BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang - Hubungan Kepatuhan Diet dengan Kualitas Hidup pada Penderita Diabetes Melitus di RSUD Dr. Pirngadi Medan

BAB 1 PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

  Penyakit diabetes melitus yang lebih dikenal di Indonesia dengan sebutan penyakit “kencing manis” merupakan salah satu penyakit yang prevalensinya kian meningkat. Diabetes melitus merupakan kelainan pengolahan karbohidrat dalam tubuh yang disebabkan oleh kurangnya hormon insulin, sehingga karbohidrat tidak dapat digunakan oleh sel untuk diubah menjadi tenaga. Akibatnya, karbohidrat yang ada didalam tubuh dalam bentuk glukosa akan tertumpuk dalam darah sehingga terjadi peningkatan glukosa dalam darah. Peningkatan prevalensi diabetes melitus, selain dari faktor keturunan juga berkaitan dengan gaya hidup yaitu asupan makanan yang berlebihan dan kurangnya olahraga (Dewi, 2009).

  Menurut American Diabetic Assosiation (2003) diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi dan kegagalan beberapa organ tubuh, terutama mata, ginjal , syaraf, jantung dan pembuluh darah.

  World Health Organization ( 2006) memperkirakan ada 171 juta orang di

  dunia menderita diabetes melitus pada tahun 2000, dan memprediksikan 366 juta orang akan menderita diabetes melitus pada tahun 2030. Berdasarkan data

  International Diabetes Federation (IDF) tahun 2012, Indonesia merupakan negara

  1 ke tujuh terbesar untuk prevalensi diabetes melitus. Terjadi peningkatan dua kali lipat pada negara yang memiliki pendapatan rendah dan menengah. Sebagai contoh, di Amerika Serikat 6,3% populasi menderita diabetes melitus pada tahun 2002, prevalensi dan kejadian ini mengalami peningkatan. Pusat pengendalian penyakit dan pencegahan Amerika Serikat memperkirakan 13 juta orang di Amerika Serikat di diagnosa diabetes melitus dan bertambah 5,2 juta yang memiliki penyakit tetapi masih belum terdiagnosa (WHO, 2006).

  Jumlah penyandang diabetes terutama diabetes melitus tipe 2 makin meningkat di seluruh dunia terutama di negara berkembang karena faktor genetik, faktor demografi ( jumlah penduduk meningkat, urbanisasi, usia diatas 40 tahun meningkat) dan faktor perubahan gaya hidup yang menyebabkan obesitas karena makan berlebih dan hidup santai atau kurang berolaraga (Suyono, 2004).

  Persatuan Diabetes Indonesia (PERSADIA) memproyeksikan jumlah penderita diabetes di Indonesia akan membengkak sekitar 24 juta orang pada 2025. Angka ini melonjak hampir dua kali lipat dari angka penderita DM (yang biasa disebut dengan diabetesi) saat ini, yaitu sekitar 12 juta orang (Depkes RI , 2012).

  Diabetes melitus merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius, hal ini dibuktikan dengan jumlah penderita DM yang semakin meningkat. Data Departemen Kesehatan RI menyebutkan bahwa diabetes melitus menempati urutan pertama dari seluruh penyakit endokrin, dilihat dari jumlah pasien rawat inap maupun rawat jalan di Rumah Sakit (Tandra, 2008).

  Hasil penelitian dari Diabetes Control and Complication (DCCT) menunjukkan bahwa pengendalian diabetes melitus yang baik dapat mengurangi komplikasi kronik diabetes melitus antara 20 – 30%. Penelitian tingkat kepatuhan terhadap pengelolaan diabetes melitus didapati 80% diantaranya menyuntik insulin dengan cara yang tidak tepat, 58% memakai dosis yang salah dan 75% tidak mengikuti diet yang dianjurkan. Ketidakpatuhan ini selalu menjadi hambatan untuk tercapainya usaha pengendalian diabetes melitus sehingga mengakibatkan pasien memerlukan pemeriksaan atau pengobatan yang sebenarnya tidak diperlukan ( DCCT, 2008 ).

  Menurut laporan WHO (2003), kepatuhan rata–rata pasien pada terapi jangka panjang terhadap penyakit kronis di negara maju hanya sebesar 50% sedangkan di negara berkembang jumlah tersebut bahkan lebih rendah. Kepatuhan pasien sangat diperlukan untuk mencapai keberhasilan terapi terutama pada penyakit yang tidak menular seperti penyakit diabetes melitus dan penyakit lainnya. Ketidakpatuhan pasien pada terapi penyakit diabetes melitus dapat memberikan efek negatif yang sangat besar karena presentase kasus penyakit tidak menular tersebut diseluruh dunia mencapai 54% dari seluruh penyakit pada tahun 2001. Angka ini bahkan diperkirakan akan meningkat menjadi lebih dari 65% pada tahun 2020.

