Analisis Penentuan Suku Bunga Dasar Kredit Ritel ( Studi Empiris Pada Bank BUMN Di Indonesia Periode Oktober 2011 – Maret 2013

(1)

SKRIPSI

ANALISIS PENENTUAN SUKU BUNGA DASAR KREDIT RITEL ( STUDI EMPIRIS PADA BANK BUMN DI INDONESIA

PERIODE OKTOBER 2011 – MARET 2013 )

OLEH :

BRANDO PRATENTA GINTING 090501052

PROGRAM STUDI S-1 EKONOMI PEMBANGUNAN DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul “Analisis Penentuan Suku Bunga Dasar Kredit Ritel (studi empiris pada Bank BUMN di Indonesia periode Oktober 2011-Maret 2013)” adalah benar hasil karya tulis saya sendiri yang disusun sebagai tugas akademik guna menyelesaikan beban akademik pada Fakultas Ekonomi Sumatera Utara.

Bagian atau data tertentu yang saya peroleh dari perusahaan atau lembaga, atau yang saya kutip dari hasil karya orang lain telah mendapat izin dan dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan penulisan etika ilmiah.

Apabila kemudian hari ditemukan adanya kecurangan dan plagiat dalam skripsi saya, saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Medan, Oktober 2013 Yang membuat pernyataan,

Brando Pratenta Ginting NIM : 090501052


(3)

ABSTRACT

ANALYSIS DETERMINATION OF THE RETAIL PRIME LENDING RATE ( SOE EMPIRICAL STUDY ON GOVERNMENT BANKS IN INDONESIA

PERIOD OCTOBER 2011 - MARCH 2013)

This research was conducted to determine the factors that influencing the determination of the retail prime lending rate on government bank in Indonesia. The main purpose of this research is to analyze the influence of BI rate and BOPO for the determination of the retail prime lending rate. The data used in this research is a secondary data which the object of this study is the government bank by using the Financial Statements of the period October 2011 - March 2013.

The data in this study is the type of panel data that analyzed using panel data regression of the fixed effect model (FEM) which was considered suitable in this research because the model has a different intercept equations or constant on each individual. Before analyzing the data, first tested for normality and test redundant fixed effect to determine whether the data that normally distributed and used to determine the suitability of the fixed effect model for this research.Further processing of the data were performed using the Eviews 6.

The results showed that simultaneously the BI rate and BOPO variables with significant impact on the retail prime lending rate at 95% confidence level. In addition, from the values shown by the coefficient of determination shows that the BI rate and ROA variables are able to explain the variable the retail prime lending rate amounted to 97,7%.


(4)

ABSTRAK

ANALISIS PENENTUAN SUKU BUNGA DASAR KREDIT RITEL ( STUDI EMPIRIS PADA BANK BUMN DI INDONESIA

PERIODE OKTOBER 2011 – MARET 2013 )

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi penentuan suku bunga dasar kredit ritel pada bank BUMN di Indonesia. Tujuan utama dari dilakukannya penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh BI rate dan BOPO terhadap penentuan suku bunga dasar kredit ritel. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang objek penelitian ini adalah Bank BUMN Persero dengan menggunakan Laporan Keuangan Publikasi periode Oktober 2011 - Maret 2013.

Data didalam penelitian ini merupakan jenis data panel yang dianalisis dengan menggunakan regresi data panel yakni model fixed effect (FEM) yang dinilai sesuai dalam penelitian ini karena model tersebut memiliki intercept persamaan yang berbeda-beda atau tidak konstan pada setiap individu. Sebelum menganalisis data, terlebih dahulu dilakukan uji normalitas dan uji redundant fixed effect untuk mengetahui apakah data yang digunakan berdistribusi normal dan untuk mengetahui kesesuaian model fixed effect terhadap penelitian ini. Selanjutnya pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program Eviews 6.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara simultan variabel BI rate dan BOPO berpengaruh dengan signifikan terhadap variabel suku bunga dasar kredit (SBDK) ritel pada tingkat kepercayaan 95 %. Selain itu dari nilai yang ditunjukkan melalui koefisien determinasi menunjukkan bahwa variabel BI rate dan BOPO mampu memberi penjelasan terhadap variabel suku bunga dasar kredit (SBDK) ritel sebesar 97,7%.


(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Penentuan Suku Bunga Dasar Kredit Ritel ( Studi Empiris Pada Bank BUMN Di Indonesia Periode Oktober 2011 – Maret 2013”. Penulis telah banyak menerima bimbingan, saran, motivasi serta doa dari berbagai pihak selama penulisan skripsi ini..

Pada kesempatan ini penulis juga ingin mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang tulus kepada :

1. Ibu saya Mei Linda Sipayung,M.Si yang tidak pernah lelah memberikan kasih sayang, doa, nasehat hingga saat ini

2. Bapak Prof. Dr. Azhar Maksum, M.Ec.Ac, Ak, selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec, selaku Ketua Departemen dan Bapak Drs. Syahrir Hakim Nasution, SE, M.Si, selaku Sekretaris Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Irsyad Lubis, SE, M.Soc.Sc, Ph.D, selaku Ketua Program Studi S-1 Ekonomi Pembangunan dan Bapak Paidi Hidayat, SE, M.Si, selaku Sekretaris Program Studi S-1 Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.


(6)

5. Ibu Dr. Hasan Basri Tarmizi,SE, selaku Penasehat Akademik yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan selama masa perkuliahan.

6. Bapak Syarief Fauzie, SE, M.Ak, Ak, selaku Dosen Pembimbing saya yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan dan saran dalam menyelesaikan skripsi ini.

7. Yang sangat saya kasihi yaitu kakak saya Juvika Orisa Ginting,BA serta adik yang selalu memberikan doa, semangat serta kasih sayang yang tulus selama ini. Teman-teman yang tidak pernah letih memberikan semangat dan bantuan sepanjang masa perkuliahan serta pengerjaan skripsi ini. Tidak lupa juga untuk semua keluarga dan pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu, terima kasih atas segala bantuan yang telah diberikan selama ini. Penulis menyadari banyak terdapat kekurangan dalam skripsi ini, untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak.

Medan, Oktober 2013 Penulis,

Brando Pratenta Ginting NIM: 090501052


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRACT ... i

ABSTRAK ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang masalah ... 1

1.2. Rumusan masalah ... 9

1.3. Tujuan penelitian ... 9

1.4. Manfaat penelitian ... 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori ... 11

2.1.1. Pengertian Bank ... 11

2.1.2. Fungsi dan Manfaat Bank ... 12

2.1.3. Jenis Bank ... 14

2.1.3.1. Jenis Bank Menurut Fungsinya ... 14

2.1.3.2. Jenis Bank Menurut Kepemilikannya .. 16

2.1.4. Usaha Bank ... 19

2.1.4.1. Bank Sentral ... 19

2.1.4.2. Bank Umum ... 27

2.1.4.3. Bank Perkreditan Rakyat ... 29

2.1.5. Pengertian Suku Bunga ... 29

2.1.6. Suku Bunga Kredit Menurut Jenisnya ... 31

2.1.7. Suku Bunga Dasar Kredit ... 31

2.1.7.1. Komponen SBDK ... 32

2.1.7.2. Penggolongan Jenis Kredit SBDK ... 35

2.1.8. Kriteria Penggolongan Kredit ... 35

2.1.9. Suku Bunga Bank Indonesia ... 35

2.1.9.1.Fungsi BI rate ... 35

2.1.9.2.Penetapan BI rate ... 36

2.1.10. Rasio Rentabilitas ... 37

2.2. Tinjauan Penelitian Terdahulu ... 38

2.3. Hubungan antara BI rate dengan SBDK ... 39

2.4. Hubungan antara BOPO dengan SBDK ... 40

2.5. Kerangka Pemikiran Teoritis ... 40


(8)

BAB III METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian ... 42

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian ... 42

3.3. Batasan Operasional ... 42

3.4. Definisi Operasional ... 43

3.5. Skala Pengukuran Variabel ... 44

3.6. Populasi dan Sampel Penelitian ... 44

3.7. Jenis dan Sumber Data ... 45

3.8. Metode Pengumpulan Data ... 46

3.9. Teknik Analisis Data ... 46

3.9.1. Metode dan Model Analisa Data... 46

3.9.2. Model Regresi Data Panel ... 47

3.9.3. Redundant Fixed Effect Test ... 49

3.9.4. Uji Asumsi Klasik ... 50

3.9.5. Goodnes of Fit Test ... 52

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskriptif Objek Penelitian ... 55

4.2. Analisis Deskriptif... 55

4.2.1. Suku Bunga Dasar Kredit ... 56

4.2.2. BI rate ... 56

4.2.3. BOPO ... 56

4.3. Uji Fixed Effects ... 57

4.4. Uji Asumsi Klasik ... 58

4.5. Interpretasi Hasil Estimasi ... 61

4.6. Goodnes of Fit Test ... 63

4.7. Analisis Pembahasan ... 64

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan... 68

5.2. Saran ... 68

DAFTAR PUSTAKA ... 70


(9)

DAFTAR TABEL

No. Tabel Judul Halaman

1.1 Perkembangan SBDK Ritel BUMN ... 5

2.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu ... 38

3.1 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ... 44

4.1 Analisis Deskriptif ... 55

4.2 Hasil Regresi Model Fixed Effect ... 57

4.3 Hasil Redundant Test pada Fixed Effect ... 58

4.4 Uji Kolmogorov-Smirnov ... 59

4.5 Uji Multikolinearitas ... 60

4.6 Uji Autokorelasi ... 61


(10)

DAFTAR GAMBAR

No. Gambar Judul Halaman

2.1 Tiga Pilar Utama Bank Indonesia ... 20 2.2 Kerangka Konseptual ... 41


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Lampiran Judul Halaman

1 Suku Bunga Dasar Kredit ... 73

2 BOPO ... 74

3 Suku Bunga Bank Indonesia (BI rate) ... 75

4 Metode Common-Constant ... 76

5 Metode Fixed Effect ... 77

6 Redundant Fixed Effect Test ... 78

7 Metode Random Effect ... 78


(12)

ABSTRACT

ANALYSIS DETERMINATION OF THE RETAIL PRIME LENDING RATE ( SOE EMPIRICAL STUDY ON GOVERNMENT BANKS IN INDONESIA

PERIOD OCTOBER 2011 - MARCH 2013)

This research was conducted to determine the factors that influencing the determination of the retail prime lending rate on government bank in Indonesia. The main purpose of this research is to analyze the influence of BI rate and BOPO for the determination of the retail prime lending rate. The data used in this research is a secondary data which the object of this study is the government bank by using the Financial Statements of the period October 2011 - March 2013.

The data in this study is the type of panel data that analyzed using panel data regression of the fixed effect model (FEM) which was considered suitable in this research because the model has a different intercept equations or constant on each individual. Before analyzing the data, first tested for normality and test redundant fixed effect to determine whether the data that normally distributed and used to determine the suitability of the fixed effect model for this research.Further processing of the data were performed using the Eviews 6.

The results showed that simultaneously the BI rate and BOPO variables with significant impact on the retail prime lending rate at 95% confidence level. In addition, from the values shown by the coefficient of determination shows that the BI rate and ROA variables are able to explain the variable the retail prime lending rate amounted to 97,7%.


(13)

ABSTRAK

ANALISIS PENENTUAN SUKU BUNGA DASAR KREDIT RITEL ( STUDI EMPIRIS PADA BANK BUMN DI INDONESIA

PERIODE OKTOBER 2011 – MARET 2013 )

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi penentuan suku bunga dasar kredit ritel pada bank BUMN di Indonesia. Tujuan utama dari dilakukannya penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh BI rate dan BOPO terhadap penentuan suku bunga dasar kredit ritel. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang objek penelitian ini adalah Bank BUMN Persero dengan menggunakan Laporan Keuangan Publikasi periode Oktober 2011 - Maret 2013.

