagaimana usaha homestay di desa ini dimulai. Lebih jauh lagi, walaupun telah memenangkan sebagai desa wisata terbaik di Indonesia, diperlukan studi lebih mendalam tentang bagaimana usaha homestay dikelola di desa Nglanggeran, dan juga perlu diteliti sejauh mana pengelolaan homestay di desa ini telah memenuhi standar pengelolaan yang baik.

1.2 Rumusan Masalah a.

  Bagaimana proses terbentuknya usaha homestay di Desa Nglanggeran? b.

  Bagaimana usaha homestay di Desa Wisata Nglanggeran dikelola?

2. Tinjauan Pustaka

2.1. Desa Wisata

  Salah satu yang menjadi suatu bentuk kegiatan ekowisata pada kawasan tertentu yang melibatkan masyarakat lokal setempat adalah desa wisata. Menurut Priasukmana & Mulyadin (2001), Desa Wisata merupakan suatu kawasan pedesaan yang menawarkan keseluruhan suasana yang mencerminkan keaslian pedesaaan baik dari kehidupan sosial ekonomi, sosial budaya, adat istiadat, keseharian, memiliki arsitektur bangunan dan struktur tata ruang desa yang khas, atau kegiatan perekonomian yang unik dan menarik serta mempunyai potensi untuk dikembangkanya berbagai komponen kepariwisataan, misalnya atraksi, akomodasi, makanan-minuman, cindera-mata, dan kebutuhan wisata lainnya.

  Lebih jauh penulis tersebut menyatakan bahwa desa wisata biasanya berupa kawasan pedesaan yang memiliki beberapa karakteristik khusus yang layak untuk menjadi daerah tujuan wisata. Di kawasan ini, penduduknya masih memiliki tradisi dan budaya yang relatif masih asli. Selain itu, beberapa faktor pendukung seperti makanan khas, sistem pertanian dan sistem sosial turut mewarnai sebuah kawasan desa wisata. Diluar faktor- faktor tersebut, sumber daya alam dan lingkungan alam yang masih terjaga merupakan salah satu faktor penting dari sebuah kawasan desa wisata.

  Selain berbagai keunikan tersebut, kawasan desa wisata juga dipersyaratkan memiliki berbagai fasilitas untuk menunjangnya sebagai kawasan tujuan wisata. Berbagai fasilitas ini akan memudahkan para pengunjung desa wisata dalam melakukan kegiatan wisata. Fasilitas-fasilitas yang seyogyanya ada disuatu kawasan desa wisata antara lain : sarana transportasi, telekomunikasi, kesehatan, dan akomodasi. Khusus untuk sarana akomodasi, desa wisata dapat menyediakan sarana penginapan berupa pondok-pondok wisata (Homestay) sehingga para pengunjung dapat merasakan suasana pedesaan yang masih asli.

2.2. Akomodasi (Homestay)

  Usaha Penyediaan Akomodasi adalah usaha penyediaan pelayanan penginapan untuk wisatawan yang dapat dilengkapi dengan pelayanan pariwisata lainnya (Permen Pasal 1 Ayat 27 Tahun 2016). Ada beberapa jenis penginapan yang ada di Indonesia seperti : Hotel, Resort, Cottage, Villa, Losmen, Motel, Guest House, Apartemen dan

  

Homestay . Usaha Pondok Wisata atau sering disebut juga dengan istilahadalah

  salah satu jenis akomodasi yang sering dijumpai di Indonesia. Homestay berupa bangunan rumah tinggal yang dihuni oleh pemiliknya dan dimanfaatkan sebagian untuk disewakan dengan memberikan kesempatan kepada wisatawan untuk berinteraksi dalam kehidupan sehari-hari pemiliknya.

  upakan salah satu sarana pendukung penting dalam pengelolaan desa

  wisata. Sebagai usaha, homestay mampu memberikan dampak positif bagi peningkatan ekonomi masyarakat desa wisata. Pemilik homestay diwajibkan mempunyai sertifikasi usaha, guna mendukung peningkatan mutu pelayanan dan pengelolaan melalui pemenuhan standar usaha. Standar usaha homestay mencakup aspek produk, pelayanan dan pengelolaan usaha. Sertifikasi pondok wisata dikeluarkan oleh lembagahomestay yang telah memenuhi standar usaha.

  Homestay sebagai usaha masyarakat lokal merupakan salah satu bentuk usaha

  masyarakat lokal yang pada umumnya terbentuk dari hasil pemberdayaan masyarakat dalam sebuah pengembangan pariwisata berbasis komunitas (Suharto, 2017: Susanto, P.

  C., Ray, E. M., Indahningtyas, D. R., Setiawan, V., Khayat, A., & Pura, U. D.).

  Pada umumnya pengembangan pariwisata berbasis komunitas memerlukan peran aktif dan dukungan dari stakeholder diluar komunitas lokal, seperti pemerintah, LSM, atau perorangan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal. Oleh karena itu, idealnya usaha homestay dimiliki dan dikelola oleh masyarakat setempat (ASEAN, 2016).

2.3. Standarisasi Homestay ASEAN

  Keberhasilan program homestay di kawasan ASEAN sangat bergantung pada pemahaman yang kuat akan kebutuhan dasar dari pengalaman pengunjung yang berkualitas dari perspektif homestay. Oleh karena itu, penetapan standar Homestay ASEAN diperlukan untuk mengembangkan homestay di sebuah destinasi, standar ini memberikan kesempatan untuk menstandardisasi pemahaman tingkat dasar tentang apa itu

  

homestay dan menetapkan standar homestay ASEAN, standar minimum di semua negara

  anggota ASEAN. Standar ini juga memfasilitasi pendekatan yang terkoordinasi, mendorong kemitraan dengan pemangku kepentingan terkait, menciptakan lingkungan yang positif sambil merevitalisasi ekonomi pedesaan dan juga pengurangan kemiskinan.

