KTI Karya Tulis Ilmiah MAK

ABSTRAK
Bahasa Indonesia merupakan bahasa pemersatu bangsa. Bahasa pengantar
yang biasa digunakan baik dalam acara resmi maupun tidak resmi yang
merupakan ciri bangsa Indonesia. Seiring perkembangan zaman, bahasa Indonesia
banyak mengadopsi istilah-istilah asing guna memperkaya perbendaharaan bahasa
Indonesia tanpa mengurangi ke khasan bahasa Indonesia. Tidak hanya sampai itu,
dari segi penggunaan, bahasa Indonesia sekarang pun banyak digunakan menjadi
bahasa prokem atau bahasa gaul. Bahasa prokem ini merupakan pembauran antara
bahasa Indonesia dan bahasa Daerah. Penggunaan bahasa prokem ini biasa juga
digunakan dalam acara resmi, yang sudah barang tentu hal ini tidak sesuai dengan
konsep penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Seperti sebuah
ungkapan "Bahasa menunjukkan bangsa" di era globalisasi bahasa Indonesia
mempunyai peranan yang sangat penting, yaitu sebagai identitas bangsa ini.
Hendaknya kita dapat mempelajari dan mempergunakan bahasa indonesia dengan
baik dan benar sebagai penghargaan terhadap bahasa Indonesia. Maju bahasa,
majulah bangsa. Kacau bahasa, kacaulah pulalah bangsa. Keadaan ini harus
disadari benar oleh setiap warga negara Indonesia sehingga rasa tanggung jawab
terhadap pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia akan tumbuh dengan
subur di sanubari setiap pemakai bahasa Indonesia.
Kata Kunci : Peran, Bahasa Indonesia, Era Globalisasi


1

2

PENDAHULUAN
Sejarah mencatat bahwa bahasa Indonesia berasal dari bahasa MelayuRiau, salah satu bahasa daerah yang berada di wilayah Sumatera. Bahasa MelayuRiau inilah yang diangkat oleh para pemuda pada "Konggres Pemoeda", 28
Oktober 1928, di Solo, menjadi bahasa Indonesia. Pengangkatan dan penamaan
bahasa Melayu-Riau menjadi bahasa Indonesia oleh para pemuda pada saat itu
lebih "bersifat politis" daripada "bersifat linguistis". Tujuannya ialah ingin
mempersatukan para pemuda Indonesia, alih-alih disebut bangsa Indonesia.
Ketika itu, yang mengikuti "Kongres Pemoeda" adalah wakil-wakil pemuda
Indonesia dari Jong Jawa, Jong Sunda, Jong Batak, Jong Ambon, dan Jong
Selebes. Jadi, secara linguistis, yang dinamakan bahasa Indonesia saat itu
sebenarnya adalah bahasa Melayu. Ciri-ciri kebahasaannya tidak berbeda dengan
bahasa Melayu. Namun, untuk mewujudkan rasa persatuan dan kesatuan bangsa
Indonesia, para pemuda Indonesia pada saat itu secara politis menyebutkan bahasa
Melayu-Riau menjadi bahasa Indonesia. Nama bahasa Indonesialah yang
dianggap bisa memancarkan inspirasi dan semangat nasionalisme, bukan nama
bahasa Melayu yang berbau kedaerahan.
Ikrar yang dikenal dengan nama "Soempah Pemoeda" ini butir ketiga

berbunyi "Kami poetera-poeteri Indonesia, mendjoendjoeng tinggi bahasa
persatoean, bahasa Indonesia" (Kami putra dan putri Indonesia, menjunjung tinggi
bahasa persatuan, bahasa Indonesia). Ikrar yang diperingati setiap tahun oleh
bangsa Indonesia ini juga memperlihatkan betapa pentingnya bahasa bagi suatu
bangsa. Bahasa sebagai alat komunikasi yang paling efektif, mutlak diperlukan
setiap bangsa. Tanpa bahasa, bangsa tidak akan mungkin dapat berkembang,
bangsa tidak mungkin dapat menggambarkan dan menunjukkan dirinya secara
utuh dalam dunia pergaulan dengan bangsa lain. Akibatnya, bangsa itu akhirnya
akan lenyap ditelan masa. Jadi, bahasa menunjukkan identitas bangsa. Bahasa,
sebagai bagian kebudayaan dapat menunjukkan tinggi rendahnya kebudayaan
bangsa. Bahasa akan menggambarkan sudah sampai seberapa jauh kemajuan yang
telah dicapai suatu bangsa. Ikarar berupa "Soempah Pemoeda" inilah yang
menjadi dasar yang kokoh bagi kedududkan dan fungsi bahasa Indonesia bagi
bangsa Indonesia. Bahkan, pada perjalanan selanjutnya, bahasa Indonesia tidak

