Karakteristik Penderita Mioma Uteri Rawat Inap di Rumah Sakit Tentara Tk-IV 01.07.01 Pematangsiantar Tahun 2014

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Uterus

  Uterus (rahim) merupakan organ yang tebal, berotot, berbentuk buah pir, yangsedikit gepeng kearah muka belakang, terletak di dalam pelvis antara rektum dibelakang dan kandung kemih di depan. Ukuran uterus sebesar telur ayam danmempunyai rongga. Dindingnya terdiri atas otot polos. Ukuran panjang uterus adalah7-7,5 cm lebar di atas 5,25 cm, tebal 1,25 cm. Berat uterus normal lebih kurang 57gram (Wiknjosastro, 2005).Uterus terdiri dari jaringan ikat, otot polos, pembuluh darah dan jaringan lainnya.Pada uterus terdapat dinding lapisan-lapisan yang membentuknya, lapisan-lapisan tersebut yaitu: a.

  Endometrium Endometrium membentuk lapisan epitelium bersilia pada dasar jaringan penyambung atau stroma. Pada rongga uterus, ketebalan endometrium ini terus menerus berubah selama menstruasi. Lapisan basal tidak berubah, tetapi berfungsi sebagai fondasi untuk proses regenerasi lapisan-lapisan di tasnya. Sel-sel epitel berbentuk kubus dan menyembul ke bawah untuk membentuk kelenjar yang menyekresi mukus basa.

  Endometrium serviks tidak menunjukkan respons yang sama terhadap stimulus homonal selama siklus menstruasi. Di sini, sel epitel berbentuk kolumnar dan tinggi, dan kelenjar penyekresi mukus adalah kelenjar rasemosa yang bercabang. Endometrium serviks lebih tipis daripada korpus serviks dan berlipat-

  8 lipat sehingga membentuk pola yang disebut “arbor vitae”. Bagian serviks yang menonjol ke dalam vagina dilapisi oleh epitelium skuamosa yang menyerupai epitel yang melapisi vagina. Titik tempat berlangsungnya perubahan epitelium pada os eksternal disebut dengan taut skuamokolumnar.

  b.

  Miometrium Lapisan ini menebal di bagian atas uterus, tetapi menipis di bagian ismus dan serviks. Serat-seratnya menyebar ke seluruh arah dan saling terjalin untuk melapisi pembuluh darah serta limfe yang menjalar dari dan ke endometrium. Lapisan luar dibentuk dari serat-serat longitudinal yng menyambung dengan serat- serat tba uterina, ligamen uterus, dan vagina.

  c.

  Perimetium Lapisan ini merupakan membran serosa ganda, perluasan dari peritoneum, yang menutupi uterus, melapisi semua bagian kecuali celah sempit di kedua sisi dan dinding nterior serviks supravagia, tempat lapisan ini melipat ke atas menutupi kandung kemih (Fraser, 2011).

2.2 Mioma Uteri

2.2.1 Pengertian Mioma Uteri

  Mioma uteri merupakan tumor jinak otot rahim yang dikenal juga dengan leiomiomata, tumor jinak yang disertai dengan jaringan ikatnya sehingga berbentuk padat karena jaringan ikatnya dominan dan lunak serta dikarenakan otot rahim yang dominan (Impey et.al. 2009). Mioma uteri secara berurutan juga dapat dinamakan fibroid uteri atau leiomioma, mioma uteri termasuk tumor panggul yang paling umum terjadi. Mioma uteri merupakan pembengkakan fibromuscular yang lunak yang menempel pada dinding otot uteri (Fairley, 2009).

  Jadi dapat disimpulkan bahwa mioma uteri adalah neoplasma jinak yang berada pada lapisan uterus yaitu miometrium yang berbentuk padat karena jaringan ikatnya lebih dominan dan lunak karena otot uterus yang lebih dominan serta kejadiannya paling banyak terjadi pada wnita usia subur yang disebabkan oleh pengaruh hormon esterogen.

2.2.2 Patologi Anatomi

  Secara makroskopis, tumor ini biasanya berupa massa abu-abu putih, padat, berbatas tegas dengan permukaan potongan memperlihatkan gambaran kumparan yang khas. Tumor mungkin hanya satu, tetapi umumnya jamak dan tersebar di dalam uterus, dengan ukuran berkisar dari benih kecil hingga neoplasma masif yang jauh lebih besar daripada ukuran uterusnya. Sebagian terbenam di dalam miometrium (intramural), sementara yang lain terletak tepat di bawah endometrium (submukosa) atau tepat di bawah serosa (subserosa). Yang terakhir mungkin membentuk tangkai, bahkan kemudian melekat ke organ sekitarnya, darimana tumor tersebut mendapat pasokan darah dan kemudian membebaskan diri dari uterus untuk menjadi leiomioma “parasitik” (Pradhan dkk.

