BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Pengertian Bank - Analisis Manfaat Rasio Keuangan dalam Memprediksi Financial Distress Pada Perbankan (2007-2012)

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori

2.1.1. Pengertian Bank

  Menurut Undang-Undang RI Nomor 19 Tahun 1998 tanggal 10 November 1998 tentang Perbankan, yang dimaksud dengan Bank adalah “badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak”. Dari pengertian tersebut dapat dijelaskan secara lebih luas lagi bahwa bank merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang keuangan, artinya aktivitas perbankan selalu berkaitan dalam bidang keuangan (Kasmir, 2008: 25). Peningkatan kesejahteraan masyarakat merupakan salah satu tujuan akhir dari kegiatan perbankan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1998.

  Secara umum, fungsi utama bank adalah menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat untuk berbagai tujuan atau sebagai financial intermediary. Secara lebih spesifik bank dapat berfungsi sebagai berikut (Susilo, Triandaru, Budisantoso, 1999: 6) :

  1. Agent of Trust Dasar utama kegiatan perbankan adalah kepercayaan (trust), baik dalam hal penghimpunan dana maupun penyaluran dana. Dalam hal ini lembaga keuangan bank disebut sebagai financial intermediary, yaitu lembaga penghubung antara kreditor dan debitur. Masyarakat akan berkenan ini juga berlaku pada bank saat bank akan menyalurkan kembali dana tersebut kepada masyarakat.

  2. Agent of Development Kegiatan bank berupa menghimpun dan menyalurkan dana memiliki peranan yang sangat penting dalam meningkatkan kegiatan perekonomian di sektor riil.

  Kegiatan bank tersebut memungkinkan masyarakat untuk melakukan kegiatan investasi, kegiatan distribusi, serta kegiatan konsumsi barang dan jasa, mengingat bahwa kegiatan investasi-distribusi-konsumsi tidak dapat dilepaskan dari adanya penggunaan uang. Kelancaran kegiatan investasi, distribusi dan konsumsi tersebut akan mendorong pertumbuhan ekonomi.

  3. Agent of Service Bank dikatakan sebagai agent of service karena bank merupakan lembaga yang memobilisasi dana dalam mendukung terciptanya pembangunan ekonomi.

  Fungsi bank selain menghimpun dan menyalurkan dana adalah menyediakan jasa-jasa perbankan yang mampu membantu masyarakat dalam meningkatkan produktivitasnya dalam kegiatan ekonomi. Peningkatan produktivitas yang terjadi akan mendorong terjadinya pertumbuhan ekonomi yang lebih baik.

  Praktik perbankan di Indonesia saat ini diatur dalam Undang-Undang tentang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998 dengan sebelumnya yaitu Undang- Undang Nomor 14 Tahun 1967. Undang-Undang yang mengatur perbankan tersebut menjelaskan jenis-jenis perbankan yang ada di Indonesia. Perbedaan jenis perbankan dapat dilihat dari berbagai segi, yaitu (Kasmir, 2004: 20) : Menurut Undang-Undang Pokok Perbankan Nomor 7 Tahun 1992 dan ditegaskan lagi dengan keluarnya Undang-Undang RI Nomor 10 Tahun 1998 maka jenis perbankan tediri dari dua jenis bank, yaitu : a.

  Bank Umum Pengertian Bank Umum sesuai dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 adalah “bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran”.

  b.

  Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Pengertian Bank Perkreditan Rakyat sesuai dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 adalah “bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran”.

  2. Dilihat dari Segi Kepemilikannya Jenis bank dari segi kepemilikan dapat dilihat dari akte pendirian bank tersebut serta pihak yang memiliki kuasa atas bank yang bersangkutan. Jenis bank dilihat dari kepemilikannya adalah sebagai berikut : a.

  Bank milik Pemerintah b. Bank milik swasta nasional c. Bank milik asing d. Bank milik campuran Jenis bank dari segi status dapat dibedakan berdasarkan kemampuan bank dalam melayani masyarakat baik dari segi jumlah produk yang ditawarkan, modal bank maupun kualitas pelayanan yang ditawarkan. Dalam praktiknya jenis bank dilihat dari segi status dibagi dalam dua macam yaitu : a.

  Bank Devisa b. Bank Non-Devisa

  4. Dilihat dari Segi Cara Menentukan Harga Ditinjau dari segi menentukan harga dapat pula diartikan sebagai cara penentuan keuntungan yang akan diperoleh. Jenis bank jika dilihat dari segi atau caranya dalam menentukan harga terbagi dalam dua kelompok yaitu : a.

