BAB II DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN - Organisasi Perempuan (Studi Kasus Aisyiyah Di Kota Medan)

BAB II DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

2.1 Sejarah Perkembangan Organisasi Perempuan Di Indonesia

  Organisasi merupakan sebuah alat perjuangan, dengan organisasi seseorang maupun sekelompok orang dapat melakukan perubahan. Organisasi memiliki banyak macam bentuk dengan berbagai landasan yang dipakai. Salah satu organisasi yang terkait ialah organisasi yang mengatas namakan perempuan untuk memperjuangkan hak-hak perempuan bahkan memperjuangkan kemerdekaan. Penulis akan memberikan gambaran mengenai perkembangan organisasi perempuan di Indonesia yang bersumber dari buku Sejarah Pertumbuhan Dan Perkembangan Aisyiyah terbitan Pimpinan Pusat Aisyiyah tahun 2007.

  Sebelum kemerdekaan Indonesia, perjuangan untuk melawan penjajahan telah disuarakan seluruh nusantara. Perjuangan ini dilihat dari pergerakan bangsa yang dilihat jelas dari pelajar, mahasiswa sehingga mereka melakukan pergerakan melalui organisasi. Organisasi yang merupakan bentuk dari pergerakan tersebut ialah Boedi Oetomo yang berdiri pada tanggal 20 Mei 1908 yang di dalamnya terdapat divisi perempuan. Setelah Boedi Oetomo berdiri, banyak organisasi perjuangan bermunculan baik organisasi laki-laki maupun organisasi perempuan yang bertujuan untuk memperbaiki nasib kaum perempuan di Indonesia. Di Jawa Barat, muncul surat kabar Poetri Hindia yang menyuarakan gerakan perempuan untuk perempuan perkotaan untuk pengetahuan dan pendidikan kaum perempuan masa itu. Pada tahun 1911 di Sumatera didirikan Kerajinan Amal Setia untuk kaum perempuan yang mengutamakan pendidikan dan memebrikan latihan untuk membuat kerajinan tangan tradisional dan di Sumatera didirikan pula surat kabar mengenai perempuan yakni Soenting Melajoe pada tahun 1912.

  Di Jakarta pada tahun 1912 didirikan organisasi perempuan yang sebelumnya merupakan divisi perempuan dari organisasi Boedi Oetomo yaitu Poetri Mardika. Poetri Mardika adalah salah satu organisasi perempuan tertua di Indonesia yang bertujuan membimbing dan memberikan pelajaran kepada perempuan Indonesia untuk belajar baca dan tulis untuk meningkatkan status perempuan dan mengajarkan perempuan untuk mengemukakan pendapat di depan umum. Organisasi Poetri Mardika memiliki anggota perempuan-perempuan pribumi, organisasi ini didirikan atas dasar untuk menandingi organisasi perempuan yang dibentuk oleh Belanda. Di Bandung pada tahun 1914, muncul surat kabar yang berbahasa Sunda yang diberi nama Penuntun Isteri yang ditujukan untuk kaum perempuan di pedesaan. Dan kemudian setelah itu muncul organisasi perempuan yang menyebar di seluruh Indonesia.

  Kowani adalah Kongres Wanita Indonesia yang merupakan organisasi yang diprakrasai oleh organisasi-organisasi perempuan Indonesia. Awalnya Kowani bernama Perikatan Perkumpulan Perempuan Indonesia (PPPI), yang dibentuk setelah terselenggaranya sumpah pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928.

  Sumpah pemuda mendorong para perempuan Indonesia yang masuk ke dalam beberapa organisasi untuk ikut serta bergerak dalam bidang kepemudaan dan khususnya mengenai perempuan Indonesia. Tanggal 22-25 Desember 1928 adalah hari dimana kongres perempuan Indonesia pertama dilaksanakan di Yogyakarta yang disebabkan atas beberapa pemikiran perempuan yakni Nyi Hadjar Dewantara, Sujatien, dan Soukonto dimana perempuan Indonesia masih kurang secara intelektualitasnya dan kurang kemajuan dalam pergerakannya. Lalu, banyak organisasi perempuan di Indonesia yang tidak pernah bertemu satu sama lain untuk menyuarakan hak-hak perempuan. Maka dari itu, Nyi Hadjar Dewantara, Sujiaten, dan Soukonto sepakat menyelenggarakan kongres perempuan Indonesia pertama yang menghasilkan kesepakatan membentuk federasi, dikarenakan belum ada wadah untuk mempertemukan para perempuan Indonesia untuk melakukan pergerakan menuju kemerdekaan, federasi itulah yang diberi nama Perikatan Perkumpulan Perempuan Indonesia (PPPI).