  Diabetes melitus merupakan penyakit degeneratif. Dengan demikian, tidak ada obat yang dapat menyembuhkan penyakit tersebut. Oleh karena itu, tujuan umum pengobatan pada diabetes melitus adalah mengendalikan kadar gula darah dan meningkatkan kualitas hidup penderita. Salah satu caranya dengan pengaturan diet (Krisnatuti, Yenrina, & Rasjmida, 2014 ). Penderita DM didalam melaksanakan diet harus memperhatikan (3J), yaitu : jumlah kalori yang dibutuhkan, jadwal makanan yang harus diikuti, dan jenis makanan yang harus diperhatikan (Hasdianah, 2012).

  Diet sangatlah penting untuk mempertahankan gula darah pada pasien diabetes melitus agar pasien dapat hidup secara normal dan apabila pasien patuh akan diet dengan baik maka dapat mempertahankan kondisi agar tidak terjadi komplikasi sehingga pasien dapat menikmati hidupnya. Jika pasien diabetes melitus tidak melaksanakan dietnya dengan benar maka kadar gula darah tidak dapat dikontrol dengan baik, sehingga dapat mengakibatkan timbulnya komplikasi dan penyakit serius lainnya seperti jantung, stroke dan gagal ginjal. Kepatuhan akan diet disini harus dilakukan seumur hidup secara terus menerus dan rutin yang memungkinkan terjadinya kebosanan pada pasien (Sutrisno, 2012).

  Penelitian Phitri & Widyaningsih (2013) menggambarkan tingkat kepatuhan diet pada penderita diabetes melitus. Hasil penelitian yang diperoleh, dapat diketahui bahwa sebagian besar diabetisi tidak patuh terhadap program diet yaitu sebanyak 31 responden (57,4 %) dan 23 responden (42,6%) patuh terhadap program diet.

  Ketidakseimbangan asupan makanan yang berlebih dapat memacu peningkatan insulin. Diet merupakan terapi utama yang dapat membantu dan mempermudah kerja obat-obatan seperti tablet hipoglikemik, anti agresi maupun antibiotika yang diberikan pada pasien diabetes melitus. Diet yang tepat dapat membantu mengontrol gula darah agar tidak melonjak tinggi. Pengaturan makanan sering menyebabkan perubahan pola makan termasuk jumlah makanan yang dikonsumsi bagi penderita diabetes melitus sehingga menimbulkan dilema dalam pelaksanaan kepatuhan diet diabetes melitus (Sutrisno, 2012).

  Hal yang mendorong perlunya pengukuran kualitas hidup, khususnya pada penderita diabetes melitus adalah karena kualitas hidup merupakan salah satu tujuan utama perawatan. Diabetes melitus penyakit yang tidak dapat disembuhkan. Penyakit tersebut membutuhkan pengelolaan dan perawatan secara tepat agar kualitas hidup penderita diabetes melitus terpelihara baik, sehingga ia dapat mempertahankan rasa nyaman dan sehat. Kualitas hidup yang rendah dapat memperburuk komplikasi dan dapat berakhir kecacatan atau kematian (Mandagi, 2010)

  Beberapa studi melaporkan Health Related Quality of Life (HRQOL) penderita diabetes melitus lebih rendah dibandingkan dengan tanpa riwayat diabetes melitus. Penelitian ini telah dilakukan di Puskesmas Pakis Kota Surabaya pada bulan Juni 2010 dengan 46 responden, yang bertujuan untuk mempelajari faktor yang berhubungan dengan status kualitas hidup penderita diabetes melitus. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa umur, olahraga, waktu tidur, pengetahuan, kepatuhan berobat, dukungan keluarga dan diet berhubungan dengan status kualitas hidup pasien DM (Mandagi, 2010).

  Penelitian Larasati (2012) pada penderita diabetes melitus di RS Abdul Moloek Provinsi Lampung menggambarkan tingkat kualitas hidup penderita DM.

  Didapatkan hasil bahwa lebih dari separuh responden memiliki gambaran kualitas hidup sedang yaitu sebanyak 59,6% (53 orang). Kualitas hidup baik sebanyak 27,0% (24 orang) dan kualitas hidup buruk sebanyak 13,3% (12 orang).