  Bank dengan Prinsip Konvensional b. Bank dengan Prinsip Syariah

2.1.2 Financial Distress

  Financial distress adalah kondisi suatu perusahaan yang terjadi sebelum

  kebangkrutan. Suatu perusahaan dikatakan sedang mengalami kondisi financial

  

distress apabila perusahaan tidak mampu atau kesulitan dalam membiayai

  kewajiban keuangannya dan menghasilkan laba yang bernilai negatif. Foster dalam Almilia dan Kristijadi (2003: 7), menyatakan terdapat beberapa indikator atau sumber informasi mengenai kemungkinan dari kesulitan keuangan, antara lain :

  1. Analisis arus kas untuk periode sekarang dan yang akan datang. struktur biaya relatif, perluasan rencana dalam industri, kemampuan perusahaan untuk meneruskan kenaikan biaya, kualitas manajemen dan lain sebagainya.

  3. Analisis laporan keuangan dari perusahaan serta perbandingannya dengan perusahaan lain. Analisis ini dapat berfokus pada suatu variabel keuangan tunggal atau suatu kombinasi dari variabel keuangan.

  4. Variabel eksternal seperti return sekuritas dan penilaian obligasi.

  Financial distress biasanya terjadi karena serangkaian kesalahan,

  pengambilan keputusan yang tidak tepat dan kelemahan-kelemahan yang saling berhubungan yang dapat menyumbang secara langsung maupun tidak langsung kepada manajemen (Fachrudin, 2008: 13). Altman dan Hotchkiss (2006: 5) mengatakan bahwa financial distress atau insolvency terbagi menjadi dua, yaitu :

  1. Technical Insolvency Pada tahap ini, perusahaan tidak mampu memenuhi kewajibannya dalam waktu tertentu dan mengalami masalah dengan likuiditasnya. Tahap ini bersifat sementara dan masih bisa dilakukan perbaikan sehingga perusahaan atau bank dapat menentukan kebijakan yang harus diambil dengan tujuan agar perusahaan atau bank yang bersangkutan tidak mengalami kebangkrutan.

  2. Bankruptcy Insolvency Tahap ini menggambarkan kondisi perusahaan yang kritis dan biasanya menggambarkan keadaan yang lebih buruk dari sekedar kondisi bermasalah kewajiban lebih besar dari total aset yang dimiliki.

  Platt dan Platt dalam Rizky Ludy (2011: 27) menyatakan bahwa perusahaan yang mengalami financial distress maka dapat mempercepat tindakan manajemen untuk mencegah masalah sebelum terjadinya kebangkrutan. Pihak manajemen dapat mengambil tindakan atau kebijakan merger atau takeover agar perusahaan memiliki kemampuan untuk memenuhi kewajibannya dan mengelola perusahaan dengan lebih baik serta memberikan tanda peringatan awal (early

  

warning system ) adanya kebangkrutan pada masa yang akan datang. Yulian

  (2010: 27) menyatakan beberapa dampak yang ditimbulkan dari kesulitan keuangan atau financial distress sebagai berikut:

  1. Kesulitan keuangan memberikan dampak negatif terhadap nilai perusahaan yang mengoffset nilai pembebasan pajak (tax relief) atas peningkatan level hutang.

  2. Kesulitan keuangan menyebabkan hubungan antara supplier (investor), pelanggan, karyawan dan kreditor menjadi rusak.

  3. Supplier (investor) akan mengambil sikap lebih berhati-hati dalam menanamkan modal atau bahkan menghentikan investasi jika sebuah perusahaan mengalami kesulitan keuangan.

2.1.3 Laporan Keuangan

  Setiap perusahaan, baik bank maupun non-bank pada periode tertentu akan melaporkan semua kegiatan keuangannya. Laporan keuangan menunjukkan kondisi keuangan bank secara keseluruhan. Dari laporan ini akan terbaca yang dimiliki. Laporan ini juga menunjukkan kinerja manajemen bank dalam satu periode. Pembuatan masing-masing laporan keuangan memiliki tujuan tersendiri.

  Secara umum, tujuan pembuatan laporan keuangan suatu bank adalah sebagai berikut (Rivai et al, 2013: 375) :

  1. Memberikan informasi kas yang dapat dipercaya mengenai posisi keuangan perusahaan pada suatu saat tertentu.

  2. Memberikan informasi keuangan yang dapat dipercaya mengenai hasil usaha perusahaan selama periode akuntansi tertentu.

  3. Memberikan informasi keuangan yang dapat membantu pihak-pihak berkepentingan untuk menilai atau menginterpretasikan kondisi dan potensi suatu perusahaan.

  4. Memberikan informasi penting lainnya yang relevan dengan kebutuhan pihak pihak yang berkepentingan dengan laporan kebutuhan yang bersangkutan.