  Dalam penerapan standarisasi homestay bertaraf ASEAN, ada beberapa kriteria yang harus diperhatikan. Adapun kriteria homestay (ASEAN, 2016), sebagai berikut; Dari aspek produk, dalam standar ASEAN, sebuah desa wisata minimal memiliki 5 homestay yang terdaftar di dalam desa untuk mencerminkan keterlibatan dan kohesi masyarakat, serta letak homestay harus berada dekat dengan atraksi wisata yang berbasis alam dan budaya di daerah sekitarnya. Selain itu, dalam standarisasi ASEAN rumah/bangunan harus dalam kondisi baik, stabil dan aman dan bangunan homestay harus mencerminkan indentitas lokal atau ciri khas daerah iu sendiri. Lebih jauh lagi, pengelola homestay harus menyediakan kamar homestay yang terpisah dan memiliki minimal satu kamar mandi untuk tamu tersebut yang tentunya dalam keadaan yang baik dan bersih. Dan memastikan sistem keamanan dan kebersihan akomodasi yang ditawarkan serta ketercukupan fasilitas yang dibutuhkan.

  Dalam aspek organisasi, homestay disebuah desa wisata harus dipimpin oleh juara lokal dengan kuat kualitas kepemimpinan dan dihormati oleh mastyarakat setempat, contohnya kepala desa. Selain itu organisasi homestay harus memiliki struktur yang sistematis dengan jelas peran, tanggung jawab dan jalur komunikasi yang jelas dan dapat memfasilitasi perempuan setempat dan pemuda.

  Selain kelengkapan fasilitas yang disediakan oleh pengelola, dibutuhkan juga kolaborasi dengan pihak swasta lainnya terutama operator tur dan pelaku bisnis perhotelan untuk mengembangkan paket dan meningkatkan promosi kegiatan, pihak non-pemerintah (LSM) untuk mengembangkan pelestarian lingkungan dan budaya, pihak universitas dan institusi pendidikan tinggi untuk mencari bantuan dalam pelatihan dan saran teknis, juga lembaga seperti pariwisata internasional, nasional dan negara bagian organisasi untuk mencari bantuan dalam hal pelatihan, pendanaan, pemasaran dan promosi serta saran teknis lainnya.

  

2.4. Pengertian, Fungsi dan kriteria Homestay menurut Peraturan Kementrian

Pariwisata No. 9 Tahun 2014

   Fisik, berupa bangunan rumah tinggal yang dihuni oleh pemiliknya.

  b.

  Terdapat minimal 1 kamar dan maksimal 5 kamar khusus untuk disewakan.

  Bagunan rumah tinggal yang memenuhi kriteria: a.

  homestay . Aspek pertama adalah aspek produk yang meliputi: 4.

   Adanya keterkaitan langsung dengan desa wisata. Dalam kriteria di atas, terdapat tiga aspek penting dalam pelaksanaan usaha

   Pelaksanaan usaha meliputi; aspek produk, pelayanan, dan pengelolaan.

   Kamar yang disewakan maksimal 5 (lima) unit.

   Pemilik homestay adalah warga setempat.

   Usaha perorangan yang tidak berbadan hukum (tidak diberlakukan TDUP).

  Usaha Pondok Wisata atau usaha Homestay adalah penyediaan sebuah akomodasi berupa bangunan rumah tinggal yang dihuni oleh pemiliknya dan dimanfaatkan sebagian untuk disewakan dengan memberikan kesempatan kepada wisatawan untuk berinteraksi dalam kehidupan sehari-hari pemiliknya (Permen Parekraf No.9 Tahun 2014)

  Kriteria Homestay

   Sebagai sarana pengenalan budaya lokal.

   Sebagai sarana edukasi bagi wisatawan untuk belajar tentang kearifan lokal.

   Sebagai sarana interaksi antara wisatawan dengan tuan rumah.

   Homestay sebagai bagian atraksi (daya tarik) dari desa wisata.

   Homestay sebagai sarana akomodasi di desa wisata.

  Fungsi Homestay

  Berikut fungsi dan kriteria homestay :

  Tersedia sirkulasi udara dan pencahayaan yang memadai.

  5. Kamar tidur a.

  Kondisi yang bersih dan terawat serta dilengkapi dengan kunci kamar, kaca rias, lemari atau tempat meletakan pakaian, lampu penerangan dan tempat sampah.

  b.

  Tempat tidur tertata dengan rapi dan tersedia bantal dengan sarungnya dan sprei.

  6. Fasilitas Penunjang a.

  Tersedia papan nama dengan tulisan yang terbaca dan dipasang pada tempat yang terlihat dengan jelas.

  b.

  Tersedia pelengkap di kamar mandi seperti gantungan handuk, tempat sampah, kloset duduk atau jongkok, tempat penampungan air, saluran pembuangan air yang lancar dan, air bersih yang mencukupi sesuai dengan jumlah kamar atau tamu yang menginap.

  c.

  Peralatan makan dan minum selalu dalam kondisi bersih dan aman bagi tamu.

  d.

  Tersedia air minum.