  2006).

  Memperhatikan letak pertumbuhannya mioma uteri dapat diklasifikasikan menjadi: a.

  Intramural mioma uteri Di dalam otot rahim yang bentuknya dapat besar, padat karena jaringan ikat yang dominan, dan lunak karena jaringan otot rahim dominan.

  b.

  Submukosa mioma uteri

  a) Berada di bawah lapisan dalam rahim.

  b) Memperluas permukaan ruangan rahim.

  c) Bertangkai dan dapat dikeluarkan melalui kanalis servikalis.

  c.

  Subserosa mioma uteri

  a) Berada di bawah lapisan peritonium.

  b) Dapat bertangkai dan melayang dalam kavum (ruangan) abdomen.

  c) Dapat terjadi parasitik mioma uteri.

  d.

  Servikal mioma uteri

  a) Pembesarannya menimbulkan keluhan pendesakan organ sekitarnya.

  b) Kejadiannya sangat jarang 2-5% dari semua mioma uteri e.

  Membesar kalateral menimbulkan intraligamenter mioma uteri.

  Perbandingan otot polos dan jaringan ikat yang membentuk mioma uteri dapat dinamakan: a.

  Leisomioma

a) Otot polosnya lebih dominan.

  b) Pertumbuhan dan perkembangan otot polosnya dominan sejak permulaan (mioma mollae). b.

  Fibroid atau fibromioma

  a) Konsistensinya keras

  b) Jaringan ikatnya dominan

  Pertumbuhan mioma uteri dapat mengalami degenerasi akhibat gangguan vaskularisasi berikut berbagai bentuk pertumbuhan mioma uteri beserta keterangannya (Manuaba, 2010).

  Bentuk degenerasi mioma Keterangan

  Hialine degenerasi

a) Susunan jaringan ikatnya makin dominan.

  c) Penampakannya

  d) Warna putih seperti mutiara mengkilat

  e) Tampak susunan berlapis

  f) Bila terlalu keras disebut mioma durum

  b) Konsistensinya padat

  a) Bagian tengah hialine mengalami degenerasi, pencairan akhibat devaskularisasi.

  b) Tampak terjadi pembentukan kista

  c) Meragukan saat pemeriksan ultrasonografi

  Degenerasi kalsifikasi

  a) Terutama terjadi pada orangtua. Devaskularisasi, terdapat timbunan kalsium, menambah kerasnya mioma uteri.

  Degenerasi merah atau karneous a)

  Kehamilan, menyebabkan mioma cepat bertambah besar seiring vaskulrisasi kehamilan.

  b) Pos partum, terjadi kontraksi otot uterus menyebabkan penyempitan dan berkurangnya aliran darah menuju proses mioma uteri.

  c) Terjadi timbunan darah venous, memberikan warna merah pada mioma atau diikuti hemolisis darah.

  Sumber: Buku Ajar Penuntun Kuliah Ginekologi

  Kistik degenerasi

  2.2.3Gambaran Klinis dan Keluhan

  Gambaran klinik mioma uteri dan keluhannya berupa: 1. Pendarahan tidak normal

  Hipermenorea perdarahan banyak saat menstruasi dikarenakan meluasnya permukaan endometrium dalam proses mesntruasi, gangguan kontraksi ototrahim dan perdarahan berkepanjangan. Diperkirakan 30% wanita dengan mioma uteri mengalami kelainan menstruasi, menoragia atau menstruasi yang lebih sering. Teori yang menjelaskan perdarahan yang disebabkan mioma uteri menyatakan terjadi perubahan struktur vena pada endometrium dan miometrium yang menyebabkan terjadinya venule

  ectasia . Miometrium merupakan wadah bagi faktor endokrin dan parakrin

  dalam mengatur fungsi endometrium. Aposisi kedua jaringan ini dan aliran darah langsung dari miometrium ke endometrium memfasilitasi interaksi ini. Growth factor yang merangsang stimulasi angiogenesis atau relaksasi tonus vaskuler dan yang memiliki reseptor pada mioma uteri dapat menyebabkan perdarahan uterus abnormal dan menjadi target terapi potensial. Sebagai pilihan, berkurangnya angiogenik inhibitory factor atau vasoconstricting factor dan reseptornya pada mioma uteri dapat juga menyebabkan perdarahan uterus yang abnormal akhibat perdarahan penderita dapat mengeluh anemis karena kekurangan darah, pusing, cepat lelah dan mudah terjadi infeksi. Keluhan yang diakibatkan oleh mioma uteri sangat tergantung dari lokasi, arah pertumbuhan, jenis, besar dan jumlah mioma. Hanya dijumpai pada 20-

  50% saja mioma uteri menimbulkan keluhan, sedangkan sisanya tidak mengeluh apapun. Hipermenore, menometroragia adalah merupakan gejala klasik dari mioma uteri.