Data didalam penelitian ini merupakan jenis data panel yang dianalisis dengan menggunakan regresi data panel yakni model fixed effect (FEM) yang dinilai sesuai dalam penelitian ini karena model tersebut memiliki intercept persamaan yang berbeda-beda atau tidak konstan pada setiap individu. Sebelum menganalisis data, terlebih dahulu dilakukan uji normalitas dan uji redundant fixed effect untuk mengetahui apakah data yang digunakan berdistribusi normal dan untuk mengetahui kesesuaian model fixed effect terhadap penelitian ini. Selanjutnya pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program Eviews 6.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara simultan variabel BI rate dan BOPO berpengaruh dengan signifikan terhadap variabel suku bunga dasar kredit (SBDK) ritel pada tingkat kepercayaan 95 %. Selain itu dari nilai yang ditunjukkan melalui koefisien determinasi menunjukkan bahwa variabel BI rate dan BOPO mampu memberi penjelasan terhadap variabel suku bunga dasar kredit (SBDK) ritel sebesar 97,7%.


(14)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Industri perbankan telah mengalami perubahan besar dalam beberapa tahun terakhir mulai dari praderegulasi sampai pascaderegulasi. Pengklasifikasian perbankan sesusai dengan jenis, kepemilikkan, kegiatan usaha, pembentukkan uang giral serta sistem organisasinya. Lembaga keuangan dibagi menjadi lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan bukan bank yang masing-masing memiliki tugas dan fungsinya sendiri-sendiri. Dan untuk menciptakan perbankan yang sehat, kuat dan efisien maka diperlukan arsitektur perbankan indonesia. Data statistik perbankan tanah air yang dirilis Bank Indonesia, 15 Agustus 2011, menyebutkan bahwa total aset bank-bank umum nasional di triwulan I – 2011 naik sebesar 19,2% dibanding periode yang sama tahun 2010, menjadi Rp. 3.195,11 Triliun. Laba bersih mencapai sebesar Rp. 37,096 Triliun, meningkat 26,4% dibandingkan periode yang sama di tahun 2010 yang lalu. Demikian pula dari segi rasio-rasio keuangan.

Menghadapi badai krisis global (1998, 2008, dan krisis Eropa 2011) fungsi intermediasi perbankan terus berjalan dengan baik dan industri perbankan di Indonesia memiliki daya tahan yang kokoh serta menunjukkan prestasi yang baik. Namun demikian dalam rangka membangun industri perbankan di tanah air yang kuat, perbankan Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan. Tantangan tersebut terutama berasal dari meningkatnya kebutuhan produk dan layanan


(15)

perbankan yang dibutuhkan nasabah dan persaingan makin ketat serta penetrasi layanan perbankan di Indonesia yang belum mampu mengimbangi pertumbuhan ekonominya, sehingga margin keuntungan khususnya dari pendapatan bunga makin menurun.

Dalam kegiatannya terdapat tiga pemain dalam dunia perbankan, yaitu bank, deposan, dan peminjam. Deposan menyimpan uangnya di Bank dengan harapan memperoleh return berupa bunga atas uang yang dipinjamkannya kepada Bank. Selanjutnya Bank akan menawarkan uang tersebut kepada peminjam dalam bentuk kredit dalam rangka memperoleh pendapatan bunga. Tingkat suku bunga yang ditetapkan Bank kepada peminjam akan lebih tinggi dari pada tingkat suku bunga yang ditetapkan Bank kepada deposan. Suku bunga yang dikenakan bank atas uang yang ditawarkan disebut suku bunga kredit. Sedangkan suku bunga yang ditetapkan bank kepada deposan disebut suku bunga deposito.

Sebagian besar laba yang dihasilkan oleh bank berasal dari kredit yang telah disalurkan kepada masyarakat, yaitu dalam bentuk bunga kredit. Penentuan tingkat suku bunga kredit tidak hanya penting bagi perbankan tetapi juga perekonomian, untuk mengatur tingkat bunga perbankan nasional, bank sentral salah satunya menggunakan instrumen penentuan tingkat bunga acuan dalam hal ini adalah bank Indonesia rate. Bank Indonesia rate merupakan suku bunga kebijakan BI yang menjadi acuan suku bunga di pasar uang. Secara umum, jika suku bunga kredit naik maka bank akan semakin berminat menawarkan uang. Disisi lain, tingkat suku bunga kredit akan mempengaruhi keputusan konsumen


(16)

dalam mencari fasilitas pinjaman. Konsumen yang rasional akan memilih bank yang menetapkan tingkat suku bunga kredit terendah (Kusumastuti, 2005).

Bank Indonesia mulai 31 Maret 2011 mewajibkan perbankan untuk mengumumkan suku bunga dasar kredit (SBDK) secara luas ke masyarakat. SBDK adalah suku bunga terendah yang digunakan sebagai dasar bagi bank dalam penentuan suku bunga kredit yang dikenakan kepada nasabah bank. Kebijakan itu dilakukan untuk meningkatkan transparansi mengenai produk perbankan. Pengaturan ini akan meningkatkan tata kelola yang baik dan menjadi sasaran untuk mendorong kompetisi yang sehat dalam industri perbankan melalui terciptanya disiplin pasar yang lebih baik.

Transparansi juga akan meningkatkan perlindungan konsumen karena dapat membentuk level of playing field yang sama antara bank dan nasabah/masyarakat, sehingga biaya dan risiko produk kredit perbankan akan semakin mudah dipahami guna mendukung pengambilan keputusan kredit yang lebih baik oleh nasabah. BI juga menjelaskan, perhitungan SBDK (prime lending rate) yang merupakan hasil perhitungan dari tiga komponen, yaitu (a) harga pokok dana untuk kredit atau (HPDK), (b) biaya overhead yang dikeluarkan bank dalam proses pemberian kredit dan (c) margin keuntungan (profit margin) yang ditetapkan untuk aktivitas perkreditan.

SBDK dipublikasikan kepada masyarakat dalam bentuk angka akhir berdasarkan hasil perhitungan komponen SBDK untuk 3 (tiga) jenis kredit yakni kredit korporasi, kredit retail dan kredit konsumsi (KPR dan non KPR). Kredit konsumsi Non KPR tidak termasuk penyediaan dana melalui kartu kredit dan


(17)

kredit tanpa agunan. Adapun definisi dari 3 (tiga) jenis kredit tersebut adalah definisi yang digunakan oleh internal setiap bank. Pengaturan ini akan meningkatkan tata kelola yang baik dan menjadi sasaran untuk mendorong kompetisi yang sehat dalam industri perbankan melalui terciptanya disiplin pasar yang lebih baik. SBDK belum memperhitungkan komponen premi risiko yang besarnya tergantung dari penilaian bank terhadap risiko masing-masing debitur. Dengan demikian, besarnya suku bunga kredit yang dikenakan kepada debitur belum tentu sama dengan SBDK.

Kriteria bank yang wajib mempublikasikan SBDK adalah Bank yang pada dan/atau setelah tanggal 28 Februari 2011 berdasarkan posisi Laporan Bulanan Bank Umum (LBU) mempunyai total aset Rp.10.000.000.000.000,00 (sepuluh triliun rupiah) atau lebih wajib melakukan publikasi informasi SBDK dalam rupiah melalui: (i) papan pengumuman di setiap kantor bank, (ii) halaman utama website bank, dalam hal bank memiliki website, dan (iii) surat kabar bersamaan dengan pengumuman.

Dengan fakta ini dapat dikatakan SBDK mencerminkan kondisi bank yang sebenarnya bukan berdasarkan hasil kesepakatan atau perbandingan dengan bank lain. Belum lagi pada saat penetapan suku bunga kredit, bank juga melakukan benchmarking atau analisis terhadap pihak kreditor. Tak dapat disangkal bahwa pada kenyataan bank-bank berkompetisi agar suku bunga yang ditetapkan bank dapat bersaing dan menarik bagi masyarakat, sehingga dapat terjadi suku bunga suatu bank dengan bank yang lain besarannya relatif sama. Bank yang tidak melakukan publikasi informasi SBDK, dikenakan sanksi administratif


(18)

sebagaimana diatur dalam Pasal 12 Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/6/PBI/2005 tentang Transparansi Informasi Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah.

Berikut ini merupakan data mengenai SBDK Ritel Bank BUMN Januari-Juni 2013.

Tabel 1.1

Perkembangan SBDK Ritel BUMN Januari -Juni 2013

Nama Bank

Tahun 2013

Suku Bunga Dasar Kredit (%) Januari Pebruari Maret April Mei Juni

PT BANK MANDIRI 12,00 12,00 12,00 12,00 12,00 11,75

PT BANK RAKYAT INDONESIA. 11,50 11,50 11,50 11,50 11,50 11,75

PT BANK NEGARA INDONESIA 11,60 11,60 11,60 11,60 11,60 12,95

PT BANK TABUNGAN NEGARA 10,25 10,25 10,25 10,25 10,25 10,68

Tabel 1.1. menunjukkan bahwa kondisi SBDK ritrel bank BUMN bulan Januari sampai dengan Juni 2013 relatif konstan dan mengalami kenaikan pada bulan Juni 2013. SBDK tersebut di atas belum memperhitungkan komponen premi risiko yang besarnya tergantung dari penilaian bank terhadap risiko masing-masing debitur/kelompok debitur seperti jumlah, jangka waktu, risiko, hingga proyek yang dibiayai. Suku bunga kredit di kisaran 10-15 persen, level tersebut masih lebih tinggi dibanding di China dan Thailand yang berkisar 4-8 persen. Kondisi bunga kredit yang tinggi saat ini, memberikan profit atau pendapatan bagi kalangan perbankan. Namun sebaliknya menjadi salah satu faktor penghambat bagi pelaku ekonomi yang bertindak sebagai debitur.

Pendapatan perbankan dari bunga kredit dalam operasionalnya dipengaruhi oleh biaya oprasional (BOPO) bank. BOPO merupakan kelompok


(19)

rasio yang mengukur efisiensi dan efektivitas operasional suatu perusahaan dengan jalur membandingkan satu terhadap lainnya (Dendawijaya, 2005). Semakin rendah BOPO berarti semakin efisien bank tersebut dalam mengendalikan biaya operasionalnya, dengan adanya efisiensi biaya maka keuntungan yang diperoleh bank akan semakin besar (Riyadi, 2006).

Menurut Laporan Bank Indonesia (BI), per akhir Januari 2013, rasio BOPO sebagai indikator tingkat efisiensi perbankan adalah 75,40% dimana rasio idealnya BOPO 70%-80%. Angka ini mengalami penurunan atas rasio BOPO pada akhir 2011 sebesar 85,34%. Penurunan BOPO terjadi pada hampir semua kelompok bank. Demikian juga dengan rata-rata suku bunga kredit pada triwulan IV-2012, untuk tiap jenis penggunaan mengalami penurunan.

Meski suku bunga kredit mulai turun, sektor ritel usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) masih mengeluhkan beratnya pembiayaan usaha dari perbankan. UMKM menilai suku bunga perbankan sekarang masih relatif tinggi. Bunga kredit merupakan salah satu dari banyak biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan, jika bunga kredit turun maka akan berdampak terhadap efisiensi biaya operasional dan bertambahnya laba perusahaan. Bank berperan penting sebagai penyedia dana bagi dunia usaha dan dunia industri, sehingga besarnya bunga kredit yang ditetapkan oleh bank mempengaruhi aktivitas dunia usaha dan dunia industri. Menurut Santoso (2011) selaku Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan Bank Indonesia (BI) rata-rata suku bunga kredit ritel masih cukup tinggi karena biasanya ritel ini membutuhkan cost yang lebih tinggi dan membutuhkan tenaga kerja yang banyak.