  Arus kas suatu bank dapat terlihat melalui laporan keuangan bank yang bersangkutan. Laporan keuangan juga memberikan informasi tentang hasil-hasil usaha yang telah diperoleh pada suatu waktu tertentu serta biaya-biaya usaha yang dikeluarkan dalam rangka menjalankan kegiatan operasional dan kegiatan manajerial bank melalui laporan laba rugi bank. Dengan demikian, laporan keuangan disamping menggambarkan kondisi keuangan suatu bank juga untuk memberikan penilaian terhadap kinerja manajemen bank yang bersangkutan (Kasmir, 2004: 240). Desember 2001, setiap bank wajib menyusun dan menyajikan laporan keuangan dengan bentuk dan cakupan yang berbeda berdasarkan pada kurun waktu tertentu, yaitu:

  1. Laporan Keuangan Tahunan

  2. Laporan Keuangan Publikasi Triwulan

  3. Laporan Keuangan Publikasi Bulanan

  4. Laporan Keuangan Konsolidasi Penyusunan laporan keuangan tidak hanya ditujukan untuk memenuhi kepentingan pihak manajemen dan pemilik bank itu sendiri. Hal ini dikarenakan setiap pihak yang terlibat dalam berjalannya usaha bank memiliki kepentingan yang berbeda terhadap laporan keuangan bank. Adapun pihak-pihak yang memiliki kepentingan terhadap laporan keuangan bank adalah sebagai berikut (Kasmir, 2004: 241) :

  1. Pemegang Saham Laporan keuangan mampu memberikan informasi kepada pemegang saham yang merupakan pemilik bank tentang kemajuan dan peningkatan kinerja bank yang telah dicapai oleh bank dalam suatu waktu tertentu. Kemajuan dan peningkatan kinerja bank tersebut dapat diukur melalui jumlah laba yang berhasil diperoleh serta pengembangan aset bank.

  2. Pemerintah Pemerintah memerlukan laporan keuangan bank secara rutin untuk mengetahui kemajuan bank dan menilai tingkat kesehatan bank. Pemerintah juga dapat ditetapkan. Apabila suatu bank mengalami masalah keuangan, maka pemerintah akan menetapkan kebijakan untuk memulihkan bank tersebut.

  3. Manajemen Pihak manajemen dapat menilai kinerja manajemen yang telah tercapai melalui laporan keuangan. Pencapaian kinerja manajemen tersebut dapat dilihat dari target-target bank yang telah tercapai dalam suatu waktu tertentu serta kemampuan mnajemen dalam mengolah sumber daya yang dimiliki.

  4. Karyawan Laporan keuangan dapat memberikan informasi bagi karyawan tentang kondisi keuangan bank yang sebenarnya. Dengan mengetahui kondisi keuangan bank, pihak karyawan akan paham tentang kinerja mereka, sehingga mereka juga merasa perlu mengharapkan peningkatan kesejahteraan apabila bank mengalami keuntungan dan sebaliknya perlu melakukan perbaikan jika bank mengalami kerugian.

  5. Masyarakat Luas Bagi masyarakat luas, laporan keuangan bank merupakan suatu jaminan atas kepercayaan masyarakat kepada bank terhadap uang yang disimpan di bank.

  Dengan adanya laporan keuangan, masyarakat sebagai pemilik dana dapat mengetahui kondisi keuangan bank yang bersangkutan, sehingga masih tetap mempercayakan dananya disimpan di bank yang bersangkutan atau tidak.

  (Rivai et al, 2013: 376) :

  1. Bersifat historis, yaitu informasi yang manyajikan kondisi keuangan bank pada masa yang telah lewat sehingga laporan keuangan merupaka satu-satunya informasi dalam proses pengambilan keputusan maupun kebijakan.

  2. Bersifat umum, yaitu informasi tentang kondisi keuangan dalam rangka pemenuhan kebutuhan semua pihak, tidak hanya untuk pihak tertentu.

  3. Bersifat konservatif dalam menghadapi ketidakpastian dan resiko masa depan.

2.1.4 Rasio Keuangan

  Kinerja bank merupakan pedoman mengenai hal-hal apa saja yang perlu diperbaiki dan langkah apa yang harus diambil untuk memperbaikinya (Kasmir, 2004: 263). Pendekatan yang paling umum yang digunakan dalam mengukur kinerja bank adalah pendekatan rasio CAMEL dengan mengukur kualitas faktor permodalan, kualitas aktiva produktif, manajemen, rentabilitas dan likuiditas.

2.1.4.1 Capital Adequacy Ratio (CAR)

  Capital Adequacy Ratio (CAR) adalah rasio yang digunakan untuk

  mengukur seberapa jauh aktiva bank yang mengandung resiko ikut dibiayai dari modal sendiri disamping memperoleh dana-dana dari sumber di luar bank.