2. Penekanan rahim yang membesar

  Penekanan rahim karena pembesaran mioma uteri dapat menyebabkan terasa berat di abdomen bagian bawah sehingga penderita mengeluhkan merasakan adanya massa atau benjolan di perut bagian bawah. Penekanan rahim tersebut juga dapat menyebabkan sukar miksi atau defekasi. Penderita jug akan merasakan nyeri karena tertekannya urat saraf. Pada mioma yang sangat besar, rasa nyeri dapat disebabkan karena tekanan pada urat syaraf yaitu pleksus uterovaginalis, menjalar ke pinggang dan tungkai bawah.

  Gejala nyeri tidak khas untuk mioma, walaupun sering terjadi. Hal ini timbul karena gangguan sirkulasi darah pada sarang mioma yang disertai dengan nekrosis setempat dan peradangan. Pada pengeluaran mioma submukosa yang akan dilahirkan, pada pertumbuhannya yang menyempitkan kanalis servikalis dapat menyebabkan dismenorrhoe. Dapat juga rasa nyeri disebabkan karena torsi mioma uteri yang bertangkai.

  Dalam hal ini sifatnya akut, disertai dengan rasa enek dan muntah-muntah (Fairley, 2009 dan Pradhan, 2006).

2.2.4 Diagnosa Mioma Uteri

  Diagnosa mioma uteri dapat ditegakkan dengan:

  1. Anamnesis Dari proses tanya jawab dokter dan pasien dapat ditemukan penderita seringkali mengeluh rasa berat dan adanya benjolan pada perut bagian bawah, kadang mempunyai gangguan haid dan ada nyeri.

  2. Pemeriksaan fisik Pemeriksaan bimanual akan mengungkap tumor pada uterus, yang umumnya terletak di garis tengah atau pun agak ke samping,seringkali teraba terbenjol-benjol. Mioma subserosum dapat mempunyai tangkai yang berhubung dengan uterus (Prawirohardjo dkk. 2007).

  3. Pemeriksaan Penunjang a.

  Ultra Sonografi (USG) Mioma uteri yang besar paling bagus didiagnosis dengan kombinasi transabdominal dan transvaginal sonografi. Gambaran sonografi mioma kebiasaanya adalah simetrikal, berbatas tegas, hypoechoic dan degenerasi kistik menunjukkan anechoic.

  b.

  Magnetic Resonance Imagine (MRI) Miom uteri lebih baik didiagnosa dengan MRI daripada USG tetapi biayanya lebihmahal. MRI mampu menentukan ukuran, lokasi dan bilangan mioma uteri serta bisa mengevaluasi jarak penembusan mioma submukosa di dalam dinding miometrium (Parker, 2007).

  2.2.5 Diagnosa Banding

  Mioma uteri dapat disangka terutama sebagai kehamilan, apabila telah berubah menjadi lebih lunak karena degenerasi sistik. Kehamilan mola atau ektopik juga dapat menjadi dignosa banding dari mioma uteri. Mioma uteri juga dapat disangka sebagai tumor ovarium apabila terjadi degenerasi sistik, unilateral, dan tidak terjadi perpindahan letak serviks. Dan juga adenomiosis, lebih umumnya dikarenakan penyebaran dan pembesaran uterus yang telah lunak (Prawirohardjo dkk. 2007).

  2.2.6 Epidemiologi Mioma Uteri

  a. Frekuensi Mioma uteri merupakan tumor jinak yang paling sering ditemukan pada organ reproduksi wanita (Edmonds, 2007). Mioma uteri paling sering ditemukan pada wanita usia subur 30-50%. Tumor ini paling sering ditemukan pada wanita umur 35 - 45 tahun dan jarang terjadi pada wanita 20 tahun dan wanita post menopause (Schorge et. al. 2008).

