BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teknik Menyusui - Hubungan Teknik Menyusui Dengan Produksi Asi Pada Ibu Primipara Yang bersalin di klinik bidan sumiariani jl. Karya kasih Kecamatan Medan Johor Tahun 2014

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teknik Menyusui Teknik menyusui yang tidak benar dapat mengakibatkan putting susu menjadi

  lecet, ASI tidak keluar optimal sehingga mempengaruhi produksi ASI selanjutnya atau bayi enggan menyusu (Wulandari, dan handayani, 2011) Kebanyakan putting nyeri disebabkan oleh kesalahan dalam teknik menyusui, yaitu bayi tidak menyusu sampai kalangan payudara. Bila bayi menyusu hanya pada putting susunya, maka bayi akan mendapat ASI sedikit karena gusi bayi tidak menekan pada daerah sinus laktiferus, sedangkan pada ibunya akan terjadi nyeri pada putting susunya (Handayani, dkk, 2011) Sebelum menyusui, berbaringlah selama 10-15 menit dan tenangkan pikiran.

  Perasaan marah, jengkel, atau tegang akan mempengaruhi produksi ASI sehingga hanya keluar sedikit. ASI dibentuk di dalam kelenjar-kelenjar susu jauh di dalam payudara, kemudian dibawa oleh saluran-saluran kecil ke tempat areola, yaitu lingkaran yang berwarna gelap di sekeliling luar putting. Oleh karena itu, jika bayi hanya menghisap di putting saja maka ASI yang keluar tidak cukup banyak. Masukkan juga areola ke dalam mulutnya sehingga tekanan gusinya akan mendorong timbunan ASI dalam areola ini kearah putting. Sementara itu, saluran-saluran akan mengalirkan lagi ASI dari tempat pembentukannya di kelenjar ke dalam tempat penampungannya. Kalau hanya putting yang masuk mulut, bayi harus menghisap dengan kuat dan menyebabkan putting mejadi lecet (Yuliarti, 2010 )

  Seorang ibu mungkin akan mengalami kesulitan ketika belajar menyusui bayinya pertama kali. Anda bisa membantunya dengan menunjukkan padanya posisi yang benar untuk menyusui. Posisi yang baik membantu bayi makan lebih baik dan mencegah putting susu jadi kempis atau pecah (Klein, 2009)

1. Cara Menyusui yang Baik dan Benar 1.

  Posisi badan ibu dan bayi : a) Ibu harus duduk atau berbaring dengan santai. b) Pegang bayi pada belakang bahunya, tidak pada dasar kepala.

  c) Putar seluruh badan bayi sehingga menghadap ibu. d) Rapatkan dada bayi dengan dada ibu atau bagian bawah payudara. e) Tempelkan dagu bayi pada payudara ibu. f) Dengan posisi seperti ini maka telinga bayi akan berada dalam satu garis dengan leher dan lengan bayi. g) Jauhkan hidung bayi dari payudara ibu dengan cara menekan pantat bayi dengan lengan ibu bagian dalam.

  2. Posisi mulut bayi dan putting susu ibu : a) Payudara dipegang dengan ibu jari diatas, jari yang lain menopang dibawah (bentuk C) atau dengan menjepit payudara dengan jari telunjuk dan jari tengah (bentuk gunting), dibelakang areola (kalangan payudara). b) Bayi diberi rangsangan agar membuka mulut (rooting reflek). c) Posisikan putting susu diatas “bibir atas” bayi dan berhadapan dengan hidung bayi. d) Kemudian masukkan putting susu ibu menelusuri langit-langit mulut bayi. e) Setelah bayi menyusu/menghisap payudara dengan baik, payudara tidak perlu dipegang atau disangga lagi. f) Dianjurkan tangan ibu yang bebas dipergunakan untuk mengelus-elus bayi.

3. Posisi Menyusui yang benar: a) Tubuh bagian depan menempel bayi menempel pada tubuh ibu. b) Dagu bayi menempel pada payudara.

  c) Dagu bayi menempel pada dada ibu yang berada didasar payudara (bagian bawah). d) Telinga bayi berada dalam satu garis dengan leher dan lengan bayi. e) Mulut bayi terbuka dengan bibir bawah yang terbuka.

  f) Sebagian besar areola tidak tampak. g) Bayi menghisap dalam dan perlahan.

  h) Bayi puas dan tenang pada akhir menyusui. i) Terkadang terdengar suara bayi menelan. j) Putting susu tidak terasa sakit atau lecet. (Handayani, dkk, 2011.