  7. Dapur Kondisi dapur menjadi satu aspek yang termasuk dalam kriteria produk. Kondisi dapur harus dalam keadaan bersih dan terawatt serta ilengkapi peralatan dapur yang bersih, terawat dan berfungsi dengan baik. Dapur juga harus dilengkapi bak tempat cuci yang bersih dan terawat serta tersedia saluran pembuangan limbah yang berfungsi dengan baik. Di dalam dapur terdapat tempat sampah tertutup dan tersedia air bersih yang diperlukan untuk membersihkan peralatan dapur serta peralatan makan dan minum. Sedangkan aspek kedua, pelayanan, meliputi pemesanan kamar, pencatatan identitas tamu, pembayaran, pembersihan lingkungan dan kamar tamu, keamanan dan kenyamanan tamu, penanganan keluhan, dan pemberian informasi tertulis mengenai harga sewa, lokasi terdekat dari pelayanan kesehatan, fasilitas umum, daya tarik wisata setemat dan budaya lokal.

  Aspek penting ketiga, pengelolaan, meliputi tiga unsur. Yang pertama adalah pengelolaan tata usaha dengan menyediakan area khusus dalam rumah tinggal untuk keperluan administrasi, dilengkapi fasilitas penunjang yang sederhana. Selain itu juga terlaksananya pengadministrasian pencatatan data identitas tamu. Unsur kedua penjaminan keamanan dan keselamatan, dilakukan dengan cara menyediakan petunjuk tertulis untuk menghindari terjadinya kebakaran atau keadaan darurat lainnya serta memiliki peralatan Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K). Unsur terakhir, pengelolaan sumber daya manusia, dilaksanakan dengan menerapkan unsur Sapta Pesona, meliputi; aman, tertib, bersih, sejuk, indah, ramah, dan kenangan. Ditambah dengan mengikuti kegiatan peningkatan kemampuan pengelolaan yang diselenggarakan oleh unsur pemerintah.

2.5 Penelitian Terdahulu

  Dalam penelitian ini, penulis menggunakan penelitian terdahulu sebagai tolak ukur dan acuan untuk menyelesaikannya, penelitian terdahulu memudahkan penulis dalam menentukan langkah-langkah yang sistematis untuk penyusunan penelitian dari segi teori maupun konsep.

  a.

  Penelitian pertama oleh Fithria Khairina Damanik dari Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro Semarang. Penelitian tersebut berjudul Homestay Sebagai

  Usaha Pengembangan Desa Wisata Kandri . Hasil analisis yang sudah dilakukan,

  menunjukan bahwa, Desa wisata Kandri merupakan desa wisata yang ada di Kota Semarang dengan keunggulan berada dekat dengan objek wisata Goa Kreo dan Waduk Jatibarang serta memiliki potensi lokal yang dapat menjadi daya tarik bagi wisatawan. Dengan adanya desa wisata ini menjadi peluang bagi warga setempat untuk menyediakan homestay bagi wisatawan. Selain menjadi akomodasi yang ditawarkan, homestay juga menjadi peluang usaha baru bagi warga. Di dalam pengembangan homestay, terdapat 3 (tiga) komponen utama yang harus dimiliki, yaitu kelembagaan, pelaku, dan produk. Kelembagaan dan pelaku program homestay inilah yang akan menghasilkan produk yang ditawarkan sebagai atraksi. Ketiga komponen ini harus berjalan bersama agar program homestay dapat berkembang dan menjadi salah satu alasan wisatawan datang berkunjung ke Desa Wisata Kandri. Kelembagaan disini diartikan sebagai organisasi lokal yang membawahi kegiatan wisata di Desa Wisata Kandri. b.

  Penelitian kedua oleh Yahaya Ibrahim dan Abdul Rasid Abdul Razzaq dari Universitas Malaysia Terengganu dengan judul Homestay Program and Rural

  Community Development in Malaysia, hasil dari penelitian menunjukkan bahwa;

  untuk merancang program homestay yang sukses perlu adanya campur tangan dari pihak luar terutama dalam hal promosi. Pertumbuhan program homestay di Malaysia telah memberikan peluang besar bagi masyarakat pedesaan. Program ini merupakan dukungan tambahan untuk pembangunan sosial ekonomi pedesaan, pengembangan modal sosial, serta kontribusi terhadap konservasi dan peningkatan wilayah pedesaan dengan mengembangkan pemahaman publik mengenai kehidupan di daerah pedesaan dan isu-isu lingkungan pada umumnya. Program homestay bukan hanya program pariwisata pedesaan, tapi juga strategi pembangunan pedesaan. Program homestay di Malaysia memiliki potensi besar untuk menjadi produk wisata alternatif untuk menarik wisatawan internasional dan domestik. Namun, agar program ini bisa sukses, komitmen penuh dari operator serta dukungan kuat dari instansi pemerintah dan instansi swasta terkait lainnya seperti operator wisata sangat dibutuhkan. Meski awalnya operator homestay hanya tahu sedikit tentang industri pariwisata, antusiasme mereka bersama dengan bantuan dari Pemerintah dan sektor swasta, telah berkontribusi pada pertumbuhan sektor pariwisata baru ini.

