BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Budaya Organisasi 2.1.1 Defenisi Organisasi - Budaya Organisasi pada BSA Owner Motorcycle’ Siantar di Kota Pematangsiantar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Budaya Organisasi

2.1.1 Defenisi Organisasi

  Organisasi berasal dari bahasa yunani organon, yang berarti “alat”. Kata ini masuk ke bahasa latin, menjadi organizatio, dan kemudian ke bahasa prancis (abad ke-14) menjadi organisation. Pengertian awalnya tidak merujuk pada benda atau proses, melainkan tubun manusia atau mahluk biologis lainnya. tidak sama dengan alat mekanis, organon terdiri dari bagian-bagian yang tersusun dan terkoordinasi hingga mampu menjalankan fungsi tertentu secara dinamis. Tangan manusia atau kaki seekor belalang memiliki kesamaan dalam hal fungsi gerak yang dinamis ini, jadi orgonon merujuk pada keteraturan atau susunan tertentu yang memungkinkan suatu fungsi dijalankan oleh tubuh atau mahluk hidup. Pengertian ini masih tersisa sampai sekarang. Kata ‘organ tubuh’, ‘organik’, serta ‘organisme’ biasanya selalu mengacu pada mahluk hidup. Belakangan, kata ini dipergunakan untuk menggambarkan penyusunan dan pengelolaan berbagai aktivitas manusia (baik dengan institusi/lembaga maupun tidak), yang bertujuan menjalankan suatu fungsi atau maksud tertentu. Inilah ‘organisasi’ dalam pengertian modern.

  Karateristik utama organisasi dapat diringkas sebagai 3-P, yaitu: Purposes,

  

People, dan Plan (Gerloff, 1985). Sesuatu tidak bisa di sebut sebagai organisasi

jika tidak memiliki tujuan (purposes), anggota (people), dan rencana (plan).

  10 Dalam aspek ‘rencana’ terkandung semua ciri lainnya, seperti sistem, struktur, desain, strategi, dan proses, yang seluruhnya dirancang untuk menggerakkan unsur manusia (people) dalam mencapai berbagai tujuan (purposes) yang telah ditetapkan. Menurut Kusdi dalam buku ini, organisasi ialah suatu entitas sosial yang secara sadar terkoordinasi, memiliki suatu batas yang relatif dapat diidentifikasi, dan berfungsi secara relatif kontinu (berkesinambungan) untuk mencapai suatu tujuan atau seperangkat tujuan bersama.

  Beberapa Pengertian Organisasi Berikut merupakan beberapa pendapat dari berbagai ahli mengenai organisasi.

  a) Oliver Sheldon (1923) : Organisasi adalah proses penggabungan pekerjaaan yang para individu atau kelompok-kelompok harus melakukan dengan bakat-bakat yang diperlukan untuk melakukan tugas-tugas, sedemikian rupa, memberikan saluran terbaik untuk pemakaian yang efesien, sistematis, positif, dan terkoordinasi dari usaha yang tersedia.

  b) Chester I. Bernard (1938) : Organisasi adalah suatu sistem tentang aktivitas-aktivitas kerja sama dari dua orang atau lebih sesuatu yang tak berwujud dan tak bersifat pribadi, sebagian besar mengenai hal hubungan- hubungan.

  c) Harleigh Trecker (1950) : Organisasi adalah perbuatan atau proses menghimpun atau mengatur kelompok-kelompok yang saling berhubungan dari instansi menjadi keseluruhan yang bekerja. d) Ralp Currier Davis (1951) : Organisasi adalah suatu kelompok orang- orang yang sedang bekerja ke arah tujuan bersama di bawah kepemimpinan.

  e) Dwight Waldo (1956) : Organisasi adalah struktur hubungan-hubungan diantara orang-orang berdasarkan wewenang dan bersifat tetap dalam suatu sistem administrasi.

  f) William G. Scott (1962) : Suatu organisasi formal adalah suatu sistem mengenai aktivitas-aktivitas yang dikoornasikan dari sekelompok orang yang bekerja sama ke arah suatu tujuan bersama dibawah wewenang dan kepemimpinan.

  g) Michael J. Juchius (1962) : Istilah organisasi disini dipakai untuk menunjukkan pada suatu kelompok orang yang bekerja dalam hubungan yang saling bergantung ke arah tujuan atau tujuan-tujuan bersama.

  h) Van Miller, George R. Madden, James B. Kincheloe (1972) : Istilah organisasi menuju pada sekelompok orang yang telah mengikat mereka sendiri bersama-sama menuntut tujuan-tujuan tertentu, telah menugaskan tugas-tugas kepada macam-macam anggota, telah mengembangkan kepribadian khusus untuk menjalankan tugas-tugas, dan telah memberikan wewenang tertentu kepada para anggotanya untuk melaksanakan tugas- tugas. i)

  Cyril Soffer (1973) : Organisasi adalah perserikatan orang, yang masing- masing diberi peranan tertentu dalam suatu sistem kerja dan pembagian kerja dalam mana pekerjaan dibagi menjadi rincian tugas, diberikan diantara para pemegang peranan, dan kemudian digabung dalam beberapa bentuk hasil. j)

  J. H. Vesting, I. V. Fine and Gary J. Zent (1976) : Organisasi diperlukan apabila orang-orang bergabung berusaha mencapai beberapa tujuan bersama. Organisasi tak berwujud, agar organisasi menjadi konkrit maka harus mempunyai nama tertentu, misalnya Pemerintah Daerah Sumatera Utara,

  Universitas Sumatera Utara, BSA Owner Motorcycle Siantar. Tetapi walaupun sudah diberi nama jenis tertentu kadang-kadang yang tertunjuk itu hanya nama gedung tempat kerja organisasi yang bersangkutan, maka agar yang ditunjuk tidak hanya sekedar gedung tempat kerja, organisasi harus membentuk struktur organisasi sehingga jelas organisasi yang dimaksud, dan struktur organisasi ini akan nampak lebih tegas apabila dituangkan dalam bagan organisasi. Struktur organisasi ialah kerangka antar hubungan satuan-satuan organisasi yang di dalamnya terdapat pejabat, tugas serta wewenang yang masing-masing mempunyai peranan tertentu dalam kesatuan yang utuh. Pengertian struktur organisasi tersebut merupakan kesimpulan sederhana dari beberapa pendapat berikut:

  a) Ralph Currier Davis : Struktur organisasi adalah hubungan antara fungsi- fungsi tertentu, faktor-faktor fisik dan orang.

  b) John Pfiffner & Owen Lane : Struktur organisasi adalah hubungan antara para pegawai dan aktivitas-aktivitas mereka satu sama lain serta terhadap keseluruhan, bagian-bagiannya adalah tugas-tugas pekerjaan-pekerjaan atau fungsi-fungsi dan masing-masing anggota kelompok pegawai yang melaksanakannya.

  c) Robert Y. Durant : Struktur organisasi ialah bagan hubungan dan tugas- tugas dari orang-orang yang digunakan oleh organisasi terutama sekali pelaksanaan fungsi-fungsi manajerial.

  d) Dalton E. McFarland : Struktur organisasi diartikan sebagai pola jaringan hubungan antara bermacam-macam jabatan dan para pemegang jabatan.

  e)

  F. G. Anderson : Struktur organisasi ialah susunan hubungan-hubungan, pertanggung jawaban-pertanggungjawaban, dan wewenang-wewenang melalui tujuan organisasi pada pencapaian sasarannya.

  f) Richard A. Johnson, Fremont E. Kast dan James E. Rosenzweig : Struktur organisasi ialah hubungan antara macam-macam fungsi atau aktivitas di dalam organisasi.