  Kejadiannya meningkat pada wanita Afro-Caribbean dan menurun pada penggunaan jangka panjang pil kontrasepsi. Di Indonesia mioma uteri ditemukan 2,39-11,7% pada semua penderita ginekologik yang dirawat. Selain itu dilaporkan juga ditemukan pada kurang lebih 20-25% wanita usia reproduksi dan meningkat 40% pada usia lebih dari 35 tahun (Joedosapoetra, 2005). Penelitian Nishizawa di Jepang (2008) menemukan insidens rates mioma uteri lebih tinggi pada wanita subur yaitu 104 per seribu wanita belum menopause dan 12 per seribu wanita menopause

  (P<0,001).Penelitian Boynton (2005) di Amerika melaporkan 7.466 kasus mioma uteri dari 827.348 wanita berusia 25-42 tahun dengan prevalensi 0,9%.

  b. Distribusi Berdasarkan orang, mioma uteri hanya terjadi pada wanita karena mioma uteri adalah penyakit yang terdapat pada dinding rahim wanita.

  Mioma uteri lebih banyak ditemukan pada wanita berkulit hitam, karena wanita berkulit hitam memiliki lebih banyak hormon estrogen disbanding wanita kulit putih. Pernah ditemukan 200 sarang mioma dalam satu uterus pada wanita kulit hitam, dimana biasanya hanya 5-20 sarang saja (Panay at.al 2008).Berdasarkan otopsi, Novak menemukan 27% wanita berumur 25 tahun mempunyai sarang mioma, pada wanita yang berkulit hitam

  .

  ditemukan lebih banyak (Joedosapoetra, 2005) Berdasarkan tempat, Penelitian Baird di Amerika Serikat tahun 2003 terhadap 1364 wanita dengan usia 35-49 tahun, 478 diantaranya menderita mioma uteri yaitu dengan proporsi 35%. Penelitian Sela-Ojeme di London Hospital pada tahun 2008 melaporkan proporsi penderita mioma uteri sebanyak 14,06% yaitu 586 orang dari 2.034 kasus ginekologi. Management of Uterine Fibroid at The University of Nigeria Teaching Hospital Enugu tahun 2006 melaporkan proporsi mioma uteri 9,8% dari seluruh kasus ginekologi yaitu 190 kasus dari 1939 kasus ginekologi. Penelitian Gaym A di Tikur Anbessa Teaching Hospital, Addis Ababa, Ethiopia tahun 2004 mencatat penderita mioma uteri sebanyak 588 kasus.Di Indonesia, Mioma Uteri ditemukan 2,4%

  • – 11,7% pada semua penderita ginekologi yang dirawat (Wiknjosastro, 2005). Di Manado khususnya di RSU Prof. Dr. R. D. Kandou pada Periode 1 Januari - 31 Desember 2012 mioma uteri menjadi penyakit ginekologi umum terbanyak dengan proporsi yaitu Mioma Uteri (43.1%), Kista Ovarium (41.4%), dan Disfunctional Uterine Bleeding (4.13%) (Berhandus dkk, 2013).

  c.

  Determinan Penyebab utama mioma uteri belum diketahui secara pasti sampai saat ini, tetapi penyelidikan telah dijalankan untuk memahami keterlibatan faktor hormonal, faktor genetik, growth factor, dan biologi molekular untuk tumor jinak ini. Faktor yang diduga berperan untuk inisiasi pada perubahan genetik pada mioma uteri adalah abnormalitas intrinsik pada miometrium, peningkatan reseptor estrogen secara kongenital pada miometrium, perubahan hormonal, atau respon kepada kecederaan iskemik ketika haid. Setelah terjadinya mioma uteri, perubahan-perubahan genetik ini akan dipengaruhi oleh promoter (hormon) dan efektor (growth factors) (Parker, 2007). Berdasarkan teori genitoblast (sel nes) Meyer dan de Snoo, pertumbuhan mioma uteri terjadi akhibat rangsangan terus-menerus dari hormon esterogen setiap bulannya (Manuaba, 2010). Adapun faktor predisposisi terjadinya mioma uteri, yaitu :

  1. Umur Mioma uteri jarang terjadi pada usia kurang dari 20 tahun, ditemukan sekitar 10% pada wanita berusia lebih dari 40 tahun, Kasus mioma uteri terbanyak pada kelompok usia 40-49 tahun, dengan usia rata- rata 42,97 tahun sebanyak 51%.Tumor ini paling sering memberikan gejala klinis antara umur 35

  • – 45 tahun. Hasil penelitian dari Miranti (2009) di Medan dari tahun 2004 sampai dengan 2008 terdapat 152 kasus mioma uteri. Dari seluruh kasus proporsi tertinggi yang mengalami mioma uteri berdasarkan sosiodemografi ditemukan pada kelompok umur 40-46 tahun (39,5%).