(20)

Dalam periode enam tahun terakhir, dari tahun 2007–2012, jumlah gerai ritel modern di Indonesia mengalami pertumbuhan rata-rata 17,57% per tahun. Pada tahun 2007, jumlah usaha ritel di Indonesia masih sebanyak 10.365 gerai, kemudian pada tahun 2011 mencapai 18.152 gerai tersebar di hampir seluruh kota di Indonesia. Pertumbuhan jumlah gerai tersebut tentu saja diikuti dengan pertumbuhan penjualan. Menurut Asosiasi Perusahaan Ritel Indonesia (Aprindo), pertumbuhan bisnis ritel di Indonesia antara 10%–15% per tahun. Penjualan ritel pada tahun 2006 sebesar Rp.49 triliun, dan meningkat hingga mencapai Rp.120 triliun pada tahun 2011. Sedangkan pada tahun 2012, pertumbuhan ritel diperkirakan masih sama, yaitu 10%–15%, atau mencapai Rp138 triliun. Jumlah pendapatan terbesar merupakan kontribusi dari hipermarket, kemudian disusul oleh minimarket dan supermarket.

Menurut Ma’ruf (2006) pertumbuhan bisnis ritel, terutama bisnis ritel modern, saat ini semakin berkembang dengan pesat di Indonesia. Bisnis ritel memainkan peranan penting dalam perekonomian sebuah negara. Perekonomian negara tertolong dengan adanya bisnis ritel ketika terjadi krisis moneter pada akhir tahun 1997 di Indonesia. Bisnis ritel merupakan salah satu sektor utama perekonomian negara yang menghasilkan keuntungan besar di berbagai negara, termasuk negara-negara industri maju seperti Prancis, Inggris, Jepang dan Amerika Serikat.

Fenomena yang dijabarkan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa tidak setiap kejadian empiris sesuai dengan teori yang ada. Hal ini diperkuat oleh adanya research gap dalam penelitian-penelitian terdahulu. Seperti penelitian


(21)

yang dilakukan oleh Darna (2012), mengungkapkan kenaikan atau penurunan BI rate tidak berhubungan dengan penurunan SBDK namun SBDK berhubungan dengan kenaikan atau penurunan BOPO walaupun sangat rendah dan besarnya SBDK bukan hanya dipengaruhi oleh BI rate dan besarnya BOPO atau efisiensi biaya operasi bank, namun dipengaruhi juga oleh faktor lainnya seperti harapan perolehan keuntungan dari bank, persaingan dan lain-lain. Penurunan tingkat SBDK akan berdampak terhadap perekonomian khususnya di skala mikro yang pada akhirnya juga akan berpengaruh terhadap skala makro.

Ketika BI rate mengalami kenaikan maka bunga pinjaman ataupun simpanan di bank dan lembaga keuangan yang lain juga ikut naik. Rate yang dikeluarkan oleh BI bukan merupakan peraturan melainkan hanya sebuah rujukan, sehingga tidak mengikat maupun memaksa. Sementara bagi BI sendiri, BI rate adalah suku bunga bagi Sertifikat Bank Indonesia (SBI), yang disalurkan ke bank-bank. Ketika BI rate naik, maka para bank menyimpan dana mereka di BI dalam bentuk SBI, dan akan menerima bunga per tahun. Artinya jika BI rate dinaikkan, Bank akan cenderung lebih memilih menyimpan dana tabungan nasabahnya di BI daripada disalurkan kepada masyarakat dalam bentuk pinjaman atau kredit karena khawatir terhadap risiko kredit macet. Keadaan ini akan berbahaya terhadap perekonomian yang akan mengalami stagnasi.

Tingkat suku bunga pada dasarnya merupakan refleksi dan kekuatan permintaan dan penawaran dana. Dengan demikian tingkat suku bunga mencerminkan tingkat kelangkaan atau kecukupan dana di masyarakat. Selain itu, tingkat suku bunga mempunyai kaitan yang cukup erat dengan berbagai indikator


(22)

ekonomi lainnya. Di sisi internal tingkat suku bunga berkaitan dengan inflasi, permintaan dalam negeri dan nilai tukar rupiah. Dalam lingkup eksternal tingkat suku bunga sangat berperan terhadap arus modal masuk dan keluar. Oleh karena itu upaya pengendalian tingkat suku bunga yang dilakukan harus selalu memperhatikan keseimbangan berbagai faktor.

Berdasarkan fenomena dan hasil penelitian terdahulu di atas, maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai “Analisis Penentuan Suku Bunga Dasar Kredit Ritel” (Studi Empiris pada Bank BUMN Indonesia Periode Oktober 2011-Maret 2013).

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan sebelumnya, peneliti merumuskan masalah penelitian sebagai berikut:

1. Apakah secara parsial BI rate dan BOPO berpengaruh terhadap SBDK ritel Bank BUMN di Indonesia ?

2. Apakah secara simultan BI rate dan BOPO berpengaruh terhadap SBDK ritel Bank BUMN di Indonesia ?

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai berdasarkan perumusan masalah di atas adalah untuk :

1. Mengetahui pengaruh BI rate dan BOPO terhadap SBDK ritel Bank BUMN di Indonesia secara parsial.

2. Mengetahui pengaruh BI rate dan BOPO terhadap SBDK ritel Bank BUMN di Indonesia secara simultan.


(23)

1.4. Manfaat Penelitian

Adapun penilitian ini diharapkan memberikan manfaat sebagai berikut :. 1. Bagi peneliti

Sebagai wadah mengaplikasikan ilmu pengetahuan dan teori yang telah dipelajari selama kuliah, serta menambah wawasan pengetahuan mengenai faktor-faktor yang berpengaruh terhadap SBDK ritel.

2. Bagi manajemen perusahaan

Sebagai bahan pertimbangan bagi perusahaan dalam mengaplikasikan variable-variabel penelitian ini untuk membantu meningkatkan minat para investor untuk melakukan investasi pada perusahaan ritel.

3. Bagi calon investor

Dengan adanya kajian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai pertimbangan pada saat melakukan invesatasi pada sebuah perusahaan.

4. Bagi akademisi

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam pengembangan teori mengenai BI rate dan BOPO serta pengaruhnya terhadap SBDK ritel.

5. Bagi peneliti selanjutnya

Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan referensi dan sumber informasi dalam melakukan penelitian sejenis dengan menambahkan variabel lain.


(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori

2.1.1. Pengertian Bank

Pengertian bank umum menurut Undang-Undang No. 10 tahun 1998 adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegaiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Sedangkan pengertian bank umum menurut Peraturan Bank Indonesia No. 9/7/PBI/2007 adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Jasa yang diberikan oleh bank umum bersifat umum, artinya dapat memberikan seluruh jasa perbankan yang ada. Bank umum sering disebut bank komersial (commercial bank).

Menurut Kuncoro (2002), bank adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya adalah menghimpun dana dan menyalurkan kembali dana tersebut ke masyarakat dalam bentuk kredit serta memberikan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran dan peredaran uang. Menurut Very Stuart (dalam Suyatno, 1993), bank adalah suatu badan yang bertujuan untuk memuaskan kebutuhan kredit, baik dengan alat-alat pembayarannya sendiri atau dengan uang yang diperolehnya dari orang lain, maupun dengan jalan memperedarkan alat-alat penukar baru berupa uang giral.


(25)

2.1.2. Fungsi dan Manfaat Bank

Fungsi utama bank sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat. Secara lebih spesifik fungsi bank adalah sebagai berikut:

a. Agent of trust

Dasar utama dari suatu bank adalah kepercayaan atau dengan kata lain adalah trust. Masyarakat yang meyimpan dana kepada bank berarti mereka memiliki rasa kepercayaan terhadap bank tersebut. Bank yang dipercaya oleh masyarakat hendaknya dapat menjaga dan memelihara dana-dana masyarakat yang dipercayakan kepadanya. Selain itu, bank juga harus memberikan kenyamanan dan keamanan bagi nasabah dengan begitu nasabah akan mendapatkan kepuasan atas pelayanan bank tersebut. Begitu pula antara pihak bank dan para debitur, dana-dana yang cair menandakan bahwa pihak bank percaya kepada debitur tersebut. Oleh karena itu debitur harus dapat mengelola dana yang diberikan oleh bank dengan sebaik mungkin.

b. Agent of Development

Berkaitan dengan sektor moneter dengan sektor riil. Antara sektor moneter dan sektor riil yang terdapat dalam masyarakat keduanya tidak dapat dipisahkan, sektor-sektor tersebut saling berinteraksi. Sektor riil tidak akan berjalan dengan baik apabila sektor monetrnya tidak berjalan baik pula. Dalam hal ini tugas bank sebagai penghimpun dan penyalur dana sangat dibutuhkan untuk kelancaran kegiatan ekonomi di sektor riil. Kegiatan bank tersebut memungkinkan masyarakat mempunyai keinginan untuk investasi, distribusi, dan jasa komunikasi barang dan jasa. Mengingat semua kegunaan tersebut selalu berkaitan dengan


(26)

penggunaan uang, kelancaran kegiatan investasi, distribusi, dan komunikasi ini tidak lain adalah kegiatan pembangunan perekonomian masyarakat.

c. Agent of services

Selain melakukan kegiatan penghimpunan dan penyaluran dana, bank juga memberikan penawaran jasa-jasa yang ditawarkan bank ini erat kaitannya dengan kegiatan perekonomian masyarakat secara umum, jasa-jasa ini antara lain dapat berupa pengiriman uang, pemberian jaminan bank, jasa penitipan barang berharga dan lain-lain.

Adapun bank tentunya memberikan manfaat bagi banyak pihak, manfaat tersebut antara lain

1. Sebagai model investasi yaitu transaksi derivatif dapat dijadikan sebagai salah satu model berinvestasi. Walaupun pada umumnya merupakan jenis investasi jangka pendek (yield enhancement).

2. Sebagai cara lindung nilai yaitu transaksi derivatif dapat berfungsi sebagai salah satu cara untuk menghilangkan risiko dengan jalan lindung nilai (hedging), atau disebut juga sebagai risk management.

3. Informasi harga yaitu transaksi derivatif dapat berfungsi sebagai sarana mencari atau memberikan informasi tentang harga barang komoditi tertentu dikemudian hari (price discovery).

4. Fungsi spekulatif yaitu transaksi derivatif dapat memberikan kesempatan spekulasi (untung-untungan) terhadap perubahan nilai pasar dari transaksi derivatif itu sendiri.


(27)

5. Fungsi manajemen produksi berjalan dengan baik dan efisien yaitu transaksi derivatif dapat memberikan gambaran kepada manajemen produksi sebuah produsen dalam menilai suatu permintaan dan kebutuhan pasar di masa mendatang. Terlepas dari fungsi-fungsi perbankan (bank) yang utama atau turunannya, maka yang perlu diperhatikan untuk dunia perbankan, ialah tujuan secara filosofis dari eksistensi bank di Indonesia. Hal ini sangat jelas tercermin dalam Pasal empat (4) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 yang menjelaskan bahwa perbankan Indonesia bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional ke arah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak. Meninjau lebih dalam terhadap kegiatan usaha bank, maka bank (perbankan) Indonesia dalam melakukan usahanya harus didasarkan atas asas demokrasi ekonomi yang menggunakan prinsip kehati-hatian. Hal ini jelas tergambar, karena secara filosofis bank memiliki fungsi makro dan mikro terhadap proses pembangunan bangsa. 2.1.3. Jenis bank

2.1.3.1. Jenis Bank Menurut Fungsinya a. Bank sentral

Bank Sentral yang independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya dimulai ketika sebuah undang-undang baru, yaitu UU No. 23/1999 tentang Bank Indonesia, dinyatakan berlaku pada tanggal 17 Mei 1999 dan sebagaimana telah diubah dengan


(28)

lembaga negara yang independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, bebas dari campur tangan pemerintah dan atau pihak lain, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam undang-undang ini.