3

lagi sebagai bahasa persatuan, tetapi juga berkembang sebagai bahasa negara,
bahasa resmi, dan bahasa ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek).
BAHASA INDONESIA SEBAGAI IDENTITAS BANGSA INDONESIA

Setelah hampir dasa windu menjadi bahasa persatuan, bahasa Indonesia
memperlihatkan ciri-cirinya sebagai alat komunikasi yang mutlak diperlukan
bangsa Indonesia. Bahasa Indonesia telah membuktikan diri sebagai bahasa yang
tahan uji. Bahasa Indonesia telah menunjukkan identitas bangsa Indonesia. Bahasa
Indonesia sangat berperan dalam mempersatukan berbagai suku bangsa yang
beraneka adat dan budayanya. Dalam mengemban misinya, bahasa Indonesia terus
berkembang seiring dengan keperluan dan perkembangan bangsa Indonesia,
walaupun ada perkembangan yang menggembirakan dan ada perkembangan yang
menyedihkan dan membahayakan, Dualisme perkembangan ini memang
merupakan dinamika dan konsekuensi bahasa yang hidup Tetapi, karena bahasa
Indonesia sudah ditahkikkan sebagai bahasa yang berkedudukan tinggi oleh
bangsa Indonesia, ia harus dipupuk dan disemaikan dengan baik dan penuh
tanggung jawab agar ia bisa benar-benar menjadi "cermin" bangsa Indonesia.
Sebelum Perang Dunia Kedua, bahasa Indonesia tidak dihargai dengan
sepantasnya walaupun dunia pergerakan politik sedemikian banyak memakai
bahasa Indonesia. Dunia ilmu pengetahuan dan dunia pendidikan belum lagi
menggunakan bahasa Indonesia dengan baik. Kalau ingin memperbaiki nasib,
bukan bahasa Indonesia yang digunakan,melainkan bahasa Belanda sebagai
bahasa kaum penjajah. Bahasa pengantar untuk ilmu pengetahuan adalah bahasa
Belanda. Apabila sesorang ingin dihormati dan disegani dalam pergaulan, ia harus

bisa menguasai bahasa Belanda dengan baik. Bahasa Belanda benar-benar bisa
menentukan status pemakainya. Akibatnya, pemakai bahasa Indonesia merasa
apatis atau masa bodoh melihat kekangan-kekangan yang hebat terhadap bahasa
Indonesia ketika itu. Seolah-olah bahasa Indonesia tidak akan mampu menjadi
bahasa ilmu pengetahuan. Kaum penjajah ketika itu memang menginginkan
seperti itu sehingga pemakai bahasa Indonesia merasa diri tidak berguna
mempelajari dan menguasai bahasa Indonesia. Orang Indonesia ketika itu merasa
lebih terpelajar dan terhormat apa bila menguasai bahasa Belanda dengan baik.

4

Orang Indonesia tidak merasa malu apabila tidak menguasai bahasa Indonesia
dengan baik, tetapu akan merasa ada yang kurang apabila tidk menguasai bahasa
Belanda dengan baik. Akibatnya, tidak banyak orang Indonesia yang mau
mempelajari bahasa Indonesia dengan serius dan cukup menguasai bahasa
Indonesia ala kadarnya untuk komunikasi umum. Akhirnya, banyak pula orang
Indonesia yang tidak mahir berbahasa Indonesia , tetapi menguasai dan sangat
mahir berbahasa Belanda.
Sesudah Indonesia merdeka, bahasa Indonensia lebih berkembang lagi
dengan baik dan meluas. Bangsa Indonesia sudah merasakan betapa perlunya