  Struktur organisasi yang akan dibentuk tentunya struktur organisasi yang baik. Struktur organisasi yang baik harus memenuhi syarat sehat dan efesien.

  Struktur organisasi yang sehat berarti tiap-tiap satuan organisasi yang ada dapat menjalankan perannya dengan tertib, struktur organisasi yang efesien berarti dalam menjalankan perannya tersebut masing-masing satuan organisasi dapat mencapai perbandingan terbaik antara usaha dan hasil kerja. Struktur organisasi yang sehat dan efesien dapat dibentuk dengan memperhatikan berbagai asas organisasi.

  Asas organisasi memiliki dua peranan yaitu, sebagai pedoman untuk membentuk struktur organisasi yang sehat dan efesien, dan peranan kedua sebagai pedoman untuk melakukan kegiatan organisasi agar dapat berjalan lancar. Atas dasar dua peranan organisasi tersebut maka dapat disusun defenisi organisasi sebagai berikut, asas-asas organisasi adalah berbagai pedoman yang sejauh mungkin hendaknya dilaksanakan agar diperoleh struktur organisasi yang baik dan aktivitas organisasi dapat berjalan lancar.

  Beberapa pendapat mengenai asas-asas organisasi ; James D. Mooney & Alan C. Reily :

  1. Asas koordinasi

  2. Asas jenjang

  3. Asas penyusunan fungsi

  4. Asas staff Luther Gulick & Lyndall Urwick :

  1. Orang yang layak pada struktur organisasi

  2. Pengakuan seorang pemimpin puncak sebagai sumber wewenang

  3. Yang bersangkutan dengan kesatuan perintah

  4. Memakai staff khusus dan umum

  5. Departemanisasi berdasarkan tujuan, proses, orang dan tempat

  6. Pelimpahan dan pemakaian asas pengecualian

  7. Membuat tanggung jawab sepadan dengan wewenang

  8. Mempertimbangkan rentangan kontrol yang tepat L. P. Alford & H. Russel Beatty :

  1. Asas tujuan

  2. Asas wewenang dan tanggung jawab

  3. Asas wewenang pokok

  4. Asas penugasan kewajiban-kewajiban

  5. Asas defenisi

  6. Asas kesamaan

  7. Asas efektifitas organisasi Louis A. Allen :

  1. Tujuan

  2. Pembagian fungsi

  3. Tanggung jawab wewenang

  4. Pelimpahan

  5. Pengawasan

  6. Kontrol Pengertian masing-masing bentuk organisasi :

  a) Bentuk organisasi tunggal adalah organisasi yang pucuk pimpinannya ada di tangan seseorang. Sebutan jabatan untuk bentuk tunggal antara lain

  Presiden, Ketua, Direktur, Kepala.

  b) Bentuk organisasi jamak adalah organisasi yang pucuk pimpinannya ada di tangan beberapa sebagai satu kesatuan. Sebutan jabatan yang digunakan antara lain Presidium, Direksi, Dewan.

  c) Bentuk organisasi jalur adalah organisasi yang wewenang dari pucuk pimpinan dilimpahkan ke satuan-satuan organisasi dibawahnya dalam semua bidang pekerjaan.

  d) Bentuk organisasi fungsional adalah organisasi yang wewenang dari pucuk pimpinan dilimpahkan kepada satuan-satuan organisasi dibawahnya dalam bidang pekerjaan tertentu; pimpinan tiap bidang berhak memerintah kepada semua pelaksana yang ada sepanjang menyangkut bidang kerjanya.

  e) Bentuk organisasi jalur dan staff adalah organisasi yang wewenang dari pucuk pimpinan dilimpahkan kepada satuan-satuan organisasi dibawahnya dalam semua bidang dan dibawah pucuk pimpinan atau pimpinan satuan organisasi yang memerlukan diangkat pejabat yang tidak memeliki wewenang komando tetapi hanya dapat memberikan nasehat tentang bidang keahlian tertentu.

  f) Bentuk organisasi fungsional dan staff adalah organisasi yang wewenang dari pucuk pimpinan dilimpahkan ke satuan-satuan organisasi dibawahnya dalam bidang pekerjaan teretntu, pimpinan dari tiap bidang kerja berhak memerintah kepada semua pelaksana yang ada sepanjang menyangkut bidang kerjanya, dan dibawah pucuk pimpinan atau pimpinan satuan diangkat pejabat yang tidak memiliki wewenang komando tetapi hanya dapat memberikan nasihat tentang bidang keahlian tertentu.

  g) Bentuk organisasi fungsional dan jalur adalah organisasi yang wewenang dari pucuk pimpinan dilimpahkan kepada satuan-satuan organisasi dibawahnya dalam bidang pekerjaan tertentu, pimpinan tiap bidang kerja berhak memerintah kepada semua pelaksana yang ada sepanjang menyangkut bidang kerjanya, dan tiap-tiap satuan pelaksana kebawah memiliki wewenang dalam semua bidang kerja.

  h) Bentuk organisasi jalur, fungsional dan staff adalah organisasi yang wewenang dari pucuk pimpinan dilimpahkan kepada satuan-satuan organisasi di bawahnya dalam bidang pekerjaan tertentu, pimpinan tiap bidang berhak memerintah kepada semua pelaksana yang ada sepanjang menyangkut bidang kerjanya, dan tiap-tiap satuan pelaksana kebawah memiliki wewenang dalam semua bidang kerja, dan dibawah pucuk pimpinan atau pimpinan bidang diangkat pejabat yang tidak memiliki wewenang komando tetapi hanya dapay memberikan nasihat dalam bidang keahlian tertentu.