  Gambar Cara Menyusui yang Baik dan Benar

2. Tanda-tanda ibu telah menyusui dengan benar: 1.

  Mulut bayi terbuka lebar dan bibir terlipat keluar

  2. Dagu dan hidungnya menempel payudara 3.

  Bayi telah memasukkan sebanyak mungkin bagian areola kedalam mulutnya

  4. Bayi menyusu dengan teratur dan mendalam, sebentar-sebentar berhenti sesaat

  5. Bayi menelan susu yang diminum secara teratur 6.

  Putting susu terasa nyaman setelah beberapa kali pemberian susu pertama

3. Tanda-tanda ibu belum menyusui bayi dengan benar: 1.

  Kepala bayi tidak lurus dengan badannya 2. Bayi hanya menyusu pada putting susu, tidak menyusu pada areola dengan putting susu masuk jauh kedalam mulutnya

  3. Bayi menyusu dengan ringan, cepat, dan gugup, tidak menyusu dengan sungguh-sungguh dan teratur

4. Pipinya berkerut ke arah dalam atau ibu mendengar suara “cik-cik” 5.

  Ibu tidak mendengar bayinya menelan secara teratur setelah produksi air susu meningkat (Yuliarti, 2010)

4. Lama dan Frekuensi Menyusui

  Sebaiknya menyusui bayi tanpa dijadwal (on demand), karena bayi akan menentukan sendiri kebutuhannya. Ibu harus menyusui bayinya bila bayi menangis bukan karena sebab lain (kencing dan sebagainya) atau ibu sudah merasa perlu menyusui bayinya. Bayi yang sehat dapat mengosongkan satu payudara sekitar 5-7 menit dan ASI dalam lambung bayi akan kosong dalam waktu jam (Handayani, dkk, 2011)

  Menyusui yang dijadwalkan akan berakibat kurang baik, karena isapan bayi sangat berpengaruh pada rangsangan produksi ASI tanpa jadwal, sesuai kebutuhan bayi, akan mencegah banyak masalah yang mungkin timbul. Menyusui dimalam hari sangat berguna bagi ibu bekerja, karena dengan disusukan pada malam hari akan memacu produksi ASI, dan juga dapat mendukung keberhasilan menunda kehamilan (Handayani, dkk, 2011)

5. Masalah dalam Menyusui pada ibu 1.

  Masalah masa antenatal (Sulistyawati, 2009) Putting susu yang tidak menonjol sebenarnya tidak selalu menjadi masalah.

  Secara umum, ibu tetap masih dapat menyusui bayinya dan upaya selama antenatal umumnya kurang berfaedah, seperti memanipulasi putting dengan perasat Hoffman, menarik-narik putting, atau penggunaan breast shield dan breast shell. Yang paling efisien untuk memperbaiki keadaan ini adalah isapan langsung bayi yang kuat. Dalam hal ini, sebaiknya ibu tidak melakukan apa-apa, tunggu saja sampai bayi lahir. Segera setelah bayi lahir, ibu dapat melakukan: a.

  Skin to skin contact dan biarkan bayi menghisap sedini mungkin b.

  Biarkan bayi “mencari” putting susu, kemudian menghisapnya c. Apabila putting benar-benar tidak muncul, dapat “ditarik” dengan pompa putting susu (nipple puller) atau yang paling sederhana modifikasi spuit injeksi 10 ml d.

  Jika tetap mengalami kesulitan, usahakan agar bayi tetap disusui dengan sedikit penekanan pada areola mamae dengan jari hingga terbentuk “dot” ketika memasukkan putting susu kedalam mulut bayi e. Bila terlalu penuh, ASI dapat diperas terlebih dahulu dan diberikan dengan sendok atau cangkir, atau teteskan langsung ke mulut bayi

  2. Pada masa setelah persalinan dini a.

  Putting susu lecet Pada keadaan ini, seorang ibu sering menghentikan proses menyusui karena sakit. Dalam hal ini, yang perlu dilakukan oleh ibu adalah mengecek bagaimana perlekatan ibu dan bayi, serta mengecek apakah terdapat infeksi candida (di mulut bayi) b.