  Penelitian di atas membahas beberapa hal yang berkaitan dengan program homestay. Dalam pengelolaan usaha homestay, kedua tulisan tersebut menyatakan bahwa diperlukan tiga komponen utama yang harus dimiliki untuk mendukung kesuksesan usaha homestay yang dijalankan, yaitu kelembagaan, pelaku, dan produk. Selain itu, dalam pengelolaan usaha homestay juga dibutuhkan keterlibatan dan dukungan stakeholder seperti : pihak swasta, dinas setempat dan masyarakat di desa Nglanggeran. Dengan kata lain, terdapat standarisasi yang diperlukan untuk menunjang keberhasilan pengelolaan usaha homestay di sebuah desa wisata. Kedua penelitian di atas belum secara jelas membahas proses dimulainya suatu usaha homestay di sebuah desa dan bagaimana pengelolaan usaha tersebut dilakukan dengan merujuk kepada standarisasi pengelolaan homestay tertentu. Berdasarkan hal tersebut, penulis tertarik untuk meneliti lebih jauh mengenai proses dimulainya usaha homestay dan pengelolaan homestay di sebuah desa wisata, Desa Nganggleran .

3. Metodologi dan Pendekatan

3.1 Desain Penelitian

  Untuk menunjang hasil temuan, peneliti dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Menurut Irawan ( 2006 ) peneliti kualitatif berfikir secara induktif (grounded). Penelitian kualitatif tidak dimulai dengan mengajukan hipotesis dan kemudian menguji kebenarannya (berfikir deduktif), melainkan bergerak dari bawah dengan mengumpulkan data sebanyak mungkin tentang sesuatu, dan dari data itu dicari pola pola, hukum, prinsip-prinsip, dan akhirnya menarik kesimpulan dari analisis yang telah dilakukan. Dengan kata lain, pendekatan kualitatif data yang didapat dari hasil pandangan/pengamatan peneliti, sehingga sering disebut dengan penelitian subjektif. Peneliti melakukan pemahaman dan mengalami sendiri (terlibat langsung) dalam fenomena sosial yang ditelitinya. (Mason, 1996).

  Penelitian kualitatif menurut Guba dan Lincoln (1985),”Qualitative Methods are

  stressed within the naturalistic paradigm is antiquantitative but because qualitative methods come more easily to the human as instrument

  .”. Dalam penelitian kualitatif yang ditekankan adalah pola atau pemahaman yang asli, pengalaman nyata untuk selanjutnya dirumuskan menjadi model, konsep, teori, prinsip atau definisi yang bersifat umum. Pengambilan data untuk penelitian kualitatif harus dilakukan secara berulang kali sampai mendapatkan data yang valid.

  Data ini merupakan data yang berhubungan secara langsung dengan penelitian yang dilaksanakan dan bersumber dari desa wisata Nglanggeran, media elektronik berupa jurnal dan web resmi yang berkaitan dengan desa wisata Nglanggeran kabupaten Gunung Kidul.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

  Lokasi penelitian berada di salah satu desa wisata di Kabupaten Gunung Kidul yaitu Desa Wisata Nglanggeran, Kecamatan Patuk, Kabupaten Gunung Kidul. Waktu yang diperlukan dalam penelitian ini berawal dari bulan Oktober 2017 sampai dengan bulan Januari 2018.

3.3 Metode Pengumpulan Data

  Metode pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah dengan cara melakukan observasi, wawancara dan dokumentasi.

  a.

  Observasi : yaitu melakukan pengamatan langsung terhadap kondisi yang ada di desa wisata Ngglanggeran. Penulis mengamati tentang keadaan homestay di desa Nglanggeran dalam rangka penerapan standarisasi pada usaha homestay.

  b.

  Wawancara : yaitu pengumpulan data yang dilakukan dengan cara tanya jawab dengan Pokdarwis di desa wisata Ngglanggeran. Melakukan wawancara dengan pengelola atau ketua pengelola desa wisata Nglanggeran serta 5 anggota masyarakat yang ada di sekitar desa wisata yang ikut mengelola homestay untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan/kesulitan dalam menerapkan standarisasi homestay. Dalam pembahasan ini, penulis memberikan pertanyaan tentang proses terbentuknya usaha

  homestay dan bagaimana pengelolaan homestay dari aspek produk, pengelolaan dan pelayanan di desa Nglanggeran.

  c.

  Dokumentasi : Menurut Arikunto (2006: 206) “Dokumentasi adalah mencari dan mengumpulkan data mengenai hal-hal yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, notulen, rapot, agenda dan sebagainya.” Dokumentasi dalam penelitian ini diambil dari berbagai publikasi, laporan buku literatur, jurnal dan makalah yang mendukung penelitian ini. Dokumentasi yang terkait dengan penelitian antara lain proposal pengembangan desa wisata Nglanggeran.

  4. Hasil dan Pembahasan 4.1. Gambaran Umum Desa wisata Nglanggeran, Gunung Kidul

  Desa Nglanggeran merupakan desa wisata yang terletak di kecamatan Patuk kabupaten Gunungkidul. Pada saat ini Nglanggeran memiliki empat destinasi wisata yaitu wisata Gunung Api Purba yang menjadi obyek wisata utama, wisata embung, kebun buah, dan air terjun Kedung Kandang sebagai obyek wisata baru di Nglanggeran. Sebelum tahun 2008, desa Nglanggeran kecamatan Patuk merupakan salah satu kantung kemiskinan di kabupaten Gunungkidul. Menurut penuturan kepala desa Nglanggeran dengan mengacu pada data monografi desa tahun 2009, disebutkan bahwa dari penduduk Desa Nglanggeran yang berjumlah 700 kepala keluarga, 345 kepala keluarga termasuk dalam penduduk miskin yang sebagian besar berprofesi sebagai petani, sebagian lain berprofresi sebagai tukang bangunan, buruh, dan pengusaha kayu. Menurut data hasil Survei desa Inkubator Ekonomi Rakyat di desa Nglanggeran yang diliris tahun 2009, menunjukkan bahwa mayoritas dari penduduk miskin di Nglaggeran adalah mereka yang berada pada usia produktif antara 20-30 tahun. Keadaan tersebut menunjukan bahwa sektor pertanian yang mayoritas ditekuni oleh sebagian besar penduduk di desa Nglanggeran telah mengalami proses perubahan sehingga tidak mampu lagi menyerap tenaga kerja muda, akibatnya

  2 tingkat pengangguran di Nglageran cukup tinggi.