membina dan memperhatikan perkembangan bahasa Indonesia. Bangsa Indonesia
mulai sadar bahwa tanpa bahasa Indonesia, bangsa Indonesia tidak akan
memperoleh kemajuan. Minat bangsa Indonesia untuk mau mempelajari bahasa
Indonesia dengan baik setiap tahun terus bertambah. Akibatnya, bahasa Indonesia
mengalami kemajuan yang pesat. Setelah perkembangan bahasa Indonensia itu
sedemikian pesatnya, sekarang timbullah serangkaian pertanyaan:
 Apakah setiap bangsa Indonesia sudah mencintai dan menghormati bahasa
Indonesia?
 Apabila setiap bangsa Indonesia sudah mencintai, menghormati, dan
bangga berbahasa Indonesia, apakah mereka sudah membina bahasa
Indonesia dengan baik?
 Adakah pemakai bahasa Indonesia itu sudah mematuhi kaidah-kaidah
bahasa Indonesia yang benar?
Jawaban untuk semua pertanyaan ini tentulah ada di dada masing-masing
orang yang menganggap, mengaku, dan menjadikan dirinya sebagai bagian dari
bangsa Indonesia.
CIRI BAHASA INDONESIA
Bahasa Indonesia mempunyai ciri-ciri umum dan kaidah-kaidah pokok
tertentu yang membedakannya dengan bahasa-bahasa lainnya di dunia ini, baik
bahasa asing maupun bahasa daerah. Dengan ciri-ciri umum dan kaidah-kaidah

pokok ini pulalah dapat dibedakan mana bahasa Indonesia dan mana bahasa asing
ataupun bahasa daerah. Oleh karena itu, ciri-ciri umum dan kaidah-kaidah pokok

5

tersebut merupakan jati diri bahasa Indonesia. Ciri-ciri umum dan kaidah-kaidah
pokok yang dimaksud adalah antara lain sebagai berikut.
Bahasa Indonesia tidak mengenal perubahan bentuk kata untuk
menyatakan jenis kelamin. Kalau kita ingin menyatakan jenis kelamin, cukup
diberikan kata keterangan penunjuk jenis kelamin, misalnya: Untuk manusia
dipergunakan kata laki-laki atau pria dan perempuan atau wanita, Untuk hewan
dipergunakan kata jantan dan betina. Dalam bahasa asing (misalnya bahasa Ingris,
bahasa Arab, dan bahasa Sanskerta) untuk menyatakan jenis kelamin digunakan
dengan cara perubahan bentuk. Misalnya:
-

Bahasa Inggris : lion - lioness, host - hostess, steward -stewardness.

-


Bahasa Arab : muslimin - muslimat, mukminin - mukminat,

-

Bahasa Sanskerta : siswa - siswi, putera - puteri, dewa - dewi.
Dari ketiga bahasa tersebut yang diserap ke dalam bahasa Indonesia adalah

beberapa kata yang berasal dari bahasa Arab dan bahasa Sanskerta, sedangkan
perubahan bentuk dalam bahasa Inggris tidak pernah diserap ke dalam bahasa
Indonesia. Penyerapan dari bahasa Arab dan bahasa Sanskerta pun dilakukan
secara leksikal, bukan sistem perubahannya. Dengan demikian, dalam bahasa
Arab, selain kata muslim, diserap juga kata muslimin dan muslimat; selain
mukmin, diserap juga kata mukminin dan mukminat. Dalam bahasa Sanskerta,
selain dewa, diserap juga dewi; selain siswa diserap juga siswi. Karena sistem
perubahan bentuk dari kedua bahasa tersebut tidak diserap ke dalam bahasa
Indonesia, maka tidaklah mungkin kita menyatakan kuda betina dengan bentuk
kudi atau kudarat; domba betina dengan bentuk kata dombi atau dombarat. Untuk
menyatakan jenis kelamin tersebut dalam bahasa Indonesia, cukup dengan
penambahan jantan atau betina, yaitu kuda jantan, kuda betina, domba jantan,
domba betina. Oleh karena itu, kaidah yang berlaku dalam bahasa Arab dan

bahasa Sanskerta, dan juga bahasa Inggris tidan bisa diterapkan ke dalam kaidah
bahasa Indonesia. Kalau dipaksakan, tentu struktur bahasa Indonesia akan rusak,
yang berarti jati diri bahasa Indonesia akan terganggu.
Bahasa Indonesia mempergunakan kata tertentu untuk menunjukkan
jamak. Artinya, bahasa Indonesia tidak mengenal perubahan bentuk kata untuk
menyatakan jamak. Sistem ini pulalah yang membedakan bahasa Indonesia