  Semakin tinggi CAR berati semakin bagus solvabilitas bank karena modal bank yang bersangkutan mampu menutupi aktiva yang berisiko (Irmayanto et al, 2004: 91). Bank Indonesia menetapkan setiap bank harus memiliki nilai minimun CAR sebesar 8%. Hal ini ditetapkan berdasarkan ketentuan yang ditetapkan oleh BIS memiliki beberapa tujuan, antara lain : 1. Menjaga kepercayaan masyarakat terhadap perbankan.

  2. Melindungi dana pihak ketiga pada bank bersangkutan.

  3. Memenuhi ketetapan standar BIS Perbankan Internasional.

  2.1.4.2 Return on Asset Ratio (ROA)

  Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan bank dalam menghasilkan keuntungan atau laba secara keseluruhan terhadap total aset yang dimiliki oleh bank yang bersangkutan (Dendawijaya, 2001: 120). Semakin besar rasio Return on Asset (ROA) suatu bank, maka semakin besar pula tingkat keuntungan yang diperoleh oleh bank tersebut dan semakin baik pula posisi bank tersebut dalam penggunaan aset. Berdasarkan ketentuan Bank Indonesia, keuangan bank akan berada di posisi sangat sehat apabila tingkat ROA yang dimilki adalah lebih dari 1,215%, dikatakan sehat apabila ROA yang dimiliki adalah antara 0,99% sampai dengan 1,214%, dikatakan cukup sehat apabila rasio ROA yang dimiliki adalah antara 0,765 sampai dengan 0,98%, dan dikatakan tidak sehat apabila rasio ROA yang dimiliki dibawah 0,765%.

  2.1.4.3 Return on Equity Ratio (ROE) Return on Equity adalah rasio yang menunjukkan seberapa besar

  kemampuan bank dalam menghasilkan laba bersih dengan modal sendiri (Dendawijaya, 2001: 120). Semakin tinggi tingkat ROE yang dimiliki oleh suatu bank maka semakin baik produktivitas modal bank dalam menghasilkan laba.

  Angka ROE yang ideal adalah sesuai dengan tingkat bunga rata-rata bank yang pemegang saham baik pemegang saham sendiri maupun pemegang saham baru serta investor di pasar modal yang ingin membeli saham bank yang bersangkutan.

  Dengan demikian, rasio ROE merupakan rasio yang menjadi acuan bagi pemegang saham dan calon investor dalam menilai kemampuan bank dalam menghasilkan laba bersih.

2.1.4.4 Loan to Deposit Ratio (LDR)

  Loan to Deposit Ratio (LDR) adalah rasio yang digunakan untuk

  mengukur kemampuan bank dalam membayar semua dana masyarakat serta modal sendiri dengan mengandalkan kredit yang telah didistribusikan ke masyarakat (Irmayanto et al, 2004 : 90). Semakin tinggi rasio LDR maka semakin rendah tingkat likuidasi bank karena terlalu besar jumlah dana masyarakat yang dialokasikan ke dalam bentuk kredit. Rasio ini juga merupakan indikator kerawanan dan kemampuan dari suatu bank. Sebagian praktisi perbankan sepakat bahwa batas aman dari LDR suatu bank adalah sekitar 80%. Dalam tata cara penilaian tingkat kesehatan bank, Bank Indonesia menetapkan ketentuan sebagai berikut (Rivai et al, 2013 : 482) :

  1. Untuk rasio LDR sebesar 110% atau lebih diberi nilai kredit 0, artinya likuiditas bank tersebut dinilai tidak sehat.

  2. Untuk rasio LDR di bawah 110% diberi nilai kredit 100, artinya likuiditas bank tersebut dinilai sehat.

  Rasio biaya operasional atau rasio BOPO digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi dan kemampuan bank dalam melakukan kegiatan operasinya.

  Bank yang bertugas mengumpulkan dana masyarakat dan menyalurkan dan tersebut kembali ke masyarakat menjadikan beban bunga dan hasil bunga sebagai porsi terbesar bank dalam menghasilkan laba (Rivai et al, 2013 : 482). Ketetapan Bank Indonesia menyatakan bahwa rasio BOPO suatu bank dikatakan sangat sehat apabila rasio tersebut lebih rendah dari 93,25%, dikatakan sehat apabila rasio BOPO adalah antara 93,25% sampai dengan 94,72%, dikatakan cukup sehat apabila rasio BOPO adalah antara 94,72% sampai dengan 95,92%, dan dikatakan tidak sehat apabila rasio BOPO adalah di atas 95,92.