  2. Paritas Lebih sering terjadi pada nullipara atau pada wanita yang relatif infertil, tetapi sampai saat ini belum diketahui apakan infertilitas menyebabkan mioma uteri. Peningkatan paritas menurunkan insidensi terjadinya mioma uteri (Parker, 2007).Wanita yang sering melahirkan lebih sedikit kemungkinannya untuk terjadinya perkembangan mioma ini dibandingkan wanita yang tidak pernah hamil atau satu kali hamil.

  Statistik menunjukkan 60% mioma uteri berkembang pada wanita yang tidak pernah hamil atau hanya hamil satu kali ( Schorge et al., 2008 ).

  3. Ras Pada wanita ras tertentu, khususnya wanita berkulit hitam, angka kejadian mioma uteri tinggi.Dari studi yang dijalankan melibatkan laporan sendiri oleh pasien mengenai mioma uteri, rekam medis, dan pemeriksaan sonografi menunjukkan golongan etnik Afrika-Amerika mempunyai kemungkinan risiko menderita mioma uteri setinggi 2,9 kali berbanding wanita etnik caucasia, dan risiko ini tidak mempunyai kaitan dengan faktor risiko yang lain. Didapati juga wanita golongan Afrika-Amerika menderita mioma uteri dalam usia yang lebih muda dan mempunyai mioma yang banyak dan lebih besar serta menunjukkan gejala klinis. Namun ianya masih belum diketahui jelas apakah perbedaan ini adalah karena masalah genetik atau perbedaan pada kadar sirkulasi estrogen, metabolisme estrogen, diet, atau peran faktor lingkungan. Walaubagaimanapun, pada penelitian terbaru menunjukkan yang Val/Val genotype untuk enzim essensial kepada metabolisme estrogen,catechol-O-methyltransferase (COMT) ditemui sebanyak 47% pada wanita Afrika-Amerika berbanding hanya 19% pada wanita kulit putih. Wanita dengan genotype ini lebih rentan untuk menderita mioma uteri. Ini menjelaskan mengapa prevalensi yang tinggi untuk menderita mioma uteri dikalangan wanita Afrika- Amerika lebih tinggi (Parker, 2007).

4. Genetik

  Wanita dengan garis keturunan tingkat pertama dengan penderita mioma uteri mempunyai peningkatan 2,5 kali kemungkinan risiko untuk menderita mioma uteri dibanding dengan wanita tanpa garis keturunan penderita mioma uteri. Penderita mioma yang mempunyai riwayat keluarga penderita mioma uteri mempunyai 2 kali lipat kekuatan ekspresi dari VEGF- α (a myoma-related growth factor) dibandingkan dengan penderita mioma yang tidak mempunyai riwayat keluarga penderita mioma uteri (Parker, 2007).

  5. Berat Badan Satu studi prospektif dijalankan dan dijumpai kemungkinan risiko menderita mioma uteri adalah setinggi 21% untuk setiap kenaikan 10kg berat badan dan dengan peningkatan indeks massa tubuh. Temuan yang sama juga turut dilaporkan untuk wanita dengan 30% kelebihan lemak tubuh. Ini terjadi kerana obesitas menyebabkan pemingkatan konversi androgen adrenal kepada estrone dan menurunkan hormon sex-binding

  globulin . Hasilnya menyebabkan peningkatan estrogen secara biologikal

  yang bisa menerangkan mengapa terjadi peningkatan prevalensi mioma uteri dan pertumbuhannya. Beberapa penelitian menemukan hubungan antara obesitas dan peningkatan insiden mioma uteri. Suatu studi di Harvard yang dilakukan oleh Dr. Lynn Marshall menemukan bahwa wanita yang mempunyai Indeks Massa Tubuh (IMT) di atas normal, berkemungkinan 30,23% lebih sering menderita mioma uteri. Ros dkk, (1986) mendapatkan resiko mioma uteri meningkat hingga 21% untuk setiap 10 Kg kenaikan berat badan dan hal ini sejalan dengan kenaikan

  IMT.

  6. Fungsi ovarium Diperkirakan ada korelasi antara hormon estrogen dengan pertumbuhan mioma, dimana mioma uteri muncul setelah menarke, berkembang setelah kehamilan dan mengalami regresi setelah menopause. Pemberian agonis GnRH dalam waktu lama sehingga terjadi hipoestrogenik dapat mengurangi ukuran mioma. Efek estrogen pada pertumbuhan mioma mungkin berhubungan dengan respon mediasi oleh estrogen terhadap reseptor dan faktor pertumbuhan lain. Terdapat bukti peningkatan produksi reseptor progesteron, faktor pertumbuhan epidermal dan insulin-like growth factor yang distimulasi oleh estrogen. Anderson dkk, telah mendemonstrasikan munculnya gen yang distimulasi oleh estrogen lebih banyak pada mioma daripada miometrium normal dan mungkin penting pada perkembangan mioma. Namun bukti-bukti masih kurang meyakinkan karena tumor ini tidak mengalami regresi yang bermakna setelah menopause sebagaimana yang disangka. Lebih daripada itu tumor ini kadang-kadang berkembang setelah menopause bahkan setelah ooforektomi bilateral pada usia dini (Prawirohardjo, 2008).

