BAB IV PEOPLE SMUGGLING, SEKRETARIAT NCB-INTERPOL INDONESIA DAN AUSTRALIAN FEDERAL POLICE (AFP) - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Penanganan People Smuggling oleh Sekretariat NCB-Interpol Indonesia dan Australian Federa

BAB IV PEOPLE SMUGGLING, SEKRETARIAT NCB-INTERPOL INDONESIA DAN AUSTRALIAN FEDERAL POLICE (AFP) Dalam bab iv peneliti menjelaskan secara umum mengenai tindak kejahatan Sekretariat NCB-INTERPOL Indonesia, Australian Federal People Smuggling,

  (AFP) dan penjelasan yang terkait dengan alasan Australia yang seringkali

  Police dijadikan sebagai negara tujuan para imigran gelap.

4.1 People Smuggling

  Sebelum peneliti membahas mengenai pemahaman People Smuggling, peneliti akan membahas konsep dasar dari penyelundupan manusia/migran dari sudut pandang irregular migrationdan trafficking in persons. Bila kita melihat dari kacamata irregular migration dari United Nation Office on Drugs and Crime (UNODC) People Smuggling dan irregular migration memiliki hubungan yang cukup erat karena People Smuggling memainkan peran penting dalam memfasilitasi karena penyelundup (smuggler) akan menyediakan layanan

  irregular migration

  berupa transportasi fisik dan moda angkutan untuk melakukan penyeberangan

ilegal dari perbatasan dengan menggunakan dokumen palsu (UNDOC, 2004:53).

  Sedangkan dari kacamata trafficking in persons kita akan menemukan perbedaan yang mendasar dengan People Smuggling, menurut pasal 3 Protocol to

  

Prevent, Suppress and Punish Trafficking in Persons, Especially Women and

Children dan United Nations Convention against Transnational Organized Crime

  atau penjualan manusia

  (Trafficking in Persons Protocol) trafficking in persons

  diartikan sebagai “perekrutan, pengangkutan, pengiriman, penyimpanan atau penerimaan orang, melalui ancaman atau penggunaan kekerasan atau bentuk pemaksaan lainnya, penculikan, penipuan, penipuan, manfaat untuk mendapatkan persetujuan dari suatu orang yang memiliki kendali atas orang lain, untuk tujuan eksploitasi.

  ” Eksploitasi yang dilakukan dapat berupa tindakan prostitusi, pekerja paksa, budak bahkan penjualan organ tubuh.

Tabel 4.1 Perbedaan antara People Smuggling dan Human Trafficking

  People Smuggling Human trafficking

  Wilayah negara

  • Memasuki negara • Memasuki tujuan melewati tujuan bisa secara batas negara secara legal atau ilegal. ilegal.
  • Bisa terjadi di dalam negeri.
  • Selalu terjadi lintas negara.

  Dokumen Menggunakan Menggunakan dokumen dokumen palsu atau asli maupun dokumen dokumen curian. palsu. Niat Sukarela. Mengandung unsur paksaan, bujuk rayu, tipu muslihat. Keuntungan Keuntungan hanya dari Keuntungan dari pemindahan orang dari pemindahan dan satu negara ke negara penjualan dan eksploitasi lain. terhadap korban.

  Jenis Kejahatan terhadap Kejahatan terhadap negara. korban. kejahatan

  Sumber: Bahan Overview People Smuggling Dittipidum TTPO Bareskrim, Mabes Polri.

  Awal mula upaya membedakan pengertian dari Trafficking In Persons dan oleh para akademisi setelah pertengahan tahun 1990an, namun

  People Smuggling

  sampai pada tahun 2000an konsep keduanya masih banyak disamakan. Menurut Webb dan Burrows dalam penelitian mereka yang benama post-conviction, dalam penelitian tersebut Webb dan Burrows melakukan wawancara dengan pelaku (smuggler) yang masih aktif dan pelaku yang telah di jatuhi hukuman, menurut mereka aksi perdagangan dan penyelundupan manusia saling tumpang tindih, adanya banyak client pada awal operasi dan dapat berakhir sebagai korban perdagangan manusia (Webb dan Burrows, 2009:14). Penelitian ini menggambarkan adanya keterkaitan yang sangat erat antara People Smuggling dan .

  Trafficking In Persons

  Baik korban PS ataupun TIP, mereka berhak mendapatkan perlindungan hukum dan bantuan finansial. Adanya ketentuan demikian menyebabkan adanya perdebatan lainnya karena di nilai tidak seimbang, namun pada akhirnya perdebatan mengenai bantuan yang diberikan kepada para korban menemukan titik terang dengan berpedoman pada Smuggling of Migrants Protocol dimana ada sebuah kewajiban untuk melindungi hak para migran oleh negara-negara, khususnya bila mereka dalam keadaan terancam oleh tindak kejahatan tersebut. beranggapan bahwa Trafficking in Persons

  Australian Institute of Criminology

  (TIP) dan People Smuggling (PS) adalah kasus yang sangat berbeda, TIP dalam aksi nya tidak memerlukan penyebrangan secara illegal, tidak selamanya lintas negara (khususnya dalam kasus perdagangan dalam negeri) dan korban TIP dianggap sebagai sebuah komoditas yang telah dibayar oleh pelanggan yang berada di luar negeri serta yang akan dirugikan dalam kasus TIP ini adalah personal atau korban bukanlah negara (Rebecca Tailby, 2000:5). Sedangkan People Smuggling (PS) adalah upaya yang dilakukan oleh seseorang untuk mendapatkan keuntungan secara massive dari bisnis yang dilakukannya dengan cara menyelundupkan seseorang ke negara tujuan yang bukan secara sah sebagai warga negara tersebut atau illegal (United Nations Convention on Transnational Organized Crime,

  

Protocol to Prevent, Suppress and Punish Trafficking in Persons, Especially

Women and Children (the Trafficking Protocol, article 3) (UNDOC, 2004:55).

  Dalam kasus People Smuggling korban yang tertangkap dan diamankan di Indonesia ini sendiri merupakan imigran gelap yang hendak menuju ke Australia agar mendapatkan suaka dari negara tersebut dan Australia memiliki undang- undang

  “anti-smuggling” yang sangat ketat dimana akan dijatuhkan pidana selama 20 tahun bagi setiap pelaku.