  2.1.4.6 Net Interest Margin (NIM)

  Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam mengelola aktiva produktif sehingga bisa menghasilkan pendapatan bunga bersih (Rivai et al, 2013: 721). Rasio NIM merupakan ukuran untuk membedakan antara bunga pendapatan yang diperoleh dan jumlah bank yang diberikan kepada pihak penerima pinjaman atau kredit. Rasio ini berlaku pada bank yang menjalankan kegiatan operasionalnya berdasarkan prinsip konvensional, sebab bank konvensional mendapatkan laba melalui bunga atas aktiva-aktiva kredit yang disalurkan bank yang bersangkutan kepada masyarakat dalam bentuk kredit.

  2.1.4.7 Non Performing Loan (NPL)

  Rasio ini menunjukkan kemampuan manajemen bank dalam mengelola kredit bermasalah yang diberikan oleh bank. Kredit dalam hal ini adalah kredit Kredit bermasalah adalah kredit dengan kualitas kurang lancar, diragukan dan macet (Almilia dan Herdiningtyas, 2005: 13). Bank Indonesia menetapkan bahwa rasio NPL suatu bank dikatakan sehat apabila rasio tersebut tidak lebih dari 5%. Semakin tinggi rasio NPL yang dimiliki suatu bank maka semakin rendah tingkat likuiditas bank terhadap dana pihak ketiga. Hal ini dikarenakan sebagian besar dana yang disalurkan bank merupakan dana yang berhasil dihimpun dari pihak ketiga.

2.2 Penelitian Terdahulu

  Berikut ini adalah beberapa penelitian-penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian yang akan dilakukan oleh Peneliti dan merupakan acuan atau pembanding dengan penelitian yang akan dilakukan :

  1. Luciana Spica Almilia dan Winny Herdiningtyas (2005) melakukan penelitian dengan judul “Analisis Rasio CAMEL terhadap Prediksi Kondisi Bermasalah pada Lembaga Perbankan Perioda 2000-2002”. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah rasio Capital Adequacy Ratio (CAR), Aktiva Produktif Bermasalah (APB), Non Performing Loan (NPL), Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif terhadap Aktiva Produktif (PPAPAP), Return

  

on Asset (ROA), Net Interest Margin (NIM), dan Biaya Operasional terhadap

  Pendapatan Operasional (BOPO). Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa rasio-rasio yang dijadikan variabel bebas tersebut memiliki perbedaan antara bank yang sedang bermasalah dengan bank tidak sedang berada pada kondisi

  BOPO yang berpengaruh positif signifikan terhadap kondisi bermasalah bank.

  2. Rizky Ludy (2011) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Pengaruh Rasio CAMEL terhadap Kondisi Bermasalah pada Sektor Perbankan di Indonesia” menggunakan rasio CAR, NPL, ROA, BOPO dan LDR sebagai variabel independen. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rasio CAR berpengaruh negatif signifikan terhadap prediksi kondisi bermasalah, rasio NPL berpengaruh positif tetapi tidak signifikan terhadap prediksi kondisi bermasalah, ROA berpengaruh negatif signifikan terhadap prediksi kondisi bermasalah, rasio BOPO berpengaruh positif tetapi tidak signifikan terhadap prediksi kondisi bermasalah, dan rasio LDR berpengaruh positif tetapi tidak signifikan terhadap prediksi kondisi bermasalah.

  3. Latifa Martharini (2012) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisi Pengaruh Rasio CAMEL dan Size terhadap Prediksi Kondisi Bermasalah pada Perbankan” menggunakan rasio CAR, NPL, NIM, ROA, BOPO, LDR dan Size sebagai variabel independen. Hasil penelitian tersebut adalah rasio CAR, NIM, dan LDR berpengaruh negatif tidak signifikan terhadap prediksi kondisi bermasalah. Rasio NPL, BOPO dan Size berpengaruh positif signifikan terhadap prediksi kondisi bermasalah dan rasio ROA berpengaruh negatif signifikan terhadap prediksi kondisi bermasalah.

  4. Eka Adhi Prasetyo (2011) melakukan penelitian dengan judul “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kondisi Financial Distress Perusahaan Perbankan yang

  

Listing di BEI Tahun 2006-2008” dengan menggunakan rasio keuangan CAR, independen. Hasil penelitian terseut menunjukkan bahwa rasio CAR, NPL, dan BOPO berpengaruh positif dan signifikan terhadap prediksi kondisi bermasalah. Rasio Pemenuhan PPAP dan ROE berpengaruh negatif tetapi tidak signifikan terhadap prediksi kondisi bermasalah. Rasio NIM dan LDR berpengaruh negatif dan signifikan terhadap prediksi kondisi bermasalah.

  Rasio ROA berpengaruh positif tetapi tidak signifikan terhadap prediksi kondisi bermasalah.