  Kongres perempuan Indonesia pertama menghasilkan keputusan dibentuknya Perikatan Perkumpulan Perempuan Indonesia (PPPI) yang tujuan utamanya adalah melindungi perempuan dan anak dari kekerasan dalam rumah tangga, dan pada tahun 1946 Perikatan Perkumpulan Perempuan Indonesia (PPPI) dirubah namanya dengan Kongres Wanita Indonesia yang sekarang dikenal dengan Kowani. Pada kongres perempuan Indonesia yang ke-III ditetapkanlah bahwa tanggal 22 Desember merupakan hari nasional tanpa libur yang memperingati hari Ibu nasional.

  Saat kongres perempuan Indonesia pertama hadir kurang lebih dari 1000 orang yang terdiri dari berbagai organisasi perempuan diantaranya yakni :

  8. Budi Rini, Malang

  15. Jong Islamieten Bond, Jakarta

  29. Kesumo Rini, Kudus

  14. Jong Java, Salatiga

  28. Nahdatul Fataat, Mataram

  13. Jong Java, Mataram

  27. Jong Islamieten Bond, Tegal

  12. Wanita Katolik, Mataram

  26. Jong Java, Jakarta

  11. Budi Wanito, Solo

  25. Jong Islamieten Bond, Mataram

  10. Karti Wara, Solo

  9. Margining Kautaman, Kemayoran 24. Panti Krido Wanito, Pekalongan

  23. Taman Siswa, Mataram

  22. Wanita Muljo, Mataram

  

Tabel 1

Nama Organisasi Perempuan yang mengikuti Kongres Perempuan Indonesia

Pertama

No. Nama Organisasi No. Nama Organisasi

  7. Darama Laksmi, Salatiga

  21. Wanita Utomo, Mataram

  6. Putri Inonesia, Mataram

  20. Aisyiyah, Solo

  5. Wanito Sejati, Bandung

  19. Santjaja Rini, Solo

  4. Rukun Wononijo, Jakarta

  18. Hoofdbestuur Aisyiyah

  3. Wanita Katolik, Salatiga

  17. S.I.B.I, Surabaya

  2. Putri Indonesia, Surabaya

  16. Wanito Koentjono, Banjarnegara

  1. Putri Budi Sejati, Surabaya

  30. Utusan Istri Sumatra Pada tahun 1938 didirikan organisasi perempuan di Bandung dengan nama Pasundan Isteri yang memiliki cabang di kota lainnya, organisasi ini diterima oleh pemerintahan kolonial Belanda dengan menjadikan perempuan dapat dipilih dan memilih untuk menjadi anggota parlemen di tingkat kota dengan nama Dewan Kota. Setelah itu, pemerintahan kolonial Belanda semakin melunak dengan bangsa Indonesia dan pada tahun 1941 pemerintahan kolonial Belanda memberikan kesempatan kepada perempuan untuk masuk ke parlemen yang lebih tinggi lagi tingkatannya. Masuknya perempuan dalam parlemen bertujuan untuk memperjuangkan penggunaan bahasa Indonesia dan sekolah-sekolah.

  Saat pemerintahan Jepang masuk ke Indonesia, nasib para perempuan kembali terpuruk dengan dijadikannya para perempuan sebagai penyuplai bahan makanan untuk tentara Jepang, para perempuan ini disebut dengan Barisan Srikandi. Kemudian, para isteri pejabat negara Indonesia juga membentuk Fujinkai yang membantu tentara Jepang untuk mengumpulkan bahan makanan.