  People Smuggling menurut INTERPOL sama halnya dengan yang dimiliki

  oleh pemerintah Australian Institute of Criminology, namun ada beberapa penjelasan tambahan mengenai People Smuggling dimana hubungan antara penyeludup dan migran akan berakhir saat individu yang telah membayar kepada pelaku sudah berada di negara baru atau negara tujuan dan mengenai biaya para korban akan dituntut adanya biaya tambahan yang dikenakan tak jarang pelaku mengancam para individu yang diselundupkan tersebut dan pada akhirnya mereka akan bekerja secara illegal untuk melunasi utang-utang akibat modal transportasi yang mereka gunakan.

  “Perbuatan yang bertujuan mencari keuntungan, baik secara

  Indonesia sendiri mengartikan People Smuggling dengan merujuk pada pasal 1 angka 32 Undang-undang Nomor 6 tahun 2011 tentang Keimigrasian.

  langsung maupun tidak langsung, untuk diri sendiri atau orang lain, dengan membawa seseorang atau sekelompok orang, baik secara terorganisir maupun tidak terorganisir atau memerintahkan orang lain untuk membawa seseorang atau sekelompok orang, baik secara terorganisir maupun tidak terorganisir, yang tidak memiliki hak secara sah untuk memasuki wilayah indonesia atau keluar wilayah Indonesia dan atau masuk wilayah negara lain yang orang tersebut tidak memiliki hak untuk memasuki wilayah tersebut secara sah, baik dengan menggunakan dokumen sah maupun dokumen palsu atau tanpa menggunakan dokumen perjalanan, baik melalui pemeriksaan imigrasi maupun tidak .

  ” Kasus People Smuggling merupakan kejahatan yang tidak hanya merugikan satu negara saja melainkan akan merugikan dua negara atau lebih. Para individu yang ingin diselundupkan dipicu oleh beberapa faktor yaitu:

  • Faktor dari negara asal: perang, konflik sosial, kemiskinan dan kurangnya kesempatan untuk melakukan migrasi secara resmi;
  • Faktor penarik dari negara tujuan: lingkungan yang aman, kesempatan ekonomi yang lebih tinggi, hubungan keluarga dan budaya serta negara tersebut memiliki kebijakan menerima pengungsi/pencari suaka.
  • Faktor kombinasi yaitu kemudahan melewati batas negara secara illegal, mudahnya akses ke sindikat penyelundupan manusia dan kemudahan dan komunikasi dan perjalanan. Pola kejahatan People Smuggling adalah jaringan horizontal yang tidak ada komando yang jelas, mereka bergerak secara bebas dan besama secara ad hoc. Biasanya para pelaku menggunakan jaringan sosial atau keluarga untuk memanfaatkan peluang yang mungkin akan muncul (UNODC, 2011:8).

  Pada saat ini kita tidak dapat memungkiri bahawa aksi kejahatan People merupakan bisnis migrasi. Peneliti menggunakan teori yang dimiliki

  Smuggling

  oleh Salt dan Stein dimana para imigran digambarkan sebagai sebuah “produk” dan penyelundup adalah “pengusaha illegal” (Bilecen, 2009:8). People Smuggling sebagai bisnis global yang telah mengambil banyak keuntungan dari setiap aksi yang berhasil dilakukan. Dengan berdasarkan pemahaman ini jelas terlihat sebagai model perdagangan dengan dibaginya dalam tiga tahap yaitu mobilisasi dan rekrutmen migran, pergerakan selama perjalanan dan penyisipan serta intergrasi mereka ke pasar tenaga kerja atau masyarakat dalam negara tujuan. Namun penting untuk di ingat bahwa kekuatan pasar tetap memiliki peran penting, semakin kuat sebuah pasar maka keuntungan akan semakin besar untuk di miliki.

  Dalam melakukan aksinya para pelaku (smuggler) memiliki modus operandi yang berbeda-beda dari tahun ke tahun hal tersebut dilakukan agar mampu mengelabui para petugas di lapangan. Menurut data yang peneliti dapatkan dari Badan Reserse Kriminal Polri Direktorat Tindak Pidana Umum Sub Direktorat III Unit People Smuggling ada beberapa modus yang digunakan oleh para pelaku yaitu: 1.

  Modus Pertama Para pelaku menggunakan Indonesia sebagai negara transit sebelum diberangkatkan ke negara tujuan seperti Australia, Malaysia dan New Zealand.

  Para imigran yang diselundupkan banyak berasal dari Bangladesh, Myanmar, Srilangka, Afganistan dan Nepal. Mereka akan dibawa masuk ke Indonesia secara tidak resmi yaitu melalui jalur laut ataupun secara resmi yaitu jalur udara. Ketika sampai di Indonesia para imigran tersebut kemudian dibawa ke

  1

  daerah yang berdekatan dengan titik pemberangkatan selanjutnya , setelah berada di daerah yang beredekatan di titik pemberangkatan para imigran

  2 1 kemudian ditampung di rumah yang telah disediakan oleh para pelaku dan Di Indonesia daerah yang menjadi titik pemberangkatan adalah daerah Jawa Barat, Dumai dan 2 Makasar dan daerah lainnya yang dilihat berpotensi sebagai titik pemberangkatan.

  

Para penyelundup (smuggler) dalam menjalankan aksinya mereka telah melakukan kerjasama

dengan para penduduk lokal yang berada di Indonesia dan telah membagi tugas masing-masing

termasuk mencari rumah penampungan sementara dan mencari kapal untuk mengangkut para menunggu para pelaku lainnya untuk mencari kapal yag aman untuk memberangkatkan para imigran tersebut ke negara tujuan, seringkali dalam beberapa kasus People Smuggling kapal yang digunakan sangat tidak layak untuk berlayar baik dalam jarak dekat ataupun jauh walaupun telah di modifikasi, banyak pelaku yang mencari kapal yang tidak mencolok dan terkesan tidak mampu membawa penumpang dalam jumlah sedikit atau banyak, contohnya adalah kapal para nelayan. Berdasarkan data dari Badan Reserse Kriminal Polri Direktorat Tindak Pidana Umum Sub Direktorat III Unit People Smuggling kapal-kapal tersebut minim fasilitas bahkan tidak sesuai dengan bayaran yang telah diberikan oleh para imigran yang berkisar US$3000-US$12.000/orang kepada para pelaku (smuggler).