  Payudara bengkak Sebelumnya, kita perlu membedakan antara payudara penuh karena berisi ASI dengan payudara bengkak. Pada payudara penuh, gejala yang dirasakan pasien adalah rasa berat pada payudara, panas, dan keras, sedangkan pada payudara bengkak akan terlihat payudara odem, Pasien merasakan sakit, putting susu kencang, kulit mengkilat walau tidak merah, ASI tidak akan keluar bila diperiksa atau diisap, dan badan demam setelah 24 jam.

  c.

  Abses Payudara (mastitis) Mastitis adalah peradangan pada payudara. Ada 2 jenis mastitis, yaitu non-

  

infective mastitis (hanya karena pembendungan ASI/milk statis dan infective mastitis

  (telah terinfeksi bakteri). Gejala yang ditemukan adalah payudara menjadi merah, bengkak, kadang disertai rasa nyeri dan panas, serta suhu meningkat.

  3. Pada masa setelah persalinan lanjut a.

  Sindrom ASI kurang Ibu dan bayi dapat saling membantu agar produksi ASI meningkat dan bayi dapat terus memberikan isapan efektifnya. Pada keadaan tertentu, ketika produksi ASI memang sangat tidak memadai, perlu upaya yang lebih, misalnya relaksasi dan bila perlu dapat dilakukan pemberian ASI suplementer.

  b.

  Ibu yang bekerja Seringkali alasan pekerjaan membuat seorang ibu merasa kesulitan untuk memberikan ASI secara eksklusif. Banyak di antaranya disebabkan karena ketidaktahuan dan kurangnya minat untuk meyusui bayinya.

  c.

  Pengeluaran ASI Keluarkan ASI sebanyak mungkin dan tampung didalam cangkir atau gelas yang bersih. Meskipun langkah ini kelihatannya sederhana, namun tidak ada salahnya jika bidan memberikan bimbingan teknik memerah ASI yang tepat.

6. Masalah Menyusui pada Bayi 1.

  Bayi sering menangis (Wulandari, dkk, 2011) Menangis untuk bayi adalah cara berkomunikasi dengan orang-orang disekitarnya. Karena bila itu bayi sering menangis perlu dicari sebabnya, dan sebabnya tidak selalu karena kurang ASI.

  a.

  Perhatikan, mengapa bayi menangis, apakah karena laktasi belum berjalan baik, atau sebab lain, seperti mengompol, sakit, merasa jemu, ingin digendong atau disayang.

  b.

  Keadaan ini merupakan hal yang biasa dan ibu tak perlu cemas, karena kecemasan ibu dapat menganggu proses laktasi itu sendiri, dan akibatnya produksi ASI bisa berkurang. c.

  Coba atasi dengan memeriksa pakaian bayi, mungkin perlu diganti karena basah, coba mengganti posisi bayi menjadi tengkurap, atau digendong dan dibelai.

  d.

  Mungkin bayi belum puas menyusu karena posisi bayi tidak benar saat menyusu akibatnya ASI tak sempurna keluarnya.

  e.

  Bayi menangis mempunyai maksud menarik perhatian terutama ibu karna sesuatu hal, oleh karenanya janganlah membiarkan bayi menangis terlalu lama, ia akan menjadi lelah, kesal, sehingga dapat mengganggu proses laktasi.

  1. Bayi bingung putting Bingung putting (nipple confusion) adalah suatu keadaan yang terjadi karena bayi mendapat susu formula dalam botol berganti-ganti dengan menyusu pada ibu.

  Peristiwa ini terjadi karena mekanisme menyusu pada putting ibu berbeda dengan mekanisme menyusu pada botol.

  Tanda-tanda bayi bingung putting: a.

  Bayi menghisap putting seperti menghisap dot.

  b.

  Waktu menyusu, cara menghisapnya terputus-putus/sebentar-sebentar.

  c.

  Bayi menolak menyusu pada ibu.