Bank Indonesia mempunyai otonomi penuh dalam merumuskan dan melaksanakan setiap tugas dan wewenangnya sebagaimana ditentukan dalam undang-undang tersebut. Pihak luar tidak dibenarkan mencampuri pelaksanaan tugas Bank Indonesia, dan Bank Indonesia juga berkewajiban untuk menolak atau mengabaikan intervensi dalam bentuk apapun dari pihak manapun juga. Status dan kedudukan yang khusus tersebut diperlukan agar Bank Indonesia dapat melaksanakan peran dan fungsinya sebagai otoritas moneter secara lebih efektif dan efisien. Bank Indonesia adalah lembaga negara yang independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, bebas dari campur tangan pemerintah dan atau pihak lain, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam undang-undang.

b. Bank Umum

Bank umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usahanya secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran (UU No.10 Tahun 1998).

c. Bank Perkreditan Rakyat

Bank perkreditan rakyat adalah bank yang melaksanakan kegiatan usahanya secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.


(29)

2.1.3.2. Jenis Bank Menurut Kepemilikannya a. Bank Persero (Bank Pemerintah)

Bank persero atau juga sering disebut bank BUMN, pada awalnya masing-masing didirikan dengan undang-undang tersendiri mengenai bidang tugas masing-masing bank. Dalam kegiatan operasionalnya, bank persero tetap tunduk pada undang-undang tentang perbankan. Siamat (2005) mengemukakan bahwa Bank Persero, atau sering juga disebut bank pemerintah, adalah bank umum yang secara mayoritas sahamnya dimiliki pemerintah.

Dari pengertian tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa bank persero merupakan bank yang kepemilikan sahamnya dikuasai oleh pemerintah. Bank -bank yang termasuk ke dalam kelompok -bank persero adalah Bank Negara Indonesia, Bank Mandiri, Bank Rakyat Indonesia, Bank Tabungan Negara.

b. Bank Umum Swasta Nasional

Bank umum swasta nasional adalah bank yang berbadan hukum Indonesia, yang sebagian atau seluruh modalnya dimiliki oleh warga negara Indonesia dan atau badan hukum Indonesia. Sesuai dengan pengertian di atas, dapat dijelaskan kembali bahwa bank jenis ini, seluruh atau sebagian besarnya dimiliki oleh swasta nasional serta akte pendiriannya pun didirikan oleh swasta, begitu pula pembagian keuntungannya untuk keuntungan swasta pula (Siamat 2005). Contoh bank milik swasta nasional adalah Bank Muamalat, Bank Danamon, Bank Bumi Putera, Bank Lippo, Bank Niaga, Bank Duta, Bank Nusa Internatsional, Bank Internasional Indonesia, Bank Universal dan bank lainnya.


(30)

c. Bank Asing

Menurut Kasmir (2008) menerangkan bahwa bank jenis ini merupakan cabang dari bank yang ada di luar negeri, bank milik swasta asing atau pemerintah asing. Bank asing merupakan bank milik negara di luar Indonesia yang membuka cabang di Indonesia. Pemberian pelayanan jasa-jasa dalam kegaiatan operasional bank asing pada prinsipnya tidak memiliki perbedaan signifikan dengan bank-bank umum swasta nasional, kecuali dalam hal pembatasan pembukaan kantor di wilayah tertentu di Indonesia.

Selain itu, bank asing tidak diperkenankan menerima simpanan dari masyarakat dalam bentuk tabungan. Segmen usaha bank asing yang ditekuni terutama adalah segmen korporasi atau corporate banking. Ciri lain dari kegiatan bank asing ini adalah penyediaan jasa di bidang investment bank yang menawarkan jasa-jasa di pasar modal. Contoh bank asing seperti City Bank, Hongkong and Shanghai Bank Corporation, American Express Bank, Bangkok Bank, Bank of Tokyo.

d. Bank Pemerintah Daerah

Bank pemerintah daerah (BPD) merupakan bank-bank umum yang dimiliki oleh pemerintah daerah, baik akte pendirian maupun modalnya serta keuntungannya dimiliki oleh pemerintah daerah pula. Menurut Siamat (2005) bank-bank umum milik pemerintah daerah adalah Bank-bank Pembangunan Daerah yang pendiriannya didasarkan pada Undang-undang No.13 tahun 1962. Dengan diundangkannya Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 yang telah diubah dengan adanya Undang-undang Nomor 10 tahun 1998, BPD tersebut harus


(31)

memilih dan menetapkan badan hukumnya apakah menjadi Perseroan Terbatas, Koperasi, atau Perusahaan Daerah sebagaimana diamanatkan dalam undang-undang tersebut di atas.

Pada dasarnya bank umum pemerintah dengan bank pemerintah daerah adalah sama, hanya saja yang membedakan keduanya yaitu kepemilikannya, bank umum pemerintah dimiliki oleh pemerintah secara nasional sedangkan bank pemerintah daerah (BPD) dimiliki oleh pemerintah daerah tingkat I dan tingkat II masing-masing propinsi. Adapun contoh bank pemerintah daerah yang ada di Indonesia, diantaranya adalah Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat (Bank Jabar), Bank Pembangunan Daerah DKI Jakarta, Bank Pembangunan Daerah Jawa Tengah.

e. Bank Campuran

Kegiatan usaha bank campuran pada prinsipnya tidak berbeda dengan apa yang dilakukan oleh bank umum swasta nasional, bank umum persero, atau bank pemerintah. Dari sudut kegiatan penghimpunan dana (funding), sumber dana bank campuran terutama berasal dari simpanan berjangka (time deposits) dan giro (demand deposits). Kegiatan memobilisasi dana melalui tabungan (saving deposits) tidak diperkenankan dilakukan oleh bank campuran. Selanjutnya, kegiatan penyaluran dana terutama dilakukan dengan memberikan pembiayaan usaha perdagangan internasional (international financing) dan kredit bagi sektor-sektor industri dan produksi.

Berdasarkan pendapat di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa pada dasarnya aktivitas bank campuran tidak berbeda dengan jenis bank-bank lainnya.


(32)

Kegiatan operasional bank campuran meliputi kegiatan yang terjadi di bank-bank lain yaitu menghimpun dana kemudian menyalurkannya dalam bentuk pembiayaan usaha perdagangan internasional dan kredit. Perbedaannya terletak pada kegiatan menghimpun dana, bank campuran tidak diperkenankan untuk menghimpun dana dalam bentuk tabungan. Contoh bank campuran diantaranya adalah PT. ANZ Bank, PT. Bank Commonwealth, PT. Bank Finconesia, PT. ING Indonesia Bank.

2.1.4. Usaha Bank 2.1.4.1.Bank Sentral

Dalam kapasitasnya sebagai bank sentral, Bank Indonesia mempunyai satu tujuan tunggal, yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Kestabilan nilai rupiah ini mengandung dua aspek, yaitu kestabilan nilai mata uang terhadap barang dan jasa, serta kestabilan terhadap mata uang negara lain.

Aspek pertama tercermin pada perkembangan laju inflasi, sementara aspek kedua tercermin pada perkembangan nilai tukar rupiah terhadap mata uang negara lain. Perumusan tujuan tunggal ini dimaksudkan untuk memperjelas sasaran yang harus dicapai Bank Indonesia serta batas-batas tanggung jawabnya. Dengan demikian, tercapai atau tidaknya tujuan Bank Indonesia ini kelak akan dapat diukur dengan mudah. Untuk mencapai tujuan tersebut Bank Indonesia didukung oleh tiga pilar yang merupakan tiga bidang tugasnya.


(33)

Gambar 2.1 Tiga Pilar Utama Bank Indonesia

Ketiga bidang tugas tersebut perlu diintegrasi agar tujuan mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah dapat dicapai secara efektif dan efisien anatara lain,yaitu :

1. Menetapkan dan Melaksanakan Kebijakan Moneter

Sebagai otoritas moneter, Bank Indonesia menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Arah kebijakan didasarkan pada sasaran laju inflasi yang ingin dicapai dengan memperhatikan berbagai sasaran ekonomi makro lainnya, baik dalam jangka pendek, menengah, maupun panjang. Implementasi kebijakan moneter dilakukan


(34)

dengan menetapkan suku bunga (BI rate). Perkembangan indikator tersebut dikendalikan melalui piranti moneter tidak langsung, yaitu menggunakan operasi pasar terbuka, penentuan tingkat diskonto, dan penetapan cadangan wajib minimum bagi perbankan. Pendekatan pegendalian moneter secara tidak langsung ini telah dilakukan sejak 1983 dengan mekanisme operasional yang disesuaikan dengan dinamika perkembangan pasar uang di dalam negeri.

a. Operasi Pasar Terbuka

Operasi Pasar Terbuka (OPT) dilaksanakan untuk mempengaruhi likuiditas rupiah di pasar uang, yang pada gilirannya akan mempengaruhi tingkat suku bunga. OPT dilakukan melalui dua cara, yaitu melalui penjualan Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan Intervensi Rupiah.

Penjualan SBI dilakukan melalui lelang sehingga tingkat diskonto yang terjadi benar-benar mencerminkan kondisi likuiditas pasar uang. Sedangkan kegiatan intervensi rupiah dilakukan oleh Bank Indonesia untuk menyesuaikan kondisi pasar uang, baik likuiditas maupun tingkat suku bunga.

b. Penetapan Cadangan Wajib Minimum

Kebijakan ini mewajibkan setiap bank mencadangkan sejumlah aktiva lancar yang besarnya adalah persentasi tertentu dari kewajiban segeranya. Saat ini, kebijakan ini tertuang dalam ketentuan Giro Wajib Minimum (GWM) sebesar 5% dari dana pihak ketiga yang diterima bank, yang wajib dipelihara dalam rekening bank yang bersangkutan di Bank


(35)

Indonesia. Apabila Bank Indonesia memandang perlu untuk mengetatkan kebijakan moneter maka cadangan wajib tersebut dapat ditingkatkan, dan demikian pula sebaliknya.

c. Peran sebagai Lender of The Last Resort

Bank Indonesia juga berfungsi sebagai lender of the last resort. Dalam melaksanakan fungsi ini, Bank Indonesia dapat memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah kepada bank yang mengalami kesulitan likuiditas jangka pendek yang disebabkan oleh terjadinya mismatch dalam pengelolaan dana. Pinjaman tersebut berjangka waktu maksimal 90 hari dan bank penerima pinjaman wajib menyediakan agunan yang berkualitas tinggi serta mudah dicairkan dengan nilai sekurang-kurangnya sama dengan jumlah pinjaman.

d. Kebijakan Nilai Tukar

Nilai tukar yang lazim disebut kurs, mempunyai peran penting dalam rangka tercapainya stabilitas moneter dan dalam mendukung kegiatan ekonomi. Nilai tukar yang stabil diperlukan untuk terciptanya iklim yang kondusif bagi peningkatan kegiatan dunia usaha. Secara garis besar, sejak tahun 1970, Indonesia telah menerapkan tiga sistem nilai tukar, yaitu sistem nilai tukar tetap mulai tahun 1970 sampai tahun 1978, sistem nilai tukar mengambang terkendali sejak tahun 1978, dan sistem nilai tukar mengambang bebas (free floating exchange rate system) sejak 14 Agustus 1997. Dengan diberlakukannya sistem yang terakhir ini, nilai tukar rupiah sepenuhnya ditentukan oleh pasar sehingga kurs yang


(36)

berlaku adalah benar-benar pencerminan keseimbangan antara kekuatan penawaran dan permintaan. Untuk menjaga stabilitas nilai tukar, Bank Indonesia pada waktu-waktu tertentu melakukan sterilisasi di pasar valuta asing, khususnya pada saat terjadi gejolak kurs yang berlebihan. e. Pengelolaan Cadangan Devisa

Cadangan devisa merupakan posisi bersih aktiva luar negeri pemerintah dan bank-bank devisa, yang harus dipelihara untuk keperluan transaksi internasional. Dalam mengelola cadangan devisa ini, Bank Indonesia lebih mengutamakan tercapainya tujuan likuiditas dan keamanan daripada keuntungan yang tinggi. Walaupun demikian, Bank Indonesia tetap mempertimbangkan perkembangan yang terjadi di pasar internasional, sehingga tidak tertutup kemungkinan terjadinya pergeseran dalam portfolio komposisi jenis penempatan cadangan devisa. Dalam mengelola cadangan devisa yang optimal, Bank Indonesia menerapkan sistem diversifikasi, baik berdasarkan jenis valuta asing maupun berdasarkan jenis investasi surat berharga. Dengan cara tersebut diharapkan penurunan nilai dalam salah satu mata uang dapat dikompensasi oleh jenis mata uang lainnya atau penempatan lain yang mempunyai nilai yang lebih baik.

f. Kredit Program

Dengan status Bank Indonesia sebagai otoritas moneter yang independen, pemberian kredit program yang selama ini dilakukan selanjutnya berada


(37)

akan dilakukan oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang ditunjuk Pemerintah. Pengalihan tugas ini dimaksudkan agar Bank Indonesia dapat lebih memfokuskan perhatian pada pencapaian sasaran-sasaran moneter serta agar dapat tercipta pembagian tugas yang baik antara Pemerintah dan Bank Indonesia.