  2. Modus Kedua Pelaku yang memberangkatkan para imigran dari negara asal menuju negara tujuan telah menerima uang yang digunakan untuk membiayai perjalanan para imigran yang berkisar US$3000-US$12.000/orang dan pelaku juga mempersiapkan dokumen-dokumen yang digunakan dalam perjalanan. Lalu imigran tersebut diberangkatkan menuju negara transit yaitu Indonesia, ketika sampai di Bandara Indonesia para imigran diminta untuk mengurus visi On

  Arrival dan selanjutnya mereka dibawa oleh pelaku lainnya yang telah

  menunggu di Indonesia untuk diantarkan ke tempat penampungan sementara yang telah disediakan baik berupa apartment atau hotel yang berada di Jakarta atau Bogor. Para imigran akan tetap berada di rumah penampungan sementara selama mendaftarkan diri mereka sebagai pencari suaka di United Nations

  (UNHCR) dan selanjutnya para imigran

  High Commissioner for Refugess tersebut diberangkatkan ke negara tujuan melalui jalur laut dari Indonesia.

  3. Modus Ketiga Para imigran yang telah berada di Indonesia baik yang telah diberangkatkan melalui jalur resmi (udara) ataupun tidak resmi (laut) mereka akan diberangkatkan oleh para penyelundup yang sebelumnya telah mencarikan kapal nelayan dan akan digunakan untuk memberangkatkan para imigran, namun terlebih dahulu kapal tersebut di renovasi agar mampu membawa penumpang dalam jumlah banyak. Penyelundup juga telah mencari rekan yang bisa dipercayakan untuk mengoperasionalkan kapal tersebut hingga sampai di negara tujuan, biasanya para penyelundup akan mencari rekan-rekan ABK yang telah memiliki pengalaman dalam berlaut dimana mereka juga mengerti pekerjaan yang dilakukan, telah menerima upah dan mau menerima segala bentuk resiko dari pekerjaan tersebut di negara tujuan ataupun selama perjalanan menuju negara tujuan.

4. Modus Keempat

  Para penyelundup ketika mengetahui bahwa petugas penegak hukum di negara transit ataupun di negara tujuan aktif dalam beroperasi guna memberantas aksi kejahatan penyelundupan manusia telah memaksa para penyelundup ini untuk mencari jalan lain agar pekerjaan tersebut tetap dapat dilaksanakan. Dalam modus ini para penyelundup akan membagi imigran menjadi dua kelompok atau lebih, lalu mereka akan diberangkatkan ke negara yang menjadi lokasi transit menggunakan jalur resmi (udara) atau tidak resmi (laut). Ketika sampai di negara transit, para penyelundup akan memasukkan imigran tersebut ke daerah yang berdekatan dengan titik pemberangkatan baik kembali menggunakan jalur resmi (udara) atau tidak resmi (laut) ataupun melalui jalur darat dengan menggunakan kendaraan besar seperti minibus atau bus besar.

  Dalam menjalankan aksinya para penyelundup telah membagi tugas menjadi tiga kelompok yang terdiri dari beberapa orang yang berasal dari negara asal para imigran, negara transit dan negara tujuan. Pembagian tugasnya adalah “Smuggler pertama” akan melakukan pengendalian dari negara asal dengan mengontrol setiap penerimaan uang dari para imigran dan akan disalurkan melalui penyelundup lainnya yang berada di negra transit, “Smuggler kedua” yang berada di negara transit akan bertugas mengontrol kedatangan para imigran tersebut dari negara asal lalu mereka akan mempersiapkan kapal atau moda angkutan yang digunakan untuk memberangkatkan imigran ke negara tujuan dan ketiga sampai di negara tujuan yang bertugas adalah “Smuggler ketiga” yang mana akan mengendalikan para imigran tersebut di negara tujuan dan para penyelundup ini telah menjadi penduduk di negara tujuan.

  Sebelumnya peneliti diatas ada menyampaikan jalur resmi yaitu melalui udara dan jalur tidak resmi adalah melalui laut serta jalur darat dan oleh karena itu peneliti akan memaparkan jalur-jalur tersebut melalui beberapa peta perjalanan di bawah ini.

Gambar 4.1 Jalur Perlintasan Illegal Imigran Melalui Laut dan Darat

  

Sumber: Badan Reserse Kriminal Polri Direktorat Tindak Pidana Umum Sub Direktorat III

Unit People Smuggling.

  Dari peta diatas dapat kita lihat bahwa para smuggler membawa para imigran gelap dengan cara diselundupkan melalui negara Malaysia selanjutnya ketika berada di Indonesia imigran tersebut dibawa melalui kota Pekanbaru, Riau, lalu melewati daerah pinggiran Pulau Sumatera yaitu kota Padang, Bengkulu dan diseberangkan menuju Jakarta menuju kota Kupang yang berdekatan dengan Australia.

  Tidak hanya melalui jalur darat, namun penyelundup juga melakukan dengan menggunakan jalur udara dan berikut peneliti paparkan peta jalur

Gambar 4.2 Jalur Perlintasan Illegal Imigran Melalui Udara

  DUBA

  I Ban dun g

  

Sumber: Badan Reserse Kriminal Polri Direktorat Tindak Pidana Umum Sub Direktorat III

Unit People Smuggling.

  Dengan menggunakan jalur udara para smuggler memberangkatkan para imigran dari Dubai, Arab atau dari Kota Pekanbaru, Riau menuju Jakarta dan ketika sampai di Jakarta para smuggler menerbangkan imigran gelap menuju Kupang sebagai lokasi pemberangkatan dengan menggunakan kapal menuju Australia.

  Tidak berhenti di jalur udara para smuggler juga menggunakan jalur yang lebih kompleks di Indonesia salah satunya adalah dengan melalui pulau Sumatera, Kalimantan dan Jawa. Berikut peneliti paparkan peta perjalanan tersebut.