  Untuk memperjuangkan kemerdekaan Indonesia, pemuda dan pemudi Indonesia mendirikan organisasi sebagai sebuah bentuk perlawanan bersenjata bangsa terhadap penjajahan. Organisasi yang didirikan oleh Jepang lambat laun membubarkan diri. Kaum perempuan Indonesia mendirikan organisasi perlawanan dengan menamai organisasinya Persatuan Wanita Indonesia (Perwani). Selain itu, dibidang sosial politik para perempuan Indonesia membentuk organisasi pergerakan kemerdekaan yakni Wanita Negara Indonesia (Wani). Kedua organisasi ini ikut serta masuk ke dalam Kowani, dan gerakan perempuan Indonesia semakin melebar ke wilayah seluruh Indonesia. Selama agresi Belanda berlangsung pada tahun 1947-1949, banyak organisasi militer perempuan yang didirikan untuk perlawanan terhadap Belanda. Organisasi militer perempuan tersebut ialah Laskar Muslimat Indonesia, Sabil Muslimat dan Laskar Wanita Indonesia.

  Pada saat pemilihan umum pertama di Indonesia, muncul organisasi perempuan yang berbasis partai politik untuk parlemen seperti Wanita Syarikat Islam, Muslimat Nahdhatul Ulama, Wanita Indonesia, Wanita Demokrat, dan muncul pula Partai Wanita Rakyat. Ada juga Gerakan Wanita Indonesia (Gerwani) yang merupakan organisasi perempuan yang afiliasi dengan Partai Komunis Indonesia. Gerwani memperjuangkan perempuan untuk persamaan hak dengan laki-laki dapat dipilih dan memilih dan masuk ke dalam parlemen. Dalam perkembangannya, Gerwani dianggap sebagai orang-orang PKI dan eksistensinya terhenti ketika PKI sedang ramai dibicarakan di Indonesia sebagai dalang dari peristiwa Gerakan 30 September. Banyak anggota Gerwani yang ditangkap dan dibunuh serta hilang pada saat itu, dan akhirnya organisasi perempuan yang bertahan di Indonesia adalah Kowani. Kowani mendukung rezim Orde Baru untuk melawan Orde Lama dan membentuk organisasi perempuan untuk perlawanan terhadap Orde Lama dengan sebutan Kesatuan Aksi Wanita Indonesia (Kawi), Kowani dan Kawi menggabungkan diri menjadi perempuan Golkar.

  Di masa Orde Baru, terjadi perubahan sistem yang besar dari masa Orde Lama, organisasi perempuan yang boleh berpolitik dan bergabung dengan partai poltik hanya perempuan Golkar yang digerakkan oleh Kowani. Ada 3 (tiga) konsep yang digunakan oleh Kowani saat itu yaitu Perempuan sebagai Isteri, Ibu dan Pelayan Negara. Pemerintah banyak membentuk organisasi-organisasi perempuan yang baru seperti pengelompokan berbagai organisasi perempuan istri pegawai negeri, yang dikenal dengan nama Dharma Wanita (bagi istri pegawai negeri sipil) dan Dharma Pertiwi (bagi istri yang suaminya bekerja di salah satu cabang angkatan bersenjata). Satu organisasi lagi adalah untuk program kesejahteraan keluarga, yaitu PKK (Pembinaan Kesejahteraan Keluarga) dengan keanggotaannya bersifat sekarela. Organisasi yang dibentuk oleh pemerintahan Orde Baru memperkuat Kowani untuk mendukung secara penuh pemerintahan Orde Baru dibawah naungan Golkar, sebagai penghargaan terhadap Kowani mendapatkan kursi di parlemen di masa itu. Anggota Kowani yang masuk ke dalam parlemen membantu dibuatnya peraturan tentang perkawinan dan disahkan menjadi Undang-undang No.1 tahun 1974 tentang perkawaninan. Undang-undang inilah yang nantinya menjadi pondasi perempuan untuk mendapatkan perlindungan. Indonesia sebagai anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa mendukung pembangunan bagi perempuan dimulai pada tahun 1975. Untuk itu di masa Orde Baru dibentuklah organisasi perempuan yang diberi nama Komisi Nasional Kedudukan Wanita Indonesia (KNKWI), organisasi ini bertujuan membantu pemerintah dalam mengumpulan data, melakukan penelitian, dan mengevaluasi program dalam peningkatan peran perempuan.