  Kemiskinan kultural di Nglanggeran disebabkan oleh rendahnya jiwa kewirausahaan sosial masyarakat. Walaupun masyarakat desa Nglanggeran memiliki modal sosial berupa unsur jaringan, kepercayaan dan solidaritas yang tinggi, namun modal sosial tersebut belum dapat termanfaatkan secara optimal oleh warga. Kemiskinan ini disebabkan oleh minimnya sumber daya alam yang bisa dimanfaatkan untuk menunjang kehidupan. Bentang alam yang terdiri dari bukit kars kapur dan tanah litosol kurang begitu optimal jika dimanfaatkan untuk lahan pertanian. Pada saat musim kemarau, ketersediaan air sangat terbatas, warga setempat hanya bisa memanfaatkan pengairan dari mata air yang mengalir di lereng gunung purba, itupun dengan kapasitas debit air yang tidak begitu besar, akibatnya produksi pertanian yang dihasilkan mayoritas petani desa Nglanggeran kurang optimal. Hal ini menyebabkan rendahnya tingkat kesejahteraan masyarakat Desa 2 Nglanggeran.

  Survei Pusat Studi Ekonomi Rakyat Ekora UGM. 2008. Gambaran kemiskinan Nglanggeran. Diakses pada 6 Desember 2017

  Dengan berbagai latar belakang persoalan di atas, secara perlahan masyarakat mulai melihat potensi sektor pariwisata sebagai salah-satu strategi pembangunan desa. Memasuki tahun 1999 masyarakat Desa Nglaggeran mulai mengembangkan ekowisata Gunung Api Purba.

4.2. Proses Terbentuknya Usaha Homestay di Desa Wisata Nglanggeran

  Pada awalnya pengembangan ekowisata berbasiskan masyarakat di Desa Nglanggeran dimulai oleh Sugeng Handoko dan para pemuda setempat. Sugeng Handoko adalah pemuda lokal yang menjadi pelopor pariwisata dari desa Nglanggeran bersama seniornya dan para pemuda di beberapa dusun di desa Nglanggeran. Mereka mulai membentuk komunitas untuk mengembangkan kewirausahaan sosial di sektor ekowisata.

  Komunitas tersebut bernama Karang Taruna Bukit Putra Mandiri atau Lembaga Sentra Pemuda Taruna Purba Mandiri.

  Melalui komunitas yang didirikan, Sugeng Handoko dan para pemuda mulai melakukan pengembangan konsep ekowisata berbasis masyarakat lokal. Implementasi konsep tersebut pada awalnya dilakukan dengan mengkonservasi kawasan Gunung Api Purba yang dilakukan dengan program penanaman pohon di beberapa kawasan di Gunung Api Purba, tidak sampai disitu, Sugeng Handoko dan para pemuda setempat juga melakukan upaya edukasi, penyadaran kepada masyarakat tentang cara menjaga kelestarian lingkungan Gunung Nglanggeran yang saat itu digunakan sebagai tempat mencari kayu bakar dan batu untuk bahan bangunan oleh penduduk lokal setempat. Berdasarkan uraian di atas, proses awal terbentuknya homestay sudah sejalan dengan standarisasi yang ditetapkan di ASEAN bahwa kepemimpinan dalam pengelolaan memakai dan melibatkan warga lokal dan pemuda setempat (ASEAN, 2016).

  Pada tahun 2008, konsep social entrepreneurship mulai diterapkan dalam pengembangan ekowisata di Nglanggeran. Konsep social entrepreneurship yang diusung oleh masyarakat desa Nglanggeran memiliki hal yang unik yang begitu menarik. Keunikan dari penerapan konsep social entrepreneurship di Nglanggeran terdapat adanya inovasi yang dilakukan oleh pemuda (youth innovation) dalam pengembangan ekowisata berbasiskan masyarakat, karena adanya inovasi pengembangan ekowisata tersebut pendapatan masyarakat desa Nglanggeran meningkat. Implementasi konsep social

  

entrepreneurship pada awalnya dilakukan dengan mengadakan pelatihan tentang teknik

  pemasaran, pengembangan organisasi dan pelatihan skill menjadi pemandu wisata atau

  

tour guide . Seiring berjalannya waktu, selanjutnya masyarakat didorong untuk melakukan

  diversifikasi jenis wisata dengan menciptakan paket wisata baru, seperti outbond, perkemahan, fasilitasi kegiatan makrab mahasiswa, wisata pertanian dan tempat penginapan (homestay) bagi para pengunjung. Tidak hanya sampai di situ, masyarakat juga didorong untuk membuat pemasaran secara digital melalui website yang mampu dijangkau oleh semua kalangan di berbagai tempat. Komunitas pemuda sebagai operator kegiatan wisata yang ada di Nglanggeran juga dipacu untuk mampu berkerjasama dengan semua stakeholder, baik pemerintah maupun pihak swasta terutama para agent travel untuk meningkatkan jumlah pengunjung.