  Struktur organisasi akan lebih jelas dan tegas apabila digambarkan dalam bagan organisasi, berikut beberapa pendapat mengenai bagan organisasi : a)

  William Grant Ireson : Bagan organisasi akan menunjukkan dengan amat jelas bagaimana informasi mengalir dari satuan organisasi yang satu ke satuan organisasi yang lain, tingkatan tanggung jawab, dari mana informasi berasal, dan kemana tempat tujuan terakhir. b) W. Warren Haynes & Joseph L. Massie : Mempelajari bagan akan memberikan pengertian tentang organisasi dalam kenyataan.

  c) William R. Spriegel & Richard H. Landsburgh : Suatu bagan organisasi mengikhtiarkan untuk menggambarkan seperti lukisan hubungan struktur antara bermacam-macam satuan-satuan organisasi dan kedudukan dalam perusahaan.

  d) Louis A. Allen : Bagan organisasi adalah suatu alat yang melukiskan dengan nyata yang melukiskan data organisasi.

  e) Lyman A. Keith & Carlo E. Gubellini : Bagan organisasi menggambarkan seperti lukisan hubungan fungsi dan individu-individu serta menunjukkan tingkatan dan aliran wewenang serta tanggung jawab.

  f) George R. Terry : Suatu bagan organisasi adalah suatu gambaran lukisan dari suatu struktur organisasi. Itu dapat dianggap sebagai suatu gambar struktur organisasi; itu menunjukkan satuan-satuan organisasi, hubungan- hubungan dan saluran-saluran wewenang yang sah.

2.1.2 Budaya Organisasi

  Konsep budaya organisasi bisa dikatakan masih relatif baru yakni baru berkembang sekitar awal tahun 1980-an. Konsep ini, seperti diakui para teoritis organisasi, diadopsi dari konsep budaya yang terlebih dahulu berkembang pada disiplin antropologi. Oleh karenanya, keragaman pengertian budaya pada disiplin antropologi juga akan berpengaruh pada keragaman pengertian budaya pada disiplin organisasi. Hal ini misalnya ditegaskan oleh Linda Smircich yang mengingatkan agar kita tidak terkejut jika kita mendapatkan aneka pengertian budaya organisasi.

  Secara umum konsep budaya organisasi dibagi menjadi dua school of

  thought (mazhab)-ideational dan adaptationist school. Mahzab pertama ideational school lebih melihat budaya sebuah organisasi dari apa yang di shared (dipahami,

  dijiwai, dan dipraktikkan bersama) anggota sebuah komunitas atau masyarakat. Mahzab ini biasanya di anut oleh para organization theorist yang menggunakan pendekatan antropologi sebagai basisnya. Mahzab kedua adaptationist school melihat budaya dari apa yang bisa di observasi baik dari bangunan organisasi seperti arsitektur/tata ruang bangunan fisik sebuah organisasi maupun dari orang- orang yang terlibat didalamnya seperti pola perilaku dan cara mereka berkomunikasi. Pendek kata para adaptationist school melihat budaya dari kulit luar organisasi. Disamping kedua mahzab diatas , gabungan keduanya realist

  school juga banyak dikenal. Penganut mahzab ketiga menyadari bahwa budaya

  organisasi merupakan sesuatu yang kompleks yang tidak bisa dipahami hanya dari pola perilaku orang-orangnya saja tetap juga sumber pola perilaku tersebut.

  Hubungan resiprokal keduanya menjadi cukup penting dalam mempelajari budaya organisasi.

  Pengertian Budaya Organisasi Menurut Ideational School Andrew Pettigrew (1979), orang pertama yang secara formal menggunakan istilah budaya organisasi, memberikan pengertian budaya organisasi sebagai sistem makna yang diterima secara terbuka dan kolektif, yang berlaku untuk waktu tertentu bagi sekelompok orang tertentu. Dalam hal ini sistem makna diharapkan bisa memberikan gambaran tentang jati diri (budaya organisasi) sebuah organisasi pada orang-orang yang berada dalam organisasi dan orang-orang yang berada diluar organisasi melalui proses pemaknaan terhadap semua aspek kehidupan organisasi. Biasanya hanya orang-orang tertentu (utamanya elit organisasi) yang dapat dan merasa layak untuk memaknai semua aspek kehidupan organisasi, oleh karena itu jika proses pemakanaan tersebut berhenti pada elit organisasi, bisa dipastikan banyak orang yang tidak memahami makna sesungguhnya dari setiap fenomena, kejadian atau kegiatan organisasi.

  Karena alasan itu pulalah proses pemakanaan tersebut harus di komunikasikan dan di internalisasikan kepada setiap orang, atau dengan kata lain untuk bisa menjadi budaya, sistem makna tersebut harus di shared (dipahami, dijiwai, dan dipraktikkan bersama) diantara orang orang yang berada didalam organisasi agar menghasilkan shared meaning.

  Seperti halnya Andrew Pettigrew, Vijai Sathe (1983) juga menekankan pentingnya shared meanings untuk memahami budaya organisasi. Dalam hal ini Sathe mengartikan budaya organisasi sebagai satu set asumsi yang dianggap sangat penting (meski kadang tidak tertulis) yang di shared oleh para anggota organisasi. Asumsi dalam hal ini berati suatu anggapan mendasar/sentral yang berdampak luas bagi kehidupan organisasi dibandingkan suatu anggapan yang lain. Pengertian Budaya Organisasi Menurut Adaptationist School

  Defenisi budaya menurut Stanley Davis (1984), budaya perusahaan ialah keyakinan dan nilai bersama yang memberikan makna bagi anggota sebuah institusi dan menjadikan keyakinan dan nilai tersebut sebagai aturan/pedoman berperilaku dalam organisasi. Defenisi tersebut menunjukkan bahwa istilah yang digunakan Stanley Davis bukan budaya organisasi tetapi budaya perusahaan. Sebagai seorang konsultan yang banyak berhubungan langsung dengan perusahaan, sangat wajar jika Davis lebih suka menggunakan istilah budaya perusahaan meski objek yang dikaji sama yakni budaya yang berkembang didalam organisasi/perusahaan. Sama seperti Davis, Charles Hamdten-Turner (1994) menggunakan istilah budaya perusahaan dan mendefenisikannya sebagai “ budaya perusahaan adalah pandangan hidup, cara pandang sebagai cara dasar untuk bertindak, mengungkapkan perasaan dan berpikir jyang semuanya itu merupakan hasil pembelajaran sekelompok orang yang tidak disebabkan karena faktor keturunan “. Sedangkan Deal dan Kennedy (1998) secara sederhana mengatakan bahwa budaya organisasi adalah cara kita melakukan sesuatu di lingkungan organisasi ini.

  Ketiga defenisi tersebut yang mewakili adaptationist school lebih menekankan pada pentingnya memahami budaya dari aspek perilaku manusia (behavior). Mereka mengakui bahwa keyakinan dan tata nilai adalah inti sebuah budaya, namun mereka juga mengakui bahwa keduanya (keyakinan dan tata nilai) lebih merupakan sumber inspirasi yang wujud kongkritnya akan tercermin dari kejelasan, konsistensi, dan konsensus perilaku masing-masing individu dalam organisasi. Pandangan tentang budaya semacam ini, yang tidak lain merujuk pada konsep budaya seperti yang dikemukakan Ruth Benedict (1934) pada umumnya dianut oleh para manajer dan praktisi bisnis yang mengelola organisasi berorientasi laba. Penyebabnya tidak lain karena para manajer cendrung lebih pragmatis dalam memahami budaya dan lebih memperdulikan hal-hal praktis yang diperkirakan secara langsung berhubungan dengan kinerja perusahaan. Itulah sebabnya dalam memahami budaya manajer lebih memperhatikan aspek budaya yang kasat mata yang mudah di manag, sedangkan aspek budaya yang lebih soft dan susah di manag diperlakukan sebagai simbol yang jarang dijamah.