  2.2.7 Infertilitas dan Abortus

  Infertilitas dapat terjadi apabila sarang mioma menutup atau menekan pars interstisialis tuba, sedangkan mioma submukosum juga memudahkan terjadinya abortus oleh karena distorsi rongga uterus (Parker, 2007).

  2.2.8 Mioma Uteri dan Kehamilan

  Mioma uteri dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan dan perkembangan kehamilan. Kehamilan dengan disertai mioma uteri menimbulkaan proses saling mempengaruhi (Pradhan, 2006) a.

  Pengaruh mioma pada kehamilan dan persalinan Mioma uteri dapat menyebabkan hal-hal di bawah ini :

  a) Infertilitas terutama pada mioma uteri submukosum

  b) Kemungkinan abortus

  c) Kelainan letak janin dalam rahim, terutama pada mioma yang besar dan letak submerosum d)

  Menghalangi lahirnya bayi, mioma yang terletak pada serviks

  e) Inersia uteri dan atonia uteri, terutama pada mioma yang letaknya di dalam dinding rahim atau apabila terdapat banyak mioma f)

  Mempersulit lepasnya plasenta , terutama pada mioma yang submukosum dan intramural b.

  Pengaruh kehamilan dan persalinan terhadap mioma uteri Kehamilan dan persalinan dapat mempengaruhi mioma uteri, yaitu

  a) Tumor tumbuh lebih cepat dalam kehamilan akhibat hipermetrofi dan edema, terutama dalam bulan-bulan pertama, mungkin karena pengaruh hormonal. Setelah kehamilan 4 bulan, tumor tidak bertambah besar lagi

  b) Tumor menjadi lebih lunak dalam kehamilan, dapat berubah bentuk, dan mudah terjadi gangguan sirkulasi di dalamnya, sehingga terjadi pendarahan dan nekrosis, terutama di tengah-tengah tumor. Tumor tampak merah( degenerasi merah) atau tampak seperti daging (degenerasi karnosa). Perubahan ini menyebabkan rasa nyeri di perut yang disertai gejala-gejala rangsangan peritoneum dan gejala-gejala peradangan, walaupun dalam hal ini peradangan bersifat steril. Lebih sering lagi komplikasi ini terjadi dalam masa nifas karena sirkulasi dalam tumor mengurang akhibat perubahan-perubahan sirkulasi yang dialami perempuan setelah bayi lahir.

  c) Mioma uteri subserosum yang bertangkai dapat mengalami putaran tangkai akhibat desakan uterus yang makin lama makin besar. Torsi menyebabkan gangguan sirkulasi dan nekrosis yng menimbulkan gambaran klinik nyeri perut mendadak (Prawirohardjo, 2008).

2.2.9 Komplikasi Mioma Uteri 1.

  Degenerasi ganas Mioma uteri yang menjadi leimiosarkoma ditemukan hanya 0,32-

  0,6% dari seluruh mioma, serta merupakan 50-75% dari semua sarkoma uterus. Keganasan umumnya baru ditemukan pada pemeriksaan histologi uterus yang telah diangkat. Kecurigaan akan keganasan uterus apabila mioma uteri cepat membesar dan apabila terjadi pembesaran sarang mioma dalam menopause.

2. Torsi (Putaran Tangkai)

  Sarang mioma yang bertangkai dapat mengalami torsi, timbul gangguan sirkulasi akut sehingga mengalami nekrosis. Dengan demikian terjadilah sindrom abdomen akut. Jika torsi terjadi perlahan-lahan, gangguan akut tidak terjadi. Hal ini hendaklah dibedakan dengan suatu keadaan di mana terdapat banyak sarang mioma dalam rongga peritoneum. Sarang mioma dapat mengalami nekrosis dan infeksi yang diperkirakan kerana gangguan sirkulasi darah padanya. Misalnya terjadi pada mioma yang dilahirkan hingga perdarahan berupa metroragia atau menoragia disertai leukore dan gangguan yang disebabkan oleh infeksi dari uterus sendiri (Prawirohrdjo dkk. 2007).