  2. Bayi premature dan bayi kecil (BBLR) Bayi kecil, premature atau dengan berat badan lahir rendah ( BBLR) mempunyai masalah menyusui karena refleks menghisapnya masih relative lemah. Oleh karenanya bayi kecil justru harus cepat dan lebih sering dilatih menyusu.

  3. Bayi kuning

  Ikterus karena ASI sangat jarang terjadi. Terjadinya ikterus tersebut karena hormon3-alfa 20-beta-pregnane-diol pada ASIyang mengadakan inhibisi pada enzim glukoronil-transferase pada hepar bayi.

  4. Bayi Kembar Dengan meningkatnya rangsangan untuk produksi ASI yang datang dari bayi.

  Maka ASI selalu cukup untuk kedua bayi kembar tersebut. Tetapi kita harus memperhatikan diit ibu harus mengandung kalori lebih tinggi, ektra minum, cukup protein dan vitamin, agar produksi ASI mencukupi kebutuhan bayi dan status gizi ibu itu terpelihara.

  5. Bayi sakit Sebagian kecil sekali dari bayi yang sakit, dengan indikasi khusus tidak diperbolehkan mendapatkan makanan per-oral, tetapi apabila sudah diperbolehkan, maka ASI harus terus diberikan.

  6. Bayi sumbing Banyak orang mengira bahwa bayi sumbing tidak mungkin dapat menyusu.

  Pendapat ini tidak sepenuhnya benar, karena dengan kesabaran dan ketelatenan ibu, maka banyak ibu yang berhasil menyusui bayinya sendiri.

  7. Bayi dengan lidah pendek Bayi pada kondisi seperti ini akan sukar dapat melaksanakan laktasi dengan sempurna, karena lidah tak sanggup memegang putting dan areola dengan baik.

  8. Bayi yang memerlukan perawatan Bila bayi sakit dan memerlukan perawatan padahal bayi masih menyusu pada ibu, baiknya bila ada fasilitas, ibu ikut dirawat agar pemberian ASI tetap dapat dilanjutkan.

  9. Bayi enggan menyusu Bayi enggan menyusu harus mendapat perhatian khusus, karena kadang-kadang itu merupakan gejala dari penyakit-penyakit yang membahayakan jiwa anak, missal anak yang sakit berat, tetanus neonatorum, menginitis/ensepalitis, hiperbilirubinemia, dan sebagainya.

  10. Bayi yang lahir dengan operasi seksio sesaria Bila pada seksio digunakan anestesi umum, bayi bisa mulai disusukan setelah ibu sadar dengan bantuan tenaga perawat/bidan. Efek narkose pada bayi yang diterimanya baik melalui plasenta ataupun ASI dapat mengakibatkan bayi lemah dan malas menyusu.

B. Produksi ASI

  Novak & Broom,1999 (dalam Ramayanti, 2004) Produksi ASI merupakan hasil perangsangan payudara oleh hormone prolaktin. Hormon ini dihasilkan oleh kelenjar hipofise anterior yang berada didasar otak. Bila bayi menghisap ASI maka ASI akan dikeluarkan dari gudang ASI yang disebut sinus laktiferus. Proses pengisapan akan merangsang ujung saraf disekitar payudara untuk membawa pesan kekelenjar hipofise anterior untuk memproduksi hormone prolaktin. Prolaktin kemudian akan dialirkan kekelenjar payudara untuk merangsang pembuatan ASI. Hal in disebut dengan refleks pembentukan ASI atau refleks prolaktin.

  Produksi Air Susu Ibu/Prolaktin. Dalam fisiologi laktasi, prolaktin merupakan suatu hormon yang disekresikan oleh glandula pituitari. Hormon ini memilki peranan penting untuk memproduksi ASI, kadar hormon ini meningkat selama kehamilan (Saleha, 2009)

  Laktasi atau menyusui sebenarnya mempunyai dua pengertian, yaitu produksi ASI (prolaktin) dan pengeluaran ASI (oksitosin), yang dikenal dengan refleks prolaktin dan refleks aliran (let down reflex). Dalam hal ini, pada ibu ada 2 macam refleks yang menentukan keberhasilan dalam menyusui bayinya. Refleks tersebut refleks prolaktin dan refleks aliran (Maryunani, 2012)

  Penjelasan tentang refleks prolaktin dan refleks aliran: 1. Refleks Prolaktin: a.