6

dengan bahasa asing lainnya, misalnya bahasa Inggris, bahasa Belanda, bahasa
Arab, dan bahasa-bahasa lain. Untuk menyatakan jamak, antara lain,
mempergunakan kata segala, seluruh, para, semua, sebagian, beberapa, dan kata
bilangan dua, tiga, empat, dan seterusnya; misalnya: segala urusan, seluruh
tenaga, para siswa, semua persoalan, sebagian pendapat, beberapa anggota, dua
teman, tiga pohon, empat mobil.
Bahasa Indonesia tidak mengenal perubahan bentuk kata untuk
menyatakan waktu. Kaidah pokok inilah yang juga membedakan bahasa Indonesia
dengan bahasa asing lainnya. Dalam bahasa Inggris, misalnya, kita temukan
bentuk kata eat (untuk menyatakan sekarang), eating (untuk menyatakan sedang),
dan eaten (untuk menyatakan waktu lampau). Bentukan kata seperti ini tidak

ditemukan dalam bahasa Indonesia. Bentuk kata makan tidak pernah mengalamai
perubahan bentuk yang terkait dengan waktu, misalnya menjadi makaning (untuk
menyatakan waktu sedang) atau makaned (untuk menyatakan waktu lampau).
Untuk menyatakan waktu, cukup ditambah kata-kaa aspek akan, sedang, telah,
sudah atau kata keterangan waktu kemarin, seminggu yang lalu, hari ini, tahun ini,
besok, besok lusa, bulan depan, dan sebagainya.
Bahasa Indonesia juga mengenal lafal baku, yaitu lafal yang tidak
dipengaruhi oleh lafal asing dan/atau lafal daerah. Apabila seseorang
menggunakan bahasa Indonesia lisan dan lewat lafalnya dapat diduga atau dapat
diketahui dari suku mana ia berasal,maka lafal orang itu bukanlah lafal bahasa
Indonesia baku. Dengan kata lain, kata-kata bahasa Indonesia harus bebas dari
pengaruh lafal asig dan/atau lafal daerah. Kesulitan yang dialami oleh sebagian
besar pemakai bahasa Indonesia adalah sampai saat ini belum disusun kamus lafal
bahasa Indonesia yang lengkap. Akibatnya, sampai sekarang belum ada patokan
yang jelas untuk pelafalan kata peka, teras, perang, sistem, elang. Tetapi,
pengucapan semangkin (untuk semakin), mengharapken (untuk mengharapkan),
semua (untuk semua), mengapa (untuk mengapa), therima kaseh (untuk terima
kasih),
KEDUDUKAN DAN FUNGSI BAHASA INDONESIA
Secara formal sampai saat ini bahasa Indonesia mempunyai empat

kedudukan, yaitu sebagai bahasa persatuan, bahasa nasional, bahasa negara, dan

7

bahasa resmi. Dalam perkembangannya lebih lanjut, bahasa Indonesia berhasil
mendudukkan diri sebagai bahasa budaya dan bahasa ilmu. Keenam kedudukan
ini mempunyai fungsi yang berbeda, walaupun dalam praktiknya dapat saja
muncul secara bersama-sama dalam satu peristiwa, atau hanya muncul satu atau
dua fungsi saja. Dalam hubungannya sebagai alat untuk menyatukan berbagai
suku yang mempunyai latar belakang budaya dan bahasa masing-masing, bahasa
Indonesia justru dapat menyerasikan hidup sebagai bangsa yang bersatu tanpa
meninggalkan identitas kesukuan dan kesetiaan kepada nilai-nilai sosial budaya
serta latar belakang bahasa etnik yang bersangkutan. Bahkan, lebih dari itu,
dengan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan ini, kepentingan nasional
diletakkan jauh di atas kepentingan daerah dan golongan.
Latar belakang budaya dan bahasa yang berbeda-beda berpotensi untuk
menghambat perhubungan antardaerah antarbudaya. Tetapi, berkat bahasa
Indonesia, etnis yang satu bisa berhubungan dengan etnis yang lain sedemikian
rupa sehingga tidak menimbulkan kesalahpahaman. Setiap orang Indonesia apa
pun latar belakang etnisnya dapat bepergian ke pelosok-pelosok tanah air dengan