Gambar 4.3 Jalur Perlintasan Illegal Imigran Melalui Perbatasan Darat (Kuala

  

Lumpur, Sarawak dan Kalimantan Barat)

PAKISTAN

  Pontia

nak

sema rang

  Badan Reserse Kriminal Polri Direktorat Tindak Pidana Umum Sub Direktorat III Sumber: Unit People Smuggling.

  Dengan melihat Kalimantan yang berdekatan dengan Malaysia makan menyelundupkan para imigran dari Kalimatan lalu diterbangkan ke

  smuggler

  Jakarta, Makasar atau Surabaya lalu menuju Kupang untuk diberangkatkan menuju Australia, namun sebelum menuju Jakarta smuggler menyelundupakan para imigran ke Kalimatan dari Pekanbaru, Riau.

  Berdasarkan data yang peneliti dapatkan dari Badan Reserse Kriminal Polri Direktorat Tindak Pidana Umum Sub Direktorat II Unit People Smuggling terdapat banyak provinsi yang dijadikan lokasi masuk dan keluarnya para imigran gelap oleh para smuggler dan berikut peneliti paparkan provinsi- provinsi tersebut.

  

Gambar 4.4

Mapping Keluar dan Masuknya Imigran Gelap

  ACEH SUMUT RIAU SUMUT RIAU KEPRI KALBAR KEPRI KALTIM SULSEL SULSEL SUMBAR LAMPUNG BANTEN BANTEN

MADUR

JATIM SULTENG JABAR JATIM BALI NT NTT Keterangan:

  Kolom berwarna putih merupakan pintu masuk Indonesia Kolom berwarna ungu merupakan titik pemberangkatan menuju Australia

Sumber: Badan Reserse Kriminal Polri Direktorat Tindak Pidana Umum Sub Direktorat III

Unit People Smuggling.

  Peta di atas menjelaskan bahwa Riau, Kepulauan Riau, Kalimatan Barat, Kalimantan Timur, Banten, Jawa Timur, Bali dan Sulawesi Selatan sebagai lokasi masuknya para imgran gelap ke Indonesia, sedangkan Sumatera Utara, Riau, Kepulauan Riau, Sumatera Barat, Lampung, Banten, Jawa Barat, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Madura, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur sebagai lokasi keluar atau pemberangkatan para imigran gelap menuju Australia

  Dan yang terakhir adalah peta keluarnya para imigran melalui jalur laut dari daerah pemberangkatan di Indonesia.

Gambar 4.5 Jalur Keluar Melalui Laut

  Bau Bau Kabaena

  Yogyakarta Cilacap

  Paninbang Madura Pel. Ratu Dompu Sumbawa Maumere Situbondo Bima Kupang Banyuwangi

  Chrismast Island Carter Island

  Badan Reserse Kriminal Polri Direktorat Tindak Pidana Umum Sub Direktorat III Sumber: Unit People Smuggling.

  Daerah yang terdekat dengan Christmas Island dan Carter Island adalah lokasi strategis yang digunakan oleh para smuggler untuk memberangkatkan para imigran seperti dari Palembang, Pelabuhan Ratu, Yogyakarta, Madura, Banywangi, Situbondo, Dompu, Sumbawa, Maumere, Kupang, Bima dan Bau- Bau.

  Pihak Indonesia ataupun Australia telah mengalami beberapa kasus People yang sama dalam periode waktu 2015-2017. Kasus-kasus tersebut

  Smuggling ditangani oleh beberapa badan penegak hukum pada masing-masing negara.

  Peneliti terlebih dahulu menjelaskan badan penegak hukum yang berada di Indonesia dan bertugas serta bekerja sama dengan pihak Sekretariat NCB-

  INTERPOL Indonesia dan pihak Australia dalam menangani kasus People Smuggling.

  Dalam penanganan tindak kejahatan People Smuggling Sekretariat NCB-

  INTERPOL Indonesia memiliki peranan yang sangat penting yaitu terkait dengan pembuatan MoU (Memorandum of Understanding) dan agreement dengan pihak-pihak yang memiliki permasalahan yang sama terkait tindak kejahatan People Smuggling, namun dalam penanganan secara teknis yang memegang kendali adalah pihak Badan Reserse Kriminal Polri Direktorat Tindak Pidana Umum Sub Direktorat III Unit People Smuggling.

  Perihal yang melatarbelakangi dibentuknya suatu unit khusus yang menangani kasus People Smuggling didalam Badan Reserse Kriminal Polri Direktorat Tindak Pidana Umum adalah dengan melihat peningkatan kasus imigran ilegal di Indonesia pada tahun 2004 yang lalu menyebabkan pada tahun 2009 dibentuk sebuah Satgas People Smuggling yang berada di pusat yaitu Bareskrim Polri dan kemudian dikenal dengan

  “Satgaspus People

  Smuggling

  ” dan di bawahi oleh Polda Jajaran yang disebut dengan Satgasda Satgas People Smuggling memiliki masa jabatan selama People Smuggling. satu tahun dan dapat diperpanjang dengan berdasarkan keputusan Pimpinan Polri dan menurut informasi yang peneliti dapatkan Satgas People Smuggling pada bulan Juni 2015 tidak diperpanjang dan penanganan kasus People berada ditangan Unit III Sub Direktorat III Tindak Pidana Umum

  Smuggling

  yang dipimpin oleh Kanit yang berpangkat AKBP (Adjun Komisaris Besar Polisi) dengan jumlah anggota sebanyak enam orang serta mendapatkan dukungan anggaran dari DIPA Polri. Bila sebelumnya pihak AFP (Australian

  

Federal Police ) memberikan hibah berupa sarana dan prasarana kini dialihkan

kepada Satgas TPPO (Tindak Pidana Perdagangan Orang).

  Pihak Badan Reserse Kriminal Polri Direktorat Tindak Pidana Umum Sub Direktorat III Unit People Smuggling mencatat data kasus dalam laporan tahunan saat Satgas People Smuggling masih beroperasi hingga diganti oleh Direktorat Tindak Pidana Umum Sub Direktorat III Unit People Smuggling yaitu dari tahun 2010 sampai 2016. Berikut tabel data kasus penyelundupan manusia yang ditangani oleh pihak Badan Reserse Kriminal Polri Direktorat Tindak Pidana Umum Sub Direktorat III Unit People Smuggling.