2. Mengatur dan Menjaga Kelancaran Sistem Pembayaran

Sesuai dengan Undang- Undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, salah satu tugas Bank Indonesia adalah mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran. Di bidang sistem pembayaran Bank Indonesia merupakan satu-satunya lembaga yang berwenang untuk mengeluarkan dan mengedarkan uang rupiah serta mencabut, menarik dan memusnahkan uang dari peredaran. Disisi lain dalam rangka mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran Bank Indonesia berwenang melaksanakan, memberi persetujuan dan perizinan atas penyelenggaraan jasa sistem pembayaran seperti sistem transfer dana baik yang bersifat real time, sistem kliring maupun sistem pembayaran lainnya misalnya sistem pembayaran berbasis kartu.

Untuk mewujudkan suatu sistem pembayaran yang efisien, cepat, aman dan handal, Bank Indonesia secara terus menerus melakukan pengembangan sesuai dengan acuan yang ditetapkan yaitu Blue Print Sistem Pembayaran Nasional. Pengembangan tersebut direalisasikan dalam bentuk kebijakan dan ketentuan yang diarahkan pada pengurangan risiko pembayaran antar bank dan peningkatan efisiensi pelayanan jasa sistem pembayaran.


(38)

Pada sistem pembayaran non tunai, saat ini penyediaan layanan jasa pembayaran sebagian besar dilakukan oleh perbankan baik melalui rekening bank di Bank Indonesia, hubungan bilateral antar bank maupun melalui jaringan internal bank yang dimilikinya. Layanan pembayaran dana antar nasabah tersebut biasanya dilakukan melalui transfer elektronik, sistem kliring maupun melalui sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI-RTGS). Dari sisi piranti pembayaran, secara historis sistem pembayaran non tunai di Indonesia didominasi oleh piranti pembayaran berbasis warkat, namun dalam perkembangannya piranti elektronik mulai banyak berperan terutama sejak dioperasikannya sistem BI-RTGS pada bulan November untuk penyelesaian transaksi bernilai besar atau urgent.

Sementara itu dalam kaitannya dengan pengawasan sistem pembayaran, Bank Indonesia memiliki tanggung jawab agar masyarakat luas dapat memperoleh jasa sistem pembayaran yang efisien, cepat, tepat dan aman. Fungsi pengawasan sistem pembayaran ini selain berwenang untuk memberikan izin operasional terhadap pihak yang menyelenggarakan kegiatan di bidang sistem pembayaran juga berwenang untuk melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan sistem pembayaran baik yang dilakukan oleh Bank Indonesia maupun pihak lain di luar Bank Indonesia.

3. Mengatur dan Mengawasi Bank

Dalam rangka tugas mengatur dan mengawasi perbankan, Bank Indonesia menetapkan peraturan, memberikan dan mencabut izin atas kelembagaan atau


(39)

mengenakan sanksi terhadap bank sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Dalam pelaksanaan tugas ini, Bank Indonesia berwenang menetapkan ketentuan-ketentuan perbankan dengan menjunjung tinggi prinsip kehati-hatian. Berkaitan dengan kewenangan di bidang perizinan, selain memberikan dan mencabut izin usaha bank, Bank Indonesia juga dapat memberikan izin pembukaan, penutupan dan pemindahan kantor bank, memberikan persetujuan atas kepemilikan dan kepengurusan bank, serta memberikan izin kepada bank untuk menjalankan kegiatan-kegiatan usaha tertentu.

Di bidang pengawasan, Bank Indonesia melakukan pengawasan langsung maupun tidak langsung. Pengawasan langsung dilakukan baik dalam bentuk pemeriksaan secara berkala maupun sewaktu-waktu bila diperlukan. Pengawasan tidak langsung dilakukan melalui penelitian, analisis dan evaluasi terhadap laporan yang disampaikan oleh bank. Sebagai upaya membangun kembali kepercayaan masyarakat terhadap sistem keuangan dan perekonomian Indonesia, Bank Indonesia telah menempuh langkah restrukturisasi perbankan yang komprehensif.

Langkah ini mutlak diperlukan guna memfungsikan kembali perbankan sebagai lembaga perantara yang akan mendorong pertumbuhan ekonomi, disamping sekaligus meningkatkan efektivitas pelaksanaan kebijakan moneter. Restrukturisasi perbankan tersebut dilakukan melalui upaya memulihkan kepercayaan masyarakat, program rekapitalisasi, program restrukturisasi kredit, penyempurnaan ketentuan perbankan, dan peningkatan fungsi pengawasan bank.


(40)

2.1.4.2. Bank Umum

Fungsi-fungsi bank sentral yang diuraikan di bawah ini menujukkan betapa pentingnya keberadaan bank umum dalam perekonomian modern, yaitu :

1. Penciptaan uang

Uang yang diciptakan bank umum adalah uang giral, yaitu alat pembayaran lewat mekanisme pemindahbukuan. Kemampuan bank umum menciptakan uang giral menyebabkan possisi dan fungsinya dalam pelaksanaan kebijakan moneter. Bank sentral dapat mengurangi atau menambah jumlah uang yang beredar dengan cara mempengaruhi kemampuan bank umum menciptakan uang giral.

2. Mendukung Kelancaran Mekanisme Pembayaran

Fungsi lain dari bank umum yang juga sangat penting adalah mendukung kelancaran mekanisme pembayaran. Hal ini dimungkinkan karena salah satu jasa yang ditawarkan bank umum adalah jasa-jasa yang berkaitan dengan mekanisme pembayaran. Beberapa jasa yang amat dikenal adalah kliring, transfer uang, penerimaan setoran-setoran, pemberian fasilitas pembayaran dengan tunai, kredit, fasilitas-fasilitas pembayaran yang mudah dan nyaman, seperti kartu plastik dan sistem pembayaran elektronik.

3. Penghimpunan Dana Simpanan Masyarakat

Dana yang paling banyak dihimpun oleh bank umum adalah dana simpanan. Di Indonesia dana simpanan terdiri atas giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan dan atau bentuk lainnya yang dapat dipersamakan dengan itu. Kemampuan bank umum menghimpun dana jauh lebih besar dibandingkan


(41)

dihimpun akan disalurkan kepada pihak-pihak yang membutuhkan, utamanya melalui penyaluran kredit.

4. Mendukung Kelancaran Transaksi Internasional

Bank umum juga sangat dibutuhkan untuk memudahkan dan atau memperlancar transaksi internasional, baik transaksi barang/jasa maupun transaksi modal. Kesulitan-kesulitan transaksi antara dua pihak yang berbeda negara selalu muncul karena perbedaan geografis, jarak, budaya dan sistem moneter masing-masing negara. Kehadiran bank umum yang beroperasi dalam skala internasional akan memudahkan penyelesaian transaksi-transaksi tersebut. Dengan adanya bank umum, kepentingan pihak-pihak yang melakukan transaksi internasional dapat ditangani dengan lebih mudah, cepat, dan murah.

5. Penyimpanan Barang-Barang Berharga

Penyimpanan barang-barang berharga adalah satu satu jasa yang paling awal yang ditawarkan oleh bank umum. Masyarakat dapat menyimpan barang-barang berharga yang dimilikinya seperti perhiasan, uang, dan ijazah dalam kotak-kotak yang sengaja disediakan oleh bank untuk disewa (safe deposit box). Perkembangan ekonomi yang semakin pesat menyebabkan bank memperluas jasa pelayanan dengan menyimpan sekuritas atau surat-surat berharga.

6. Pemberian Jasa-Jasa Lainnya

Di Indonesia pemberian jasa-jasa lainnya oleh bank umum juga semakin banyak dan luas. Saat ini kita sudah dapat membayar listrik, telepon membeli pulsa telepon seluler, mengirim uang melalui atm, membayar gaji pegawai dengan menggunakan jasa-jasa bank.


(42)

2.1.4.3. Bank Perkreditan Rakyat Kegiatan usahanya meliputi:

1. Menyimpan dana masyarakat dalam bentuk simpanan berupa tabungan, deposito, dan giro atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.

2. Memberikan kredit

3. Menyediakan pembiayaan bagi nasabah berdasarkan prinsip bagi hasil sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam peraturan pemerintah.

2.1.5. Pengertian Suku Bunga

Menurut Hubbard dalam (Laksmono, 2001), bunga adalah biaya yang harus dibayar borrower atas pinjaman yang diterima dan imbalan bagi lender atas investasinya. Sementara itu, Kern dan Guttman dalam (Laksmono, 2001), menganggap suku bunga merupakan sebuah harga dan sebagaimana harga lainnya, maka tingkat suku bunga ditentukan oleh kekuatan permintaan dan penawaran.

Menurut Karl dan Fair (2001), suku bunga adalah pembayaran bunga tahunan dari suatu pinjaman, dalam bentuk persentase dari pinjaman yang diperoleh dari jumlah bunga yang diterima tiap tahun dibagi dengan jumlah pinjaman. Pengertian suku bunga menurut Sunariyah (2004) adalah harga dari pinjaman. Suku bunga dinyatakan sebagai persentase uang pokok per unit waktu. Bunga merupakan suatu ukuran harga sumber daya yang digunakan oleh debitur yang harus dibayarkan kepada kreditur. Menurut Lipsey, Ragan, dan Courant (1997) suku bunga adalah harga yang dibayarkan untuk satuan mata uang yang dipinjam pada periode waktu tertentu.


(43)

Menurut Mishkin (2007), suku bunga adalah biaya pinjaman atau harga yang dibayar atas penyewaan dana. Mishkin memandang suku bunga dari sisi peminjam (borrower). Menurut Pindyck (2005), suku bunga adalah harga yang dibayar oleh peminjam kepada pemberi pinjaman. Seperti harga pasar, penentuan tingkat suku bunga ditentukan oleh permintaan dan penawaran dari loanable funds.

Siamat (2005) membedakan pengertian bunga (interest) dalam 2 perspektif, yaitu: (1) bunga dari sisi permintaan. Bunga dari sisi permintaan dan sisi penawaran merupakan pendapatan atas pemberian kredit. Bunga merupakan sewa atau harga dari uang, (2) bunga dari sisi penawaran. Pemilik dana akan menggunakan atau mengalokasikan dananya pada jenis investasi yang menjanjikan pembayaran bunga yang lebih tinggi.

Para ekonom membedakan suku bunga menjadi suku bunga nominal dan suku bunga riil. Suku bunga nominal adalah rate yang terjadi di pasar sedangkan suku bunga riil adalah konsep yang mengukur tingkat pengembalian setelah dikurangi dengan inflasi. Efek ekspektasi inflasi terhadap suku bunga nominal sering disebut efek Fisher dan hubungan antara inflasi dengan suku bunga ditunjukkan dengan persamaan Fisher.