  Refleks ini secara hormonal untuk memproduksi ASI.

  b.

  Waktu bayi menghisap payudara ibu, terjadi rangsangan neurohormonaal pada putting susu dan areola ibu.

  c.

  Rangsangan ini diteruskan ke hipofise melalui nervus vagus, terus ke lobus anterior.

  d.

  Dari lobus ini akan mengeluarkan hormone prolaktin, masuk ke peredaran darah dan sampai pada kelenjar-kelenjar pembuat ASI.

2. Penjelasa refleks aliran (let down refleks) a.

  Refleks ini membuat memancarkan ASI keluar.

  Bila bayi didekatkan Pada payudara ibu, maka bayi akan memutar kepalanya ke arah payudara ibu.

  c.

  Refleks memutarnya kepala bayi ke payudara ibu disebut: rotting refleks ( refleks menoleh).

  d.

  Bayi secara otomatis menghisap putting susu ibu denagn bantuan lidahnya.

  Let down refleks mudah sekali terganggu, misalnya pada ibu yang mengalami goncengan emosi, tekanan jiwa dan gangguan fikiran.

  e.

  Gangguan terhadap let down refleks mengakibatkan ASI tidak keluar.

  b. f.

  Bayi tidak cukup mendapatkan ASI dan akan menangis.

  g.

  Tangisan bayi ini justru membuat ibu lebih gelisah dan semakin mengganggu let down refleks.

  h.

  Dalam hal ini, pengeluaran ASI sangat dipengaruhi oleh faktor kejiwaan.

  (Anik, 2012) Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan air susu ibu: 1. rangsangan otot-oto buah dada

  Rangsangan pada otot-otot buah dada diperlukan dalam usaha memperbanyak air susu ibu agar kelenjar buah dada bekerja lebih efektif.

  2. Keteraturan anak menghisap Isapan anak akan merangsang otot polos yang terdapat dalam buah dada, untuk berkontraksi yang kemudian merangsang susunan syaraf disekitarnya dan meneruskan rangsangan ini ke otak.

  3. Kesehatan ibu Kesehatan ibu memegang peranan dalam produksi air susu ibu. Hal ini dijelaskan karena pembentukan bahan-bahan yang diambilnya dari ibu.

  4. Makanan Produksi ASI sangat dipengaruhi oleh makanan yang dimakan ibu, apabila makanan ibu secara teratur dan cukup mengandung gizi yang diperlukan akan mempengaruhi produksi ASI, karena pembuat kelenjar pembuat ASI tidak dapat bekerja dengan sempurna tanpa makanan yang cukup.

  5. Ketenangan jiwa dan pikiran Produksi ASI sangat dipengaruhi oleh faktor kejiwaan, ibu yang selalu dalam keadaan tertekan, sedih, kurang percaya diri dan berbagai bentuk kalangan emosional akan menurunkan volume ASI bahkan tidak akan terjadi produksi ASI.

  (Handayani, dkk, 2011) Payudara berukuran kecil dianggap kurang menghasilkan ASI padahal ukuran payudara tidak menentukan apakah produksi ASI cukup atau kurang karena ukuran kurang ditentukan oleh bayaknya lemak pada payudara sedangkan kelenjar penghasil ASI sama banyaknya walaupun payudara kecil dan produksi ASI dapat tetap mencukupi apabila manajemen laktasi dilaksanakan dengan baik dan benar (Wulandari, dkk, 2011)

  Makanan lain (termasuk air) dapat membuat bayi sakit dan menurunkan persediaan ASI ibunya karena produksi ASI ibu tergantung pada seberapa banyak ASI yang dihisap oleh bayinya (Sulistyawati, 2009)

  Lawrence, 2004 (dalam Purnama, 2013) Produksi ASI merujuk pada volume ASI yang dikeluarkan oleh payudara. ASI yang telah diproduksi disimpan didalam gudang ASI. Selanjutnya ASI dikeluarkan dari payudara kemudian dialirkan ke bayi, banyaknya ASI yang dikeluarkan oleh payudara dan diminum oleh bayi, diasumsikan sama dengan produksi ASI.