memanfaatkan bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi. Kenyataan ini membuat
adanya peningkatan dalam penyebarluasan pemakaian bahasa Indonesia dalam
fungsinya sebagai alat perhubungan antardaerah antarbudaya. Semuanya terjadi
karena bertambah baiknya sarana perhubungan, bertambah luasnya pemakaian
alat perhubungan umum, bertambah banyaknya jumlah perkawinan antarsuku, dan
bertambah banyaknya perpindahan pegawai negeri atau karyawan swasta dari
daerah satu ke daerah yang lain karena mutasi tugas atau inisiatif sendiri.
SIKAP PEMAKAI BAHASA INDONESIA YANG NEGATIF
Bangsa Indonesia, sebagai pemakai bahasa Indonesia, seharusnya bangga
menggunakan bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi. Dengan bahasa
Indonesia, mereka bisa menyampaikan perasaan dan pikirannya dengan sempurna
dan lengkap kepada orang lain. Mereka semestinya bangga memiliki bahasa yang
demikian itu. Namun, berbagai kenyataan yang terjadi, tidaklah demikian. Rasa
bangga berbahasa Indonesia belum lagi tertanam pada setiap orang Indonesia.
Rasa menghargai bahasa asing (dahulu bahasa Belanda, sekarang bahasa Inggris)
masih terus menampak pada sebagian besar bangsa Indonesia. Mereka

8

menganggap bahwa bahasa asing lebih tinggi derajatnya daripada bahasa
Indonesia. Bahkan, mereka seolah tidak mau tahu perkembangan bahasa
Indonesia.
Fenomena negatif yang masih terjadi di tengah-tengah masyarakat Indonesia
antara lain sebagai berikut.
 Banyak orang Indonesia memperlihatkan dengan bangga kemahirannya
menggunakan bahasa Inggris, walaupun mereka tidak menguasai bahasa
Indonesia dengan baik.
 Banyak orang Indonesia merasa malu apabila tidak menguasai bahasa
asing (Inggris) tetapi tidak pernah merasa malu dan kurang apabila tidak
menguasai bahasa Indonesia.
 Banyak orang Indonesia menganggap remeh bahasa Indonesia dan tidak
mau mempelajarinya karena merasa dirinya telah menguasai bahasa
Indonesia dengan baik.
 Banyak orang Indonesia merasa dirinya lebih pandai daripada yang lain
karena telah menguasai bahasa asing (Inggris) dengan fasih, walaupun
penguasaan bahasa Indonesianya kurang sempurna.
Kenyataan-kenyataan tersebut merupakan sikap pemakai bahasa Indonesia
yang negatif dan tidak baik. Hal itu akan berdampak negatif pula pada
perkembangan bahasa Indonesia. Sebagian pemakai bahasa Indonesia menjadi
pesimis, menganggap rendah, dan tidak percaya kemampuan bahasa Indonesia
dalam mengungkapkan pikiran dan perasaannya dengan lengkap, jelas, dan
sempurna. Akibat lanjut yang timbul dari kenyataan-kenyataan tersebut antara lain
sebagai berikut.
 Banyak orang Indonesia lebih suka menggunakan kata-kata, istilah-istilah,

dan ungkapan-ungkapan asing, seperti sosok Vicky prasetyo mantan pacar
Zaskia Gotik (artis) yang sempat heboh dimedia televisi tahun 2013 silam,
padahal kata-kata, istilah-istilah, dan ungkapan-ungkapan itu sudah ada
padanannya dalam bahasa Indonesia, Misalnya, Statusisasi Kemakmuran,
Konspirasi Kemakmuran, Labil Ekonomi, Harmonisasi, Kontroversi Hati,
dll..