Laju inflasi sangat penting dalam meramalkan dan menganalisa suku bunga. Selisih antara suku bunga nominal dan inflasi adalah ukuran yang sangat penting mengenai beban sesungguhnya dari biaya suku bunga yang dihadapi individu dan perusahaan. Selain itu, suku bunga riil juga menjadi ukuran yang sangat penting bagi otoritas moneter.


(44)

2.1.6. Suku Bunga Kredit Menurut Jenisnya

Suku bunga kredit sangat bergantung pada jenis kredit itu sendiri. Berdasarkan Undang-undang Perbankan No. 10 Tahun 1998, menurut tujuan penggunaannya, kredit dibedakan menjadi tiga yaitu kredit modal kerja, kredit investasi dan kredit konsumsi. Kredit modal kerja (working capital loan) adalah kredit yang diberikan untuk membiayai kegiatan usahanya atau perputaran modal misalnya pembelian barang dagangan. Kredit Modal Kerja (KMK) adalah fasilitas kredit modal kerja yang diberikan baik dalam rupiah maupun valuta asing untuk memenuhi modal kerja yang habis dalam satu siklus usaha dengan jangka waktu maksimal satu tahun.

Kredit investasi adalah kredit jangka menengah/panjang yang diberikan kepada (calon) debitur untuk membiayai barang-barang modal dalam rangka rehabilitasi, modernisasi, perluasan ataupun pendirian proyek baru, misalnya untuk pembelian mesin-mesin, bangunan dan tanah untuk pabrik, yang pelunasannya dari hasil usaha dengan barang-barang modal yang dibiayai. Jangka waktu kredit ini umumnya lebih dari satu tahun. Kredit konsumsi (consumer loan) adalah kredit yang diberikan bank untuk membiayai pembelian barang, yang tujuannya tidak untuk usaha tetapi untuk pemakaian pribadi. Jangka waktu kredit ini dapat berjangka waktu panjang atau pendek.

2.1.7. Suku Bunga Dasar Kredit

Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) merupakan suku bunga terendah yang mencerminkan kewajaran biaya yang dikeluarkan oleh Bank termasuk ekspektasi keuntungan yang akan diperoleh. Selanjutnya SBDK digunakan sebagai dasar


(45)

bagi Bank dalam menetapkan suku bunga kredit yang akan dikenakan kepada nasabah.

2.1.7.1. Komponen SBDK

Dihitung secara per tahun dalam bentuk persentase (%) yang penghitungannya dilakukan berdasarkan 3 (tiga) komponen yaitu:

1. Harga Pokok Dana untuk Kredit (HPDK) yang timbul dari kegiatan penghimpunan dana;

2. Biaya overhead yang dikeluarkan Bank berupa beban operasional bukan bunga yang dikeluarkan untuk kegiatan penghimpunan dana dan penyaluran kredit termasuk biaya pajak yang harus dibayar

3. Marjin keuntungan (profit margin) yang ditetapkan Bank dalam kegiatan penyaluran kredit.

Pada dasarnya SBDK adalah suku bunga terendah yang digunakan sebagai dasar bagi bank dalam penentuan suku bunga kredit yang dikenakan kepada nasabah bank. SBDK merupakan hasil perhitungan tiga komponenn, yaitu Harga Pokok Dana untuk Kredit (HPDK), biaya overhead yang dikeluarkan Bank dalam proses pemberian kredit, dan marjin keuntungan (profit margin) yang ditetapkan untuk aktivitas perkreditan. Perhitungan SBDK tersebut belum memperhitungkan komponen premi resiko individual nasabah Bank yang besarnya tergantung dari penilaian bank terhadap resiko masing-masing debitur. Dengan demikian, besarnya suku bunga kredit yang dikenakan kepada debitur belum tentu sama


(46)

Beberapa manfaat utama prime lending rate.

1. Menciptakan transparansi, dengan lahirnya SBDK, BI sangat mengharapkan dapat tercipta transparansi. Dengan demikian, nasabah dapat membandingkan SBDK bank satu dengan bank lain yang lebih kompetitif. Dengan bahasa lebih jernih, nasabah bakal memiliki aneka referensi mengenai SBDK sebelum menentukan pilihan akhir. Nasabah akan lebih leluasa dalam menentukan bank nasional mana yang menawarkan SBDK menarik sesuai dengan kemampuan finansial nasabah. 2. Membangun iklim persaingan sehat, dengan terciptanya transparansi

tersebut, BI juga berharap akan lahir iklim persaingan yang sehat antar bank nasional dalam merebut nasabah utama (prime customer). Selain memicu persaingan yang sehat, transparansi SBDK akan mendorong efisiensi.

Dalam kebijakan transparansi SBDK kemungkinan bisa timbul kartel sehingga BI akan selalu mengawasi dan mengantisipasi agar tidak timbul kartel. Oleh karena itu BI menjamin tidak akan ada kartel. Selain kartel, kemungkinan akan terjadi PHK pada bank kecil yang asetnya dibawah 10 triliun, karena bank-bank kecil kemungkinan akan melakukan merger agar dapat bersaing dengan bank-bank besar (asset diatas 10 triliun). Konsekuensi dari merger antar bank kecil maka akan timbul PHK, meskipun melakukan merger bukan hal yang mudah bagi suatu bank.

Dalam kebijakan itu transparansi SBDK bank diancam akan dikenakan sanksi administratif, sesuai aturan yang berlaku, yaitu; (1) Pasal 12/PBI/No


(47)

7/6/PBI/2005 tentang Transparansi Informasi Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah disebutkan bahwa bank yang melanggar ketentuan akan dikenakan sanksi administratif dan dapat diperhitungkan dengan komponen penilaian tingkat kesehatan bank, (2) dalam PBI 3/22/PBI/2011 tentang Transparansi Kondisi Keuangan Bank diatur dalam Pasal 38 ayat 2 dan 3. Ayat 2 menjelaskan bank yang tidak mengumumkan laporan keuangan publikasi triwulan membayar denda paling rendah Rp.l00.000.000 dan paling tinggi Rp.500.000.000. Ayat 3 disebutkan bank yang mengumumkan laporan keuangan publikasi triwulanan, namun tidak menyampaikan laporan keuangan publikasi triwulanan kepada BI akan dikenakan sanksi membayar denda Rp. 30.000.000, (3) pasal 38 ayat 4 huruf a disebutkan jika menurut penilaian BI, laporan keuangan publikasi triwulanan secara material tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya dan atau tidak disajikan sesuai ketentuan dalam Peraturan Bank Indonesia ini dan atau Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku, atau Surat Komentar (Management Letter) dari Akuntan Publik menyatakan adanya kelemahan mendasar yang ada dari sistem pelaporan data bank ke Bank Indonesia, maka setelah diberi peringatan dua kali surat teguran oleh BI dengan tenggang waktu dua minggu untuk setiap teguran, bank tidak memperbaiki dan atau mengumumkan kembali laporan yang dimaksud, dikenakan sanksi berupa kewajiban membayar serendah-rendahnya sebesar Rp.l00.000.000 dan


(48)

2.1.7.2. Penggolongan Jenis Kredit SBDK 1. Kredit korporasi

2. Kredit ritel 3. Kredit mikro

4. Kredit konsumsi (KPR dan Non KPR).

Kredit konsumsi non KPR tidak termasuk penyaluran dana melalui kartu kredit dan kredit tanpa agunan (KTA).

2.1.8. Kriteria Penggolongan Kredit

Penggolongan kredit korporasi, kredit ritel, dan kredit konsumsi (KPR dan Non KPR) dilakukan berdasarkan kriteria yang ditetapkan oleh internal Bank, sedangkan penggolongan kredit mikro berpedoman pada definisi usaha mikro sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.

2.1.9. Suku Bunga Bank Indonesia

Suku bunga Bank Indonesia (BI rate) adalah suku bunga kebijakan yang mencerminkan sikap atau stance kebijakan moneter yang ditetapkan oleh bank Indonesia dan diumumkan kepada publik.

2.1.9.1. Fungsi BI rate

BI rate diumumkan oleh Dewan Gubernur Bank Indonesia setiap yang dilakukan Bank Indonesia melalui pengelolaan likuiditas moneter. Sasaran operasional kebijakan moneter dicerminkan pada perkembangan


(49)

suku bunga Pasar Uang Antar Bank Overnight (PUAB O/N). Pergerakan di suku bunga PUAB ini diharapkan akan diikuti oleh perkembangan di suku bunga deposito, dan pada gilirannya suku bunga kredit perbankan. Dengan mempertimbangkan pula faktor-faktor lain dalam perekonomian, Bank Indonesia pada umumnya akan menaikkan BI rate apabila inflasi ke depan diperkirakan melampaui sasaran yang telah ditetapkan, sebaliknya Bank Indonesia akan menurunkan BI rate apabila inflasi ke depan diperkirakan berada di bawah sasaran yang telah ditetapkan.

2.1.9.2. Penetapan BI Rate

a. Jadwal Penetapan dan Penentuan

1. Penetapan respons (stance) kebijakan moneter dilakukan setiap bulan melalui mekanisme RDG Bulanan dengan cakupan materi bulanan.

2. Respon kebijakan moneter (BI rate) ditetapkan berlaku sampai dengan RDG berikutnya

3. Penetapan respon kebijakan moneter (BI rate) dilakukan dengan memperhatikan efek tunda kebijakan moneter (lag of monetary policy) dalam mempengaruhi inflasi.

4. Dalam hal terjadi perkembangan di luar prakiraan semula, penetapan stance kebijakan moneter dapat dilakukan sebelum mingguan.

b. Perubahan BI Rate

Respon kebijakan moneter dinyatakan dalam perubahan BI rate secara konsisten dan bertahap dalam kelipatan 25 basis poin (bps). Dalam kondisi untuk


(50)

menunjukkan intensi Bank Indonesia yang lebih besar terhadap pencapaian sasaran inflasi, maka perubahan BI rate dapat dilakukan lebih dari 25 bps dalam kelipatan 25 bps.

2.1.10. Rasio Rentabilitas

Hanafi (1999), menyatakan bahwa efisiensi akan lebih jelas jika dikaitkan dengan konsep perbandingan outpu-input. Output merupakan hasil suatu organisasi, dan input merupakan sumber daya yang digunakan untuk menghasilkan output tersebut. Dalam kasus perusahaan yang bergerak dibidang perbankan, efisiensi operasi dilakukan untuk mengetahui apakah bank dalam operasinya yang berhubungan dengan usaha pokok bank,dilakukan dengan benar dalam arti sesuai dengan yang diharapkan manajemen dan pemegang saham. Efisiensi operasi juga berpengaruh terhadap kinerja bank, yaitu untuk menunjukkan apakah bank telah menggunakan semua faktor produksinya dengan tepat guna.

Menurut Bank Indonesia efisiensi operasi diukur dengan membandingkan total biaya operasi dengan total pendapatan operasi atau yang sering disebut BOPO. Rasio BOPO ini bertujuan untuk mengukur kemampuan pendapatan operasional dalam menutup biaya operasional. Rasio yang semakin meningkat mencerminkan kurangnya kemampuan bank dalam menekan biaya operasional dan meningkatkan pendapatan operasionalnya yang dapat menimbulkan kerugian karena bank kurang efisien dalam mengelola usahanya (SE, Intern BI 2004). Bank Indonesia menetapkan angka terbaik untuk rasio BOPO adalah dibawah 90 persen, karena jika rasio BOPO melebihi 90 persen hingga mendekati angka 100


(51)

persen maka bank tersebut dapat dikategorikan tidak efisien dalam menjalankan operasinya. Pada penelitian ini variabel BOPO diambil sebagai salah satu variabel atau faktor yang mempengaruhi kinerja keuangan bank, karena bagaimanapun juga jika kita berbicara mengenai kinerja suatu perusahaan pastilah juga berhubungan dengan efisiensi operasi bank tersebut.