  Budiarti, 2009 (dalam Arini) menyatakan bahwa penilaian terhadap produksi ASI dapat menggunakan beberapa kriteria sebagai acuan untuk mengetahui keluarnya ASI dan jumlahnya mencukupi bagi bayi diantaranya adalah: a) ASI yang merembas keluar melalui putting. b) sebelum disusui payudara ibu terasa tegang. c) jika ASI cukup setelah menyusu maka bayi tertidur atau tenang selama 3-4 jam. d) Bayi BAK minimal 6-8 kali dalam satu hari. e) bayi BAB 2-5 kali sehari. f) Bayi paling sedikit menyusu 8- 10 kali dalam 24 jam. g) Ibu dapat mendengar suara menelan yang pelan ketika bayi menelan ASI. h) Ibu dapat merasakan rasa geli karena aliran ASI setiap kali menyusu. i) Warna urin bayi kuning jernih.

  Hockenberry, 2009 (dalam Purnama, 2013) menyatakan bahwa indikator lain untuk melihat bahwa produksi ASI mencukupi bagi bayi adalah karakteristik dari BAB bayi. Pada 24 jam pertama bayi mengeluarkan BAB yang bewarna hijau pekat, kental, dan lengket, yang dinamakan dengan meconium, BAB ini berasal dari saluran pencernaan bayi, serta cairan amnion.

  Matteson, 2001 (dalam Purnama, 2013) menyatakan bahwa pola eliminasi bayi tergantung intake yang bayi dapatkan bayi yang meminum ASI, umumnya pola BABnya 2-5 kali perhari, BAB yang dihasilkan adalah bewarna kuning keemasan, tidak terlalu encer dan tidak terlalu pekat, sedangkan bayi yang mendapatkan susu formula, umumnya pola BABnya hanya 1 kali sehari, BAB berwarna putih pucat.

C. Primipara

  Primipara adalah perempuan yang telah melahirkan yang cukup besar untuk kehidupan didunia luar (Varney, 2006) Primipara adalah perempuan yang telah pernah melahirkan sebanyak satu kali

  (Manuaba, 2009)

Dokumen yang terkait

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Budaya Organisasi 2.1.1 Defenisi Organisasi - Budaya Organisasi pada BSA Owner Motorcycle’ Siantar di Kota Pematangsiantar

0 2 46

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah - Budaya Organisasi pada BSA Owner Motorcycle’ Siantar di Kota Pematangsiantar

0 0 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biskuit - Daya Terima Biskuit dengan Modifikasi Tepung Biji Nangka, Tepung Kacang Merah dan Tepung Pisang serta Kontribusinya terhadap Kecukupan Energi, Protein dan Zat Besi Remaja

0 1 24

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Daya Terima Biskuit dengan Modifikasi Tepung Biji Nangka, Tepung Kacang Merah dan Tepung Pisang serta Kontribusinya terhadap Kecukupan Energi, Protein dan Zat Besi Remaja

0 0 10

BAB II KAJIAN PUSTAKA - Strategi Adaptasi Dan Mitigasi Bencana Banjir Pada Masyarakat Di Kelurahan Aur Kecamatan Medan Maimun

0 0 24

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Peran Serta Suami Dalam Mendukung Pemberian ASI Eksklusif di Kecamatan Lima Puluh Kabupaten Batu Bara 2014

0 0 23

2.2 Pengertian ASI Eksklusif - Faktor-faktor yang Mempengaruhi Peran Serta Suami Dalam Mendukung Pemberian ASI Eksklusif di Kecamatan Lima Puluh Kabupaten Batu Bara 2014

1 1 14

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Faktor-faktor yang Mempengaruhi Peran Serta Suami Dalam Mendukung Pemberian ASI Eksklusif di Kecamatan Lima Puluh Kabupaten Batu Bara 2014

0 0 8

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Peran Serta Suami Dalam Mendukung Pemberian ASI Eksklusif di Kecamatan Lima Puluh Kabupaten Batu Bara 2014

0 0 10

Asuhan Keperawatan pada Ny. Y dengan Prioritas Masalah Kebutuhan Dasar Gangguan Rasa Nyaman (Nyeri) di RSUD. Dr. Pirngadi Medan

0 2 35