  Masih pada era Orde Baru, organisasi perempuan masih tetap muncul ke permukaan disamping organisasi perempuan yang mendukung pemerintahan Soeharto. Organisasi yang muncul seperti Badan Musyawarah Organisasi Islam Wanita Indonesia (BMOIWI) dan Badan Kerjasama Wanita Kristen Indonesia (BKWKI). Dua organisasi ini mendukung Indonesia ikut serta dalam acara Wanita Internasional di Meksiko pada tahun 1975 dan tahun 1985 dalam acara Konferensi Perempuan di Naibiro. Dalam dukungan untuk konferensi perempuan, PKK didirikan disemua tingkatan pemerintahan di Indonesia dengan isteri-isteri pejabat yang menjadi pimpinan pemerintahan yang menjadi ketua dari organisasi PKK. Keanggotaan PKK tidak lagi bersifat sukarela namun menjadi bersifat wajib. Pada tahun 1985, PKK menjadi alat memobilisasi massa untuk pemilihan umum. Sistem yang dipakai oleh organisasi PKK mengikuti sistem Fujinkai pada masa penjajahan Jepang dimana isteri pejabat sebagai alat untuk membantu suaminya yang menjabat demi kepentingan suaminya yang masuk dalam kekuasaan Soeharto. Isteri pejabat ini sebagai penggerak partisipasi perempuan dan turut menyukseskan keputusan suaminya, dan dapat dikatakan seorang isteri berfungsi sebagai pendukung karir suami.

  Selanjutnya, organisasi perempuan yang dimotori oleh Kowani dan organisasi perempuan yang dibentuk oleh pemerintahan Soeharto menjadi alat memobilisasi massa untuk tetap mendukung pemerintahan Soeharto. Perempuan ini bukan menjadi orang yang di depan di ranah perpolitikan Indonesia saat itu, tetapi perempuan Indonesia hanya menjadi boneka yang dibentuk untuk mempertahankan kekuasaan Soeharto dengan fungsi perempuan hanya untuk memobilisasi massa perempuan untuk diarahkan dan mempertahankan rezim Soeharto. Kowani yang merupakan organisasi perempuan terbesar tidak dapat berdiri secara independen karena ketergantungannya terhadap rezim Orde Baru.

  Selain itu, ketika Kowani berdiri sendiri dan tidak dengan bantuan pemerintah, maka Kowani dianggap menentang dari pemerintahannya dan dianggap musuh yang harus dihilangkan. Sehingga Kowani tidak dapat menyuarakan pemikiran- pemikirannya yang kritis terhadap isu-isu sosial bahkan mengenai perempuan.

  Namun, Kowani tetap dapat memperjuangkan hak perempuan untuk dapat dilindungi sebagai korban dari tindak kekerasan.

  Menjelang runtuhnya rezim Soeharto dan digaungkannya Reformasi, sebagian besar orang meyuarakan tentang Hak Asasi Manusia dan banyak organisasi perempuan mengatasnamakan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) didirikan seperti Kalyanamitra yang menyuarakan tentang Hak-hak Asasi yang dimiliki perempuan, Solidaritas Perempuan (SP) untuk melindungi perempuan dari kekerasan dan pelecehan seksual, Suara Ibu Pedui (SIP) serta Koalisi Perempuan Indonesia Untuk Keadilan dan Demokrasi (KPID).

  Berbeda dengan masa sebelum kemerdekaan sampai runtuhnya rezim Soeharto, setelah reformasi berdiri banyak organisasi perempuan yang bertujuan lebih ke arah memperjuangkan hak-hak perempuan melalui usaha-usaha pemberdayaan perempuan. Organisasi perempuan yang didirikan setelah reformasi seperti Pundi Perempuan, yang didirikan tahun 2002 di Jakarta yang tujuannya untuk menggalang dana dan mengelolanya untuk kepentingan organisasi. Organisasi ini mendalami permasalahan kekerasan terhadap perempuan di dalam rumah tangga. Di Yogyakarta, ada Rifka Annisa yang bergerak sebagai penyedia layanan bagi kekerasan terhadap perempuan, dan juga melakukan pemberdayaan perempuan melalui bidang ekonomi, karena salah satu penyebab kekerasan terhadap perempuan dipengaruhi oleh ekonomi. Pada tanggal