Tabel 4.2 Data Kasus Penyelundupan Manusia Yang Telah Ditangani

  Badan Reserse Kriminal Polri Direktorat Tindak Pidana Umum Sub Direktorat III Sumber: Unit People Smuggling.

  Berdasarkan data diatas dapat kita lihat bahwa pada tahun 2010 sampai 2013 terdapat banyak kasus penyelundupan dengan angka masing-masing pertahun adalah 27 kasus ditahun 2010, 23 kasus ditahun 2011, 49 kasus ditahun 2012 dan 48 kasus ditahun 2013. Sedangkan ditahun 2014 sampai tahun 2016 yang lalu kasus penyelundupan manusia mengalami penurunan yang signifikan meskipun ada kenaikan merupakan kenaikan yang sedikit, ditahun 2014 ada 8 kasus, 2015 naik menjadi 10 kasus dan di tahun 2016 kembali mengalami penurunan yaitu hanya 4 kasus.

  Bila sebelumnya merupakan tabel yang berisi data kasus, berikut tabel yang menjelaskan data tersangka yang telah di proses.

Tabel 4.3 Data Tersangka Yang Diproses

  Jumlah Tersangka Smuggler (WNI/WNA)

  56

  60

  45

  50

  35

  40

  30

  17

  20

  12

  11

  5

  5

  4

  10

  3

  3

  2

  1 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 WNI WNA

  Badan Reserse Kriminal Polri Direktorat Tindak Pidana Umum Sub Direktorat III Sumber: Unit People Smuggling.

  Dengan melihat jumlah kasus dari tahun 2014-2016 mengalami penurunan demikian pula data para pelaku yang telah berhasil ditangani oleh pihak Kepolisian Indonesia yaitu Badan Reserse Kriminal Polri Direktorat Tindak Pidana Umum Sub Direktorat III Unit People Smuggling, dimana ditahun 2014 para pelaku yang berhasil ditangkap sebanyak 5 (lima) orang dengan keterangan tiga WNI dan dua WNI, ditahun 2015 ditangkap 12 (duabelas) dengan keterangan sebelas WNA dan satu WNI dan yang terakhir ada 3 orang telah ditangkap dan ketiga orang tersebut berstatus sebagai WNA. Menurut wawancara yang dilakukan oleh peneliti kepada salah satu petugas, beliau mengatakan untuk data kasus ditahun 2017 pihak Badan Reserse Kriminal Polri Direktorat Tindak Pidana Umum Sub Direktorat III Unit People

  

Smuggling belum dapat melaporkan data resminya, namun sampai pada saat

  ini yang sedang ditangani oleh pihak Bareskrim Mabes Polri adalah kasus- kasus yang telah terjadi di tahun sebelumnya baik berupa penyelidikan atau

  3 pencarian pelaku-pelaku yang masih berstatus DPO.

  Pihak Indonesia melalui Badan Reserse Kriminal Polri Direktorat Tindak Pidana Umum Sub Direktorat III Unit People Smuggling telah menangani beberapa kasus penyelundupan manusia yang telah diselesaikan atau masih dalam tahap proses persidangan dan pencarian dalam periode waktu 2015- 2017. Berikut peneliti paparkan kasus-kasus tersebut.

1. Kasus Kapten Bram

  Pada tahun 2015 tepatnya tanggal 31 Mei 2015, pihak Kepolisian Indonesia mendapatkan 2 (dua) kapal motor pengangkut imigran yang terdampar di pulau Lanu, Kecamatan Rote Baratdaya, Kabupaten Rote Ndaho. Berdasarkan olah Tempat Kejadian Perkara (TKP) kapal motor tersebut telah mengangkut sebanyak 65 (enam puluh lima) orang yang terdiri dari 10 (sepuluh) orang warga negara Srilangka. Para imigran tersebut berangkat dari Tegal, Jawa Tengah menuju ke New Zealand.

  Pihak perbatasan Australia mengambil tindakan untuk mendorong kapal tersebut untuk kembali ke perairan Indonesia dan pada akhirnya terdampar di pulau Lanu. Berdasarkan keterangan yang didapatkan oleh pihak Kepolisian Indonesia, tujuan dari para imigran gelap menuju New Zealand adalah untuk mendapatkan kehidupan yang lebih layak karena kondisi negara asal para imigran tersebut tidak dapat menjamin kemanan dan kesejahteraan mereka. Para penyelundup mematok harga sebagai biaya untuk menyelundupkan mereka adalah sebanyak US$ 4000

  • – US$ 8000 /orang.

  Kasus penyelundupan manusia ini merupakan aksi kejahatan yang dilakukan oleh Thines Khumar dan Abraham Louhenapessy (Kapten 3 Bram), menurut barang bukti yang didapatkan total uang yang didapatkan

  

Hasil wawancara dengan salah satu penyelidik pembantu,Badan Reserse Kriminal Polri Direktorat

Tindak Pidana Umum Sub Direktorat III Unit People Smuggling Bripka Agus Widodo, pada para pelaku dari para imigran berkisar Rp. 4.000.000.000,- (empat miliyar rupiah) dalam sekali pemberangkatan. Semua pelaku tidak ditangkap secara bersamaan dan masing-masing diamankan pada tanggal dan tempat yang berbeda, berikut peneliti paparkan proses penangkapan para pelaku:

  ➢ Pada tanggal 1 Juni 2015 pihak Kepolisian mengamankan 1 kapten dan 4 ABK kemudian mereka ditetapkan sebagai tersangka pada tanggal yang sama. Keempat ABK tersebut adalah Marthen Karaeng, Steven, Medi Ampow dan Indra R. Rumambi.

  ➢ Pada tanggal 10 Juli 2015 pihak Bareskrim Polri mengamankan seorang DPO atas nama Thines Khumar di sebuah rumah kost Jalan

  Gunung Raya No. 40 D, Kelurahan Cirendeu, Kecamatan Ciputat, Kota Tangerang Selatan. ➢

  Pada tanggal 13 Februari 2016 pada pukul 11:45 WIB di sebuah rumah kontrakan Kampung Sawah Baru, RT 03 RW 08 Desan Laladon, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, pihak Bareskrim Polri mengamankan Abadul (Abdul). ➢

  Pada tanggal 23 Juli 2016, sekitar pukul 12.15 WIB di Jalan Marigol, Pluit, Penjaringan, Jakarta Utara, pihak Bareskrim Polri mengamankan Mansyur (Yohanes Mansyur atau Arman Johanes).