  Pengertian Budaya Organisasi Menurut Realist School Pengertian budaya yang bisa dikatakan menggabungkan ideational school dan Adaptationist School diberikan oleh Edgar Schein sebagai berikut, “ budaya organisasi adalah pola asumsi dasar yang di shared oleh sekelompok orang setelah sebelumnya mereka mempelajari dan meyakini kebenaran pola asumsi tersebut sebagai cara untuk menyelesaikan berbagai persoalan yang berkaitan dengan adaptasi eksternal dan integrasi internal, sehingga pola asmusi dasar tersebut perlu diajarkan kepada anggota-anggota baru sebagai cara yang benar untuk berpersepsi, berpikir, dan mengungkapkan perasaannya dalam kaitannya dengan persoalan-persoalan organisasi.

  Seperti halnya Schein, Ogbonna dan Harris (1998) juga masuk kedalam kelompok tengah antara ideational school dan adaptationist school. Dalam bahasa mereka, Ogbonna dan Harris menyebut dirinya kelompok realist. Mereka mendefenisikan budaya organisasi sebagai keyakinan, tata nilai, makna dan asumsi-asumsi yang secara kolektif di shared oleh sebuah kelompok sosial guna membantu mempertegas cara mereka saling berinteraksi dan mempertegas mereka dalam merespon lingkungan.

  Kedua defenisi diatas menegaskan bahwa budaya organisasi dalam pandangan Edgar Schein dan Ogbonna dan Harris merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan antara elemen yang bersifat idealistik dan behavioral. Artinya budaya tidak bisa semata-mata dipahami dari aspek yang paling dalam – asumsi dasar, demikian juga sangat keliru jika memahami budaya hanya dari perilaku manusia. Secara bersama-sama kedua elemen tersebut harus dipahami sebagai unsur pembentuk budaya. Elemen Budaya Organisasi

  Secara umum terdapat 2 elemen budaya organisasasi yaitu elemen yang bersifat idealistik dan elemen yang bersifat behavioral, berikut pemaparannya: a)

  Elemen yang idealistik Dikatakan idealistik karena elemen ini menjadi ideoloigi organisasi yang tidak mudah berubah walaupun disisi lain organisasi secara natural harus selalu berubah dan beradaptasi dengan lingkungannya. Elemen ini juga bersifat terselubung, tidak tampak kepermukaan dan hanya orang- orang tertentu saja (biasanya elit organisasi) yang tahu apa sesungguhnya ideologi mereka dan mengapa organisasi itu didirikan.

  Bagi organisasi yang baru berdiri dan masih relatif kecil dimana seorang pemilik atau pendiri biasanya menjadi penguasa tunggal dan sekaligus juga merangkap sebagai manajer dan pegawai, elemen yang idealistik itu umumnya tidak tertulis. Sebaliknya elemen tersebut melekat pada diri pendiri atau pemilik dalam bentuk doktrin, falsafah hidup atau nilai-nilai individual para pendiri atau pemilik organisasi. Itulah sebabnya organisasi yang masih kecil, figur pendiri atau pemilik organisasi sangat sentral dan menentukan. Hidup matinya organisasi dan keberhasilan organisasi di masa datang bergantung pada karakter, insiatif dan semangat para pendiri atau pemiliknya. Para anggota organisasi hanya sekedar menjadi pengikut yang menjalankan aktivitas sesuai dengan jalan pikiran pemilik organisasi.

  Berbeda dengan organisasi yang relatif masih kecil, bagi organisasi yang sudah cukup lama berdiri dan sudah cukup besar, para pendiri organisasi biasanya tidak lagi terlibat secara langsung dalam kegiatan sehari-hari organisasi. Namun bukan berarti ketidak terlibatan para pendiri atau pemilik organisasi menyebabkan organisasi kehilangan ideologinya. Ideologi organisasi berupa doktrin, falsaha, dan nilai-nilai organisasi yang jauh dibangun sebelumnya oleh para pendiri dalam batas-batas tertentu akan tetap dipertahankan oleh para generasi penerus organisasi. Hal tersebut biasanya dinyatakan secara formal dalam anggaran dasar organisasi dan visi misi organisasi. Memang tidak jarang generasi penerus memodifikasi atau paling tidak menginterpretasi ulang ideologi lama dengan bahasa yang lebih cocok dengan situasi lingkungan berjalan. Meski demikian substansi dari ideologi lama biasanya masih tetap dipertahankan.

  Stanley Davis (1984) mengungkapkan bahwa elemen yang idealistik ini sebagai keyakinan yang menjadi penuntun kehidupan sehari- hari sebuah organisasi. Sementara itu Schein dan Rousseau (1990) mengatakan bahwa elemen yang idealistik tidak hanya terdiri dari nilai- nilai organisasi tetapi masih ada komponen-komponen yang lebih esensial yakni asumsi dasar, yang bersifat diterima apa adanya dan dilakukan diluar kesadaran. Meski masing-masing teoritis organisasi mempunyai pendapat yang berbeda tentang komponen idealistik budaya organisasi, mereka pada dasarnya sepakat bahwa elemen yang bersifat idealistik ini merupakan ruh nya organisasi, karena itulah karateristik organisasi sangat bergantung pada elemen ini. Itulah sebabnya elemen ini sering disebut sebagai ruh nya budaya organisasi dan karena ini pula budaya organisasi sering juga disebut ruh nya organisasi.

  Schein (dalam Rollinson, 2005) menambahkan bahwa ada 2 aspek dalam elemen idealistik ini, yaitu : 1)

  Asumsi dasar, merupakan keyakinan mendasar yang dianggap benar oleh sebagian besar anggota kelompok dan disetujui oleh mereka secara tidak sadar. 2)

  Nilai dan keyakinan, merupakan alasan atau pertimbangan bagi anggota kelompok atas tindakan yang mereka lakukan.