  25 Juni 2002 didirikan Sahabat Perempuan Institute di Bandung, organisasi ini dibentuk karena ada kurangnya pemahaman masyarakat mengenai hak-hak perempuan, organisasi perempuan ini adalah kelompok diskusi yang membahas mengenai isu gender, Islam dan feminisme serta upaya peningkatan keterlibatan perempuan masuk ke segala sektor di Indonesia. Kemudian ditanggal 1 Januari 2003 di Jambi didirikan organisasi Aliansi Perempuan Merangin yang titik fokus gerakannya menyuarakan hak-hak perempuan kepada pemerintah dengan membuka wadah seluas-luasnya bagi perempuan untuk meningkatkan taraf hidupnya. Di Jakarta terdapat Jurnal Perempuan yang merupakan lembaga swadaya masyarakat yang meningkatkan dan menyuarakan hak-hak perempuan melaui media komunikasi dan informasi.

  Organisasi perempuan yang didirikan di Indonesia tidak hanya yang berdiri sendiri karena sebuah perkumpulan perempuan-perempuan yang memiliki tujuan yang sama, namun ada juga yang merupakan bagian dari partai politik seperti yang telah dijelaskan sebelumnya seperti Gerwani adalah bagian dari Partai Komunis Indonesia, kemudian Wanita Indonesia yang merupakan organisasi perempuan yang dimiliki oleh Partai Indonesia Raya, Partai Nasional Indonesia memiliki Wanita Marhein lalu berganti nama menjadi Wanita Demokrat. Selain partai politik, ada pula organisasi perempuan yang dibentuk dari organisasi sosial maupun organisasi mahasiswa. Organisasi perempuan yang menjadi sayap organisasi sosial adalah Aisyiyah yang merupakan organisasi perempuan untuk perempuan-perempuan Muhammadiyah dan Nasyiatul Aisyiyah untuk putri-putri Muhammadiyah, kemudian Muslimat Nahdlatul Ulama yang merupakan organisasi perempuan Nahdlatul Ulama, dan Muslimat Al-Washliyah merupakan organisasi kaum perempuan Al-Washliyah. Untuk organisasi mahasiswanya, Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) memiliki KOHATI (Korps HMI-Wati) yang didirikan untuk memberikan wadah bagi perempuan untuk membahas mengenai isu-isu perempuan dan Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) memiliki Kopri (Korp PMII Putri).

2.2 Sejarah Perkembangan Organisasi Perempuan Di Kota Medan

  Medan merupakan kota yang tidak luput dengan perkembangan organisasi perempuan. Atas dasar surat dan anjuran Kowani di Jakarta pada tahun 1962 agar di Sumatera Utara khususnya Kota Medan dapat dibentuk wadah Persatuan Organisasi Wanita, maka Basyah Lubis selaku isteri Walikota Medan pada saat itu mengambil inisiatif untuk membentuk wadah sebagaiman dimaksud dengan nama Badan Kontak Wanita dan Organisasi Wanita (BKWOW).

  Pada awal berdirinya BKWOW beranggotakan 18 organisasi perempuan dan 7 orang perempuan secara pribadi, dengan ketua Ny. Basyrah Lubis dan Ny.

  Dahlan sebagai sekretaris. Diantara organisasi yang memperkarsai BKWOW, banyak yang tidak ada lagi dengan alasan adanya peraturan-peraturan baru dari pemerintah dan adanya perubahan situasi politik sehingga organisasi perempuan yang berafiliasi kepada Partai Politik tertentu juga dibubarkan.

  Sampai tahun 1965 jumlah organisasi yang bergabung dalam BKWOW mencapai 35 organisasi yang bergerak dalam bidang sosial dan pendidikan. Pada tahun 1968 berdiri pula sebuah organisasi dengan tujuan yang sama diprakarsai oleh Ny. Kusno Utomo dengan nama Yayasan Wisma Wanita yang juga bercita- cita mendirikan sebuah gedung wanita sebagai tempat diadakannya kegiatan- kegiatan organisasi. Pada tanggal 20 Oktober 1970 pada rapat yang dipimpin oleh Ny. Roslila Tahir dan dihadiri 63 organisasi kedua yayasan tersebut sepakat utuk bergabung dengan pergantian nama dari BKWOW menjadi BKSOW (Badan Kerja Sama Organisasi Wanita).