  ➢ Pada tanggal 23 September 2016 tersangka Kapten Bram (Abraham

  Louhenapessy) berhasil diamankan di Perumahan Semanan Jaya Blok. 4 Nomor 8 RT 11 RW 08, Keluarahan Semanan, Kecamatan Kalideres, Jakarta Barat.

  Berdasarkan keputusan persidangan para pelaku menerima masa tahanan yang berbeda-beda dan berikut peneliti memberikan informasi yang tekait dengan masa kurungan para pelaku dari pihak Bareskrim Polri yang menangani kasus tersebut dan data masa kurungan para tersangka adalah sebagai berikut:

  ➢ Kapten kapal Thines Khumar (Kugan) dijerat dengan pasal 120 Ayat

  1 Undang-Undang No.6 tahun 2011 tentang Keimigrasian dengan vonis pidana selama 5 tahun dan 6 bulan penjara. ➢

  Abdul (Abdul Bangla) sebagai koordinator imigran Bangladesh dijerat dengan pasal 120 Ayat 1 Undang-Undang No.6 tahun 2011 tentang Keimigrasian dengan vonis pidana selama 5 tahun dan 6 bulan penjara. ➢

  Kapten Bram (Abraham Louhenapessy) yang bertugas sebagai koordinator angkutan dijerat dengan pasal 120 Ayat 1 Undang- Undang No.6 tahun 2011 tentang Keimigrasian dengan vonis pidana selama 6 tahun dan subsidair 6 bulan penjara serta membayar denda sebanyak Rp. 500.000.000. ➢

  Mansyur (Arman Yohanes) sebagai perekrut ABK dijerat dengan

  pasal 120 Ayat 1 Undang-Undang No.6 tahun 2011 tentang Keimigrasian dengan vonis pidana selama 5 tahun dan 6 bulan penjara.

  ➢ Yahonis Himiang sebagai kapten kapal dijerat dengan pasal 120 Ayat

  1 Undang-Undang No.6 tahun 2011 tentang Keimigrasian dengan vonis pidana selama 5 tahun dan 6 bulan penjara. ➢

  Keempat orang ABK yang bernama Marthen Karaeng, Steven, Medi Ampow dan Indra R Rumambi, masing-masing dijerat dengan pasal 120 Ayat 1 Undang-Undang No.6 tahun 2011 tentang Keimigrasian dengan vonis pidana selama 5 tahun dan 6 bulan penjara.

  Berikut peneliti tampilkan bagan jaringan Kapten Bram yang peneliti dapatkan selama melakukan penelitian.

Bagan 4.1 Jaringan Kapten Bram

  Thines Khumar alias Kapten Bram Kugan (koordinator) “Abraham

  Louhenapessy” sebagai koordinator angkutan Abdul alias Abdul

  Bangla (Agen Bangladesh) Mansyur alias Arman Yohanes sebagai

  Suresh (Agen perekrut ABK Srilangka) Keempat orang ABK yang bernama Marthen Karaeng,

  Steven, Medi Ampow dan Indra R Rumambi Badan Reserse Kriminal Polri Direktorat Tindak Pidana Umum Sub Direktorat III

  Sumber: Unit People Smuggling.

  Selain bagan jaringan Kapten Baram, peneliti juga memaparkan peta perjalanan yang dilalui oleh Kapten Bram dan pelaku lainnya dalam melakukan aksi kejahatan penyelundupan manusia serta kronologis penangkapannya.

Gambar 4.6 Peta Perjalanan Imigran Dalam Kasus Kapten Bram

  

Sumber: Badan Reserse Kriminal Polri Direktorat Tindak Pidana Umum Sub Direktorat III

Unit People Smuggling.

2. Kasus Jaringan Saleh

  Dalam proses penyelidikan oleh Badan Reserse Kriminal Polri Direktorat Tindak Pidana Umum Sub Direktorat III Unit People

  Smuggling

  pada hari Jum’at tanggal 19 Februari 2016, pukul 04.30 WIB pihak Kepolisian yang melakukan patroli melihat adanya beberapa orang yang diduga sebagai WNA di jalan Sidumulyo. WNA tersebut diamankan dan dimintai keterangan. Berdasarkan hasil pemeriksaan mereka mengaku bermukim di Jalan Darma Bhakti RT. 015 Kelurahan Ratu Siam, Kota Dumai. Pihak Kepolisian langsung mendatangi lokasi tersebut dan menemukan 74 (tujuh puluh empat) orang dan melakukan pemeriksaan berkas dan dokumen ke tujuh puluh empat orang tersebut. 31 (tiga puluh satu) orang diantaranya memiliki paspor dan visa yang telah expired.

  Pihak Kepolisian mengamankan pemilik rumah yang bernama Sugeng Riadi dan Sugiarto alias Ujang yang menyewakan rumah tersebut mengaku bahwa dirinya diperintahkan oleh tersangka Tengku Said Saleh alias Saleh yang bertugas untuk menjemput dan mencarikan rumah penampungan. Kedantangan WNA ini diawasi oleh tersangka Jowel Miah alias Roni yang menjemput WNA dari Bandara Soekarno Hatta, Cengkareng, Banten lalu dibawa oleh Harahap dengan menggunakan bis. WNA tersebut rencananya hendak diselundupkan ke Malaysia dengan menggunakan kapal motor (speedboat) milik Saleh dengan melalui jalur tidak resmi.