  5. FX Sugiyanto, Prasetiono dan Teddy Hariyanto (2002) dalam penelitian yang berjudul “Manfaat Indikator-Indikator Keuangan dalam Pembentukan Model Prediksi Kondisi Kesehatan Perbankan” menggunakan rasio keuangan yang meliputi kekuatan modal, kualitas aset, efesiensi manajemen, profitabilitas dan likuiditas. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rasio-rasio kualitas aset, manajemen, earning power, dan likuiditas mampu menunjukkan pengaruh rasio keuangan terhadap kebangkrutan suatu bank.

  6. Januarti (2002) dalam penelitian yang berjudul “Variabel Proksi CAMEL dan Karakteristik Bank Lainnya untuk Memprediksi Kebangkrutan Bank di Indonesia” menggunakan Equity, Loanta, NIM, ROA, Uncollected, Core,

  Insider , Overhead, Logsize, Holding dan Go-Public sebagai variabel

  independen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rasio yang menjadi variabel independen memiliki perbedanaan antara bank bangkrut dengan bank yang tidak bangkrut. Loanta, ROA dan Insider adalah variabel yang sangat kuat dalam menjelaskan kebangkrutan.

  Kebangkrutan Bank dengan Menggunakan Rasio Keuangan CAMEL dan Size” menggunakan rasio keuangan CAR, ETA, RORA, ALR, NPM, ROA, BOPO, ROE, PBTA, CML, LDR, EATAR sebagai variabel independen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rasio-rasio yang menjadi variabel bebas tersebut memiliki perbedaan secara signifikan pada taraf 5%. Penelitian dilakukan dengan menggunakan rasio-rasio keuangan 2 tahun sebelum bank mengalami kebangkrutan.

  8. Christiana Kurniasari (2013) dalam penelitian yang berjudul “Analisis Pengaruh Rasio CAMEL dalam Memprediksi Financial Distress Perbankan Indonesia” menggunakan rasio keuangan CAR, NPL,ROA, ROE, LDR dan BOPO sebagai variabel independen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rasio CAR, NPL, ROA dan ROE tidak berpengaruh secara signifikan probabilitas

  

financial distress. Sedangkan rasio LDR dan BOPO adalah rasio yang

  menunjukkan pengaruh yang positif dan signifikan terhadap probabilitas financial distress .

  9. Penni Mulyaningrum (2008) melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Rasio Keuangan terhadap Kebangkrutan Bank di Indonesia” dengan menggunakan rasio keuangan CAR, LDR, NPL, BOPO, ROA, ROE dan NIM sebagai variabel independen. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa variabel LDR memiliki pengaruh signifikan terhadap profitabilitas kebangkrutan bank di Indonesia pada taraf 5% namun tidak mempunyai tanda yang sama dengan yang diprediksikan. Sedangkan rasio CAR, NPL, BOPO, ROE dan NIM signifikan. Rasio ROA tidak signifikan dan mempunyai tanda yang berbeda dengan yang diprediksikan.

  10. Reny Sri Harjanti (2009) melakukan penelitian dengan judul “Analisis Pengaruh Rasio Keuangan terhadap Prediksi Kebangkrutan Bank” dengan menggunakan rasio keuangan CAR, NPL, ROA, ROE, NIM, BOPO, dan LDR sebagai variabel independen. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa rasio CAR dan LDR berpengaruh negatif dan tidak signifikan dalam memprediksi kebangkrutan. Rasio ROE memiliki pengaruh negatif tetapi signifikan dalam memprediksi kebangkrutan. Rasio NPL, NIM dan BOPO memiliki pengaruh positif tetapi tidak signifikan dalam memprediksi kebangkrutan. Sedangkan rasio ROA adalah rasio yang memiliki pengaruh positif dan signifikan dalam memprediksi kebangkrutan bank.

2.3 Kerangka Konseptual

  Berdasarkan konsep-konsep dasar teori yang telah dijelaskan di atas, maka rasio-rasio keuangan yang akan digunakan sebagai variabel independen untuk mengetahui rasio mana yang berpengaruh dalam prediksi financial distress dalam penelitian ini adalah rasio keuangan CAR, ROA, ROE, LDR, BOPO, NIM dan NPL. Rasio-rasio tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :

  1. Pengaruh Rasio CAR dalam Memprediksi Financial Distress

  

Capital Adequacy Ratio (CAR) adalah rasio yang menunjukkan kemampuan

  bank dalam menyediakan permodalan untuk keperluan pengembangan usaha dan menampung resiko kerugian dana yang ditimbulkan karena adanya dimilki oleh suatu bank maka semakin rendah kemungkinan bank tersbut berada dalam kondisi bermasalah. Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Eka Adhi Prasetyo (2011: 114) menunjukkan bahwa rasio CAR memiliki pengaruh positif dan signifikan dalam memprediksi kondisi bermasalah bank.