  Pada Kongres Kowani ke-18 tahun 1983 dimana dihadiri utusan-utusan BKOW seluruh Indonesia, diadakan penyeragaman nama yang berlaku untuk seluruh Indonesia dengan Badan Kerjasama Organisasi Wanita disingkat BKOW untuk tingkatan Provinsi dan Gabungan Organisasi Wanita disingkat GOW untuk tingkatan Kabupaten/Kota. Kemudian BKOW dan GOW berjalan secara terpisah.

  Gabungan Organisasi Wanita di Kota Medan tidak berjalan mulus, sekitar 10 (sepuluh) tahun lalu GOW Kota Medan tidak ada lagi hingga saat ini, hal ini disampaikan oleh Sekretaris BKOW-SU Ibu Hj. Risnawati Siregar yakni :

  “Ditingkatan nasional namanya Kowani, di Provinisi BKOW dan Kabupaten/Kota namanya GOW. Tapi, di Medan GOW udah gak ada lagi, udah 10 tahun ini gak ada. Susah untuk diadakan lagi, karena Kowani ke BKOW maupun BKOW ke GOW tidak ada hubungan hirarki, ya jadi mesti organisasi tingkatan Kabupaten/Kota yang bisa buat GOW. Nah kalo kota Medan mesti tingkatan Kota Medan. BKOW tidak bisa mendirikan GOW.” (Wawancara 08 Januari 2015)

  Badan Kerjasama Organisasi Wanita Sumatera Utara tidak dapat mendirikan Gabungan Organisasi Wanita Kota Medan karena tidak memiliki hubungan hirarki karena organisasi masing-masing berjalan sendiri meskipun memiliki hubungan emosional yang dekat karena mangatasnamakan organisasi perempuan.

2.3 Kantor Pimpinan Daerah Aisyiyah Kota Medan

  Pimpinan Daerah Aisyiyah Kota Medan terletak di Kota Medan, Sumatera Utara. Kota Medan sendiri memiliki luas 26.510 hektare (265,10 km²) atau 3,6%

  

dari keseluruhan wilayah Sumatera Utara. Dengan demikian, dibandingkan

dengan kota/kabupaten lainya, Medan memiliki luas wilayah yang relatif kecil

dengan jumlah penduduk yang relatif besar. Secara geografis kota Medan terletak

pada 3° 30' – 3° 43' Lintang Utara dan 98° 35' - 98° 44' Bujur Timur.

  Sebagai pusat perdagangan baik regional maupun internasional, sejak awal Kota Medan telah memiliki keragaman suku (etnis), dan agama. Oleh karenanya, budaya masyarakat yang ada juga sangat pluralis yang berdampak beragamnya nilai – nilai budaya tersebut tentunya sangat menguntungkan, sebab diyakini tidak satupun kebudayaan yang berciri menghambat kemajuan (modernisasi), dan sangat diyakini pula, hidup dan berkembangnya nilai-nilai budaya yang heterogen, dapat menjadi potensi besar dalam mencapai kemajuan. Keragaman suku, tarian daerah, alat musik, nyanyian, makanan, bangunan fisik, dan sebagainya, justru memberikan kontribusi besar bagi upaya pengembangan industri pariwisata di Kota Medan. Adanya prularisme ini juga merupakan peredam untuk munculnya isu-isu primordialisme yang dapat mengganggu sendi- sendi kehidupan sosial. Oleh karenanya, tujuannya, sasarannya, strategi pembangunan Kota Medan dirumuskan dalam bingkai visi, dan misi kebudayaan yang harus dipelihara secara harmonis.

  Mayoritas penduduk kota Medan sekarang ialah i Medan banyak pula orang keturunanedan salah satu kota di Indonesia yang memiliki populasi orang Tionghoa cukup banyak. Keanekaragaman etnis di Medan terlihat dari jumlahTionghoa yang banyak tersebar di seluruh kota. Daerah di sekitar Jl. Zainul Arifin dikenal sebagai yang merupakan daerah pemukiman orang keturunan India. Secara historis, pada tahunberketurunan Indonesia, 8.269 berketurunan Tionghoa, dan 139 lainnya berasal dari ras Timur lainnya.