  Penelitian Silaban (2013) pada penderita diabetes melitus di RSUD Dr. Pirngadi Medan menggambarkan tingkat kualitas hidup penderita DM didapatkan hasil yaitu dari 37 responden diketahui ada 9 responden (24.3%) memiliki kualitas hidup yang baik dengan mean diatas 50% dan 28 responden (75.7%) kualitas hidupnya buruk dengan mean dibawah 50%.

  Penyakit diabetes melitus ini akan menyertai seumur hidup penderita sehingga sangat mempengaruhi terhadap penurunan kualitas hidup penderita bila tidak mendapatkan perawatan yang tepat ( Yudianto, Rizmadewi & Maryati ,2008).

  Salah satu penentu kualitas hidup penderita DM adalah penatalaksanaan DM. Kualitas hidup penting untuk diteliti karena dengan mengetahui kualitas hidup seseorang dapat membantu petugas kesehatan, yang dalam hal ini perawat untuk mengetahui keadaan kesehatan seseorang sehingga dapat menjadi arah atau patokan dalam menentukan intervensi yang harus diberikan sesuai dengan keadaan klien. Mengingat juga bahwa perspektif kualitas hidup relevan dengan area keperawatan karena keperawatan tidak hanya berfokus pada penurunan morbiditas penyakit tetapi melihat klien secara utuh. Dengan melihat pasien secara utuh dapat membantu klien dalam mempertahankan atau meningkatkan kualitas hidupnya. Perawat dapat membantu klien dalam membuat perubahan-perubahan yang dibutuhkan dalam hidupnya khususnya hidup dengan penyakit DM ( Yudianto, Rizmadewi & Maryati ,2008).

  Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk meneliti mengenai hubungan kepatuhan diet dengan kualitas hidup pada penderita diabetes melitus di RSUD Dr.Pirngadi Medan.

2. Rumusan Masalah

  Berdasarkan uraian latar belakang maka dapat dirumuskan pertanyaan penelitian yaitu, apakah ada hubungan kepatuhan diet dengan kualitas hidup pada penderita diabetes melitus di RSUD Dr. Pirngadi Medan?

3. Tujuan Penelitian

  3.1. Tujuan Umum

  Untuk mengetahui hubungan kepatuhan diet dengan kualitas hidup pada penderita diabetes melitus.

  3.2. Tujuan Khusus 3.2.1. Mengetahui kepatuhan diet pada penderita diabetes melitus.

  3.2.2. Mengetahui kualitas hidup pada penderita diabetes melitus.

  3.2.3. Mengetahui bagaimana hubungan kepatuhan diet dengan kualitas hidup pada penderita diabetes melitus.

4. Pertanyaan Penelitian

  Adapun pertanyaan penelitiannya yaitu :

  4.1. Bagaimana kepatuhan diet pada penderita diabetes melitus?

  4.2. Bagaimana kualitas hidup pada penderita diabetes melitus ?

  4.3. Bagaimana hubungan kepatuhan diet dengan kualitas hidup pada penderita diabetes melitus?

5. Manfaat Penelitian

  5.1. Bagi Penderita Diabetes melitus

  Memberikan informasi tentang kualitas hidup pada penderita diabetes melitus sehingga dapat diupayakan tindakan untuk meningkatkan kualitas hidup.

  5.2. Bagi Keluarga

  Penelitian ini diharapkan menambah wawasan keluarga yang memiliki penderita diabetes melitus sehingga dapat memberikan dukungan dan motivasi bagi penderita diabetes melitus dalam menjalankan kepatuhan diet.

  5.3 Bagi Institusi Pendidikan

  Sebagai bahan bacaan dan informasi bagi mahasiswa tentang hubungan kepatuhan diet dengan kualitas hidup pada penderita diabetes melitus dan dapat dijadikan bahan masukan bagi mahasiswa keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan, khususnya dalam memberikan pendidikan kesehatan, terutama pada pasien yang menderita penyakit diabetes melitus.

  5.4. Bagi Peneliti Selanjutnya

  Sebagai bahan informasi bagi peneliti selanjutnya dan sebagai bahan perbandingan apabila ada peneliti yang ingin melakukan penelitian dengan judul yang sama atau ingin mengembangkan penelitian ini lebih lanjut.

  5.5. Bagi Pelayanan Keperawatan

  Penelitian ini diharapkan menjadi intervensi tambahan bagi petugas kesehatan sehingga dapat memberikan pelayanan yang holistik sesuai dengan kebutuhan klien.