  Dalam perjuangannya, karang taruna ini juga dilengkapi dengan pelatihan-pelatihan yang dilakukan oleh dinas pariwisata dan beberapa universitas. Hal ini menunjukan bahwa, hal ini sesuai dengan standar kriteria yang telah ditetapkan dalam standar ASEAN pada bagian kolaborasi yang menyatakan bahwa pengurus dan masyarakat lokal melibatkan stakeholder lainnya seperti LSM atau institusi-institusi lainnya untuk mengadakan pelatihan (ASEAN, 2016).

  Perlu diketahui bahwa Nglanggeran dulunya adalah salah satu desa pemasok TKI (Tenaga Kerja Indonesia) yang bekerja di luar negeri. Namun sejak dikelolanya Geosite Nglanggeran sebagai destinasi wisata, kini mereka lebih memilih tinggal dan merawat desanya. Menurut Ir. Budi Martono, General Manager Geopark Gunungsewu, Geosite adalah sebuah wisata yang terbentuk dari susunan geologi, biologi dan kebudaayan, atau singkatnya adalah wisata alam. Geosite Nglanggeran hanyalah salah satu Geosite dari 33 Geosite yang berada di Gunung Sewu yang membentang dari 3 provinsi dan 3 kabuapten, yaitu Gunung Kidul (DI. Yogyakarta), Wonogiri (Jawa Tengah) dan Pacitan (Gunung Kidul). Gunung Sewu dinobatkan menjadi Geosite Dunia kedua yang berada di Indonesia setelah Gunung Batur yang berada di Pulau Bali dan menjadi salah satu dari 120 lebih Geosite dunia yang berada di 32 Negara (Laman resmi gunung api Purba).

  Sugeng Handoko, salah satu perwakilan kelompok sadar wisata Nglanggeran menuturkan kini ada 154 pemuda yang ikut tergerak untuk mengelola Geosite Nglanggeran. Rumah-rumah penduduk pun dimaksimalkan sebagai homestay yang bisa digunakan untuk live in wisatawan. Ada sekitar 80 homestay yang telah siap untuk digunakan oleh wisatawan dengan rate per malam Rp 150.000 - Rp 250.000 per orang, sudah termasuk makan dua kali.

4.3. Pengelolaan Homestay di Desa Wisata Nglanggeran

  Desa wisata Nglanggeran saat ini memiliki 80 rumah warga yang dijadikan sebagai untuk wisatawan yang sudah diseleksi oleh pengurus desa Nglanggeran.

  homestay

  Pengurus juga menyediakan atraksi wisata yang berbasis alam dan budaya di daerah sekitarnya homestay sebagai pelengkap untuk ditawarkan kepada wisatawan yang datang berkunjung. Berikut hasil analisa penerapan standarisasi homestay yang dilakukan di desa wisata Nglanggeran berdasarkan aspek yang terdapat dalam kriteria pelaksanaan homestay menurut Permen No 10 tahun 2014.

4.3.1. Aspek Produk

  Usaha homestay di Desa Nglanggeran merupakan rumah tinggal penduduk yang dihuni oleh pemiliknya dan sebagian kamarnya, rata-rata 3-5 kamar disewakan sebagai kamar tamu untuk wisatawan. Fisik dan bangunan homestay layak untuk dihuni, bangunan kokoh dan tidak rusak. Sebagian homestay belum mencerminkan bangunan dengan ciri khas daerah. Dalam setiap rumah homestay, keadaan setiap ruangan menjadi faktor yang berpengaruh bagi kenyamanan tamu dan kondisi kamar tidur merupakan salah satu hal yang penting.

  Kebersihan kamar tidur selalu terjaga karena sebelum dan sesudah ditempati selalu dibersihkan sehingga kamar selalu dalam keadaan bersih dan bebas dari bau tak sedap. Setiap kamar juga memiliki jendela sehingga memiliki sirkulasi udara yang baik agar terjadi sirkulasi udara yang baik dan disetiap kamar dilengkapi dengan kunci kamar. Tempat tidur juga dilengkapi dengan bantal, sarung bantal, sprei dan selimut. Di kamar tidur tersedia meja, kaca rias, lemari/tempat menyimpan pakaian, dan tempat sampah.

  Dari sisi kelengkapan fasilitas penunjang, semua homestay dilengkapi dengan papan nama yang terlihat jelas, dan jalan menuju lokasi mudah dicapai. Ini sesuai dengan kriteria yang ditetapkan dalam peraturan menteri. Di dalam kamar mandi dilengkapi perlengkapan mandi seperti gantungan handuk, tempat sampah, kloset duduk/jongkok, shower dan/atau bak mandi, saluran pembuangan yang lancar, dan air bersih. Setiap

  

homestay di Desa Nglanggeran diperlengkapi dengan satu sampai dua toilet dengan

keadaan bersih dan rapi serta mempunyai sirkulasi udara dan pencahayaan yang cukup.

  Hal ini dibuktikan bahwa pada tahun 2012 toilet yang ada di desa Nglanggeran sudah terstandarisasi oleh dinas pariwisata DIY. Sedangkan untuk peralatan makan dan minum, tersedia peralatan makan dan minum yang bersih dan hyginies tanpa debu, noda, jamur dan tidak retak.

  Beberapa homestay sudah memiliki dapur yang baik dan dilengkapi dengan perlengkapan dapur yang bersih dan aman, termasuk bak tempat pencucian peralatan dan bahan makanan, namun sebagian masih ada yang belum bersih dari noda dan jamur serta belum terdapat saluran pembuangan limbah yang berfungsi dengan baik. Lantai masih tanah sehingga ketika basah akan licin dan membahayakan tamu homestay. Di beberapa

  

homestay juga belum tersedia perlengkapan Alat Pemadam Api Ringan (APAR). Dengan

  demikian, aspek kelengkapan fasilitas penunjang secara umum telah terpenuhi, namun masih terdapat kekurangan di beberapa bagian, seperti keamanan tamu.