  Luciana Spica Almilia dan Winny Herdiningtyas (2005: 24) juga melakukan penelitian yang sama dan juga menyatakan bahwa rasio CAR memiliki pengaruh positif dan signifikan dalam memprediksi kondisi bermasalah pada bank.

  2. Pengaruh Rasio ROA dalam Memprediksi Financial Distress Rasio Return on Asset (ROA) adalah rasio yang menunjukkan kemampuan bank dalam menghasilkan laba dari total aktiva produktif dalam jangka waktu satu tahun. Semakin tinggi rasio ROA yang dimiliki suatu bank menunjukkan semakin tinggi kemampuan bank dalam menghasilkan laba dari total aktiva produktif dan semakin rendah kemungkinan bank berada dalam keadaan bermasalah. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Reny Sri Harjanti (2009: 23), rasio ROA adalah rasio keuangan yang memiliki pengaruh positif dan signifikan dalam memprediksi kebangkrutan. FX Sugiyanto, Prasetiono dan Teddy Hariyanto (2002: 19) juga melakukan penelitian yang sama dan menyatakan bahwa rasio keuangan yang mewakili earning power memberikan pengaruh terhadap kebangkrutan suatu bank.

  Rasio Return on Equity (ROE) adalah rasio yang mewakili kemampuan bank dalam menghasilkan laba bersih. Semakin tinggi tingkat rasio ROE yang dimiliki suatu bank semakin baik produktivitas modal bank dalam menghasilkan laba. Rasio ROE merupakan indikator penting yang menjadi dasar pertimbangan bagi para investor untuk melihat kemampuan bank dalam menghasil laba bersih. Eka Adhi Prasetyo (2011: 121) melakukan penelitian untuk melihat rasio keuangan yang berpengaruh terhadap prediksi kondisi bermasalah bank dan menemukan bahwa rasio ROE berpengaruh negatif tetapi tidak signifikan dalam memprediksi kondisi bermasalah. Christiana Kurniasari (2013: 66) dalam penelitian yang sama juga menemukan bahwa rasio ROE memiliki pengaruh yang tidak signifikan dalam memprediksi kondisi bermasalah bank.

  4. Pengaruh Rasio LDR dalam Memprediksi Financial Distress

  

Loan to Deposit Ratio (LDR) adalah rasio yang mewakili total kredit yang

disalurkan oleh suatu bank dari total dana yang berhasil dihimpun oleh bank.

  Bank Indonesia menetapkan bahwa suatu bank masuk dalam kategori bank sehat apabila bank tersebut memiliki rasio LDR kurang dari 110%. Hal ini dikarenakan semakin tinggi rasio LDR yang dimiliki suatu bank maka semakin rendah tingkat likuidasi bank tersebut. Dengan demikian semakin tinggi rasio LDR semakin besar kemungkinan bank berada dalam kondisi bermasalah. Latifa Martharini (2012: 72) melakukan penelitian untuk mengetahui rasio keuangan yang memiliki pengaruh terhadap prediksi kondisi bermasalah dan dalam memprediksi kondisi bermasalah. Penelitian yang sama dilakukan oleh Reny Sri Harjanti (2009: 23) dan juga menemukan hasil bahwa rasio LDR memiliki pengaruh negatif tetapi tidak signifikan dalam memprediksi kondisi bermasalah.

  5. Pengaruh Rasio BOPO dalam Memprediksi Financial Distress Rasio Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO) adalah rasio yang mewakili efisiensi dan kemampuan bank dalam melakukan kegiatan operasionalnya. Semakin rendah rasio BOPO yang dimiliki oleh suatu bank menunjukkan tingkat efisiensi dan kinerja manajemen yang semakin baik dalam melakukan kegiatan operasionalnya. Luciana Spica Almilia dan Winny Herdiningtyas (2005: 24) melakukan penelitian untuk melihat rasio keuangan yang mempengaruhi prediksi kondisi bermasalah pada bank dan menemukan hasil bahwa rasio BOPO berpengaruh positif dan signifikan dalam memprediksi kondisi bermasalah pada bank. Penelitian yang sama dilakukan kembali oleh Christiana Kurniasari (2013: 67) dan juga menyatakan bahwa rasio BOPO memiliki pengaruh positif dan signifikan dalam memprediksi kondisi bermasalah.