  Nilai dan keyakinan secara sadar dipegang dan merupakan sandi moral dan etik ysng menuntun perilaku dengan cara menempatkan asumsi dasar kedalam bentuk praktis.

  b) Elemen Behavioral

  Elemen yang bersifat behavioral adalah elemen yang kasat mata, muncul ke permukaan dalam bentuk perilaku sehari-hari para anggotanya dan bentuk-bentuk lain seperti desain dan arsitektur organisasi. Bagi orang luar organisasi, elemen ini sering dianggap sebagai representasi dari budaya sebuah organisasi sebab elemen ini mudah diamati, dipahami, dan diirprentasikan meski interpretasinya kadang-kadang tidak sama dengan interpretasi orang-orang yang terlibat langsung dalam organisasi. Itu sebabnya ketika orang luar organisasi mencoba mengidentifikasikan dan memahami budaya sebuah organisasi, cara paling mudah yang mereka lakukan adalah dengan mengamati bagaimana para anggota organisasi berperilakku dan kebiasaan-kebiasaan yang mereka lakukan. Davis (1984) menyebutkan sebagai daily belief – praktik sehari-hari organisasi. Dalam bahasa Hofstede (1997), kebiasaan tersebut muncul dalam praktik-praktik manajemen, apakah sebuah organisasi lebih berorientasi pada proses atau hasil, lebih peduli pada kepentingan pekerjaan atau karyawan, lebih parochial atau profesional, lebih terbuka atau tertutup dan lebih pragmatis atau normatif. Sementara Schein (1990) dan Rousseau (1990) berpendapat bahwa kebiasaan sehari-hari muncul dalam bentuk artefak termasuk didalamnya adalah perilaku para anggota organisasi. Artefak bisa berupa bentuk/arsitektur bangunan, logo atau jargon, cara berkomunikasi, cara berpakaian atau cara bertindak yang bisa dipahami oleh orang luar organisasi.

  Lebih ringkasnya, Schein (Rollinson, 2005) menerangkan ada 6 hal utama dalam elemen behavioral ini, yaitu : 1)

  Norma, merupakan seperangkat kode perilaku yang didasari oleh asumsi, nilai dan terus menerus diabadikan ketika anggota kelompok menyaksikan norma tersebut. 2)

  Bahasa, keberadaan bahasa yang di gunakan oleh anggota kelompok dapat menjadi indikasi yang sangat bernilai dari budaya organisasi, hal ini bagaimana atasan berbicara pada bawahan dan sebaliknya dapat menunjukkan informasi mengenai nilai status, jargon, dan kata kunci yang sering digunakan untuk menandakan siapa yang diterima dan siapa yang tidak dalam organisasi tersebut.

  3) Simbol, dapat mengkomunikasikan posisi sosial dan tingkatan sosial dalam struktur. Kedudukan tersebut dapat menjadi indikasi seberapa penting posisi tersebut dalam mengatur kebijakan.

  4) Ritual dan seremoni, baik formal maupun informal biasanya cukup sering dilakukan di dalam kebanyakan organisasi dan seringkali memiliki makna yang penting bagi anggota kelompok yang terlibat di dalamnya.

  5) Mitos dan cerita, merupakan cara yang sering digunakan untuk mengkomunikasikan nilai dan asumsi dasar kepada orang lain.

  6) Taboo, merupakan penanda atas apa yang tidak boleh dilakukan dan sebaiknya dihindari dalam organisasi tersebut.

  Keith Davis dan Jhon W. Newstorm (1989) mengemukakan bahwa ”Budaya organisasi adalah kesatuan dari asumsi, kepercayaan, nilai, dan norma- norma yang di bagi bersama para anggota organisasi”. Lebih lanjut Jhon R.

  Scermerhorn dan James G. Hunt (1991) mengemukakan bahwa ”Budaya organisasi adalah suatu sistem kepercayaan bersama dan nilai yang dibangun suatu organisasi dan membentuk kepercayaan dari anggotanya”. Sedangkan Edgar

  H. Schein (1992) berpendapatan bahwa: “Budaya organisasi adalah pola asumsi dasar , yang ditemukan atau dikembangkan oleh para anggota organisasi, dimana didalamnya mereka belajar untuk memecahkan masalah eksternal maupun internal, dan hal tersebut dapat di pelajari oleh anggota baru bagaimana cara organisasi tersebut berpersepsi, berpikir dan mendapatkan pemecahan masalah bersama”. Berdasarkan pendapat itu dapat disimpulkan bahwa pengertian budaya organisasi adalah seperangkat asumsi atau sistem keyakinan, nilai-nilai dan norma yang dikembangkan dalam organisasi yang dijadikan pedoman tingkah laku bagi anggota-anggotanya untuk mengatasi masalah adaptasi eksternal dan integrasi internal.

  Landasan dan Tujuan Penerapan Budaya Organisasi Pelaksanaaan perusahaan di indonesia sangat memprihatinkan karena masih banyak pimpinan dan manejer yang melupakan moral. Tampaknya, mereka terpengaruh oleh budaya barat yang kapitalitas, mereka lupa bahwa bekerja itu beribadah dan tanggung jawabnya tidak hanya di dunia saja, tetapi di akhirat nanti. Begitu pula banyak pimpinan dan menejer yang hanya memperalat karyawan dan mereka memperkaya dirinya sendiri. Tepatlah apa yang dikemukakan oleh herman soewardi (1995) bahwa: “manusia yang melupakan tuhannya akan menjadi manusia pelayan hawa nafsunya”, sedangkan menurut ajaran agama islam, bahwa nafsu manusia harus dikendalikan”. Sebagaimana hadist nabi muhammad saw bahwa:”orang dilarang berlebih-lebihan”. Begitu pula dalam Al-quran (at-taubah: 41 dan 111). Dikemukakan bahwa:” fungsi harta hanyalah sebagai alat saja dalam beribadah atau bekal untuk beribadah “.

  Berdasarkan pendapat herman soewardi dan ajaran Al-quran maupun al hadist tersebut, jelaslah bahwa budaya organisasi berlandaskan pada moral.

  Tujuan penerapan budaya organisasi adalah agar seluruh individu dalam perusahaan atau organisasi mematuhi dan berpedoman pada sistem nilai keyakinan dan norma-norma yang berlaku dalam perusahaan atau organisasi tersebut.

  Pelaksanaan dan Fungsi Budaya Organisasi Fred luthans (1989) berpendapat bahwa: “organizitional culture has a member of important characteristics. Some of the most readly agreed upon are the following: observed behavioral regularities, norms, dominant values, philosophy, rules, and organizitional cilmate”.

  Stephen P. Robbins (1992: 253) mengemukakan sebagai berikut: “there

  apear to be ten characteristics that when mixed and matched, expose the essence

of an organization culture: individual initiative, risk tolerance, direction,

integration, manegement support, control, indentevity, reward system, conflict

tolerance, and communication petterns”.

  Berdasarkan pendapatan Fred Luthans dan Stephen P. Robbins dapat dikemukakan bahwa pelaksanaan budaya organisasi dapat dikaji dari karakteristik budaya organisasi yaitu: 1.

  Perilaku individu yang tampak 2. Norma-norma yang beralku dalam organisasi 3. Nilai-nilai yang dominan dalam kehidupan organisasi.