9

Kenyataan-kenyataan dan akibat-akibat tersebut kalau tidak diperbaiki
akan berakibat perkembangan bahasa Indonesia terhambat. Sebagai warga negara
Indonesia yang baik, sepantasnyalah bahasa Indonesia itu dicintai dan dijaga.
Bahasa Indonesia harus dibina dan dikembangkan dengan baik karena bahasa
Indonesia itu merupakan salah satu identitas atau jati diri bangsa Indonesia. Setiap
orang Indonesia patutlah bersikap positif terhadap bahasa Indonesia, janganlah
menganggap remeh dan bersikap negatif. Setiap orang Indonesia mestilah
berusaha agar selalu cermat dan teratur menggunakan bahasa Indonesia. Sebagai
warga negara Indonesia yang baik, mestilah dikembangkan budaya malu apabila
meraka tidak mempergunanakn bahasa Indonesia dengan baik dan benar.
Anggapan bahwa penggunaan bahasa Indonesia yang dipenuhi oleh kata, istilah,
dan ungkapan asing merupakan bahasa Indonesia yang "canggih" adalah
anggapan yang keliru. Begitu juga, penggunaan kalimat yang berpanjang-panjang
dan berbelit-belit, sudah tentu memperlihatkan kekacauan cara berpikir orang
yang menggunakan kalimat itu. Apabila seseorang menggunakan bahasa dengan
kacau-balau, sudah tentu hal itu menggambarkan jalan pikiran yang kacau-balau
pula. Sebaliknya, apabila seseorang menggunakan bahasa dengan teratur, jelas,
dan bersistem, cara berpikir orang itu teratur dan jelas pula. Oleh sebab itu, sudah
seharusnyalah setiap orang Indonesia menggunakan bahasa Indonesia yang
teratur, jelas, bersistem, dan benar agar jalan pikiran orang Indonesia (sebagai
pemilik bahasa Indonesia) juga teratur dan mudah dipahami orang lain.
PERAN BAHASA INDONESIA DI ERA GLOBALISASI
Dalam era globalisasi ini, peran bahasa Indonesia perlu digalakkan dan
dimasyarakatkan oleh setiap warga negara Indonesia. Hal ini diperlukan agar
bangsa Indonesia tidak terbawa arus oleh pengaruh dan budaya asing yang jelasjelas tidak sesuai dan (bahkan) tidak cocok dengan bahasa dan budaya bangsa
Indonesia. Pengaruh dari luar atau pengaruh asing ini sangat besar
kemngkinannya terjadi pada era globalisasi ini. Batas antarnegara yang sudah
tidak jelas dan tidak ada lagi, serta pengaruh alat komunikasi yang begitu canggih
harus dihadapi dengan mempertahankan jati diri bangsa Indonesia, termasuk
peran bahasa Indonesia. Sudah barang tentu, hal ini semua menyangkut tentang

10

kedisiplinan berbahasa nasional, yaitu pematuhan aturan-aturan yan berlaku dalam
bahasa Indonesia dengan memperhatikan situasi dan kondisi pemakaiannya.
Dengan kata lain, pemakai bahasa Indonesia yang berdisiplin adalah pemakai
bahasa Indonesia yang patuh terhadap semua kaidah atau aturan pemakaian
bahasa Indonesia yang sesuai dengan situasi dan kondisinya.
Setiap warga negara Indonesia, sebagai warga masyarakat, pada dasarnya
adalah pembina bahasa Indonesia. Hal ini tidak berlebihan karena tujuan utama
pembinaan bahasa Indonesia ialah menumbuhkan dan membina sikap positif
terhadap bahasa Indonesia. Untuk menyatakan sikap positif ini dapat dilakukan
dengan :
1. Sikap kesetiaan berbahasa Indonesia
2. Sikap kebanggaan berbahasa Indonesia.
Sikap kesetiaan berbahasa Indonesia teruangkap jika bangsa Indonesia
lebih suka memakai bahasa Indonesia daripada bahasa asing dan bersedia menjaga
agar pengaruh asing tidak terlalu berlebihan. Sikap kebanggan berbahasa
Indonesia terungkap melalui kesadaran bahwa bahasa Indonesia pun mampu
mengungkapkan konsep yang rumit secara cermat dan dapat mengungkapkan isi
hati yang sehalus-halusnya. Yang perlu dipahami adalah sikap positif terhadap
bahasa Indonesia ini tidak berarti sikap berbahasa yang tertutup dan kaku. Bangsa
Indonesia tidak mungkin menuntut kemurnian bahasa Indonesia (sebagaimana
aliran purisme) dan menutup diri dari saling pengaruh dengan bahasa daerah dan
bahasa asing. Oleh karena itu, bangsa Indonesia harus bisa membedakan mana
pengaruh yang positif dan mana pengaruh yang negatif terhadap perkembangan
bahasa Indonesia. Sikap positif seperti inilah yang bisa menanamkan percaya diri
bangsa Indonesia bahwa bahasa Indonesia itu tidak ada bedanya dengan bahasa
asing lain. Masing-masing bahasa mempunyai kelebihan dan kekurangannya.
Sikap positif terhadap bahasa Indonesia memberikan sumbangan yang signifikan
bagi terciptanya disiplin berbahasa Indonesia. Selanjutnya, disiplin berbahasa
Indonesia akan membantu bangsa Indonesia untuk mempertahankan dirinya dari
pengaruh negatif asing atas kepribadiannya sendiri. Hal ini sangat diperlukan
untuk menghadapi pergaulan antarbangsa dan era globalisasi ini.