2.2.10 Penatalaksanaan Mioma Uteri

  Tidak semua mioma uteri memerlukan pengobatan bedah, 55% dari semua mioma uteri tidak membutuhkan suatu pengobatan dalam bentuk apa pun, terutama apabila mioma itu masih kecil dan tidak menimbulakan gangguan. Walaupun demikian mioma uteri memerlukan pengamatan setiap 3-6 bulan. Penanganan mioma uteri menurut usia,paritas,lokasi dan ukuran tumor terbagi kepada:

1. Terapi medisinal (hormonal)

  Saat ini pemakaian Gonadotropin-releasing hormone (GnRH) agonis memberikan hasil yang baik memperbaiki gejala klinis mioma uteri. Tujuan pemberian GnRH agonis adalah mengurangi ukuran mioma dengan jalan mengurangi produksi estrogen dari ovarium. Pemberian GnRH agonis sebelum dilakukan tindakan pembedahan akan mengurangi vaskularisasi pada tumor sehingga akan memudahkan tindakan pembedahan. Terapi hormonal yang lainnya seperti kontrasepsi oral dan preparat progesteron akan mengurangi gejala pendarahan tetapi tidak mengurangi ukuran mioma uteri (Cunningham at.al 2012).

2. Terapi pembedahan

  Indikasi terapi bedah untuk mioma uteri menurut American College of

  

obstetricians and Gyneclogist (ACOG) dan American Society of Reproductive

Medicine (ASRM) adalah

  a.

  Perdarahan uterus yang tidak respon terhadap terapi konservatif b.

  Sangkaan adanya keganasan c. Pertumbuhan mioma pada masa menopause d.

  Infertilitas kerana ganggaun pada cavum uteri maupun kerana oklusi tuba e. Nyeri dan penekanan yang sangat menganggu f. Gangguan berkemih maupun obstruksi traktus urinarius g.

  Anemia akibat perdarahan Tindakan pembedahan yang dilakukan adalah miomektomi atau histerektomi.

1. Miomektomi

  Miomektomi adalah pengambilan sarang mioma sahaja tanpa pengangkatan uterus.Miomektomi ini dilakukan pada wanita yang ingin mempertahankan funsi reproduksinya dan tidak ingin dilakukan histerektomi. Tindakan ini dapat dikerjakan misalnya pada mioma submukosum dengan cara ekstirpasi lewat vagina. Apabila miomektomi ini dikerjakan kerana keinginan memperoleh anak, maka kemungkinan akan terjadi kehamilan adalah 30-50%.

  Tindakan miomektomi dapat dilakukan dengan laparotomi, histeroskopi maupun dengan laparoskopi. Pada laparotomi, dilakukan insisi pada dinding abdomen untuk mengangkat mioma dari uterus. Keunggulan melakukan miomektomi adalah lapangan pandang operasi yang lebih luas sehingga penanganan terhadap perdarahan yang mungkin timbul pada pembedahan miomektomi dapat ditangani dengan segera. Namun pada miomektomi secara laparotomi resiko terjadi perlengketan lebih besar, sehingga akan mempengaruhi faktor fertilitas pada pasien, disamping masa penyembuhan paska operasi lebih lama, sekitar 4-6 minggu.

  Pada miomektomi secara histeroskopi dilakukan terhadap mioma submukosum yang terletak pada kavum uteri.Keunggulan tehnik ini adalah masa penyembuhan paska operasi sekitar 2 hari. Komplikasi yang serius jarang terjadi namun dapat timbul perlukaan pada dinding uterus, ketidakseimbangan elektrolit dan perdarahan.

  Mimektomi juga dapat dilakukan dengan menggunakan laparoskopi. Mioma yang bertangkai diluar kavum uteri dapat diangkat dengan mudah secara laparoskopi. Mioma subserosum yang terletak didaerah permukaan uterus juga dapat diangkat dengan tehnik ini. Keunggulan laparoskopi adalah masa penyembuhan paska operasi sekitar 2-7 hari. Resiko yang terjadi pada pembedahan ini termasuk perlengketan, trauma terhadap organ sekitar seperti usus, ovarium,rektum serta perdarahan.Sampai saat ini miomektomi dengan laparoskopi merupakan prosedur standar bagi wanita dengan mioma uteri yang masih ingin mempertahankan fungsi reproduksinya (Cunningham et.al 2012).

2. Histerektomi

  Histerektomi adalah pengangkatan uterus, yang umumnya adalah tindakan terpilih.Tindakan histerektomi pada mioma uteri sebesar 30% dari seluruh kasus.