  4. Falsafah manajemen.

  5. Peraturan-peraturan yang berlaku.

  6. Iklim organisasi.

  7. Inisiatif individu organisasi.

  8. Tolaransi terhadap risiko.

  9. Pengarahan pimpinan (manajemen).

  10. Integrasi kerja.

  11. Dukungan manajemen (pimpinan dan manajer).

  12. Pengawasan kerja.

  13. Identitas individu organisasi.

  14. Sistem penghargaan terhadap prestasi kerja.

  15. Toleransi terhadap konflik.

  16. Pola komunikasi kerja. Fungsi budaya organisasi dapat membantu mengatasi masalah adaptasi eksternal dan integrasi koperasi. Hal ini sesuai dengan pendapat John R.

  Schermerhorn dan James G. Hunt (1991) bahwa: “the culture of an organization can help it deal with problems of both esternal adaption and internal integration”.

  Permasalahan yang berhubungan dengan adaptasi eksternal dapat dilakukan melalui pengembangan tentang strategi dan misi koperasi, tujuan utama organisasi dan pengukuran kinerja. Sedangkan permasalahan yang berhubungan dengan integrasi internal dapat dilakukan antara lain komunikasi, kriteria karyawan, penentuan standar bagi insentif (reward) dan sanksi (punishment) serta melakukan pengawasan (pengendalian) internal organisasi.

  Budaya organisasi dapat didefenisikan sebagai perangkat sistem nilai-nilai, keyakinan-keyakinan, asumsi-asumsi, atau norma-norma yang telah lama berlaku, disepakati dan diikuti oleh para anggota suatu organisasi sebagai pedoman pedoman perilaku dan pemecahan masalah-masalah organisasinya. Dalam budaya organisasi terjadi sosialisasi nilai-nilai dan menginternalisasi dalam diri para anggota, menjiwai orang per orang didalam organisasi. Dengan demikian maka Kilmann dkk (1988) berpendapat bahwa budaya organisasi merupakan jiwa organisasi dan jiwa para anggota organisasi. Budaya organisasi yang kuat mendukung tujuan tujuan perusahaaan, sebaliknya yang lemah atau negatif menghambat atau bertentangan dengan tujuan-tujuan organisasi. Budaya yang kuat dan positif sangat berpengaruh terhadap perilaku dan efektivitas kinerja organisasi sebagaimana dinyatakan oleh Deal & Kennedy (1982), Miner (1990), Robbins (1990), karena menimbulkan antara lain sebagai berikut: 1.

  Nilai-nilai kunci yang saling menjalin, tersosialisasikan, menginternalisasi, menjiwai para anggota, dan merupakan kekuatan yang tidak tampak; 2. Perilaku-perilaku orang-orang didalam organisasi secara tidak disadari terkendali dan terkoordinasi oleh kekuatan yang informal atau tidak tampak; 3. Para anggota merasa loyal dan komit pada organisasi; 4. Adanya musyawarah dan kebersamaan dalam hal-hal yang berarti sebagai bentuk partisipasi, pengakuan, dan penghormatan terhadap anggota; 5. Semua kegiatan berorientasi atau diarahkan pada misi ataupun tujuan organisasi;

  6. Para anggota merasa senang, karena diakui dan dihargai martabat dan kontribusinya, yang sangat rewarding;

  7. Adanya koordinasi, integrasi, dan konsistensi yang menstabilkan kegiatan-kegiatan organisasi;

  8. Berpengaruh kuat terhadap organisasi dalam tiga aspek: pengarahan perilaku dan kinerja organisasi, penyebarannya pada anggota organisasi, dan kekuatannya, yaitu menekan para anggota untuk melaksanakan nilai-nilai budaya.

9. Budaya berpengaruh terhadap perilaku individual maupun kelompok.

  Fungsi Budaya Organisasi Menurut Robbins (2001), budaya organisasi memiliki beberapa fungsi, diantaranya: c)

  Budaya mempunyai suatu peran pembeda. Hal itu berarti bahwa budaya kerja menciptakan pembedaan yang jelas antara satu organisasi dengan yang lain.

  d) Budaya organisasi membawa suatu rasa identitas bagi anggota-anggota organisasi.

  e) Budaya organisasi mempermudah timbul pertumbuhan komitmen pada sesuatu yang lebih luas daripada kepentingan diri individual.

f) Budaya organisasi itu meningkatkan kemantapan sistem sosial.

  Dalam hubungan nya dengan segi sosial Gordon (1991) berpendapat bahwa, budaya berfungsi sebagai perekat sosial yang membantu mempersatukan organisasi itu dengan memberikan standar-standar yang tepat untuk apa yang harus dikatakan dan dilakukan oleh para anggota. Akhirnya, budaya berfungsi sebagai mekanisme pembuat makna dan kendali yang memandu dan membentuk sikap serta perilaku para anggota.

  Budaya organisasi yang kohesi atau efektif tercermin pada kepercayaan, keterbukaan komunikasi, kepemimpinan yang mendapat masukan, dan didukung oleh bawahan, pemecahan masalah oleh kelompok, kemandirian kerja, dan pertukaran informasi (Anderson dan Kryprianou, 1994). Nelson dan Quick (1997) mengemukakan perasaan identitas dan menambah komitmen organisasi, alat pengorganisasian anggota, menguatkan nilai-nilai dalam organisasi dan mekanisme kontrol dalam perilaku.

  Budaya yang kuat meletakkan kepercayaan-kepercayaan, tingkah laku, dan cara melakukan sesuatu tanpa perlu dipertanyakan lagi, oleh karena itu berakar dalam tradisi, budaya mencerminkan apa yang dilakukan, dan bukan apa yang akan berlaku (Pastin, 1986). Sehingga, fungsi budaya organisasi, adalah sebagai perekat sosial dalam mempersatukan anggota-anggota dalam mencapai tujuan organisasi berupa ketentuan-ketentuan dan nilai-nilai yang harus dikatakan dan dilakukan oleh para anggota. Hal ini dapat berfungsi pula sebagai kontrol atas perilaku anggota dan pembeda antar anggota organisasi.

  Manfaat Budaya Organisasi Beberapa manfaat budaya organisasi yang dikemukakan oleh Robins

  (1993), sebagai berikut: 1.

  Membatasi peran yang membedakan antara organisasi yang satu dengan organisasi lainnya. Setiap organisasi mempunyai peran yang berbeda sehingga perlu memiliki akar budaya yang kuat dalam sistem dan kegiatan yang ada dalam organisasi.

  2. Menimbulkan rasa memiliki identitas bagi para anggota organisasi. Dalam budaya organisasi yang kuat, anggota organisasi akan merasa memiliki identitas yang merupakan ciri khas organisasi.