  Menurut data yang didapatkan peneliti dari Badan Reserse Kriminal Polri Direktorat Tindak Pidana Umum Sub Direktorat III Unit People

  

Smuggling para tersangka telah diamankan dan sebagian telah menerima

  vonis oleh pihak pengadilan, berikut peneliti paparkan datanya sebagai berikut yaitu: ➢

  Saleh sebagai penyedia kapal yang akan digunakan untuk membawa para imigran gelap menuju Malaysia diamankan pada tanggal 18 Maret 2017. ➢

  “Roni” sebagai koordinator imigran di Indonesia diamankan pada tanggal 18 Maret 2017. ➢

  “Fadil” yang bertugas untuk menjemput dan sebagai koordinator angkutan para imigran diamankan pada tanggal 18 Maret 2017. ➢

  “Sugiarto” sebagai penyedia rumah penampungan telah diamankan dan menerima vonis karena melanggar pasal 124 Undang-Undang No

  6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian. ➢

  “Sugeng” sebagai penyedia rumah penampungan telah diamankan dan menerima vonis karena melanggar pasal 124 Undang-Undang No 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian. Tindak kejahatan yang dilakukan oleh “Jaringan Saleh” termasuk jenis kejahatan penyelundupan manusia yang begitu kompleks dan tertata rapi dalam setiap operasi yang mereka lakukan, sehingga pihak Kepolisian Indonesia masih mencari beberapa pelaku lainnya yang saat ini masih bebas dan telah ditetapkan sebagai tersangka. Berikut peneliti tam pilkan bagan “Jaringan Saleh” secara rinci.

  Bagan 4.2

Jaringan Saleh

  HLM (DPO) RAZ (DPO) (Agen dari Bangladesh) (Agen dari Bangladesh)

  Harahap (DPO) Jowel Miah alias Roni Agen di Malayasia (pengangkut WNA dari (Koordinator di 1.

  Harun Jakarta ke Dumai) Indonesia)

  2. Alam 3.

  Arif 4. Sajol 5. Lukman Adlis alias Fadil

  Tengku Said alias Saleh 6.

  Jaynal 7. Hanif (Penampung WNA)

  (smuggler) ABK 12 Orang dan Sopir di Malaysia Sugiarto dan Sugeng

  1 Kapal 1.

  Ari (Penampung imigran di

  1. Asar 2.

  Tiben Dumai)

  2. Aong 3.

  Adi 4. Jali 5. Samsul 6. Herman 7. Rudi 8. Dangol 9. Rasio 10.

  Ari 11. Daeng 12. Among

  Sumber: Badan Reserse Kriminal Polri Direktorat Tindak Pidana Umum Sub Direktorat III Unit People Smuggling.

  Dan berikut peta perjalanan “Jaringan Saleh”

Gambar 4.7 Peta Perjalanan Imigran Dalam Kasus Jaringan Saleh

  

Badan Reserse Kriminal Polri Direktorat Tindak Pidana Umum Sub

Sumber: Direktorat III Unit People Smuggling.

  Jaringan Saleh menyelundupkan imigran tersebut melalui Jakarta dari Bangladesh dan diberangkatkan ke Dumai untuk seberangkan ke Malaysia melalui pantai Sepahat, Tanjung Leban dan Pantai Selengsem. Jaringan Saleh dari bulan Agustus 2016 sampai dengan Maret 2017 telah mengirimkan imigran illegal sebanyak 2.710 orang dan jumlah penyelundupan imigran tertinggi yang berhasil dilakukan adalah pada bulan Agustus 2016 sebanyak 660 orang disusul bulan Januari 2017 sebanyak 54 orang dan data tersebut didapatkan dari buku catatan yang menjadi barang bukti penyelidikan.

Tabel 4.4 Data Penyelundupan Manusia oleh Jaringan Saleh No Bulan Pengiriman Jumlah Pengiriman

  1 Agustus 2016 660 orang

  2 September 2016 161 orang

  3 Oktober 2016 43 orang

  4 November 2016 91 orang

  5 Desember 2016 175 orang

  6 Januari 2017 541 orang

  7 Februari 2017 499 orang

  8 Maret 2017 540 orang

  Total 2.710 orang

Sumber: Badan Reserse Kriminal Polri Direktorat Tindak Pidana Umum Sub

Direktorat III Unit People Smuggling.

  Dari hasil pengungkapan kasus “Jaringan Saleh” pihak Kepolisian Indonesia mendapatkan barang bukti berupa handphone, buku catatan, kunci rumah penampungan dan bukti lainnya yang tidak dapat peneliti sampaikan karena bersifat rahasia untuk penyelidikan lebih lanjut.

4.2 Sekretariat NCB-INTERPOL Indonesia

4.2.1 ICPO-INTERPOL

  Sebelum menjelaskan pembentukan Sekretariat NCB-INTERPOL Indonesia, perlu kita ketahui terlebih dahulu mengenai organiasi induk dari NCB-INTERPOL yang bermarkas besar di Lyon, Perancis yaitu ICPO-INTERPOL. ICPO-

  INTERPOL pada awal mulanya terbentuk dari adanya persamaan kepentingan dalam memberantas kejahatan transnasional dan internasional yang terjadi di negara-negara di dunia (ICPO, 2017). Banyak faktor yang menyebabkan adanya kejahatan lintas negara seperti perkembangan teknologi yang telah memberikan dampak tidak hanya dampak positif namun juga dampak negatif dalam kehidupan internasional seperti menimbulkan kejahatan transnasional/internasional. Teknologi telah membantu dalam meningkatkan mobilitas dan pergerakan sosial dan dalam kejahatan lintas negara dapat kita lihat dari organisasi para aktor kejahatan, peralatan, modus operandi dan daerah operasi. Tentunya dalam penanganan kejahatan lintas negara, negaraakan seringkali mengalami kesulitan dalam menanganinya baik dalam sektor yuridis maupun prosedur ini disebabkan setiap negara di dunia memiliki kedaulatan dan sistem hukum peradilan yang berbeda.

  ICPO-INTERPOL memiliki visi, misi dan prinsip. Visi dari ICPO-INTERPOL adalah untuk menciptakan kondisi dunia yang aman dan memberikan pelayanan kepada para penegak hukum dalam upayanya menjaga dan menjalankan kerjasama secara transnasional ataupun internasional dalam memerangi kejahatan internasional seperti yang tercantum dalam pasal 2 Konstitusi INTERPOL dan misi yang dimiliki oleh ICPO-INTERPOL adalah guna menjadi sebuah organisasi di dunia yang dapat mendukung organisasi lainnya ataupun badan dan lembaga yang memiliki misi yang sama dalam mencegah dan memberantas kejahatan transnasional atau internasional. Adapun cara tersebut adalah dengan mengadakan kerja sama baik secara global maupun regional, melakukan pertukaran informasi secara berkala, akurat relevan dan lengkap, berupaya menyediakan fasilitas kerja sama dalam lingkup internasional, menjadi koordiator dalam kegiatan operasional bersama negara-negara anggota dan menyediakan pedoman tentang cara pencegahan dan penanganan kejahatan berdasarkan Konstitusi dan Ketentuan umum ICPO-INTERPOL (ibid, 2017).