  Tabel 2 Etnis Di Kota Medan Tahun 2000 Etnis Tahun 2000

   33,03%

  Tionghoa 10,65%

  Toba 9,93%

   9,36%

   6,9%

   6,59%

   4,10%

   4,78%

  

  • Lain-lain

  3,95%

  Sumber: BPS Sumut

  Letak kantor Pimpinan Daerah Aisyiyah Kota Medan berada di Jalan Santun No. 17 terletak di Kelurahan Sisi Rejo I dan masuk ke dalam Kecamatan Medan Kota. Kecamatan Medan Kota dengan luas wilayahnya 5,98 KM² Kecamatan Medan Kota adalah daerah perdagangan dan jasa, dengan penduduknya berjumlah 72.580 Jiwa Di Kecamatan Medan Kota ini terdapat Terminal Teladan sebagai terminal Taksi antar kota. Di Kecamatan ini terdapat juga Lapangan Sepak Bola bertaraf Internasional yaitu Stadion Teladan. Sebagai daerah perdagangan dan jasa, di Kecamatan ini banyak terdapat pasar dan pusat- pusat perbelanjaan, pertokoan, show room.

  Kecamatan Medan Kota terletak di pusat Kota Medan dengan batas-batas yakni sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Medan Perjuangan, sebelah timur berbatasan dengan Kab. Deli Serdang, sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Medan Denai dan sebelah utara berbatasan dengan Kab. Deli Serdang.

  

Gambar 2

Peta Kecamatan Medan Kota

Sumber:

http://id.wikipedia.org/wiki/Berkas:Peta_Lokasi_Kecamatan_Medan_Kota_

Kota_Medan.svg

Dokumen yang terkait

Landasan Teori - Analisis Kraniofasial Antropometri pada Penderita Down Syndrome Usia 5-25 Tahun di UPT. SLB-E Negeri Pembina Sumatera Utara

0 0 22

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tumbuh Kembang - Analisis Kraniofasial Antropometri pada Penderita Down Syndrome Usia 5-25 Tahun di UPT. SLB-E Negeri Pembina Sumatera Utara

1 0 18

BAB II GAMBARAN UMUM MASYARAKAT BATAK TOBA DAN BIOGRAFI ROTUA PARDEDE 2.1 Suku Batak Toba - Studi Deskriptif Manghirap Tondi Di Desa Lintong Nihuta Kecamatan Tampahan Dalam Masyarakat Batak Toba Oleh Ibu Rotua Pardede: Kajian Terhadap Tekstual Dan Musikal

0 0 24

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Studi Deskriptif Manghirap Tondi Di Desa Lintong Nihuta Kecamatan Tampahan Dalam Masyarakat Batak Toba Oleh Ibu Rotua Pardede: Kajian Terhadap Tekstual Dan Musikal

0 0 18

Studi Deskriptif Manghirap Tondi Di Desa Lintong Nihuta Kecamatan Tampahan Dalam Masyarakat Batak Toba Oleh Ibu Rotua Pardede: Kajian Terhadap Tekstual Dan Musikal

0 0 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Hubungan Pemanfaatan Koleksi Perpustakaan Dengan Prestasi Belajar Mahasiswa Politeknik MBP Medan

0 1 39

12 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI - Penggunaan Kata Penghubung Hǎi Shì(还是)Dan Huò Zhě (或者) Dalam Kalimat Bahasa Mandarin Pada Koran Hao Bao

1 3 13

1 BAB I PENDAHULUAN - Penggunaan Kata Penghubung Hǎi Shì(还是)Dan Huò Zhě (或者) Dalam Kalimat Bahasa Mandarin Pada Koran Hao Bao

1 4 11

Fenomena Berolahraga (Studi Etnografi Pada Ukm Beladiri Taekwondo Usu)

0 0 16

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Fenomena Berolahraga (Studi Etnografi Pada Ukm Beladiri Taekwondo Usu)

0 2 40