3. Mementingkan tujuan bersama daripada mengutamakan kepentingan individu.

  4. Menjaga stabilitas organisasi. Kesatuan komponen-komponen organisasi yang direkatkan oleh pemahaman budaya yang sama akan membuat kondisi organisasi relatif stabil. Keempat manfaat tersebut menunjukkan bahwa budaya organisasi dapat membentuk perilaku dan tindakan anggota dalam menjalankan aktivitasnya didalam organisasi, sehingga nilai-nilai yang ada dalam budaya organisasi perlu ditanamkan sejak dini ‘pada setiap individu organisasi.

  Kesimpulan Budaya organisasi merupakan suatu kekuatan sosial yang tidak tampak, yang dapat menggerakkan orang-orang dalam suatu organisasi untuk melakukan aktivitas organisasi. Secara tidak sadar tiap-tiap orang di dalam suatu organisasi mempelajari budaya yang berlaku dalam organisasinya. Apalagi bila ia sebagai orang yang baru supaya dapat diterima oleh lingkungan organisasinya, ia berusaha mempelajari apa yang dilarang dan apa yang diwajibkan, apa yang baik dan apa yang buruk, apa yang benar dan apa yang salah, juga apa yang harus dilakukan dan tidak harus dilakukan didalam organisasi tersebut, jadi budaya organisasi mensosialisasikan dan menginternalisasi pada para anggota organisasi.

  Budaya organisasi yang kuat mendukung tujuan tujuan perusahaaan, sebaliknya yang lemah atau negatif menghambat atau bertentangan dengan tujuan- tujuan organisasi. Budaya organisasi yang benar-benar dikelola sebagai alat manajemen akan berpengaruh dan menjadi pendorong bagi anggota untuk berperilaku positif, dedikatif dan produktif. Nilai-nilai budaya itu tidak tampak, tetapi merupakan kekuatan yang mendorong perilaku untuk mencapai tujuan, visi dan misi organisasi.

2.2. BSA Owner Motorcycle Siantar (BOM’S)

  Becak BSA merupakan alat transportasi yang hanya dapat kita temui dan khas kota Pematangsiantar, mengingat keberadaannya yang sudah ada sejak awal tahun 1960 di Pematangsiantar. Situasi ini harusnya dapat menjadi nilai positif bagi para penarik becak BSA dengan nilai jual sejarah dan keunikan motor bermesin besarnya, namun kini para penarik becak BSA mengalami kesulitan dalam pemenuhan kebutuhan sehari-harinya dan berpeluang menimbulkan efek negatif di masyarakat, kriminalitas misalnya.

  Keberadaan Becak Siantar telah melegenda di Sumatera Utara, Indonesia, bahkan dunia. Hal tersebut dikarenakan Pematangsiantar merupakan satu-satunya kota di dunia yang menggunakan sepeda motor gede merk BSA secara massal. Perjalanan waktu sejak zaman penjajahan telah membuktikan kehandalan dan ketangguhan mesin sepeda motor BSA melewati rute naik turun, ciri tipologi kota Pematangsiantar yang berbukit-bukit.

  Becak Siantar unik karena digerakkan oleh mesin sepeda motor merek BSA (Birmingham Small Arm) buatan kota Birmingham, Inggris, yang kini tidak ada lagi pabriknya dan sudah tidak di produksi. Umumnya sepeda motor BSA yang digunakan tipe M 20 buatan tahun 1938 – 1948 berkapasitas mesin 500 cc, dan tipe ZB 31 buatan tahun 1950 – 1956 berkapasitas mesin 350 cc.

  BSA dan becaknya sudah menjadi public domain/ milik masyarakat kota Pematangsiantar, hal ini dikarenakan keberadaan becak Siantar yang sudah berpuluh-puluh tahun beroperasi di kota Pematangsiantar sehingga menjadi ciri khas dari kota Pematangsiantar.

  Menarik untuk diketahui, pada medio Mei 2006 Becak BSA sudah mau di bumi hanguskan diganti dengan becak motor bermesin Jepang oleh oknum DPRD kota Pematangsiantar beserta aparat terkait. Hal ini ditentang oleh masyarakat kota Pematangsiantar baik abang becak BSA, tokoh agama, pemuda dan elemen masyarakat lainnya, namun hal itu tidak dihiraukan semua dianggap angin lalu. Dalam situasi atmosfir konfrontasi ditengah pesimistis masyarakat Siantar untuk mempertahankan becak BSA, lahirlah organisasi BOM’S (BSA Owner Motorcycle’ Siantar) sebagai jawaban. Terdiri dari para bikers dan abang-abang becak BSA, bersatu padu menentang keras kebijakan penghapusan tersebut dan menuntut agar segera menghentikan keinginan barbar penguasa menghilangkan bukti bisu sejarah kota Siantar (Becak BSA), akhirnya keputusan penghapusan itu gagal total dan dapat dihentikan oleh organisasi BOM’S, melalui perjuangan panjang yang tak kenal lelah dengan tekad “ Maju bersama sampai tetes darah terakhir!”.

  Becak Siantar seharusnya sudah dapat dijadikan salah satu situs purbakala/cagar budaya dan resmi dimasukkan dalam Peraturan Daerah (Perda) agar dilarang keluar dari kota Pematangsiantar, ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010, disebut setiap benda peninggalan sejarah diatas usia 50 tahun dapat dinyatakan cagar budaya dan wajib dilindungi pemerintah. Menurut pasal 1 ayat 2 Undang-Undang Nomor 11 tahun 2010, benda cagar budaya adalah benda alam dan/atau benda buatan manusia, baik bergerak maupun tuidak bergerak, berupa kesatuan atau kelompok, atau bagian-bagiannya, atau sisa- sisanya yang memiliki hubungan erat dengan kebudayaan dan sejarah perkembangan manusia (kebudayaan.kemendikbud.go.id/bpcbmakassar/2014/01/25/undang-undang- nomor-11-tahun-2010-tentang-cagar-budaya).

  Becak Siantar, selain menjadi kendaraan angkutan umum, dapat diandalkan menjadi sumber pemasukan devisa negara dan pemerintah daerah sebagai obyek wisata sejarah, karena keunikannya sekaligus menambah pendapatan ekstra bagi masyarakat yang berprofesi sebagai penarik Becak BSA, dengan konsep memasukkannya dalam Peraturan Daerah sebagai kendaraan angkutan pariwisata resmi satu-satunya. Sehingga bagi para wisatawan domestik maupun mancanegara yang singgah di kota Pematangsiantar, diwajibkan menggunakan becak BSA untuk trip wisata kota yang teknisnya dapat diatur sedemikian rupa.