2.2. Tinjauan Penelitian Terdahulu

Adapun penelitian-penelitian terdahulu yang berkaitan dengan suku bunga, antara lain :

Tabel 2.1

Tinjauan Penelitian Terdahulu

Peneliti Judul Variabel

Penelitian Hasil Penelitian Nana

Darna (2012)

Penurunan BI Rate dan Efisiensi Biaya Operasional Bank Umum untuk Menurunkan Suku Bunga Kredit

BI rate dan biaya operasional bank umum dan SBDK

Nilai SBDK tidak berhubungan dengan naiknya turunnya BI rate dan nilai SBDK

berhubungan lemah dengan naik turunnya rasio BOPO. Tiara Kusuma Hapsari (2011) Analisis Pengaruh CAR, NPL, BOPO, LDR, GWM, Dan Rasio Konsentrasi Terhadap ROA (Studi Empiris Pada Bank Umum Yang Listing Di Bei 2005-2009) CAR, NPL, BOPO, LDR, GWM, Rasio Konsentrasi, ROA BOPO memiliki pengaruh negatif

signifikan terhadap ROA. dan terdapat pengaruh positif signifikan antara LDR dan ROA, serta GWM dan ROA. Sedangkan variabel lain seperti CAR, NPL, dan CR tidak mempunyai pengaruh signifikan terhadap ROA.


(52)

Ahmad Buyung Nusantara (2009)

Analisis Pengaruh NPL, CAR, LDR, dan BOPO

terhadap

Profitabilitas Bank (Perbandingan Bank Umum Go Publik dan Bank Umum Non Go Publik di Indonesia Periode Tahun 2005-2007)

NPL, CAR, LDR, dan BOPO, dan Profitabilitas Bank

BOPO berpengaruh signifikan negatif terhadap variabel ROA pada bank go publik. Pada bank non go publik variabel BOPO tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel ROA Hera Septhian Dewitri (2011) Pengaruh Rasio Kecukupan Modal dan Suku Bunga Kredit terhadap Volume

Penyaluran Kredit

pada Bank Danamon Tbk.

Rasio Kecukupan Modal, Suku bunga kredit dan Volume penyaluran kredit

Hubungan rasio

kecukupan modal (CAR) dan volume penyaluran kredit berlawanan arah, artinya jika rasio

kecukupan modal (CAR) turun maka volume penyaluran kredit akan meningkat.

Hubungan antara suku bunga kredit dan volume penyaluran kredit

berlawanan arah, artinya jika suku bunga kredit turun maka volume penyaluran kredit akan meningkat.

Fitri Riski Amriani (2012)

Analisis Pengaruh CAR, NPL, BOPO dan NIM terhadap LDR pada Bank Bumn Persero di Indonesia Periode 2006-2010

CAR, NPL, BOPO, NIM dan LDR

Variabel BOPO berpengaruh positif namun tidak signifikan terhadap LDR pada Bank BUMN Persero di

Indonesia. Sumber : data diolah oleh peneliti

2.3. Hubungan antara BI rate dengan SBDK

BI rate atau suku bunga Bank Indonesia merupakan tingkat suku bunga untuk satu tahun yang ditetapkan oleh Bank Indonesia sebagai patokan bagi suku


(53)

bunga pinjaman maupun simpanan bagi bank dan atau lembaga-lembaga keuangan di seluruh Indonesia. Patokan ini hanya bersifat rujukan dan bukan merupakan peraturan, sehingga tidak mengikat ataupun memaksa.

Jika BI rate mengalami kenaikan maka akan mempengaruhi kenaikkan suku bunga pinjaman kepada orang yang mengajukan kredit, begitu juga sebaliknya. Suku bunga pinjaman kredit tersebut berasal dari perhitungan suku bunga dasar kredit (SBDK) serta premi resiko dari setiap nasabah. Jadi secara tidak langsung naik turunnya BI rate akan mempengaruhi penentuan SBDK dari setiap bank.

2.4. Hubungan antara BOPO dengan SBDK

Biaya operasional dan pendapatan operasional (BOPO) merupakan cerminan efisiensi bank. Semakin tinggi BOPO, semakin tinggi beban operasional yang ditanggung bank yang dapat berimbas kenaikan terhadap penentuan suku bunga kredit. Suku bunga pinjaman kredit tersebut berasal dari perhitungan suku bunga dasar kredit (SBDK) serta premi resiko dari setiap nasabah. Jadi secara tidak langsung naik turunnya BOPO akan mempengaruhi penentuan SBDK dari setiap bank.

2.5. Kerangka Pemikiran Teoritis

Dalam suatu penelitian empiris, variabel suku bunga dasar kredit tidak hanya dipengaruhi satu variabel independen saja melainkan dipengaruhi oleh banyak variabel independen. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan variabel BI rate dan BOPO. Kerangka konseptual merupakan sintesis dari tinjauan teoritis


(54)

dan tinjauan penelitian terdahulu serta alasan-alasan logis. Adapun kerangka konseptual dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

Gambar 2.2 Kerangka Konseptual 2.6. Hipotesis

Menurut Kerlinger dalam Sangadji dan Sopiah (2010), hipotesis adalah prediksi tentang fenomena dan pernyataan dugaan (conjectural) tentang hubungan antara dua variabel atau lebih. Berdasarkan tinjauan teoritis dan kerangka konseptual yang telah dijelaskan sebelumnya, penulis mengajukan hipotesis sebagai berikut :

H1: BI rate secara parsial berpengaruh positif dan signifikan terhadap SBDK ritel Bank BUMN di Indonesia.

H2: BOPO secara parsial berpengaruh negatif signifikan terhadap SBDK ritel Bank BUMN di Indonesia.

H3: BI rate dan BOPO secara simultan berpengaruh signifikan terhadap SBDK ritel Bank BUMN di Indonesia.

SBDK Ritel

(Y) BI Rate (X1)


(55)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah desain kasual. Desain kausal disebut juga dengan hubungan sebab akibat. Menurut Umar (2001), desain kausal berguna untuk menganalisis variabel dengan variabel lainnya atau bagaimana suatu variabel mempengaruhi variabel lainnya. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis penentuan SBDK ritel pada Bank BUMN Indonesia periode Oktober 2011-Maret 2013, dimana BI rate dan BOPO merupakan variabel yang memengaruhi, sedangkan SBDK ritel merupakan variabel yang dipengaruhi.

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat penelitian yang digunakan oleh penulis adalah pada bank BUMN terdaftar di Bank Indonesia (BI). Dengan demikian, peneliti akan menggunakan data-data yang disediakan Bank Indonesia (BI). Bank BUMN yang terdaftar di BI,

yaitu, PT. Bank Mandiri (persero), PT. Bank Negara Indonesia (persero), PT. Bank Rakyat Indonesia (persero) dan PT. Bank Tabungan Negara (persero).

Waktu yang digunakan untuk penelitian ini adalah bulan Mei 2013 dimulai dengan pengajuan judul dan pengesahan judul hingga bulan Oktober 2013 untuk penyelesaian dan pengesahan skripsi.

3.3. Batasan Operasional

Batasan operasional adalah rumusan tentang ruang lingkup dan ciri-ciri suatu konsep yang menjadi pokok pembahasan. Batas operasional bertujuan untuk menghindari timbulnya salah pengertian atau salah penafsiran terhadap


(56)

istilah-istilah dalam judul, sehingga dapat menciptakan persepsi dan pemahaman yang jelas. Oleh karena itu penulis menggunakan penegasan istilah agar ruang lingkupnya tidak terlalu luas sehingga dapat dilakukan penegasan yang lebih mendalam yaitu:

1. Objek yang diteliti adalah Bank BUMN terdaftar di Bank Indonesia (BI) dari bulan Oktober 2011- Maret 2013.

2. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah SBDK ritel

3. Variabel independen dalam penelitian ini adalah BI rate.dan BOPO. 3.4. Definisi Operasional

Berdasarkan perumusan masalah dan metode analisis, maka variabel-variabel dalam penelitian ini terdiri dari variabel-variabel bebas dan variabel-variabel terikat.

1. Variabel bebas adalah variabel yang menyebabkan atau mempengaruhi, yaitu faktor-faktor yang diukur, dimanipulasi atau dipilih oleh untuk menentukan hubungan antara fenomena yang diobservasi atau diamati. Sugiyono (2009) menyatakan bahwa pengertian variabel bebas adalah merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen (terikat).

2. Variabel terikat adalah faktor-faktor yang diobservasi dan diukur untuk menentukan adanya pengaruh variabel bebas, yaitu faktor yang muncul, tidak muncul, atau berubah sesuai dengan yang diperkenalkan. Sugiyono (2009) menyatakan bahwa pengertian variabel terikat adalah merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas.


(57)

3.5. Skala Pengukuran Variabel

Tabel 3.1

Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

Jenis Variabel

Nama Variabel

Definisi Pengukuran Skala

Bebas

BI rate

Suku bunga kebijakan yang mencerminkan sikap atau stance kebijakan moneter yang ditetapkan oleh bank Indonesia dan diumumkan kepada publik

Penetapan oleh BI Rasio

BOPO Rasio perbandingan antara biaya operasional dengan pendapatan operasional % 100 tanoperasional x Pendapa

l operasiona Biaya

Rasio

Terikat SBDK

Bunga terendah yang digunakan sebagai dasar bagi bank dalam menentukan bunga kredit yang dikenakan kepada nasabah bank..

SBDK diusulkan oleh masing-masing bank BUMN dan ditetapkaan oleh BI

Rasio

Sumber : data diolah oleh peneliti

3.6. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi merupakan keseluruhan objek psikologis yang dibatasi oleh kriteria tertentu. Sugiyono (2009) mengemukakan pengetian populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini


(58)

adalah laporan keuangan Bank Persero, yaitu sebanyak 4 bank, yakni PT. Bank Negara Indonesia Tbk, PT. Bank Rakyat Indonesia Tbk, PT. Bank Mandiri Tbk, dan PT. Bank Tabungan Negara Tbk

Sugiyono (2009) mengemukakan bahwa pengertian sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode purposive sampling. Menurut Sangadji dan Sopiah (2010) purposive sampling adalah penetapan sampel berdasarkan kriteria tertentu. Adapun kriteria-kriteria yang digunakan adalah sebagai berikut :

1. Bank BUMN yang terdaftar di BI dan tidak pailit selama periode pengamatan (sejak tahun Oktober 2011-Maret 2013).

2. Bank BUMN yang telah mempublikasikan SBDK ritel kepada publik. 3. Bank BUMN yang memberikan kredit ritel kepada investor selama periode

Oktober 2011-Maret 2013.

Berdasarkan kriteria tersebut, maka diperoleh 4 Bank BUMN sebagai sampel penelitian, yaitu; PT. Bank Mandiri, PT.Bank Rakyat Indonesia, PT. Bank Negara Indonesia, dan PT. Bank Tabungan Negara.

3.7. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, dimana data sekunder adalah data yang diterbitkan atau digunakan oleh organisasi yang bukan pengelolanya. Data dalam penelitian ini merupakan kombinasi antara data runtut waktu (time series) dan silang tempat (cross section). Data runtut waktu (time series), yaitu suatu metode kuantitatif untuk menentukan pola data


(59)

masa lampau yang telah dikumpulkan secara teratur menurut urutan waktu kejadian dan data silang tempat (cross section), yaitu sekumpulan data untuk meneliti suatu fenomena tertentu dalam suatu kurun waktu oleh (Umar, 2001). Sumber data penelitian ini berupa laporan keuangan perusahaan yang telah dipublikasikan dan didapat dengan mengunduh dari situs website

3.8. Metode Pengumpulan Data

dan situs perusahaan manufaktur tersebut selama kurun waktu antara 2011-2013.