  Guna melihat posisi dari NCB dalam ICPO-INTERPOL, berikut peneliti paparkan struktur organisasi yang berada dalam ICPO-INTERPOL.

Bagan 4.3 Struktur Organisasi

  

General

Assembly

Executive

Advisers

  NCB’s

Committee

General

  Secretariat Sumber : Divisi Hubungan Internasional Polri, Vademikum, 2012

4.2.2 National Central Bureau INTERPOL Indonesia

  Peneliti dalam penelitian ini lebih memilih untuk menjelaskan lebih lanjut mengenai NCB yang tertera dalam struktur organisasi ICPO-INTERPOL.

  (NCB) merupakan sebuah Biro Pusat Nasional yang

  National Central Bureau

  bertugas sebagai penghubung dengan lembaga-lembaga dalam negeri yang terdiri dari NCB negara lain dan Setjen ICPO-INTERPOL. NCB dibentuk dengan merujuk pada pasal 31 Konstitusi ICPO-INTERPOL mengenai diperlukan kerjasama secara aktif dengan para anggota INTERPOL di seluruh dunia guna adanya saling keterikatan dan memperkuat kekuatan jaringan INTERPOL (INTERPOL, 1956:6).

  Penerimaan Indonesia sebagai bagian dari ICPO-INTERPOL bermula ketika pemerintah Indonesia mengirimkan utusan sebanyak dua orang sebagai peninjau ditahun 1952 di Stockholm, Swedia dan pada tahun 1954 Pemerintah Indonesia belum sama sekali menunjuk badan yang akan berfungsi sebagai NCB, dan seluruh permasalahan yang terkait dengan tugas- tugas NCB diembankan kepada Kantor Perdana Menteri Republik Indonesia. Di akhir tahun 1954 bersamaan dengan keluarkan Surat Keputusan Perdana Menteri Republik Indonesia No.245/PM/1954 pada tanggal 5 Oktober 1954 menunjuk Jawatan Kepolisian Negara sebagai Kepala NCB Indonesia yang diangkat oleh Kepala Kepolisian Negara. Selain itu dengan merujuk pada lampiran “J” Keputusan Kapolri No. Pol. Kep/53/X/2002 tangal 17 Oktober 2002 mengenai Organisasi dan Tata Kerja Sekreatriat NCB-INTERPOL Indonesia, dimana tugas Sekretariat NCB-INTERPOL Indonesia memiliki tugas untuk menyelenggarakan kerjasama atau koordinasi melalui wadah

  ICPO-INTERPOL guna mendukung upaya penanggulangan kejahatan internasional ataupun transnasional dan melakukan kerjasama baik secara internsional ataupun antar negara dalam mendukung kinerja Polri baik dalam bidang pendidikan, pelatihan maupun teknologi dan kegiatan “Peace Keeping

  Operation ” dibawah naungan bendera PBB (Vademinkum, 2012:10).

  Sekretariat NCB-INTERPOL Indonesia berada dalam organisasi Divisi Hubungan Internasional (Divhubinter) Kepolisian Republik Indonesia. Divhubinter dibentuk dengan berdasarkan Peraturan Kapolri Nomor 21 tahun 2010 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Satuan Organisasi di Tingkat Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia. Divhubinter resmi berdiri pada bulan September 2010 yang bertugas untuk mengawasi dan membantu pimpinan hubungan internasional yang berada dibawah Kapolri, serta melaksanakan dan menyelenggrakan kegiatan National Central Bureau (NCB)-INTERPOL. Divhubinter saat ini dipimpin oleh Irjen Pol Drs. H. S. Maltha, S.h., M.Si (ibid, 2012:12).

4.2.3 Tugas dan Fungsi Sekretariat NCB-INTERPOL Indonesia

  Sekretariat NCB-INTERPOL Indonesia, disingkat Set NCB-INTERPOL Indonesia bertugas membina, mengawasi dan mengendalikan penyelenggaraan tugas NCB-INTERPOL dalam kerja sama internasional dalam lingkup bilateral, trilateral dan multilateral, dan dipimpin oleh Brigjen Pol Drs. M. Naufal Yahya, M.Sc.Eng. Set NCB-INTERPOL Indonesia membawahi limabagian dan memiliki tugas masing-masing untuk menunjang kinerja Sekretariat NCB-INTERPOL Indonesia dan pembagian tugas berdasarkan kelima tersebut adalah sebagai berikut:

Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Analisis Kohesi Kelompok Appolidalam Membangun Kolektivitas Kelompok sebagai Bentuk Bargaining terhadap Pasar Beras Organik = Cohesion Analysis of Appoli Group in Building Group’s Collectivity

0 0 59

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pelayan berkarakter

0 0 12

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peran Perempuan Menyikapi Perdagangan Manusia (Human Trafficking) Sebagai Masalah Kemanusiaan

0 0 13

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengembangan Model Logo Konseling Untuk Memperbaiki Karakter Spiritual Low Selfesteem Perempuan Korban Trafficking

0 0 16

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peran Agama Terhadap Pembinaan Karakter Bangsa : Tinjauan dari Perspektif Agama Kristen

1 1 16

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Model Penentuan Kandungan AsamUrat pada Urine Menggunakan Spektroskopi Inframerah Dekat dan Metode Parsial Least Squares Regression

0 0 14

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Creative Writing Final Project Here I Am in The A.M.

0 2 38

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: An Annotated Translation of Metaphor, Simile and Hyperbole in Betsy Byars’ “The Summer of The Swans” Novel

0 1 70

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Penanganan People Smuggling oleh Sekretariat NCB-Interpol Indonesia dan Australian Federal Police Tahun 2015 – 2017

0 0 7

2.1 Teori 2.1.1 Teori Neo-Fungsionalisme (transnational cooperation) - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Penanganan People Smuggling oleh Sekretariat NCB-Interpol Indonesia dan Australian Federal Police Tahun 2015 – 2017

0 0 11