  Untuk mewujudkan hal tersebut, diperlukan adanya wahana perjuangan dan pergerakan yang kuat, mampu menyalurkan aspirasi dan menyatukan saluruh potensi pengguna, pemilik, penggemar dan pecinta motor tua bermerk BSA dikota Pematangsiantar dengan suatu cita-cita dapat melestarikan becak BSA dan menjadikannya sebagai situs cagar budaya serta ikon kota Pematangsiantar. Maka komunitas, dan perkumpulan pengguna, pemilik, penggemar, dan pecinta motor BSA mendirikan sebuah wadah organisasi sosial yang berangkat dari kesamaan cita-cita dengan nama BSA Owner Motorcycle’ Siantar (BOM’S). Menurut Oliver Sheldon (1923) : Organisasi adalah proses penggabungan pekerjaaan yang para individu atau kelompok-kelompok harus melakukan dengan bakat-bakat yang diperlukan untuk melakukan tugas-tugas, sedemikian rupa, memberikan saluran terbaik untuk pemakaian yang efesien, sistematis, positif, dan terkoordinasi dari usaha yang tersedia..

  BOM’S didirikan pada 25 Juni 2006, di Kota Pematangsiantar, Provinsi Sumatera Utara, untuk waktu yang tidak terbatas. Sifat dan bentuk BOM’S yang tertuang dalam AD/ART pasal 3 (sifat dan bentuk), merupakan Organisasi otomotif motor tua roda dua dan roda tiga (becak) khususnya merk BSA yang bersifat terbuka untuk semua warga negara Republik Indonesia, tanpa membedakan suku bangsa, ras, profesi, jenis kelamin, agama, dan kepercayaan terhadap terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

  BOM’S memiliki 2 divisi dalam struktur organisasinya, yaitu divisi roda dua (bikers) dan divisi roda tiga (becak). Divisi roda dua BOM’S memiliki 30 anggota dan divisi roda tiga berjumlah 320 anggota.

KETUA UMUM

  Edi Wirya, SH

  Universitas Sumatera Utara

  Hamdan

  Bidang Kegiatan Divisi Becak

  Hermanto

  Bidang Logistik Divisi Becak

  Tono

  Bidang Humas Divisi Becak

  Arie Wijaya

  Bidang Kegiatan Divisi Bikers

  Tjin Tji (Toni)

  Bidang Logistik Divisi Bikers

Gambar 2.1. Struktur Organisasi BOM’S

  H. Kusma Erizal Ginting, SH

  Yatmianto

  Bendahara Divisi Bikers

  M. Nuh

  Sekretaris Divisi Becak

  Glory Losari (Aseng)

  Bendahara Divisi Bikers

  Alvin Husein Nst., SH

  Sekretaris Divisi Bikers

  Safii (Ucok Ondon)

  Ketua Divisi Becak

  Lim Cen Yen (Akuang)

  Ketua Divisi Bikers

  Bidang Humas Divisi Bikers

2.2.1 Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga BOM’S

  Berikut isi dari Anggaran Dasar Anggaran Rumah Tangga BOM’S :

  

Pendahuluan

  Keberadaan becak BSA di kota Pematangsiantar, Sumatera Utara, Indonesia telah melegenda. Becak BSA merupakan satu-satunya angkutan umum di dunia yang masih menggunakan sepeda motor gede merek Birmingham Small Arm (BSA) secara massal. Perjalanan waktu sejak zaman penjajahan telah membuktikan kehandalan dan ketangguhan mesin sepeda motor BSA melewati rute naik turun, ciri topologi kota Pematangsiantar yang berbukit-bukit.

  Becsk BSA unik karena digerakkan oleh mesin sepeda motor merek BSA buatan kota Birmingham, Inggris, yang kini tak ada lagi pabriknya dan sudah tidak diproduksi. Umumnya sepeda motor BSA yang digunakan adalah tipe M20 buatan tahun 1939 sampai 1948 berkapasitas mesin 500 cc, dan tipe ZB31, BB31 dan B31 buatan tahun 1950 sampai 1956 berkapasitas mesin 350cc

  Becak BSA selain menjadi kendaraan angkutan umum, dapat diandalkan untuk menjadi sumber pemasukan devisa negara, pemerintah daerah dan penarik becak BSA itu sendiri sebagai obyek wisata sejarah mengingat becak BSA sudah merupakan benda cagar budaya, disebut setiap benda peninggalan sejarah diatas usia 50 tahun dapat dinyatakan cagar budaya dan wajib dilindungi pemerintah. Menurut pasal 1 ayat 2 Undang-Undang Nomor 11 tahun 2010, benda cagar budaya adalah benda alam dan/atau benda buatan manusia, baik bergerak maupun tidak bergerak, berupa kesatuan atau kelompok, atau bagian-bagiannya, atau sisa-sisanya yang memiliki hubungan erat dengan kebudayaan dan sejarah perkembangan manusia.

  Pada pertengahan Mei 2006 becak BSA akan diremajakan dengan becak bermesin Jepang oleh oknum DPRD Kota Pematangsiantar beserta aparat terkait, hal ini kemudian ditentang oleh masyarakat kota Pematangsiantar baik penarik becak, tokoh agama, pemuda dan elemen masyarakat lainnya. Pada momen inilah lahir organisasi BOM’S (BSA Owner Motorcycle’ Siantar) sebagai satu-satunya organisasi yang secara terus menerus memperjuangkan agar rencana penghapusan becak BSA tidak dilaksanankan dan pada akhirnya dibatalkan.

Dokumen yang terkait

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian - Pengaruh Ukuran Perusahaan Terhadap Profitabilitas Dengan Leverage dan Perputaran Persediaan Sebagai Variabel Moderasi Pada Perusahaan Manufaktur Sektor Konsumsi yang Terdaftar Di BEI Tahun 2011-2013

0 1 27

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Pengaruh Ukuran Perusahaan Terhadap Profitabilitas Dengan Leverage dan Perputaran Persediaan Sebagai Variabel Moderasi Pada Perusahaan Manufaktur Sektor Konsumsi yang Terdaftar Di BEI Tahun 2011-2013

0 0 8

Konsep Diri Pengguna NAPZA di Pusat Rehabilitasi Al-Kamal Sibolangit Centre

0 2 25

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Konsep Diri Pengguna NAPZA di Pusat Rehabilitasi Al-Kamal Sibolangit Centre

0 0 8

BAB I PENDAHULUAN - Gambaran Kesejahteraan Psikologis pada Wanita Dewasa Madya ditinjau dari Grandparenting Style

0 0 14

Gambaran Kesejahteraan Psikologis pada Wanita Dewasa Madya ditinjau dari Grandparenting Style

0 1 12

Pengaruh Hydraulic Retention Time (HRT) dan Laju Pengadukan pada Proses Asidogenesis Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS) pada Keadaan Ambient

0 0 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Pengaruh Hydraulic Retention Time (HRT) dan Laju Pengadukan pada Proses Asidogenesis Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS) pada Keadaan Ambient

1 0 10

BAB I PENDAHULUAN - Pengaruh Hydraulic Retention Time (HRT) dan Laju Pengadukan pada Proses Asidogenesis Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS) pada Keadaan Ambient

1 1 6

Karakteristik Penderita Diabetes Mellitus yang Dirawat Jalan di Klinik Alifa Diabetic Centre Medan Tahun 2013-2014

0 0 28