Data dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh melalui mengkaji data langsung dari laporan keuangan yang telah dipublikasikan di Bank Indonesia. Laporan keuangan ini diperoleh dari situs serta situs perbankan demi kelengkapan data yang diperlukan sesuai dengan variabel yang ingin diteliti.

3.9. Teknik Analisis Data

3.9.1. Metode dan Model Analisis Data

Penelitian ini menggunakan metode regresi linear berganda dengan data panel untuk menguji besarnya pengaruh variabel indepen terhadapat variabel dependen . Variabel tersebut ditransformasikan ke dalam bentuk fungsi dan selanjutnya dibuat dalam bentuk persamaan regresi.

Y = f ( X1,X2)...(1)

Kemudian fungsi tersebut ditransformasikan ke dalam model regresi linear berganda sebagai berikut:


(60)

Dimana :

Y = SBDK ritel a = Konstanta

β1,β2 = Koefisien regresi

X1 = BI rate

X2 = BOPO

i = 1, 2, ..., N , dimana N adalah banyaknya data cross-section t = 1, 2, ..., T , dimana T adalah banyaknya data time-series

ε = Kesalahan penggangu (standard error)

Bentuk hipotesis di atas secara matematis dapat dinyatakan sebagai berikut:

∂Y/∂X1 > 0, artinya apabila X1 ( BI rate ) mengalami kenaikan maka Y (

SBDK ) akan mengalami kenaikan

∂Y/∂X2 > 0, artinya apabila X2 ( BOPO ) mengalami kenaikan maka Y (

SBDK ) akan mengalami kenaikan 3.9.2. Model Regresi Data Panel

Dalam analisis model data panel terdapat tiga macam pendekatan yang terdiri dari pendekatan Common-Constant, pendekatan efek tetap (fixed effect), dan pendekatan efek acak (random effect). Kedua pendekatan yang dilakukan dalam analisis data panel dapat dijelaskan sebagai berikut :

2. Metode Common-Constant ( The Pooled OLS Method )

Metode Common-Constant akan dipilih saat tidak terdapat perbedaan diantara data matrix (matrices) pada dimensi cross section. Model ini berarti


(1)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya maka sebagai kesimpulan sebagai berikut

a. Variabel BI rate secara parsial berpengaruh positif signifikan terhadap suku bunga dasar kredit . Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Darna (2012) dimana hasil penelitiannya mengungkapkan nilai SBDK tidak berhubungan dengan naiknya turunnya BI rate

b. Variabel BOPO secara parsial berpengaruh negatif namun tidak signifikan terhadap suku bunga dasar kredit (SBDK) ritel.

c. Variabel BI rate dan BOPO secara simultan mempunyai pengaruh positif signifikan terhadap suku bunga dasar kredit

d. Variabel yang paling dominan secara parsial berpengaruh terhadap SBDK ritel, yaitu variabel BI rate.

e. Variabel bebas BI rate dan BOPO mampu menjelaskan variasi perubahan yang terjadi pada variabel SBDK ritel sebesar 97,7%, sisanya sebesar 2,3% dipengaruhi oleh faktor lain diluar model.

5.2. Saran

Berdasarkan evaluasi analisis dari hasil penelitian serta kesimpulan yang telah dirumuskan di atas, maka penulis perlu untuk mengajukan saran- saran


(2)

sebagai masukan bagi pihak-pihak yang terkait. Adapun saran-saran tersebut adalah sebagai berikut:

1. Bagi pemerintah melalui Bank Indonesia perlu menjaga kestabilan kondisi makro ekonomi Indonesia demi tercapainya iklim investasi ritel yang kondusif, sehingga tingkat pengembalian yang maksimal dapat dicapai oleh investor atau nasabah.

2. Bagi Bank BUMN Persero di Indonesia harus meningkatkan kemampuan dan menjalankan fungsi intermediasi dengan baik dan menjaga tingkat SBDK ritel yang dibebankan kepada nasabah tidak terlalu jauh melampaui batas yang telah ditetapkan Bank Indonesia, sehingga akan menarik minat para investor untuk meminta kredit ritel perbankan.

3. Bagi peneliti selanjutnya diharapkan dapat meneliti dengan variabel-variabel lain diluar variabel yang diteliti untuk mendapatkan hasil yang lebih bervariasi dengan memperpanjang periode amatan dan menambah objek penelitian yang dapat menggambarkan hal-hal apa saja yang dapat berpengaruh terhadap SBDK.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Darna, Nana, 2012. Penurunan BI Rate dan Efisiensi Biaya Operasional Bank Umum Untuk Menurunkan Suku Bunga Kredit. Jurnal BLK Galuh, Volume No 1 Bulan Pebruari 2013.

Dendawijaya, Lukman. 2005. Manajemen Perbankan. Edisi Kedua, Cetakan Pertama. Ghalia Indonesia, Bogor.

Dewitri, Hera Septhian, 2012. Pengaruh Rasio Kecukupan Modal Dan Suku Bunga Kredit Terhadap Volume Penyaluran Kredit Pada Bank Danamon Tbk. Skripsi. Perpustakaan Pusat Unikom, Bandung.

Erlina, 2011. Metodologi Penelitian, USU Press, Medan

Ghozali, Imam, 2005. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS, BP UNDIP, Semarang.

Gujarati, Damodar. 2004. Ekonometrika Dasar Edisi Keempat. Erlangga. Jakarta Hapsari, Tiara Kusuma, 2011. Analisis Pengaruh CAR, NPL, BOPO, LDR,

GWM, Dan Rasio Konsentrasi Terhadap ROA (Studi Empiris Pada Bank Umum Yang Listing di BEJ 2005-2009). Skripsi. Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro, Semarang.

Karl dan Fair, 2001, Pembayaran Bunga Tahunan Dari Suatu Pinjaman, Dalam Bentuk Persentase Dari Pinjaman Yang Diperoleh, YKPN Yogjakarta. Kasmir. 2008. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. PT. Raja Grafindo

Persada.Yogyakarta.

Kuncoro, Mudrajad, 2002, Manajemen Perbankan, Teori dan Aplikasi, BPFE Jogjakarta.

Kusumastuti, Yatri Indah, 2009. Komunikasi Bisnis Membangun Hubungan Baik dan Kredibilitas. Bogor: IPB Press.

Laksmono, R, Didy, 2001, Suku Bunga Sebagai Salah Satu Indikator Ekspektasi Inflasi, Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Maret 2001.

Lipsey, Ragan, dan Courant, 1997 , suku bunga , harga yang dibayarkan untuk satuan mata uang yang dipinjam pada periode waktu, Erlangga Jakarta. Ma’ruf, Hendri, 2006. Pemasaran Ritel. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Edisi Keempat.


(4)

Mishkin, Frederic S. 2007. The Economics of Money, Banking, and Financial Markets. Alternate Edition. Pearson Education, USA.

Nusantara, Ahmad Buyung, 2009. Analisis Pengaruh NPL, CAR, LDR, Dan BOPO Terhadap Profitabilitas Bank (Perbandingan Bank Umum Go Publik dan Bank Umum Non Go Publik di Indonesia Periode Tahun 2005-2007). Tesis. Program Studi Magister Manajemen Universitas Diponegoro, Semarang.

Pindyck, Robert S and Rubinfield, Daniel S, 2005. Econometrics Model and Economic Forecast. 4th Edition. McGraw-Hill.

Riyadi, Selamet. 2006. Banking Assets and Liability Management. Edisi kedua. Jakarta: LPFE UI.

Sangadji, Etta Mamang dan Sopiah. 2010. Metodologi Penelitian Pendekatan Praktis dalam Penelitian. Yogyakarta

Santoso, Wimboh, 2011. Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) industri perbankan sudah berada di tingkat 9 persen per Januari 2011. Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan BI, Jakarta.

Siamat, Dahlan. 2005. Manajemen Lembaga Keuangan; Kebijakan Moneter dan Perbankan. Edisi Kelima. Jakarta: LPFE UI.

Sugiyono, 2009. Metode Penelitian Bisnis. Bandung : Alfabeta

Sun’an, Muammil dan David Kaluge. 2007. Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Penyaluran Kredit Investasi di Indonesia, Jurnal Keuangan dan Perbankan, XI, No.2 Mei 2007, hal 347 – 361.

Sunariyah, 2004. Pengantar Pengetahuan Pasar Modal. Cetakan ke Empat, UPP AMP YKPN, Yogyakarta.

Suyatno, Thomas 1993. Kelembagaan Perbankan. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Umar, Husein. 2001. Riset Akuntansi. PT. Gramedia

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Uu No. 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan

Warjiyo, Perry, 2004. Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter di Indonesia. Buku Seri Kebanksentralan, No. 11, Jakarta: Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan (PPSK), Bank Indonesia.


(5)


(6)

Lampiran 1

Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK)

BULAN

BANK NEGARA INDONESIA

BANK RAKYAT INDONESIA

BANK TABUNGAN

NEGARA

BANK MANDIRI

Okt-11 12,50 12,49 13,00 11,21

Nop-11 12,50 12,34 12,50 10,68

Des-11 12,45 11,75 12,50 10,68

Jan-12 12,45 11,75 12,33 10,68

Feb-12 12,45 12,09 12,50 10,37

Mar-12 11,15 11,44 12,00 10,37

Apr-12 11,15 11,41 12,00 10,37

Mei-12 11,15 11,40 12,00 10,37

Jun-12 11,10 11,30 12,00 10,25

Jul-12 11,10 11,20 12,00 10,25

Agust-12 11,10 11,10 12,00 10,25

Sep-12 11,10 11,50 12,00 10,25

Okt-12 11,10 11,50 12,00 10,25

Nop-12 11,10 11,15 12,00 10,25

Des-12 11,10 11,25 12,00 10,25

Jan-13 11,10 11,50 12,00 10,25

Feb-13 11,10 11,22 12,00 10,25


Dokumen yang terkait

Pengaruh Dana Pihak Ketiga, Loan to Deposit Ratio, Capital Adequacy Ratio, Non Performing Loan, Return On Assets, Suku Bunga SBI Terhadap Jumlah Penyaluran Kredit: Studi Empiris Pada Bank BUMN dan Bank Swasta Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode

6 110 108

Analisis Penentuan Suku Bunga Dasar Kredit Ritel ( Studi Empiris Pada Bank BUMN Di Indonesia Periode Oktober 2011 – Maret 2013

5 56 86

Analisis Pengaruh Suku Bunga Dan Pendapatan Per Kapita Terhadap Kredit Konsumsi Pada Bank Umum Di Sumatera Utara.

0 38 87

Analisis Pengaruh Nilai Tukar, Inflasi Dan Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia Terhadap Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan Di Bursa Efek Indonesia Periode 2004 – 2008

2 70 81

Analisis Komperatif Pengaruh Perubahan Tingkat Suku Bunga Terhadap Perkembangan Kredit Dan Pembiayaan Pada Bank Konvesional Dan Bank Syariah Di Indonesia

0 37 68

Analisis Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Suku Bunga Kredit pada Bank– Bank di Sumatera Utara

0 17 98

Determinan Tingkat Suku Bunga Deposito Berjangka Pada Bank Umum Di Indonesia

0 15 102

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Pengertian Bank - Analisis Penentuan Suku Bunga Dasar Kredit Ritel ( Studi Empiris Pada Bank BUMN Di Indonesia Periode Oktober 2011 – Maret 2013

0 0 31

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah - Analisis Penentuan Suku Bunga Dasar Kredit Ritel ( Studi Empiris Pada Bank BUMN Di Indonesia Periode Oktober 2011 – Maret 2013

0 0 10

Analisis Penentuan Suku Bunga Dasar Kredit Ritel ( Studi Empiris Pada Bank BUMN Di Indonesia Periode Oktober 2011 – Maret 2013

0 0 11