  Histerektomi dijalankan apabila didapati keluhan menorrhagia, metrorrhagia, keluhan obstruksi pada traktus urinarius dan ukuran uterus sebesar usia kehamilan 12-14 minggu (Impey, 2009). Tindakan histerektomi dapat dilakukan secara abdominal (laparotomi), vaginal dan pada beberapa kasus dilakukan laparoskopi.

  Histerektomi perabdominal dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu total abdominal hysterectomy (TAH) dan subtotal abdominal histerectomy (STAH).

  Masing-masing prosedur ini memiliki kelebihan dan kekurangan. STAH dilakukan untuk menghindari resiko operasi yang lebih besar seperti perdarahan yang banyak, trauma operasi pada ureter, kandung kemih dan rektum. Namun dengan melakukan STAH kita meninggalkan serviks, di mana kemungkinan timbulnya karsinoma serviks dapat terjadi. Pada TAH, jaringan granulasi yang timbul pada tungkul vagina dapat menjadi sumber timbulnya sekret vagina dan perdaraahn paska operasi di mana keadaan ini tidak terjadi pada pasien yang menjalani STAH.

  Histerektomi juga dapat dilakukan pervaginanm, dimana tindakan operasi tidak melalui insisi pada abdomen. Secara umum histerektomi vaginal hampir seluruhnya merupakan prosedur operasi ekstraperitoneal, dimana peritoneum yang dibuka sangat minimal sehingga trauma yang mungkin timbul pada usus dapat diminimalisasi. Maka histerektomi pervaginam tidak terlihat parut bekas operasi sehingga memuaskan pasien dari segi kosmetik. Selain itu kemungkinan terjadinya perlengketan paska operasi lebih minimal dan masa penyembuhan lebih cepat dibanding histerektomi abdominal (Hadibroto, 2005).

2.3 Kerangka Konsep

  Berdasarkan studi kepustakaan dan latar belakang di atas, maka dapat dibuat kerangka konsep penelitian mengenai kaarakteristika penderita mioma uteri yng dirawat inap di Rumah Sakit Tingkat IV tahun 2014 sebagai berikut:

  Karakteristik : 1.

  Sosiodemografi Umur Suku Pendidikan Pekerjaan Status Perkawinan 2. Keluhan Utama 3. Paritas 4.

   Menarche 5.

  Kehamilan 6. Kadar Hemoglobin (Hb) 7. Jenis mioma uteri 8. Penatalaksanaan/terapi 9. Lama rawatan rata-rata

  Mioma Uteri

Dokumen yang terkait

Determinan Pemanfaatan Buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) pada Ibu Bayi di Wilayah Kerja Puskesmas Balige Kabupaten Toba Samosir Tahun 2013

0 1 16

KUESIONER Pengaruh Faktor Sosiodemografi, Sosioekonomi dan Kebutuhan Terhadap Perilaku Masyarakat dalam Pencarian Pengobatan di Kecamatan Medan Kota Tahun 2013

0 0 23

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perilaku Pencarian Pengobatan - Pengaruh Faktor Sosiodemografi, Sosioekonomi Dan Kebutuhan Terhadap Perilaku Masyarakat Dalam Pencarian Pengobatan Di Kecamatan Medan Kota Tahun 2013

0 0 15

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Pengaruh Faktor Sosiodemografi, Sosioekonomi Dan Kebutuhan Terhadap Perilaku Masyarakat Dalam Pencarian Pengobatan Di Kecamatan Medan Kota Tahun 2013

0 0 8

Analisis Perilaku Stakeholders Tingkat Desa tentang Pengembangan Desa Siaga Aktif di Kabupaten Deli SerdangTahun 2013

0 0 76

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Dasar Desa dan Kelurahan Siaga Aktif - Analisis Perilaku Stakeholders Tingkat Desa tentang Pengembangan Desa Siaga Aktif di Kabupaten Deli SerdangTahun 2013

0 0 37

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Analisis Perilaku Stakeholders Tingkat Desa tentang Pengembangan Desa Siaga Aktif di Kabupaten Deli SerdangTahun 2013

0 0 13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perilaku 2.1.1 Konsep Perilaku - Gambaran Perilaku Masyarakat Dalam Pola Pencarian Pengobatan di Desa Doloksaribu Lumban Nabolon, Kecamatan Uluan Kabupaten Toba Samosir Tahun 2015

0 0 26

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG - Gambaran Perilaku Masyarakat Dalam Pola Pencarian Pengobatan di Desa Doloksaribu Lumban Nabolon, Kecamatan Uluan Kabupaten Toba Samosir Tahun 2015

0 0 9

Karakteristik Penderita Mioma Uteri Rawat Inap di Rumah Sakit Tentara Tk-IV 01.07.01 Pematangsiantar Tahun 2014

0 0 16