11

Di samping itu, disiplin berbahasa nasional juga menunjukkan rasa cinta
kepada bahasa, tanah air, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Setiap warga
negara Indonesia mesti bangga mempunyai bahasa Indonesia dan lalu
menggunakannya dengan baik dan benar. Rasa kebanggaan ini pulalah yang dapat
menimbulkan rasa nasionalisme dan rasa cinta tanah air yang mendalam. Setiap
warga negara yang baik mesti malu apabila tidak dapat menggunakan bahasa
Indonesia dengan baik dan benar. Sikap pemakai bahasa Indonesia demikian ini
merupakan sikap yang positif, baik, dan terpuji. Sebaliknya, apabila yang muncul
adalah sikap yang negatif, tidak baik, dan tidak terpuji, akan berdampak pada
pemakaian bahasa Indonesia yang kurang terbina dengan baik. Mereka
menggunakan bahasa Indonesia "asal orang mengerti". Muncullah pemakaian
bahasa Indonesia sejenis bahasa prokem, bahasa plesetan, dan bahasa jenis lain
yang tidak mendukung perkembangan bahasa Indonesia dengan baik dan benar.
Mereka tidak lagi memperdulikan pembinaan bahasa Indonesia. Padahal, pemakai
bahasa Indonesia mengenal ungkapan "Bahasa menunjukkan bangsa", yang
membawa pengertian bahwa bahasa yang digunakan akan menunjukkan jalan
pikiran si pemakai bahasa itu. Apabila pemakai bahasa kurang berdisiplin dalam
berbahasa, berarti pemakai bahasa itu pun kurang berdisiplin dalam berpikir.
Akibat lebih lanjut bisa diduga bahwa sikap pemakai bahasa itu dalam kehidupan
sehari-hari pun akan kurang berdisiplin. Padahal, kedisiplinan itu sangat
diperlukan pada era globalisasi ini. Lebih jauh, apabila bangsa Indonesia tidak
berdisiplin dalam segala segi kehidupan akan mengakibatkan kekacauan cara
berpikir dan tata kehidupan bangsa Indonesia. Apabila hal ini terjadi, kemajuan
bangsa Indonesia pasti terhambat dan akan kalah bersaing dengan bangsa lain.
Era globalisasi merupakan tantangan bagi bangsa Indonesia untuk dapat
mempertahankan diri di tengah-tengah pergaulan antarbangsa yang sangat rumit.
Untuk itu, bangsa Indonesia harus mempersiapkan diri dengan baik dan penuh
perhitungan. Salah satu hal yang perlu diperhatikan adalah masalah jati diri
bangsa yang diperlihatkan melalui jati diri bahasa. Jati diri bahasa Indonesia
memperlihatkan bahwa bahasa Indonesia adalah bahasa yang sederhana,
Tatabahasanya mempunyai sistem sederhana, mudah dipelajari, dan tidak rumit.
Kesederhanaan dan ketidakrumitan inilah salah satu hal yang mempermudah