4.3.2. Aspek Pelayanan

  Dalam aspek pelayanan, dalam proses pemesanan kamar, sarana administrasi dan buku tamu telah tersedia, namun dalam penerapannya belum semua tamu yang menginap mengisi buku tamu. Pendataan tamu, pelayanan informasi wisata, pelayanan pemesanan kamar dan pelayanan pembayaran semua tamu yang menginap di homestay sudah di data oleh staf kantor pengelola homestay desa Nglanggeran. Disetiap homestay ditempelkan peraturan yang harus ditaati bagi tamu yang menginap. Namun kebanyakan homestay belum memiliki sarana komunikasi berupa fax/ jaringan internet yang berfungsi dengan baik.

  Pemilik dan tenaga kerja homestay mampu menerapkan tata krama dan adat istiadat setempat, berinteraksi dengan tamu, mampu memberikan informasi, mampu melayani dengan jujur dan bertanggung jawab. Pemilik homestay baik dan ramah dalam menyajikan/melayani saat menyajikan makanan untuk tamu yang menginap. Kebersihanpun dijaga dengan mengganti seprei, sarung bantal, dan selimut yang dilakukan setiap pergantian tamu yang menginap. Pemilik atau pengelola homestay juga menyediakan makanan dan minuman dalam keadaan bersih dan halal. Makanan yang disajikan bervariasi, yang mengutamakan makanan khas desa Nglanggeran, namun masih ada beberapa homestay yang menyediakan makanan yang bukan makanan khas daerah sana karena permintaan dari tamu.

4.3.3. Aspek Pengelolaan

  Homestay yang ada di kawasan desa wisata ini merupakan binaan Kelompok Sadar

  Wisata desa Nglanggeran bersama dengan masyarakat sekitar. Dalam proses pengembangan homestay, para pengurus menilai setiap rumah warga untuk dipilih mana rumah yang layak untuk dijadikan homestay dan tidak layak, namun penilaian atau kriteria yang menjadi bahan/alat pertimbangan hanya sesuai dengan kelayaknya yang dibuat oleh pengurus desa dan belum berdasarkan standar homestay yang berlaku (standar nasional maupun ASEAN).

  Sistem yang digunakan oleh pengelola desa Nglanggeran mengunakan sistem satu pintu yaitu kantor pusat yang bertempat di dekat pintu masuk wisata yang akan memulai

  

trekking Gunung Api Purba. Struktur organisasi yang cukup lengkap dan program yang

  dirancang dengan jelas menjadikan tatanan yang baik dan memudahkan untuk mengelola desa wisata Nglanggeran, terbukti dengan prestasi yang sudah diraih oleh desa wisata Nglanggeran sendiri dengan penghargaan dari tingkat nasional hingga tingkat ASEAN.

  Berikut Struktur organisasi yang ada di desa wisata Nglanggeran

SEKSI PENGEMBANGAN USAHA

  1. Triyana

  3. Subarno KULINER

  2. Tumiran .K

  1. Suranto

  2. Tumiran .G

  3. Jarwanto

  

Dinas Pariwisata DIY

Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kab. Gunung kidul

PEMBINA

WAKIL KETUA

  4. Marsudi

  3. Warsono

  2. Sudiyono

  1. Sumadiyono

  3. Surisman

  2. Sutoyo

  2. Rudi Maryanto

  3. Suroto SEKSI KEBRSIHAN & KEINDAHAN

  3

  1. Budi Subaryadi

  3. Lilik Suharyanto SEKSI KETERTIBAN & KEAMANAN

  2. Pardiyo

  1. Triyanto

  2. Agus BENDAHARA

  1. Sugeng Handoko

  Basuki SEKRETARIS

  Mursidi

  3. Budi Utomo KETUA

  2. Ketua BPD

  1. Kepala Desa Nglanggeran

  

PENASEHAT

  :

  1. Sudadi .B

SEKSI PEMUKIMAN (HOMESTAY)

SEKSI PEMANDU

ATRAKSI KESENIAN

  3. Surgiyanti

  3. Sugiyanto .B

  6. Colijan

  7. Suhardi

  8. Wagiron

  1. Suratijo

  2. Teguh .M

  1. Aris budiyono

  4. Paniman .G SEKSI PEMASARAN & PROMOSI

  4. Paeron

  2. Heru Purwanto ANGGOTA

  2. Teguh Minardi

  1. Subali

  3 Struktur Organisasi Desa Nglanggeran di ambil dari kantor administrasi desa wisata.

  5. Leo Susilo

  3. Subarjo

  2. Sumiyem

  4.Sujiyanto SEKSI HUMAS & PENGEMBANGAN SDM

  5. Srisuryani KEROHANIAN

  1. Eko Nugroho

  2. Wagiman

  3. Sudadi .A

  4. Linda Gunawan SEKSI DAYA TARIK WISATA & KENANGAN

  1. Surini

  3. Wasidi

  2. Hadi Purwanto

SEKSI PEMBANGUNAN

  1. Slamet

  2. Panijem

  3. Sukiran

  4. Suparno

  5. Wakidi

  6. Sukirman

  1. Sumbodo

  4. Warsini Dengan adanya struktur organisasi yang jelas, usaha homestay di desa ini telah memenuhi standarisasi ASEAN khususnya pada bagian pengelolaan, poin pertama yang menyatakan bahwa organisasi homestay harus memiliki struktur organisasi yang sistematis (ASEAN, 2016).