  6. Pengaruh Rasio NIM dalam Mempediksi Financial Distress Rasio Net Interest Margin (NIM) adalah rasio yang menunjukkan kemampuan bank dalam menghasilkan laba bunga bersih. Bank yang menjalankan kegiatan operasionalnya berdasarkan prinsip konvensional

  NIM yang dimiliki suatu bank menunjukkan bahwa bank tersebut memiliki tingkat aktiva produktif yang baik. Eka Adhi Prasetyo (2011: 119) melakukan penelitian untuk mengetahui rasio keuangan yang memiliki pengaruh terhadap prediksi kondisi bermasalah dan menemukan bahwa rasio NIM memiliki pengaruh negatif tetapi tidak signifikan dalam memprediksi kondisi bermasalah pada bank. Penelitian yang sama juga dilakukan oleh Latifa Martharini (2012: 70) dan juga menemukan bahwa rasio NIM memiliki pengaruh negatif tetapi tidak signifikan dalam memprediksi kondisi bermasalah.

  7. Pengaruh Rasio NPL dalam Memprediksi Financial Distress Rasio Non Performing Loan (NPL) menunjukkan jumlah kredit bermasalah dari total kredit yang dihasilkan oleh disalurkan bank. Kredit dalam hal ini adalah kredit yang disalurkan bank kepada pihak ketiga dan tidak termasuk kredit bank terhadap bank lain. Semakin tinggi rasio NPL yang dimiliki suatu bank semakin besar kemungkinan bank berada dalam kondisi bermasalah karena tingginya resiko kerugian yang akan ditanggung oleh bank akibat kredit macet. Rizky Ludy (2011: 68) melakukan penelitian untuk melihat rasio keuangan yang memiliki pengaruh dalam meprediksi kondisi bermasalah pada bank dan menemukan bahwa rasio NPL memiliki pengaruh yang positif tetapi tidak signifikan dalam memprediksi kondisi bermasalah pada bank. Begitu juga dengan penelitian yang dilakukan oleh Reni Sri Harjanti (2009: 23) yang juga menemukan bahwa rasio NPL memiliki pengaruh yang positif tetapi tidak signifikan dalam memprediksi kondisi bermasalah. penelitian terdahulu maka peneliti membuat kerangka pemikiran sebagai berikut : (+)

  CAR ROA (+)

  ROE (-)

  LDR

  Financial

  (-)

  Distress

  BOPO (+) (-)

  NIM (+)

  NPL

  Sumber: Berbagai jurnal yang diolah

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran

2.4 Hipotesis

  Hipotesis menyatakan jawaban sementara yang menjelaskan hubungan antara dua variabel atau lebih (Sarwono, 2006: 36). Berdasarkan latar belakang masalah, tinjauan teoritis dan penelitian terdahulu maka hipotesis dalam penelitian ini adalah : H1 : Rasio CAR memiliki pengaruh positif terhadap prediksi financial distress bank H2 : Rasio ROA memiliki pengaruh positif terhadap prediksi financial distress bank bank H4 : Rasio LDR memiliki pengaruh negatif terhadap prediksi financial distress bank H5 : Rasio BOPO memiliki pengaruh positif terhadap prediksi financial distress bank H6 : Rasio NIM memiliki pengaruh negatif terhadap prediksi financial distress bank H7 : Rasio NPL memiliki pengaruh positif terhadap prediksi financial distress bank

Dokumen yang terkait

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - Pembuatan Membran Selulosa Bakteri Coating Kitosan - Kolagen Untuk Aplikasi Gtr ( Guide Tissue Regeneration ) Sebagai Pembalut Luka Pada Mencit (Mus Musculus)Secara In Vivo

0 3 26

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Pembuatan Membran Selulosa Bakteri Coating Kitosan - Kolagen Untuk Aplikasi Gtr ( Guide Tissue Regeneration ) Sebagai Pembalut Luka Pada Mencit (Mus Musculus)Secara In Vivo

0 1 9

PEMBUATAN MEMBRAN SELULOSA BAKTERI COATING KITOSAN - KOLAGEN UNTUK APLIKASI GTR ( Guide Tissue Regeneration ) SEBAGAI PEMBALUT LUKA PADA MENCIT (Mus musculus) SECARA IN VIVO SKRIPSI

0 0 13

BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kecerdasan Buatan - Analisis Dan Perancangan Sistem Pakar Untuk Mendiagnosis Penyakit Tanaman Karet Menggunakan Metode Faktor Kepastian (Certainty Factor) Pada Smartphone

0 0 28

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN - Peranan Istri Nelayan Terhadap Pendapatan Keluarga (Kasus : Desa Bagan Serdang, Kecamatan Pantai Labu, Kabupaten Deli Serdang)

0 2 14

BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA PERZINAHAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP) - Perbandingan Tindak Pidana Perzinahan Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Dan Hukum Islam

0 2 23

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Perbandingan Tindak Pidana Perzinahan Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Dan Hukum Islam

0 0 52

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Perdagangan Internasional - Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ketersediaan Kedelai di Indonesia

0 0 30

Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ketersediaan Kedelai di Indonesia

0 0 16

Sampel Pembanding Bank Total Aset (juta Rupiah)

0 0 12