12

bangsa asing ketika mempelajari bahasa Indonesia. Setiap bangsa asing yang
mempelajari bahasa Indonesia dapat menguasai dalam waktu yang cukup singkat.
Namun, kesederhaan dan ketidakrumitan tersebut tidak mengurangi kedudukan
dan fungsi bahasa Indonesia dalam pergaulan dan dunia kehidupan bangsa
Indonesia di tengah-tengah pergaulan antarbangsa. Bahasa Indonesia telah
membuktikan diri dapat dipergunakan untuk menyampaikan pikiran-pikiran yang
rumit dalam ilmu pengetahuan dengan jernih, jelas, teratur, dan tepat. Bahasa
Indonesia menjadi ciri budaya bangsa Indonesia yang dapat diandalkan di tengahtengah pergaulan antarbangsa pada era globalisasi ini. Bahkan, bahasa Indonesia
pun saat ini menjadi bahan pembelajaran di negara-negara asing seperti Australia,
Belanda, Jepang, Amerika Serikat, Inggris, Cina, dan Korea Selatan.
PENUTUP
Tanggung jawab terhadap perkembangan bahasa Indonesia terletak di
tangan pemakai bahasa Indonesia sendiri. Baik buruknya, maju mundurnya, dan
tertatur kacaunya bahasa Indonesia merupakan tanggung jawab setiap orang yang
mengaku sebagai warga negara Indonesia yang baik. Setiap warga negara
Indonesia

harus

bersama-sama

berperan

serta

dalam

membina

dan

mengembangkan bahasa Indonesia itu ke arah yang positif. Usaha-usaha ini,
antara lain dengan meningkatkan kedisiplinan berbahasa Indonesia pada era
globalisasi ini, yang sangat ketat dengan persaingan di segala sektor kehidupan.
Maju bahasa, majulah bangsa. Kacau bahasa, kacaulah pulalah bangsa. Keadaan
ini harus disadari benar oleh setiap warga negara Indonesia sehingga rasa
tanggung jawab terhadap pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia akan
tumbuh dengan subur di sanubari setiap pemakai bahasa Indonesia. Rasa cinta
terhadap bahasa Indonesia pun akan bertambah besar dan bertambah mendalam.
Sudah barang tentu, ini semuanya merupakan harapan bersama, harapan setiap
orang yang mengaku berbangsa Indonesia.
Dalam era globalisasi ini, jati diri bahasa Indonesia merupakan ciri bangsa
Indonesia yang perlu terus dipertahankan. Pergaulan antarbangsa memerlukan alat
komunikasi yang sederhana, mudah dipahami, dan mampu menyampaikan pikiran
yang lengkap. Oleh karena itu, bahasa Indonesia harus bterus dibina dan

13

dikembangkan sedemikian rupa sehingga menjadi kebanggaan bagi bangsa
Indonesia dalam pergalan antarbangsa pada era globalisasi ini. Apabila
kebanggaan berbahasa Indonesia dengan jati diri yang ada tidak tertanam di
sanubari setiap bangsa Indonesia, bahasa Indonesia akan mati dan ditinggalkan
pemakainya karena adanya kekacauan dalam pengungkapan pikiran. Akibatnya
bangsa Indonesia akan kehilangan salah satu jati dirinya. Kalau sudah demikian,
bangsa Indonesia "akan ditelan" oleh bangsa lain yang selalu melaksanakan tugas
dan pekerjaannya dengan menggunakan bahasa yang teratur dan berdisiplin
tinggi. Sudah barang tentu, hal seperti harus dapat dihindarkan pada era
globalisasi ini. Apalagi, keadaan seperti ini bukan merupakan keinginan bangsa
Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
A.A. Ariwibowo, Heboh Vicky Prasetyo (online) (http://www.antaranews.com,
25/02/2014)
Hassan, Abdullah. Ed. 1994. Language Planning in Southeast Asia. Kuala
Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka.
Saleh Rahmayulis, Bahasa Indonesia bisa tergusur di era globalisas (online)
(http://www.bisnis.com, diakses 17/02/2014)
Prof.Dr.Mursai, Bahasa dan Sastra Sebagai Identiti Bangsa Dalam Proses
Globalisasi
(online)
(http://www.asmakmalaikat.com,
diakses
17/02/2014)