  Untuk mempertemukan semua anggota pengelola sesuai dengan struktur organisasi diatas, Bapak Mursidi selaku ketua organisasi menyelenggarakan rapat setiap 35 hari sekali yang disesuaikan dengan penanggalan jawa. Rapat diadakan untuk mengevaluasi dan mencari solusi bersama dari seluruh kegiatan yang ada didesa Nglanggeran oleh setiap ketua dari bidang masing-masing. Pertemuan rutin ini menunjukkan bahwa organisasi home stay di desa ini juga memenuhi standar yang di tetapkan ASEAN bahwa organisasi home stay memiliki peran, tanggung jawab dan jalur komunikasi yang baik.

  Semua pengelola dan pengurus (termasuk pemilik homestay) berasal dari pemuda dan warga yang berdomisili di desa Nglanggeran. Ada sekitar 154 Pemuda di desa Nglanggeran yang ikut berpartisipasi menjadi pengelola Geosite Nglanggeran. Menurut data diatas, dengan adanya 80 rumah yang dijadikan sebagai homestay di desa Nglanggeran maka, desa Nglanggeran telah memenuhi standar yang ada di dalam standar ASEAN. Dan lebih jauh lagi desa Nglanggeran letaknya berdekatan dengan wisata gunung api Purba dan Embung Nglanggeran sehingga memenuhi kriteria homestay menurut standar ASEAN yang mengatakan bahwa homestay harus terletak di dekat atraksi wisata.

  Pengelola homestay mempromosikan homestaynya bersama dengan desa wisata yang menaunginya melalui brosure, internet, media elektronik dan lainnya. Seperti, Traveloka.com dan Pegipegi.com. Pihak pengelola desa wisata Nglanggeran juga mengadakan kerjasama dengan beberapa universitas untuk mengadakan pelatihan, seperti contohnya Universitas Sanata Darma yang melakukan pelatihan/kursus kepada masyarakat sekitar, dengan harapan bisa berkomunikasi dengan para wisatawan asing tersebut.

5. Kesimpulan

  Dalam penerapan standarisasi homestay, dilihat dari awal terbentuknya homestay di desa wisata Nglanggeran sudah sesuai dengan diprakarsainya program homestay oleh masyarakat lokal. Pemimpin dan para pengurus desa wisata Nglanggeran khususnya pengurus homestay adalah masyarakat lokal. Pemimpin lokal mengadakan pelatihan dan mengedukasi masyarakat lokal lainnya sehingga terbentuk social enterpreneurship. Dalam perjalannya para pengurus diperkuat dengan diadakannya training-training dari pihak luar, sehingga sampai saat ini sudah memiliki 80 homestay dan 154 pengurus di desa wisata Nglanggeran. Dengan demikian sudah sesuai dengan standar homestay dan CBT yang ditetapkan oleh ASEAN, desa Nglanggeran telah menerapkan poin-poin penting dari standar yaitu, peran aktif dari masyarakat lokal.

  Dalam pengelolaannya, sekalipun belum memakai standarisasi homestay untuk mengelola homestay di desa Nglanggeran, namun ada beberapa elemen yang sudah sesuai dengan kriteria standarisasi homestay ASEAN dan kriteria homestay menurut Permen No.

Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Tiga Batu Tungku: Untuk meningkatkan Kerjasama Lembaga Gereja, Adat, dan Pemerintah dari Pendekatan Konseling Pastoral dan Masyarakat di Nuruwe

0 0 14

BAB I PENDAHULUAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Penggunaan Pendekatan Saintifik Melalui Model Pembelajaran Discovery Learning dan Problem Based Learning terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas 3 SD

0 0 8

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Penggunaan Pendekatan Saintifik Melalui Model Pembelajaran Discovery Learning dan Problem Based Learning terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas 3 SD

0 0 23

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Penggunaan Pendekatan Saintifik Melalui Model Pembelajaran Discovery Learning dan Problem Based Learning terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas 3 SD

0 0 14

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Penggunaan Pendekatan Saintifik Melalui Model Pembelajaran Discovery Learning dan Problem Based Learning terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas 3 SD

0 0 23

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Penggunaan Pendekatan Saintifik Melalui Model Pembelajaran Discovery Learning dan Problem Based Learning terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas 3 SD

0 7 125

1 Bab 1 Memahami Ulang Yesus Sebagai Korban (Mat.26:36-46): Perspektif Poskolonialis Oli Somba Dalam Agama Suku Aramaba Terhadap Yesus Sang Korban 1. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Memahami U

0 0 12

13 Bab 2 Hermeneutik Poskolonial dengan Perspektif Ritus Oli Somba dalam Komunitas Masyarakat Aramaba 2.1 Pendahuluan - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Memahami Ulang Yesus sebagai Korban (Mat.26:36-46):Perspektif Poskolonial

0 1 24

37 Bab 3 Konteks Kultural Praktik Pengorbanan dalam Matius 26:36-46 3.1 Pendahuluan - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Memahami Ulang Yesus sebagai Korban (Mat.26:36-46):Perspektif Poskolonialis Oli Somba dalam Agama Suku Aram

0 1 19

56 Bab 4 Memahami Ulang Yesus Sebagai Korban Dari Perspektif Ritus Oli Somba dalam Komunitas Masyarakat Aramaba 4.1 Pendahuluan - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Memahami Ulang Yesus sebagai Korban (Mat.26:36-46):Perspektif P

0 1 23